Upload
musyfiqoh-tusholehah
View
34
Download
2
Embed Size (px)
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang
hati. Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh salah satu oleh dari
lima jenis virus yaitu: virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus
hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), virus hepatitis E (HEV). Semua jenis
hepatitis virus yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali virus
hepatitis B yang merupakan virus DNA. Walaupun virus – virus tersebut berbeda
dalam sifat molekular dan antigen, akan tetapi semua jenis virus tersebut
memprlihatkan kesamaan dalam perjalanan penyakitnya. (Aru W. Sudoyo, 2007)
Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati
di seluruh dunia. Penyakit tersebut atau gejala sisanya bertanggung jawab atas 1 –
2 juta kematian setiap tahunnya. Banyak episode hepatitis dengan klinis anikterik,
tidak nyata atau subklinis. Secara global virus hepatitis merupakan penyebab
utama viremia yang persisten. (Aru W. Sudoyo, 2007)
Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari
2,5 % di Banjarmasin sampai 25,1 % di Kupang, sehingga termasuk dalam
kelompok negara dengan kelompok endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara–
negara Asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal ibu pengidap hepatitis
merupakan jawaban atas prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir
semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HBeAg positif akan terkena infeksi
pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HBeAg pada ibu sangat
berperan penting untuk penularan. Walaupun ibu mengandung HbsAg positif
namun jika HBeAg dalam darah negatif, maka daya tularnya menjadi rendah.
Data di Indonesia telah dilaporkan oleh Suparyatmo, pada tahun 1993, bahwa dari
hasil pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap hepatitis B, bayi yang mendapat
1
penularan secara vertikal adalah sebanyak 22 bayi (45,9 %). (Aru W. Sudoyo,
2007)
Kebanyakan dewasa-dewasa (lebih besar dari 95%) dengan hepatitis B
akut akan sembuh sepenuhnya. Sebagai akibatnya, mereka akan menjadi imun
(terlindung dari) terhadap suatu infeksi virus hepatitis B masa depan. Berlawanan
dengannya, kebanyakan bayi-bayi dan anak-anak yang terinfeksi dengan virus
hepatitis B akut akan menjadi terinfeksi kronis dengan virus. Jadi, di Amerika,
suatu perkiraan dari 1 sampai 1.25 juta orang-orang terinfeksi kronis dengan virus
hepatitis B. Lebih jauh, 5,000 sampai 6,000 orang-orang meninggal setiap tahun
dari penyakit hati virus hepatitis B kronis dan komplikasi-komplikasinya,
termasuk kanker hati (hepatocellular carcinoma) primer (berasal dari hati).
(www.totalkesehatananda.com, 2008)
2
BAB II
HEPATITIS B AKUT
2.1. DEFINISI
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh
virus hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian. Hepatitis B akut
adalah inflamasi akibat infeksi virus hepatitis B yang berlangsung selama < 6
bulan. (Sudigdo Sastroasmoro, 2007; Ramza Shiddiq, 2011 )
Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi
atau keracunan. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia
dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan.
Hal ini karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan
problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirrhosis hepatitis dan carcinoma
hepatocelluler primer. (Ramza Shiddiq, 2011)
2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI
2.2.1. ANATOMI HATI
3
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar
pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di
kedua sisi kuadran atas dan sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Berat hati
sekitar 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah
diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh
peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava
inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari
dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa
ligamen. (www.doctorology.net, 2010)
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : menghubungkan hepar ke dinding anterior
abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : merupakan bagian bawah
lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yang telah
menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :
merupakan bagian dari omentum minus yang terbentang dari curvatura
minor lambung dan duodenum sebelah proximal ke hepar. Di dalam
ligamentum ini terdapat a.hepatica, v.porta dan ductus choledocus
communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari
Foramen Wislow.
4. Ligamentum coronaria snterior kiri dan kanan dan ligamentum coronaria
posterior kiri dan kanan : merupakan refleksi peritoneum terbentang dari
diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis kiri dan kanan : merupakan fusi dari
ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari
hepar.
4
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan
epigastrium. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal
tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus
kanan dapat mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Lig
falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus
kanan yang besar dan lobus kiri (Gambar.1). (www.doctorology.net, 2010)
Secara mikroskopis, hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari
serabut kolagen dan jaringan elastis yang disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan
masuk ke dalam parenkim hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan
duktus biliaris. Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di
dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem
pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda
dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang
meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yang disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih
permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-
kapiler yang lain. Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya
hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim
tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis
yang merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah
keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan
jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang
mengandung cabang-cabang v.porta, a.hepatika, ductus biliaris (Gambar. 2).
