33
REFERAT ABORTUS Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan klinik madya LAB/SMF Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi RSD dr. Soebandi Jember Pembimbing : dr. Yonas, H, Sp.OG Oleh : Afiyati Rakhmatika Moesthafa (112010101048)

Refrat Tika

Embed Size (px)

DESCRIPTION

semoga bermanfaat

Citation preview

REFERAT

ABORTUS

Disusun untuk memenuhi tugasKepaniteraan klinik madya LAB/SMF Ilmu Kesehatan Obstetri dan Ginekologi

RSD dr. Soebandi Jember

Pembimbing :dr. Yonas, H, Sp.OG

Oleh :Afiyati Rakhmatika Moesthafa

(112010101048)

LAB/SMF ILMU KESEHATAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRSD dr. SOEBANDI JEMBER

2015

1. Pendahuluan

Aborsi di dunia dan di Indonesia khususnya tetap menimbulkan banyak

persepsi dan bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan,

tetapi juga dari sudut pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah

kesehatan masyarakat karena memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu.

Sebagaimana diketahui penyebab kematian ibu yang utama adalah perdarahan,

infeksi dan eklampsia.(9,10)

Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak

aman, 70 ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8

kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi

tidak aman) dintaranya bahkan terjadi di negara berkembang. (9,10)

Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi,

artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan

gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000).

Suatu hal yang dapat kita tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru

banyak terjadi di negara-negara dimana aborsi dilarang keras oleh undang-

undang. (9,10)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang

sepenuhnya dan dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan

kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.1,3,4,5

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan

menurut gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan

yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa

menggunakan tindakan apa-apa sedangkan abortus provokatus adalah abortus

yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat.6

Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau abortus

therapeutica dan abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus yang terjadi

adalah karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan,

dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Abortus kriminalis

adalah abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau

tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-

sembunyi oleh tenaga tradisional.6

Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:

a) Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion)

dimana terjadi perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan

hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.5

b) Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang

mengancam dimana serviks telah mendatar dan ostium uteri telah

membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri.5

c) Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil

konsepsi yang dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.5

d) Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah

keluar (desidua atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.5

e) Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal

dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil

konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu

atau lebih.5

f) Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus

tiga kali berturut-turut atau lebih.5

g) Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi

genital.5

h) Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat

dengan penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah

atau peritonium.5

3. Etiologi

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu :

3.1 Faktor genetik

Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar

abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.3Data ini

berdasarkan pada 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan

kelainan sitogenetik yang berupa aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian

nondisjuction meiosis atau poliploidi dari fertilas abnormal dan separuh dari

abortus kerana kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi

autosom.3

Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi

ovum normal oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan

bertambahnya usia. Trisomi (30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab

terbanyak abortus spontan diikuti dengan sindroma Turner (20-25%) dan

Sindroma Down atau trisomi 21 yang sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir.3

Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam

bentuk tetraploidi dan triploid dapat dihubungkan dengan abortus absolut.3

Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan

sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu

memandangkan kelainan struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya

konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang

kehamilan.3

Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses

impantasi dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada

kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus.3 Gangguan genetik

seperti Sindroma Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan

pseusoxantoma elasticum merupakan gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat

abortus.3 Kelainan hematologik seperti pada penderita sickle cell anemia,

disfibronogemi, defisiensi faktor XIII mengakibatkan abortus dengan

mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.3

3.2 Faktor anatomi

Defek anatomi diketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik

terutamanya abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan

anomali uterus pada 27% pasien.3 Penyebab terbanyak abortus kerana kelainan

anatomik uterus adalah septum uterus akibat daripada kelainan duktus Mulleri

(40-80%), dan uterus bicornis atau uterus unicornis (10-30%).3 Mioma uteri juga

bisa mengakibatkan abortus berulang dan infertilitas akibat dari gangguan passage

dan kontraktilitas uterus.3 Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus

dengan mengganggu tempat impalntasi serta pasokan darah pada permukaan

endometrium.3 Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah

endometrium dapat juga berpengaruh.3 Selain itu, kelainan yang didapat misalnya

adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan endometriosis mengakibatkan

komplikasi anomali pada uterus dan dapat mengakibatkan abortus.6

Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat

meyebabkan abortus terutama pada kasus abortus spontan.1 Pada kelainan ini,

dilatasi serviks yang “silent” dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.1

