45
REFERAT PPOK PEMBIMBING dr. Sukaenah Shebubakar, SpP DISUSUN OLEH Efbri Chauresia Dalitan 030.07.077 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

REFERAT PPOK EFBRI

  • Upload
    bodro

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ppok

Citation preview

Page 1: REFERAT PPOK EFBRI

REFERAT

PPOK

PEMBIMBING

dr. Sukaenah Shebubakar, SpP

DISUSUN OLEH

Efbri Chauresia Dalitan

030.07.077

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

PERIODE 07 MARET 2016 – 14 MEI 2016

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

2016

Page 2: REFERAT PPOK EFBRI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

REFERAT

PPOK

Presentasi Referat

Diajukan kepada SMF Penyakit Dalam RSUD Budhi Asih Untuk Memenuhi

Persyaratan Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik SMF Penyakit Dalam

Periode 07 Maret 2016 – 14 Mei 2016

Oleh:

Efbri Chauresia Dalitan

030.07.077

Pembimbing

dr. Sukaenah Shebubakar, SpP

KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM RSUD BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

JAKARTA

2016

Page 3: REFERAT PPOK EFBRI

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik merupakan salah satu penyakit penyebab kematian ke 5

di seluruh dunia, dan menurut WHO, diprediksikan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab

kematian ketiga di seluruh dunia. Sebagai pengingat pentingnya masalah PPOK, WHO

menetapkan hari PPOK sedunia (COPD day) diperingati setiap tanggal 18 November.

Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara di

seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9% pada individu

usia > 45 tahun. Data penelitian lain menunjukkan prevalens PPOK bervariasi dari 7,8%-32,1%

di beberapa kota Amerika Latin. Prevalens PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%, yang terendah

3,5 % di Hongkong dan Singapura dan tertinggi 6,7% di Vietnam. Untuk Indonesia, penelitian

COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi prevalens

PPOK Indonesia sebesar 5,6%.

Prevalensi PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan usia

harapan hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun sedangkan

penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan polusi udara.

Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK.

Page 4: REFERAT PPOK EFBRI

BAB II

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Definisi

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan penyakit yang dapat dicegah dan

dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan

tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan

keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible, bersifat

progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas

berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini dapat dicegah

dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan

partikel gas berbahaya (GOLD, 2007).

PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) adalah penyakit paru kronik ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible atau irreversible.

Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru

terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya (PDPI, 2003).

Epidemiologi

Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda dari partikel yang

terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika kita mengambil kesimpulan

bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat

mengiritasi saluran pernapasan. Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat

memberikan kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari

partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut ( PDPI, 2006 ). Insidensi pada pria > wanita.

Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah

perokok wanita (Aditama, 2005).

Page 5: REFERAT PPOK EFBRI

Prevalensi

Di Amerika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka

1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun

2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit

jantung, kanker dan penyakit serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untuk penyakit ini

mencapai $24 milyar per tahunnya. WHO memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020

prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat  sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya

akan meningkat dari ke duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan

meningkat dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes.

RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. Merokok

merupakan farktor risiko terpenting penyebab PPOK di samping faktor risiko lainnya seperti

polusi udara, faktor genetik dan lain-lainnya.

Etiologi

PPOK merupakan salah satu penyakit yang etiologinya berasal dari gene-enviroment

interaction.

1. Faktor Genetik

Faktor genetik yang paling sering disebutkan dalam literatur adalah defisiensi dari alpha-

1 antitripsin yang merupakan inhibitor dari serine protease yang terbanyak beredar dalam

sirkulasi. Defisiensi ini jarang ditemukan namun paling sering dijumpai pada ras yang berasal

dari North Europe. Penyebab genetik lainnya adalah kelainan pada kromosom 2q, perubahan dari

transforming growth factor beta 1 (TGF-beta1), microsomal epoxide hydrolase 1 (mEPHX1),

dan tumor necrosis factor alpha (TNFa).

