Upload
gunnasundary
View
217
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Refrat Blok 26
Citation preview
Refrat Blok 26
Disusun oleh :
GUNNASUNDARY THIRUMALAI
04111401096
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Virus Chikungunya adalah Arthopod borne yang ditransmisikan oleh beberapa spesies
nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk
genus alphavirus ( “Group A” Arthropod-borne viruses) dan famili dari Togaviridae.
Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B” arthrophod-borne viruses (flavi virus).Vektor
utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut
Dari sejarah diduga KLB Chikungunya pernah terjadi pada tahun 1779 di Batavia dan
Kairo; 1823 di Zanzibar ; 1824 di India ; 1870 di Zanzibar ; 1871 di India ;1901 di Hongkong
, Burma, dan Madras ; 1923 di Calcuta. Pada tahun 1928 di Cuba pertama kali digunakan
istilah “dengue”, ini dapat diartikan bahwa infeksi Chikungunya sangat mirip dengan
Dengue. Istilah “Chikungunya ” berasal dari bahasa suku Swahili yang berarti “Orang yang
jalannya membungkuk dan menekuk lututnya”, suku ini bermukim di dataran tinggi Makonde
Provinsi Newala, Tanzania (yang sebelumnya bernama Tanganyika). Istilah Chikungunya
juga digunakan untuk menamai virus yang pertama kali diisolasi dari serum darah penderita
penyakit tersebut pada tahun 1953 saat terjadi KLB di negara tersebut. Pada demam
Chikungunya adanya gejala khas dan dominan yaitu nyeri sendi.
Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada
tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982
di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB
Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh
(2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara
bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ).
Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti
Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain.
Dari tahun 2000-2007 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada hampir semua provinsi
dengan 18.169 kasus tanpa kematian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. CHIKUNGUYA
2.1.1. Pengertian Chikunguya
Chikungunya adalah penyakit yang ditandai dengan demam mendadak, nyeri pada
persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang
disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Gejala lainnya yang dapat
dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, menggigil, kemerahan pada konjunktiva,
pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, muntah dan kadang-kadang disertai
dengan gatal pada ruam. Belum pernah dilaporkan adanya kematian karena penyakit ini
(Suharto, 2007).
Demam Chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue, demam berdarah
dengue, dan campak, tetapi gejala nyeri sendi merupakan gejala yang penting pada demam
Chikungunya. Serangan demam Chikungunya dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa) sudah
sering terjadi, terutama karena penyebarannya oleh nyamuk. Untuk mencegah serangan
demam Chikungunya, maka rumah, asrama, hotel, sekolah, pasar, terminal dan tempat-tempat
lainnya, harus terbebas dari media berkembang biaknya nyamuk, termasuk 200 meter
sekitarnya. Ada gelombang epidemi 20 tahunan. Mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca.
Antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus
selanjutnya. Oleh karena itu, perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali
(Suharto, 2007).
2.1.2. Penyebab Chikunguya
Demam chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), yang disebut juga
Buggy Creek virus. Virus ini termasuk dalam genus Alphavirus dari famili Togaviridae.
Selain virus chikungunya,terdapat juga anggota Alphavirus lainnya yang dapat menyebabkan
demam, ruam, dan artralgia, seperti virus O’nyong-nyong, Mayaro, Barmah Forest, Ross
River, dan Sindbis. Virus chikungunya paling dekat hubungannya dengan virus O’nyong-
nyong, meskipun secara genetik berbeda. Virus chikungunya terdiri dari 1 molekul single
strand RNA, yang dibungkus oleh membran lipid, berbentuk spherical dan
pleomorphic,dengan diameter ± 70 nm. Pada permukaan envelope didapatkan glikoprotein,
yang terdiri dari 2 protein virus berbentuk heterodimer. Nucleocapsids virus ini isometrik
dengan diameter 40 nm.1 Sekuens genom lengkapnya terdiri dari 11.805 nukleotida. Virus ini
berkembangbiak dalam sitoplasma sel inangnya. Virus dapat menyerang manusia dan hewan.
Virus ini berpindah dari satu penderita ke penderita lain melalui gigitan nyamuk, terutama
dari genus Aedes, seperti Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti (yang juga menularkan
demam dengue dan demam kuning) merupakan vektor utama untuk demam chikungunya.
Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh
manusia. Virus dapat menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa. Virus ini
pertama kali diisolasi pada tahun 1952-1953 keduanya dari manusia dan nyamjuk selama
epidemi demam yang secara klinis sulit dibedakan dari demam dengue di Tanzania. Virus ini
merupakan virus RNA untai tunggal, tidak tahan panas dan sensitif terhadap suhu lebih dari
58oC. Terdapat tiga antigen dan genotip yang berbeda yang berhasil diidentifikasi: dua
kelompok filogenetik dari Afrika dan satu dari Asia. Strain virus Chikungunyayang diisolasi
di India selama wabah tahun 2006 sangat dekat dengan strain yang diisolasi di pulau Réunion
pada tahun yang sama.
