74
PRESENTASI KASUS Malaria Falciparum Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul Di Ajukan Kepada : dr. Warih Tjahyono, Sp.PD Disusun Oleh : Dyah Ayuning Tyas Nim : 20090310036 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA

Revisi Malaria

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MALARIA

Citation preview

PRESENTASI KASUS

Malaria Falciparum

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Di Ajukan Kepada :

dr. Warih Tjahyono, Sp.PD

Disusun Oleh :

Dyah Ayuning Tyas

Nim : 20090310036

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKARTA

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2013

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Malaria Falciparum

Disusun Oleh:

Dyah Ayuning Tyas

20090310036

Telah dipresentasikan pada tanggal 28 Oktober 2013

dan telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

( dr. Warih Tjahjono Sp.PD )

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, atas rahmat dan karunia Allah SWT, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan tugas presentasi kasus Malaria Falciparum. Tujuan pembuatan Presentasi

Kasus ini untuk memenuhi salah satu dari syarat program pendidikan profesi sub bidang

Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Panembahan Senopati kabupaten Bantul dan menambah

pengetahuan penulis tentang Bronchitis sebagai salah satu kasus di bagian IPD.

Terima kasih yang sebanyak – banyaknya penulis ucapkan kepada :

1. dr. Warih Tjahjono, Sp PD selaku pembimbing laporan kasus di bagian IPD.

2. Semua dokter dan perawat di RSUD Panembahan Senopati Bantul yang banyak

membantu penulis dalam Co As di bagian IPD.

3. Rekan-rekan Co Assisten atas semangat, dorongan dan bantuannya.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi yang

membacanya.

Penulis

Dyah Ayuning Tyas

BAB I

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. J

Umur : 65 th

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kebosungu II, Dlingo, Bantul

RM : 51 34 13

Tgl masuk : 28 September 2013

Tgl diperiksa : 28 September 2013

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama : Demam dan menggigil

B. Keluhan Tambahan : Mual

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Os mengeluh demam selama 1 minggu SMRS, meninggi dimalam hari,

turun dipagi hari disertai dengan menggigil dan keringat dingin. Pasien terasa

sangat lemas sehingga susah diajak komunikasi. Pasien juga mengeluh nyeri

kepala seperti ditusuk – tusuk diseluruh bagian kepala (+), nyeri diulu hati (+),

mual (+), muntah (-), badan terasa pegal-pegal (+), conjunctiva anemis (+/+) dan

napsu makan menurun (+). Pasien sebelumnya tidak mengkonsumsi obat untuk

meringankan keluhan pasien. BAB berwarna kehitaman pada hari ke 6 saat

dirumah sakit. BAK berwarna pekat kecoklatan. Menurut alloanamnesis, dari

anak tersebut bercerita bahwa pasien sebelumnya baru saja pulang dari pulau

Sumatra.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit asma (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat DM disangkal

Riwayat gastritis (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit serupa.

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat DM disangkal.

Riwayat Asma disangkal.

III.PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan umum : Tampak lemas

B. Kesadaran : Compos Mentis

C. Vital sign : Tekanan darah : 110/60 mmHg

Nadi : 76 x/menit, reguler

Suhu : 38,39 oc

Frekuensi pernafasan : 24 x/menit

D. Status Umum

1. Pemeriksaan Kepala

- Kepala : Mesochepal, simetris, tumor (-), tanda radang (-), bekas

luka(-)

- Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut

- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), kelopak

edema (-/-),

- Telinga : Discharge (-), Deformitas (-)

- Hidung : Discharge (-), Perdarahan (-), deviasi septum (-), nafas

cuping (-)

- Mulut : Mukosa anemis (-), sianosis (-), lidah kotor (-)

2. Pemeriksaan leher

Kaku kuduk (-), deviasi trakhea (-), pembesaran limfonodi (-),

pembesaran kelenjar thyroid (-), massa (-), JVP tidak meningkat.

