Upload
phamngoc
View
222
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
REFLEKSI kerja 100 hari KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
I. PENDAHULUAN
Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Jokowi sesungguhnya tidak mengenal
agenda 100 hari. Namun, sangat disadari bahwa publik secara intensif terus
mengikuti langkah-langkah kerja kabinet dan menginginkan adanya gambaran
capaian Kabinet Kerja dalam 100 hari. Pada tanggal 3 Februari 2015, usia Kabinet
Kerja ini genap 100 hari, setelah dilantik para Menteri Kabinet Kerja pada tanggal
27 Oktober 2014.
Secara umum prinsip-prinsip dalam arah kebijakan pembangunan lingkungan
hidup dan kehutanan yang didorong, meliputi : Pertama, Prinsip aktualisasi Nawa
Cita terutama menyangkut kehadiran negara di tengah rakyat, tata kelola pemerintahan
yang demokratis, membangun perdesaan dan small holders, menggerakkan sektor
strategis ekonomi domestik, reformasi sistem dan penegakan hukum serta produktivitas
rakyat dan kemampuan daya saing dan restorasi sosial; Kedua, Kualitas lingkungan
hidup untuk pemenuhan hak azasi manusia; Ketiga, Prinsip produksi dan
konservasi (sustainable development); Keempat, Hutan untuk kesejahteraan
rakyat dan citizenship; Kelima, Pendekatan ekosistem dan penataan kelembagaan
pusat dan daerah (inter-government relation).
2
Dengan prinsip-prinsip arahan tersebut, terdapat tiga peran strategis
pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan yang meliputi : 1) menjaga luasan
dan fungsi hutan yang akan mencukupi untuk menopang kehidupan (life support
system) serta menyediakan hutan (produksi dan APL) untuk kegiatan sosial
ekonomi rakyat, menjaga jumlah dan jenis flora dan fauna serta endangered
species; 2) menjaga kualitas lingkungan hidup yang memberikan daya dukung
(kualitas udara, air dan tanah), pengendalian pencemaran, pengelolaan daerah
aliran sungai, keaneka-ragaman hayati serta pengendalian perubahan iklim; dan
3) menjaga keseimbangan ekosistem dan keberadaan sumberdaya alam untuk
kelangsungan kehidupan seperti menjaga keseimbangan alam (hutan-flora-fauna-
keaneka-ragaman hayati) untuk keseimbangan alam dan kehidupan, menjaga
daerah aliran sungai dan sumber mata air untuk ketersediaan air yang mencukupi
bagi kelangsungan hidup serta menjaga daya dukung fisik ruang wilayah serta
kualitasnya.
Refleksi kerja 100 hari ini menggambarkan perjalanan kerja yang ditempuh dan
potret perkembangan dalam waktu tersebut. Dari gambaran ini, juga akan terlihat
arah gagasan besar serta apa yang sudah dimulai dan bagaimana langkah
selanjutnya. Melalui kegiatan refleksi ini, maka diharapkan akan banyak masukan
dan catatan kritis, konstruktif, dari audiens untuk bagaimana sesungguhnya
maksud penyatuan dua kementerian ini menjadi berarti yang nyata bagi
pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang akan dijalankan oleh pemerintahan
yang demokratis.
3
II. AKTUALISASI KERJA 100 HARI
II. 1. Beres-beres Kelembagaan
Struktur Organisasi Kementerian
Yang terasa cukup mengkhawatirkan pada awalnya ialah persoalan penyatuan dua
kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menjadi satu dalam wadah
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Di ruang publik cukup intens
perdebatan tentang penyatuan dua kementerian ini dengan berbagai sudut
pandang.
Menghadapi hal ini, maka ditempuh jalan untuk rembug bersama semua unsur
yang terlibat dalam aspek lingkungan dan kehutanan yang dilaksanakan selama
pada awal Nopember 2014. Telah dihasilkan tidak kurang dari 25 issue strategis
yang muncul dari diskusi bersama unsur-unsur politisi (eks menteri dan eks
pimpinan birokrasi, anggota DPR dan DPD), unsur pemda, aktivis
lingkungan/kehutanan, LSM, dunia usaha dan mitra kerjasama luar negeri
termasuk duta besar negara sahabat. Rangkuman issue menurut unsur-unsur
sebagaimana tertera pada Gambar 1.
PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN
• Crisis management
• SDA: rantai pangan/jasa LH
• Perubahan Iklim
• Pembangunan Berkelanjutan
• Pemberdayaan Masyarakat
• Hubungan Pusat-Daerah
• Pembagian kewenangan
• Pembangunan Berkelanjutan
• Kapasitas Lembaga
• Pembangunan Berkelanjutan
• Akses publik
• Keanekaragaman Hayati
• Kepastian hukum
• Manajemen perubahan
• Pemberdayaan Masyarakat
• Ekonomi Kerakyatan Berbasis
Sumberdaya
• Transparansi/akses publik
• Perubahan Iklim
• Perbaikan tata kelola
• Pembangunan Berkelanjutan
• Harmonisasi Kepentingan Nasional
dan Internasional
HIGHLIGHT ISU STRATEGIS (HASIL DISKUSI KELEMBAGAAN NOVEMBER 2014)
• Perbaikan sistem perizinan
• Penyelesaian konfllik tenurial
• Kepastian hukum
• Keterbukaan Informasi dan
Kolaborasi Kelembagaan
• Akses masyarakat
• Penegakan hukum
• Perlindungan SDA
• Keterbukaan informasi
• Perencanaan LH dan KLHS
• Pemberdayaan Masyarakat
• Kolaborasi Stakeholders
• Green Constitution
• Review/Transparansi/klarifikasi
aspek legal
• Pembangunan Berkelanjutan
• SDA : faktor ekonomi atau non-
ekonomi
• Penegakan Hukum (Sebagian
fungsi yudikatif)
Man
tan
Men
teri
PE
MD
A
Pakar
Ko
nstitu
si
Do
no
r/
Bila
tera
l
Du
nia
Usah
aL
SM
Pakar LHK/Aktivis Gambar 1. Rangkuman Issue strategis menurut unsur-usnur
dalam lingkungan dan kehutanan
4
Dari pendalaman bersama stakeholders, maka diperoleh gambaran skema penggabungan dua kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.
KEHUTANANLINGKUNGAN
HIDUP
• Penegakan Hukum
• Konservasi
• Biodiversity
• Ekonomi Lingkungan
• Pengendalian DAS
• Perubahan Iklim
• Pengendalian Kebakaran Hutan
• Pemberdayaan Masyarakat
• Public campaign
• High Carbon Stock Values
• Pembinaan Dunia Usaha
• Peningkatan Kapasitas Lembaga
• Pengelolaan Sampah
B3 dan Limbah B3
• AMDAL / UKL-UPL / KLHS
• Pengendalian Pencemaran
• Ijin Lingkungan
• Penatagunaan Kws Htn
• Usaha Hutan
• Perbenihan Tnm Hutan
• Pemuliaan Pohon
• High Conservation Values
Taman Nasional
SKEMA PENGGABUNGAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP DAN URUSAN KEHUTANAN
Gambar 2. Skema Penggabungan urusan Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Dari penggabungan issue dan perspektif yang akan dibangun ke depan tentang
lingkungan hidup dan kehutanan, maka telah memunculkan rantai nilai
kompetensi utama kementerian baru, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang meliputi fungsi lini lingkungan hidup dan kehutanan yang
meliputi perencanaan, pengendalian pencemaran, pengelolaan limbah, dan
pengelolaan hutan produksi lestari.
5
Gambar 3. Rantai Nilai Kerja Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Dari rantai nilai ini kemudian dapat diformulasikan kedalam format usulan
kelembagaan baru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tanggal 21 Januari 2015
tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah ditetapkan tugas
dan fungsi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Berdasarkan Peraturan
Presiden dimaksud, ditegaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan bertugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup dan kehutanan, dengan fungsi :
a. Penyelenggaraan pemantapan kawasan hutan dan lingkungan hidup
berkelanjutan;
b. Pengelolaan konservasi sumberdaya alam dan ekosistemnya;
c. Peningkatan daya dukung aliran sungai dan hutan lindung;
d. Pengelolaan hutan produksi lestari;
e. Peningkatan daya saing industri primer hasil hutan;
f. Pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan;
g. Pengendalian dampak perubahan iklim
h. Peningkatan kualitas fungsi lingkungan;
Service Function :Sekretariat Jenderal
Service Fucntion : Inspektorat Jenderal
Pere
nc
an
aan
Pengendalian Pencemaran & Kerusakan
Pengelolaan Sampah, B3 dan Limbah B3
(semi) Service Function :Pengembangan Sumberdaya Manusia
(smei) Service Fucntion : Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
Pengendalian Kerusaan DAS & Hutan Lindung
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan &
Perubahan Iklim
Konservasi SDA & Ekosistem
Pen
eg
akan
Hu
ku
m
Pen
yu
luh
an
, &
Pem
be
rda
yaan
Masyara
ka
t
• Lingkungan yang baik
dan sehat
• SDA untuk
Kesejahteraan Rakyat
• Pembangunan
Berkelanjutan
(sustainability)
Inte
rnalis
asi, E
fisie
n, E
fektif,
dan B
erk
eadila
n
6
i. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan;
j. Perhutanan sosial dan kemitraan lingkungan;
k. Penurunan gangguan, ancaman dan pelanggaran hukum bidang lingkungan
hidup dan kehutanan;
l. Pelaksanaan penelitian, pengembangan, dan inovasi di bidang lingkungan
hidup dan kehutanan;
m. Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan SDM di bidang lingkungan hidup
dan kehutanan;
n. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
o. Pembinaan dan pemberian dukungan administrasi di lingkungan Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
p. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; dan
q. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, ditetapkan struktur
organisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai berikut :
( Gambar 4).
a. Sekretariat Jenderal;
b. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan;
c. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem;
d. Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung;
e. Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari;
f. Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan;
g. Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun
Berbahaya;
h. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim;
i. Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan;
7
Inspektorat Jenderal
Menteri LH & Kehutanan
Sekretariat Jenderal
Ditjen
Planologi dan Tata
Lingkungan
Ditjen
Konservasi SDA &
Ekosistem
Ditjen
Pengendalian DAS &
Hutan Lindung
Ditjen
Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari
Ditjen Pengendalian
Pencemaran &
Kerusakan Lingkungan
Ditjen Pengelolaan
Sampah, Limbah dan B3
Staf Ahli Menteri
I. Hubungan Antar Lembaga,
Pusat & Daerah
II. Lingkungan Global
III. Energi
IV. Ekonomi SDA
V. Lingkungan Sosial dan
Masyarakat Hukum Adat
Badan Pengembangan
SDM
Ditjen Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan
Ditjen Penegakan Hukum
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan
Ditjen Pengendalian
Perubahan IklimBadan Litbang dan Inovasi
(5)(2) (3) (4)(1) (6)
(7) (8) (9) (10) (11)
j. Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
k. Inspektorat Jenderal;
l. Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia;
m. Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi;
n. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Pusat dan Daerah;
o. Staf Ahli Bidang Industri dan Perdagangan Internasional;
p. Staf Ahli Bidang Energi;
q. Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam; dan
r. Staf Ahli Bidang Pangan.
Gambar 4. Struktur organisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Sebagai catatan bahwa dengan kebijakan untuk menghindari tumpang tindih
kewenangan dan urusan, maka dengan hadirnya salah satu direktorat jenderal
yang baru, yaitu Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahah Iklim, maka
Peraturan Presiden yang mengatur tentang Badan Pengelola REDD+ dan Dewan
Nasional Perubahan Iklim dinyatakan tidak berlaku karena semua tugas badan
dan dewan telah dirangkum dalam Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan
Iklim.
Badan Penyuluhan
dan Pengembangan
SDM
8
Memudahkan Perijinan Sejak awal dimulainya aktivitas Kabinet Kerja, kebijakan tentang perijinan telah
ditegaskan oleh Presiden Jokowi, yaitu untuk disederhanakan dan disingkat
waktunya (ringkas). Lebih lanjut ditegaskan bahwa pelaksanaannya akan
berlangsung dalam sistem Perijinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Kantor BKPM.