Cabang dari vena porta dan a.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke
dalam sinusoid setelah banyak percabangan sistem bilier dimulai dari canaliculi
biliaris yang halus yang terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut
membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam
intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar , air keluar dari saluran
empedu menuju kandung empedu. (www.doctorology.net, 2010)
Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar
sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah
5
vena dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya
adalah 1.500 ml dan dialirkan melaui vena hepatica kanan dan kiri, yang
selanjutnya bermuara pada vena kava inferior. Vena porta bersifat unik karena
terletak diantara dua daerah kapiler, yang satu terletak dalam hati dan lainnya
dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang
menempel melingkari lobules hati. (www.ilmubedah.info.com, 2011)
Gambar 1. Anatomi HeparSumber : (John, et al, 2006)
6
Gambar 2. Gambaran mikroskopis heparSumber : (Lauralee Sherwood, 2006)
2.2.2. FISIOLOGI HATI
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada
beberapa fungsi hati yaitu : (Gambar 3) (www.doctorology.net, 2010)
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein
saling berkaitan satu sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang
diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis.
Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan
glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mejadi glukosa disebut
glikogenolisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama
glukosa dalam tubuh. Selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa
monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa
mempunyai beberapa tujuan: menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida,
nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)
yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan
katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – Keton Bodies
7
2. Senyawa 2 karbon – Active Actate (dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol. Dimana serum cholesterol menjadi standar pemeriksaan
metabolisme lipid.
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi. Hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.
Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan
non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma
albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea
merupakan end product metabolisme protein ∂ - globulin selain dibentuk di
dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya
dibentuk di dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM
66.000
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan
dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor
V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi
adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang
beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya
dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk
pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
8
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai
macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan
melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ -
globulin sebagai imun livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±
1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam
a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.
Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan
dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,
syok. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
9
Gambar 3. Fisiologi Hepar
Sumber : (John, et al, 2006)
2.3. ETIOLOGI
Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Virus ini pertama
kali ditemukan oleh Blumberg tahun 1965 dan dikenal dengan nama antigen
Australia yang termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis
berukuran 42 nm yang disebut dengan “Partikel Dane” (Gambar. 4). Lapisan luar
terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus partikel inti (core). Pada partikel
inti terdapat hepatitis B core antigen (HBcAg) dan hepatitis B antigen (HBeAg).
Antigen permukaan (HBsAg) terdiri atas lipoprotein dan menurut sifat
imunologiknya protein virus hepatitis B dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr,
ayw, dan ayr. Subtype ini secara epidemiologis penting karena menyebabkan
perbedaan geografik dan rasial dalam penyebaranya. (Ramza Shiddiq, 2011)
10
Gambar 4. Virus Hepatitis BSumber: ( www.retroscope.eu.com, 2010)
2.4. PATOFISIOLOGI
Virus hepatitis B (VHB) masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari
peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi
virus. Selanjutnya sel – sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane
utuh, partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut
membentuk partikel virus. VHB merangsang respon imun tubuh, yang pertama
kali dirangsang adalah respon imun nonspesifik (innate immune response) karena
dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa
jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan
memanfaatkan sel – sel NK dan NK – T. (Aru W. Sudoyo, 2007)
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respon imun spesifik,
yitu dengan mengaktifasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptida VHB –
MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan
dinding Antigen Preenting Cell (APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang
sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptida VHB – MHC
kelas II pada dinding APC. Peptida VHB yang ditampilkan pada permukaan
dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran respon imun adalah peptida kapsid
yaitu HbcAg atau HbeAg. Sel CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus yang
ada di dalam sel hati ang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam
11
bentuk nekrosis hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme
sitolitik. Disamping itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan
sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas Interferon gamma dan Tissue Necrotic
Factor (TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+ (mekanisme nonsitolitik).
(Aru W. Sudoyo, 2007)
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel T CD 4+ akan menyebabkan
produksi antibodi antara lain anti – HBs, anti – HBc dan anti – HBe. Fungsi anti –
HBs adalah netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke
dalam sel. Dengan demikian anti – HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel
ke sel. Infeksi kronik VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti – HBs.
