33
BAB I PENDAHULUAN Retinopati prematuritas (ROP) digambarkan untuk pertama kalinya oleh Terry pada tahun 1940 sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu suatu retinopati proliferatif dimana terdapat gangguan perkembangan pembuluh darah retina pada bayi yang lahir prematur, hal tersebut terkait dengan penyediaan oksigen yang terlalu tinggi dan tidak terkendali. ROP seringkali mengalami regresi atau membaik tetapi dapat menyebabkan terjadinya gangguan visual berat atau kebutaan. Retinopati prematuritas secara signifikan dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bagi penderitanya. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden ROP semakin meningkat. 1 Sebanyak 7000 anak di Amerika Serikat dinyatakan buta akibat ROP. Lebih dari 50.000 anak di seluruh dunia setiap tahunnya dibutakan oleh ROP. Selama tahun 1940an dan 1950an, ROP merupakan penyebab utama kebutaan pada anak di Amerika Serikat. Pada tahun 1951, Campbell pertama kali mengusulkan bahwa ROP berhubungan dengan terapi oksigen yang diberikan dalam perawatan neonatus, dan teori ini dikonfirmasi kemudian hari oleh Patz. 2 Retinopati prematuritas merupakan penyebab utama kebutaan pada bayi dengan berat lahir rendah/ berat badan lahir sangat rendah. Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan pembuluh darah retina di masa perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi. Pajanan oksigen konsentrasi tinggi 1

Retinopathy of Prematurity

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Retinopathy of Prematurity

BAB I

PENDAHULUAN

Retinopati prematuritas (ROP) digambarkan untuk pertama kalinya oleh Terry pada tahun

1940 sebagai Retrolental Fibroplasia, yaitu suatu retinopati proliferatif dimana terdapat

gangguan perkembangan pembuluh darah retina pada bayi yang lahir prematur, hal tersebut

terkait dengan penyediaan oksigen yang terlalu tinggi dan tidak terkendali. ROP seringkali

mengalami regresi atau membaik tetapi dapat menyebabkan terjadinya gangguan visual berat

atau kebutaan. Retinopati prematuritas secara signifikan dapat mengakibatkan cacat seumur

hidup bagi penderitanya. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden

ROP semakin meningkat.1

Sebanyak 7000 anak di Amerika Serikat dinyatakan buta akibat ROP. Lebih dari 50.000

anak di seluruh dunia setiap tahunnya dibutakan oleh ROP. Selama tahun 1940an dan

1950an, ROP merupakan penyebab utama kebutaan pada anak di Amerika Serikat. Pada

tahun 1951, Campbell pertama kali mengusulkan bahwa ROP berhubungan dengan terapi

oksigen yang diberikan dalam perawatan neonatus, dan teori ini dikonfirmasi kemudian hari

oleh Patz.2

Retinopati prematuritas merupakan penyebab utama kebutaan pada bayi dengan berat

lahir rendah/ berat badan lahir sangat rendah. Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan

pembuluh darah retina di masa perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi. Pajanan

oksigen konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya tekanan oksigen retina

sehingga memperlambat perkembangan pembuluh darah retina sehingga menimbulkan

daerah iskemia pada retina.3

Sekarang ini, ditemukan bahwa tidak hanya terapi oksigen saja yang menjadi faktor

kausatif dari ROP, namun bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam patogenesis

ROP masih belum dapat diketahui. Karenanya penting untuk memahami patogenesis kondisi

ini. Hubungan antara umur kehamilan yang rendah, hambatan pertumbuhan, faktor

pertumbuhan tergantung pada oksigen, dan hiperoksia harus lebih jelas dipahami.1

1

Page 2: Retinopathy of Prematurity

BAB II

ANATOMI RETINA

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang

melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan

hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada orang

dewasa, ora serrata berada sekitar 6.5mm di belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan

5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik melekat dengan

lapisan epitel berpigmen retina sehingga melekat juga dengan membrana Bruch, khoroid, dan

sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga

mudah membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada

diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat,

sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan

dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera, yang meluas ke taji

sklera. Dengan demikian jika terjadi ablasi khoroid, dapat meluas melewati ora serrata, di

bawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare dan

permukaan posterior iris merupakan perluasan anterior retina dan epitelium pigmen retina.

Permukaan dalam retina menghadap ke vitreous.