Aedes aegypti merupakan vektor yang bertanggung jawab terhadap transmisi dalam
lingkungan perkotaan sedangkan Aedes albopictus bertanggung jawab terhadap penyebaran
penyakit ini dalam pedesaan. Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa virus ini teah
bermutasi sehingga dapat ditransmisikan oleh Aedes albopictus. Nyamuk Aedes berkembang
biak dalam lingkungan rumah seperti di vas bunga, tempat penyimpanan air, pendingin udara,
dan lain-lain. Serta di luar rumah seperti lokasi pembangunan, tempurung kelapa, brang-
barang rongsokan (ban bekas, lastik, dan kaleng-kaleng, dan lain-lain). Nyamuk betina
dewasa beristirahat di daerah yang dingin dan gelap di lingkungan rumah maupun di luarnya
dan hanya menggigit di siang hari.
2.1.3. Gejala Chikunguya
Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah demam tinggi, sakit perut, mual,
muntah, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, serta bintik-bintik merah terutama di badan dan
tangan. Gejala ini menyerupai Demam Berdarah Dengue, tetapi pada Chikungunya tidak
terjadi perdarahan hebat, renjatan (Schok) ataupun kematian. Seringkali demam ini dikatakan
sebagai flu tulang karena satu di antara gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal,
ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang.
Demam chikungunya dapat menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa.
Di daerah endemis, seringkali penderita secara mendadak akan mengalami demam tinggi
selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil dimulai
dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari.
Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Pada anak yang lebih besar, demam
biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah
bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan, dan menimbulkan
kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Namun demikian, Chikungunya tidak
menyebabkan kematian dan kelumpuhan.
Seseorang yang terserang penyakit ini setelah sehat akan membentuk antibodi yang
akan membuat mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan
demikian, kecil kemungkinan bagi mereka untuk kena lagi.
2.1.4 Diagnosa
Diagnosis demam chikungunya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis ditemukan keluhan demam, nyeri sendi, nyeri
otot, sakit kepala, rasa lemah, mual, muntah, fotofobia serta daerah tempat tinggal penderita
yang berisiko terkena demam chikungunya. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya
ruam makulopapuler, limfadenopati servikal, dan injeksi konjungtiva. Pada pemeriksaan
hitung lekosit, beberapa pasien mengalami lekopenia dengan limfositosis relatif. Jumlah
trombosit dapat menurun sedang. Laju endap darah akan meningkat. C-reactive protein
positif pada kasus-kasus akut.
Berbagai pemeriksaan laboratorium tersedia untuk membantu menegakkan diagnosis, seperti
isolasi virus dari darah, tes serologi klasik seperti uji hambatan aglutinasi/HI (Charles &
Casals), complement fixation/CF (Futton & Dumbell), dan serum netralisasi; tes serologi
modern dengan tehnik IgM capture ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay); tehnik
super modern dengan pemeriksaan PCR; serta teknik yang paling baru dengan RT-PCR
(2002). Dengan menggunakan tes serologi klasik diagnosis sangat tergantung pada penemuan
peningkatan titer antibodi sesudah sakit. Biasanya pada serum yang diambil saat hari ke-5
demam tidak ditemukan antibodi HI, CF ataupun netralisasi. Antibodi netralisasi dan HI baru
ditemukan pada serum yang diambil saat 2 minggu atau lebih sesudah serangan panas timbul.
Diagnosis yang akurat dapat diperoleh dari serum yang diambil sesudah sakit dengan metode
IgM capture ELISA. Isolasi virus dapat dibuat dengan menyuntikan serum akut dari kasus
tersangka pada mencit atau kultur jaringan. Diagnosis pasti adanya infeksi virus chikungunya
ditegakkan bila didapatkan salah satu hal berikut:
1. Peningkatan titer antibodi 4 kali lipat pada uji hambatan aglutinasi (HI)
2. Virus chikungunya (CHIKV) pada isolasi virus
3. IgM capture ELISA
Untuk diagnosis serologi diperlukan 10-15 ml serum whole blood. Serum fase akut diambil
diambil segera sesudah muncul manifestasi klinis dan serum fase konvalesensi diambil 10-14
hari sesudah sampel pertama. Sampel dibawa ke laboratorium dalam suhu 4ºC (tidak dalam
keadaan beku). Bila pemeriksaan tidak dapat segera dilakukan, maka serum dipisahkan dari
sampel dan disimpan dalam freezer secepatnya. Diagnosis serologi dapat ditegakkan bila
didapatkan peningkatan kadar antibodi 4 kali lipat antara serum fase akut dan konvalesensi
atau didapatkannya antibodi IgM spesifik terhadap virus chikungunya (CHIKV). Tes
serodiagnostik memperlihatkan peningkatan titer IgG CHIKV 4 kali lipat antara serum fase
akut dan konvalesen. Akan tetapi, pengambilan serum berpasangan biasanya tidak dilakukan.
