Resusitasi Dan Henti Jantung

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/6/2019 Resusitasi Dan Henti Jantung

    1/3

    Resusitasi dan Henti Jantung

    Hannah Greener meninggal pada tanggal 28 Januari 1848, saat berusia 15

    tahun, selama pemakaian anestesi kloroform untuk mengangkat kuku jari kaki. Hanya

    berselang 15 bulan sebelum kejadian itu, W.T.G Morton pertama kali

    mendemonstrasikan bahwa eter menghilangkan nyeri selama pembedahan, dan duabulan kemudian, Simpson mulai menggunakan kloroform dalam praktek

    kebidanannya. Pada saat kematian Hannah Green masih diperbincangkan, terjadi

    kasus kematian yang kedua selama pemakaian anestesi kloroform. Karena diikuti oleh

    banyak kematian lain, gabungan dari anestesi umum didiskusikan dan dianalisa oleh

    Akademi kedokteran Perancis, komisi Hyderabad, Royal Medikal dan perhimpunan

    Bedah, Asosiasi Kedokteran Inggris, dan Komisi Anestesi Asosiasi Kedokteran

    Amerika. Sejak pemeriksaan dan penelitian ini, hubungan langsung antara henti

    jantung dan anestesi termasuk yang berikut: agen anestesi mana yang

    paling aman? Apa pengaruh pada kondisi pasien preoperatif? Apa peran dari obat-

    obat adjuvan? Apakah keterampilan ahli bedah dan ahli anestesi mempengaruhi

    tingkat kematian?Sejak kematian Hannah Greener, semua teknik dan agen anestesi dihubungkan

    dengan henti jantung. Musibah ini diakibatkan secara langsung atau tidak langsung

    dari kesalahan evaluasi pasien, ketidaktauan farmakologi anestesi dan interaksi obat,

    kecerobohan terhadap pasien, dan kesalahan teknik. Bab ini mendiskusikan faktor-

    faktor yang berkonstribusi pada henti jantung paru dan metode-metode yang

    berhubungan dengan krisis ini.

    Insidensi henti jantung intraoperatif

    Pada 19556, Briggs, Sheldon, dan Beecher melaporkan sebuah penelitian retrospektif

    tentang kematian di ruang operasi dan henti jantung di rumah sakit umum

    Massachusett selama periode 1925-1954. Pada awal 20 tahun dari periode, terdapat

    penurunan pada musibah ini, yang ditujukan untuk meningkatkan pemilihan pasien,

    persiapan pasien preoperatif dan meningkatlkan teknik bedah dan anestesi. Walau

    bagaimanapun, selama dekade ke tiga, insidensi henti jantung meningkat, karena

    pasien-pasien tua dan sakit, yang sebelumnya tidak akan dicalonkan untuk prosedur

    bedah. Selama periode ke 30 tahun, insidensi henti jantung yaitu satu dalam 1.405

    administrasi anestesi. Memery melaporkan bahwa dengan grup 7 ahli anestesiologi

    dalam komunitas praktek, insidensi henti jantung antara tahun 1955 dan 1964 adalah

    satu dalam 3.149. Pada 1957, Pierce mengutip sebuah insidensi dari satu dalam 1.025,

    tapi angkanya meningkat ke satu dalam 821 selama 1963 sampai 1965. Lagi, data

    menyarankan bahwa, disamping meningkatkan monitoring dan teknik anestesi,meningkatkan angka resiko pasien . Pada tahun1970, Jude melaporkan sebuah

    insidensi satu dalam 1.216.

    Sejarah Resusitasi Jantung Paru

    Resusitasi pertama yang berhasil pada pasien yang mengalami henti jantung pada saat

    operasi terjadi pada tahun 1867, dengan menggunakan trakeostomi dan penerapan

    pada regio jantung. Pada tahun 1891, Naas berhasil melakukan resusitasi jantung yang

    pertama dengan kompresi jantung tertutup. Sepuluh tahun kemudian, Igelsrud secara

    efektif melakukan pijatan jantung dengan dada terbuka. Pada penelitian terhadap

    pasien di rumah sakit Massachuset dari tahun 1925 sampai 1954, dari 45 pasien yang

    menjalani pijatan dada terbuka dalam 4 menit berhenti, 26 (58%) sembuh tanpa defisitneurologis. Dalam laporan Pierce, semua resusitasi yang berhasil selama tahun 1957

  • 8/6/2019 Resusitasi Dan Henti Jantung

    2/3

    dan tahun 1963 sampai 1965 dipenuhi dengan pijatan jantung dengan dada terbuka.