Gambar 1. Retina dan pembesaran skematiknya

2

Page 3: Retinopathy of Prematurity

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:

1. Membrana limitans interna

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan

menuju ke nervus optikus

3. Lapisan sel ganglion

4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion

dengan sel amakrin dan sel bipolar

5. Lapisan inti dalam sel bipolar, amakirn dan sel horizontal

6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel

horizontal dengan fotoreseptor

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor

8. Membrana limitans eksterna

9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut

10. Epitelium pigmen retina

Gambar 2. Penampang lapisan retina

Retina mempunyai tebal 0.1mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di

tengah-tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan

sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang

berdiameter 1.5 mm. Definisi alternatif secara histologis adalah bagian retina yang lapisan

ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah daerah yang

3

Page 4: Retinopathy of Prematurity

dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula, sekitar 3.5

mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat fovea, yang secara klinis jelas-jelas merupakan

suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea

merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoroesens. Secara histologis, fovea

ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan-lapisan parenkim

karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan penggeseran

secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah

bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina

yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus.

Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di makula, dan

penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini

menjadi tebal sekali.

Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu: khoriokapilaria yang berada tepat di luar

membrana Bruch, yang memperdarahi sepertiga bagian luar retina, termasuk lapisan

pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta

cabang-cabang dari arteri sentralis retina, yang memperdarahi dua pertiga bagian sebelah

dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan sangat mudah terkena

kerusakan yang tak dapat diperbaiki jika retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina

mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina.

Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar darah-retina sebelah luar terletak

setinggi lapisan epitel pigmen retina.

Gambar 3. Skema Funduskopi Retina

4

Page 5: Retinopathy of Prematurity

BAB III

RETINOPATI PREMATURITAS

DEFINISI

Retinopati prematuritas (Retinopathy of Prematurity = ROP) adalah suatu keadaan

dimana terjadi gangguan pada pembentukan pembuluh darah retina pada bayi prematur.

Retinopati yang berat ditandai dengan proliferasi pembuluh retina, pembentukan jaringan

parut dan pelepasan retina. Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan pembuluh darah

retina di masa perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi (kondisi ketika neonatus

harus bertahan akibat ketidakmatangan paru). Pajanan oksigen konsentrasi tinggi (hlperoksia)

mengakihatkan tingginya tekanan oksigen retina sehingga memperlambat perkemhangan

pembuluh darah retina (vaskulogenesis). Hal ini menimbulkan daerah iskemia pada retina4

ROP terjadi bila pembuluh darah normal tumbuh dan menyebar ke seluruh retina,

jaringan lapisan bagian belakang mata. Abnormal pembuluh ini rapuh dan bisa bocor,

jaringan parut retina dan menariknya keluar dari posisi. Hal ini menyebabkan ablasi retina.

detasemen retina adalah penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan pada ROP5

Gambar 4 dan 5. Retinopati prematuritas

5

Page 6: Retinopathy of Prematurity

EPIDEMIOLOGI

Frekuensi

Dari hasil suatu penelitian di Korea melaporkan angka insidensi terjadinya ROP

20,7% (88 dari 425 bayi prematur) dan melaporkan bahwa usia gestasi ≤ 28 minggu dan

berat lahir ≤ 1000g merupakan faktor risiko yang paling signifikan. Pada penelitian

lainnya melaporkan angka insidensi sebesar 29.2% (165 dari 564 bayi dengan BBLASR).

Usia median dari onset ROP adalah 35 minggu (range 31-40 minggu).6

Gambar 6. Insiden ROP berdasarkan umur kehamilan

Gambar 7. Angka insiden ROP berdasarkan berat lahir

6

Page 7: Retinopathy of Prematurity

Mortalitas dan Morbiditas

Setiap tahunnya, sekitar 500-700 anak mengalami kebutaan akibat ROP di Amerika

Serikat, sekitar 2100 bayi akan mengalami gejala sisa sikatrisial, termasuk miopia,

strabismus, kebutaan, dan ablasio retina. Terdapat ±20% dari semua bayi prematur yang

mengalami suatu bentuk strabismus dan kelainan refraksi pada usia 3 tahun. Hal inilah

mengapa bayi dengan usia gestasi kurang dari 32 minggu atau berat kurang dari 1500 gr

harus melakukan kontrol kesehatan mata setiap 6 bulan, terlepas dari ada atau tidaknya

ROP.6

Ras kulit hitam menderita ROP yang lebih ringan dibanding ras Kaukasian. Insidens

sedikit lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki. ROP adalah penyakit bayi prematur.