Bukti pada pasien Hepatitis B kronik ternyata dapat ditemukan adanya anti – HBs
yang tidak bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa karena anti – HBs
bersembunyi dalam kompleks dengan HbsAg. (Aru W. Sudoyo, 2007)
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB
yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien dapat
disebabkan oleh faktor virus ataupun faktor pejamu. Faktor virus antara lain:
terjadinya imunotoleransi terhadap produk VHB, hambatan terhadap CTL yang
berfungsi melakukan lisis sel – sel terinfeksi, terjadinya mutan VHB yang tidak
memproduksi HBeAg, integrasi genom VHB dalam genom sel hati. Faktor
pejamu antara lain: faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibodi
terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respon antiidiotipe,
faktor kelamin atau hormonal. . (Aru W. Sudoyo, 2007)
Salah satu peran imunotoleransi terhadap produk HBV dalam persistensi
HBV adalah mekasnisme persistensi infeksi VHB pada neonatus yang dilahirkan
oleh ibu HBsAg dan HBeAg positif. Diduga persistensi tersebut disebabkan
adanya imunotoleransi terhadap HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin melalui
invasi VHB, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga disebabkan oleh
kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus. Persistensi infeksi
VHB dapat disebabkan karena mutasi pada daerah precore dari DNA yang
menyebabkan tidak dapat diproduksinya HBeAg. Tidak adanya HBeAg pada
12
mutan tersebut akan menghambat eliminasi sel yang terinfeksi VHB. . (Aru W.
Sudoyo, 2007)
Sumber dan Cara Penularan
a. Sumber Penularan Virus Hepatitis B
Sumber penularan berupa darah, saliva, kontak dengan mukosa
penderita virus, feses, dan urine, pisau cukur, selimut, alat makan, alat
kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. (Ramza Shiddiq, 2011)
b. Cara penularan Virus Hepatitis B
Penularan virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu parenternal
dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya melalui tusuk
jarum atau benda yang susah tercemar virus Hepatitis B dan pembuatan
tattoo, kemudian secara non parenteral yaitu karena persentuhan yang erat
dengan benda yang tercemar virus hepatitis B. secara epidemiologi
penularan infeksi virus hepatitis B dari Ibu yang HBsAg positif kepada
anak dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal, dan secara horizontal
yaitu penularan infeksi virus Hepatitis B dari seseorang pengidap virus
kepada orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan seksual.
(Ramza Shiddiq, 2011)
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Hepatitis B
Faktor – faktor yang mempengaruhi penyakit Hepatitis B dapat dibagi
menjadi : (Ramza Shiddiq, 2011)
a. Faktor Host (Pejamu)
Faktor host adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia
yang dapat mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit Hepatitis B
yang meliputi:
1) Umur, dimana penyakit Hepatitis B dapat menyerang semua golongan
umur. Paling sering bayi dan anak (25,45%). Resiko untuk menjadi kronis
13
menurun dengan bertambahnya umur, dimana bayi pada 90% menjadi
kronis, pada anak usia sekolah 23 – 46% dan pada orang dewasa 3 – 10% .
2) Jenis Kelamin, wanita tiga kali lebih sering terinfeksi Hepatitis B
dibanding pria.
3) Mekanisme pertahanan tubuh, bayi baru lahir atau bayi dua bulan
pertama setelah lahir sering terinfeksi Hepatitis B, terutama pada bayi
yang belum mendapat imunisasi Hepatitis B. Hal ini karena sistem imun
belum berkembang sempurna.
4) Kebiasaan hidup, dimana sebagian besar penularan pada masa remaja
disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual,
pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tattoo, dan pemakaian
akupuntur.
5) Pekerjaan, kelompok resiko tinggi untuk mendapatkan infeksi Hepatitis
B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar
operasi, petugas laboratorium dimana pekerjaan mereka sehari – hari
kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).
b. Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah Virus Hepatitis B (VHB).
Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi menjadi 4
subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr yang menyebabkan perbedaan
geografi dalam penyebaranya. Subtype adw terjadi di Eropa, Amerika dan
Australia. Subtipe ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtipe ayw
dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtipe adr
terjadi di jepang dan China. (Ramza Shiddiq, 2011)
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh
luar yang mempengaruhi perkembangan hepatitis B, yang termasuk faktor
lingkungan adalah lingkungan dengan sanitasi jelek daerah dengan
prevelensi virus hepatitis B (VHB) tinggi, daerah unit pembedahan, daerah
unit laboratorium, daerah bank darah, daerah tempat pembersihan, daerah
14
dialias dan transplantasi, daerah unit penyakit dalam. (Ramza Shiddiq,
2011)
2.5. GEJALA KLINIS
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi
asimtomatik tanpa kuning sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminans yang
dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut
terbagi dalam 4 tahap: (Aru W. Sudoyo, 2007)
Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase ini berbeda – beda lamanya untuk tiap virus hepatitis.
Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan
jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase
inkubasi ini.
Fase Prodormal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan – keluhan pertama dan timbulnya
gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan
malaise umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas
atas dan anoreksia. Mual, muntah dan anoreksia berhubungan dengan
perubahan penghidu dan rasa kecap. Diare atau konstipasi dapat
terjadi. Serum sickness dapat muncul pada hepatitis B akut pada awal
infeksi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan
atas atau epigatrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi
jarang menimbulkan kolesistisis.
Fase Ikterus
Ikterus muncul setelah 5 – 10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan denganmunculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak
terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala
prodormal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
Fase konvalesen
15
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dna abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul persaaan
sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan.keadaan akt biasanya
akan membaik dalam 2 – 3 mingggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis
dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu
dalam hepatitis B. Pada 5 – 10 % kasus perjalanan klinisnya mungkin
lebih sulit ditangani, hanya < 1 % yang menjadi fulminan.
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis
hepatitis B dibangi 2 yaitu : (Ramza Shiddiq, 2011)
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus
hepatitis B dari tubuh kropes. Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu :
a. Hepatitis B akut yang khas
b. Hepatitis Fulminan
c. Hepatitis Subklinik
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu
dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk
menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB.
a). Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1. Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi,
anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi
gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin
serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
16
2. Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan
splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua
setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi
hati abnormal.
3. Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase.
pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium
menjadi normal.
b). Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar
mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir
dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang
berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan
fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan
muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria
dan uremia. (Ramza Shiddiq, 2011)
c). Hepatitis Kronik
Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B
kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan
yang mantap. (Ramza Shiddiq, 2011)
2.6. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Gejala non spesifik (prodromal) yaitu anoreksia, mual, muntah dan
demam. Dalam beberapa hari-minggu timbul ikterus, tinja pucat dan urin yang
berwarna gelap. Saat ini, gejala prodromal berkurang. Perlu ditanyakan riwayat
17
kontak dengan penderita hepatitis sebelumnya dan riwayat pemakaian obat-obat
hepatotoksik. (www.totalkesehatananda.com, 2008)
b. Pemeriksaan fisik
Kulit, sklera ikterik, nyeri tekan di daerah hati, hepatomegali, perhatikan
tepi, permukaan, dan konsistensinya. (www.totalkesehatananda.com, 2008)
c. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi : dapat ditemukan pansitopenia: infeksi virus, eosinofilia :
infestasi cacing, leukositosis : infeksi bakteri.
2. Urin : bilirubin urin
3. Biokimia :
a. Serum bilirubin direk dan indirek
b. ALT (SGPT) dan AST (SGOT)
c. Albumin, globulin
d. Koagulasi : faal hemostasis terutama waktu protrombin
4. Petanda serologis :
Hepatitis B didiagnosis dari hasil-hasil tes-tes darah spesifik virus
hepatitis B (serologi) yang mencerminkan beragam komponen-
komponen virus hepatitis B. (www.totalkesehatananda.com, 2008)
4.1. HBsAg dan anti-HBs
Diagnosis infeksi hepatitis B dibuat terutama dengan
mendeteksi hepatitis B surface antigen (HBsAg) dalam darah.
Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi virus hepatitis B aktif dan
ketidakhadiran HBsAg berarti tidak ada infekis virus hepatitis B aktif.
Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi
terdeteksi dalam darah dalam waktu empat minggu. Pada inidividu-
individu yang sembuh dari infeksi virus hepatitis B akut, eliminasi atau
pembersihan dari HBsAg terjadi dalam waktu empat bulan setelah
timbulnya gejala-gejala. Infeksi virus hepatitis B kronis didefinisikan
sebagai HBsAg yang menetap lebih dari enam bulan.
(www.totalkesehatananda.com, 2008)
18
Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi
terhadap HBsAg (anti-HBs) biasanya timbul. Anti-HBs ini
menyediakan kekebalan pada infeksi virus hepatitis B yang berikutnya.
Sama juga, individu-individu yang telah berhasil divaksinasi terhadap
virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah.
