39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam tubuh. Pada saat lahir, kandungan air mengisi sekitar 75% berat badan manusia, saat menginjak usia 1 bulan mencapai 65% berat badan, sedangkan saat dewasa pada pria mencapai 60% berat badan dan 50% berat badan pada wanita. Air dalam tubuh terbagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu yang berada pada ruang intraselular, serta yang berada pada ruang ektraselular. Ekstraselular lalu dapat dibagi kembali menjadi air yang mengisi ruang interstitial, serta plasma. Dengan makan dan minum tubuh kita mendapatka air, elektolit, karbohidrat, protein, lemak, vitaminn serta nutrisi lainya. Terapi cairan dibutuhkan pada keadaan tertentu, saat kebutuhan akan air serta nutrisi-nutrisi tersebut tidak dapat terpenuhi secara peroral. Hal ini dapat terjadi pada kasus pasien yang harus puasa dalam jangka waktu yang lama, karena pembedahan saluran cerna, dan dibutuhkan juga pada kondisi pasien dengan perdarahan yang masif, syok hipovolemik, anoreksia 1

referat terapi cairan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

terapi cairan

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan komponen utama dari seluruh cairan yang berada dalam

tubuh. Pada saat lahir, kandungan air mengisi sekitar 75% berat badan

manusia, saat menginjak usia 1 bulan mencapai 65% berat badan, sedangkan

saat dewasa pada pria mencapai 60% berat badan dan 50% berat badan pada

wanita. Air dalam tubuh terbagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu yang

berada pada ruang intraselular, serta yang berada pada ruang ektraselular.

Ekstraselular lalu dapat dibagi kembali menjadi air yang mengisi ruang

interstitial, serta plasma.

Dengan makan dan minum tubuh kita mendapatka air, elektolit,

karbohidrat, protein, lemak, vitaminn serta nutrisi lainya. Terapi cairan

dibutuhkan pada keadaan tertentu, saat kebutuhan akan air serta nutrisi-nutrisi

tersebut tidak dapat terpenuhi secara peroral. Hal ini dapat terjadi pada kasus

pasien yang harus puasa dalam jangka waktu yang lama, karena pembedahan

saluran cerna, dan dibutuhkan juga pada kondisi pasien dengan perdarahan

yang masif, syok hipovolemik, anoreksia berat, mual-muntah tak

berkesudahan, serta kondisi-kondisi lainnya.

Hampir seluruh pasien yang menjalani prosedur pembedahan

membutuhkan akses vena serta terapi cairan intravena.

Pemeliharaan volume intravaskular agar tetap pada batas yang normal

normal sangatlah penting dalam periode perioperatif. Penilaian volume

intravaskular serta penggantian dari cairan dan elektrolit yang hilang selama

prosedur pembedahan sedang berlangsung harus dapat dilakukan dengan tepat.

Kesalahan dalam penggantian cairan dapat menyebabkan morbiditas yang

cukup bermakna atau bahkan sampai kematian. Mengingat akat hal-hal

tersebut, maka penulis akan mencoba menguraikan tentang terapi cairan dalam

referat ini.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Cairan dalam Tubuh Manusia

2.1.1. Fungsi Cairan Tubuh

Pembentuk struktur tubuh.

Sarana  transportasi (nutrisi, hormone, protein dan molekul-molekul ke dalam

sel).

Sebagai sarana metabolisme sel.

Membantu mengeluarkan sisa metabolisme.

Mengatur suhu tubuh.

 Pelarut elektrolit dan non elektrolit.

Mengisi rongga tubuh: cairan pleura, cairan spinal, cairan pericardium,

peritoneal.

 Memelihara suhu tubuh dengan kulit.

2.1.2. Kebutuhan Air dan Elektrolit Setiap Hari1,2

1. Dewasa :

Air : 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-5%

Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g)

K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)

2. Bayi dan anak:

Air

0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)

10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000 ml + 50 ml/kg

di atas 10 kg)

>20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500 ml + 20 ml/kg

di atas 20 kg)

Na+ : 2 mEq/kg

K+ : 2 mEq/kg

2

Cairan masuk:

Minum : 800-1700 ml

Makanan : 500-1000 ml

Hasil oksidasi : 200-300 ml

Hasil metabolisme:

- Dewasa : 5 ml/kg/hari

- Anak : 2-14 tahun = 5-6 ml/kg/hari

: 7-11 tahun = 5-7 ml/kg/hari

: 5-7 tahun = 8-8,5 ml/kg/hari

- Balita = 8 ml/kg/hari

Cairan keluar:

- Urin : normal > 0,5-1 ml/kg/jam

- Feses : 1 ml/hari

- Invisible loss :- dewasa : 15 ml/kg/hari

- anak : {30-usia (tahun)} ml/kg/hari

- Sensible loss : Tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan.