Semua bayi yang memiliki berat lahir kurang dari 1500 gr dan usia gestasi kurang dari 32

minggu memiliki risiko untuk menderita ROP. Maka dibuat semacam screening protocol

yang sesuai dengan usia gestasi.

- Bayi yang lahir pada usia gestasi 23-24 minggu, harus menjalani pemeriksaan

mata pertama pada usia gestasi 27-28 minggu

- Bayi yang lahir pada usia gestasi 25-28 minggu , harus menjalani pemeriksaan

mata pertama pada usia kehidupan 4-5 minggu

- Bayi yang lahir pada usia gestasi ≥29 minggu, pemeriksaan mata pertama

dilakukan sebelum bayi tersebut dipulangkan

PATOFISIOLOGI

ROP merupakan kelainan vaskular retina imatur. Pembuluh darah retina belum

berkembang penuh sampai sekitar kehamilan 34-36 minggu. Semakin bayi kurang bulan,

semakin besar resiko menglami ROP. Vasokontriksi arteri retina terjadi sebagai respon

terhadap peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2), vasokontriksi ini merupakan respon

protektif dan tidak mebahayakan bagi retina yang sudah berkembang penuh, tetapi

hipoperfusi dan hipoksemia setempat pada retina dengan vaskularisasi tidak lengkap

merangsang proliferasi pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi) sebagai upaya

mensuplai daerah yang kurang mendapat perfusi. Perdarahan selanjutnya ke dalam badan

kaca dan retina menyebabkan proliferasi fibrosa, retraksi parut dan pada kasus terburuk

lepasnya retina dan kebutaan.7

7

Page 8: Retinopathy of Prematurity

Pajanan oksigen konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya tekanan oksigen

retina sehingga memperlambat perkembangan pembuluh darah retina (vaskulogenesis) Hal

ini menimbulkan daerah iskemia pada retina. Pada kondisi normal, retina mempunyai

kepekaan terhadap kerusakan oksidatif yang disebahkan tiga hal, yaitu:

1. Berlimpahnya substrat untuk reaksi oksidatif dalam bentuk asam lemah tak jenuh

ganda

2. Retina memproses cahaya sedangkan cahaya merupakan inisiator pembentukan

oksigen radikal bebas, dan

3. Adanya aliran oksigen lintas membran yang relatif tinggi.

Pada bayi prematur, kepekaan retina terhadap stres oksidatif disebabkan oleh:

- retina mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap reaksi kimia, sehingga mampu

merambatkan kerusakan oksidatif

- bayi prematur mengalami hiperoksia tidak hanya diakibatkan oleh perubahan

konsentrasi oksigen di uterus ke udara bebas, tetapi juga akibat peningkatan oksigen

inspirasi, dan

- bayi prematur tidak mempunyai pengganti komponen antioksidan retina.

Retinopati prematur merupakan manifestasi alamiah akibat toksisitas pemberian oksigen pada

bayi prematur.4

Retinopati prematuritas terutama terjadi pada bayi dengan Berat Badan Lahir Amat

Sangat Rendah (BBLASR). Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa berat badan lahir

rendah, usia gestasi yang rendah, dan penyakit penyerta yang berat (misalnya respiratory

distress syndrome, displasia bronkopulmoner, dan sepsis) merupakan faktor-faktor yang

terkait. Bayi yang lebih kecil, lebih tidak sehat, dan lebih immatur memiliki risiko yang jauh

lebih tinggi untuk menderita penyakit ini.8

Vaskularisasi retina mulai berkembang pada usia gestasi kurang lebih 16 minggu.

Pembuluh retina tumbuh keluar dari optic disc sebagai perpanjangan dari sel spindle

mesenkimal. Sementara sel-sel spindel mesenkimal ini mensuplai sebagian besar aliran darah,

sehingga terjadilah proliferasi endotelial dan pembentukan kapiler-kapiler. Kapiler-kapiler

baru ini akan membentuk pembuluh retina yang matur. Pembuluh darah choroid (yang

terbentuk pada usia gestasi 6 minggu) mensuplai retina avaskular yang tersisa. Bagian nasal

dari retina akan tervaskularisasi secara menyeluruh sampai ke ora serrata pada usia gestasi 32

minggu. Sedangkan bagian temporal yang lebih besar biasanya telah tervaskularisasi

seluruhnya pada usia gestasi 40-42 minggu (aterm).