(www.totalkesehatananda.com, 2008)
4.2. Anti-HBc
Hepatitis B core antigen hanya dapat ditemukan dalam hati dan
tidak dapat terdeteksi dalam darah. Kehadiran dari jumlah-jumlah yang
besar dari hepatitis B core antigen dalam hati mengindikasikan suatu
reproduksi virus yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa virusnya
aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai
antibodi hepatitis B core (anti-HBc), bagaimanapun, terdeteksi dalam
darah. Sebagai suatu kenyataan, dua tipe dari antibodi-antibodi anti-
HBc (IgM dan IgG) dihasilkan. (www.totalkesehatananda.com, 2008)
IgM anti-HBc adalah suatu penanda/indikator
(marker/indicator) untuk infeksi hepatitis B akut. IgM anti-HBc
ditemukan dalam darah selama infeksi akut dan berlangsung sampai
enam bulan setelah timbulanya gejala-gejala. IgG anti-HBc
berkembang selama perjalanan infeksi virus hepatitis B akut dan
menetap seumur hidup, tidak perduli apakah individunya sembuh atau
mengembangkan infeksi kronis. Sesuai dengan itu, hanya tipe IgM dari
anti-HBc dapat digunakan secara spesifik untuk mendiagnosis suatu
infeksi virus hepatitis B akut. Selain itu, menentukan hanya total anti-
HBc (tanpa memisahkan kedua komponennya) adalah sangat tidak
bermanfaat. (www.totalkesehatananda.com, 2008)
4.3. HBeAg, anti-HBe, dan mutasi-mutasi pre-core
Hepatitis B e antigen (HBeAg) dan antibodi-antibodinya, anti
HBe, adalah penanda-penanda (markers) yang bermanfaat untuk
menentukan kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang
19
menderita infeksi virus hepatitis B kronis. Mendeteksi keduanya
HBeAg dan anti-HBe dalam darah biasanya adalah eksklusif satu sama
lain. Sesuai dengan itu, kehadiran HBeAg berarti aktivitas virus yang
sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada yang lainnya,
sedangkan kehadiran anti-HBe menandakan suatu keadaan yang lebih
tidak aktif dari virus dan risiko penularan yang lebih kecil.
(www.totalkesehatananda.com, 2008)
Pada beberapa individu-individu yang terinfeksi dengan virus
hepatitis B, material genetik untuk virus telah menjalankan suatu
perubahan struktur yang tertentu, disebut suatu mutasi pre-core. Mutasi
ini berakibat pada suatu ketidakmampuan virus hepatitis B untuk
menghasilkan HBeAg, meskipun virusnya reproduksi/replikasi secara
aktif. Ini berarti bahwa meskipun tidak ada HBeAg yang terdeteksi
dalam darah dari orang-orang dengan mutasi, virus hepatitis B masih
tetap aktif pada orang-orang ini dan mereka dapat menularkan pada
yang lain-lainnya. (www.totalkesehatananda.com, 2008)
4.4. Hepatitis B virus DNA
Penanda yang paling spesifik dari reproduksi/replikasi virus
hepatitis B adalah pengukuran dari hepatitis B virus DNA dalam
darah. Anda ingat bahwa DNA adalah material genetik dari virus
hepatitis B. Tingkat-tingkat yang tinggi dari hepatitis B virus DNA
mengindikasikan suatu reproduksi/replikasi virus dan aktivitas virus
yang sedang berlangsung. Tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang
rendah atau tidak terdeteksi dikaitkan dengan fase/tahap infeksi virus
hepatitis B yang tidak aktif. Beberapa tes-tes laboratorium yang
berbeda (assays) tersedia untuk mengukur hepatitis B virus DNA.
(www.totalkesehatananda.com, 2008)
PCR (polymerase chain reaction) adalah metode (assay) yang
paling sensitif untuk menentukan tingkat hepatitis B virus DNA. Ini
berarti bahwa PCR adalah metode yang terbaik untuk mendeteksi
20
jumlah-jumlah yang sangat kecil dari penanda virus hepatitis B.
Metode ini bekerja dengan memperbesar material yang sedang diukur
sampai semilyar kali untuk mendeteksinya. Metode PCR, oleh
karenanya, dapat mengukur sekecil 50 sampai 100 kopi (partikel-
partikel) dari virus hepatitis B per mililiter darah. Tes ini,
bagaimanapun, sebenarnya terlalu sensitif untuk penggunaan diagnosis
yang praktis. (www.totalkesehatananda.com, 2008)
Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk
menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif
(diam). Perbedaan ini dapat dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B
virus DNA dalam darah. Tingkat-tngkat yang tinggi dari DNA
mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat yang
rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi,
pasien-pasien denga penyakit yang tidur (tidak aktif) mempunyai kira-
kira satu juta partikel-partikel virus per mililiter darah, sedangkan
pasien-pasien dengan penyakit yang aktif mempunyai beberapa milyar
partikel-partikel per mililiter. Oleh karenanya, siapa saja yang HBsAg
positif, bahkan jika infeksi virus hepatitis B tidak aktif, akan
mempunyai tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang dapat
terdeteksi dengan metode PCR karena ia begitu sensitif.
