26
HIPOPIGMENTASI PASKA INFLAMASI Dinar Kartika Hapsari, S.Ked Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang PENDAHULUAN Hipopigmentasi paska inflamasi merupakan hilangnya sebagian atau total dari pigmentasi kulit yang terjadi setelah inflamasi pada kulit. Distribusi dan tingkat keparahan kehilangan pigmen berkaitan dengan tingkat dan derajat inflamasi. 1 Dengan penyakit kulit inflamasi tertentu, beberapa individu mengalami hiperpigmentasi, sebagian lagi mengalami hipopigmentasi, dan beberapa individu lainnya mengalami keduanya. Bila terdapat inflamasi kulit yang parah, terjadi kehilangan atau disfungsi melanosit, akan menyebabkan terjadinya depigmentasi. 2 Hipopigmentasi paska inflamasi banyak ditemukan pada individu berkulit gelap. Semua tipe kulit, terutama tipe kulit gelap baik pria maupun wanita segala usia dapat mengalami hipopigmentasi paska inflamasi. Hipopigmentasi paska inflamasi seringkali menyebabkan ansietas pada individu yang mengalaminya, yang terkadang tidak sebanding dengan tingkat keparahan hipopigmentasi yang dialami. Ansietas yang dirasakan 1

Referat Dinar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hipopigmentasi pasca inflamasi

Citation preview

HIPOPIGMENTASI PASKA INFLAMASIDinar Kartika Hapsari, S.KedBagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas SriwijayaRumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang

PENDAHULUANHipopigmentasi paska inflamasi merupakan hilangnya sebagian atau total dari pigmentasi kulit yang terjadi setelah inflamasi pada kulit. Distribusi dan tingkat keparahan kehilangan pigmen berkaitan dengan tingkat dan derajat inflamasi.1 Dengan penyakit kulit inflamasi tertentu, beberapa individu mengalami hiperpigmentasi, sebagian lagi mengalami hipopigmentasi, dan beberapa individu lainnya mengalami keduanya. Bila terdapat inflamasi kulit yang parah, terjadi kehilangan atau disfungsi melanosit, akan menyebabkan terjadinya depigmentasi.2Hipopigmentasi paska inflamasi banyak ditemukan pada individu berkulit gelap. Semua tipe kulit, terutama tipe kulit gelap baik pria maupun wanita segala usia dapat mengalami hipopigmentasi paska inflamasi. Hipopigmentasi paska inflamasi seringkali menyebabkan ansietas pada individu yang mengalaminya, yang terkadang tidak sebanding dengan tingkat keparahan hipopigmentasi yang dialami. Ansietas yang dirasakan diperparah dengan kenyataan bahwa tidak ada tata laksana yang efektif secara cepat sehingga banyak dari penderita menutupi dengan menggunakan kosmetik.2Informasi mengenai hipopigmentasi paska inflamasi masih sangat sedikit, hal ini menyebabkan seringkali orang yang menderita hipopigmentasi paska inflamasi lebih mempedulikan perihal perubahan warna kulit yang terjadi dan tidak sadar bahwa ia memiliki kondisi inflamasi yang menimbulkan hipopigmenstasi.2,5 Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas secara lebih mendalam mengenai hipopigmentasi paska inflamasi, meliputi epidemiologi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis banding, cara mendiagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, dan prognosis.PROSES PEMBENTUKAN MELANINMelanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase memainkan peranan penting dalam proses pembentukannya. Sebagai akibat dari kerja enzim tironase, tiroksin diubah menjadi 3,4 dihidroksiferil alanin (DOPA) dan kemudian menjadi dopaquinone, yang kemudian dikonversi, setelah melalui beberapa tahap transformasi menjadi melanin. Enzim tirosinase dibentuk dalam ribosom, ditransfer dalam lumer retikulum endoplasma kasar, melanosit diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi.3Terdapat empat tahapan yang dapat dibedakan pada pembentukan granul melanin yang matang. Tahap pertama, sebuah vesikel dikelilingi oleh membran dan menunjukkan awal proses dari aktivitas enzim tirosinase dan pembentukan substansi granul halus; pada bagian perifernya. Untaian-untaian padat elektron memiliki suatu susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matrik protein. Tahap kedua, vesikel (melanosom) berbentuk oval dan memperlihatkan pada bagian dalam filamen-filamen dengan jarak sekitar 10 nm atau garis lintang dengan jarak sama. Melanin disimpan dalam matriks protein. Tahap ketiga, terjadi peningkatan pembentukan melanin membuat struktur halus agak sulit terlihat. Tahap keempat, granul melanin matang dapat terlihat dengan mikroskop cahaya dan melanin secara sempurna mengisi vesikel. Ultrastruktur tidak ada yang terlihat. Granul yang matang berbentuk elips, dengan panjang 1 m dan diameter 0,4 m.3,4