8

Page 9: Retinopathy of Prematurity

Prematuritas mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina normal.

Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel spindel mesenkimal, yang

terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap junction. Gap junction ini mengganggu

pembentukan pembuluh darah yang normal, mencetuskan terjadinya respon neovaskular,

sebagaimana dilaporkan oleh Kretzer dan Hittner, yang menjelaskan akan adanya dua fase

pada proses terjadinya ROP. Fase pertama, yaitu fase hiperoksik, menyebabkan terjadinya

vasokonstriksi pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang irreversibel.

Keadaan hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I dari retinopati prematuritas.9

Gambar 8 dan 9. ROP Stadium I

Seiring area ini mengalami iskemik, faktor angiogenik, seperti vascular endothelial

growth factor (VEGF), dibentuk oleh sel-sel spindel mesenkimal dan retina yang iskemik

untuk membuat vaskularisasi yang baru. Vaskularisasi baru ini bersifat immatur dan tidak

berespon terhadap regulasi yang normal.5

Segera setelah itu, nutrisi dan oksigen dapat dikirim ke retina melalui difusi dari kapiler-

kapiler yang berada pada lapisan choroid. Retina terus tumbuh semakin tebal dan akhirnya

melebihi area yang dapat disuplai oleh pembuluhnya. Seiring waktu, terjadilah hipoksia

retinal yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pembuluh darah yang

berlebihan; keadaan hypoxia-vasoproliferation ini dikenal sebagai ROP stadium II.9

9

Page 10: Retinopathy of Prematurity

Gambar 10 dan 11. ROP Stadium II

MANIFESTASI KLINIS

Pada tahun 1984, 23 Oftalmologis dari 11 negara membentuk International Classification

of Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini membagi lokasi penyakit ini

dalam zona-zona pada retina (1, 2, dan 3), penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam

(1-12), dan tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Dalam anamnesis dari bayi

prematur, harus mencakup hal-hal berikut ini :

- Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu

- Berat badan lahir kurang dari 1500 gr, khususnya yang kurang dari 1250 gr

- Faktor risiko lainnya yang mungkin (misalnya terapi oksigen, hipoksemia,

hiperkarbia, dan penyakit penyerta lainnya)

ROP dikategorisasikan dalam zona-zona, dengan stadium yang menggambarkan tingkat

keparahan penyakit. Semakin kecil dan semakin muda usia bayi saat lahir, semakin besar

kemungkinan penyakit ini mengenai zona sentral dengan stadium lanjut.6

Gambar 12. Pembagian ROP

Pembagian Zona.

1. Zona I

- Zona 1 adalah yang paling labil. Pusat dari zona 1 adalah nervus optikus. Area ini

memanjang dua kali jarak dari saraf optik ke makula dalam bentuk lingkaran.

10

Page 11: Retinopathy of Prematurity

ROP yang terletak pada zona 1 (bahkan pada stadium 1, imatur) dianggap kondisi

yang kritikal dan harus dimonitor dengan ketat.

- Area ini sangat kecil dan perubahan pada area dapat terjadi dengan sangat cepat,

kadangkala dalam hitungan hari. Tanda utama dari perburukan penyakit ini

bukanlah ditemukannya neovaskularisasi tetapi dengan ditemukan adanya

pembuluh darah yang mengalami peningkatan dilatasi. Vaskularisasi retina

tampak meningkat mungkin akibat meningkatnya shunting ateriovena.

Gambar 13. ROP zona I

2. Zona 2

- Zona 2 adalah area melingkar yang mengelilingi zona 1 dengan nasal ora serrata

sebagai batas nasal.

- ROP pada zona 2 dapat berkembang dengan cepat namun biasanya didahului

dengan tanda bahaya (warning sign) yang memperkirakan terjadinya perburukan

dalam 1-2 minggu. Tanda bahaya tersebut antara lain : (1) tampak vaskularisasi

yang meningkat pada ridge (percabangan vaskular meningkat); biasanya

merupakan tanda bahwa penyakit ini mulai agresif. (2) Dilatasi vaskular yang

meningkat. (3) tampak tanda ‘hot dog’ pada ridge; merupakan penebalan vaskular

pada ridge; hal ini biasanya terlihat di zona posterior 2 (batas zona 1) dan

merupakan indikator prognosis yang buruk.