Defisiensi enzim alfa 1 antitripsin merupakan faktor predisposisi untuk berkembangnya

PPOK secara dini.1 Alfa 1 antitripsin merupakan sejenis protein tubuh yang diproduksi oleh hati,

berfungsi dalam melindungi paru-paru dari kerusakan.2 Enzim ini berfungsi untuk menetralkan

tripsin yang berasal dari rokok. Jika enzim ini rendah dan asupan rokok tinggi maka akan

mengganggu sistem kerja enzim tersebut yang bisa mengakibatkan infeksi saluran pernafasan.

Defisiensi enzim ini menyebabkan emfisema pada usia muda yaitu pada mereka yang tidak

merokok, onsetnya sekitar usia 53 tahun manakala bagi mereka yang merokok sekitar 40 tahun.

Page 6: REFERAT PPOK EFBRI

2. Faktor Lingkungan

Inhalasi Asap rokok yang terinhalasi baik secara aktif maupun pasif serta debu dan zat

kimiawi seperti uap, iritan, debu jalanan, gas buang kendaraan bermotor, asap kompor

merupakan contoh dari polusi yang sering terinhalasi dan menyebabkan PPOK.

Hiperresponsivitas dari saluran napas ditambah dengan faktor merokok akan

meningkatkan resiko untuk menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) disertai dengan

penurunan fungsi dari paru-paru yang drastis. Selain itu, hiperaktivitas dari bronkus dapat terjadi

akibat dari peradangan pada saluran napas yang dapat diamati pada bronkitis kronis yang

berhubungan dengan merokok. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya ‘remodelling’ pada saluran

napas yang memperparahkan lagi obstruksi pada saluran napas pada penderita penyakit paru

obstruktif kronis.

Faktor lingkungan seperti merokok merupakan penyebab utama disertai resiko tambahan

akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota. Sebagian pasien mengalami asma kronis

yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.1

3. Faktor Pertumbuhan dan Perkembangan Paru

Dari penelitian ditemukan bahwa adanya hubungan antara perkembangan dan

pertumbuhan paru pada masa gestasi, melahirkan dan anak-anak dengan kejadian PPOK. Hal ini

dibuktikan melalui meta analisis adanya hubungan antara berat lahir dengan FEV1 pada masa

dewasa.

4. Stress Oksidatif

Ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan (kelebihan oksidan dan deplet dari

antioksidan) dapat menyebabkan kerusakan langsung pada paru dan mengaktifkan proses

inflamasi pada paru.

5. Infeksi

Infeksi virus maupun bakteri dapat bepengaruh dalam kejadian PPOK maupun

perburukan PPOK. Riwayat infeksi pernafasan yang parah pada anak-anak dapat menyebabkan

penurunan fungsi paru dan meningkatkan keluhan pernafasan pada saat dewasa. Virus HIV juga

dapat menyebabkan terjadinya HIV-induced pulmonary inflammation, riwayat TB paru

sebelumnya, riwayat infeksi saluran nafas bawah yang berulang.

Page 7: REFERAT PPOK EFBRI

6. Status Sosioekonomi

7. Nutrisi

Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menyebabkan penurunan dari kekuatan dan

ketahanan otot pernafasan. Kelaparan dan perubahan anabolik dan katabolik berhubungan

dengan kejadian emfisema pada penelitian ekperimental yang dilakukan terhadap hewan.

8. Asma

Menurut Tucson Epidemiological Study of Airway Obstructive Disease, penduduk

dewasa dengan asma memiliki 12 kali peningkatan resiko terjadinya PPOK dibanding dengan

penduduk dewasa normal lainnya.

Patofisiologi

Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap rokok

atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan faktor

kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan

neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru. Protease

sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya antiprotease

terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap

perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide,

radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang

berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran

antiprotease.

Beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni : peningkatan

jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran

nafas, dan parenkim), limfosit T terutama CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang

Page 8: REFERAT PPOK EFBRI

mana hal ini dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.(Corwin EJ,

2001). Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti Leukotrien

B4, IL8, TNF yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik.

Disamping inflamasi ada 2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti

proteinase di paru dan stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).

Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas besar (central

airway), saluran napas kecil (peripheral airway), parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Pada

saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar

yang mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan

hipersekresi bronkus.

Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus

injury dan repair dinding saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan struktural

remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan

jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan.

Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler.

Kelainan ini lebih sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi diseluruh

lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.

Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah yang

dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali terjadi adalah

penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-

sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan kolagen

bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk, 2004).

Page 9: REFERAT PPOK EFBRI

Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran napas. Penyempitan

ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran

pernapasan yang berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok.

Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena

hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan saluran napas

disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006).

Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang

terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2 rendah)

oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi dari alveoli

yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan

pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi

keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi

resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah

retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat.

Tabel Patogenesis PPOKMekanisme Patogenik Perubahan Patologis Konsekuensi Fisiologis PeradanganProteinase vs. antiproteinaseStress oxidative

Saluran napas pusat

Saluran napas perifer

Vaskuler Pulmoner

Hipersekresi Mukus

Disfungsi silier

Pertukaran gas abnormal

Hipertensi Pulmoner

Efek Sistemik

Page 10: REFERAT PPOK EFBRI

Patogenesis PPOK

(Sumber : PDPI,2010)

Page 11: REFERAT PPOK EFBRI

Manifestasi Klinis

1. Riwayat Penyakit

Dua keluhan utama yang tersering adalah batuk dan sesak nafas. Batuk dan ekspektorasi

cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari dan menandakan adanya

pengumpulan sekresi semalam sebelumnya. Batuk produktif, pada awalnya intermitten,

dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan

mukoid, namun dapat pula menjadi tebal, kuning, bahkan kadang ditemukan darah

selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik.. Sesak nafas terutama pada saat melakukan

aktifitas yang mengerahkan tenaga dimana terjadi peningkatan kebutuhan oksigen

sehingga Respiration Rate meningkat. Selain itu sering didapatkan mengi pada pasien

PPOK pada saat serangan sesak terjadi. Keluhan-keluhan itu berlangsung kronis ataupun

berulang dan cenderung progresif. Karakteristik PPOK adalah adanya eksaserbasi dimana

pada saat eksaserbasi keluhan-keluhan diatas menjadi semakin parah. Pada keadaan yang

berat, sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat

akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung derajat obstruksi aliran udara, derajat

hiperinflasi paru, dan bentuk tubuh. Awalnya mungkin hanya dapat ditemukan ekspirasi

memanjang dan wheezing saat ekspirasi paksa. Bila berlanjut maka akan tampak

hiperinflasi dan terjadi perubahan pada rongga thorax menjadi barrel chest. Dapat juga

ditemukan tanda-tanda kor pulmonale sekunder seperti penigkatan JVP dan kongesti

hepar. Pada penyakit yang moderat hingga berat , pemeriksaan fisik dapat

memperlihatkan penurunan suara napas, ekspirasi yang memanjang, rhonchi, dan

hiperresonansi pada perkusi. Karena penyakit yang berat kadang berkomplikasi menjadi

hipertensi pulmoner dan cor pulmonale, tanda gagal jantung kanan (termasuk distensi

vena sentralis, hepatomegali, dan edema tungkai) dapat pula ditemukan. Clubbing pada

jari bukan ciri khas PPOK dan ketika ditemukan, kecurigaan diarahkan pada ganguan

lainnya, terutama karsinoma bronkogenik.

Page 12: REFERAT PPOK EFBRI

Klasifikasi PPOK

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,

dibagi atas 4 derajat :(Antonio et all, 2007)

Derajat I: PPOK ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara

ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut

mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1 <

80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien

biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.

Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP1 /

KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,

penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas

hidup pasien.