Gambar 1 . Diagram Melanosit, ilustrasi gambaran utama melanogenesis. Tirosinase di sintesis dalam retikulum endoplasma yang kasar dan diakumulasikan dalam vesikel kompleks Golgi. Vesikel yang bebas sekarang dinamakan melanosom. Sintesis melanin dimulai pada melanosom tahap II, di mana melanin diakumulasikan dan membentuk melanosom tahap III. Terakhir struktur ini hilang dengan aktivitas tirosinase dan membentuk granul melanin. Granul melanin bermigrasi ke arah juluran melanosit dan masuk ke dalam keratinosit.4

Ketika dibentuk granul melanin migrasi di dalam perluasan sitoplasma melanosit dan ditransfer ke sel-sel dalam stratum germinativum dan spinosum dari epidermis. Proses transfer ini telah diobservasi secara langsung pada kultur jaringan kulit.3Granul melanin pada dasarnya diinjeksikan ke dalam keratinosit. Ketika di dalam keratinosit, granul melanin berakumulasi di dalam sitoplasma di daerah atas inti (supranuklear), jadi melindungi nukleus dari efek merusak radiasi matahari.3Meskipun melanosit yang membentuk melanin, namun sel-sel epitel/keratinositlah yang menjadi gudang dan berisi lebih banyak melanin, dibandingkan melanosit sendiri. Di dalam keratinosit, granul melanin bergabung dengan lisosom alasan mengapa melanin menghilang pada sel epitel bagian atas.3 Faktor-faktor penting dalam interaksi antara keratinosit dan melanosit yang menyebabkan pigmentasi pada kulit meliputi kecepatan pembentukan granul melanin dalam melanosit, perpindahan granul ke dalam keratinosit, dan penempatan terakhirnya dalam keratinosit.3Melanosit dapat dengan mudah dilihat dengan fragmen inkubasi epidermis pada dengan dopa. Komposisi ini dikonversikan menjadi deposit coklat gelap melanin pada melanosit, reaksinya dikatalisasi oleh enzim tirosinase. Metode ini memungkinkan untuk menghitung jumlah melanosit per unit area epidermis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa melanosit tidak didistribusikan secara random di antara keratinosit, agak tampak ada pola pada distribusinya, yang disebut dengan epidermal-melanin unit.3 Pada manusia, ratio dopa-positif melanosit terhadap keratinosit pada statum basah adalah konstan di dalam setiap area tubuh, tetapi bervariasi dari satu regio ke regio yang lain. Sebagai contoh, ada sekitar 1000 melanosit/mm2 di kulit daerah paha dan 2000/mm2 di kulit skrotum. Jenis kelamin dan ras tidak mempengaruhi jumlah melanosit/unit area. Perbedaan pada warna kulit terutama karena perbedaan jumlah granul melanin pada keratinosit.3

