17
Refrat Blok 26 Disusun oleh : GUNNASUNDARY THIRUMALAI 04111401096 PENDIDIKAN DOKTER UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Refrat Blok 26

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Refrat Blok 26

Citation preview

Page 1: Refrat Blok 26

Refrat Blok 26

Disusun oleh :

GUNNASUNDARY THIRUMALAI

04111401096

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014

Page 2: Refrat Blok 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Virus Chikungunya adalah Arthopod borne yang ditransmisikan oleh beberapa spesies

nyamuk. Hasil uji Hemaglutinasi Inhibisi dan uji Komplemen Fiksasi, virus ini termasuk

genus alphavirus ( “Group A” Arthropod-borne viruses) dan famili dari Togaviridae.

Sedangkan DBD disebabkan oleh “Group B” arthrophod-borne viruses (flavi virus).Vektor

utama penyakit ini sama dengan DBD yaitu nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.

Nyamuk lain mungkin bisa berperan sebagai vektor namun perlu penelitian lebih lanjut

Dari sejarah diduga KLB Chikungunya pernah terjadi pada tahun 1779 di Batavia dan

Kairo; 1823 di Zanzibar ; 1824 di India ; 1870 di Zanzibar ; 1871 di India ;1901 di Hongkong

, Burma, dan Madras ; 1923 di Calcuta. Pada tahun 1928 di Cuba pertama kali digunakan

istilah “dengue”, ini dapat diartikan bahwa infeksi Chikungunya sangat mirip dengan

Dengue. Istilah “Chikungunya ” berasal dari bahasa suku Swahili yang berarti “Orang yang

jalannya membungkuk dan menekuk lututnya”, suku ini bermukim di dataran tinggi Makonde

Provinsi Newala, Tanzania (yang sebelumnya bernama Tanganyika). Istilah Chikungunya

juga digunakan untuk menamai virus yang pertama kali diisolasi dari serum darah penderita

penyakit tersebut pada tahun 1953 saat terjadi KLB di negara tersebut. Pada demam

Chikungunya adanya gejala khas dan dominan yaitu nyeri sendi.

Di Indonesia, KLB penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan dan tercatat pada

tahun 1973 terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta, Tahun 1982

di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB

Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh

(2000), Jawa Barat ( Bogor, Bekasi, Depok ) pada tahun 2001, yang menyerang secara

bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa ).

Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti

Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta , Banten, Jawa Timur dan lain-lain.

Dari tahun 2000-2007 di Indonesia terjadi KLB Chikungunya pada hampir semua provinsi

dengan 18.169 kasus tanpa kematian.

Page 3: Refrat Blok 26

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. CHIKUNGUYA

2.1.1. Pengertian Chikunguya

Chikungunya adalah penyakit yang ditandai dengan demam mendadak, nyeri pada

persendian terutama sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang yang

disertai ruam (kumpulan bintik-bintik kemerahan) pada kulit. Gejala lainnya yang dapat

dijumpai adalah nyeri otot, sakit kepala, menggigil, kemerahan pada konjunktiva,

pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher, mual, muntah dan kadang-kadang disertai

dengan gatal pada ruam. Belum pernah dilaporkan adanya kematian karena penyakit ini

(Suharto, 2007).

Demam Chikungunya sering rancu dengan penyakit demam dengue, demam berdarah

dengue, dan campak, tetapi gejala nyeri sendi merupakan gejala yang penting pada demam

Chikungunya. Serangan demam Chikungunya dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa) sudah

sering terjadi, terutama karena penyebarannya oleh nyamuk. Untuk mencegah serangan

demam Chikungunya, maka rumah, asrama, hotel, sekolah, pasar, terminal dan tempat-tempat

lainnya, harus terbebas dari media berkembang biaknya nyamuk, termasuk 200 meter

sekitarnya. Ada gelombang epidemi 20 tahunan. Mungkin terkait perubahan iklim dan cuaca.

Antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus

selanjutnya. Oleh karena itu, perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali

(Suharto, 2007).

2.1.2. Penyebab Chikunguya

Demam chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), yang disebut juga

Buggy Creek virus. Virus ini termasuk dalam genus Alphavirus dari famili Togaviridae.