Wanita dengan serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang

signifikan yaitu 2cm atau lebih dengan memperlihatkan gejala yang minimal.1

Apabila dilatasi mencapai 4 cm atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan

pecahnya membran amnion akan terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi

dalam rahim.1 faktor-faktor yang mengakibatkan serviks inkompeten adalah

kehamilan berulang, operasi serviks sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan

pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas anatomi pada serviks.1

Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada

metoda yang bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten

namun, setelah 14-16 minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi

segmen uterus bahagian bawah dan serviks untuk melihat pendataran dan

pemendekan abnormal serviks yang sesuai dengan inkompeten serviks.1

3.3 Faktor endokrin

Ovulasi, implantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi

sistem pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem

humoral secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi

terutamanya kadar progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus.3

Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada

trimester yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi

janin. IDDM dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk

abortus.3

Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium

terhadap implantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat

mengakibatkan abortus terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast

harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan

korpus luteum pada usia 7 minggu akan berakibat abortus dan jika diberikan

progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan dapat diselamatkan.3

Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan

17% kejadian defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase luteal. Namum

pada saat ini, masih blum ada metode yang bisa terpercaya untuk mendiagnosa

kelainan ini.3

Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan

kehamilan. Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada

mukosa uterus.3 Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses

implantasi, proses migrasi trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada

jaringan ibu.3 Di sini interaksi antara trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit

pada mukosa uterus berperan penting di mana sebahagian besar leukosit adalah

large granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B.3 Sel NK

dijumpai dalam jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar

progesteron.3 Perannya adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi peningkatan

sel NK untuk membunuh sel target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA.3

Trofoblast ekstravillous tidak bisa dihancurkan oleh sel NK kerana sifatnya yang

cepat menghasilkan HLA1 sehingga terjadinya invasi optimal untuk plasentasi

yang optimal oleh trofoblas extravillous.3 Maka, gangguan pada sistem ini akan

berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.

Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik ovarium

dapat merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans

humoral yang penting pada kelangsungan kehamilan.6

3.4 Faktor infeksi

Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian

abortus. Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan

sitokin yang berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta.3 Infeksi janin

yang bisa berakibat kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk

bertahan hidup.3

Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut

kematian janin.3 Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia

bawah yang bisa mengganggu proses implantasi. Amnionitis oleh kuman gram

positif dan gram negatif juga bisa mengakibatkan abortus.3 Infeki virus pada

kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan genetik dan anatomik embrio

misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan

varisella zoster.3

Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian

abortus

- Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma

urealitikum, mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.3

- Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.3

- Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.3

- Spirokaeta: treponema pallidum.3

3.5 Faktor imunologi

Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya

adalah SLE dan Antiphospholipid Antibodies (aPA).3 ApA adalah antibodi

spesifik yang ditemukan pada ibu yang menderita SLE.3 Peluang terjadinya

pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah 75%.3 Menurut

penelitian, sebagian besar abortus berhubungan dengan adanya aPA yang

merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid.3

Selain SLE, antiphosfolipid syndrome (APS) dapat ditemukan pada

preemklamsia, IUGR, dan prematuritas.3 Dari international consensus workshop

pada tahun 1998, klasifikasi APS adalah:3

- trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau

kapiler yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi)3

- komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas,

tanpa kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian

janin di mana gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan

prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan

preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta yang berat)3

- kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau

tinggi pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau

sama dengan 6 minggu)3

- antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan

CT, kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan

plasma platlet normal dan adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan

fosfolipid)3

aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari

33% pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang,

ditemukan infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.3

3.6 Faktor trauma

Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang

yang diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi

maternoplasental, dan infeksi.1 Namun secara statistik, hanya sedikit insiden

abortus yang disebabkan karena trauma .1

3.7 Faktor nutrisi dan lingkungan

Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat,

bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus.6 faktor-

faktor yang terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah

merokok, alkohol dan kafein.

Merokok telah dipastikan dapat meningkatkan risiko abortus euploid.1

Pada wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko abortus adalah 2

kali lipat dari risiko pada wanita yang tidak merokok.1 Rokok mengandung

ratusan unsur toksik antara lain nikotin yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga

menghambat sirkulasi uteroplasenta.6 Karbon monoksida juga menurukan

pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat mamacu neurotoksin.6 Meminum alkohol

pada 8 minggu pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko abortus spontan dan

anomali fetus.1 Kadar abortus meningkat 2 kali lipat pada wanita yang

mengkonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan 3 kali lipat pada konsumsi tiap-tiap

hari dibandingkan dengan wanita yang tidak minum.1

Mengkonsumsi kafein sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg

caffiene satu hari dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang

meminum lebih dari ini, risikonya meningkat secara linier dengan tiap jumlah

tambahan gelas kopi.1 Pada penelitian lain, wanita hamil yang mempunyai level

paraxantine (metabolit kafine), risiko abortus spontan adalah 2 kali lipat daripada

kontrol.1

3.8 Faktor kontrasepsi berencana

Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli

kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus.1 Namun, jika pada

kontrasepsi yang menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah

kehamilan, risiko aborsi khususnya aborsi septik akan meningkat dengan

signifikan.1

4. Patogenesis

Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan

nekrosis jaringan disekitar perdarahan.1 Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan

tertinggal dan mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi

karena dianggap sebagai benda asing oleh tubuh.1 Apabila kandung gestasi

dibuka, biasanya ditemukan fetus maserasi yang kecil atau tidak adanya fetus

sama sekali dan hal ini disebut blighted ovum.1

Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika

fetus yang tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps,

abdomen dipenuhi dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ

internal.1 Kulit akan tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat

minimal.1 Bisa juga apabila cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan

mengalami desikasi, yang akan membentuk fetus compressus.1 Kadang-kadang,

fetus boleh juga menjadi sangat kering dan dikompres sehingga menyerupai

kertas yang disebut fetus papyraceous.1

Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya,

karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada

kehamilan 8-14 minggu, vili korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian

keluar dan sebagian lagi akan tertinggal.6 Perdarahan yang banyak terjadi karena

hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi

miometrium.6

5. Gambaran klinis

Gejala abortus berupa amenorea, sakit perut kram, dan mules-mules.1,2,3,4

Perdarahan pervaginam bisa sedikit atau banyak dilihat dari pads atau tampon

yang telah dipakai, dan biasanya berupa darah beku tanpa atau desertai dengan

keluarnya fetus atau jaringan.6 Ini penting untuk melihat progress abortus.6 Pada

abortus yang sudah lama terjadi atau pada abortus provokatus sering terjadi

infeksi yang dilihat dari demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus membesar

dan lembek, nyeri tekan,dan luekositosis.6 Pada pemeriksaan dalam untuk abortus

yang baru saja terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-

sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus berukuran

kecil dari seharusnya.6 Pada pemeriksaan USG, ditemukan kantung gestasional

yang tidak utuh lagi dan tiada tanda-tanda kehidupan dari janin.6

6. Diagnosis

Diagnosis abortus ditegakkan berdasarkan :

6.1 Anamnesis

3 gejala utama (postabortion triad) pada abortus adalah nyeri di perut bagian

bawah terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung,bokong

dan perineum, perdarahan pervaginam dan demam yang tidak tinggi.7 Gejala ini

terutamanya khas pada abortus dengan hasil konsepsi yang masih tertingal di

dalam rahim.7 Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa reproduksi

kurang 20 minggu dari HPHT.6 Perdarahan pervaginam dapat tanpa atau disertai

jaringan hasil konsepsi. Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa

jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur. Rasa sakit atau

keram bawah perut biasanya di daerah atas simpisis.6

Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM yang tidak terkontrol, tekanan darah

tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok, mengambil alkohol dan riwayat

infeksi traktus genitalis harus diperhatikan.6 Riwayat kepergian ke tempat

endemik malaria dan pengambilan narkoba malalui jarum suntik dan seks bebas

dapat menambah curiga abortus akibat infeksi.7

6.2 Pemeriksaan Fisis

Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit.4 Palpasi abdomen

dapat memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan

pemeriksaan bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi,

dan konsistensinya.4 Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum

keadaan serviks dapat dinilai samaada terbuka atau tertutup , ditemukan atau tidak

sisa hasil konsepsi di dalam uterus yang dapat menonjol keluar, atau didapatkan

di liang vagina.4

Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:4

Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan

tanda

Diagnosis

Bercak

sedikit

hingga

sedang

Tertutup Sesuai

dengan usia

gestasi

Kram perut

bawah, uterus

lunak

Abortus

immines

Tertutup/terbuka Lebih kecil

dari usia

gestasi

Sedikit/tanpa

nyeri perut

bawah,riwayat

ekspulsi hasil

konsepsi

Abortus

komplit

Sedang

sehingga

massif

Terbuka Sesuai

dengan usia

kehamilan

Kram atau

nyeri perut

bawah, belum

terjadi ekspulsi

hasil konsepsi

Abortus

insipien

Kram atau

nyeri perut

bawah,

ekspulsi

sebahagian

hasil konsepsi

Abortus

incomplit

Terbuka Lunak dan

lebih besar

Mual/muntah,

kram perut

Abortus

mola

dari usia

gestasi

bawah,

sindroma mirip

PEB, tidak ada

janin, keluar

jaringan seperti

anggur

6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu

bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan USG

ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.6

7. Diagnosis banding.2

- kehamilan ektopik tertanggu

- perdarahan anovular pada wanita yang tidak hamil

- abortus mola hidatidosa

- polip endoserviks

- karsinoma serviks

8. Penatalaksanaan

8.1 Abortus Imminens.4

Pada abortus imminens, tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total

dan pasien dilarang dari melakukan aktivitas fisik berlebihan ataupun hubungan

seksual. Jika terjadi perdarahan berhenti, asuhan antenatal diteruskan seperti biasa

dan penilaian lanjutan dilakukan jika perdarahan terjadi lagi. Pada kasus yang

perdarahan terus berlansung, kondisi janin dinilai dan konfirmasi kemungkinan

adanya penyebab lain dilakukan dengan segera. Pada perdarahan berlanjut

khususnya pada uterus yang lebih besar dari yang diharapkan, harus dicurigai

kehamilan ganda atau mola.

