Refrat Psikiatri kita

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    1/24

    BAB 4

    Rapid Tranquillisation

    A. Pendahuluan

    Mengamuk merupakan masalah berkelanjutan yang dialami oleh pasien

    psikiatri baik yang dirawat di rumah sakit maupun pasien rawat jalan. Para

    penulis sebelumnya berpendapat bahwa mengamuk tidak lagi lebih banyak terjadi

    pada populasi dengan gangguan jiwa dibandingkan dengan populasi umum, akan

    tetapi telah disepakati bahwa orang dengan kelainan psikotik lebihmemungkinkan untuk menunjukkan kekerasan dalam komunitas (Mullen, 1998;

    Monahan, 1992; Mulyey, 1994; Swanson et al ., 1996).

    Mengamuk pada pasien dengan gangguan psikiatri dapat terjadi saat

    serangan akut, seperti terlihat pada pasien skizofrenia paranoid atau manik dengan

    gejala berat, atau dapat juga terjadi terus menerus, seperti pada pasien dengan

    psikotik kronis atau pasien dengan gangguan kepribadian. Di Inggris, pasien yang

    sedang mengamuk seharusnya dirawat di Psychiatric Intensive Care Unit (PICU)

    sampai keadaannya membaik. Dalam keadaan mengamuk akut di bangsal, yang

    menjadi perhatian utama adalah memastikan keselamatan pasien dan pegawai,

    kemudian intervensi yang diberikan sebaiknya intervensi minimal yang dapat

    menenangkan pasien. Akan tetapi, dalam beberapa kasus perlu dilakukan

    pemberian obat.

    Rapid tranquillisation (RT) didefinisikan sebagai pemberian obat

    psikotropika untuk mengendalikan kecemasan dan perilaku psikotik yang

    mengancam atau merusak (Ellison et al ., 1989). Berdasarkan pedoman NICE,

    RT didefinisikan sebagai pemberian obat untuk mencapai penurunan tingkat

    kecemasan atau serangan tanpa sedasi ( National Institute for Clinical Excellence ;

    NICE, 2005).

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    2/24

    Hal ini sebaiknya dibedakan dengan rapid neuroleptisation (RN), yang

    memerlukan pemberian obat-obatan neuroleptik dosis tinggi untuk mencapai

    pemulihan segera. Tidak ada bukti yang menyebutkan bahwa RN memberikan

    manfaat terapetik yang lebih dengan penggunaan dosis yang lebih tinggi daripada

    dosis standar, malah efek sampingnya akan meningkat secara signifikan. Dalam

    kebimbangan antara RN dan RT, terutama mengenai dosis yang tinggi dan efek

    samping dari obat anti-psikotik, mendorong munculnya penggunaan obat dari

    golongan lain untuk RT yaitu benzodiazepine (Dubin, 1988).

    Beberapa tinjauan mengenai RT telah dipublikasikan (Dubin, 1988; Sheard,

    1988; Ellison et al ., 1989; Goldberg et al ., 1989; Kerrand Taylor, 1997). Goldneyet al. (1986) meneliti tentang penggunaan obat neuroleptik dosis tinggi di PICU

    tetapi tidak meneliti secara spesifik mengenai RT. Setelah itu tidak ada penelitian

    lain mengenai RT sampai penelitian yang dilakukan oleh Pilowsky mengenai

    orang yang memperoleh RT di praktek klinis yang diperiksa secara sistematis

    (Pilowsky et al ., 1992). Disebutkan bahwa pasien yang memerlukan RT

    cenderung terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok orang yang memerlukan

    suntikan berulang karena menolak pemberian pengobatan oral dengan keras

    sehingga bersifat agresif dan kelompok orang yang hanya membutuhkan sekali

    atau dua kali suntikan diawal pengobatannya (Pilowsky et al ., 1992). Penelitian

    ini dan penelitian lanjutan lainnya membantu memberikan informasi untuk

    pembuatan kesepakatan dalam kebijakan mengenai RT di rumah sakit.

    Kebijakan Rumah Sakit mengenai RT sebaiknya membahas mengenai

    indikasi penggunaannya, yaitu pada pasien dengan gangguan akut dan pasien

    yang berisiko tinggi melukai diri sendiri atau orang lain dalam waktu dekat, dan

    juga sebagai pertimbangan terapi non-farmakologi. Berdasarkan jurnal dari Royal

    College of Psychiatrists dalam Management of Imminent Violence ( Royal College

    of Psychiatrists , 1998), latihan untuk RT sebaiknya mencakup penilaian dan

    pengawasan risiko yang berhubungan dengan prosedur. Hal ini termasuk efek

    kardiorespiratorik, pengetahuan mengenai dosis dalam meresepkan obat tidak

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    3/24

    melebihi batas terapetik dan penetapan dosis yang dapat menimbulkan efek.

    Latihan ini sebaiknya juga mencakup bekerja dan berlatih dalam satu tim dalam

    menggunakan teknik resusitasi jantung-paru dan akrab dalam penggunaan

    flumazenil (NICE, 2005). Idealnya, amukan pasien seharusnya dapat diantisipasi

    dan penggunaan strategi manajemen alternatif dioptimalkan. Dengan begitu, hal

    ini akan mengurangi penggunaan RT.

    B. Kegunaan RT

    Para pegawai kesehatan sebaiknya telah mengetahui prosedur RT sebelum

    timbul berbagai masalah ( Royal College of Psychiatrists , 1998). NICEmenerbitkan pedoman untuk RT pada tahun 2005 yang merekomendasikan bahwa

    tenaga medis yang memberikan RT harus diberi pelatihan penilaian dan

    manajemen dalam melayani pasien terutama dalam memberikan RT.

    Pertama-tama kita akan fokus mengenai langkah-langkah prosedur dan

    hambatan dalam mengendalikan dan memberikan terapi RT terhadap pasien,

    kemudian secara detail menjelaskan mengenai pilihan pengobatan yang tersedia.

    Prosedur RT

    Langkah pertama yaitu menilai situasi dengan multidisiplin tim.

    Keselamatan merupakan hal yang paling penting. Pastikan pasien, tenaga

    kesehatan, dan pasien lain dalam bangsal dalam keadaan aman agar penilaian

    lebih lanjut dapat dilakukan dan bila perlu dapat dilakukan pengekangan fisik.

    Paramedis lain dapat dipanggil untuk membantu bila diperlukan. Sebaiknya

    jumlah paramedis yang tersedia mencukupi sehingga ada satu paramedis yang

    bebas melakukan tinjauan dengan dokter sedangkan yang lain mengekang pasien

    dan menyiapkan pengobatannya. Dokter berfungsi mengatur situasi dan

    mendiagnosis kondisi yang mendasari gangguan perilaku pasien, bukan malah

    ikut terlibat dalam mengekang pasien. Jika jumlah paramedis tidak mencukupi,

    pasien dapat dibiarkan lepas kemudian memanggil polisi, atau segera meminta

    bantuan polisi.