Sebagai alternatif, dapat dilakukan pemeriksaan IgM spesifik terhadap virus chikungunya
pada serum fase akut bila serum berpasangan tidak dapat dikumpulkan. Tes yang biasa
digunakan adalah IgM capture ELISA (MAC-ELISA). Hasil MAC-ELISA dapat diperoleh
dalam 2-3 hari. Reaksi silang dengan antibodi Flavivirus, seperti O’nyong-nyong dan Semliki
Forest terjadi pada pemeriksaan MAC-ELISA. Akan tetapi virus-virus tersebut relatif jarang
di Asia Tenggara. Bila diperlukan konfirmasi lebih lanjut dapat dilakukan tes neutralisasi dan
Hemagglutination Inhibition Assay (HIA).
Isolasi virus merupakan tes definitif terbaik. Untuk pemeriksaan ini diperlukan whole blood
sebanyak 2-5 ml yang dimasukkan dalam tabung berheparin. Sampel diambil saat minggu
pertama sakit, dibawa dengan es ke laboratorium. Virus chikungunya akan memberikan efek
cytopathic terhadap berbagai dinding sel seperti sel BHK-21, HeLa dan Vero. Efek
cytopathic itu harus dikonfirmasi dengan antiserum spesifik dan hasilnya dapat diperoleh
dalam 1-2 minggu. Isolasi virus dilakukan di laboratorium BSL-3 untuk mengurangi risiko
transmisi virus. Pemeriksaan kultur virus yang positif dilengkapi dengan neutralisasi
memberikan diagnosis definitif adanya virus chikungunya.
Baru-baru ini telah dikembangkan tehnik reverse transcriptasepolymerase chain reaction (RT-
PCR) untuk mendiagnosis virus chikungunya yang menggunakan nested primer pairs
amplifying specific components dari 3 struktural gene regions, yakni Capsid (C), Envelope E-
2 dan bagian dari Envelope E-1. Hasil PCR dapat diperoleh dalam 1-2 hari. Spesimen untuk
pemeriksaan PCR adalah sama dengan untuk isolasi virus, yakni whole blood yang di beri
heparin. 1 Hasil PCR untuk genom E-1 dan C baik secara sendiri ataupun bersama-sama
memberikan hasil positif untuk virus chikungunya. Akan tetapi pemeriksaan khusus di atas
lebih banyak digunakan untuk kepentingan epidemiologi dan penelitian, jarang dilakukan
dalam praktik klinik sehari-hari. Oleh karena itu WHO membuat definisi kasus infeksi
chikungunya sebagai berikut:
1. Kasus tersangka
Suatu kesakitan yang onsetnya akut, ditandai oleh timbulnya demam mendadak diikuti oleh
gejala-gejala berupa artralgia, sakit kepala, nyeri punggung, fotofobia, dan ruam.
2. Kasus probabel
Klinis seperti di atas dan serologi positif (pemeriksaan sampel serum tunggal yang diambil
selama fase akut atau konvalesensi)
3. Kasus konfirmasi
Kasus probabel dengan disertai salah satu dari berikut ini:
- Kenaikan titer antibodi HI sebesar 4 kali pada sampel serum berpasangan
- Deteksi antibodi Iq M
- Isolasi virus dari serum
- Deteksi asam nukleat virus Chikungunya pada serum dengan RT-PCR
2.1.5 Pengobatan
Demam Chikungunya termasuk self limiting disease atau penyakit yang sembuh
dengan sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini. Pengobatan yang
diberikan hanyalah terapi simptomatis atau menghilangkan gejala penyakitnya, seperti obat
penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan parasetamol. Antibiotika tidak diperlukan
pada kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan pertimbangan mencegah infeksi sekunder
tidak bermanfaat.
Untuk memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan makanan yang
bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak
mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar. Pemberian vitamin peningkat
daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk penanganan penyakit. Selain vitamin, makanan
yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan
tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan
penyakit. Minum banyak juga disarankan untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat
saat terjadi demam.
2.2. CARA PENULARAN CHIKUNGUNYA
Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang
disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. jenis nyamuk ini terdapat hampir
di seluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000
meter diatas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah
sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak. Nyamuk
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain.
Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan
sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk
keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih
menyukai darah manusia dari pada binatang.
Penularan penyakit Chikungunya terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita lain. Nyamuk Aedes
aegypti sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Penyakit ini sering terjadi di
daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat
pengaruh musim/alam serta perilaku manusia. Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap
darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk
ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah , nyamuk ini hinggap
(beristirahat) di dalam atau diluar rumah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-
benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk
menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya
didinding tempat perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan
menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa.