Derajat IV: PPOK sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%

prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan

gagal jantung kanan.

Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu

diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP.

Page 13: REFERAT PPOK EFBRI

Lama

(Gold 2001)

Baru

(Gold 2003)

Derajat Derajat Klinis Faal paru

Derajat 0 : beresiko Derajat 0 : beresiko Gejala klinik

(batuk,produksi

sputum).

Normal

Derajat I : PPOK

Ringan

Derajat I : PPOK

Ringan

Dengan atau tanpa

gejala klinis (batuk

produksi sputum).

VEP1/KVP <70%

VEP1 > 80%

prediksi

Derajat IIA : PPOK

Sedang

Derajat II : PPOK

Sedang

Dengan atau tanpa

gejala klinis

( batuk,produksi

sputum) gejala

bertambah sehingga

menjadi sesak.

VEP1/KVP <70%

50%<VEP1<80%

prediksi

Derajat IIB : PPOK

Sedang

Derajat III : PPOK

Berat

Dengan atau tanpa

gejala klinis

( batuk,produksi

sputum) gejala

bertambah sehingga

menjadi sesak.

VEP1/KVP <70%

30% < VEP1<50%

prediksi

Derajat III : PPOK

Berat

Derajat IV : PPOK

Sangat Berat

Gejala di atas

ditambah tanda-tanda

gagal nafas atau gagal

jantung kanan

VEP1/KVP < 70%

VEP1<30% prediksi

VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1

KVP = Kapasitas Vital Paksa

Page 14: REFERAT PPOK EFBRI

Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan :

1. Gambaran klinis :

a. Anamnesis:

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir rendah

(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan:

Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan

edema tungkai

- Penampilan pink puffer atau blue bloater

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,

hepar terdorong ke bawah

Page 15: REFERAT PPOK EFBRI

Auskultasi

- suara napas vesikuler normal, atau melemah

- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

- ekspirasi memanjang

- bunyi jantung terdengar jauh

Keterangan :

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan

pursed – lips breathing.

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema

tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang

memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi

CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang

terjadi pada gagal napas kronik.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda:

- Pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest

- Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada

- Perkusi dada hipersonor, batas paru hati lebih rendah

- Suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara tambahan (ronkhi atau wheezing)

2. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rutin:

a. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) merupakan Gold

Standard.

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP (%).

Page 16: REFERAT PPOK EFBRI

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya

PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE (Arus

Puncak Ekspirasi) meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif

dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit

kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <

20% nilai awal dan < 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

b. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

c. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik :

- Normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan

garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

Page 17: REFERAT PPOK EFBRI

Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan gambaran

diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan

ke distal.

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

a. Faal paru

- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total

(KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat

- Pemeriksaan Kapasitas Difusi Karbon Monoksida / DLCO (Difussing of capacity

of the Lung for Carbon Monoxide) menurun pada emfisema.

- Variabiliti Harian APE (Arus Puncak Ekspirasi) kurang dari 20 %

b. Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill)

c. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat

hipereaktivitas bronkus derajat ringan.

d. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau

metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan

VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak

terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.

e. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

NormalNormal HyperinflationHyperinflation

Page 18: REFERAT PPOK EFBRI

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

f. Radiologi

- CT-Scan resolusi tinggi

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang

tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.

- Scan ventilasi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru

g. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi

ventrikel kanan.

h. Ekokardiografi

Menilai funfsi jantung kanan

i. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan

untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi

saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita

PPOK di Indonesia.

j. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),

defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat penyakit yang

ditandai dengan gejala-gejala diatas.

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan dahak atau

sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan

obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk, 2004).