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    4/24

    Pengekangan Pasien

    Pengekangan pasien secara sukarela dapat dilakukan, misalnya dengan

    menjelaskan kepada pasien bahwa hal tersebut diperlukan demi perlindungan

    terhadap diri pasien dan mencegah orang lain terluka. Idealnya, dibutuhkan lima

    perawat untuk mengekang pasien: masing-masing satu orang untuk memegang

    kaki dan tangan pasien serta satu orang lagi untuk memberikan perintah dan

    memegang kepala pasien (Jacobs, 1983). Pasien harus dipegang dengan halus tapi

    kuat, satu tangan di atas kepala dan satunya lagi di samping pasien. Pasien harus

    ditenangkan hatinya, semua prosedur dijelaskan selama pengekangan dan

    sebaiknya dapat merespon pesan selama periode sedasi ( Royal College of Psychiatrists , 1998). Jika pasien tertidur maka diperlukan pengawasan lebih

    intensif (NICE, 2005). Untuk mudahnya, dalam pedoman Maudsley

    direkomendasikan menggunakan pulse oxymeter (Gambar 4.1; Taylor et al .,

    2005; lihat di bawah). Pengekangan harus dicek untuk memastikan sirkulasi ke

    anggota gerak masih lancar (Jacobs, 1983). Paramedis sebaiknya tetap mengawasi

    pasien apakah pasien masih memberontak melawan pengekangan dan perawat

    harus dapat menenangkan pasien tanpa mengunakan obat penenang. Pengekangan

    di lantai sebaiknya dihindari (NIMHE, 2004), sama halnya dengan pengekangan

    dalam posisi pronasi ( Norfolk, Suffolk and Cambrigeshire Strategic Health

    Autority , 2003).

    Tinjauan mengenai rekam medis diperlukan untuk mengecek adakah

    kontraindikasi pengobatan atau adakah komplikasi organ yang berkontribusi

    terhadap munculnya gangguan saat ini (NICE, 2005). Akan tetapi, walaupun

    menemukan diagnosis banding merupakan hal yang penting, hal ini sebaiknya

    tidak menghambat intervensi saat kondisi berbahaya. Jika pasien memiliki

    kelainan organik, amukan lebih lanjut akan memperburuk keadaan fisik pasien:

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    5/24

    Perawatan tenang di area yang tenang.Makanan dan minuman diberikan kepadapasien. Menggunakan teknik verbal de-

    escalalation

    Apakah pilihan pertama pengobatan oralnya?Sebaiknya yang bekerja cepat dengan efek samping

    ringan

    Bagian awal dari pedoman sebaiknya mencakup definisi, misal Apa itu RT? dan deskripsi mengenai tingkat perilaku pasien yangdapat dipertimbangkan untuk dilakukan RT, misal:

    Derajat 2:Gangguan jiwa tetapi tidak mau pengobatan oral. Memerlukan pengekangan fisik

    atau penenang untuk mencegah amukan pada diri sendiri dan orang lain

    Derajat 1:Gangguan jiwa dan mau pengobatan

    oral

    RT sebaiknya digunakan sebagai pilihan terakhir, metode lain untuk mengatasi gangguan perilaku dilakukan terlebih dahulu, misal :time out

    Pasien mau diberipengobatan oral

    Pasien menolak en obatan oral

    Pemilihan pengobatan intramuskuler tergantung besarnyatoleransi, efikasi dan keamanan. Petunjuk yang terbaik

    sebaiknya dilakukan bila memungkinkan (Pedoman NICE)

    Haloperidol 5 mg im(Maksimal 18 m /hari

    Dengan/ atau

    Lorazepam 1-2 mg(Maksimal 4 mg/hari)

    Olanzapine Velotab 10 mg(Maksimal 20 mg/hari)

    atau

    Risperidone Quicklet 1-2 mg(Maksimal 16 mg/hari)

    atau

    Haloperidol 5 mg(Maksimal 30 mg/hari)

    atau

    Lorazepam 1-2 mg im(Maksimal 4 mg/hari)

    Tidak direkomendasikan penggunaanOlanzapine

    atau

    Olanzapine 5-10 mg (2,5-5 mg **) im dosis awal, kemudian 5-10mg (2,5-5 mg**) im tiap 2 jam jika dibutuhkan

    (maksimal 3 x/ 24 jam)(**orang tua dan gangguan hati/ ginjal)

    atau

    Promethazine 50 mg im digunakan sebagai terapi

    tambahan pada pasien yang toleransi terhadapbenzodiazepine

    Lorazepam dapat digunakan sebagai obat tambahan ataupundigunakan sendiri pada pasien berisiko kejang, misal pada pasien

    berhenti menggunakan alkohol.

    NB: Sebaiknya tidak digunakan bersama dengan olanzepinekarena dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi pernapasan.

    Gambar 4.1 . Pedoman untuk manajemen gangguan perilaku akut dan RT yang aman. Disadur dari MaudsleyGuidelines (Taylor et al ., 2005).

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    6/24

    Situasi menahan diri, sinyal non-verbal mungkin diperlukan, misalnya untuk

    menunjukkan kapan harus diikat, dan ini harus diputuskan terlebih dahulu sebisa

    mungkin. Jika pasien masih terangsang meskipun sudah diikat, dan paramedis

    tidak dapat mengantar mereka ke lingkungan yang aman tanpa risiko cedera pada

    diri mereka sendiri atau pasien lain, maka RT jelas diperlukan. Pilihan obat akan

    tergantung pada apakah pasien memiliki obat antipsikotik sebelumnya dan apakah

    ada riwayat efek samping extrapiramydal yang parah. Faktor keadaan fisik dan

    mental pasien saat ini juga akan penting. Akan tetapi jelas akan mustahil untuk

    memeriksa pasien dalam keadaan diikat, maka setelah pasien tersebut tenang,

    kondisi fisik mereka harus tetap dinilai.

    C. Pemantauan

    Selama dan sesaat sebelum tindakan medis, tanda-tanda vital harus diukur

    termasuk tekanan darah, nadi dan laju pernafasan. Idealnya, sebuah pulse

    oksimeter harus digunakan untuk mengukur saturasi oksigen. Ini adalah metode

    non-invasif untuk mengukur saturasi oksigen dalam darah arteri dengan

    transmiter dan detektor yang ditempatkan di kedua sisi dari jaringan perifer

    seperti jari-jari atau daun telinga. Jaringan di sini harus cukup tipis untuk

    memungkinkan cahaya merah dan inframerah menembusnya dan dengan rasio

    antara dua sinyal terdeteksi yang digunakan untuk menghitung saturasi oksigen;

    darah beroksigen menyerap jumlah cahaya yang berbeda dengan darah yang

    terdeoksigenasi (Jones 1995). Pembacaan dapat dipengaruhi oleh pakaian yang

    ketat atau pengekangan ketat, yang dapat mempengaruhi aliran darah. Cat kuku

    dapat mengganggu pengukuran di jari dan merokok dapat menyebabkan naiknya

    tingkat mobil-boxyhaemoglobin sampai 4 jam setelah merokok, sehingga terjadi

    pembacaan palsu (Sims 1996). Pada awal RT, oksimeter terpasang saat mesin

    dinyalakan. Saturasi dasar oksigen dicatat. Sementara pengobatan diberikan,

    pemantauan terus menerus yang menunjukkan saturasi oksigen dalam darah dan

    harus diperhatikan dengan seksama. Tekanan darah, denyut nadi dan pernafasan

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    7/24

    harus dicatat setiap 5-10 menit untuk satu jam pertama, lalu per setengah jam

    (Taylor et al 2005.). Jika oksimeter pulsa tidak tersedia, jumlah pernapasan harus

    dipantau lebih ketat (Taylor et al 2005.).