Selain virus chikungunya,terdapat juga anggota Alphavirus lainnya yang dapat menyebabkan

demam, ruam, dan artralgia, seperti virus O’nyong-nyong, Mayaro, Barmah Forest, Ross

River, dan Sindbis. Virus chikungunya paling dekat hubungannya dengan virus O’nyong-

nyong, meskipun secara genetik berbeda. Virus chikungunya terdiri dari 1 molekul single

strand RNA, yang dibungkus oleh membran lipid, berbentuk spherical dan

pleomorphic,dengan diameter ± 70 nm. Pada permukaan envelope didapatkan glikoprotein,

Page 4: Refrat Blok 26

yang terdiri dari 2 protein virus berbentuk heterodimer. Nucleocapsids virus ini isometrik

dengan diameter 40 nm.1 Sekuens genom lengkapnya terdiri dari 11.805 nukleotida. Virus ini

berkembangbiak dalam sitoplasma sel inangnya. Virus dapat menyerang manusia dan hewan.

Virus ini berpindah dari satu penderita ke penderita lain melalui gigitan nyamuk, terutama

dari genus Aedes, seperti Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti (yang juga menularkan

demam dengue dan demam kuning) merupakan vektor utama untuk demam chikungunya.

Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh

manusia. Virus dapat menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa. Virus ini

pertama kali diisolasi pada tahun 1952-1953 keduanya dari manusia dan nyamjuk selama

epidemi demam yang secara klinis sulit dibedakan dari demam dengue di Tanzania. Virus ini

merupakan virus RNA untai tunggal, tidak tahan panas dan sensitif terhadap suhu lebih dari

58oC. Terdapat tiga antigen dan genotip yang berbeda yang berhasil diidentifikasi: dua

kelompok filogenetik dari Afrika dan satu dari Asia. Strain virus Chikungunyayang diisolasi

di India selama wabah tahun 2006 sangat dekat dengan strain yang diisolasi di pulau Réunion

pada tahun yang sama.

Aedes aegypti merupakan vektor yang bertanggung jawab terhadap transmisi dalam

lingkungan perkotaan sedangkan Aedes albopictus bertanggung jawab terhadap penyebaran

penyakit ini dalam pedesaan. Penelitian yang terbaru menunjukkan bahwa virus ini teah

bermutasi sehingga dapat ditransmisikan oleh Aedes albopictus. Nyamuk Aedes berkembang

biak dalam lingkungan rumah seperti di vas bunga, tempat penyimpanan air, pendingin udara,

dan lain-lain. Serta di luar rumah seperti lokasi pembangunan, tempurung kelapa, brang-

barang rongsokan (ban bekas, lastik, dan kaleng-kaleng, dan lain-lain). Nyamuk betina

dewasa beristirahat di daerah yang dingin dan gelap di lingkungan rumah maupun di luarnya

dan hanya menggigit di siang hari.

2.1.3. Gejala Chikunguya

Gejala utama terkena penyakit Chikungunya adalah demam tinggi, sakit perut, mual,

muntah, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, serta bintik-bintik merah terutama di badan dan

tangan. Gejala ini menyerupai Demam Berdarah Dengue, tetapi pada Chikungunya tidak

terjadi perdarahan hebat, renjatan (Schok) ataupun kematian. Seringkali demam ini dikatakan

sebagai flu tulang karena satu di antara gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal,

ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang.

Demam chikungunya dapat menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa.

Di daerah endemis, seringkali penderita secara mendadak akan mengalami demam tinggi

Page 5: Refrat Blok 26

selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil dimulai

dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari.

Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu. Pada anak yang lebih besar, demam

biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah

bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan, dan menimbulkan

kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Namun demikian, Chikungunya tidak

menyebabkan kematian dan kelumpuhan.

Seseorang yang terserang penyakit ini setelah sehat akan membentuk antibodi yang

akan membuat mereka kebal terhadap wabah penyakit ini di kemudian hari. Dengan

demikian, kecil kemungkinan bagi mereka untuk kena lagi.

2.1.4 Diagnosa

Diagnosis demam chikungunya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis ditemukan keluhan demam, nyeri sendi, nyeri

otot, sakit kepala, rasa lemah, mual, muntah, fotofobia serta daerah tempat tinggal penderita

yang berisiko terkena demam chikungunya. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya

ruam makulopapuler, limfadenopati servikal, dan injeksi konjungtiva. Pada pemeriksaan

hitung lekosit, beberapa pasien mengalami lekopenia dengan limfositosis relatif. Jumlah

trombosit dapat menurun sedang. Laju endap darah akan meningkat. C-reactive protein

positif pada kasus-kasus akut.

