Upload
arif-tantri-h
View
14
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
resus
Citation preview
REFLEKSI KASUS STASE SYARAF
Nama : Arif Tantri Hartoyo
NIM : 20090310216
RSUD : Panembahan Senopati Bantul
1. 1. Pengalaman
Pasien Ny. D, usia 60 tahun, datang ke Poli Syaraf RSUD Bantul dengan
keluhan tangan kanan bergetar sejak ± 1 bulan sebelum masuk rumah sakit
(SMRS) dan memburuk atau bertambah dalam 2 minggu terakhir ini. Tangan
bergetar terus menerus dan tiada henti. Pasien juga merasakan kekakuan jika
kepalan tangan yang bergetar tersebut digerakkan terasa ada tahanan, gerakan
dalam berjalan dirasakan melambat. Pasien juga merasa bergetar tanpa sadar
dan tak terkendali. BAB & BAK dalam keadaan normal
1. 2. Masalah yang dikaji
Bagaimana pilihan terapi farmakologis dan non farmakologis dalam
penatalaksanaan Parkinson Disease ?
1. 3. Analisa Kritis
TERAPI
1. 1. Terapi farmakologik
a. a. Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa)
Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak
levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine
pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa
dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron
dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek
samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi
pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa
dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum
mencapai neuron dopaminergik.
Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara
normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya
& mengurangi efek sampingnya.
Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai
memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu,
sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa
efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa
melintasi sawar-darah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami
perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di
ganglia basal.
Efek samping levodopa dapat berupa:
1. 1) Neusea, muntah, distress abdominal
2. 2) Hipotensi postural
3. 3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang
berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine
pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker
seperti propanolol.
4. 4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak,
leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon
baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-
off yang sangat mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya
mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi
sejenak.
5. 5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan
ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi
pada terapi levodopa.
Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu
gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon
penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang.
Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan
ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang
memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau
MAO-B inhibitor.
a. b. Agonis Dopamin
Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol
(Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif
untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor
dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin
secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala
Parkinson.
Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan
yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi.
Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari
dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik. Efek samping obat ini adalah
halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan muntah.
a. c.Antikolinergik
Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi
neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu
mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat
mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak
digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan
benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah
biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin).
Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat
jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun,
karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat.
a. d. Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor)
Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada
penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan
mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya
sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama
beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson
yaitu untuk mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine
yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-
amphetamin and L-methamphetamin. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan
gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai
antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah
dan aritmia.
a. e.Amantadin
Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini
dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat
menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor,
bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan
fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita Parkinson
lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau
agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk.
a. f. Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT
Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru, berfungsi
menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer
levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat efektivitas
levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini
memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan
sehari-hari.
Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes
fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin
berwarna merah-oranye.
a. g. Neuroproteksi
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi
progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif
adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics,
antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan
di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline),
dopamin agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
1. 2. Terapi pembedahan
Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis
yang mendasari (neurorestorasi).
a. a. Terapi ablasi lesi di otak
Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy
Indikasi : - fluktuasi motorik berat yang terus menerus
-diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik
Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi.
Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak aman untuk
melakukan ablasi dikedua tempat tersebut.
a. b. Deep Brain Stimulation (DBS)
Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang
dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti
alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi
relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan
mengendalikan diskinesia.
a. c.Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh
Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang
menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan
antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan
jaringan premordial steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya
fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial
glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat
immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga
masa idup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat
mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya
menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur
bermacam hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis
maupun perijinan.
i. 3. Non Farmakologik
i. a. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa
simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik
mereka menjadi maksimal.
i. b. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-
masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh
yang salah, Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living –
ADL), dan Perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson
meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi
trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda
di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul
agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu :
• ∼ Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun
visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
• ∼ Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan
yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut
sesuatu dilantai.
• ∼ Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri
dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada
dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai
atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat
sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status
mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi
rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi.
i. 4. Dokumentasi
i. A. A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bantul
Pekerjaan : Buruh
Berat Badan : 60 kg
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum :
Compos mentis
TD : 140/90
N : 88x/menit
RR : 22x/menit
T : 36,5
Pemeriksaan Motorik
• Kontur otot
Atrofi (+) tangan kanan
Hipertrofi (-)
i. 5. Referensi
1. 1. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. Parkinson’s Disease & Other
Movement Disorders. Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU
Medan. 2007. Hal 4-53.
2. 2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. FKUI. 2007. Hal 1373-1377.
3. 3. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. Gangguan Neurologis dengan
Simtomatologi Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 1139-1144.
4. 4. Harsono. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. 2008. Hal 233-243.
5. 5. Duus Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan
Gejala Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996. Hal 231-243.
Dokter Pembimbing Refleksi
(dr.Yoseph Budiman, Sp. S)