Pada tanggal 26 Januari 2015, Presiden Jokowi telah meresmikan sistem perijinan
terpadu ini di Kantor BKPM. Ide dasarnya ialah menyatukan seluruh perijinan dari
kementerian dengan pelimpahan kewenangan perijinan termasuk dari Menteri
LHK kepada Kepala BKPM.
Gambar 5. Skema Proses Perijinan PTSP BKPM
9
Dari Kementerian LHK, melalui Surat Keputusan Menteri LHK Nomor :
P.97/Menhut-II/2014 telah dilimpahkan perijinan kepada BKPM sebanyak 35 jenis
perijinan dalam lingkup pemanfaatan hasil hutan kayu/bukan kayu pada hutan
produksi/hutan lindung (sebanyak 6 ijin); pemanfaatan jasa lingkungan pada
hutan produksi/hutan lindung (sebanyak 5 ijin), bidang pemanfaatan kawasan
pada hutan produksi, (sebanyak 2 ijin), bidang penggunaan kawasan hutan pada
hutan produksi/lindung (sebanyak 3 ijin), bidang pengusahaan pariwisata alam
(sebanyak 16 ijin), bidang pembenihan tanaman hutan (sebanyak 2 ijin), dan
bidang lingkungan (sebanyak 1 ijin). Sampai dengan saat ini telah diselesaikan
sebanyak 3 buat ijin investasi yaitu 1 ijin untuk pabrik semen dna 2 ijin tnetang
energy atas usulan SKK MIgas.
Pemurnian Birokrasi Pemerintah sebagai simpul negosiasi, membutuhkan kepercayaan publik agar
dapat terwujud peran simpul tersebut. Persepsi publik yang berkembang dalam
beberapa periode kabinet sebelumnya kepada Kementerian Kehutanan
mengandung stigma kurang berpihak kepada small holders, bercirikan
kewenangan silo serta lemah dalam supervisi lapangan. Di sisi lain, ciri yang
muncul pada Kementerian Lingkungan Hidup, lebih bebas dan terbuka, namun
juga membawa stigma keberpihakan. Kedua kementerian ini sebelumnya bisa jadi
memperoleh perhatian publik karena memiliki kewenangan perijinan.
Dalam perkembangan kabinet baru, stigma tersebut ingin dihapuskan, dan
dilakukan pertukaran nilai (values) tentang substansi lingkungan hidup dan
substansi kehutanan dengan paradiugma baru "keberpihakan pada small holders",
dan hapuskan stigma "rezim perijinan". Birokrasi yang dikembangkan ialah
birokrasi yang memegang prinsip-prinsip kehidupan publik (public life principles)
yaitu : a) Tidak berpikir untuk sendiri (selflessness), kepentingan publik dan tidak
10
berbuat dalam rangka memperoleh keuntungan material; b) Integritas tidak
terikat pada ikatan diluar kantor yang dapat mempengaruhi dalam menjalankan
kewajiban; c) Obyektif dalam melaksanakan urusan publik dan berdasarkan sistem
merit; d) Accountability, akuntabel dalam keputusan serta langkah-langkah di
lapangan dan kesiapan dalam menerima gugatan publik, e) Openness, terbuka
tentang keputusan dan langkah yang diambil beserta alasan dalam memutuskan,
f) Honesty, kejujuran, jujur dalam mengambil langkah penyelesaian konflik
dengan selalu melindungi kepentingan publik.
Dalam pengembangan kerja birokrasi di lingkungan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, mulai dikembangkan pola-pola kerja bersama di lingkungan
birokrasi serta kesadaran posisi pemerintah sebagai simpul negosiasi yang
dipercaya oleh publik. Birokrasi diorientasikan kembali kepada ciri utamanya yaitu
pekerjaan administrasi, preparasi kebijakan publik dan artikulasi kepentingan
dengan orientasi kepentingan publik.
Atas dasar perkembangan tersebut, maka dalam sistem kerja yang baru, masih
diorientasikan untuk interaksi dengan LSM dan small holders, belum interaksi
kepada dunia usaha kecuali asosiasi yaitu APHI, APINDO, GAPKI. Interaksi dengan
tingkat grass root dan LSM telah dilakukan diantaranya LSM HUMA, MPA LEI,
Saka Wanabakti, National Strategic Center, Mahasiswa Universitas Surabaya,
Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia, IAPI, ICW, Kalaweet, Seknas
Jokowi, GK-Jkw, SDSN, AMAN, Greenpeace, CIFOR, Perspektif Baru, PH&H Public
Policy Interest Group, Blacksmith Institute, WALHI, Mappala Unila, Kemitraan
Partnership, WALHI dan lain-lain.
Pertemuan-pertemuan juga di lakukan di tingkat lapangan pada saat kunjungan
kerja lapangan ke daerah-daerah. Melibatkan civil society group dalam analisis
persoalan dan preparasi kebijakan serta pemecahan masalah merupakan bagian
11
dari proses pemurnian fungsi birokrasi dalam mengartikulasikan kepentingan
publik pada kerja-kerja birokrasi.
Dalam proses ini, yang diharapkan ialah pemurnian kembali fungsi birokrasi
sebagai policy adviser dan articulator kepentingan (publik), dengan keberpihakan
yang dibutuhkan menurut kondisi dan realitas sosial yang ada. Kehadiran
stakeholders tingkat grass root dinilai penting untuk memberikan pengaruh di
tingkat awal, untuk mendapatkan gambaran nyata situasi keberpihakan yang
selama ini dinilai menjadi masalah.
Pertemuan dengan dunia usaha (pengusaha indvidual) masih belum dilaksanakan
dengan pertimbangan bahwa pemetaan persoalan lapangan perlu dicapai lebih
dahulu untuk kepentingan merajut aspirasi dari semua elemen masyarakat. Satu
hal yang selalu menjadi arahan Presiden Jokowi yaitu bahwa negara akan kuat bila
diperoleh kebijakan publik yang baik dan kuat. Dan satu diantara ciri kebijakan
publik yang kuat ialah kebijakan publik yang tidak mendikotomikan kepentingan
antara dunia usaha dan masyarakat.
Dalam kaitan itu, maka kepada pimpinan tinggi jajaran birokrasi telah dirintis
untuk respons dan berada di lapangan menurut kebutuhan masyarakat, serta
melakukan supervisi lapangan, dan harus melaksanakannya dalam mekanisme
check and balance, yang berarti melakukan melakukan kontrol setelah
memberikan ijin serta mengawasi pelaksanaan ijin-ijin yang diberikan secara
kontinyu dan konsisten. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sesuai
dengan visi dan misi pemerintahan melalui Kementerian ini akan menempatkan
kebijakan publik dalam harmoni kepentingan unsur-unsur masyarakat yang
terlibat dalam lingkungan hidup dan kehutanan.
12
II. 2. Blusukan, kerja operasional di lapangan Menjawab pesan singkat (sms) dari rakyat
Salah satu upaya efektif dalam rangka memahami fenomena permasalahan
lingkungan hidup dan kehutanan yang terjadi di lapangan ataupun di masyarakat
adalah melalui pengawasan masyarakat atau dumas berupa pesan singkat rakyat
yang disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pesan singkat rakyat ini sebagai mediasi/sarana untuk menampung data dan
informasi terhadap dugaan adanya penyimpangan-penyimpangan ataupun
perlakuan ketidakadilan melalui mekanisme pengaduan yang transparan dan
bertanggung jawab.
Dalam rangka efektifitas penyelesaian tugas mendesak dan melaksanakan
penanganan pengaduan masyarakat tersebut, maka Kementerian LHK telah
membentuk TIM PENANGANAN PENGADUAN KASUS-KASUS LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN, dimana sebagai penanggung jawab adalah Menteri LHK dan
panel pengarah merupakan perwakilan dari HuMa, WALHI, AMAN, SAJOGYO
INSTITUTE, ECOSOC, EPISTEMA, GREEN PEACE INDONESIA, dan PH&H Public Policy
Interest Group, serta pelaksana teknisnya dari birokrasi Kementerian LHK. Tugas
Tim adalah menampung dan menganalisis kasus-kasus LHK yang dilaporkan oleh
masyarakat, menyiapkan langkah-langkah penanganan, melakukan komunikasi
dengan stake holders terkait, menghasilkan rumusan kerja dalam bentuk output
langkahnya, regulasi, operasional dan rencana kerja penanganan kasus, serta
melaporkan hasil kerja kepada Menteri LHK.
Jumlah pengaduan masyarakat yang tercatat sampai saat ini adalah 31
pengaduan, dimana sejumlah 18 pengaduan telah tuntas ditidaklanjuti dan
sejumlah 13 pengaduan masih dalam proses penanganan tindak lanjut.
13
Mekanisme penanganan pengaduan kasus-kasus terkait lingkungan hidup dan
kehutanan ini sangat bermanfaat dalam rangka peningkatan pengawasan
eksternal yang dilakukan masyarakat dan untuk peningkatan standar pelayanan
publik, serta penyempurnaan kebijakan-kebijakan yang pro poor, pro job, pro
growth dan pro environment di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Tersumbatnya kanal komunikasi antara rakyat dan pemimpinnya, membuat
pemimpin berjarak dengan persoalan-persoalan yang dirasakan oleh rakyat.
Selama ini rakyat merasakan jauh dari pemimpinnya. Akibatnya. pemimpin tidak
tahu apa yang sebenarnya dihadapi dan dirasakan oleh rakyatnya. Untuk itu
komunikasi ke rakyat harus dibuka guna mempercepat dan mengefektifkan
penyelesaian soal-soal ditengah rakyat. Dalam 100 hari dilakukan langkah-langkah
berikut ini : Kanal komunikasi langsung kepada rakyat melalui hand-phone nomor
0812 111 6061 dan email; [email protected] . Kanal komunikasi sms
dan email membangun jalur komunikasi langsung dengan rakyat 24 jam, 7 hari
Seminggu. Menindaklanjuti secepatnya berbagai persoalan-persoalan yang
disampaikan oleh rakyat, secara langsung dengan menerjunkan staf dilapangan
maupun dengan bantuan pemerintah daerah, dan pihak-pihak terkait lainnya
dalam hal masalah dapat langsung ditangani. Selanjutnya menerima masukan
balik atas tindakan lapangan yang dilakukan untuk menjawab persoalan yang
disampaikan lewat sms dan email. Dalam hal diperlukan kerangka kerja
konseptual, maka dilakukan pembahasan yang berarti tidak atau belum langsung
ke lapangan.
Selama 100 hari, sejak kanal komunikasi dibuka melalui sms dan email ke publik
lebih 6.000 sms dan email masuk. Informasi yang masuk beragam, mulai dari
persoalan lingkungan dan kehutanan di tengah rakyat, masukan untuk penguatan
kelembagaan, hingga perilaku personil-personil di Kementerian.
14
Dari berbagai pengaduan melalui sms dan email yang masuk terutama
menyangkut persoalan-persoalan ditengah rakyat, beberapa kasus yang telah
ditangani secara langsung, sedangkan yang lain sedang dalam persiapan penangan
seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Catatan Masalah dan Tindak Lanjut (Aspek Lingkungan)
NO Masalah Tindak Lanjut Penanganan
1. Pembuangan dan pengurukan limbah
B3 dari Pulau Sambu ke Pulau Batam
dengan kapasitas 5000 Ton
KLHK telah mengenakan Sanksi
Administrasi Paksaan kepada Pemerintah
Kota Batam
2. Penumpukan Sampah di Pasar Induk
Kramat Jati Jakarta Timur
Dilakukan pembersihan sampah di lokasi
tersebut oleh Dinas Kebersihan DKI
Jakarta.
3. Penumpukan Sampah dibeberapa
lokasi di Kota Batam
Dilakukan pembersihan sampah di lokasi
tersebut oleh Dinas Kebersihan Kota
Batam.