11

Page 12: Retinopathy of Prematurity

Gambar 14. ROP zona II

3. Zona 3

- Zona 3 adalah bentuk bulan sabit yang tidak dicakup zona 2 pada bagian temporal.

- Pada zona ini jarang terjadi penyakit yang agresif. Biasanya, zona ini mengalami

vaskularisasi lambat dan membutuhkan evaluasi dalam setiap beberapa minggu.

- Banyak bayi yang tampak memiliki penyakit pada zona 3 dengan garis demarkasi

dan retina yang nonvaskular. Kondisi ini ditemukan pada balita dan dapat

dipertimbangkan sebagai penyakit sikatrisial. Tidak ditemukan adanya penyakit

sequelae dari zona ini.

Gambar 15. ROP zona III

Pembagian Stadium

1. Stadium 0

Bentuk yang paling ringan dari ROP. Merupakan vaskularisasi retina yang imatur.

Tidak tampak adanya demarkasi retina yang jelas antara retina yang tervaskularisasi

dengan nonvaskularisasi. Hanya dapat ditentukan perkiraan perbatasan pada

pemeriksaan.

a. Pada zona 1, mungkin ditemukan vitreous yang berkabut, dengan saraf optik

sebagai satu-satunya landmark. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang setiap

minggu.

b. Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu.

c. Pada zona 3, pemeriksaan setiap 3-4 minggu cukup memadai.

2. Stadium 1

12

Page 13: Retinopathy of Prematurity

Ditemukan garis demarkasi tipis diantara area vaskular dan avaskular pada retina.

Garis ini tidak memiliki ketebalan.

13

Page 14: Retinopathy of Prematurity

Gambar 16 dan 17. Demarcation line

a. Pada zona 1, tampak sebagai garis tipis dan mendatar (biasanya pertama kali

pada nasal). Tidak ada elevasi pada retina avaskular. Pembuluh retina tampak

halus, tipis, dan supel. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap minggu.

b. Pada zona 2, sebaiknya dilakukan pemeriksaan setiap 2 minggu

c. Pada zona 3, pemeriksaan dilakukan setiap 3-4 minggu

3. Stadium 2

Tampak ridge luas dan tebal yang memisahkan area vaskular dan avaskular retina.

Gambar 18 dan 19. Ridge

a. Pada zona 1, apabila ada sedikit

saja tanda kemerahan pada ridge, ini merupakan tanda bahaya. Apabila terlihat

adanya pembesaran pembuluh, penyakit dapat dipertimbangkan telah

memburuk dan harus ditatalaksana dalam 72 jam.

14

Page 15: Retinopathy of Prematurity

b. Pada zona 2, apabila tidak ditemukan perubahan vaskular dan tidak terjadi

pembesaran ridge, pemeriksaan mata sebaiknya dilakukan tiap 2 minggu.

c. Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali

ditemukan adanya pembentukan arkade vaskular.

4. Stadium 3

Dapat ditemukan adanya proliferasi fibrovaskular ekstraretinal (neovaskularisasi)

pada ridge, pada permukaan posterior ridge atau anterior dari rongga vitreous.

Gambar 20 dan 21. Extraretinal fibrovascular

proliferation

a. Pada zona 1, apabila ditemukan adanya neovaskularisasi, maka kondisi ini

merupakan kondisi yang serius dan membutuhkan terapi.

b. Pada zona 2, prethreshold adalah bila terdapat stadium 3 dengan penyakit

plus.

c. Pada zona 3, pemeriksaan setiap 2-3 minggu cukup memadai, kecuali bila

ditemukan adanya pembentukan arkade vaskular.

5. Stadium 4

Stadium ini adalah ablasio retina subtotal yang berawal pada ridge. Retina tertarik

ke anterior ke dalam vitreous oleh ridge fibrovaskular.

a. Stadium 4A : tidak mengenai fovea

b. Stadium 4B : mengenai fovea

15

Page 16: Retinopathy of Prematurity

Gambar 22 dan 23. Retinal detachment (subtotal)

6. Stadium 5

Stadium ini adalah ablasio retina total berbentuk seperti corong (funnel).