    Fasilitas untuk ventilasi mekanik dan resusitasi jantung harus siap tersedia

    begitu juga dengan antagonis benzodiazepine yaitu flumazenil. Jika saturasi

    oksigen pasien mulai drop maka oksimeter harus diperiksa dan pasien diamati

    secara ketat apakah respiratory rate nya jatuh, ada atau tidaknya pulsasi dan

    sianosis. Penurunan saturasi mendadak merupakan indikasi langsung untuk

    menghentikan transquilisasi, seperti penurunan tekanan darah sistolik kurang dari

    80 mmHg, atau diastolik kurang dari 60 mmHg. Jika respiratory rate turun dibawah 10 kali per menit maka flumazenil 2000g harus cepat diberikan secara

    intravena (Taylor et al 2005.). Harus ditekankan bahwa rekomendasi di atas

    adalah didasarkan pada praktek klinis dan hanya merupakan saran.

    D. Pilihan Pengobatan

    Menurut Dubin, di dalam reviewnya tentang RT, menyarankan bahwa

    pilihan obat untuk RT sebagian harus ditentukan oleh penyebab yang mendasari

    perilaku yang terganggu (Dubin 1988). Dia menyarankan bahwa yang harus

    diberikan pada pasien skizofrenia terutama neuroleptik mungkin dengan

    penambahan benzodiazepine untuk menurunkan dosis neuroleptik yang

    diperlukan, tetapi pada pasien manik harus diberikan terutama benzodiazepin, dan

    neuroleptik hanya boleh digunakan jika benzodiazepin gagal untuk

    mengendalikan situasi. Pasien dengan riwayat penyalahgunaan obat-obatan harus

    menerima benzodiazepin jika tingkat agitasi dan kekerasan ringan sampai sedang,

    tetapi neuroleptik harus digunakan dalam kekerasan yang parah.

    Namun, pendapat yang lebih baru menyatakan bahwa RT secara primer

    dapat mengontrol perilaku (Ellison et al, 1989;.. Swanson et al, 1996) dan

    karenanya tidak ada alasan mengapa benzodiazepin tidak boleh digunakan untuk

    mengontrol perilaku, bahkan jika pasien telah skizofrenia. Beberapa penelitian

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    8/24

    telah mendukung penggunaan benzodiazepin saja untuk RT (Bick dan

    Hannah1986; Modell 1986; Salzman 1988; Salzman et al. 1991), akhir-akhir ini

    juga digunakan untuk alasan keamanan (McAllister-Williams dan Ferrier 2001).

    Menurut pedoman NICE disebutkan bahwa obat pilihan untuk RT harus

    memiliki onset yang cepat dan memiliki sedikit efek samping dan karenanya

    menyarankan menggunakan IM olanzapine, haloperidol atau lorazepam (NICE

    2005). Di situ di sebutkan bahwa obat tersebut harus digunakan dengan hati-hati

    karena risiko kehilangan kesadaran, oversedasi dengan 'hilangnya kewaspadaan',

    kerusakan mungkin berhubungan dengan efek terapeutik. Risiko kehilangan

    kesadaran tidak bisa dianggap enteng dan merupakan alasan mengapa RT harusselalu menjadi pengobatan terakhir dan juga harus dipantau secara hati-

    hati. Pemantauan dan tinjauan berkala juga akan memungkinkan untuk

    melakukan revisi diagnosis, misalnya karena faktor organik. Namun, tentunya

    jika pasien telah menjadi cukup mengganggu dan membutuhkan RT seperti

    menyebabkan risiko langsung kepada diri mereka atau orang lain, beberapa

    derajat sedasi ringan sesegera mungkin secara tidak terduga dan tidak masuk akal

    mungkin akan membantu dalam pengelolaan yang aman dari pasien dalam jam-

    jam berikutnya. Tentu ini tidak berarti bahwa pasien harus sadar segera setelah

    RT. Pilowsky merekomendasikan penggunaan dosis bolus kecil obat yang

    dititrasi untuk memberikan efek pada gejala-gejala target, misalnya agresi yang

    berlebihan, dalam rangka meminimalkan risiko dari prosedur (Pilowsky et al.

    1992).

    Pemikiran bahwa salah satu hal yang mengkhawatirkan tentang hubungan

    antara pasien dan dokter dalam suatu situasi di mana RT adalah hal yang

    dibutuhkan juga tidak mungkin, mengingat bahwa RT hanya boleh diberikan

    dalam situasi gawat darurat di mana semua pilihan pengobatan lain telah dicoba.

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    9/24

    Benzodiazepin

    Benzodiazepin diperkenalkan sebagai sebuah alternatif untuk neuroleptik

    dalam mengontrol gangguan perilaku akut, karena telah jelas bahwa penggunaan

    neuroleptik dalam dosis yang diperlukan untuk sedasi dapat menyebabkan efek

    samping ekstrapiramidal yang berat dan hipotensi postural.

    Benzodiazepin klasik seperti lorazepam IM atau diazepam IV, merupakan

    obat pilihan dalam kasus di mana faktor-faktor organik telah menyebabkan

    gangguan perilaku, misalnya kelainan akut sekunder akibat putus alkohol atau

    obat, infeksi, gangguan pada SSP dan epilepsi. benzodiazepin banyak digunakan

    dalam hubungannya dengan neuroleptik di RT untuk mengurangi kebutuhanneuroleptik.

    Benzodiazepin harus diberikan sangat lambat, oleh karenanya lebih baik

    diberikan IV untuk memungkinkan untuk titrasi dosis. Umumnya, yang

    digunakan adalah diazepam 10 mg IV atau lorazepam 2 mg IM. Diazepam tidak

    boleh diberikan secara IM karena penyerapan sering meleset dan tidak

    menentu. Rute IV lah yang aman dan efektif (Lerner et al 1979.), Dan harus

    dicapai melalui vena besar untuk meminimalkan risiko ekstravasasi yang

    menyakitkan ke dalam jaringan dan thrombo-flebitis. Beberapa kekhawatiran

    telah di kemukakan tentang penggunaan rute IV di unit yang terpisah (Silva

    1999).