4. Pencemaran air lindi dan sampah
TPSA Cilowong Kota Serang-Banten
menyebabkan bau menyengat, sawah
warga mati dan banyak warga
terjangkit kusta
Dilakukan perbaikan oleh Dinas
Kebersihan Kota Serang
5. Tabrakan kapal tanker Alyarmouk
(Libia) muatan minyak mentah
dengan kapal barang Sinar Kapuas di
Wilayah Perairan Singapura, 11 mil
dari batas Indonesia, 20 mil dari
pantai Bintan Kepulauan Riau
Dibuat Tim Bersama dengan
Perhubungan Laut untuk
penanggulangan, hasil pemantauan
sementara ceceran minyak tidak masuk di
wilayah perairan Indonesia
6. Pencemaran di anak sungai Sembilan,
Kota Dumai, Riau akibat storage tanki
PT Inti Benua Perkasatama
menyebabkan biota air mati.
Perusahan telah melakukan pembersihan
(clean up) minyak yang masuk parit dan
laut atas perintah BLH Kota Dumai
melalui koordinasi dengan Kantor PPE
Sumatera
15
NO Masalah Tindak Lanjut Penanganan
7. Laporan warga Dusun Kedungdowo
Desa Campur Rejo, Kecamatan Boja,
Kabupaten Kendal tentang Dugaan
Kerusakan Lingkungan Akibat
Kegiatan Penambangan Galian C
Surat rekomendasi kepada Bupati Kendal
untuk penghentian kegiatan
penambangan pasir ilegal tanggal 6
Januari 2015
8. Laporan kerusakan lingkungan di
sepanjang garis pantai Jawa Barat
Selatan akibat kegiatan eksploitasi
tambang pasir besi
Gubernur Provinsi Jawa Barat telah
mengeluarkan moratorium penghentian
sementara penerbitan izin eksploitasi
penambangan pasir besi di Jawa Barat
9. Dugaan pembuangan air limbah oleh
PT. Multi Prawn Indonesia (MPI) yang
menyebabkan kebauan
Pengenaan Sanksi Administrasi Paksaan
Pemerintah
10. Pengaduan warga RW 05 dan RW 06
Kenduruan, Kelurahan Panjunan,
Kecamatan Lemah Wungkuk, Kota
Cirebon mengenai pencemaran udara
berupa debu batubara akibat aktifitas
bongkar muat batubara dan tempat
penyimpanan (stockpile) batubara
yang bersumber dari pelabuhan Kota
Cirebon
Pengenaan Sanksi Administrasi Teguran
Tertulis pada tanggal 24 Desember 2014
11. Pencemaran air di lokasi Bendung
Barugbug Kabupaten Karawang
Provinsi Jawa Barat
BPLHD Provinsi Jawa Barat telah
menjatuhkan sanksi administrasi
terhadap 7 (tujuh) kegiatan dan/atau
usaha yang berlokasi di Kabupaten
Purwakarta dan Kabupaten Subang.
12. Pengerukan pasir tanpa ijin di Pulau
Sebesi, Lampung oleh Kapal Mandala
Sedang dilakukan proses penyidikan oleh
Polda Lampung dengan dukungan PPNS
KLHK
16
NO Masalah Tindak Lanjut Penanganan
13. Penambangan galian C illegal di kaki
Gunung Lawu di wilayah Ngawi dan
Magetan Jawa Timur
KLHK telah meminta Provinsi Jawa Timur
melakukan verifikasi pengaduan sesuai
dengan kewenangan pemberian izin
14. Perambahan hutan mangrove oleh
Perusahaan Penambangan Timah di
Bangka Barat, Bangka Belitung
Proses pengumpulan bahan dan
keterangan untuk penyidikan oleh PPNS
LH
15. Pengembangan lokasi kawasan wisata
Pulau Bokor membabat habis hutan
mangrove
Telah dilakukan koordinasi dengan BLH
Provinsi Kepulauan Riau
16. Pengaduan Pemanfaatan kars Watu
Putih oleh Pabrik Semen PT. Semen
Indonesia oleh Kelompok Masyarakat
Kabupaten Rembang
Kelompok Masyarakat Gunem
Kabupaten Rembang sejumlah 50
orang telah diterima Ibu Menteri,
Telah dilakukan pengumpulan dan
data lapangan, serta pertemuan
dengan instansi terkait
17. Penjatuhan sanksi dan peninjauan
ulang izin PT Lintah Sejahtera di
Kabupaten Ketapang Kalimantan
Barat dikarenakan menanam kelapa
sawit di lahan gambut
KLHK meminta BLH Kabupaten Ketapang
melakukan verifikasi pengaduan sesuai
dengan kewenangan pemberian ijin
18. Pencemaran limbah pabrik PT Mulia
Sawit Agro Lestari di Desa Bereng,
Kecamatan Manuhing, Kabupaten
Gunung Mas Kuala Kurun, Provinsi
Kalteng
Telah dilakukan verifikasi lapangan yang
dilakukan oleh BLH Kabupaten Gunung
Mas, dan saat ini sedang menunggu
laporan lengkapnya
19. Kerusakan perkebunan sawit dan
pencemaran lingkungan akibat
penambangan emas illegal di teluk
kuantan
Telah dilakukan verifikasi lapangan oleh
Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera
bersama dengan BLH Kabupaten Kuantan
Singingi pada tanggal 12 Januari 2015.
17
NO Masalah Tindak Lanjut Penanganan
20. Pembalakan hutan lindung dan hutan
taman buru di lokasi Pulau Pini seluas
41.250 Ha, Kecamatan Hibala,
Kabupaten Nias Selatan oleh PT.
Gunung Raya Utama Timber
Industries
Telah dilakukan klarifikasi dengan tokoh
masyarakat setempat (Pastor Mikael
Sitenggang). Saat ini sedang menunggu
informasi detail terhadap perizinan dan
legalitas kedua perusahaan selanjutnya.
21. Penambangan emas liar yang
dilakukan oleh masyarakat di
sempadan sungai Moutong
Telah dilakukan koordinasi dengan PPE
Sulawesi Maluku, Kepala BLH Kabupaten
Parigi Moutong dan BLH Provinsi Sulawesi
Tengah
22. Permohonan pencabutan izin
pengusahaan hutan tanaman industri
(HTI) dari PT. Hutan Rindang Banua
dan PT. Kirana Chatulistiwa serta
perubahan penunjukan kawasan
hutan di Kabupaten Tanah Bumbu
Telah dilakukan rapat koordinasi dengan
NGO Walhi dan AMAN pada tanggal 22
januari 2015, dengan hasil akan
melengkapi data pengaduan.
23. Pengurugan rawa yang dirubah
menjadi lahan komersil di lokasi
komplek IPTN/ Habibie belakang
Taman wiladatika Cibubur RT 10, RW
03 Kelurahan Hardjamukti,
Kecamatan Cimanggis Depok
Telah dilakukan verifikasi lapangan pada
tanggal 11 November 2014 bersama
dengan Badan Lingkungan Hidup Kota
Depok dengan hasil verifikasi lapangan :
1. Bahwa pengaduan dimaksud bukan
pengaduan lingkungan namun
pengaduan sengketa tanah/lahan.
2. KLHK meminta kepada BLH Kota Depok
untuk memfasilitasi pertemuan
dengan pihak terkait dalam waktu
yang secepatnya.
24. Permohonan penjatuhan sanksi dan
peninjauan ulang izin PT. Lintah
Sejahtera di Kabupaten Ketapang
Provinsi Kalimantan Barat
dikarenakan melakukan penanaman
kelapa sawit di lahan gambut
KLHK telah meminta kepada BLH
Kabupaten Ketapang untuk melakukan
verifikasi pengaduan sesuai dengan
kewenangan pemberian izin.
18
NO Masalah Tindak Lanjut Penanganan
25. Dugaan pembuangan limbah B3 di
Desa Sriamur, Tambun Utara, Kota
Bekasi
Telah melakukan rapat koordinasi
penanganan pengaduan dengan BLH
Kabupaten Bekasi, Camat Babelan, Camat
Tambun Selatan, Camat Tambelang,
Camat Tarumajaya dan PT. Pertamina,
dengan kesepakatan bahwa seluruh
camat harus melakukan sosialisasi
kepada masyarakat untuk tidak
menerima limbah sebagai bahan uruga
dan melakukan pengawasan di wilayah
masing-masing sehingga bisa diperoleh
informasi pelaku pembuang limbah
26. Dugaan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan akibat kegiatan
penambangan pasir besi di wilayah
pesisir Lampung Selatan
Sesuai dengan kesepakatan Penyidikan
akan dilakukan oleh PolAir Lampung
Selatan, KLHK memfasilitasi Ahli dan
Laboratorium.
27. Dugaan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan akibat rencana
kegiatan penambangan pasir besi
oleh PT. Mikgro Metal Perdana di
Pulau Bangka Kabupaten Minahasa
Utara Provinsi Sulawesi Utara
Telah melakukan verifikasi lapangan dan
audit dokumen lingkungan PT. Mikro
Metal Perdana dan melakukan
pertemuan koordinasi dengan SKPD
terkait di Provinsi Sulut dan Kabupaten
Minahasa Utara,
Pelajaran penting dari dibuka kanal sms kepada publik adalah; (i) rakyat ingin
berkomunikasi langsung dengan pemimpinya, (ii) memudahkan untuk mengetahui secara
langsung persoalan yang ada ditengah rakyat, selama ini tidak terlihat atau ditutupi, (iii)
masukan yang disampaikan rakyat ini benar adanya untuk itu perlu dilakukan respon
secepatnya, agar tumbuh kepercayaan rakyat kepada pemerintah.
19
Kebakaran Hutan Dan Lahan
Pada tanggal 27-28 Nopember 2014 atas prakarsa/dorongan LSM Perspektif Baru,
WALHI dan Greenpeace, Presiden Jokowi melaksanakan kunjungan kerja ke
Provinsi Riau. Perintah Presiden agar pada tahun 2015 tidak lagi terjadi bencana
asap, khususnya di lima provinsi (Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng). Dalam
kunjungan kerja lapangan, dijumpai indikasi bahwa seharusnya kebakaran hutan
dan lahan serta bencana asap tidak perlu terjadi, apabila semua pihak yang
bertanggung jawab dalam masing-masing tugasnya, melaksanakan dengan baik
hal-hal yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
Pada kesempatan itu juga Presiden Jokowi memberikan contoh pembuatan sekat
kanal untuk membasahi gambut yang kering dan menjadi sumber api; dan langkah
ini diikuti oleh petani di provinsi Riau. Langkah ini juga diinstruksikan melalui
Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada Gubernur di 9
(sembilan) provinsi yaitu : Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel,
Kaltim dan Kalimantan Utara.
20
Gambar 6. Pemasangan sekat kanal, pembasah gambut
Dalam upaya melakukan pencegahan, juga ditempuh langkah-langkah penguatan
kelembagaan di tingkat provinsi dan kabupaten, peningkatan keterlibatan dunia
usaha untuk lebih nyata bertangung jawab serta keterlibatan masyarakat.
Langkah yang telah dilakukan meliputi : Rakor pencegahan Karlahut Tingkat
Provinsi yang diikuti semua instansi pusat, pemda Prov/Kab, unsur BNPB, dunia
usaha HTI dan pengusaha kebun untuk Provinsi Riau, Sumsel dan Kalbar dan akan
segera dilaksanakan untuk Jambi dan Kalteng. Selain itu juga rakor bersama Badan
Nasional Penanggulangan Bencana.
21
Selama bulan Desember dan Januari dilakukan setiap hari monitor sebaran
hotspots di seluruh Indonesia terutama di 5 provinsi dan penyampaian informasi
hotspots. Telah disampaikan pula panduan kepada Gubernur dan Dinas Kehuatan
serta UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Begitu pula, telah
disampaikan panduan kerja kepada pengusaha HTI dan perkebunan. Dalam
beberapa hari di bulan Januari telah dilakukan pemadaman pada hotspots yang
muncul di Riau dengan luas kebakaran 1 sd 5 Ha yang dilakukan bersama-sama
swasta, serta dorongan kepada Daops Manggala Agni untuk semangat, kerja
keras dan waspada.