Gambar 24 dan 25. Ablasio retina (total)

16

Page 17: Retinopathy of Prematurity

a. Stadium 5A : corong terbuka

b. Stadium 5B : corong tertutup

Penyakit Plus

Penyakit plus didefinisikan sebagai arteriolar yang berkelok-kelok dan pembesaran vena

pada kutub posterior, pembesaran vaskularisasi iris, rigiditas pupil, dan vitreous yang

berkabut, yang mana merupakan bagian dari subklasifikasi dari stadium-stadium di atas.

Adanya penyakit plus merupakan salah satu tanda bahaya. Apabila terdapat tanda-tanda

penyakit plus ini, ditandai dengan tanda ‘plus’ pada stadium penyakit.10

Threshold disease

Didefinisikan sebagai area penyakit dalam jangkauan 5 arah jarum jam berturut-turut atau

8 arah jarum jam yang tidak berurutan. Adanya kelainan ini merupakan indikasi untuk

dilakukannya terapi.10

DIAGNOSIS

Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan menggunakan

oftalmoskopi binokular indirek. Dibutuhkan pemeriksaan dengan dilatasi fundus dan depresi

skleral. Instrumen yang digunakan adalah:

1. spekulum Sauer (untuk menjaga mata tetap dalam keadaan terbuka),

2. depresor skleral Flynn (untuk merotasi dan mendepresi mata),

3. lensa 28 dioptri (untuk mengidentifikasi zona dengan lebih akurat).

Bagian pertama dari pemeriksaan adalah pemeriksaan eksternal, identifikasi rubeosis

retina, bila ada. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan pada kutub posterior, untuk

mengidentifikasi adanya penyakit plus. Mata dirotasikan untuk mengidentifikasi ada atau

tidaknya penyakit zona 1. Apabila pembuluh nasal tidak terletak pada nasal ora serrata,

temuan ini dinyatakan masih berada pada zona 2. Apabila pembuluh nasal telah mencapai

nasal ora serrata, maka mata berada pada zona 3.6

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Stadium lanjut dari ROP dapat dibedakan dari penyebab leukokoria lainnya. Diagnosis

diferensial yang penting meliputi:11

17

Page 18: Retinopathy of Prematurity

1. Exudative vitreoretinopathy, merupakan kelainan genetik yang merusak vaskularisasi

retina pada neonatus cukup bulan.

18

Page 19: Retinopathy of Prematurity

Gambar 26, 27, dan 28. Exudative vitreoretinopathy

2. Persistent hyperplastic primary vitreous, dapat mengakibatkan terlepasnya retina

akibat terjadinya tarikan.

Gambar 29. Persistent

hyperplastic primary vitreous

PENATALAKSANAAN

1. Terapi Medis

Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening

oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Saat ini, belum ada

standar terapi medis yang baku untuk ROP. Penelitian terus dilakukan untuk

memeriksa potensi penggunaan obat antineovaskularisasi intravitreal, seperti

bevacizumab (Avastin). Obat-obatan ini sudah pernah berhasil digunakan pada pasien

dengan penyakit neovaskularisasi bentuk yang lain, seperti retinopati diabetik. Terapi

lainnya yang pernah dicoba dapat berupa mempertahankan level insulinlike growth

factor (IGF-1) dan omega-3-polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dalam kadar normal

pada retina yang sedang berkembang, seperti diusulkan oleh Chen and Smith.

Meskipun terapi oksigen telah dinyatakan sebagai faktor penyebab utama ROP,

banyak ahli percaya bahwa memaksimalkan saturasi oksigen pada penderita ROP

dapat merangsang regresi dari penyakit ini. Namun, sebuah studi multisenter yang

dikenal sebagai STOP-ROP (Supplemental Therapeutic Oxygen for Prethreshold

Retinopathy Of Prematurity), menemukan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan

19

Page 20: Retinopathy of Prematurity

yang terjadi dengan mempertahankan saturasi oksigen diatas 95%. Namun, saturasi

oksigen yang lebih tinggi juga tidak memperparah penyakit itu sendiri.