3. Pemeriksaan thoraks

Pulmo

- Inspeksi : Bentuk dada normal, kedua hemithoraks simetris,

tidak

ada bekas luka, ketinggalan gerak (-), retraksi (-),

spider nevi (-)

- Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri sama, nyeri tekan (-)

- Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

- Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler

Suara tambahan : Ronkhi kasar (-/-)

Cor

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

- Perkusi : Kanan atas : SIC II LPS Sinistra

Kiri atas : SIC II LPS Dextra

Kanan bawah : SIC IV LPS Dextra

Kiri bawah : : SIC V 1 jari medial LMC

Sinistra

- Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

- Auskultasi : S1 / S2 reguler, bising (-)

4. Pemeriksaan Abdomen

- Inspeksi : Dinding perut sama dengan dinding dada, tidak

ada luka.

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrum (+), hepar dan lien

tidak

teraba dan nyeri tekan (-), undulasi (-)

- Perkusi : Tes pekak beralih (-), timpani

5. Pemeriksaan Ekstremitas

- Udem (-/-) , ekstremitas hangat (-)

- Gerakan B B

B B

- Kekuatan 5 5

5 5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tgl 28 September 2013

Laboratorium Darah

- HB : 6,6 (gr%) ( 12-16 )

- Leukosit : 12,74 (ribu/uL) ( 4 – 10)

- Eritrosit : 2,23 (juta/uL) ( 4 - 5 )

- Trombosit : 120 (ribu/uL) ( 150 – 450 )

- HMT : 39,6 % ( 36-46 )

- Eosinofil : 1 (2-4)

- Basofil : 0 (0-1)

- Batang : 7 (2-5)

- Segmen : 73 (51-67)

- Limfosit : 17 (20-35)

- Monosit : 2 (4-8)

Kimia darah :

- GDS : 78 (<200 mg/dl)

- SGOT : 203 < 31 u/L

- SGPT : 125 < 31 u/L

- Ureum : 54 (17-43)

- Kreatin : 0.95 (0,6-1,1)

Widal :

-Typhus – O : NEGATIF

-Typhus – H : (+) 1/320

-Typhus – A : (+) 1/320

-Typhus – O : NEGATIF

Urine Lengkap

-Warna : Kekeruhan

-Kekeruhan : Keruh

-Reduksi : Negatif

-Bilirubin : Positif

-Keton : Negatif

-BJ : 1.010 ( 1.015 – 1.025 )

-Blood : 80

-PH : 5.5 ( 4,8 – 7,4 )

-Protein : 1.0

-Urobilinogen : 33 ( 3,2 – 16 )

-Nitrit : Negatif

-Lekosit Esterase : Negatif

Sedimen

-Eritrosit : 2-3 ( 0 – 1 )

-Leukosit : 1-2 ( 1 - 6 )

-Sel Epithel : Positif

Kristal

-Ca Oksalat : Negatif

-Asam Urat : Negatif

-Amorf : Positif

Silinder

-Eritrosit : Negatif

-Leukosit : Negatif

-Granula : Negatif

-Bakteri : Negatif

Feses Lengkap

-Konsistensi : Keras

-Warna : Coklat

-Lendir : Negatif

-Darah : Negatif

-Nanah : Negatif

-Larva cacing : Negatif

Mikroskopis

-Lekosit : 0-2

-Eritrosit : 0-1

-Telur Cacing : Negatif

-Amoeba : Negatif

-Bakteri : Positif

-Lain-lain parasit : Negatif

Pencernaan

-Amylum : Negatif

-Lemak : Negatif

-Serat Otot : Negatif

-Serat tumbuh-tumbuhan : Positif

29 September 2013

Pemeriksaan AT/ HMT

- AT ( Angka Trombosit ) : 106 (150 - 450 )

- HMT : 17 ( 36 - 46 )

30 September 2013

Pemeriksaan USG Upper Abdomen

- Hepar : Echostructur dan densitas normal, permukaan

licin, sudut tumpul.

- Vesica Feliea : dinding menebal dan tidak tampak batu.

- Pancreas : Echostructur, densitas dan ukuran normal

- Ren dex dan sin : Echostructur normal calices tak melebar dan tak

tampak batu.