Beberapa langkah yang dipersiapkan lebih lanjut meliputi : a) Menyusun
Peraturan Men LHK tentang standar minimal SDM dan sarana dan prasarana
pengendalian kebakaran hutan; b) Melanjutkan audit kepatuhan pencegahan
Karlahut terhadap Pemda, pengelola hutan dan pemegang ijin (hutan dan kebun )
yang telah dilakukan oleh UKP4 dan BP-REDD ; c) Merencanakan untuk dibentuk
Badan Koordinasi Pengendalian Asap sebagai tindak lanjut ASEAN Agreement on
Transboundary Haze Polution dan d) Merencanakan untuk membangun Operation
Room Forest Fire Responce Centre.
Illegal Logging dan perusakan hutan
Tujuan utama secara langsung kejahatan illegal logging ialah mencuri kayu.
Sedangkan secara tidak langsung illegal logging terkait dengan pembukaan akses
jalan di dalam dan area sekitar kawasan, pembukaan dan konversi kawasan hutan
untuk penggunaan lain secara tidak prosedural, (perkebunan dan tambang ilegal),
adanya permintaan dan harga terus yang terus meningkat, lemahnya penegakan
hukum dalam kasus illegal logging dengan saksi yang tidak menimbulkan efek
jera, permintaan kayu di pasar gelap yang terus meningkat, para pemodal
22
mempergunakan masyarakat lokal sebagai pelaku illegal logging, serta kayu
sebagai sumber pendapatan daerah.
Modus operandi dalam illegal logging meliputi penyuapan, penyalahgunaan
wewenang, pemalsuan dokumen, penyelundupan dan perdagangan ilegal. Praktek
illegal logging sekarang, dianggap telah bermetamorfosis dengan pola konsesi
tambang, konsesi kebun sawit, dan perencanaan alih fungsi dalam rencana tata
ruang.
Pada wilayah perbatasan Kalimantan Barat, dijumpai sekitar 54 jalur jalan setapak
yang menghubungkan 55 desa di Kalimantan Barat dengan 32 kampung di
Serawak. Di waktu yang lalu (lk dalam 5-10 tahun) setiap hari tidak kurang dari
180 truk kayu yang mengangkut kayu ke Lubuk Antu melewati pos Badau.
Informasi lain sekitar 200 truk/hari. Pada saat ini perkirakan 25 unit sawmill aktif
yang masih beroperasi baik besar maupun kecil dengan 68 base camp/titik
kegiatan yang masih aktif menghasilkan produksi kayu untuk memasok bahan
baku sawmill yang ada disekitar Badau ataupun langsung dijual ke Malaysia dalam
bentuk kayu persegi (square).
Sampai saat ini kasus-kasus illegal logging masih dalam proses penyelidikan dan
penyidikan, yang meliputi lokasi–lokasi berikut ini : Taman Nasional Gunung
Leuser (barang Bukti 200 batang kayu rimba), Taman Nasional Berbak Jambi,
Pulau Seram (HP) Maluku Tenggara (barang Bukti 900 m3 kayu rimba campuran
(dua kapal), penangkapan kapal di Lombok NTB, di Hutan Lindung Gunung
Lumut, Kalimantan Timur (barang Bukti berupa 6000 m3 kayu rimba campuran),
di Hutan Produksi di Kec. Siding Kab. Sambas Kalimantan Barat (barang bukti
berupa kayu rimba campuran, kampak, dan chain saw), di SM Buton Utara,
Sulawesi Tenggara (barang bukti sebanyak 2.529 batang kayu rimba campuran).
Informasi terakhir yang diperoleh dari laporan melalui sms dan telah dilakukan
identifikasi lapangan seperti illegal logging di Sumatera Utara Simalungun dan
23
Nias, di Riau , di Kalimantan Barat (Ketapang, Kapuas Hulu), Kalimantan Timur-
Utara (Malinau, Paser Penajam, Nunukan, dll), di Jambi, Maluku, Sulawesi Tengah,
Papua dan Papua Barat. Pendalaman terhadap spot-spot kejahatan illegal logging
ini sedang terus didalami dan dipetakan dengan rinci untuk diambil langkah-
langkah lanjut secara sistimatis. Gambar jalur peredaran illegal logging seperti
tertera pada Gambar 7.
Gambar 7. Jalur peredaran kayu illegal logging Moratorium ijin gambut dan hutan primer
Lahirnya PP 71/2014, memperkuat perspektif konservasi gambut, tidak saja untuk
pengawetan ekosistem gambut, tetapi juga untuk pengendalian kebakaran hutan
dan lahan. PP 71/2014, menumbuhkan kepercayaan internasional dan diikuti
Inpres 6 untuk menahan laju deforestasi hutan. Lahirnya PP gambut juga
24
menimbulkan reaksi di kalangan dunia usaha khususnya pengsuaha sawit (melalui
GAPKI) yang berargumentasi atas beberapa muatan dalam PP 71/2014 untuk
dapat dipertimbangkan ulang. Pada saat ini Kementerian Kehutanan dan
Lingkungan Hidup telah menghimpun berbagai pandangan ilmiah tentang gambut
untuk mendapatkan jalan keluar dalam mencapai trade-off atau pareto optimal
dari kebijakan tentang moratorium gambut. Pembahasan masih terus dilakukan
dengan batas waktu moratorium diproyeksikan Mei 2015. Argumentasi teknis
sudah banyak dibahas dalam diskusi-diskusi dan masih akan dikembangkan
argumentasi ekonomi dan perhitungan perdagangan internasional, mengingat
bahwa reaksi terhadap posisi industri sawit Indonesia juga mendapat sorotan dari
dunia internasional.
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Ekonomi tumbuh 5-8 % yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi adalah prasyarat
untuk membangun kemandirian ekonomi Bangsa. Akan tetapi jalan pertumbuhan
ekonomi yang dipilih, harus jelas keberpihakannya, tidak boleh mengorbankan
kepentingan rakyat dan mengorbankan keberlanjutan dari pertumbuhan itu
sendiri. Rakyat harus merasakan bahwa pertumbuhan ekonomi baik dari
kontribusi industri, jasa dan perdagangan memang bermanfaat bagi kehidupan
mereka dan keberlanjutan Bangsa ini.
Soal utama yang dihadapi dari pertumbuhan ekonomi yang berbasiskan industri
adalah dihasilkan limbah, baik B3 maupun non B3 dan emisi gas-gas pencemar
dari pabrik. Dari sekitar 2.000 perusahaan, setahun paling tidak dihasilkan 206 juta
ton limbah B3, dari jumlah ini baru 93 % terkelola, sisanya masih banyak terbuang
kelingkungan. Ini harus dikendalikan serius agar tidak mencemari air sungai, laut,
dan danau, tanah, dan udara. Kalau tidak dikelola dengan baik menyebabkan
25
gangguan kesehatan masyarakat, ketahanan air, dan hilangnya potensi ekonomi,
serta daya saing bangsa.
Disamping limbah industri, soal lainnya adalah jumlah sampah yang terus naik
karena jumlah penduduk bertambah, dan standar hidup rakyat meningkat. Saat
ini, paling tidak 64 juta ton sampah dihasilkan dari rumah, sekolah, perkantoran,
dan pasar setahun. Dari jumlah ini baru 75 % yang terkelola, sisanya terbuang ke
sungai dan lahan-lahan kosong. Sampah yang menumpuk dapat menebarkan
bau, menggangu kesehatan, merusak keindahan kota bahkan menyebabkan
bencana banjir.
Soal limbah industri dan sampah harus jadi perhatian semua pihak. Agar efektif
baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat harus kerja bersama. Agar
limbah dari industri dan sampah yang dihasilkan terkelola maka;
1. Industri bersih-ramah lingkungan, program daur ulang, pemberian insentif dan
keterbukaan informasi melalui PROPER, pengawasan dan penegakan hukum
akan tetap menjadi program prioritas untuk mengendalian limbah dan emisi
gas dari industri.
2. Gerakan masyarakat kelola sampah, Bank Sampah, kepemimpinan daerah
melalui Adipura, hingga penyediaan sarana dan prasarana persampahan harus
menjadi agenda prioritas agar Indonesia Bersih Sampah 2020 tercapai.
Monitoring Banjir Pada masa rawan musim penghujan, dikhawatirkan banjir Jakarta dari sungai
Ciliwung. Untuk itu telah dilakukan pengamatan terhadap hulu sungai Ciliwung di
Tugu dengan stasiun pengamatan tinggi muka air. Hingga saat ini masih terus
dipantau data tinggi muka air sungai Ciliwung di Tugu Puncak, yang dikorelasikan
26
dengan tinggi muka air pada bendung Katulampa. Sebagai visualisasi kondisi hulu
Sungai Ciliwung seperti tertera pada Gambar 8.
Gambar 8. Hulu Sungai Ciliwung dan
Stasiun pengamatan muka air Sungai Ciliwung
27
Langkah-langkah dalam mengantisipasi banjir Ciliwung dilakukan dengan
koordinasi bersama Gubernur Jawa Barat dan Gubernur DKI Jakarta; serta
konsolidasi kerja-kerja teknis Dinas dan UPT di lingkungan DKI Jakarta dan Jawa
Barat, termasuk unit-unit kerja tingkat kabupaten. Sejauh ini koordinasi terjalin
baik. Penanganan banjir sungai Ciliwung diantisipasi pada bulan Nopember-
Desember 2014 dengan mengupayakan pengerukan sedimentasi pada drainase
atau parit-parit di kota Jakarta dan di kabupaten-kabupaten sekitar Jakarta.
Demikian pula, secara terbatas diupayakan dapat dibangun sumur resapan dan
biopori.
Sementara itu banjir akibat luapan Sungai Citarum, memiliki karakter yang
berbeda dari Ciliwung. Di wilayah Citarum pada hulu Sungai Cisangkuy sangat jelas
bahwa telah terjadi alih fungsi lahan yang sangat rentan, yaitu dengan telah
menjadi tanaman sayuran (kentang, kubis dan wortel) yang sangat rentan dengan
longsor dan erosi di wilayah lereng-kereng bukit. (Sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 9.)
Penanganan banjir Citarum dilakukan dengan koordinasi bersama Gubernur Jawa
Barat dan terjadi interaksi yang cukup baik. Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla telah
mengkoordinasikan soal banjir Citarum dan dilakukan pembagian tugas
penanganan banjir Citarum antara Pemda Jabar, Menteri PU dan Menteri LHK.
Menteri PU akan menangani pekerjaan konstruksi seperti bendung besar di
wilayah tengah ke hilir sedangkan Menteri LHK bertanggung jawab untuk
penanganan wilayah Hulu sungai.
28
Gambar 9. Visualisasi kondisi hulu Sungai Citarum pada wilayah Cisangkuy
29
Kendali Kerusakan Ekosistem dan Kehati
Bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan perubahan iklim
tidak lepas dari kerusakan ekologis yang semakin parah akibat perilaku miring
sebagian aparat dan masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Parahnya,
kerusakan ekosistem dapat menghancurkan kekayaan kehati yang dimiliki bangsa
Indonesia. Sebagai megadiversity country, Indonesia adalah rumah bagi 38.000
species flora dan 6.000 species fauna. Bagi Indonesia, kehati merupakan
sumberdaya terpenting (bioresources) sebagai keunggulan komparatif Indonesia
guna pengembangan ekonomi ke depan karena keunikan dan manfaatnya.
Bila kerusakan ekosistem dibiarkan terus, maka akan menambah kesengsaran
rakyat kini dan masa datang, karena kehilangan peluang ekonomi. Sebagai
pemerintah yang hadir di tengah rakyat, maka upaya pengendalian kerusakan
ekosistem essensial (karst, gambut dan mangrove), serta kehati menjadi prioritas
KLHK. Keberhasilan pengendalian kerusakan ekosistem dan kehati yang didukung
oleh pemanfaatan jasa ekosistem dan kehati merupakan kunci kemandirian
ekonomi bangsa. Ini akan terwujud apabila semua pihak hadir dan bekerja
bersama di tengah rakyat.