Jarak terbang nyamuk berkisar 40 hingga 100 meter, korban gigitan nyamuk biasanya
berada disekitar jarak tersebut dari sarang nyamuk. Selain itu faktor lingkungan seperti
ketersediaan tempat penampung air dan kepadatan hunian suatu tempat tinggal akan
mempercepat penyebaran atau penularan penyakit chikunguya. Semakin padat hunian suatu
tempat maka semakin mudah pula nyamuk menularkan penyakit ini.
2.3. PENCEGAHAN CHIKUNGUYA
Vektor Chikungunya yang utama di Indonesia adalah Aedes Aegypti, yang
keberadaannya hingga dewasa ini masih tersebar di seluruh pelosok tanah air. Berdasarkan
hasil survei jentik yang dilakukan Depkes tahun 1992 di 7 kota di Pulau Jawa, Sumatera, dan
Kalimantan, menunjukkan bahwa rata-rata persentase rumah dan tempat umum yang
ditemukan jentik masih cukup tinggi, yaitu sebesar 28% . Pengontrolan nyamuk merupakan
strategi yang tepat untuk mengontrol terjadinya epidemik di masa depan.
Pencegahan penyakit chikungunya dimulai dari lingkungan. Caranya, membasmi
nyamuk pembawa virusnya. Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh nyamuk
Aedes aegypti. Oleh karena itu, basmi tempat-tempat berkembang biaknya.
Adapun pencegahan lainnya, sebagai berikut:
a) Jagalah kebersihan lingkungan. Memasuki musim hujan, perhatikan kebersihan
lingkungan tempat tinggal Anda. Caranya, mengendalikan nyamuk dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk, dan perbaikan desain rumah. Contohnya dengan
menguras bak mandi atau penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
b) Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
c) Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas, dan ban bekas di sekitar rumah, dan lain
sebagainya.
d) Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga, dan
istirahat yang cukup.
e) Dengan melakukan fogging atau pengasapan yang berguna untuk mematikan nyamuk
dewasa, akan mengurangi adanya kemungkinan penularan hingga batas waktu
tertentu.
f) Memberikan bubuk abate di tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi atau
gentong air, dan vas bunga agar bisa mematikan jentik pada air. Keduanya harus
dilakukan untuk memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk.
2.4. Prognosis
Prognosis penderita demam chikungunya cukup baik sebab penyakit ini tidak menimbulkan
kematian. Belum ada penelitian yang secara jelas memperlihatkan bahwa demam
chikungunya dapat secara langsung menyebabkan kematian. Karena infeksi virus
chikungunya baik klinis ataupun silent akan memberikan imunitas seumur hidup, maka
penyakit ini sulit menyerang penderita yang sama. Tubuh penderita akan membentuk antibodi
yang akan membuatnya kebal terhadap serangan virus ini di kemudian hari.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang
disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti.
Penularan penyakit Chikungunya terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina
yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita lain. Selain itu
factor cuaca dan juga padatan hunian akan mempengaruhi penularan penyakit ini.
Pencegahan penyakit chikungunya dimulai dari lingkungan. Caranya, membasmi
nyamuk pembawa virusnya, yaitu nyamuk Aedes aegypti.
3.2. SARAN
Walaupun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, sebaiknya kita tetap menjaga
kesehatan kerana bagaimanapun juga penyakit ini tetap merugikan kita ( mengganggu
aktivitas).
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarno S et all, 2008 : Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis hal 226-223
2. Safar, Rosdiana. 2003. Parasitologi kedokteran: Entomologi. Padang:Fakultas
Kedokteran Universitas Baiturrahmah.
3. Ann M. Powers and Christopher H. Logue,2007: Changing patterns of chikungunya
virus: re-emergence of a zoonotic arbovirus dari Journal of Virology
4. I-C Sam, MRCPath, S AbuBakar, PhD, 2006 : Chikungunya Virus Infection dari Med J
Malaysia Vol 61 No 2
5. Widodo Judarwanto, 2009 : Penata Laksanaan Demam Chikungunya from
http://feverclinic.wordpress.com/2009/02/20/apa-sih-demam-chikungunya/
6. Eppy 2006, Demam chikungunya dari Jurnal Kedokteran Medicinus edisi April-Juni
2008, hal. 22., Jakarta
7. Ann M. Powers, 2009 : Overview of Emerging Arboviruses dari
http://www.medscape.com/viewarticle/708398_3
8. Gilles Pialoux, Bernard-Alex Gaüzère, Stéphane Jauréguiberry, Michel Strobel, 2007 :
Chikungunya, an epidemic arbovirosis dari http://infection.thelancet.com Vol 7 May
2007