    Lorazepam memiliki waktu paruh yang pendek tanpa metabolit aktif dan

    lebih aman pada gangguan hati daripada diazepam, yang memiliki waktu paruh

    panjang dan memiliki metabolit aktif, maka cenderung sering terakumulasi.

    Clonazepam digunakan sebagai pengobatan utama pada pemeliharaan epilepsi,

    tetapi juga telah ditemukan untuk membantu dalam pengobatan agitasi dan yang

    tidak berespons terhadap pengobatan lainnya. Clonazepam juga memiliki paruh

    panjang (19-60 jam dibandingkan dengan 8-24 jam untuk lorazepam dan 14-70

    jam untuk diazepam). Dari penelitian terakhir tampak bahwa benzodiazepin,

    terutama clonazepam, lebih berguna daripada yang diperkirakan sebelumnya

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    10/24

    untuk pengelolaan obat-diinduksi agitasi, bagi mania yang di kombinasikan

    dengan lithium dan bila digunakan sendirian pada mania tanpa gejala psikotik

    (Freinhar dan Alvarez 1985).

    Lorazepam intramuskular telah digunakan sendiri dalam pengelolaan pasien

    dengan kecenderungan melakukan kekerasan, bahkan ketika terdapat psikosis dan

    ditemukan setidaknya sama efektifnya di banding neuroleptik dalam

    mengendalikan perilaku kekerasan (Pilowsky et al, 1992.). Arana et al. (1986)

    memandang empat belas pasien psikotik yang diobati hanya dengan lorazepam

    menunjukkan kemajuan dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan

    lorazepam dan haloperidol. Mereka menyimpulkan bahwa pemberian lorazepamberguna dalam penatalksanaan 48 jam pertama, tetapi perbaikan awal gejala

    psikotik bersifat sementara dan tidak membaik dengan peningkatan dosis. Modell

    (1986) juga menemukan bahwa lorazepam penggunaan terbatas dalam perbaikan

    kondisi. Namun, menurut Salzman dkk. (1991) dibandingkan dengan IM

    lorazepam dan IM haloperidol menyimpulkan bahwa 2 mg lorazepam mungkin

    lebih baik dari 5mg haloperidol pada RT. Midazolam, yang merupakan rapid

    acting benzodiazepine, telah digunakan dalam dosis 1-3 mg IM dalam RT. Dan

    ternyata memiliki insiden efek samping yang rendah dan penyerapan

    intramuskular yang bisa diprediksi (Mendoza et al. 1987).

    Neuroleptik

    Secara tradisional, obat penenang seperti klorpromazin telah digunakan

    untuk pasien gelisah tetapi peninjauan Kane tentang pengobatan skizofrenia

    bahwa tidak ada bukti untuk menunjukkan mereka lebih efektif dalam mengontrol

    perilaku agresif dibandingkan obat non penenang (Kane 1977). Ada juga banyak

    kesulitan pada penggunaan parenteral secara IV tidak selalu mungkin, karena

    masalah titrasi dosis dan karena berbagai efek samping neuroleptik penenang

    seperti phenothiazines dan beberapa berpotensi fatal.

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    11/24

    Haloperidol telah digunakan paling umum di RT karena penggunaannya

    telah dievaluasi sebagai yang terbaik dalam RT. Droperidol sebelumnya

    direkomendasikan untuk RT, sampai studi oleh Reilly et al. (2000)

    mengidentifikasi hubungan antara droperidol, thioridazine dan pemanjangan QT,

    yang tampaknya berhubungan dengan dosis terjadi dalam rentang therapeutic

    dosis normal. Akibatnya droperidol telah ditarik. Hal ini baru saja terjadi

    sehingga hanya tersisa haloperidol yang digunakan untuk RT. Pada tahun 2006

    The Medicines and Health Regulatory Authority (MHRA) Ulasan keamanan

    kardiovaskular dari semua obat antipsikotik. Mereka menyimpulkan bahwa ada

    bukti yang baik bahwa haloperidol tidak terlalu berpengaruh pada pemanjanganinterval QTc, ini merupakan faktor risiko yang diketahui untuk aritmia dan tiba-

    den kematian jantung. Akibatnya, persyaratan untuk melakukan EKG dasar

    ditambahkan ke Rangkuman dari Karakteristik Produk (SPC; lisensi produk)

    untuk haloperidol.

    Benzodiazepine digunakan sendirian jika hal ini secara klinis dapat

    memberikan perbaikan. Promethazine merupakan alternatif pada pasien yang

    toleran terhadap benzodiazepin. Jika manfaat potensial diperkirakan lebih besar

    daripada risiko, haloperidol dapat diberikan IV atau IM, pemberian IV lebih

    cepat dan antara 5 dan 10 mg diberikan pada awalnya, dan dapat diulang setelah

    10 menit (IV) atau 30 menit (IM) jika tidak berpengaruh. Pedoman NICE

    merekomendasikan rute IM lebih aman bila dibandingkan atas rute IV Pedoman

    menyatakan bahwa rute IV seharusnya hanya digunakan dalam 'kondisi

    perkecualian' (NICE 2005). Dosis minimal neuroleptics harus digunakan dan ini

    difasilitasi dengan menggunakan benzodiazepin. Kombinasi haloperidol dan

    diazepam telah dianjurkan karena efek sinergis nya (Dubin 1988), meskipun

    haloperidol dan lorazepam juga sangat efektif. Dosis bolus kecil harus diberikan

    dan harus menunggu setidaknya 10-menit antara bolus IV atau menunggu 30-

    menit jika rute IM telah digunakan. Jika ada kekhawatiran tentang kemungkinan

    gejala piramidal tambahan (EPS), baik karena pasien memiliki riwayat EPS atau

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    12/24

    pasien tidak tahan dengan neuroleptik, maka IM procyclidine (5-10 mg) juga

    harus diberikan.

    Terapi kombinasi dengan kedua neuroleptik dan benzodiazepin telah

    berhasil. Tidak ada bukti insiden efek samping yang lebih tinggi dengan

    pendekatan ini, dan mungkin memiliki keuntungan therapeu-tic. Kerr dan Taylor

    (1997) telah menyarankan dua poin yang mendukung kombinasi benzodi-

    azepines dan neuroleptik. Pertama, penggunaan benzodiazepines memungkinkan

    dosis yang lebih rendah dari neuroleptik yang digunakan dan kedua, melalui efek

    antikonvulsan mereka, benzodiazepin dapat mengimbangi penurunan ambang

    kejang yang disebabkan oleh neuroleptik.Telah ditunjukkan dalam satu survei itu,ketika kombinasi digunakan, administrasi kedua obat mungkin kurang dan efek

    samping yang serius adalah jarang (Pilowsky et al. 1992). Baru-baru lorazepam

    IM telah dibandingkan dengan haloperidol IM dan promethazine dalam uji coba

    secara acak pada 200 pasien yang datang ke layanan darurat, Promethazine yang

    digunakan karena penenang yang benar-hubungan dan perannya dalam mencegah

    reaksi distonik dengan

    Penggunaan lorazepam bermanfaat untuk mengontrol agitasi dan

    agresivitas, seperti penggunaan 10mg haloperidol yang ditambah dengan

    promethazine 25 / 50 mg. Bagaimanapun, terapi kombinasi menghasilkan

    ketenangan dan keadaan yang lebih baik pada pasien, dan banyak pasien yang

    mengalami perbaikan secara klinis.