- Paru-paru : sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss.

- Traktus gastointestinal : 100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6

L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal

Cairan yang Masuk Cairan yang Keluar

Metabolisme

oksidatif

Konsumsi cairan oral

Makanan padat

300 ml

1100-1400

ml

800-1000 ml

Ginjal

Kulit

Paru-paru

GIT

1200-1500 ml

500-600 ml

400 ml

100-200 ml

Total 2200-2700

ml

Total 2200-2700 ml

Tabel 1. rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa

2.2. Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh

3

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat

berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada

bayi Usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi

usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan

Seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun

yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa

50 % berat badan.3

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada

perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun

perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan

tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah,

maka resiko penderita menjadi lebih besar.4

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular

dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi

menjadi cairan intravaskular dan intersisial.3

- Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang

dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular

(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70

kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya

merupakan cairan intraselular.3

- Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan

ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar

setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun,

jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.

Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata

70kg.3

Cairan ekstraselular dibagi menjadi: 3

o Cairan Interstitial

4

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12

liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.

Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi

baru lahir dibandingkan orang dewasa. 3

o Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume

plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya

merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan

platelet.3

o Cairan transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti

serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi

saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah

sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari

ruang transeluler.3

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non

elektrolit.3

a. Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.

Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).

Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam

miliekuivalen).3

o Kation

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan

kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem

pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan

potassium ini.

o Anion

5

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat

(HCO3 -), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat

(PO4 3-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial

pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari

cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.3

1. Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling

berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-

145mEq/liter.5

Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:

- Left atrial stretch reseptor

- Central baroreseptor

- Renal afferent baroreseptor

- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

- Atrial natriuretic factor

- Sistem renin angiotensin

- Sekresi ADH

- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau

40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine

100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan

setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara

ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila

tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan

terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium.

Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium

dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan

ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat

dipertahankan terjadilah

kegagalan sirkulasi.6

6

2. Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler

berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.

Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-

ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan

protein didalam sel. 6

Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3

mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+

ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter

dan keringat 10 mEq/liter. 6

3. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%

dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini

tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme

kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,

ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1%

dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.6

4. Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan untuk

pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces. 6

5. Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu

hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.

Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat

dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan

asam basa. 6

b. Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan.

Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.5

7

2.3. Keadaan-Keadaan Gangguan Keseimbangan Cairan7,8

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume

Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang

paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal

akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula.

Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak,

infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan

akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada

susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat

ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari

natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau

hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling

sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar

5-10% dari kasus.

Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama

dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium

besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen

ekstravaskular.

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan

kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara

garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang

hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular

berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan

volume intravaskular.

8

Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan

kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara

garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang

hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah

ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume

intravaskular.

Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic

(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan

NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan

air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR),

sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat

terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.

2. Perubahan Konsentrasi

Hiponatremia

Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi,

iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka

akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh

euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal,

diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis).

Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ • 125 mg/L) atau NaCl

3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi

hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan,

sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif.

Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :

Na= Na1 ± Na0 x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

9

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

Na0 = Na serum yang actual

TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

Hipernatremia

Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan

mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh

kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat

berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini

adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x

BB x 0,6}: 140.12

Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium

dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total

kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,

perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,

kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat

berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse

potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau

infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk

hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).

Rumus untuk menghitung defisit kalium:

K = K1 ± K0 x 0,25 x BB

K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

10

Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau

obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,

diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat

(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan

EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10%

dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik,

hemodialisis.

3. Perubahan Komposisi

Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan

ventilasi alveolar. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak

adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri

dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang

berlebihan.

Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi

endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap

higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)

Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang

dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis

terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk

mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,

penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang

terjadi.

11

Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan

bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus

kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi

adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah

syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan

metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari.

Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya

setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat

dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah

adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang

digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium.

Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH,

PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

2.4. Terapi Cairan6,8,10,11

1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).

Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di

setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan

alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.

Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid)

ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi

defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang

intravaskuler sekitar 20-30 menit. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa

walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel

sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya

oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus

12

1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain menunjukkan pemberian sejumlah cairan

kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu,

pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak

dan meningkatnya tekanan intra kranial.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan

lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka

kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak

digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang

hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan

tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan

kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila

diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional

hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat

peningkatan klorida.

2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut ‘plasma

substitute’ atau ‘plasma expander’. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan

yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang

menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)

dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk

resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik

atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein

yang banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal

dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat

menyebabkan gangguan pada cross match.

13

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan

2,5%).

Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam

untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain

mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta

globulin.Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments) seringkali

terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab

itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan

hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.

2. Koloid Sintetis, yaitu:

Dextran

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran

70(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri

Leuconostocmesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun

Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan

Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi

mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu

Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangiplatelet

adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan

melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat

mengganggucro match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal

ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu

dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

14

Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ± 1.000.000, rata-rata

71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.

Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat

urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid

ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar

serum amilase ( walau jarang).Low molecullar weight Hydroxylethyl starch

(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma

hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena

potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang

rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai

koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.

Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-

rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:

- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

- Urea linked gelatin

- Oxypoly gelatin ,merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada

penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang)

terutama dari golonganurea linked gelatin

Transfusi

Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan,

dan lama perdarahan. Keadaan pasien sebelum perdarahan akan berpengaruh

pada respon yang diberikan.

Pada orang dewasa sehat, perdarahan 10% jumlah volume darah tidak

menyebabkan perubahan tanda-tanda fisiknya. Frekuensi nadi, tekanan darah,

15

sirkulasi perifer dan tekanan vena sentral tidak berubah. Reseptor dalam

jantung akan mendeteksi penurunan volume ini dan menyebabkan pusat

vasomotor menstimulasi sistem saraf simpatik yang selanjutnya menyebabkan

vasokonstriksi.

Penurunan tekanan darah pada ujung arteri kapiler menyebabkan

perpindahan cairan ke dalam ruang interstitial berkurang. Penurunan perfusi

ginjal menyebabkan retensi air dan ion Na+. Hal ini menyebabkan volume

darah kembali normal dalam 12 jam. Kadar protein plasma cepat menjadi

normal dalam waktu 2 minggu, kemudan akan terjadi hemopoesis ekstra yang

menghasilkan eritrosit. Proses kompensasi ini sangat efektif sampai perdarahan

sebanyak 30%.

Pada perdarahan yang terjadi di bawah 50% atau hematokrit masih di atas

20%, darah yang hilang masih dapat diganti dengan cairan koloid atau

kombinasi koloid dengan kristaloid yang komposisinya sama dengan darah

yaitu Ringer Laktat. Namun bila kehilangan darah > 50%, biasanya diperlukan

transfusi.

Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi

darah, yaitu:

V = (Hb target – Hb inisial) x 80% x BB

Kadar Hb donor

1. Transfusi sel darah merah

Indikasi transfusi sel darah merah

Kehilangan darah yang akut

Jika darah hilang karena trauma atau pembedahan, maka baik penggantian sel

darah merah maupun volume darah dibutuhkan. Jika lebih dari separuh volume

16

darah hlang, maka darah lengkap harus diberikan; jika kurang dari separuh,

maka konsentrat sel darah merah atau plasma expander yang diberikan.

Transfusi darah prabedah

Anema defisiensi besi

Penderita defisiensi besi tidak dapat ditransfusikan, kecuali memang

dibutuhkan untuk pembedahan segera atau yang gagal berespon terhadap

pengobatan pada dosis terapeutik penuh besi per oral.

Anemia yang berkaitan dengan kelainan menahun

Gagal ginjal

Anemia berat yang berkaitan dengan gagal ginjal seharusnya diobati dengan

transfusi sel darah merah maupun dengan eritropoetin manusia rekombinan.

Gagal sumsum tulang

Penderita gagal sumsum tulang karena leukimia, pengobatan sitotoksik, atau

infiltrasi keganasan akan membutuhkan bukan saja sel darah merah, namun

juga komponen darah yang lain.

Penderita yang tergantung trasnfusi

Penderita sindrom talasemia berat, anemia aplastik, dan anemia sideroblastik

membutuhkan transfusi secara teratur setiap empat sampai enam minggu,

sehingga mereka mampu menjalani kehidupan yang normal.