Page 19: REFERAT PPOK EFBRI

* Pemeriksaan fisik :

a. Normal

b. Kelainan

Bentuk dada : Barrel chest

Penggunaan otot bantu pernapasan

Pelebaran sela iga

Hipertrofi otot bantu nafas

Fremitus melemah, sela iga melebar

Hipersonor

Suara nafas vesikuler melemah atau normal

Ekspirasi memanjang

Mengi

Faktor resiko

Usia Riwayat pajanan : asap rokok, polusi udara, polusi tempat kerja

Sesak nafasBatuk kronik disertai dahakKeterbatasan aktifiti

Pemeriksaan fisik *

Pemeriksaan foto torak

Curiga PPOK ** Infiltrat, massa, dll

Fasiliti spirometri (-) Fasiliti spirometri (+)

Normal 30% < VEP1 < 70% prediksi VEP1 / KVP < 80 %

PPOK secara klinis

Beresiko PPOK derajat 0

PPOK Derajat I/II/III/IV

Bukan PPOK

Page 20: REFERAT PPOK EFBRI

**Foto toraks curiga PPOK

a. Normal

b. Kelainan

Hiperinflasi

Hiperlusen

Diafragma mendatar

Corakan bronkovaskuler meningkat

Bullae

Jantung pendulum

Diagnosis Banding

Asma

Asma terjadi pada usia dini, gejala pada malam hari lebih menonjol, dan dapat

ditemukan alergi, rhinitis, dan eksim. Terdapat riwayat asma dalam keluarga.

Hambatan aliran udara reversible.

SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculosis) adalah penyakit obstruksi

saluran napas yang ditemukan pada penderita pasca tuberculosis dengan lesi

paru yang minimal.

Pneumotoraks

Gagal jantung kronik

Riwayat hipertensi. Rhonki basah halus di basal paru. Terdapat kardiomegali

dan oedem. Pemeriksaan faal paru restriktif.

Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,

destroyed lung.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di

Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya

berbeda.

Page 21: REFERAT PPOK EFBRI

Asma PPOK SOPT

Timbul pada usia muda ++ - +

Sakit Mendadak ++ - -

Riwayat Merokok +/- +++ -

Riwayat Atopi ++ + -

Sesak dan Mengi berulang +++ + +

Batuk Kronik Berdahak + ++ +

Hiperaktivitas Bronkus +++ + +/-

Revesibilitas Bronkus ++ - -

Variabilitas Harian ++ + -

Eosinofil Sputum + - ?

Neutrofil Sputum - + ?

Makrofag Sputum + - ?

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan PPOK stabil meliputi :

A. Edukasi

Menigkatkan kemampuan menanggulangi penyakit dan status kesehatan secara umum.

Edukasi terhadap faktor resiko penting untuk memperlambat progresifitas.

B. Farmakoterapi, terdiri dari:

1) Bronkodilator

2) Kortikosteroid

3) Mukolitik

4) Antioksidan

C. Oksigen

Indikasi: PaO2< 55 mmHg atau SaO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnea atau PaO2

antara 55-60 mmHg dan Sa02 89% tetapi ada tanda-tanda congestive heart failure.

Page 22: REFERAT PPOK EFBRI

D. Ventilator Mekanik

E. Rehabilitasi Medik

F. Operasi

Keterangan :

Kortikosteroid hanya diberikan kepada penderita dengan uji steroid positif. Uji steroid positif

adalah bila dengan pemberian steroid oral selama 10-14 hari atau inhalasi selama 6 minggu –

3 bulan menujukkan perbaikan gejala klinisatau fungsi paru.

SABA : short acting 2 Agonis

LABA : long actng 2 Agonis

Vaksinasi Influensa dipertimbangkan pemberiannya pada :

Pasien usia diatas 60 tahun

Pasien PPOK sedang dan berat

PPOK Eksaserbasi Akut

Tatalaksana PPOK stabil

EDUKASI FARMAKOLOGI NON FARMAKOLOGI

REGULER

Bronkodilator

Anti kolinergik2 AgonisXantin Kombinasi SABA + AntikolinergikKombinasi LABA + KortikosteroidAntioksidan

Dipertimbangkan mukolitik

RehabilitasiTerapi oksigenVaksinasi *NutrisiVentilasi non mekanikIntervensi bedah

Berhenti merokokPengetahuan dasar PPOKObat-obatanPencegahan perburukan penyakitMenghindari pencetusPenyesuaian aktifitas

Page 23: REFERAT PPOK EFBRI

Secara umum eksaserbasi adalah perburukan kondisi pasien yang menetap dari keadaan

stabil dan di luar variasi normal sehari-hari yang mengharuskan perubahan dari obat reguler.

Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau

timbulnya komplikasi.

Gejala eksaserbasi adalah :

1. Batuk makin sering/hebat

2. Produksi sputum bertambah banyak

3. Sputum berubah warna

4. Sesak napas bertambah

5. Keterbatasan aktivitas bertambah

6. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik

7. Kesadaran menurun

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut meliputi :

1. Oksigenasi adekuat, cukup menggunakan O2 nasal 1-4 lpm. Sasaran PaO2 60-65 mmHg

atau SaO2> 90%

2. Bronkodilator.

3. Kortikosteroid oral atau intravena dianjurkan sebagai tambahan terhadap bronkodilator

dan oksigenasi.

4. Antibiotika, diindikasikan untuk eksaserbasi yang disebabkan karena infeksi bakterial.

Umumnya infeksi paling sering disebabkan oleh kuman S. Pneumonia, H. Influenzae,

dan M. Catarhalis.

5. Cairan dan Elektrolit perlu dimonitor.

6. Nutrisi yang adekuat, untuk mencegah proses katabolik tubuh.

7. Ventilator mekanik, dapat diberikan pada pasien eksaserbasi dengan stadium IV.

Rekomendasi Pengobatan Bderdasarkan Derajat PPOK

Page 24: REFERAT PPOK EFBRI

DERAJAT PENGOBATAN

Semua Derajat - Edukasi (hindari faktor pencetus)

- Bronkodilator kerja singkat (SABA,

Antikolinergik, kerja cepat, Xantin)

bila perlu

- Vaksinasi influenza

Derajat I:

PPOK Ringan

DERAJAT I

VEP1/KVP < 70%

VEP1 ≥ 80% Prediksi,

dengan atau tanpa gejala

Bronkodilator kerja singkat (SABA,

Antikolinergik, kerja cepat, Xantin)

bila perlu

Derajat II:

PPOK Sedang

DERAJAT II

VEP1/KVP < 70%

50% < VEP1 < 80%

prediksi, dengan atau

tanpa gejala

1. Pengobatan reguler dengan

bronkodilator:

a. Antikolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi,

rehabilitasi respirasi)

Derajat III:

PPOK Berat

DERAJAT III

VEP1/KVP ≤ 70%

30% ≤ VEP1 ≤ 50%

prediksi dengan atau

tanpa gejala

1. Pengobatan reguler dengan 1 atau

lebih bronkodilator:

a. Anti kolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

Page 25: REFERAT PPOK EFBRI

c. Simptomatik

d. Kortikosteroid inhalasi bila

memberikan respons klinis atau

eksasebasi

2. Rehabilitasi

DERAJAT IV

PPOK Sangat

Berat

DERAJAT III

VEP1/KVP ≤ 70%

30% ≤ VEP1 ≤ 50%

prediksi atau gagal napas

atau gagal jantung kanan

1. Pengobatan reguler dengan 1 atau

lebih bronkodilator :

a. Anti kolinergik kerja lama

sebagai terapi pemeliharaan

b. LABA

c. Simptomatik

d. Kortikosteroid inhalasi bila

memberikan respons klinis atau

eksasebasi berulang

2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi,

rehabilitasi respirasi)

3. Terapi oksigen jangka panjang bila

gagal napas

4. Ventilasi mekanis noninvasive

5. Pertimbangkan terapi pembedahan

Indikasi Rawat Inap :