    Bagaimanapun juga, menurut pedoman NICE (2005), penggunaan obat

    tunggal dalam mencapai RT sangat disarankan. Tetapi dalam keadaan gawat

    darurat yang membutuhkan pertolongan segera, maka penggunaan haloperidol

    dan lorazepan secara IM masih dapat ditoleransi. Kadang muncul suatu

    kebingungan antara penerapan RT kombinasi sebagai terapi gawat darurat

    psikiatri dan efek yang ditimbulkan dari RT kombinasi, sehingga muncul

    pendapat bahwa penggunaan RT kombinasi tidak diperlukan. Namun jika ditinjau

    dari keuntungannya, penggunaan RT kombinasi masih dapat diperhitungkan.

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    13/24

    Dengan adanya peningkatan interval QTc, focus pengobatan mengarah pada

    obat antipsikotik yang baru. Penggunaan olanzapine dapat menggantikan

    droperidol dan sebagai obat alternatif dari haloperidol, yang tidak memiliki efek

    samping berupa gangguan ekstrapiramidal. Namun bagaimana efek dari

    olanzapine jika digunakan dalam proses RT?. Hasil penelitian yang dilakukan

    oleh Wright et al , Meehan et al , Breier et al , menunjukan adanya onset yang cepat

    dalam menimbulkan efek, dan adanya perubahan sikap dari pasien tanpa efek

    sedasi, serta beberapa efek samping obat. Bagaimanapun juga, perlu digaris

    bawahi bahwa subjek penelitian merupakan pasien yang dengan gejala psikotik

    akut dan agitasi, tanpa menunjukan derajat gangguan yang biasanyamembutuhkan RT. Hubungan antara dosis dan respon yang ditimbulkan

    penggunaan olanzapine secara IM hingga mencapai konsentrasi plasma yang tetap

    (steady state) mirip dengan penggunaan secara oral. Maka dari itu, dosis

    maksimal penggunaan olanzepine per hari adalah 30 mg, baik secara oral,

    maupun IM (Breier et al , 2002). Sebuah penelitian yang menitikberatkan pada

    peningkatan dosis awal secara cepat, menunjukan bahwa beberapa pasien

    memiliki toleransi hingga 40mg secara oral per hari, dapat mencapai keadaan

    tenang tanpa adanya efek sedasi (Baker et al , 2003). Dalam penelitian ini, sebuah

    kelompok diberikan 20 mg olanzapine oral selama 4 hari, dan untuk 2 hari

    berikutnya, diberikan tambahan 10 mg, sehingga jumlah total dapat mencapai

    30mg. Pada akhirnya, untuk 2 hari berikutnya diberikan tambahan 10 mg lagi,

    sehingga didapatkan dosis 40mg. Adapun penelitian dilakukan lagi dengan

    melibatkan subjek kelompok yang telah dirawat dirumah sakit selama 5 hari, dan

    tidak ada riwayat penyalahgunaan zat dan obat. Beberapa penulis menekankan

    pembatasan pemberian olanzapine oral untuk mencapai RT, walaupun pasien

    tetap terjaga. Dipostulasikan bahwa olanzapine dapat mencapai keadaan

    neuroleptisasi secara cepat, bukan sebagai RT. Bagaimanapun juga, pemberian

    olanzapine oral yang tidak menimbulkan efek secara nyata, dapat disebabkan oleh

    karena formulasi intramuscular dan kegagalan dosis (Karagianis et al , 2001).

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    14/24

    Penggunaan olanzapine 40 mg, merupakan cara baru, dimana British National

    Formulary (BNF) menyarankan dosis maksimal penggunaan olanzapne oral

    adalah 20mg. Sedangkan penggunaan secara IM dapat diberikan 10 mg sebagai

    dosis awal, dan penambahan 5-10mg dapat diberikan dalam 2 jam, untuk

    mempertahankan dosis dalam darah. Tetapi penggunaan olanzapine dengan dosis

    maksimal 20mg secara oral bagi pasien yang membutuhkan RT, tidak dapat

    ditunjukan. Secara keseluruhan, sangat jelas bahwa penggunaan olanzapine aman,

    kerja cepat, dan dapat ditoleransi dengan baik.

    Jika dibandingkan dengan haloperidol, penggunaan ziprasidone IM

    menunjukan hasil yang baik untuk menggobati agitasi akut dan psikosis (Brook et al , 2000 ; Lesem et al , 2001). Sekali lagi, kelompok subjek yang dilibatkan dalam

    penelitian harus memenuhi kriteria eksklusi berupa penggunaan zat kimia dan

    obat, atau pasien yang dekat dengan kasus pembunuhan atau bunuh diri.

    Keseluruhan anggota kelompok yang terlibat merupakan kelompok yang

    membutuhkan RT.

    Clopixol acuphase (zuclopenthixol acetate) memiliki kegunaan untuk

    mencapai RT dan memiliki keuntungan bahwa efek dari obat tersebut dapat

    bertahan hingga 2-3 hari, sehingga dapat menghindari injeksi berulang dan

    konfrontasi dengan pasien yang mengalami gangguan. Obat tersebut merupakan

    neuroleptik dengan kerja intermediate (sedang), yang bertahan hingga 72 jam

    (dengan puncak 24-36 jam). Dosis yang biasa digunakan adalah 50 dan 150mg.

    Tetapi obat tersebut membutuhkan waktu 3 jam untuk dapat menunjukan efek

    (dari beberapa penelitian menunjukan hasil yang sama), dan juga memiliki efek

    sedasi yang lebih cepat dan lebih hebat (Coutinho et al , 2000). Penelitian yang

    dilakukan oleh Bourdouxhe et al (1987), membandingkan 20 pasien yang

    diberikan acuphase dan 13 pasien yang diberikan haloperidol secara IM,

    menunjukan bahwa tidak ada perbedaan kemajuan dan efek samping yang

    ditimbulkan pada kedua kelompok tersebut. Sedangkan Baastrup et al (1993)

    membandingkan pasien yang diberi acuphase dengan pasien yang diberi

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    15/24

    haloperidol secara oral dan IM, serta pemberian zuclopenthixol konvensional.

    Hasil yang didapatkan adalah adanya peningkatan rigiditas (kekakuan) dan

    hipokinesia selama 24 jam pertama pada pasien yang diberi haloperidol.

    Sebaliknya, tidak didapatkan adanya perbedaan dalam kemajuan pengobatan.

    Tetapi pada kelompok pasien yang diberi acuphase, memiliki kemajuan

    pengobatan dibandingkan dengan kelompok pasien yang diberi obat lainnya.