EFEK RADIASI SINAR UV TERHADAP MELANOGENESISFungsi proteksi, proliferasi, dan diferensiasi dari sel melanosit dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, salah satu faktor terpenting adalah radiasi sinar UV. Radiasi sinar UV memicu terjadinya penghitaman, suatu keadaaan peningkatan pigmentasi kulit yang dapat melindungi kulit dari bahaya sinar UV di kemudian hari. Proses penghitaman dibagi menjadi dua kelompok, penghitaman fase cepat, dan fase lambat.1Proses penghitaman fase cepat, terjadi setelah 5-10 menit setelah paparan sinar matahari dan bertahan selama hitungan menit hingga hari bergantung pada banyaknya paparan sinar UV dan keadaan kulit individu masing-masing. Telah dirangkum pada tabel 1, proses penghitaman fase cepat tidak menimbulkan efek fotoproteksi dan tidak meningkatkan jumlah melanin epidermal. Keadaan ini ditimbulkan oleh karena efek paparan radiasi UVA. Proses penghitaman fase cepat terjadi pada orang-orang yang berkulit gelap atau kecoklatan. Keadaan ini terjadi karena adanya perpindahan melanosom dari perikarion ke dendrit melanosit.1Proses penghitaman fase lambat juga dijelaskan pada tabel 1. Keadaan ini terjadi setelah 3-4 hari paparan sinar UV. Sinar UV dibagi berdasarkan gelombangnya, yaitu UVC (100-280 nm), UVB (280-320 nm), dan UVA (320-400 nm). Sinar UVC tidak berbahaya karena paparannya telah habis diabsorbsi oleh lapisan ozon, sehingga tidak dapat menembus lapisan atmosfer. Proses penghitaman fase lambat menimbulkan efek fotoproteksi yang dapat melindungi kulit dari bahaya sinar UV di kemudian hari.1Tabel 1. Proses penghitaman fase cepat vs fase lambatFase cepatFase lambat

OnsetHitungan menit3-4 hari

Intensitas puncakBeberapa menit sampai beberapa jam10-28 hari

Berlangsung selama24 jamBeberapa minggu

MekanismeRedistribusi dari melanosom sitokin melanogenik turunan keratinosit aktivitas dan jumlah tirosinase sintesis melanin dendrit melanosit jumlah melanosom transfer melanosom proliferasi melanosit

Efek fotoproteksiTidak adaMeningkat

Perubahan warna kulitHanya terlihat pada orang yang berkulit gelap atau kecoklatan.Terlihat pada kebanyakan orang yang berkulit putih dan semua orang yang berkulit gelap atau kecoklatan.

Radiasi sinar UV menimbulkan efek peningkatan sintesis, proliferasi dan ketahanan melanin, baik secara langsung, maupun tidak langsung, melalui efeknya terhadap keratinosit, yaitu dengan cara merangsang sintesis dan sekresi faktor keratinosit parakrin.1Efek langsung radiasi sinar UV memicu timbulnya beberapa reaksi biologis melalui interaksi dengan kromofor seluler yang mengabsorbsi foton. Reaksi fotokimia memicu proliferasi, ketahanan, dan fungsi diferensiasi dari melanosit. Kebanyakan efek radiasi UVA menimbulkan kerusakan oksidatif melalui absorbsi UVA oleh kromofor seluler yang meniru peran prekursor melanin sebagai fotosensitisasi yang pada akhirnya menghasilkan radikal bebas. Radiasi UVB secara langsung diabsorbsi oleh DNA seluler, yang menimbulkan lesi pada DNA. Sedangkan efek tidak langsung kejadiannya berhubungan dengan adanya induksi faktor parakrin keratinosit akibat paparan sinar UV yang secara sinergis mempengaruhi fungsi melanosit. Menariknya, radiasi sinar UV dapat memicu peningkatan jumlah TNF- dan IL-1, yang merupakan sitokin penghambat melanogenesis sehingga pada titik seimbang menghasilkan terjadinya keseimbangan antara stimulasi melanogenesis dengan penghabatan melanogenesis setelah paparan sinar UV. Hasil akhirnya ialah peningkatan melanogenesis dan proliferasi melanosit.1

EPIDEMIOLOGIHipopigmentasi paska inflamasi adalah gangguan pigmen yang sangat umum. Hal ini dapat terjadi pada semua jenis kulit. Namun, lebih umum dan menonjol pada orang yang berkulit gelap, mungkin karena warna hipopigmentasi tampak kontras dengan warna kulit normal mereka. Tidak ada perbedaan gender dalam kejadian hipopigmentasi paska inflamasi.1,2

