14
PENDAHULUAN Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis dan emfisema. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebii !" populasi de#asa. $adan Kesehatan %unia (&'O) memperkirakan bah#a men elang tahun prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyeb penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke duabelas men adi ke dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya uga meningkat dari k enam men adi ke tiga. $erdasarkan survey kesehatan rumah tangga %epartemen Kesehatan*+ tahun , PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam. /erokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK disamping faktor risiko lainnya seperti polusi udar genetik dan lain-lainnya. *ata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat terutama pada penderita laki-laki lan ut usia. $ronkitis kronisditandai oleh ada mukus bronkus yang berlebihan dan tampak dengan adanya batuk produktif selama tiga bulan atau lebih dan setidaknya berlangsung selama dua tahun beruturut-turut serta tidak disebabkan oleh penyakit lainyang mungkin menyebabkan ge ala tersebut.

referat ppok

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat penyakit paru obsstruksi kronis

Citation preview

PENDAHULUANPenyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis dan emfisema. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyebab kematian kelima terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebiih dari 25% populasi dewasa.Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam. Merokok merupakan faktor risiko terpenting penyebab PPOK disamping faktor risiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat, terutama pada penderita laki-laki lanjut usia. Bronkitis kronisditandai oleh adanya sekresi mukus bronkus yang berlebihan dan tampak dengan adanya batuk produktif selama tiga bulan atau lebih, dan setidaknya berlangsung selama dua tahun beruturut-turut, serta tidak disebabkan oleh penyakit lain yang mungkin menyebabkan gejala tersebut.Standard baku emas (gold standard) pada PPOK adalah dengan melakukan tes fungsi paru dengan pemeriksaa spirometri. Spirometri tidak hanya berfungsi sebagai alat diagnostik tetapi juga prognostik untuk melihat perbaikan fungsi paru setelah pemberian terapi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial.PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK (PDPI, 2003). Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, diikuti dengan adanya aliran udara yang terbatas secara progresif yang berlanjut dengan respon inflamasi pada saluran pernapasan. Eksaserbasi dan komorbiditas berperan dalam beratnya penyakit yang dirasakan pasien. Pada definisi ini tidak digunakan istilah bronkitis kronis dan emfisema, juga mengeluarkan asma (GOLD 2015).

2.2 EpidemiologiPada studi populasi selama 40 tahun, didapati bahwa hipersekresi mucus merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme pertahanan akan hipersekresi mukus di dapati sebanyak 15-53% pada pria paruh umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%. Studi prevalensi PPOK pada tahun 1987 di Inggris dari 2484 pria dan 3063 wanita yang berumur 18-64 tahun dengan nilai VEP1 berada 2 simpang baku di bawah VEP prediksi, dimana jumlahnya meningkat seiring usia, khususnya pada perokok.Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan rerata sebesar 6,3%, dimana Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar 6,7%.Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut : 1. Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %) 2. Pertambahan penduduk 3. Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an 4. Industrialisasi 5. Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara klinik timbul gejala sesak terutama pada aktivitas, radiologik menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel. Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom Obstruksi Pasca tuberkulosis (SOPT). Fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasiliti pelayanan untuk penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan Puskesmas. Pencatatan Departemen Kesehatan tidak mencantumkan PPOK sebagai penyakit yang dicatat. Karena itu perlu sebuah Pedoman Penatalaksanaan PPOK untuk segera disosialisasikan baik untuk kalangan medis maupun masyarakat luas dalam upaya pencegahan, diagnosis dini, penatalaksanaan yang rasional dan rehabilitasi.