Berbagai pemeriksaan laboratorium tersedia untuk membantu menegakkan diagnosis, seperti

isolasi virus dari darah, tes serologi klasik seperti uji hambatan aglutinasi/HI (Charles &

Casals), complement fixation/CF (Futton & Dumbell), dan serum netralisasi; tes serologi

modern dengan tehnik IgM capture ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay); tehnik

super modern dengan pemeriksaan PCR; serta teknik yang paling baru dengan RT-PCR

(2002). Dengan menggunakan tes serologi klasik diagnosis sangat tergantung pada penemuan

peningkatan titer antibodi sesudah sakit. Biasanya pada serum yang diambil saat hari ke-5

demam tidak ditemukan antibodi HI, CF ataupun netralisasi. Antibodi netralisasi dan HI baru

ditemukan pada serum yang diambil saat 2 minggu atau lebih sesudah serangan panas timbul.

Diagnosis yang akurat dapat diperoleh dari serum yang diambil sesudah sakit dengan metode

IgM capture ELISA. Isolasi virus dapat dibuat dengan menyuntikan serum akut dari kasus

tersangka pada mencit atau kultur jaringan. Diagnosis pasti adanya infeksi virus chikungunya

ditegakkan bila didapatkan salah satu hal berikut:

1. Peningkatan titer antibodi 4 kali lipat pada uji hambatan aglutinasi (HI)

Page 6: Refrat Blok 26

2. Virus chikungunya (CHIKV) pada isolasi virus

3. IgM capture ELISA

Untuk diagnosis serologi diperlukan 10-15 ml serum whole blood. Serum fase akut diambil

diambil segera sesudah muncul manifestasi klinis dan serum fase konvalesensi diambil 10-14

hari sesudah sampel pertama. Sampel dibawa ke laboratorium dalam suhu 4ºC (tidak dalam

keadaan beku). Bila pemeriksaan tidak dapat segera dilakukan, maka serum dipisahkan dari

sampel dan disimpan dalam freezer secepatnya. Diagnosis serologi dapat ditegakkan bila

didapatkan peningkatan kadar antibodi 4 kali lipat antara serum fase akut dan konvalesensi

atau didapatkannya antibodi IgM spesifik terhadap virus chikungunya (CHIKV). Tes

serodiagnostik memperlihatkan peningkatan titer IgG CHIKV 4 kali lipat antara serum fase

akut dan konvalesen. Akan tetapi, pengambilan serum berpasangan biasanya tidak dilakukan.

Sebagai alternatif, dapat dilakukan pemeriksaan IgM spesifik terhadap virus chikungunya

pada serum fase akut bila serum berpasangan tidak dapat dikumpulkan. Tes yang biasa

digunakan adalah IgM capture ELISA (MAC-ELISA). Hasil MAC-ELISA dapat diperoleh

dalam 2-3 hari. Reaksi silang dengan antibodi Flavivirus, seperti O’nyong-nyong dan Semliki

Forest terjadi pada pemeriksaan MAC-ELISA. Akan tetapi virus-virus tersebut relatif jarang

di Asia Tenggara. Bila diperlukan konfirmasi lebih lanjut dapat dilakukan tes neutralisasi dan

Hemagglutination Inhibition Assay (HIA).

Isolasi virus merupakan tes definitif terbaik. Untuk pemeriksaan ini diperlukan whole blood

sebanyak 2-5 ml yang dimasukkan dalam tabung berheparin. Sampel diambil saat minggu

pertama sakit, dibawa dengan es ke laboratorium. Virus chikungunya akan memberikan efek

cytopathic terhadap berbagai dinding sel seperti sel BHK-21, HeLa dan Vero. Efek

cytopathic itu harus dikonfirmasi dengan antiserum spesifik dan hasilnya dapat diperoleh

dalam 1-2 minggu. Isolasi virus dilakukan di laboratorium BSL-3 untuk mengurangi risiko

transmisi virus. Pemeriksaan kultur virus yang positif dilengkapi dengan neutralisasi

memberikan diagnosis definitif adanya virus chikungunya.