ETIOLOGIBanyak kondisi inflamasi kulit menyebabkan terjadinya hipopigmentasi paska inflamasi. Beberapa, seperti pitiriasis likenoides kronis (PLC) dan liken striatus (LS), cenderung menyebabkan hipopigmentasi paska inflamasi daripada hiperpigmentasi. Cedera kulit dari luka bakar, iritasi, dan prosedur dermatologis (misalnya, chemical peeling, dermabrasi, cryotherapy, atau terapi laser) juga dapat menyebabkan hipopigmentasi paska inflamasi (Tabel 2).2

Tabel 2. Penyebab Hipopigmentasi Paska Inflamasi

Penyakit Inflamasi Kulit

Dermatitis kontak alergiDermatitis atopikChronic graft versus host reactionDiscoid lupus erythematosusReaksi digigit seranggaLiken planusLiken striatusLymphomatoid papulosisPityriasis likenoides kronisPsoriasisSarkoidosisSklerodermaSindrom StevensJohnson

Infeksi

ChickenpoxHerpes zosterImpetigoOnchocerciasisPintaPityriasis versicolorSifilis

Procedure-related

Chemical peelsCryotherapyDermabrasiLaser

Lain-lain

Luka bakar

Pasien dermatitis atopik (DA) bisa mengalami hipopigmentasi paska inflamasi. Perubahan pigmen yang lebih umum dan intens terjadi jika kortikosteroid topikal yang poten digunakan. Vitiligo seperti depigmentasi telah dilaporkan sebagai konsekuensi dari dermatitis atopik berat.5Liken striatus adalah penyebab umum lain hipopigmentasi paska inflamasi, dengan angka kejadian hingga 59 %. Dermatosis ini sembuh secara spontan dalam waktu 2 tahun, sedangkan hipopigmentasi menetap lebih lama, terutama pada orang yang berkulit gelap. Selain itu, fase inflamasi mungkin tidak terdetek si, sehingga hipopigmentasi mungkin menjadi satu-satunya manifestasi.2Perubahan pigmen umum terjadi setelah luka bakar dan pembekuan kulit. Pada luka bakar superfisial, hiperpigmentasi paska inflamasi sering terjadi, sedangkan luka bakar dalam menghasilkan hipopigmentasi paska inflamasi.1 Melanosit sangat sensitif terhadap dingin, dan kerusakan permanen dapat terjadi pada -4 sampai -7C.2 Setelah kulit membeku, hipopigmentasi sementara terjadi, disebabkan oleh penyumbatan transfer melanin dari melanosit ke keratinosit, mungkin karena keratinosit dan melanosit dipisahkan oleh edema. Setelah itu, melanosit bermigrasi ke lesi, sehingga terbentuklah daerah hipopigmentasi dengan tepi hiperpigmentasi. Perubahan pigmen bertahan selama minimal 6 bulan. Setelah pembekuan dalam waktu yang cukup panjang, terjadi hipopigmentasi dengan hilangnya melanosom dalam keratinosit, yang mungkin disebabkan oleh penurunan jumlah melanosit, penurunan sintesis melanosom atau tersumbatnya transfer melanosom.2Hipopigmentasi paska inflamasi juga mungkin terjadi akibat komplikasi penggunaan bahan-bahan kimia. Penggunaan Baker fenol di masa lalu dikaitkan dengan kulit porselen putih (alabaster). Kemungkinan hipopigmentasi tergantung pada jumlah fenol yang digunakan, tingkat oklusi, jenis kulit (tipe Fitzpatrick I memiliki lebih besar kemungkinan) dan photodamage.2 Savant melaporkan sebuah studi tentang dermabrasi pada 65 pasien dengan kondisi wajah yang berbeda, 41 pasien mengalami hipopigmentasi permanen.7