Page 26: REFERAT PPOK EFBRI

1. Peningkatan gejala (sesak, batuk) saat tidak beraktivitas

2. PPOK dengan derajat berat

3. Terdapat tanda-tanda sianosis dan atau edema

4. Disertai penyakit komorbid lain

5. Sering eksaserbasi

6. Didapatkan aritmia

7. Diagnostik yang belum jelas

8. Usia lanjut

9. Infeksi saluran nafas berat

10. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Indikasi Rawat ICU :

1. Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang gawat

2. Kesadaran menurun, letargi atau kelemahan otot-otot respirasi

3. Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 < 50 mmHg

atau PaCO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanis (invasive atau non invasive)

4. Memerlukan penggunaan ventilasi mekanis invasive

5. Ketidakstabilan hemodinamik

Algoritma PPOK

Page 27: REFERAT PPOK EFBRI

Komplikasi

Page 28: REFERAT PPOK EFBRI

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :

1. Gagal napas

• Gagal napas kronik

• Gagal napas akut pada gagal napas kronik

2. Infeksi berulang

3. Kor pulmonal

Gagal napas kronik

Hasil analisis gas darah pO2 < 60 mmHg dan pCO2 > 60 mmHg, dan pH normal, maka

penatalaksanaan :

- Jaga keseimbangan pO2 dan pCO2

- Bronkodilator adekuat

- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

- Antioksidan

- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :

- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

- Sputum bertambah dan purulen

- Demam

- Kesadaran menurun

Infeksi berulang

Page 29: REFERAT PPOK EFBRI

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni

kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi

lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.

Kor pulmonal

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung

kanan.

Prognosis

Bila sudah terdapat hipoksemia, prognosis biasanya kurang memuaskan dan mortalitas

pada 2 ½ tahun kurang lebih 50%. Namun di samping survival perlu diketahui pula morbiditas

pasien PPOK. Sebagai ilustrasi bahwa Inggris kehilangan 26 juta hari kerja orang/tahun oleh

karena PPOK, sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 3 ½ juta hari kerja orang/tahun.

Page 30: REFERAT PPOK EFBRI

DAFTAR PUSTAKA

1. Andika 2009. PPOK dan Nutrisi, PPOK dan Antibiotik, PPOK Eksaserbasi Akut.

Tersedia di: hhtp:// www.andikacp.wordpress.com/2009/07/26/PPOK-eksaserbasi-

akut

2. Anonim 2008. Konsensus PPOK. Tersedia di:

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok

3. Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention

of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA, p. 16-19 Didapat dari :

http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

4. BMJ. ABC of COPD.2006. [Cited] 17 Maret 2011. Didapat dari:

http://www.bmj.com/content/332/7552/1261.full

5. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.

6. DMI. 2006.Acuan Penanganan PPOK Terkini. Tersedia di:

www.kalbe.co.id/news/seminar/acuanpenangananppokterkini

7. Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011. Inhaled Corticosteroids in

Patients With Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Journal of American

Medical Association, p. 2408-2416.

8. Irwanto 2010. Penyakit Paru Obstruktif Kronis.. Didapat dari: hhtp://Irwanto-

FK04USK.blogspot.com/2010/08/Penyakit-Paru-Obstruktif-Kronik-PPOK.html

9. Rahajeng 2009. Penggunaan Rasional Antibiótica Pada Pasien PPOK. . Didapat

dari:http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/01/penggunaan-rasional-antibiotik-pada-

pasien-ppok/

10. Rani AA 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

IPD FKUI, p. 105-8

Page 31: REFERAT PPOK EFBRI

11. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p. 984-5.

12. Roberto RR et all 2007. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and

Prevention. USA. Tersedia di http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp

13. Sin DD, McAlister FA, Paul SF, et all 2003. Management of chronic obstructive

pulmonary disease (COPD). Journal of American Medical Association, p 2302-2312.

14. Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta:. p. 1-18.

15. Wedzicha JA, 2011. Beonchodilator therapy for COPD. New England Journal

Medicine. Diakses tgl 6 Agustus 2011.