Restorasi DAS dan Sungai
Kesehatan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan badan Sungai menjadi kunci dari
kesejahteraan rakyat, karena DAS dan Sungai penentuan ketersedian sumberdaya
air untuk menunjang keseharian kehidupan masyarakat dan ekonomi yang
produktif. Dari 16.958 DAS, 45 % mengalami kondisi kritis, dan 33 sungai utama
sudah tercemar berat sampai sedang. Memburuknya kesehatan DAS dan Sungai
ini mengancam kehidupan masyarakat, kemandirian ekonomi dan daya saing
bangsa.
30
Kemandirian ekonomi serta ketahanan pangan yang dicanangkan Kabinet Kerja
hanya akan terwujud apabila DAS dan Sungai mampu menyediakan sumberdaya
air secara kontinyu dan bersih sehingga mendukung kehidupan rakyat, petani, dan
industri. Kerja bersama untuk memulihkan kesehatan 15 DAS dan badan Sungai
prioritas dilakukan melalui berbagai upaya, mulai dari rehabilitas lahan kritis,
perlindungan mata air, pencegahan pencemaran, penguatan peran masyarakat.
Konflik Tenurial dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
Selama masa penugasan sejak akhir Oktober, sangat banyak pengaduan tentang
konflik pertanahan (agraria) terutama dalam kawasan hutan, yang merupakan
konflik antara masyarakat dengan pemerintah maupun masyarakat dengan
swasta. Dalam kaitan itu, maka Kementerian LHK telah membentuk Tim
Pengaduan Masalah-masalah Lingkungan Kehutanan dimana tim ini terdiri dari
pejabat struktural Kementerian serta para aktivis lingkungan dan akadmeisi (pakar
ahli). Diproyeksikan bahwa penanganan dalam konflik tenurial ini sekaligus
dikaitkan dengan persoalan perlindungan masyarakat hukum adat, serta sekaligus
dikaitkan dengan upaya-upaya pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35
berkenaan dengan pengukuhan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Sampai saat ini tim terus bekerja dan melakukan penerimaan dan pengaduan
kasus, dan direncanakan akan dibangun call-centre serta kejelasan dalam saluran
pengaduan oleh masyarakat di Pemerintah (cq. Kemen LHK).
Langkah yang telah dilakukan sejauh ini, ialah melakukan interaksi langsung
pejabat Kementerian LHK (dan Menteri) untuk menerima dan berdiskusi langsung
dengan masyarakat dalam kaitan dengan banyaknya persoalan-persoalan
kawasan hutan, sekaligus sengketa lahan atau konflik tenurial.
Dalam kaitan ini, juga telah dilakukan komunikasi bersama Dewan Kehutanan
Nasional yang memiliki Tim Mediasi Konflik, dimana dengan keberadaan dua tim
31
yaitu penerimaan pengaduan (masalah kompleks) serta Tim Mediasi DKN, maka
diharapkan dapat dikembangkan pemecahan masalah yang semakin baik dan
terbuka bagi masyarakat. Dalam diskusi di lingkup Kementerian LHK berkenaan
dengan konflik tenurial dan masyarakat hukum adat, maka content penting
meliputi :
a) Berkenaan dengan perlunya pedoman kerja penyelesaian konflik agraria
dengan memperhatikan akar sengketa dan konflik agraria, subyek-subyek
agraria yang terlibat, relasi kuasa antar subyek agraria yang berkonflik, serta
intensitas dan eskalasi sengketa dan konflik yang terjadi
b) Menyelesaikan konflik-konflik agraria yang timbul dengan menggunakan
landasan hukum formal dan non-formal (norma-norma adat) dan
memperhatikan resolusi konflik yang telah dan sedang dibangun;
c) Menetapkan pedoman kerja dalam rangka pengakuan keberadaan masyarakat
hukum adat dan wilayah adatnya (hak ulayat) serta penyesuaian regulasi;
d) Inventarisasi masyarakat hukum adat, wilayah hukum adat (hak ulayat) dan
masalah-masalah tenurial terkait berikut dengan pemetaannya;
e) Mendorong dan memfasilitasi penetapan identitas masyarakat hukum adat
dan wilayah adatnya (hak ulayat) dengan Peraturan Daerah;
f) Memfasilitasi penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan sumber-sumber
agraria melalui resolusi konflik dan memfasilitasi pelaksanaan registrasi
wilayah hukum adat (hak ulayat);
g) Merancang prosedur kerja one map policy dalam rangka penetapan kebijakan
yang berkaitan dengan penyelesaian konflik agraria dan pengakuan
masyarakat hukum adat dan hak ulayat;
32
II. 3. Dukungan Kewilayahan dan Pertumbuhan Ekonomi Tata Ruang Wilayah Persoalan tata ruang wilayah sangat krusial terutama dikaitkan dengan
kewenangan Menteri Kehutanan dalam melakukan alih fungsi lahan yang telah
memberikan dampak persoalan hukum yang cukup serius misalnya di Riau dan
Bogor. Beberapa rencana tata ruang atau RTRW Tingkat Provinsi seperti Kalbar,
Kalteng, Kalsel, Sultra dan Babel masih belum selesai atau final dalam rencana
struktur ruang wilayah karena masih adanya persoalan terkait kawasan hutan.
Untuk Provinsi Kepri, telah diterbitkan SK Menhut 463/Menhut-II/2013 tentang
perubahan kawasan hutan Provinsi Kepri dan Gubernur Kepri mengusulkan
perubahan peruntukan dari SK Menhut tersebut. Telah dilaksanakan Pertemuan
Gubernur Kepri dan Menteri LHK, disepakati untuk menempuh penyelarasan
secara parsial dengan memperhatikan daerah-daerah/kabupaten yang wilayahnya
dinamis seperti Bintan. SK Menhut 463 tersebut digugat ke Ombudsman untuk
wilayah Batam dan Ombudsman merekomendasikan agar diterbitkan Keputusan
Menteri yang baru yang mengubah kawasan hutan sesuai dengan rekomendasi
Tim Terpadu. Menteri LHK akan menyesuaikan SK untuk RTRW sesuai dengan
rekomendasi Ombudsman RI.
Sementara itu, untuk RTRW Kalimantan Tengah, telah diterbitkan SK Menhut
529/Menhut-II/2012 tentang kawasan hutan Prov. Kalteng; Gubernur
mengusulkan agar Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan perubahan
kawasan hutan sesuai dengan Perda No. 8 Tahun 2003 ;Proses ini sudah bertahun-
tahun tidak selesai dan mengalami kebuntuan, sulit dalam penyelesaian. Telah
dilaksanakan rapat koordinasi Menteri LHK, Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN,
Mendagri dan Gubernur Kalteng serta Pimpinan DPRD Provinsi Kalteng. Disepakati
arah penyelesaian untuk usulan Gubernur sesuai hasil kerja Pansus Tata Ruang
33
DPRD Provinsi Kalteng dengan menempuh instrumen PP Nomor 8 tahun 2013
berkenaan dengan pemetaan, Inpres Nomor 8 Tahun 2013 dan Peraturan
Bersama 4 Kementerian/Lembaga tangggal 17 Oktober tahun 2014 berkenaan
dengan kondisi eksisting di lapangan. Deputi Menteri Agraria dan Dirjen LHK akan
menindak lanjuti secara teknis dan dalam waktu singkat akan selesai.
Untuk RTRW Kalimantan Selatan, telah diterbitkan SK Menhut 435/Menhut-
II/2009 tentang kawasan hutan Provinsi Kalsel. Gubernur mengusulkan agar
Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan perubahan kawasan hutan yang
menambah luas areal penggunaan lain. Arah penyelesaian dengan untuk usulan
Gubernur sesuai hasil kerja Pansus Tata Ruang DPRD Provinsi Kalteng dengan
menempuh instrumen PP Nomor 8 tahun 2013 berkenaan dengan pemetaan,
Inpres Nomor 8 tahun 2013 dan Peraturan Bersama 4 Kementerian/Lembaga
tangggal 17 Oktober tahun 2014 berkenaan dengan kondisi eksisting di lapangan.
Penyiapan Lahan Pangan Kementerian LHK ditugaskan oleh Presiden Jokowi untuk mendukung penyiapan
lahan dalam upaya swasembada pangan yang dipimpin pelaksanaannya oleh
Menteri Pertanian. Dukungan penyediaan Hutan Produksi yang dapat dikonversi
(HPK) untuk areal tanaman pangan dilakukan melalui penyediaan Hutan Produksi
yang dapat dikonversi (HPK) untuk areal tanaman pangan seluas 1 juta hektar,
dengan rincian: 500ribu ha untuk palawija dan 500ribu ha untuk tebu. Lokasi
untuk tanaman pangan, maisng-mainsg di Kalteng: 119.000 ha, Kalbar: 117.000
ha, Inhutani: 100.000 ha dan KPH: 100.000 ha. Sementara itu untuk tanaman tebu
disiapkan lokasi untuk tebu di Sulawesi Tenggara: 300.000 – 400.000 ha, di
Gorontalo dan Sulteng: 100.000 – 200.000 ha. Sedang dipikirkan bila
memungkinkan untuk lahan tebu dari Provinsi Lampung. Komitmen penyediaan
34
lahan untuk tanaman pangan antara Kementan dan Kemen LHK telah
dilaksanakan pada tanggal 8 Januari 2015
Dukungan penyediaan lahan juga dilaksanakan untuk kedaulatan daging sapi.
Peningkatan kontribusi sektor kehutanan terhadap kedaulatan daging sapi melalui
izin usaha pemanfaatan hutan silvopastura di Provinsi NTT, yang diusulkan oleh
Rektor dan Tim Undana.
Dukungan kedaulatan pangan juga dapat dilakukan melalui program tumpang sari
di Perhutani. Peningkatan produktifitas tanaman pangan (padi) dengan pola
PHBM pada tanaman jati dengan modifikasi jarak tanam 3x3m menjadi 2x8 m,
kerjasama Fakultas Kehutanan UGM dan Perhutani. Produktifitas tanaman pangan
meningkat, tanpa menurunkan produktifitas volume tebangan jati. Artinya pangan
meningkat tanpa memarjinalkan sumber daya hutan. Dalam upaya peninjauan ke
lapangan kepada Lembaga Masyarakat Hutan Desa di Ngawi, dalam pembahasan
bersama petani, dijumpai permasalahan petani berupa benih dan pupuk
bersubsidi, dan telah berhasil dimantapkan dukungan subsidi pupuk bagi LMDH
melalui RDKK (Rencana Definitif Kegiatan Kelompok) dari Kementan. Dukungan
peningkatan produktivitas pada lahan marjinal telah dilihat contohnya melalui
observasi lapangan di lahan marjinal di Wanagama, Gunung Kidul.
Dukungan juga dilakukan melalui pembangunan sarana pendukung Waduk
Jatigede. Terbitnya izin prinsip penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan
sarana pendukung Waduk Jatigede dengan SK Menteri LHK Nomor S.529/Menhut-
II/2014 tanggal 8 Desember 2014 tentang Persetujuan Prinsip Penggunaan
Kawasan Hutan untuk Pembangunan Sarana Pendukung Waduk Jatigede (Jalan
dan Working Area) seluas ±73,01 ha atas nama Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat
Selain itu juga dukungan penyediaan areal agrokompleks bagi pengungsi erupsi
Gunung Sinabung (dukungan kedaulatan pangan) seluas 447,86 ha. Terbitnya izin
35
prinsip penggunaan kawasan hutan untuk lahan pertanian korban erupsi Gunung
Sinabung, Sumatera Utara. Terbit SK Menteri LHK Nomor S.533/Menhut-II/2014
tanggal 9 Desember 2014 tentang Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan
Hutan untuk Lahan Pertanian bagi Korban Erupsi Gunung Sinabung seluas ±447,86
ha di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
Dukungan kebijakan kedaulatan pangan juga dilakukan untuk Provinsi Lampung.