2. Terapi Bedah

a. Terapi bedah ablatif (Ablative surgery)

- Dilakukan apabila terdapat tanda kegawatan

- Terapi ablatif saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk

menghancurkan area retina yang avaskular

- Biasanya dilakukan pada usia gestasi 37-40 minggu

- Apabila ROP terus memburuk, mungkin dibutuhkan lebih dari satu tindakan

b. Krioterapi

Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur ini dapat

dilakukan dengan anestesi umum ataupun topikal. Karena tingkat stress prosedur

yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan bantuan ventilator setelah prosedur

ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah perdarahan intraokuler,

hematom konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan bradikardia.

c. Terapi Bedah Laser

Saat ini, terapi laser lebih disukai daripada krioterapi karena dipertimbangkan

lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga menghasilkan reaksi

inflamasi yang lebih ringan. Fotokoagulasi dengan laser tampaknya menghasilkan

outcome yang kurang-lebih sama dengan krioterapi dalam masa 7 tahun setelah

terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data mengenai ketajaman visus dan kelainan

refraksi, terapi laser tampaknya lebih menguntungkan dibandingkan krioterapi,

dan juga telah dibuktikan bahwa terapi laser lebih mudah dilakukan dan lebih

bisa ditoleransi oleh bayi. Namun, krioterapi masih merupakan terapi pilihan

apabila penglihatan retina terbatas oleh opasitas medianya.

d. Early Treatment for Retinopathy of Prematurity (ET-ROP)

Studi ET-ROP menunjukkan bahwa dengan penanganan dini (early treatment)

dapat mengurangi prognosis yang buruk pada usia kehidupan 9 bulan dan 2 tahun.

Berdasarkan studi ini, para oftalmologis membagi ROP menjadi dua bagian besar,

yaitu :

1) Tipe 1 (membutuhkan terapi)

a) Mata dengan zona 1, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus

20

Page 21: Retinopathy of Prematurity

b) Mata dengan zona 2, stadium 2 atau 3 dengan penyakit plus

2) Tipe 2 (membutuhkan observasi)

a) Mata dengan zona 1, stadium 1 atau 2 tanpa penyakit plus

b) Mata

dengan zona 2, stadium 3 ROP tanpa penyakit plus

Gambar 30. Guideline ETROP

TINDAK LANJUT

Dasar pemeriksaan untuk menindaklanjuti pasien dengan retinopati prematuritas (ROP)

adalah dari hasil pemeriksaan awal. Semakin immatur vaskularisasi retina atau semakin

serius kondisi penyakitnya, semakin pendek masa interval follow-up lanjutan yang harus

dijalani oleh pasien tersebut sehingga perkembangan sekecil apapun mengenai progresi

penyakit dapat segera diketahui.

21

Page 22: Retinopathy of Prematurity

Setelah intervensi bedah, oftalmologis harus melakukan pemeriksaan setiap 1-2 minggu

untuk menentukan apakah diperlukan terapi tambahan. Pasien yang dimonitor ini harus

menjalani pemeriksaan sampai vaskularisasi retina matur. Banyak pasien yang kehilangan

penglihatannya akibat monitor yang tidak tepat waku dan tidak sesuai. Pada pasien yang tidak

ditatalaksana, ablasio retina biasanya terjadi pada usia postmensrual 38-42 minggu.

Selain itu, 20% dari bayi-bayi prematur menderita strabismus dan kelainan refraksi,

karena itu penting untuk melakukan pemeriksaan oftalmologis setiap 6 bulan hingga bayi

berusia 3 tahun. Dan juga, 10% bayi-bayi prematur juga dapat menderita galukoma

dikemudian hari, maka pemeriksaan oftalmologis harus dilakukan setiap tahun.6

PREVENSI

Pencegahan yang benar-benar bermakna adalah pencegahan kelahiran bayi prematur.

Dapat dicapai dengan perawatan antenatal yang baik. Semakin matur bayi yang lahir,

semakin kecil kemungkinan bayi tersebut menderita ROP.

Selain itu penggunaan terapi oksigen tepat indikasi dan tepat pemberian baik frekuensi,

lama pemberian, maupun kualitas pemberian juga mempengaruhi angka kejadian retinopati

prematuritas.6

KOMPLIKASI

Komplikasi jangka panjang dari ROP antara lain adalah miopia, ambliopia, strabismus,

nistagmus, katarak, ruptur retina, dan ablasio retina. Vanderveen et al meneliti bahwa

strabismus pada penyakit ini dapat membaik pada usia 9 bulan.8

PROGNOSIS

Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya. Pada pasien yang

tidak mengalami perburukan dari stadium I atau II memiliki prognosis yang baik

dibandingkan pasien dengan penyakit pada zona 1 posterior atau stadium III, IV, dan V.6

22

Page 23: Retinopathy of Prematurity

BAB IV

KESIMPULAN

Retinopati prematuritas adalah suatu retinopati proliferatif yang terdapat pada bayi

prematur. Semakin kecil berat badan dan muda usia neonatus, maka insiden ROP semakin

meningkat. Sekarang ini, ditemukan bahwa tidak hanya terapi oksigen saja yang menjadi

faktor kausatif dari ROP, namun bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam

patogenesis ROP masih belum dapat diketahui.