- Kesan : Cholecystitis

Pemeriksaan Darah Rutin

- HB : 4,0 (gr%) ( 12-16 )

- Leukosit : 9.50 (ribu/uL) ( 4 – 10)

- Eritrosit : 1,37 (juta/uL) ( 4 - 5 )

- Trombosit : 56 (ribu/uL) ( 150 – 450 )

- HMT : 11,8 % ( 36-46 )

- Eosinofil : 0 (2-4)

- Basofil : 0 (0-1)

- Batang : 1 (2-5)

- Segmen : 53 (51-67)

- Limfosit : 33 (20-35)

- Monosit : 12 (4-8)

Golongan Darah

-Golongan Darah : O

-Retikulosit : 3.00 ( 0.50-1.50 )

-Serum Iron : 38.00 ( 62.00-173.00 )

-TIBC : 133.00 ( 260.00-389.00 )

Sero-Imunologi

-HbSaG : Negatif

Pemeriksaan AT HMT

-AT :100 ribu/ul ( 150-450 )

-HMT : 13 % ( 36 – 46 )

Pemeriksaan MDT

Eritrosit :normositik, sel target, sferosit,mikrosferosit,

normokromik, polikromasi, eritrosit berinti (+)

Lekosit : jumlah cukup, granulositosit, netrofil,

vakuolisasi netrofil dan monosit.

Trombosit : jumlah menurun, penyebaran merata, trombosit

besar.

Kesan : morfologi darah tepi menunjukan anemia

normositik normokronik dengan peningkatan

respon eritropoetik netrofilia relatif,

granulasitoksik netrofil, re aktivitas netrofil dan

monosit, trombositopenia.

Kesimpulan : Anemia karena pendarahan disertai proses

infeksi bakterial ( adakah kelainan pada hepar ? )

DD : Anemia Hemolitik

Saran : Pemantauan darah rutin

1 Oktober 2013

Pemeriksaan Parasit Malaria :

-Malaria : P. Falciparum (+)

Stadium Ring, Stadium Skizon, Stadium Gametosit.

Pemeriksaan AT HMT :

-AT : 136 ribu/ul ( 150 – 450 )

-HMT : 11 % ( 36 – 46 )

02 Oktober 2013

Pemeriksaan AT HMT

-AT : 154 ribu/ul ( 150 – 450 )

-HMT : 10 % ( 36 – 46 )

Gula Darah Sewaktu

Glukose Sewaktu : 116 mg/dl ( < 200 )

Pemeriksaan Ureum, Elektrolit, dan Albumin

Kimia klinik

Fungsi Hati

Protein total : 4.41 ( 6.20 – 8.40 )

Albumin : 1.73 ( 3.50 – 5.50 )

Globulin : 2.68 ( 2.80 – 3.20 )

Fungsi Ginjal

Ureum : 72 ( 17 – 43 )

Creatin : 1.16 ( 0.60 – 1.10)

Elektrolit

Natrium :138.4 ( 137.0 – 145.0 )

Kalium : 4.33 ( 3.50 – 5.10 )

Klorida : 111.8 ( 98.0 – 107.0 )

3 Oktober 2013

Pemeriksaan AT HMT

-AT : 160 ribu/ul ( 150 – 450 )

-HMT : 15 % ( 36 – 46 )

04 Oktober 2013

MDT jumlah parasit

Sero Imunologi Parasit

Malaria : (+ ) 0.30 % Negatif

Pemeriksaan MDT

Eritrosit : Anisositosis, normokromik, sel targetsel burr, sel

stomatosit, polikromasi, eritrosit berinti, ditemukan

parasit malaria plasmodium Falciparum stadium ring,

dan gametosit.

Leukosit : Jumlah cukup, netrofilia, sel batang meningkat,

granulasi toksik dan vacuolisasi netrofil.

Trombosit : Jumlah cukup ( 158 ribu ribu/ ul ), penyebaran tidak

merata dan trombosit besar (+)

Kesan : Morfologi darah tepi menunjukan gambaran Anemia

disertai dengan infestasi parasit malaria dan proses

hemolisis

Kesimpulan : Obs. Anemia dengan infestasi parasit malaria

( membaik )

Saran : Pemantauan darah rutin.