PATOGENESISTerdapat informasi terbatas mengenai mekanisme dan patogenesis hipopigmentasi paska inflamasi. Variasi dalam respons individu terhadap kulit inflamasi atau trauma belum dipahami dengan baik. Ruiz Maldonado6 mengusulkan istilah 'individual chromatic tendency untuk menggambarkan variasi ini. Melanosit dapat bekerja dengan normal, meningkat atau menurun dalam memproduksi melanin dalam menanggapi inflamasi kulit atau trauma. Kecenderungan chromatic ditentukan secara genetik, dan diwariskan secara pola autosomal dominan. Orang dengan melanosit yang lemah, yang memiliki kerentanan tinggi terhadap kerusakan, lebih mungkin untuk berkembang menjadi hipopigmentasi, sedangkan mereka dengan melanosit yang kuat cenderung untuk berkembang menjadi hiperpigmentasi. Namun, orang berkulit gelap tidak selalu memiliki melanosit yang kuat.2,6Melanogenesis adalah proses yang kompleks, yang mencakup sintesis melanin, transport dan pelepasan ke keratinosit. Hal ini dikendalikan oleh beberapa mediator (misalnya, faktor pertumbuhan, sitokin) yang bekerja pada melanosit, keratinosit, dan fibroblast. Melalui pelepasan mediator ini, inflamasi pada kulit dapat menyebabkan penyimpangan melanogenesis . Sebuah studi yang menggunakan pemeriksaan histopatologi pada lesi hipopigmentasi terjadi setelah laser resurfacing menemukan variasi dalam kuantitas melanin epidermal dan jumlah melanosit. Didapatkan bahwa hipopigmentasi lebih diakibatkan karena penghambatan melanogenesis daripada penghancuran melanosit,8 namun, inflamasi berat dapat menyebabkan hilangnya melanosit atau bahkan kematian melanosit, dan dengan demikian mengakibatkan perubahan warna pigmen yang permanen.2

MANIFESTASI KLINISUkuran dan bentuk lesi hipopigmentasi biasanya berkorelasi dengan distribusi dan konfigurasi dermatosis inflamasi asli, dan warna berkisar antara hipopigmentasi sampai depigmentasi (Gambar 2a-c). Depigmentasi lengkap sering terlihat dalam kasus-kasus DA parah dan diskoid lupus erythematosus, dan lebih jelas pada pasien dengan kulit yang berwarna gelap. Perubahan pigmen yang disebabkan oleh pigmen-spesifik laser dipandang sebagai makula putih kecil yang ukuran dan bentuknya sesuai dengan diameter titik laser (Gambar 2d).2

Gambar 2. Hipopigmentasi paska inflamasi disebabkan oleh (a) liken striatus, menunjukkan distribusi linear lesi hipopigmentasi sepanjang garis Blaschko, (b) psoriasis, menunjukkan beberapa lesi hipopigmentasi berbatas tegas dengan ukuran yang sama dan bentuk lesi psoriasis asli. (c) Depigmentasi sekunder discoid lupus erythematosus. Lesi jelas di kulit gelap-langsat karena warna yang kontras. (d) hipopigmentasi dan lesi depigmentasi sekunder dari terapi laser low fluence Q-switched 1064-nm Nd:YAG untuk melasma. Konfigurasi dari lesi sesuai dengan ukuran dan bentuk diameter titik laser.

DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis hipopigmentasi paska inflamasi termasuk pitiriasis alba, hypomelanosis makula progresif, pityriasis versicolor, kusta, sarkoidosis, lesi hipopigmentasi pada gangguan acantholytic, lesi hipopigmentasi pada extramammary Paget disease, hipopigmentasi mikosis fungoides (MF), infundibulomatosis, dan hipopigmentasi dari obat, kortikosteroid topikal kuat dan kortikosteroid intralesi. Kondisi ini dapat dibedakan dari temuan klinis (misalnya, perubahan epidermal, indurasi, dan distribusi lesi) dan pemeriksaan histopatologi.9,10 Diagnosis depigmentasi paska inflamasi termasuk vitiligo, leukoderma kimia dan depigmentasi extramammary pada Paget disease.9