Penderita sel bulan sabit

Beberapa penderita penyakit ini membutuhkan trasnfusi secara teratur,

terutama setelah stoke, karena “sindrom dada” berulang yang mengancam jiwa,

dan selama kehamilan.

Penyakit hemolitik neonatus

Penyakit hemolitik neonatus juga dapat menjadi indikasi untuk transfusi

pengganti, jika neonatus mengalami hiperbilirubinemia berat atau anemia.

17

Masalah yang berkaitan dengan transfusi sel darah merah

a. Masalah Mendesak

Beban sirkulasi teradi jika darah ditransfusikan terlalu cepat sehingga redistribusi

cairan pengganti cepat terjadi, atau jika terjadi gangguan fungsi jantung.

Tekanan vena sentral meningkat, dan pada kasus berat terjadi gagal ventrikel

kiri

Kebocoran kalium ke luar sel darah merah selama penyimpanan. Hiperkalemia ini

dieksaserbasikan karena penyimpanan darah terlalu lama pada suhu kamar

Transfusi masif dapat menyebabkan hipotermia, toksisitas sitrat, beban asam, dan

penyusutan trombosit serta faktor koagulasi

Reaksi hemolitik dapat menyebabkan demam, takikardi, kesulitan tidur, nyeri

selangkang, rigor, muntah, diare, nyeri kepala, hipotensi, syok, dan akhirnya

gagal ginjal akut serta perdarahan akibat DIC

Raksi non-hemolitik dapat menyebabkan urtikaria, demam dan reaksi anafilaktik

berat, walaupun jarang terjadi

b. Masalah Jangka Menengah

Flebitis lokal dapat terjadi jika kanula plastik ditinggalkan pada tempat yang sama

terlalu lama. Kadang-kadang terjadi infeksi oleh stafilokokus atau

corinebacterium

Hipertensi dan/atau sindrom kejang kadang-kadang ditemukan pada thalasemia

mayor yang menerima transfusipenderita sel sabit dan teratur

Infeksi dapat ditularkan melalui transfusi

18

c. Masalah jangka panjang

Beban besi. Setiap unit darah mengandung 250 mg besi yang tak dapat

diekskresikan tubuh. Transfusi teratur yang sering dapat menyebabkan

tertimbunnya besi dalam tubuh sehingga terjadi pigmentasi, hambatan

pertumbuhan pada orang muda, sirosis hepatik, diabetes, hipoparatiroid, gagal

jantung, aritmia, dan akhirnya kematian. Pengobatan dengan khelasi besi harus

dipertimbangkan pada penderita ini sebelum terjadi kerusakan organ yang serius.

2. Transfusi Trombosit dan Granulosit

Transfusi trombosit dan granulosit diperlukan bagi penderita

trombositopenia yang mengancam jiwa dan netropenia yang disebabkan karena

kegagalan sumsum tulang. Keadaan ini mungkin akibat langsung dari penyakit

penderita, misalnya leukimia akut, anemia aplastika, atau transplantasi sumsum

tulang.

Indikasi transfusi trombosit

Gagal sumsum tulang yangdisebabkan oleh penyakit atau pengobatan mielotoksik

Kelainan fungsi trombosit

Trombositopenia akibat pengenceran

Pintas kardiopulmoner

Purpura trombositopenia autoimun

Efek merugikan pada transfusi trombosit

Efek merugikan pada transfusi trombosit adalah timbulnya kerefrakteran

trombosit, aloimunisasi, penularan penyakit dan kadang-kadang graft versus

host disease.

Indikasi transfusi granulosit

Neutropenia persisten dan infeksi berat – Jika dihitung neutrofil terus-menerus

kurang dari 0,2 x 109/L dan terdapat bukti jelas infeksi bakteri atau jamur yang

19

tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan menggunakan antibotik yang tepat

dalam 48-72 jam.

Fungsi neutrofil abnormal dan infeksi persisten

Sepsis neonatus

Efek merugikan transfusi granulosit

Efek merugikan pada transfusi granulosit adalah timbulnya aloimunisasi,

penularan infeksi, infiltrasi paru dan graft versus host disease.