Dukungan kebijakan tumpang sari di areal HTI seluas 117.000 ha, sesuai hasil
pertemuan dengan Gubernur Lampung pada tanggal 12 Januari 2015.
Dukungan kedaulatan pangan melalui konservasi tanah dan air. Terbitnya PP
sebagai amanat UU 37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air (KTA). Sosialisasi
UU 37/2014 tentang KTA. Tersusun draft RPP tentang Perencanaan KTA. Tersusun
draft RPP tentang Penyelenggaraan KTA. Sosialisasi UU 37/2014 tentang KTA di 5
Provinsi.
Lahan untuk Infrastruktur dan Pembangunan Perbatasan Tugas penting lain yang diperinthakan Presiden Jokowi kepada Menteri LHK ialah
kesiapan dalam dukungan lahan bagi keperluan pembangunan infrastruktur.
Dalam kaitan perijinan pinjam pakai dan pemanfataan kawasan hutan, untuk
keperluan infrastruktur energy, listerik, jalan, jalan tol, rel kerta api, waduk/dam,
pelabuhan (selektif) serta kawasan industri (selektif), perlu diberikan prioritas.
Sebagai catatan penting juga bahwa pelaksanaan pinjam pakai dan pemanfaatan
sebagaimana dimaksud dapat beproses dengan tanpa menghambat pelaksanaan
konstruksi, mengingat bahwa selama ini proses perijinan berlangsung dalam kurun
waktu bertahun-tahun bahkan ada yang diatas 5-6 tahun. Oleh karena itu, jajaran
birokrasi Kementerian LHK harus menyesuaikan pola kerja dengan
memperhatikan ketaatan pada aturan, kekuatan informasi lapangan serta
kebijakan yang sangat hati-hati bisa melakukan perintah tersebut. Dalam kaitan
36
ini, maka dilakukan penyesuaian regulasi teknis tanpa mengubah prinsip dasar
konservasi sesuai UU. Beberapa gambaran penyelesaian dukungan infrastruktur
yang dilakukan meliputi uraian berikut ini.
Dukungan penggunaan ruang/kawasan hutan untuk pembangunan infrastruktur
meliputi penerbitan IPPKH untuk pembangunan jalan menuju lokasi transmigrasi
SP 1 Padang Tarok, Sumatera Barat Nomor: SK.26/Menhut-II/2015 tanggal 16
Januari 2015.
Dukungan penggunaan ruang/kawasan hutan di provinsi Lampung untuk
pembangunan jalan nasional lintas barat Sumatera yang melalui Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan, dan pembahasan ruas jalan tol Bakauheni Trembanggi besar
yang dibahas bersama Gubernur Lampung pada tanggal 12 Januari 2015.
Dukungan penggunaan ruang/kawasan untuk pembangunan jalan tol Sumatera.
Penyelesaian Usulan Menteri PU dan BUMN untuk jalan tol yang melalui Kawasan
Hutan Produksi di Sumatera melalui pembahasan Tingkat Menteri PU, BUMN dan
BPN/Agraria dan pembahasan Tingkat Pejabat Eselon I Kementerian PU dan LHK.
Dukungan penggunaan ruang/kawasan untuk pembangunan jalan tol Kalimantan:
Penyelesaian Usulan Menteri PU dan BUMN untuk jalan tol melalui Kawasan
Hutan Lindung dan Hutan Produksi di Kalimantan melalui pembahasan Tingkat
Menteri PU, BUMN dan BPN/Agraria dan pembahasan Tingkat Pejabat Eselon I
Kementerian PU dan LHK
Dukungan kebijakan/peraturan perundangan untuk pembangunan infrastruktur
meliputi Revisi PP No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Fungsi dan
Peruntukan Kawasan Hutan. Revisi PP No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Perubahan Fungsi dan Peruntukan Kawasan Hutan, untuk diharmonisasi di
Kemenkumham. (draft final), Revisi PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan
37
Kawasan Hutan dan revisi PP No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan
Hutan (draft final).
Penyiapan penyelesaian lahan untuk pembukaan jalan di perbatasan Kalbar-
Malaysia terkait penyelesaian penggunaan kawasan Taman Nasional, hutan
lindung dan hutan produksi pada ruas-ruas jalan perbatasan Provinsi Kalbar :
- Temajuk – Simpang Tanjung
- Simpang Tanjung – Batas Sanggau – Bengkayang
- Gunjemak – Sontas
- Sontas – Pesing
- Pesing – Balai Karangan IV
- Balai Karangan IV – Pintas Keladan
- Pintas Keladan – Batas Ketungau Hulu
- Batas Ketungau Hulu – Nanga Badau
- Nanga Badau – Lanjak
- Lanjak – Mataso (Benua Martinus)
- Mataso (Benua Martinus) – Tanjung Kerja
- Tanjung Kerja – Putussibau
- Putussibau – Nangaera
- Nangaera – Batas Kaltim
38
Gambar 10. Peta wilayah perbatasan Kalbar
Penyiapan lahan infrastruktur yang lain ialah untuk pembangunan waduk atau
dam yang pembangunannya menjadi tanggung jawab Kementerian PU dan
Perumahan Rakyat. Dalam kurun waktu lima tahun ke depan direncanakan
akan dibangun sebanyak 49 unit waduk/dam dalam rangka peningtakatan
produksi pangan menuju swasembada pangan, dimana setelah pembangunan
waduk akan diiringi dengan pembangunan saluran irigasi oleh Kementerian
Pertanian. Untuk itu telah terbit SK Menteri LHK Nomor S.529/Menhut-II/2014
Desember 2014 tentang Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan untuk
Pembangunan Sarana Pendukung Waduk Jatigede (Jalan dan Working Area)
seluas ±73,01 ha atas nama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
di Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat.
Selain itu juga telah diberikan dukungan oleh Kemen LHK berupa akselerasi
Perizinan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Tenaga listrik. Data
terakhir menunjukkan ijin pinjam pakai kawasan untuk keperluan
pembangunan energi listerik seperti terlihat pada Tabel 2.
39
Tabel 2. Perijinan listrik di Kemen LHK
II. 4. Bekerja Dengan Konsep Produksi hutan yang tertib dan baik dengan SILIN Silvikultur Intensif (SILIN) merupakan teknik silvikultur dari sistem Tebang Pilih
Tanam Indonesia (TPTI) dan Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Dengan Silin produksi
meningkat tanpa menambah luasan hutan alam, tanpa mengabaikan prinsip-
prinsip lingkungan dan sosial. Silin memperpendek daur tebangan karena riapnya
menjadi 7,92 m³/Ha/tahun dibanding dengan TPTJ yang riapnya hanya 1
m³/Ha/tahun. Silin dapat menyerap dan menyimpan karbon jauh lebih besar
daripada TPTI. Status lahan yang ditanami akan dapat pengakuan dari masyarakat
hukum adat. Silin juga dapat menyerap tenaga kerja 4 X lebih besar dari sistem
TPTI. Kendala : a) Masa investasi sangat lama (daur tebang 25 tahun); b)
Perusahaan tetap membayar Dana Reboisasi (DR) karena menebang pohon di
hutan alam.
No Tahapan Unit
1 Permohonan (Proses di Kemenhut) 3 Unit
2 Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan
24 Unit
3 Izin Pinjam Pakai Kawasan hutan 13 Unit
40
41
42
Gambar 11. Visualisasi SILIN Hutan untuk kesejahteraan rakyat, Keberpihakan pada Masyarakat Dalam rangka keberpihakan negara kepada rakyat, dengan prinsip bahwa hutan
untuk kesejahteraan rakyat, maka dilakukan upaya-upaya membuka akses
masyarakat kepada hutan. Dalam kaitan itu, maka perlu dilakukan revisi regulasi
tingkat menteri menyangkut pengaturan tentang HKM, HD, HTR. Intinya, bahwa
harus ada pengaturan akses masyarakat dalam satu peraturan sehingga tidak
terjadi beda penafsiran pada tingkat operasional (Direktorat Jenderal/ Direktorat/
UPT). Pada periode 2010 -2014 Ditjen BPDS-PS hanya mampu mengeluarkan izin
seluas 328.452 ha, yang dikeluarkan IUP dari Bupati seluas 93.000 ha, HTR telah
terbit 195.000 ha.
43
Dalam tiga minggu terakhir telah selesai pencadangan areal kerja (PAK) HTR,
dengan terbitnya SK Menteri LHK PAK 4 unit HTR seluas 7.380 HA di: Kep.
Karimun: 325 ha; Kutai Timur: 4.510 ha; Lamandau: 725 ha dan Muna: 1.820 ha.
Setelah itu juga keluar SK Penetapan areal kerja HKm 8 unit s eluas 15.124 Ha, di
Kabupaten Sinjai: 1.845 ha, Majene: 1.575 ha, Luwu: 3.115 ha, Wajo: 1.695 ha,
Seram Bagian Timur: 695 ha, Muaro Jambi: 2.764 ha, Gunung Mas: 1.885 ha dan
Poso: 1.550 ha. Menyusul kemudian penetapan areal kerja HD seluas 28.795 di
11 desa, 8 kabupaten: Sambas: 5.855 ha; Gunung Mas: 2.190 ha; Tanah Bumbu:
5.360 ha; Kutai Timur: 9.475 ha; Luwu: 895 ha; Luwu: 895 ha dan Poso: 4.125 ha.
Sesuai rencana diperkirakan akan dikembangkan hutan sosial yang meliputi HD,
HKM dan HTR seluas 12, 7 juta ha dalam 5 tahun ke depan dengan
mempertimbangkan kondisi masyarakat didalam dan di sekitar kawasan hutan.
Data ini harus dibedakan dari luas kawasan yang menjadi kewajiban pengusaha
untuk program kemitraan pada setiap koneksi perijinan masing-masing 20 %.
Minta komitmen dunia usaha Untuk membangun akses masyarakat kepada sumeber daya hutan, sesuai
peraturan Menteri akan melibatkan dunia usaha dimana terdapat kewajiban pada
setiap perijinan pinjam pakai atau pemanfaatan kawasan maka dikembangkan
program kemitraan masyarakat pada seluas 20 % area. Untuk itu perlu dilakukan
penyesuaian regulasi teknis untuk penegasan langkah-langkah tersebut. Dalam
kaitan itu juga, langkah-langkah penjajakan sudah dilakukan melalui Asosiasi dan
sambil berjalan komunikaai terus dilakukan bersama pengusaha dalam rangka
pembinaan reguler oleh direktorat jenderal.
Dalam kaitan ini, maka ditempuh langkah-langkah lebih lanjut untuk percepatan
penyelesaian regulasi, identifikasi areal, identifikasi konflik (untuk bisa menjadikan
instrumen ini sebagai solusi konflik juga), pengembangan format tanaman seperti
44
tanaman kehidupan (yang telah dialokasikan hanya direalisasi 9% saja dari
tanaman unggulan). Tanaman unggulan (lokal) diminati oleh masyarakat dan
tanaman kehidupan bisa dialokasi untuk kebutuhan 20%. Menurut Permenhut
P.35 ada 235 jenis yang bisa dimasukan ke wilayah kayu dan non kayu. Selain itu
dilakukan penerapan agroforestry dan tumpangsari dalam HTI yang
mengharuskan ada pelibatan masyarakat. Dalam kaitan dengan kawasan yang
dipergunakan untuk pemegang izin menjadi HTI energi harus terkait dengan ESDM
dan diperlukan permen bersama LHK dengan ESDM.