DIAGNOSISHipomelanosis terjadi segera setelah resolusi penyakit primer dan mulai menghilang setelah beberapa minggu hingga beberapa bulan terutama pada area yang terpapar matahari. Predileksi dan bentuk kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesuai dengan lesi primernya. Dengan demikin, diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit yang berhubungan sebelumnya.2,1Perubahan pigmen kadang-kadang muncul bersamaan dengan lesi inflamasi asli, yang memudahkan untuk dilakukan diagnosis langsung. Namun, dalam beberapa kondisi, fase inflamasi tidak selalu hadir, dan hipopigmentasi muncul menjadi satu-satunya manifestasi. Dengan demikian, pemeriksaan ulang sangat diperlukan untuk mengidentifikasi dermatosis inflamasi primer.2

PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan di bawah lampu Wood membantu membedakan antara lesi hipopigmentasi dan depigmentasi. Selain itu, dapat juga membantu menyingkirkan beberapa diagnosis banding (misalnya , hipomelanosis makula progresif terlihat fluoresensi merah, sedangkan pityriasis versicolor adalah oranye-tembaga). Mikroskop confocal laser scanning juga dapat membedakan perbedaan kondisi hipomelanotik, berdasarkan komposisi melanin dan pola distribusi. Melanofag telah ditemukan di hipopigmentasi paska inflamasi tapi tidak dalam vitiligo dan nevus depigmentosus. Namun, komposisi melanin dan cincin dermal papillary bervariasi sesuai dengan tingkat inflamasinya.11 Histopatologi dari hipopigmentasi paska inflamasi menunjukkan gambaran nonspesifik, seperti penurunan melanin epidermal, derajat variabel dari infiltrasi lymphohistiocytic superfisial, dan kehadiran melanofag pada dermis bagian atas. Selain itu, mungkin ada beberapa gambaran histopatologi yang dapat membantu menegakkan diagnosis penyebab hipopigmentasi paska inflamasi, seperti pada lupus erythematosus.11 Walaupun biopsi menunjukkan gambaran nonspesifik, namun biopsi masih sangat berguna untuk menyingkirkan berbagai kemungkinan dermatosis yang hanya memiliki manifestasi hipopigmentasi saja, seperti MF, sarkoidosis, dan kusta.2

PENATALAKSANAANLangkah yang paling penting dari manajemen adalah menentukan penyebab. Setelah penyebab yang mendasari diobati secara efektif, hipopigmentasi biasanya membaik dari waktu ke waktu. Untuk mencegah hipopigmentasi iatrogenik, prosedur dermatologi dan kosmetik harus dilakukan dengan hati-hati, terutama pada pasien berisiko tinggi.2Aplikasi dua kali sehari steroid topikal medium-potency dikombinasikan dengan tar telah digunakan untuk mengobati hipopigmentasi paska inflamasi, meskipun mekanisme efeknya saat ini belum dapat dijelaskan dengan baik. Steroid dapat mempengaruhi sel-sel radang yang bertanggung jawab untuk inflamasi,11 sementara tar secara fotodinamik dapat merangsang terjadinya melanogenesis.12 Sehingga pemberian kombinasi steroid dan tar lebih efektif dalam merangsang melanogenesis.11Krim pimecrolimus topikal dilaporkan efektif pada percobaan open-label, untuk pengobatan dermatitis seboroik yang terkait dengan hipopigmentasi paska inflamasi pada pasien yang berkulit gelap.12 Regimen krim pimecrolimus 1 % ini dipakai dua kali sehari selama 16 minggu. Tingkat perbaikan kondisi, dinilai dengan mexameter, perbaikan yang terjadi paling besar adalah pada 2 minggu pertama pemakaian. Paparan sinar matahari atau ultraviolet (UV) dapat membantu dalam repigmentasi jika terdapat melanosit fungsional di area yang terkena, namun, paparan berlebihan justru dapat makin meningkatkan kontras warna sebagai akibat dari penggelapan kulit di sekitarnya. Aplikasi topikal dari 8 - methoxypsoralen 0,1 %, tar batubara 0,5-1 % atau anthralin ditambah dengan paparan sinar matahari dapat membantu pemulihan pigmen.6 Berbagai macam regimen photochemotherapy topikal (psoralen topikal UVA , PUVA) telah digunakan untuk mengobati hipopigmentasi paska inflamasi yang disebabkan oleh berbagai kondisi, dengan hasil yang baik. Regimen terdiri dari aplikasi topikal 8 methoxypsoralen 0,001-0,5 % dalam Aquaphor atau salep hidrofilik pada daerah yang terkena selama 20-30 menit, diikuti oleh paparan UVA 1-3 kali per minggu dengan dosis awal 0,2 - 0,5 J / cm2, dan ditingkatkan 0,2-0,5 J / cm2 setiap minggunya.8-11Laser excimer 308-nm dapat digunakan untuk merangsang pigmentasi pada bekas luka hipopigmentasi, dan memiliki tingkat respon 60-70% setelah sembilan kali perawatan dua kali seminggu. Namun, selanjutnya diperlukan pengobatan teratur setiap 1-4 bulan untuk menjaga hasinya. Untuk keterlibatan area yang luas, fototerapi narrowband UVB atau PUVA oral dapat digunakan 2-3 kali seminggu. Jumlah sesi perawatan yang dibutuhkan untuk repigmentasi pada lesi vitiligo lebih tinggi.12 Laser ablative fractional CO2 telah dilaporkan efektif dalam pengobatan hipopigmentasi terkait dengan laser CO2 resurfacing.13Pada lesi depigmentasi yang kehilangan seluruh melanosit, cangkok epidermal atau melanosit dapat dipertimbangkan.13 Berbagai metode kamuflase termasuk make up yang tebal, produk tanning dan tato mungkin menjadi alternatif pilihan.2