Sifat-Sifat Plasma Substitute yang Ideal

Sifat-sifat plasma substitute yang ideal adalah:

pH, tekanan onkotik dan viskositas sebanding dengan plasma darah

Efek volume yang cukup untuk periode waktu tertentu tanpa resiko overload pada

sistem cardiovaskuler atau terjadinya edema

Meningkatkan mikrosirkulasi dan memperbaiki diuresis

Tidak mengganggu homeostasis

Tidak mengganggu blood grouping dan cross matching

Akumulasi minimal pada sistem retikuloendotelial

Lama penyimpanan produk panjang

Ekonomis

Kelebihan dan Kekurangan Berbagai Sediaan Plasma Substitute

1.Whole blood

Kelebihan

Kapasitas angkut oksigen

Kapasitas hemostatik

20

Kekurangan

Penyediaan lama

Waktu penyimpanan pendek

Reaksi anafilaktik ringan sampai parah

Alloimunisasi

Reaksi hemolisis

Reaksi infeksi

Viskositas meningkat

Overload volume

Hiperkalium, hiperkalsium, asidosis

Harga mahal

2.Larutan elektrolit

Kelebihan

Lebih mudah tersedia dan murah

Komposisi serupa dengan plasma (Ringer Asetat / Ringer Laktat)

Bisa disimpan pada suhu kamar

Bebas dari reaksi anafilaktik

Komplikasi minimal

Kekurangan

Edema bisa mengurangi ekspansibilitas dinding dada

Oksigenasi jaringan terganggu karena bertambahnya jarak kapiler dan sel

Memerlukan volume 4 kali lebih banyak

21

3.Larutan human albumin

Kelebihan

Ekspansi volume plasma tanpa ekspansi volume interstitial

Ekspansi volume lebih besar

Durasi lebih lama

Oksigenasi jaringan lebih baik

Gradien O2 alveolar-arterial lebih sedikit

Insiden edema paru dan atau edema sistemik lebih rendah

Kekurangan

Reaksi anafilaksis

Koagulopati

Albumin bisa memperberat depresi miokard pada pasien syok

4.Larutan dekstran

Kelebihan

Efek volume panjang atau lama

Efek anti trombotik

Kekurangan

Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial

Gangguan hemostasis

Batasan dosis

Reaksi anafilaksis fatal

Gangguan fungsi renal

Akumulasi pada sistem retikuloendotelial

Gangguan pada blood grouping dan cross matching

22

5.HES

Kelebihan

Efek volume panjang atau lama

Efek anti trombotik

Kekurangan

Ekspansi ekstravaskuler dan dehidrasi kompartemen interstitial

Gangguan hemostasis

Batasan dosis

Reaksi anafilaksis fatal

Akumulasi pada sistem retikuloendotelial

6.Haemaccel

Kelebihan

Iso-osmotik

Mempertahankan keseimbangan cairan

Efek volume optimal

Perbaikan fungsi renal

Tidak mengganggu hemostasis

Tidak mengganggu blood grouping

Tidak terjadi akumulasi pada RES

Ekonomis

Kekurangan

Reaksi anafilaktoid

23

Gambar 1. Panduan Terapi Cairan9

24

Gambar 2. Tujuan Terapi Cairan6

Terapi Cairan

Resusitasi Rumatan

Penggantian Koloid Kebutuhan normal

defisit harian kristaloid

kristaloid

Mengganti kehilangan Memasok

akut (dehidrasi, syok kebutuhan cairan

hipovolemik)

25

BAB III

KESIMPULAN

1. Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh

dalam batas-batas fisiologis.

2. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan

elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari.

3. Cairan yang dapat digunakan yaitu kristaloid (tanpa tekanan onkotik), koloid

(memiliki tekanan onkotik) dan darah.

4. Untuk mengganti darah yang hilang dapat digunakan rumus dasar transfusi

darah, yaitu: V = (Hb target – Hb inisial) x 80% x BB

5. Setiap unit darah mengganti 1 gr% Hb, dan setiap transfusi 3 ml/KgBB

mengganti 3 gr% Hb.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian

J.Anaesh.2013;47(5):380-387.

2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.

Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2010.

3. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.

Missouri:Elsevier-mosby; 2010.p3-227

4. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative

dehydrationdoesit improve outcome. Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46:

1089-93

5. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapi

intensif FK Undip: Semarang; 2010: 1-60.

6. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada

pembedahan. Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2012

7. Collins, VI., 1996, Fluids and Electrolytes, in Physicologic and

Pharmachologic Bases of Anesthesia, Williams & Wilkins, USA, p : 165-187.

27