8.2 Abortus insipiens.4

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan

aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka,

Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan.

Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan

dengan segera.

Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi

ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit

oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat)

dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil

konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.

8.3 Abortus inkomplit.4

Jika perdarahan tidak beberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16

minggu, evakuasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk

mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan

berhenti, Ergometrin 0,2 mg IV atau misoprostol 400mcg per oral diberikan.

Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung, dan usia kehamilan kurang

dari 16 minggu, hasil konsepsi dievakuasi dengan aspirasi vakum manual.

Evakuasi vakum tajam hanya digunakan jika tidak tersedia aspirasi vakum manual

(AVM). Jika evakuasi belum dapat dilakukan dengan segera, Ergometrin 0,2mg

IM atau Misoprostol 400mcg per oral dapat diberikan.

Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, infus oksitosin 20 unit diberikan

dalam 500ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) dengan kecepatan 40 tetes per

menit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Jika perlu Misoprostol 200mcg

pervaginam diberikan setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Hasil

konsepsi yang tertinggal dalam uterus segera dievakuasi.

8.4 Abortus komplit.4

Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi. Observasi untuk

melihat adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah

penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus

600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi

darah. Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan pascakeguguran dan

pemantauan lanjut jika perlu.

8.5 Abortus septik/infeksius.3

Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan

keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi

sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan

cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan

Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah gentamisin 2x80mg

dan metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil

kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik

minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan,

uterus harus dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan komplikasi.

Antibiotik harus dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2

hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang

lebih sesuai dah kuat. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus

diberikan dan irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2.

Histerektomi harus dibuat secepatnya jika indikasi.

8.6 Pemantauan pascaabortus.4

Sebelum ibu diperbolehkan pulang, diberitahu bahwa abortus spontan hal

yang biasa terjadi dan terjadi pada paling sedikit 15% dari seluruh kehamilan

yang diketahui secara klinis. Kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan

berikutnya adalah cerah kecuali jika terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus

yang dapat mempunyai efek samping pada kehamilan berikut.

Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya

setelah tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali

bila ada komplikasi seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat

atau infeksi. Pasien dianjurkan istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan

kembali ke dokter bila pasien mengalami kram demam yang memburuk atau nyeri

setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang lebih berat.13 Tujuan

perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan kuretase

keluarga terdekat pasien menandatangani surat persetujuan tindakan.

9. Komplikasi

9.1 Perdarahan.6

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan

dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan

sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal,

perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.

9.2 Perforasi.6

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi

hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus

kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi

harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan

apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok

hemoragik.

9.3 Syok.6

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan

karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis

sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan

segera.

9.4 Infeksi.6

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang

merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,

streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.

paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada

lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium

sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi

terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi

menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi

paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,

Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens.

Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus

dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena

dapat membentuk gas.

9.5 Efek anesthesia.7

Pada penggunaan general anestesia, komplikasi atoni uterus bisa terjadi yang

berakibatkan perdarahan. Pada kasus therapeutic abortus, paracervical blok sering

digunakan sebagai metode anestesia. Sering suntikan intravaskular yang tidak

disengaja pada paraservikal blok akan mengakibatkan komplikasi fatal seperti

konvulsi, cardiopulmonary arrest dan kematian.

9.6 Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).7

Pasien dengan postabortus yang berat terutamanya setelah midtrimester perlu

curiga DIC. Insidens adalah lebih dari 200 kasus per 100,000 aborsi.

10. Prognosis.6

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan

sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang

rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran

dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan

sekitar 40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan

aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2

atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.

DAFTAR PUSTAKA

1. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William

Obstetrics, 22nd edition. Mc-Graw Hill, 2005

2. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis

and treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill, 2008

3. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu

Kandungan, edisi 2008

4. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan

Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2006 Hal M9-M17

5. Standard Pelayanan Medis Ilmu Kebidanan dan Kandungan, RS Efarina

Etaham, 2008, ms 33-35

6. Abortus Incomplete. Available at

http://www.jevuska.com/2007/04/11/abortus-inkomplit , accessed on

July 29, 2014

7. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at

http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview ,accessed on July

29, 2014

8. Gaufberg F, Abortion Septic, Available at

http://emedicine.medscape.com/article/795439-overview ,accessed on July

29, 2014

9. Kontroversi Seputar Aborsi, available at http :

//www.kesrepro.info.gendervaw/Mei/ 2003/gendervaw 02. htm, accessed

on July 29, 2014

10. Aborsi dan Hak Atas Pelayanan Kesehatan, available at http :

//www.theceli.com/opik/Aborsi.htm, accessed on July 29, 2014