Dukungan untuk Pembangunan Energi Dukungan penggunaan ruang/kawasan hutan untuk peningkatan produksi migas
antara lain dengan terbitnya izin prinsip IPPKH PT EMP Tonga; PT Petcon Borneo
Ltd; PT Sele Daya; PT Tropic dan PT Dat Energy. Dukungan penggunaan
ruang/kawasan hutan untuk jaringan listrik berupa penerbitan Izin Prinsip IPPKH
atas nama PT. PLN (Persero). Selain itu juga dukungan penggunaan
ruang/kawasan hutan untuk Mikrohidro sebanyak 2 izin (PT Brantas Cakrawala
Energi di TNKS dan PT Kanz Capital di TWA Gunung Baung, BKSDA Jatim). Untuk
kemudahan dukungan sebagaimana dimaksud diperlukan adanya revisi PP 28
Tahun 2011, dan telah dibahas pada tanggal 22 Januari 2015. Hal ini terutama
berkaitan dengan adanya persoalan masih sulitnya perijinan dalam kawasan
cagar alam. Untuk itu perlu didukung oleh langkah dan kebijakan atau aturan lain
(compound) seperti evalausi fungsi cagar alam oleh Ditjen PHKA atau evaluasi
oleh Tim Terpadu tentang kawasan dan peluang perubahan kawasan.
Dukungan untuk energy juga dilakukan dengan kebijakan pembangunan HTI untuk
Kedaulatan Pangan dan Kedaulatan Energi Terbarukan. Untuk ini sudah ada draft
final Peraturan Menteri LHK tentang Kebijakan pembangunan HTI untuk
Kedaulatan Pangan dan Kedaulatan Energi Terbarukan. Efisiensi penggunaan
45
energy juga dilakukan dengan pendekatan teknologi dan pengendalian
pencemaran yang antara lain dilakukan melalui program PROPER Hijau dan Emas
(sebanyak 173 perusahaan). Energi terbarukan juga dapat dikembangkan antara
lain seperti wood pellet. Begitu pula dalam bentuk penggunaan teknologi mesin
mekanik yang membuat gas dari kayu (tanaman Kaliandra).
Konservasi untuk menggali devisa Pegembangan konservasi untuk menghasilkan devisa sudah mulai dipikirkan
melalui pengembangan kawasan Taman Nasional atau suaka yang potensial dan
bernilai keunikan sebagai ekosistem. Untuk itu perlu diidentifikasi beberapa
kawasan Taman Nasional atau Taman Wisata Alam yang bernilai tinggi untuk
didorong pengembangannya secara konseptual. Tidak saja sebagai upaya jalan
keluar dalam konflik ekowisata, tetapi juga menjadi upaya promosi ekowisata atas
TN dan TWA .
Telah dikaji pengembangan wisata alam dan TN, dan untuk membuat TN unggulan
terdiri dari dua kelompok. Dua TN yang akan dikembangakan yaitu TN Baluran
dan TN Alas Purwo, konektifitas CA Ijen dengan unggulan blue fire. Cluster kedua
di Lombok, segitiga Rinjani (TN), Gunung Tunak dan Gunung Tampak (TWA).
Cluster ketiga TN Way Kambas, CA Krakatau, TN Bukit Barisan Selatan (dekat
dengan ibu kota). Tiga cluster ini akan dikembangkan. Lokasi yg diusulkan Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan, Wakatobi, Alas Purwo. Hal-hal yang diperlukan
meliputi aksesbilitas dan aktraksi nya (budaya dll), akomodasi, serta kesiapan
masyarakat.
Beberapa pengembangan lain seperti Jateng Park yang ternyata merupakan
kawasan hutan lindung terindentifikasi status HL, yang untuk itu perlu dilakukan
penyesuaian P.31/2012 tentang Lembaga Konservasi. Dalam kaitan itu Gubernur
46
Jateng mengusulkan untuk MoU dengan LHK, Perum Perhutani dalam proses
yang cepat.
Selain itu usulan Bupati Karang Anyar tentang ahli fungsi TWA Grojogan Sewu
menjadi Tahura (Taman Hutan Raya), telah membuat draft MoU dalam rangka
mengembangkan ekowisata di luar kawasan. Untuk penyelesaian kawasan
Grojogan Sewu dipersiapkan tim independent alih fungsi TWA ke Tahura, dan
opsi-opsi penyelesaiannya.
Dari Taman Nasional, Tanaman dan Satwa Liar, maka diproyekiskan dapat
diperoleh Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), berupa : Pungutan berasal
dari Pusat dan UPT dan Pungutan, yang terdiri dari: a) Iuran Menangkap,
Mengambil, Mengangkut TSL termasuk Sarang Burung Walet; b) Pungutan Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam dan c) Pungutan Masuk Objek Wisata Alam. Selain
itu juga untuk Iuran Hasil Usaha Pengusahaan Pariwisata Alam (IHUPA).
Disamping PNBP, juga diproyeksikan perolehan Devisa dari Perdagangan TSL ke
Luar Negeri dan Pemanfaatan kondisi lingkungan/kegiatan jasa lingkungan wisata
alam. Proyeksi penerimaan PNBP 43,9 milyar dan proyeksi devisa senilai 6,284
triliun rupiah. (Tabel 3 dan Gambar 12)
Tabel 3. Proyeksi PNBP dan Devisa dari Kawasan konservasi
No
Jenis
Sumber
Pemasukan
Tahun
2013 2014 2015
1 2 3 4 5
1 PNBP (Rp) 50.336.547.151,- 80.600.566.841,- 43.908.050.524,-
2 Devisa (Rp) 5.013.498.970.000,- 4.463.046.429.125- 6.283.950.118.914-
47
Gambar 12. Historgram PNBP dan Devisa dari Taman Nasional
Hiburan Rakyat, Re-Orientasi Mental Generasi Muda, Kebun Raya Di Indonesia di bawah binaan LIPI telah ada 4 Kebun Raya sejak zaman Belanda
yaitu Kebun Raya Bogor 1817, Kebun Raya Cibodas-Cianjur 1862, Kebun Raya
Purwodadi-Pasuruan 1941, Kebun Raya Eka Karya Bali 1959.
Tahap pembangunan Kebun Raya Enrekang flora endemik Wallacea, Kebun Raya
Samosir Danau Toba jenis pinus endemik, Kebun Raya Katingan, Kebun Raya Liwa
Lampung Barat bagian dari TN Bukit Barisan Selatan, Kebun Raya Minahasa
tumbuhan dataran tinggi Wallacea, Ecopark Cibinong mewakili 7 ekoregion :
Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua,
Kebun Raya Sambas Kalimantan Barat tumbuhan riparian dataran rendah, Kebun
Raya Solok Sumatera Barat Danau Singkarak, Kebun Raya Danau Lait Kabupaten
Sanggau Kalimantan Barat keanekaragaman kawasan equator, Kebun Raya Batam
tumbuhan pulau-pulau kecil di seluruh Indonesia, Kebun Raya Baturaden
Purwokerto flora pegunungan jawa, Kebun Raya Lombok di Hutan Lindung Lemor,
Kebun Raya Pucak Kabupaten Maros Sulawesi Selatan untuk budidaya pangan,
papan, sandang, obat dan hias, Kebun Raya Kuningan di TN Gunung Ciremai
tumbuhan daerah berbatu dan tumbuhan khas Gunung Ciremai, Kebun Raya
-
1,000,000,000,000
2,000,000,000,000
3,000,000,000,000
4,000,000,000,000
5,000,000,000,000
6,000,000,000,000
7,000,000,000,000
Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
PNBP
Devisa
48
Balikpapan tumbuhan berkayu Indonesia sudah diresmikan Menteri KIB II, Kebun
Raya Sumatera Selatan untuk tanaman obat dan tumbuhan lahan basah khas
Sumatera, Kebun Raya Jambi di Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Tebo Hutan
Wisata Bukit Sari, Kebun Raya Banua Kota Banjar Baru Kalimantan Selatan untuk
tanaman obat berkhasiat, Kebun Raya Pare-Pare Selawesi Selatan di tengah Kota
Pare-Pare.
Keberlanjutan NKRI, dan Indonesia sebagai sebuah Bangsa sangat ditentukan oleh
mental generasi muda Indonesia. Mental generasi muda ditentukan oleh
pendidikan dan lingkungan yang ada. Ditengah dorongan “konsumerisme” dan
“hedonisme” yang tumbuh di lingkungan kota-kota di Indonesia, dan disuburkan
melalui mal-mal ataupun pusat perbelanjaan dan hiburan, maka diperlukan sarana
alternatif untuk merubah ataupun melawan dorongan “konsumerisme” dan
“hedonisme” yang menghantui generasi muda.
Salah satu sarana alternatif yang perlu dibangun adalah Kebun Raya (Arboretum,
Taman Kehati, Hutan Kota) di kota-kota besar di Indonesia. Keberadaan Kebun
Raya sangat penting, karena dapat menjadi sarana alternatif untuk edukasi,
sosialisasi, pengembangan ekonomi, sekaligus konservasi berbagai kekayaan
Kehati Bangsa Indonesia. Keberadaan Kebun Raya akan mengeser orientasi anak-
anak, remaja, dan generasi muda dalam memilih sarana untuk edukasi, sosialisasi,
dan rekreasi, termasuk bagi keluarga. Kebun Raya akan mampu menggantikan
fungsi mal dan pusat perbelanjaan sebagai sarana rekreasi. Sosialisasi di Kebun
Raya mampu menyatukan masyarakat tanpa sekat berdasarkan strata ekonomi.
Cara lain untuk reorientasi mental generasi muda adalah dengan memperkuat
sekolah hijau melalui program Adiwiyata. Generasi lingkungan dibangun melalui
perubahan perilaku anak-anak didik dengan pembelajaran lingkungan Sekolah
Adiwiyata. Paling tidak 6.000 sekolah telah telibat dalam program sekolah
Adiwiyata dan 480 sekolah mampu mencapai Sekolah Adiwyata Mandiri/Nasional.
49
III. PEKERJAAN RUMAH Penataan Personil
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan telah diundangkan pada tanggal 23 Januari 2015. Dalam Perpres
tersebut, terdapat 18 (delapan belas) jabatan pimpinan tinggi madya (setara
Eselon I). Berdasarkan uraian tugas dalam Perpres tersebut, diperkirakan akan
ada sekitar 91 (sembilan puluh satu) jabatan tinggi pratama (setara Eselon II).
Pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT), sesuai UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (ASN), harus dilakukan secara terbuka dan kompetitif
dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan
dan pelatihan, rekam jejak jabatan, integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan (Ps 108). Pengisian jabatan pimpinan tinggi Madya dilakukan secara
terbuka untuk lingkup nasional, dan untuk jabatan tertentu dapat diisi oleh non
PNS melalui Keputusan Presiden. Pengisian JPT Pratama (setara Eselon II)
dilakukan secara terbuka untuk lingkup Kementerian LHK.
Seleksi JPT akan dilakukan oleh panitia Seleksi (PANSEL) yang anggotanya terdiri
dari 5 orang, 7 orang atau 9 orang dengan komposisi anggota dari dalam
Kementerian LHK 45 persen dan anggota dari luar Kementerian LHK sebanyak 55
persen. Dalam melakukan seleksi, PANSEL dibantu oleh tenaga ahli / pakar dan
assesor SDM yang kompeten dalam melakukan penilaian kompetensi. Dengan
susunan PANSEL demikan diharapkan seleksi JPT akan lebih transparan dan
akuntabel.
Pada saat ini sedang dilakukan persiapan pengisian JPT Madya di lingkungan
Kementerian LHK, yaitu: penyiapan peraturan Menteri tentang tata cara pengisian
JPT; standar kompetensi (kompetensi manajerial dan kompetensi bidang);
kualifikasi JPT; persiapan pengumuman.
50
Seleksi JPT akan dilakukan melalui tahapan seleksi administrasi, dilanjutkan
dengan penilaian kompetensi manajerial, penilaian kompetensi bidang,
penelusuran rekam jejak, dan ditambah skoring data ranking dalam diklat
kepemimpinan serta wawancara akhir. Dengan metode seleksi seperti ini, maka
diperlukan waktu pelaksanaan pengisian JPT Madya (Eselon I) mulai dari
pengumuman sampai dengan hasil akhir diperkirakan akan selesai pada bulan Juni
2015. Sedangkan untuk seleksi JPT Pratama (Eselon II) diharapkan akan selesai
paling lambat pada bulan Agustus 2015.