    Sekalipun, secara keseluruhan tingkat keberhasila resusitasi dan penyembuhan

    selama kedua periode tersebut hanya 35%. Dalam tinjauan Jude pada tahun 1970,

    resusitasi menggunakan teknik dada tertutup dicoba pada sembilan pasien, dimana

    tujuh pasien (78%) diresusitasi dan lima (56%)

    Patofisiologi Henti Jantung

    Fungsi utama dari Jantung Paru adalah untuk menyediakan banyak oksigen untuk

    respirasi mitokondria. Aliran oksigen, dari inspirasi hingga metabolisme di tingkat

    mitokondria dapat dibagi dalam beberapa tahap, dan tingkat oksigen selama tahap

    tersebut dapat diukur. Pada level atmosfir, Po2 inspirasi (P 1o2) adalah sekitar 150 torr

    (20.0 kPa) ; alveolar Po2 (PAo2), 100 torr (13.3 kPa);

    Implikasi klinis dari henti jantung

    Tindakan kusus dari premedikasi, obat-obatan, agen anestesi, pengaruh mekanis dari

    pembedahan, dan penyakit yang ada pada pasien, dapat mengubah kecepatan, ritme

    dan pengisian jantung.

    Selama pengaruh anestesi, kemampuan tubuh untuk menkompensasi dan mengontrol

    sirkulasi diubah, dan pasien menjadi tergantung sepenuhnya pada ilmu dan

    keterampilan dari ahli anestesinya. Sebagai contoh, untuk membuat anestesi yang

    aman dan pada tingkat yang tepat pada pasien dengan perut penuh yang selanjutnya

    dapat ,memperburuk kekurangan volum intravascular atau penyakit jantung dan

    pembuluh darah. Hal-hal lain yang dipertimbangkan, seperti pengaruh dari potensi

    inhalasi dan agen-agen intravena, jalan nafas dan reflex sirkulasi itu ada atau secara

    abnormal dibawah anestesi ringan dan kita harus mengetahui cara menyelamatkan

    jalan nafas.

    Pada pasien yang mengalami anestesi dan pembedahan, mengalami aritmia sebanyak

    60 sampai 90%. Frekwensi terbanyak terjadi pada waktu intubasi. Arritmia ini

    biasanya menyebabkan iskemik. Infark miokard mungkin diakibatkan sekunder

    karena hipotensi atau hipertensi (misalnya berhubungan dengan laringoskopi atau

    intubasi). Hipertensi mengakibatkan peningkatan afterload ventrikel kiri dan berujungpada iskemik endokardial. Selama prosedur pembedahan, reflek vagal sekunder ke

    tarikan visceral atau reflek okulokardiak dapat terjadi, biasanya selama anestesi

    ringan atau anestesi yang tidak adekuat. Beberapa laporan kasus menggambarkan

    poin-poin ini.

    Kasus 16-1 (Hipovolemik)

    Ny.P berusia 21 tahun hamil 2 bulan. Setelah makan malam, dia mengalami nyeri di

    perut bagian kiri bawah dan ada tanda-tanda iritasi peritoneum. Dia dibawa ke ruang

    operasi untuk eksplorasi abdomen, kemungkinan dia mengalami kehamilan ektopik

    yang telah ruptur. Tekanan darahnya 100/60 mmHg, nadi 120, respirasi 30, tinggi

    badan 168 cm berat badan 55 Kg, dan hematokrit 30 %, hasil foto thorak dalam batasnormal. Karena dia baru saja selesai makan, maka jenis anestesi yang dipilih adalah

  • 8/6/2019 Resusitasi Dan Henti Jantung

    3/3

    spinal anestesi (tetrakain 10 mg ; dan epenefrin 0,2 mg) dan pada pasien dimiringkan

    ke lateral. Ketika pasien di baringkan dalam posisi supinasi, tekanan darahnya

    menjadi tidak terukur.

    Kasus 16-2

    Iskemik otot jantungKetika selesai memotong rumput setelah makan malam, Mr.F, 63 tahun, menderita

    beberapa laserasi pada tangan kirinya, yang memerlukan tindakan operasi yang

    diperkirakan 3 sampai 4 jam. Riwayat penyakit tuan F, pernah mengalami dua infark

    miokard, dan yang terkhir terjadi pada tahun sebelumnya.