PROGNOSISHipopigmentasi yang ringan biasanya sembuh dalam beberapa minggu, namun hipopigmentasi berat dan depigmentasi yang disebabkan oleh lupus eritematosus, skleroderma atau luka bakar mungkin memerlukan waktu tahunan untuk terjadi repigmentasi, atau mungkin permanen.2

KESIMPULANHipopigmentasi paska inflamasi adalah kondisi hipopigmentasi didapat yang cenderung ditemukan pada orang berkulit gelap. Ada banyak gangguan yang menyebabkan hipopigmentasi paska inflamasi. Kunci yang paling penting adalah melakukan identifikasi untuk memberikan manajemen dan terapi berdasarkan penyebab dasarnya. Pilihan pengobatan saat ini meliputi obat topikal, fototerapi, dan laser. Saat ini data mengenai patogenesis dan terapi hipopigmentasi paska inflamasi masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk dapat mengetahui mekanisme dasar dan efektivitas suatu pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitzpatrick TB, et al. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, 7th edition. New York : McGraw-Hill Companies; 2008. P:401-16.2. Vachiramon V, Thadanipon K. Postinflammatory hypopigmentation. Clinical and Experimental Dermatology 2011.3. Junquiera L.C, Carneiro J, Kelley R.O. Basic Histology. 10th edition, Washington, Lange, 2003: 316-23 4. 2. Ross M.H. Histology, A Text And Atlas, New York, Harper & Row 1985:416-23 5. Larregue M, Martin J, Bressieux JM et al. Vitiligoid achromias and severe atopic dermatitis. Apropos of 4 cases. Ann Dermatol Venereol 1985; 112: 589600.6. Ruiz-Maldonado R, Orozco-Covarrubias ML. Postinflammatory hypopigmentation and hyperpigmentation. Semin Cutan Med Surg 1997; 16: 3643.7. Savant SS. Facial dermabrasion in acne scars and genodermatoses a study of 65 patients. Indian J Dermatol Venereol Leprol 2000; 66: 7984.8. Grimes PE, Bhawan J, Kim J et al. Laser resurfacinginduced hypopigmentation: histologic alterations and repigmentation with topical photochemotherapy. Dermatol Surg 2001; 27: 51520.9. Verma S, Patterson JW, Derdeyn AS et al. Hypopigmented macules in an Indian man. Arch Dermatol 2006; 142:16438.10. Rowley MJ, Nesbitt LT Jr, Carrington PR, Espinoza CG. Hypopigmented macules in acantholytic disorders. Int J Dermatol 1995; 34: 3902.11. Xiang W, Xu A, Xu J et al. In vivo confocal laser scanning microscopy of hypopigmented macules: a preliminary comparison of confocal images in vitiligo, nevus depigmentosus and postinflammatory hypopigmentation. Lasers Med Sci 2010; 25: 5518.12. High WA, Pandya AG. Pilot trial of 1% pimecrolimus cream in the treatment of seborrheic dermatitis in African American adults with associated hypopigmentation. J Am Acad Dermatol 2006; 54: 10838.13. Tierney EP, Hanke CW. Treatment of CO2 laser induced hypopigmentation with ablative fractionated laser resurfacing: case report and review of the literature. J Drugs Dermatol 2010; 9: 14206.