(www.totalkesehatananda.com, 2008)
Untuk tujuan-tujuan praktis, hepatitis B virus DNA dapat
diukur menggunakan suatu metode yang disebut metode
hybridization, yang adalah suatu tes yang lebih kuang sensitif
daripada PCR. Tidak seperti metode PCR, metode hybridization
mengukur material virus tanpa pembesaran. Sesuai dengan itu, tes ini
dapat mendeteksi hepatitis B virus DNA hany ketika banyak partikel-
partikel virus hadir dalam darah, berarti bahwa infeksinya aktif.
Dengan kata lain, dari sudut pandang yang praktis, jika hepatitis B
virus DNA terdeteksi dengan suatu metode hybridization, ini berarti
21
bahwa infeksi virus hepatitis B adalah aktif.
(www.totalkesehatananda.com, 2008)
Beberapa tes serologi untuk HBV seperti di atas dapat
diinterpretasikan seperti pada tabel 1 dan perjalanan penyakit HBV
seiring pembentukkan antibodinya. (Gambar 5 dan 6).
Tabel 1: Interpretasi tes-tes darah (serologi) virus hepatitis B
Sumber: (www.totalkesehatananda.com, 2008)
HBsAg Anti-HBs
Anti-Hbc
(total)
Anti-HBc IgM
HBeAg Anti-HBe
HBV DNA
Interpretasi
+ - + + + + + Tahap awal infeksi akut
+ - + + - + - Tahap Kemudian infeksi akut
- - + + - + - Tahap kemudian infeksi akut
- + + - - - - Kesembuhan dengan kekebalan
- + - - - - - Vaksinasi yang sukses
+ - + - + - + Infeksi kronis dengan reproduksi aktif
22
+ - + - - + - Infeksi kronis dalam tahap tidak aktif
+ - + - - + + Infeksi kronis dengan reproduksi aktif
- - + - - + atau
- -
Kesembuhan, Hasil positif palsu, atau infeksi kronis
Gambar 5. Gambaran Serologi dari Hepatitis B AkutSumber: (Kasper H, et al, 2006)
23
Gambar 6. Gambaran Serologi dari Hepatitis B kronikSumber: (Kasper H, et al, 2006)
5. USG hati dan saluran empedu : Apakah terdapat kista duktus
koledokus, batu saluran empedu, kolesistitis ; parenkim hati, besar
limpa.
2.7. PENATALAKSANAAN
Infeksi yang sembuh spontan
1. Rawat jalan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan
menyebabkan dehidrasi.
2. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Tidak ada rekomendasi diet khusus
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan
yang paling baik ditoleransi
Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut
3. Aktifitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari.
4. Pembatasan aktivitas sehari – hari tergantung dari derjat kelelahan dan
malaise
5. Peran lamivudine atau adenovir pada hepatitis B akut masih belum jelas.
Kortikosteroid tidak bermanfaat.
6. Obat – obat yang tidak perlu harus dihentikan. (Aru W. Sudoyo, 2007)
Gagal hati akut
1. Perawatan di rumah sakit
24
Segera setelah diagnosis ditegakan
Penanganan terbaik dapat dilakukan pada rumah sakit yang
menyediakan program transplantasi hati.
2. Belum ada terapi yan terbukti efektif
3. Tujuan
Sementara menunggu perbaikan infeksi spontan dan perbaikan
fungsi hati dilakukan monitoring kontinu dan terapi suportif
Pengenalan dirir dan terapi terhadap komplikasi yang mengancam
nyawa
Mempertahankan fungsi vital
Persiapan transplantasi bila tidak terdapat perbaikan
4. Angka survival mencapai 65 – 75 % bila dilakukan transplantasi dini. (Aru
W. Sudoyo, 2007)
Hepatitis Kolestastasis
1. Perjalanan penyakit dapat dipersingkat dengan pemberian jangka pendek
prednison atau asam ursodioksikolat. Hasil penelitian masih belum
tersedia.