Pemeriksaan AT HMT

-AT : 168 ribu/dl ( 150 – 450 )

-HMT : 20 % ( 36 – 46 )

- Gula Darah Sewaktu : 138

05 Oktober 2013

Pemeriksaan Albumin

- HB : 8,5 gr% ( 12 – 16 )

- AT : 174 ribu/ul (150 – 450 )

- HMT : 25 ( 36 – 46 )

- Albumin : 2.18 mg/dl ( 3.5 – 5.5 )

Pemeriksaan MDT Jumlah Parasit

Sero-Imunologi Infeksi Lain Hasil Rujukan

Malaria (+) 0,30 % Negatif

06 Oktober 2013

Pemeriksaan Darah Rutin

- HB : 10.8 (12 - 16)

- AL : 14.6 (4.00 - 10.00)

- AT : 3,81 (4.00 - 5.00)

- HMT : 1.89 (36,00 – 46.00)

- Eosonofil : 32.3 (2 – 4)

- Basofil : 0 (0 – 1)

- Batang : 0 (2 – 5)

- Segmen : 0 (51 – 67)

- Lymposit : 86 (20 – 35)

- Monosit : 10 (4 – 8)

- Glukosa sewaktu : 282

- SGOT : 47 (< 31 u/L)

- SGPT : 200 (< 31 u/L)

- Ureum darah : 113 (17 – 43)

- Kreatin : 1.58 (0,6 – 1,1)

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN

1. Anamnesis

Pasien demam dan menggigil selama 1 minggu

Timbul demam dan menggigil setelah pergi dari pulau Sumatra

Timbul sesak dan mual

Pasien sangat lemas dan pucat

Nafsu makan menurun

BAB kehitaman, BAK normal

Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya

2. Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Kepala dalam batas normal

2. Pemeriksaan leher dalam batas normal

3. Pemeriksaan thoraks

Pulmo

- Inspeksi : Bentuk dada normal, kedua hemithoraks simetris,

tidak

ada bekas luka, ketinggalan gerak (-), retraksi (-),

- Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri sama, nyeri tekan (-)

- Perkusi : Sonor kedua lapangan paru

- Auskultasi : Suara dasar : vesikuler

Suara tambahan : Whezzing

Cor dalam batas normal

4. Pemeriksaan Abdomen didapati nyeri tekan pada epigastric

5. Pemeriksaan Ekstremitas dalam batas normal

V. DIAGNOSIS BANDING

- Demam Tifoid

- DHF

VI. TERAPI

Farmakologis

28 September 2013

1. Inf RL 20 tpm

2. Inj. Ceftriaxon 2x1

3. Inj. Ranitidin 2x1A

4. Paracetamol 3x500 mg

30 September 2013

1.Transfusi PRC 3 kolf

2. Gastrofer 2x1gr

3. Kalnex 2x1A

4. Livapro 3x1

5. Ceftriaxon 2x1

6. Sistenol 3x1

1 Oktober 2013

1. D5+2 Ampul quinin/8 jam

2. Primaquin 1x3

3. Gastrofer 1A/24 Jam

2 Oktober 2013

1. Inj.Parmadol

2. Inj. Furosemid 1A/24 jam

3. Transfusi PRC

3 Oktober 2013

1. Inj. Farmadol

2. Inj. Furosemid 1A/24 Jam

3. Quinin 3x2 Ampul

4. Inf. 500cc Nacl

5. Inj.Metoclorpramid 3x1A

6. Inj.Ceftriaxon 1gr/24 jam

7. Inj.Ranitidin 2x1A

8. Lipofood 1x1 Tab

9. Dulcolax sup 1x1

4 Oktober 2013

1. Inj. Farmadol

2. Inj.Furosemid 1A/24 Jam

3. Quinin 3x2 Ampul

4. Inf.500cc Nacl

5. Inj.Metoclorpramid 3x1A

6. Inj.Ceftriaxon 1gr/24 jam

7. Inj.Ranitidin 2x1A

8. Lipofood 1x1 Tab

9. Dulcolax sup 1x1

10. Albapure 1 flash

11. Quinin tab 3x2

5 Oktober 2013

1. Inj. Farmadol

2. Inj.Furosemid 1A/24 Jam

3. Quinin 3x2 Ampul

4. Inf.500cc Nacl

5. Inj.Ceftriaxon 1gr/24 jam

6. Inj.Ranitidin 2x1A

7. Lipofood 1x1 Tab

8. Dulcolax sup 1x1

9. Albapure 1 flash

10. Quinin tab 3x2

11. Transfusi PRC 1 kolep

12. Transfusi Albumin 1 flash

6. FOLLOW UP

28 September 2013

S : Os mengeluh demam selama 1 minggu SMRS, meninggi dimalam hari, turun

dipagi hari disertai dengan menggigil dan keringat dingin. Pasien terasa sangat lemas

sehingga susah diajak komunikasi. Pasien juga mengeluh nyeri kepala seperti ditusuk