Pertanyaan:1. Apa komplikasi dari hipopigmentasi paska inflamasi?Jawab :Hipopigmentasi paska inflamasi sendiri merupakan suatu keadaan klinis yang merupakan komplikasi dari penyakit inflamasi yang mendasarinya. Hipopigmentasi paska inflamasi tidak membahayakan nyawa maupun fungsi dari kulit. Namun, hipopigmentasi yang terjadi dapat memperburuk penampilan seseorang dari segi kosmetik. Sehingga, hipopigmentasi paska inflamasi lebih menimbulkan masalah psikologis pada penderitanya, seperti ansietas.

Sitasi :Vachiramon V, Thadanipon K. Postinflammatory hypopigmentation. Clinical and Experimental Dermatology 2011.

2. Apa yang menyebabkan terjadinya ansietas pada penderita hipopigmentasi paska inflamasi?Ansietas pada penderita hipopigmentasi paska inflamasi terjadi karena faktor estetika yang mengganggu penampilan. Pada sebuah studi, dikatakan bahwa penderita hipopigmentasi terjadi lebih banyak pada wanita (59,76%) dibandingkan pria (40,24%). Hal ini mungkin disebabkan karena wanita lebih banyak dan lebih cepat untuk datang berobat karena mengkhawatirkan penampilan kosmetiknya. Dapat disimpulkan bahwa, ansietas yang dialami oleh penderita hipopigmentasi paska inflamasi sifatnya subjektif yang disebabkan karena kekhawatiran buruknya penampilan kosmetik.

Sitasi :Khalifa E Sharquie, Ali Mozan Dhahir. Common Hypopigmented Skin Disorders in Baghdad Teaching Hospital. Iraqi J Comm Med 2011; 24: 260.

3. Mengapa hipopigmentasi sering terjadi pada daerah yang terpapar sinar matahari? respon yang bervariasi dan tingkat keparahan hiperpigmentasi atau hipopigmentasi dapat bergantung pada tingkat keparahan inflamasi, dan dapat pula bergantung pada faktor individu yang disebut 'individual chromatic tendency.

Sitasi :Ruiz-Maldonado R, Orozco-Covarrubias ML. Postinflammatory hypopigmentation and hyperpigmentation. Semin Cutan Med Surg 1997; 16: 3643.

4. Salah satu terapi hipopigmentasi paska inflamasi adalah dengan paparan sinar matahari, namun kenapa masih banyak alternatif terapi hipopigmentasi paska inflamasi lain ditawarkan jika terapi paparan sinar matahari dapat didapatkan dengan mudah dan murah?Paparan sinar matahari atau ultraviolet (UV) dapat membantu dalam repigmentasi jika terdapat melanosit fungsional di area yang terkena, namun, paparan berlebihan justru dapat makin meningkatkan kontras warna sebagai akibat dari penggelapan kulit di sekitarnya. Oleh karena itu, masih dicari terapi lain yang dapat secara efektif mengobati hipopigmentasi paska inflamasi.

Sitasi:Grimes PE, Bhawan J, Kim J et al. Laser resurfacing induced hypopigmentation: histologic alterations and repigmentation with topical photochemotherapy. Dermatol Surg 2001; 27: 51520.

17