    Penelitian yang dilakukan oleh Chouinard et al (1994), menunjukan bahwa

    kelompok pasien yang diberi acuphase memberikan hasil yang efektif, seperti

    pemberian haloperidol secara IM, tetapi didapatkan peningkatan diskinesia pada

    kelompok yang diberi acuphase.Hasil penelitian tersebut memperkuat bukti bahwa acuphase merupakan

    alternatif yang efektif dibandingkan dengan obat konvensional yang diberikan

    secara IM. Bagaimanapun juga, hanya sedikit bukti yang menunjukan bahwa obat

    tersebut memiliki beberapa efek samping, walaupun Fitzgerald (1999)

    menjelaskan bahwa terdapat beberapa keuntungan menggunakan acuphase,

    dimana penggunaan obat tersebut berarti mengurangi banyaknya injeksi yang

    dilakukan, sehingga mengurangi kerusakan jaringan dan otot akibat suntikan,

    lebih sedikit trauma psikologis, lebih sedikit pengekangan pada pasien, lebih

    sedikit luka fisik dan mengurangi beberapa gejala yang ada. Acuphase telah

    dievaluasi pada pasien psikotik akut yang relaps, tetapi tidak pada pasien kontrol

    dengan gangguan kepribadian akut. Hal yang menjadi masalah adalah area

    penelitian yang tercakup, menunjukan bahwa banyak pasien yang terlibat

    merupakan pasien dengan gangguan kepribadian akut dan kepribadian yang

    kacau, tanpa adanya definisi yang jelas untuk membedakannya.

    Secara keseluruhan, acuphase tidak direkomendasikan untuk mencapai RT,

    karena onset dan lama kerja tidak dapat diprediksi secara tepat. Karena alasan

    tersebut, obat ini tidak boleh diberikan untuk pasien yang meronta-ronta, karena

    efek yang tidak baik pada miokardium. Sebagai tambahan, obat tersebut memiliki

    onset 20 menit hingga 3 jam setelah pemberian, sehingga membatasi keamanan

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    16/24

    penggunaan obat selanjutnya. Selain itu, obat ini juga tidak boleh diberikan pada

    pasien dengan gejala neuroleptik yang dibuat buat.

    Baik loxapine dan thiothixene telah dievaluasi penggunaannya dalam RT.

    Tuason (1986) menjelaskan bahwa 25 mg loxapine IM memiliki efek yang sama

    dengan haloperidol 5mg IM, yang diberikan untuk mengatasi pasien agresif

    dengan skizofrenia, dan tidak ada perbedaan antara keduanya, berkenaan dengan

    efek samping. Dubin dan Weiss (1986) membandingkan penggunaan loxapine

    25mg IM dengan haloperidol 5mg IM, dan juga dengan thiothixene 10mg IM.

    Keduanya menunjukan manfaat dan juga efek samping, tetapi loxapine IM

    memberikan respon terapi yang lebih cepat.Chlorpromazine telah digunakan secara luas pada masa lampau untuk

    mengatasi pasien yang agresif dan mengalami agitasi, oleh karena adanya efek

    sedasi. Cunnanne (1994) melakukan survey bahwa banyak psikiater yang

    memberikan terapi pada pasien skizofrenia, dengan chlorpromazine 100mg IM,

    yang diulangi dalam 1- 6 jam. Penggunaan dengan dosis tersebut sudah tidak

    direkomendasikan lagi. Man dan Chen (1973) membandingkan chlorpromazine

    IM dengan haloperidol IM, dan menyimpulkan bahwa penggunaan

    chlorpromazine dapat menyebabkan risiko terjadinya hipotensi lebih besar, walau

    dengan penggunaan dosis 10mg. Maka dari itu, lebih disarankan penggunaan

    haloperidol untuk RT.

    E. Mengikuti Perjalanan RT

    Jika pasien sudah tidak dalam keadaan ter-sedasi, obat oral harus

    dilanjutkan. Tetapi bila obat oral ditolak oleh pasien, dan obat tetap harus

    diberikan kepada pasien, maka dapat diberikan secara IM, berdasarkan regimen

    dosis yang sesuai dengan pemberian secara IM. Sebagai contoh pada pasien yang

    harus mengkonsumsi haloperidol 10mg secara oral, dapat diganti dengan

    pemberian haloperidol 5mg secara IM. Olanzapine menunjukan efek toleransi

    yang baik, ketika diubah dari 10mg IM menjadi 5-20mg oral per hari. Namun

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    17/24

    adanya pengetahuan klinis yang kurang, dapat menyebabkan terjadinya

    pemberian dosis berlebih ketika proses pengkonversian (Mullet et al , 1994).

    Clopixol acuphase dapat digunakan dalam RT, walau obat tersebut

    sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gejala neuroleptik yang palsu.

    Menjadi penting untuk membedakan pasien dengan diagnosis dan status legal

    sebelum diberikan obat anti psikotik. Kegunaan lithium dan obat mood-stabilizer

    sebagai obat anti manik tidak boleh dilupakan setelah selesai pelaksanaan RT.

    Penggunaan anxiolitik jangka pendek juga dapat membantu.

    Gambar 4.2. Pedoman managemen gangguan perilaku akut yang sulit ditanggulangi

    dengan RT. Diadaptasi dari The Maudsley Guidelines and Intended as Guidance Only

    (Taylor et al , 2005).

    Tingkat 3:Kegagalan respon terhadap pengobatan RT konvensional

    Pertolongan/penguatan pengendalian staff perawat dan wawancara situasi saat itu

    Keterlibatan RMO

    Nasehat yang diharapkan obat, staf medis lainnya

    Tinjauan kembali alasan yang memungkinkan terjadinya kegagalan, contoh : gangguan metabolik

    Diazepan 10mg IV lambat dalam 5 menit. Ulangi setelah 10 menit jika dibutuhkan. Dapat dilakukan 3kali. Sediakan flumazenil untuk berjaga - jaga

    Membutuhkan

    Paraldehyde 5 10ml IM (jarang sekali) dan amylobarbitone 250mg IM dapat dipertimbangkan jikatidak ada obat lagi yang mampu mengatasi keadaan, tetapi obat tersebut diatas tidak disarankan

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    18/24

    F. Bahaya yang Ditimbulkan dari RT

    Sebagai bentuk dari intervensi farmakologi, RT juga memiliki tingkat

    bahaya, sehingga dokter harus memperhitungkan rasio risiko yang ditimbulkan

    dengan keuntungan yang didapatkan dari pengobatan. Penting bagi dokter untuk

    menaksir terlalu rendah risiko inadekuat dari RT, yang dapat mencelakakan dan

    merugikan pasien, dan orang lain. Faktor lainnya yang perlu dipertimbangkan

    adalah regimen obat yang saat ini digunakan untuk mengobati pasien, dan juga

    intieraksi obat yang mungkin terjadi. Selain itu juga harus diperhatikan umur

    pasien, keadaan fisik, dan usulan arah dari aturan penerapan RT. Apabila RT

    dilakukan dengan penuh perhatian dan cermat, maka dapat memberikan hasilyang aman dan baik bagi pasien.