Baru-baru ini telah dikembangkan tehnik reverse transcriptasepolymerase chain reaction (RT-

PCR) untuk mendiagnosis virus chikungunya yang menggunakan nested primer pairs

amplifying specific components dari 3 struktural gene regions, yakni Capsid (C), Envelope E-

2 dan bagian dari Envelope E-1. Hasil PCR dapat diperoleh dalam 1-2 hari. Spesimen untuk

pemeriksaan PCR adalah sama dengan untuk isolasi virus, yakni whole blood yang di beri

heparin. 1 Hasil PCR untuk genom E-1 dan C baik secara sendiri ataupun bersama-sama

memberikan hasil positif untuk virus chikungunya. Akan tetapi pemeriksaan khusus di atas

lebih banyak digunakan untuk kepentingan epidemiologi dan penelitian, jarang dilakukan

Page 7: Refrat Blok 26

dalam praktik klinik sehari-hari. Oleh karena itu WHO membuat definisi kasus infeksi

chikungunya sebagai berikut:

1. Kasus tersangka

Suatu kesakitan yang onsetnya akut, ditandai oleh timbulnya demam mendadak diikuti oleh

gejala-gejala berupa artralgia, sakit kepala, nyeri punggung, fotofobia, dan ruam.

2. Kasus probabel

Klinis seperti di atas dan serologi positif (pemeriksaan sampel serum tunggal yang diambil

selama fase akut atau konvalesensi)

3. Kasus konfirmasi

Kasus probabel dengan disertai salah satu dari berikut ini:

- Kenaikan titer antibodi HI sebesar 4 kali pada sampel serum berpasangan

- Deteksi antibodi Iq M

- Isolasi virus dari serum

- Deteksi asam nukleat virus Chikungunya pada serum dengan RT-PCR

2.1.5 Pengobatan

Demam Chikungunya termasuk self limiting disease atau penyakit yang sembuh

dengan sendirinya. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk penyakit ini. Pengobatan yang

diberikan hanyalah terapi simptomatis atau menghilangkan gejala penyakitnya, seperti obat

penghilang rasa sakit atau demam seperti golongan parasetamol. Antibiotika tidak diperlukan

pada kasus ini. Penggunaan antibiotika dengan pertimbangan mencegah infeksi sekunder

tidak bermanfaat.

Untuk memperbaiki keadaan umum penderita dianjurkan makan makanan yang

bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak

mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar. Pemberian vitamin peningkat

daya tahan tubuh mungkin bermanfaat untuk penanganan penyakit. Selain vitamin, makanan

yang mengandung cukup banyak protein dan karbohidrat juga meningkatkan daya tahan

tubuh. Daya tahan tubuh yang bagus dan istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan

penyakit. Minum banyak juga disarankan untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat

saat terjadi demam.

Page 8: Refrat Blok 26

2.2. CARA PENULARAN CHIKUNGUNYA

Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang

disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. jenis nyamuk ini terdapat hampir

di seluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000

meter diatas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah

sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak. Nyamuk

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain.

Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan

sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk

keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih

menyukai darah manusia dari pada binatang.

Penularan penyakit Chikungunya terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita lain. Nyamuk Aedes

aegypti sering menggigit manusia pada waktu pagi dan siang. Penyakit ini sering terjadi di

daerah tropis, dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat

pengaruh musim/alam serta perilaku manusia. Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap

darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk

ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah , nyamuk ini hinggap

(beristirahat) di dalam atau diluar rumah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-

benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk

menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya

didinding tempat perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan

menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi

kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa.

Jarak terbang nyamuk berkisar 40 hingga 100 meter, korban gigitan nyamuk biasanya

berada disekitar jarak tersebut dari sarang nyamuk. Selain itu faktor lingkungan seperti

ketersediaan tempat penampung air dan kepadatan hunian suatu tempat tinggal akan

mempercepat penyebaran atau penularan penyakit chikunguya. Semakin padat hunian suatu

tempat maka semakin mudah pula nyamuk menularkan penyakit ini.