2. Pruritus dapat dikontrol dengan kolestiramin. (Aru W. Sudoyo, 2007)
Heptitis Relaps
Penanganan serupa dengan hepatitis sembuh spontan. (Aru W. Sudoyo, 2007)
2.8. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan merupakan hal terpenting karena merupakan upaya
yang paling cost – effective. Secara garis besar, upaya preventif dibagi dua yaitu
upaya yang bersifat umum dan upaya yang lebih spesifik (imunisasi VHB).
(Poernomo Budi, 2006)
2.8.1. Kebijakan preventif umum
25
1. Uji tapis donor darah dengan uji diagnostik yang sensitif.
2. Sterilisasi instrumen secara adekuat – akurat. Alat dialisis digunakan
secara individual. Untuk pasien dengan VHB disediakan mesin tersendiri.
Jarum disposable dibuang ke tempat khusus yang tidak tembus jarum.
3. Tenaga medis senantiasa mempergunakan sarung tangan.
4. Perilaku seksual yang aman.
5. Penyuluhan agar para penyalah-gunaan obat tidak memakai jarum secara
bergantian.
6. Mencegah kontak mikrolesi, menghindar dari pemakaian alat yang dapat
menularkan VHB (sikat gigi, sisir), berhati – hati dalam menangani luka
terbuka.
7. Skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ke – 3 kehamilan,
terutama ibu yang berisiko terinfeksi VHB. Ibu hamil dengan VHB (+)
ditangani terpadu. Segera setelah lahir bayi diimunisasi aktif dan pasif
terhadap VHB.
8. Skrining populasi resiko tinggi tertular VHB (lahir di daerah
hiperendemis, homoseksual, heteroseksual, pasangan seks berganti – ganti,
tenaga medis, pasien dialisis, keluarga dari penderita VHB kronis, kontak
seksual dengan penderita VHB)
2.8.2. Kebijakan Preventif Khusus
Imunisasi Pasif
Hepatitis B immune globuline (HBIg) dibuat dari plasmaa yang
mengandung anti HBs titer tinggi (> 100.000 IU/ml) sehingga dapat memberikan
proteksi secara tepat meskipun hanya utnuk jangka waktu yang terbatas (3 – 6
bulan). Pada orang dewasa, HBIg diberikan dalam waktu 48 jam pasca paparan
VHB. Pada bayi dari ibu pengidap VHB, HBIg diberikan bersamaan dengan
vaksin VHB di sisi tubuh berbeda dalam waktu 12 jam setelah lahir. Kebijakan ini
terbukti efektif (85 – 95%) dalam mencegah infeksi VHB dan mencegah
kronisitas (19 – 20 %) sedangkan dengan vaksin VHB saja memiliki tingkat
26
efektivitas 75 %. Bila HbsAg ibu baru diketahui beberapa hari kemudian, HBIg
dapat diberikan bila usia bayi ≤ 7 hari. (Poernomo Budi, 2006)
HBIg tidak dianjurkan utnuk diberikan sebagai upaya pencegahan pra –
paparan. HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan (profilaksis pasca
paparan) pada mereka yang terpapar VHB melalui jarum/ penyuntikan, tertelan
atau terciprat darah ke mukosa atau ke mata, atau kontak dengan penderita VHB
kronis. Namun demikian, efektivitasnya akan menurun bila diberikan 3 hari
setelah paparan. Umumnya, HBIg diberikan bersama vaksin HBV sehingga selain
memberikan proteksi secara cepat, kombinasi ini juga memberikan proteksi
jangka panjang. (Poernomo Budi, 2006)
Imunisasi Aktif
Tujuannya adalah memotong jalur transmisi melalui program imunisasi bayi baru
lahir dan kelompok tinggi resiko tertular VHB. Tujuan akhirnya adalah:
1. Menyelamatkan nyawa pasien.
2. Menurunkan resiko karsinoma hepatoseluler akibat VHB.
3. Eradikasi virus.
Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi diberikan pada bayi
yang lahir dari ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah
immunisasi diberikan pada orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin
hepatitis diberikan secara intra muskular sebanyak 3 kali dan memberikan
perlindungan selama 2 tahun. (Ramza Shiddiq, 2011)
Program pemberian sebagai berikut:
Dewasa:Setiap kali diberikan 20 μg IM yang diberikan sebagai dosis awal,
kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan.
Anak :Diberikan dengan dosis 10 μg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi
setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. (Ramza Shiddiq, 2011)
2.9. KOMPLIKASI
27
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan
penyakit yang panjang hingga 4 sampai 8 bulan, keadaan ini dikenal sebagai
hepatitis kronik persisten, dan terjadi pada 5% hingga 10% pasien. Akan tetapi
meskipun kronik persisten dan terjadi pada 5 % hingga 10% pasien. Meskipun
terlambat, pasien – pasien hepatitis kronik persisten akan sembuh kembali.