2.3 Faktor ResikoKebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan : 1. Riwayat merokok a. Perokok aktif b. Perokok pasif c. Bekas perokok 2. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun : a. Ringan : 0-200 b. Sedang : 200-600 c. Berat :>600 3. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja 4. Hipereaktiviti bronkus 5. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang 6. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran nafas paru, akan ditandai dengan hipersekresi mucus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran ini muncul dikarenakan adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok dan membaik saat merokok di hentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik, paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi dan komorbiditas.1. Genetik. PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi lingkungan genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling besar dan telah di teliti lama adalah defisiensi 1 antitripsin, yang merupakan protease serin inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan contoh defisiensi 1 antitripsin adalah emfisema paru yang d apat muncul baik pada perokok maupun bukan perokok, tetapi memang akan diperberat oleh paparan rokok. Bahkan pada beberapa studi genetika, dikaitkan bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang terdapat pada kromosom 2q.2. Paparan Partikel Inhalasi. Setiap individu pasti akan terpapar oleh beragam partikel inhalasi selama hidupnya. Tipe dari suatu partikel, termasuk ukuran dan komposisinya, dapat berkontribusi terhadap perbedaan dari besarnya risiko dan total dari risiko ini akan terintegrasi secara langsung terhadap pejanan inhalasi yang didapat. Dari berbagai macam pejanan inhalasi yang ada selama kehidupan, hanya asap rokok dan debu-debu pada tempat kerja serta zat-zat kimia yang diketahui sebagai penyebab PPOK. Paparan itu sendiri tidak hanya mengenai mereka yang merupakan perokok aktif, bahkan pada perokok pasif atau dengan kata lain environmental smokers itu sendiri pun ternyata risiko menderita PPOK menjadi tinggi juga. Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda yang bukan perokok. Bahkan yang lebih menarik adalah pengaruh rokok pada bayi jika ibunya perokok aktif atau bapaknya perokok aktif dan ibunya menjadi perokok pasif, selain didapati berat bayi lebih rendah, maka insidensi anak untuk menderita penyakit saluran pernafasan pada 3 tahun pertama menjadi meningkat. oksida (NO2) juga dapat memberikan sumbatan pada saluran nafas kecil (Bronkiolitis) yang semakin memberikan perburukan kepada fungsi paru.

2.3.3 Pertumbuhan dan perkembangan paru.

Pertumbuhan dan perkembangan paru yang kemudian menyokong kepada terjadinya PPOK pada masa berikutnya lebih mengarah kepada status nutrisi bayi bayi pada saat dalam kandungan, saat lahir, dan dalam masa pertumbuhannya. Dimana pada suatu studi yang besar didapatkan hubungan yang positif antara berat lahir dan VEP1 pada masa dewasanya.

2.3.4 Stres Oksidatif.

Paparan oksidan baik dari endogen maupun eksogen terus menerus dialami oleh paru-paru. Sel paru-paru sendiri sebenarnya telah memiliki proteksi yang cukup baik secara enzimatik maupun non enzimatik. Perubahan keseimbangan antara oksidan dan anti oksidan yang ada akan menyebabkan stres oksidasi pada paru-paru. Hal ini akan mengaktivasi respon inflamasi pada paru-paru. Ketidak seimbangan inilah yang kemudian memainkan peranan yang penting terhadap

Jenis Kelamin.

Jenis kelamin sebenarnya belum menjadi faktor risiko yang

jelas pada PPOK. Pada beberapa waktu yang lalu memang tampak

bahwa prevalensi PPOK lebih sering terjadi pada Pria di bandingkan

pada wanita, tetapi penelitian dari beberapa negara maju menunjukkan

bahwa ternyata saat ini insidensi antara pria dan wanita ternyata hampir

sama, dan terdapat beberapa studi yang mengatakan bahwa ternyata

wanita lebih rentan untuk dirusak oleh asap rokok dibandingkan pria. Hal

ini dikarenakan perubahan kebiasaan, dimana wanita lebih banyak yang

merupakan perokok saat ini.24

2.3.6 Infeksi.

Infeksi, baik viral maupun bakteri akan memberikan peranan

yang besar terhadap patogenesis dan progresifitas PPOK dan kolonisasi

bakteri berhubungan dengan terjadinya inflamasi pada saluran

pernafasan dan juga memberikan peranan yang penting terhadap

terjadinya eksaserbasi. Kecurigaan terhadap infeksi virus juga

dihubungkan dengan PPOK, dimana kolonisasi virus seperti rhinovirus

pada saluran nafas berhubungan dengan peradangan saluran nafas dan

jelas sekali berperan pada terjadinya eksaserbasi akut pada PPOK.

Riwayat tuberkulosis juga dihubungkan dengan di temukannya obstruksi

saluran nafas pada dewasa tua pada saat umur diatas 40 tahun.

2.4 PatofisiologiPada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema: 1. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama.2. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah. 3. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura. Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas. Gambar 2.1 faktor resiko pada PPOK. Sumber: (GOLD, 2006)

Gambar 2.2 patogenesis PPOK. Sumber: GOLD, 2006