    Untuk mengurangi risiko yang ada pada prosedur, pasien harus dikendalikan

    secara aman. Injeksi yang dilakukan pada pasien yang meronta ronta atau tidak

    tenang dapat mengakibatkan kesalahan penyuntikan, seperti penyuntikan yang

    masuk ke arteri, kerusakan saraf, serta peningkatan dari bioavabilitas obat yang

    masuk melalui peredaran darah (Thompson, 1994).

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    19/24

    Pengendalian mungkin dapat diaplikasikan secara mekanik (misalnya : pengikat

    kulit) seperti yang dijelaskan oleh Jacobs (1983). Di Inggris, pengendalian fisik

    lebih sering terlihat sebagai bentuk dari control and restraint (C&R), sebuah

    istilah yang menunjukkan sebuah kemampuan intervensi meliputi penguncian

    pergelangan tangan yang dilakukan oleh tim yang terlatih untuk mengkontrol

    pasien yang menyerang. Teknik-teknik ini direkomendasikan oleh perawat-

    perawat professional sesuai dengan Kode Etik Praktek Kesehatan Mental, yang

    menyarankan penggunaan pengendalian yang minimal untuk mengatasi bahaya,

    (Departemen Kesehatan dan Kantor Wales, 1993). Oleh karena itu, C&R bukan

    merupakan prosedur terapetik, walaupun pengalaman klinik menyarankan bahwaterkadang C&R dapat menjadi salah satu prosedur terapetik. Kriteria terpenting

    untuk penggunaan C&R adalah C&R harus dilakukan oleh staf yang benar-benar

    terlatih untuk melakukan C&R dengan aman, cepat dan secara efektif.

    Alternatif RT yang paling terbatas adalah penggunaan pengasingan, sebuah

    topik yang dibahas secara penuh di buku ini. Hal tersebut tidak membingungkan

    jika pasien menyetujui dan mengetahui bahwa hal tersebut merupakan bagian dari

    rencana perawatan mereka. Bahkan, pengasingan sering merupakan ukuran

    kedaruratan yang digunakan untuk menghadapi situasi jangka pendek. Hal

    tersebut berbeda dari pengendalian dalam seluruh kontak sosial yang menghapus

    interaksi. Kode Etik Praktek Kesehatan Mental mendefinisikan pengasingan

    sebagai pengawasan kurungan seo rang pasien di dalam sebuah ruangan yang

    dapat dikunci untuk melindungi orang lain dari hal yang berbahaya, Departemen

    Kesehatan dan Kantor Wales, 1993). Kode etik juga memberikan panduan

    penggunaannya dan menyarankan bahwa hal ini seharusnya dilakukan sejarang

    mungkin, dalam waktu sesingkat mungkin dan hanya dilakukan ketika metode

    alternatif yang lain telah gagal dilakukan. Pengasingan tidak disarankan untuk

    dilakukan kepada mereka yang beresiko melukai dirinya sendiri dan bunuh diri.

    Survei menunjukkan bahwa pengasingan digunakan untuk kondisi dan perilaku

    yang sangat bervariasi. (Mattson dan Sacks 1978; Plutchik et al 1978; Russel et

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    20/24

    al, 1986). Hal tersebut dapat mengatasi kecemasan staf dan gangguan pasien

    (Russell et al , 1986). Bagaimanapun, terdapat sedikit bukti yang menyarankan

    bahwa pengasingan menghasilkan perubahan perilaku jangka panjang,dan Kode

    etik memperingatkan bahwa hal tersebut membahayakan hubungan antara staff

    dan pasien (Soliday, 1985) serta status mental pasien (Plutchik et al, 1978; Binder

    dan McCoy 1985; Wadeson dan Carpenter, 1976).

    Terapi Electroconvulsive (ECT) dapat menjadi alternatif lain RT dalam

    manajemen pasien yang agresif secara akurat, terutama ketika respon pasien

    terhadap metode farmakologi lambat. ECT telah dijelaskan sebagai penanganan

    yang efektif bagi gejala positif skizofrenia (Taylor dan Fleminger, 1980),walaupun manfaat utama ECT tampaknya adalah mempercepat respon pasien

    pada pengobatan antipsikotik (Taylor, 1993). ECT juga efektif untuk pengobatan

    mania; walaupun, saat ini ECT hanya direkomendasikan untuk penatalaksanaan

    depresi berat., episode manik yang berat atau memanjang atau katatonia (

    katatonia stupor atau eksitasi membuat peningkatan atau penurunan tonus otot

    dan aktivitas yang dikaitkan oleh skizofren atau gangguan afektif) (NICE, 2003).

    ECT tidak dapat ditempatkan sebagai pengganti RT dalam situasi darurat.

    I. Pertimbangan Legal dan Pedoman Baku

    Penggunaan RT secara jelas merupakan pelanggaran terhadap hak

    kebebasan individu dan oleh karena itu, pemberian obat kepada seseorang tanpa

    persetujuannya merupakan keputusan yang berat. Mempertimbangkan

    perlindungan pada hak-hak pasien berlawanan dengan menyelamatkan orang lain.

    Sebuah isu penting adalah hak pasien untuk menolak penanganan, diperdebatkan

    dalam Rogers vs Commisioner di Amerika Serikat (Gutheil, 1985). Pengadilan

    berpendapat bahwa mental pasien benar-benar dipertimbangkan kemampuannya

    dan memiliki hak untuk menolak penatalaksanaan hingga divonis tidak mampu

    oleh hakim. Jika pasien tidak mampu mempertimbangkan, kemudian hakim

    memutuskan memilih penatalaksanaan yang paling mungkin dipilih oleh pasien

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    21/24

    jika ia dalam keadaan dapat mempertimbangkan. Pengadilan menetapkan bahwa

    hanya obat-obatan antipsikotik tertentu yang dapat diberikan tanpa persetujuan,

    yakni dalam situasi darurat untuk mencegah substansial dan irreversible

    deteriorasi penyakit mental yang berat. Sedangkan dalam situasi lainnya, psikiater

    harus membawa pasien ke pengadilan sebelum penatalaksanaan diberikan.

    Gutheil (1985) mengkritisi pandangan pengadilan mengenai pengobatan

    antipsikotik sebagai penatalaksanaan luar biasa dan juga pandangan bahwa

    pengadilan sedang mengatur asumsi dan dapat permusuhan antara dokter dan

    pasien. Pengaturan tersebut akan menghasilkan penundaan penanganan pasien

    dan memanjangnya waktu perawatan di rumah sakit. Pihak lain memperhatikanbahwa restriksi pemberian obat pada perilaku parah yang darurat sebenarnya

    dapat membahayakan orang lain karena hal tersebut tidak memperbolehkan staf

    medis memberikan penanganan untuk mencegah hal tersebut terjadi (Gutheil

    1985; Moldin 1985). Pengadilan juga menyarankan bahwa pada kasus yang

    dapat diprediksi izin dari pasien untuk mendapatkan perawatan dengan obat

    antipsikotik seharusnya diperoleh ketika pasien dalam keadaan tenang dan

    mampu memutuskan.