(Ramza Shiddiq, 2011)
Pasien hepatitis virus sekitar 5% akan mengalami kekambuhan setelah
serangan awal. Kekambuahan biasanya dihubungkan dengan kebiasaan minum
alkohol dan aktivitas fisik yang berlebihan. Ikterus biasanya tidak terlalu nyata
dan tes fungsi hati tidak memperlihatkan kelainan dalalm derajat yang sama. Tirah
baring biasanya akan segera di ikuti penyembuhan yang tidak sempurna. (Ramza
Shiddiq, 2011)
Akhirnya suatu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna
adalah perkembangan carcinoma hepatoselular, kendatipun tidak sering
ditemukan, selain itu juga adanya kanker hati yang primer. Dua faktor penyebab
utama yang berkaitan dengan patogenesisnya adalah infeksi virus hepatitis B
kronik dan sirosis terakit dengan virus hepatitis C dan infeksi kronik telah
dikaitkan pula dengan kanker hati. (Ramza Shiddiq, 2011)
2.10. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang cepat dan tepat, prognosisnya baik dan
tidak perlu menyebabkan kematian. Pada sebagian kasus penyakit berjalan ringan
dengan perbaikan biokimiawi terjadi secara spontan dalam 1 – 3 tahun. Pada
sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik persisten dan kronk aktif berubah menjadi
keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi sirosis. Secara keseluruhan,
walaupun terdapat kelainan biokimiawi, pasien tetap asimtomatik dan jarang
terjadi kegagalan hati. (Ramza Shiddiq, 2011)
Infeksi Hepatitis B dikatakan mempunyai mortalitas tinggi. Pada suatu
survey dari 1.675 kasus dalam satu kelompok, ternyata satu dari delapan pasien
yang menderita hepatitis karena tranfusi (B dan C) meninggal.. Di seluruh dunia
28
ada satu diantara tiga yang menderita penyakit hepatitis B meninggal dunia.
(Ramza Shiddiq, 2011)
BAB III
SIMPULAN
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang
hati. Hepatitis virus akut merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di
seluruh dunia. Penyakit tersebut atau gejala sisanya bertanggung jawab atas 1 – 2
juta kematian setiap tahunnya. Banyak episode hepatitis dengan klinis anikterik,
tidak nyata atau subklinis. Secara global virus hepatitis merupakan penyebab
utama viremia yang persisten.
Hepatitis B adalah infeksi yang terjadi pada hati yang disebabkan oleh
virus hepatitis B (VHB). Penyakit ini bisa menjadi akut atau kronis dan dapat pula
menyebabkan radang, gagal ginjal, sirosis hati, dan kematian. Hepatitis B akut
adalah inflamasi akibat infeksi virus hepatitis B yang berlangsung selama < 6
bulan.
Penyakit hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi
atau keracunan. Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan di dunia
29
dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan.
Hal ini karena selain prevelensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan
problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirrhosis hepatitis dan carcinoma
hepatocelluler primer.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi I. Jakarta: FKUI; 2007.
2. Artikel Bedah. Anatomi dan Fisiologi Hepar. [cited 2011 Mei 15]. Avaliable from: http://ilmubedah.info/anatomi-dan-fisiologi-hepar-20110202.html
3. Anonim. Hepatitis B. 2008. [cited 2011 Mei 15]. Avaliable from: http://www.totalkesehatananda.com/hepatitisb1.html
4. Anonim. Hepatitis B. 2010. [cited 2011 Mei 15]. Avaliable from: http://www.retroscope.eu/wordpress/wp-content/uploads/2010/01/Hepatitis_B_virus_v2.png
5. Benvie. Anatomi Hati. 2010. [cited 2011 Mei 15]. Avaliable from: http://doctorology.net/wp-content/uploads/2010/05/anatomi-hepar.html
6. John, et al. Netter’s Atlas of human Physiology. 2006
30
7. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC; 2006.
8. Poernomo Budi Setiawan. Panduan Tatalaksana Infeksi Hepatitis B Kronik. Jakarta: Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. 2006
9. Ramza Shiddiq. Hepatitis B. 2011. [cited 2011 Mei 15]. Avaliable from: http://ramzashiddiq.blogspot.com/2011/02/hepatitis-b.html
10. Sudigdo Sastroasmoro. Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit Dalam. Jakarta: RSCM; 2007.
31