– tusuk diseluruh bagian kepala (+), nyeri diulu hati (+), mual (+), muntah (-), badan

terasa pegal-pegal (+), conjunctiva anemis (+/+) dan napsu makan menurun (+).

Pasien sebelumnya tidak mengkonsumsi obat untuk meringankan keluhan pasien.

BAB berwarna kehitaman pada hari ke 6 saat dirumah sakit. BAK berwarna pekat

kecoklatan. Menurut alloanamnesis, dari anak tersebut bercerita bahwa pasien

sebelumnya baru saja pulang dari pulau Sumatra.

O : KU : lemas

TD : 110/60 mmHg

N : 76 x

R : 24 x

T : 38,9 C

CA (+), SI (-)

Thorax : Pulmo: suara dasar vesikuler(+/+), Ronkhi kasar (-/-)

Cor : S1/S2 tunggal regular, bising jantung (-), ST (-)

Abdomen : Supel, peristaltic normal, timpani, nyeri tekan pada epigastrik

(+).

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A : Obs Febris Dispepsia

P : Inf RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxon 2x1

Paracetamol 3x500 mg

Inj. Ranitidin 2x1A

PL: DL, UL, FL

29 September 2013

S : Os mengeluhkan demam belum mereda, mual (+), muntah (-), menggigil (+)

O : KU : lemas

TD : 100/60 mmHg

N : 81 x

R : 24 x

T : 37,9 C

CA (+), SI (-)

Thorax : Pulmo: simetris (+/+), suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-)

Cor : S1/S2 tunggal regular, bising jantung (-), ST (-)

Abdomen : Supel, peristaltic normal, timpani, nyeri tekan epigatrik (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A : Obs Febris Dispepsia

P : Inf RL 20 tpm

Inj. Ceftriaxon 2x1

Paracetamol 3x500 mg

Inj. Ranitidin 2x1A

30 September 2013

S : Os mengeluhkan demam belum mereda, semakin meninggi dimalam hari, mual

(+), muntah (-), menggigil (+). Napsu makan juga semakin menurun.

O : KU : lemas

TD : 110/60 mmHg

N : 79 x

R : 24 x

T : 37,9 C

CA (+), SI (-)

Thorax : Pulmo: simetris (+/+), suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (+/+)

Cor : S1/S2 tunggal regular, bising jantung (-), ST (-)

Abdomen : Supel, peristaltic normal, timpani, nyeri tekan di Epigastrik (-)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A : Gastritis Erusif

Anemia

P : Transfusi PRC 3 kolf

Gastrofer 2x1gr

Kalnex 2x1A

Livapro 3x1

Inj. Ceftriaxon 2x1

Sistenol 3x1

PL: USG Upper Abdomen

MDT

1 Oktober 2013

S : Os mengeluh menjadi sesak nafas, sangat lemas, gelisah dan tidak dapat tidur

semalam, demam belum reda dan masih meninggi dimalam hari.

O : KU : lemas

TD : 110/50 mmHg

N : 100 x

R : 34 x

T : 37.8 C

CA (+), SI (-)

Thorax : Pulmo: simetris (+/+), suara dasar vesikuler (-/-), whezzing (+/+)

Cor : S1/S2 tunggal regular, bising jantung (-), ST (-)

Abdomen : Supel, peristaltic normal, timpani, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A : Malaria Falciparum

Anemia

P : D5+2 Ampul quinin/8 jam

Primaquin 1x3

Gastrofer 1A/24 Jam

PL : Cek GDS

2 Oktober 2013

S : OS masih mengeluhkan demam yang belum mereda, lemas (+), gelisah (+), sesak

(+), lidah bengkok dan berwarna keruh.