Kelahiran bayi prematur mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh retina

normal. Sel-sel spindel mesenkimal, yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap

junction. Gap junction ini mengganggu pembentukan pembuluh darah yang normal,

mencetuskan terjadinya respon neovaskular. Seiring area ini mengalami iskemik, faktor

angiogenik, seperti vascular endothelial growth factor (VEGF), dibentuk oleh sel-sel spindel

mesenkimal dan retina yang iskemik untuk membuat vaskularisasi yang baru. Vaskularisasi

baru ini bersifat immatur dan tidak berespon terhadap regulasi yang normal.

Untuk kepentingan tatalaksana, maka dibentuklah International Classification of

Retinopathy of Prematurity (ICROP). Sistem klasifikasi ini membagi lokasi penyakit ini

dalam zona-zona pada retina (1, 2, dan 3), penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam

(1-12), dan tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Standar baku untuk

23

Page 24: Retinopathy of Prematurity

mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan menggunakan oftalmoskopi binokular

indirek.

Tatalaksana ROP adalah terapi bedah, yaitu Terapi bedah ablatif (Ablative surgery),

Krioterapi, dan Terapi Bedah Laser. Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit

dan stadiumnya.

Prognosis ROP ditentukan berdasarkan stadium, pada pasien yang tidak mengalami

perburukan dari stadium I atau II memiliki prognosis yang baik dibandingkan pasien dengan

penyakit pada zona 1 posterior atau stadium III, IV, dan V.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tejiro B,2006. Retinopathy of prematurity. Dalam: arch soc esp oftalmol; 81:129-130.

2. Campbell K. Intensive oxygen therapy as a possible cause for retrolental fibroplasia.

A clinical approach. Med J Austr. 1951;2:48-50. Cited June 5, 2010. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis

3. Gargely K,2010. Retinopathy of prematurity-epidemics, incidence, prevalence,

blindness. Faculty of medicine, comenicus university Bratistava, Slovakia

4. Setiawan bambang, 2007. Peroksidase lipid dan penyakit terkait stress oksidatif pada

bayi prematur. Dalam: majalah kedokteran Indonesia vol.57 no.1, Jakarta 2007

5. Ali farrukh. Retinopathy of prematurity. Department of ophthalmology arrow park

hospital.2010

6. Bashour M. Retinopathy of Prematurity. Emedicine. November 3, 2008. Cited

November 16 , 2010. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1225022-

diagnosis.

7. Benson C Ralph. Retinophati prematuritas. Dalam: Obsteri dan Ginekologi. Jakarta:

EGC,2004.

8. Anjli Hussain, 2004. Management of retinopathy in a tertiary care center. Dalam:

Journal of the Bombay ophtamologists association vol.3 no.1

24

Page 25: Retinopathy of Prematurity

9. Kretzer FL, Hittner HM. Retinopathy of prematurity: clinical implications of retinal

development. Arch Dis Child. Oct 1988;63(10 Spec No):1151-67. [Medline].

10. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology : A Systemic Approach. Fifth Edition. New York :

Elsevier Science Limited; 2003

11. Goyal R, Agarwal A, et all. Retinopathy of Prematurity: Present scenario. Available

at: http://www.rostimes.com/RJO20110113.htm

12. Fielder AR, Shaw DE, Robinson J, et al. Natural history of retinopathy of

prematurity: a prospective study. Eye. 1992;6 (Pt 3):233-42. [Medline].

13. Csak K, Szabo V, Szabo A, et al. Pathogenesis and genetic basis for retinopathy of

prematurity. Front Biosci. Jan 1 2006;11:908-20. [Medline].

14. Ilyas sidarta,2004. Retina. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran

Indonesia, Jakarta.

15. Alvin K Behrman. Prematuritas dan Retardasi pertumbuhan intrauterine. Dalam:

Nelson Ilmu Kesehatan Anak: bayi berisiko-tinggi. Edisi 15. Jakarta : Penerbit

EGC,2000.

25