Setelah pengisian JPT Madyadan JPT Pratama selesai, maka akan segera dilakukan
pengisian Jabatan Administrasi yang terdiri dari Administrator (setara Eselon III),
Pengawas (setara Eselon IV) dan Pelaksana (staf atau Jabatan Fungsional Umum).
Pengisian jabatan Administrator dan Pengawas akan dilakukan melalui seleksi oleh
Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) berdasarkan
kualifikasi, kompetensi dan pengalaman jabatan.
Dengan bergabungnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian
Kehutanan, struktur yang baru diperkirakan jumlah JPT Madya (Eselon I) sebanyak
18 jabatan, jumlah JPT Pratama (Eselon II) sekitar 91 jabatan. Jabatan
Administrator (Eslon III) diperkirakan berjumlah 364 jabatan. Sedangkan jabatan
Pengawas (Eselon IV) diperkirakan sejumlah 1.092 jabatan.
Selain jabatan struktural, terdapat Jabatan Fungsional Umum (staf) dan Jabatan
Fungsional Tertentu (JFT). JFT binaan Kementerian Kehutanan ada tiga jenis yaitu
Penyuluh Kehutanan, Polisi Kehutanan dan Pengendali Ekosistem Hutan. Pejabat
fungsional binaan Kementerian Kehutanan tersebut tersebar di UPT Kementerian
Kehutanan di daerah (PEH, Polhut), instansi kehutanan daerah provinsi dan
kabupaten (Polhut, PEH dan Penyuluh Kehutanan). Penyuluh Kehutanan tersebar
di pusat (Pusat Penyuluhan Kehutanan), UPT Kehutanan Balai Besar KSDA, Balai
KSDA, Balai Besar Taman nasional, dan Balai Taman, dan Penyuluh Kehutanan
51
yang berada pada badan yang menangani penyuluhan di provinsi (Badan
Koordinasi Penyuluhan) dan kabupaten (Badan Pelaksana Penyuluhan) .
Jabatan fungsional tertentu binaan Kementerian Lingkungan Hidup ada dua
jabatan yaitu Pengawas Lingkungan Hidup dan Pengendali Dampak Lingkungan.
Pejabat fungsional binaan Kementerian Lingkungan Hidup juga tersebar pada
instansi lingkungan hidup di daerah.
Jumlah SDM Kementerian LHK saat ini menjadi sekitar 17.911 orang. Jumlah
tersebut berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup sebanyak 1.231 orang dan
berasal dari Kementerian Kehutanan sebanyak 16.680 orang. Sebaran pegawai
yang berasal dari Kementerian Kehutanan sebanyak 3.411 orang (21,5 persen)
bekerja di instansi Pusat, dan sebanyak 13.263 orang (79,5 persen) bekerja pada
UPT Kehutanan di daerah.
Jumlah dan komposisi SDM yang menduduki jabatan struktural pada Kementerian
Kehutanan yaitu, eselon I 13 orang, eselon II 71 orang, eselon III 411 orang dan
eselon IV 1.159 orang. Sedangkan jumlah SDM di Kementerian Lingkungan Hidup
yang menduduki jabatan struktural adalah eselon I 13 orang, eselon II 39 orang,
eselon III 118 orang dan eselon IV 250 orang.
Kementerian LHK selama lima tahun ke depan (2015 sd. 2019) mempunyai
beberapa target yang harus dicapai. Untuk itu diperlukan dukungan SDM. Perlu
penyediaan basis data secara lengkap tentang SDM yang terkait dengan kegiatan
tersebut yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap kegiatan. Informasi tentang
SDM meliputi penyebaran tenaga pendamping lapangan, penyebaran masyarakat
sasaran sebagai pengelola atau pelaksana kegiatan. Diperlukan penataan kembali
terhadap SDM LHK untuk memperkuat instansi pelaksana kegiatan yang berada di
lapangan. Sebagai contoh, mutasi pegawai UPT Kehutanan untuk memperkuat
KPH-KPH di tingkat tapak; dan mutasi pegawai Pusat untuk memperkuat kantor
Pusat Ekoregion dalam rangka penguatan koordinasi pembangunan LHK.
52
Diperlukan peningkatan kompetensi SDM yang pada saat ini masih belum sesuai
dengan standar kompetensi yang diperlukan. Prioritas peningkatan kompetensi
SDM aparatur terutama terhadap SDM pendamping kegiatan, dan penyuluhan
terhadap masyarakat sasaran kegiatan.
Peningkatan efektivitas pendampingan melalui penguatan jaringan pendamping
kegiatan antara Penyuluh Kehutanan PNS, Penyuluh Kehutanan Swadaya,
Penyuluh Kehutanan Swasta dan LSM yang memiliki pengalaman dalam
pendampingan masyarakat. Target-target kegiatan sebagaimana di atas banyak
menyangkut kelompok-kelompok masyarakat sebagai pelaku utama kegiatan.
Peningkatan pemahaman dan komitmen jajaran pimpinan pemerintah daerah
sangat diperlukan untuk keberhasilan pencapaian target kegiatan lima tahun ke
depan. Oleh karena itu diperlukan komunikasi secara intensif dan berkelanjutan
untuk menyampaikan program-program kerja yang telah disusun. Komunikasi
diperlukan pada level pimpinan legislatif, dan eksekutif daerah, serta sosialisasi
terhadap jajaran dinas-dinas teknis di daerah.
Penyesuaian Regulasi (Deregulasi)
Untuk kepentingan pengembangan berbagai agenda diperlukan disana-sini
penyesuaian regulasi baik PP maupun Permenhut. Untuk itu telah dilakukan
inventarisasi PP yang ada. Sudah ada 4 RPP yang telah disusun (RPP Perubahan
Kedua PP 6/07, RPP Perubahan 44/04, RPP perubahan Kedua PP 35/02, RPP
Perubahan kedua PP 10/10, RPP Perubahan kedua PP 24/10). Perubahan juga
diperlukan pada Permenhut P.38/2014 terkait iuran bencana tarif nol persen
untuk kasus bencana alam serta Permenhut P.52/2014 tentang pembayaran PSDH
DR. Selain itu perlu revisi Permenhut P.16/2014 tentang Pinjam Pakai Kawasan
Hutan. Dan pada saat ini telah disiapkan Surat ke KemenKumham untuk
harmonisasi RPP Perubahan Kedua 10/10 dan RPP Perubahan Kedua 24/10.
53
Berkenaan dengan PP 44, akan disesuaikan kembali dengan mengacu pada UU
23/2014 tentang Pemda. Sementara itu untuk tindak lanjut UU 32/2009, menjadi
prioritas untuk penyelesaian 3 RPP prioritas, (KLHS, Instrumen Ekonomi
Lingkungan Hidup, dan RPPLH). Beberapa aturan masih diteliti untuk disesuaikan
menurut kenyataan empirik.
Illegal Loging
Pekerjaan rumah yang mungkin justru paling besar ialah berkaitan dengan illegal
logging dan segala asosiasi persoalannya mengingat proses illegal logging sudah
ber-evolusi begitu rupa. Pembalakan liar dalam skala besar seperti kurang
menonjol lagi, namun kejahatan ini masih terjadi, terutama di Papua dan
Kalimantan. Hukuman untuk pelaku masih minimum (terutama orang lokal
sebagai operator, bukan pemilik modal) sehingga tidak menimbulkan efek jera.
Kapasitas SDM Penegak Hukum Kehutanan (Polhut dan PPNS) masih belum cukup
kuat baik kuantitas maupun kualitas. Belum banyak kasus yang diungkap yang
dikaitkan dengan tipikor dan TPPU, serta adanya sikap euforia reformasi dan
pelaksanaan otonomi daerah. Pada perkembangan lanjut illegal logging kemudian
berasosiasi dengan persoalan ijin yang tumpang tindih dan tercampur baur antara
ijin kebun, HTI dan ijin tambang, sehingga masalah menjadi lebih kompleks lagi.
Kendala yang muncul meliputi adanya perbedaan pemahaman terkait status legal
(penunjukan dan penetapan) kawasan yang belum terpadu mengakibatkan
pelanggaran terhadap penggunaan kawasan hutan (putusan MK 45 tahun 2012
mengenai frasa penunjukan kawasan hutan); juga persoalan belum
terselesaikannya penataan batas kawasan hutan dan adanya dua faktor
pendorong terjadinya konflik lahan: kemiskinan sekaligus pendidikan masyarakat
yang masih rendah dan ketimpangan penguasaan lahan.
54
Untuk itu diperlukan langkah-langkah ke depan seperti melakukan represi atas
kejadian illegal logging yang terorganisir. Perlunya peningkatan kapasitas SDM
Polhut dan PPNS melalui diklat kedinasan dan profesi, penyempurnaan
kelembagaan Polhut dan PPNS, pemingkatan koordinasi dan kerjasama dengan
para pihak penegak hukum terkait, menambah, memperbaiki dan
menyempurnakan peraturan dan kebijakan, meningkatkan kuantitas dan kualitas
satgas operasional, meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan insentif
terhadap Polhut dan PPNS, serta mengsulkan penyempurnaan sistem
penganggaran, seperti penyusunan Standar Biaya Keluaran (SBK) untuk penyidikan
Agenda internasional pengendalian perubahan iklim Lingkungan hidup dan kehutanan, saat ini telah menjadi agenda besar dunia,
keberlangsungan peradaban manusia ke depan sangat ditentukan oleh
keberhasilan dalam penanganan persoalan lingkungan dan kehutanan bersama di
tingkat lokal, nasional dan global. Kini, isu lingkungan hidup dan kehutanan telah
mampu menyatukan berbagai pemimpin dunia yang berbeda ideologi dan
orientasi ekonomi.
Sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan kehati dan hutan tropis
terbesar dunia, seharusnyalah Indonesia mengambil kepemimpinan dan peran
utama dalam negoisasi terkait lingkungan hidup dan kehutanan ditingkat regional
dan global sebagai bagian dari kebijakan total diplomasi Indonesia. Diplomasi ini
harus mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan
nasional Bangsa Indonesia.
Saat ini, berbagai kerja besar terkait dengan agenda internasional, yang harus
menjadi perhatian bersama dari total diplomasi Indonesia, antara lain perubahan
iklim, asap lintas batas, konservasi dan keanekaragaman hayati, serta perpindahan
lintas batas bahan kimia dan limbah. Keberhasilan kepemimpinan Indonesia,
55
dalam diplomasi lingkungan ditingkat global perlu didukung para pihak;
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat madani (CSO) dan kebijakan berbasis
sains yang kuat.
Pemerintah akan tetap mempertahankan posisi high profile agenda peurbahan
iklim di tingkat internasional. Oleh karena itu penguatan kelembagaan pengelola
pengendalian perubahan iklim melalui Direktorat Jenderal Perubahan Iklim untuk
dukungan operasional menjadi penting dan akan memperkuat langkah-langkah
operasional agenda pengendalian perubahan iklim.
Disisi lain keberadaan keahlian, (pakar) kemampuan ristek, pengembangan
kapasitas masyarakat serta system data dasar dan system monitoring program
direncanakan untuk mendampingi system kerja operasional dengan lembaga yang
kuat (Direktorat Jenderal) baik dalam bentuk dewan atau badan panasehat, ahli
dan independen, yang mana memberikan arahan-arahan dan jaminan kekuatan
program dan agenda perubahan iklim. Yang dengan disepakatkan saat ini ialah
program peralihan dengan inventarisasi dan menghimpun program dan agenda
serta perangkat yang mungkin untuk disatukan dan dirangkum dalam system kerja
bersama.
PENUTUP
Bisa jadi masih banyak aktivitas yang belum tercatat dalam buku refleksi selama
seratus hari ini. Menyangkut hal-hal yang konseptual serta langkah-langkah
kerjaan rumah ke depan, pada kesempatan yang baik ini, sangat diharapkan
berbagai catatan kritis dan konstruktif dari audiens. Kami sangat menghargai
berbagai catatan tersebut. Terima kasih.