2.3. PENCEGAHAN CHIKUNGUYA

Vektor Chikungunya yang utama di Indonesia adalah Aedes Aegypti, yang

keberadaannya hingga dewasa ini masih tersebar di seluruh pelosok tanah air. Berdasarkan

hasil survei jentik yang dilakukan Depkes tahun 1992 di 7 kota di Pulau Jawa, Sumatera, dan

Page 9: Refrat Blok 26

Kalimantan, menunjukkan bahwa rata-rata persentase rumah dan tempat umum yang

ditemukan jentik masih cukup tinggi, yaitu sebesar 28% . Pengontrolan nyamuk merupakan

strategi yang tepat untuk mengontrol terjadinya epidemik di masa depan.

Pencegahan penyakit chikungunya dimulai dari lingkungan. Caranya, membasmi

nyamuk pembawa virusnya. Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan oleh nyamuk

Aedes aegypti. Oleh karena itu, basmi tempat-tempat berkembang biaknya.

Adapun pencegahan lainnya, sebagai berikut:

a) Jagalah kebersihan lingkungan. Memasuki musim hujan, perhatikan kebersihan

lingkungan tempat tinggal Anda. Caranya, mengendalikan nyamuk dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat

perkembangbiakan nyamuk, dan perbaikan desain rumah. Contohnya dengan

menguras bak mandi atau penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.

b) Menutup dengan rapat tempat penampungan air.

c) Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas, dan ban bekas di sekitar rumah, dan lain

sebagainya.

d) Melakukan kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga, dan

istirahat yang cukup.

e) Dengan melakukan fogging atau pengasapan yang berguna untuk mematikan nyamuk

dewasa, akan mengurangi adanya kemungkinan penularan hingga batas waktu

tertentu.

f) Memberikan bubuk abate di tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi atau

gentong air, dan vas bunga agar bisa mematikan jentik pada air. Keduanya harus

dilakukan untuk memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk.

2.4. Prognosis

Prognosis penderita demam chikungunya cukup baik sebab penyakit ini tidak menimbulkan

kematian. Belum ada penelitian yang secara jelas memperlihatkan bahwa demam

chikungunya dapat secara langsung menyebabkan kematian. Karena infeksi virus

chikungunya baik klinis ataupun silent akan memberikan imunitas seumur hidup, maka

penyakit ini sulit menyerang penderita yang sama. Tubuh penderita akan membentuk antibodi

yang akan membuatnya kebal terhadap serangan virus ini di kemudian hari.

Page 10: Refrat Blok 26

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Chikungunya adalah sejenis demam virus yang disebabkan alphavirus yang

disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti.

Penularan penyakit Chikungunya terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina

yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita lain. Selain itu

factor cuaca dan juga padatan hunian akan mempengaruhi penularan penyakit ini.

Pencegahan penyakit chikungunya dimulai dari lingkungan. Caranya, membasmi

nyamuk pembawa virusnya, yaitu nyamuk Aedes aegypti.

3.2. SARAN

Walaupun penyakit ini tidak menyebabkan kematian, sebaiknya kita tetap menjaga

kesehatan kerana bagaimanapun juga penyakit ini tetap merugikan kita ( mengganggu

aktivitas).

Page 11: Refrat Blok 26

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumarno S et all, 2008 : Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis hal 226-223

2. Safar, Rosdiana. 2003. Parasitologi kedokteran: Entomologi. Padang:Fakultas

Kedokteran Universitas Baiturrahmah.

3. Ann M. Powers and Christopher H. Logue,2007: Changing patterns of chikungunya

virus: re-emergence of a zoonotic arbovirus dari Journal of Virology

4. I-C Sam, MRCPath, S AbuBakar, PhD, 2006 : Chikungunya Virus Infection dari Med J

Malaysia Vol 61 No 2

5. Widodo Judarwanto, 2009 : Penata Laksanaan Demam Chikungunya from

http://feverclinic.wordpress.com/2009/02/20/apa-sih-demam-chikungunya/

6. Eppy 2006, Demam chikungunya dari Jurnal Kedokteran Medicinus edisi April-Juni

2008, hal. 22., Jakarta

7. Ann M. Powers, 2009 : Overview of Emerging Arboviruses dari

http://www.medscape.com/viewarticle/708398_3

8. Gilles Pialoux, Bernard-Alex Gaüzère, Stéphane Jauréguiberry, Michel Strobel, 2007 :

Chikungunya, an epidemic arbovirosis dari http://infection.thelancet.com Vol 7 May

2007