    Selanjutnya pembahasan mengenai pedoman baku. Persiapan mengenai

    pedoman baku untuk RT secara khusus dapat menjadi masalah pada pasien yang

    tenang dan mampu memutuskan dapat menemui kesulitan untuk menerima

    bahwa mereka membutuhkan RT (kemungkinan kekerasan tampaknya jauh) dan

    diskusi nya sendiri dapat membahayakan hubungan terapetik. Begitu juga ketika

    pedoman baku telah disiapkan dan tiba-tiba kekerasan terjadi di kemudian hari,

    kapankah seharusnya persetujuan dari pasien tersebut diberikan beberapa minggu

    atau bulan sebelumnya ? Pada beberapa yurisdiksi, persetujuan dapat diberikan

    oleh pengganti yang telah diatur sebelumnya, namun hal ini dapat menyebabkan

    penundaan yang tak semestinya (Fitzgerald, 1999). Panduan NICE,

    bagaimanapun, merekomendasikan penggunaan pedoman baku dalam

    penatalaksanaan skizofrenia (NICE 2002) dan beberapa usaha telah dibuat untuk

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    22/24

    mengevaluasi efeknya (Papageorgiou et al . 2002; Henderson et al . 2004).

    Papageorgiou et al . (2002) menemukan bahwa penggunaan pedoman baku tidak

    berefek pada hak lima belas orang pasien ketika dibandingkan dengan enam belas

    orang pada kelompok kontrol. Hal ini meletakkan ketrebatasan pada kepahaman

    atau kemampuan berkonsentrasi di atas recruitment pedoman baku , keterbatasan

    tilikan dan pengabaian penyakitnya atau kegagalan mengingat detail dari

    pedoman baku selama satu tahun follow up, (Papageorgiou et al . 2002). Studi

    selanjutnya membandingkan 14 pasien pedoman baku dengan 31 pasien

    kelompok kontrol, ditemukan bahwa penggunaan pedoman baku mengurangi

    angka perizinan kembali dalam waktu 15 bulan follow up dan juga angka hak wajib (Henderson et al . 2004). Walaupun jumlahnya kecil, namun kedua studi

    mendukung penggunaan pedoman baku. Bagaimanapun, studi Papageorgiou et al .

    menjelaskan bahwa pedoman baku saja tidak cukup. Dibutuhkan tingkat

    kesesuaian staf yang dapat menyediakan dialog yang berkelanjutan mengenai

    keinginan, kebutuhan pasien, serta kepahaman tentang penyakitnya.

    Secara menguntungkan, di Inggris, sebagian kecil pengendalian RT telah

    diperkenalkan dan alasan penilaian klinisnya pun telah diterima. Beberapa

    ketidakleluasaan harus disimpan di dalam hati. Terkadang, RT dapat diberikan

    kepada pasien secara informal, oleh karena itu penatalaksanaan diberikan

    dibawah hukum yang berlaku. Dalam hal ini, tidaklah bijaksana untuk

    memberikan long-acting neuroleptik seperti Clopixol Acuphase. Fitzgerald

    mendiskusikan masalah etik penggunaan intermediate acting neuroleptik untuk

    RT seperti Clopixol Acuphase dan menunjukkan bahwa walaupun Acuphase

    bekerja di atas waktu kebutuhan untuk pengendalian, namun hal tersebut

    memaksimalkan hak otonomi pasien dengan mengurangi kebutuhan injeksi

    multiple (Fitzgerald, 1999). Bagaimanapun, poin pentingnya adalah diskusi

    mengenai diskriminasi antara pengendalian dan penatalaksanaan. Pengobatan IM

    short- acting dapat dipertimbangkan sebagai bentuk pengendalian kimiawi,

    namun Acuphase pasti tidak termasuk dalam kategori ini.

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    23/24

    Secara umum, bagian Etik Kesehatan Mental seharusnya dilembagakan

    sesegera mungkin. Persamaan bagi pasien pada Section 5(2) dimana bagian ini

    hanya membantu. Kedekatan relative harus diinformasikan mengenai pemberian

    obat-obatan pada waktu yang sesuai dan mengapa hal tersebut penting dilakukan.

    Lord Donaldson mengklarifikasikan indikasi bagi penatalaksanaan medis

    menurut hukum yang berlaku. Pertama, dokter perlu menilai kapasitas pasien

    sebelum informed consent padanya, jika pasien dapat memberikan

    persetujuannya, maka kewajiban dokter adalah merawat pasien tersebut sebaik

    mungkin sesuai keinginan mereka (misalnya : menyelamatkan nyawa). Dokter

    dianggap melakukan hal terbaik bagi pasien jika dirinya bertindak berdasarkanpraktik terkini oleh pendapat medis yang bertanggung jawab.

    Pernyataan-pernyataan yang mencakup RT menurut hukum :

    - Diizinkan memberikan penatalaksanaan kepada pasien yang sedang menderita

    gangguan mental yang dapat membahayakan dirinya atau orang lain walaupun

    pasien tersebut tidak dapat memberikan persetujuannya.

    - Pasien yang menderita gangguan mental tidak memiliki kapasitas mental pada

    level yang dibutuhkan (Jones, 1996).

    Kemampuan untuk memberikan informed consent menimbulkan masalah

    tersendiri bagi dokter. Pasien yang agresif tidak akan dapat bekerja sama dalam

    penilaian kompetensi tetapi dapat dianggap tidak kompeten seperti yang telah

    dijelaskan di atas. Tetapi masih diperdebatkan, bahkan pada keadaan psikotik

    aktif. Pasien dapat memiliki kemampuan untuk memberi persetujuan.

    Secara jelas, dala RT, penilaian kemapuan memberkan persetujuan

    merupakan permasalahan tersendiri, walaupun pasien dapat memberikan

    persetujuannya, pengobatan dapat diberikan jika dia menderita gangguan mental

    yang dapat membahayakan orang lain.

    RT adalah prosedur yang tidak seharusnya dilakukan tanpa

    mempertimbangkan alternatif lain terlebih dahulu. Namun, hal yang harus

    diperhatikan meliputi, penghormatan terhadap hak-hak pasien, pilihan pengobatan

  • 8/3/2019 Refrat Psikiatri kita

    24/24

    dan monitoring fisik, kemudian prosedur yang aman, dapat diterima untuk

    mengkontrol gangguan, secara potensial menimbulkan perilaku gangguan mental

    yang berbahaya.

    J. Dedikasi

    Bab ini didedikasikan kepada (Alm) Professor Lyn Pilowsky. Lyn

    memberikan kontribusi yang luar biasai dalam studi psikofarmakologi skizofren

    dan dengan sempurna menggunakan pengetahuannya dalam klinik. Pendekatan

    klinis dalam bab ini hasil dari pengetahuan yang dikembangkan dalam PICU

    dibawah supervise Lyn Pilowsky.