O : KU : lemas

TD : 110/60 mmHg

N : 81 x

R : 28 x

T : 37.8 C

CA (+), SI (-)

Thorax : Pulmo: simetris (+/+), suara dasar vesikuler (-/-), whezzing (+/+)

Cor : S1/S2 tunggal regular, bising jantung (-), ST (-)

Abdomen : Supel, peristaltic normal, timpani, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A : Malaria Falciparum

Anemia

P : Inj. Parmadol

Inj. Furosemid 1A/24 jam

Transfusi PRC

PL : DL, UREUM, ELEKTROLIT, ALBUMIN

03 Oktober 2013

S : Os mengeluh mual (+), muntah (-), lemas (+), gelisah (+), menggigil (-), sesak (-)

O : KU : lemas, CM

TD : 115/95 mmHg

N : 81 x

R : 21 x

T : 37.2 C

CA (+), SI (-)

Thorax : Pulmo: simetris (+/+), suara dasar vesikuler (+/+), whezzing (-/-)

Cor : S1/S2 tunggal regular, bising jantung (-), ST (-)

Abdomen : Supel, peristaltic normal, timpani, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A : Malaria Falciparum

Anemia

P : Inj. Farmadol

Inj. Furosemid 1A/24 Jam

Quinin 3x2 Ampul

Inf. 500cc Nacl

Inj. Metoclorpramid 3x1A

Inj. Ceftriaxon 1gr/24 jam

Inj. Ranitidin 2x1A

Lipofood 1x1 Tab

Dulcolax sup 1x1

Albapure 1 flash

Quinin tab 3x2

PL : MDT, Parasit Malaria

04 Oktober 2013

S : Os mengeluh mual (+), keringat dingin dimalam hari, muntah (-), lemas (+),

gelisah (+) tidak dapat tidur dimalam hari, menggigil (+), buang air besar agak

kehitaman.

O : KU : lemas, CM

TD : 110/60 mmHg

N : 80 x

R : 21 x

T : 37.9 C

CA (+), SI (-)

Thorax : Pulmo: simetris (+/+), suara dasar vesikuler (+/+), whezzing (-/-)

Cor : S1/S2 tunggal regular, bising jantung (-), ST (-)

Abdomen : Supel, peristaltic normal, timpani, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A : Malaria Falciparum

Anemia

P : Inj. Farmadol

Furosemid 1A/24 Jam

Quinin 3x2 Ampul

500cc Nacl

Ceftriaxon 1gr/24 jam

Ranitidin 2x1A

Lipofood 1x1 Tab

Dulcolax sup 1x1

Albapure 1 flash

Quinin tab 3x2

Transfusi PRC 1 kolep

Transfusi Albumin 1 flash

PL : MDT angka parasit malaria

05 Oktober 2013

S : Os sudah membaik, demam sudah mereda, sudah dapat berkomunikasi, agak

sedikit lemas, menggigil (-), mual (+), keringat dingin, dan sudah mulai mau

makan.

O : KU : lemas, CM

TD : 120/70 mmHg

N : 80 x

R : 22 x

T : 37 C

CA (+), SI (-)

Thorax : Pulmo: simetris (+/+), suara dasar vesikuler (+/+), whezzing (-/-)

Cor : S1/S2 tunggal regular, bising jantung (-), ST (-)

Abdomen : Supel, peristaltic normal, timpani, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

A : Malaria Falciparum

Anemia

P : Inj. Farmadol

Inj. Furosemid 1A/24 Jam

Quinin 3x2 Ampul

Inf. 500cc Nacl

Inj. Metoclorpramid 3x1A

Inj. Ceftriaxon 1gr/24 jam

Inj. Ranitidin 2x1A

Lipofood 1x1 Tab

06 Oktober 2013 ( 02.00 WIB )

S : Keadaan pasien memburuk, sesak napas (+), Keringat dingin (+), menggigil (+),

demam meninggi.

O : KU : lemah

TD : 150/ 90 mmHg

N : 96 x/menit

R : 32x/ menit

S : 39,2 C

CA (+), SI (-)

Thorax : Pulmo: simetris (+/+), suara dasar vesikuler (+/+), whezzing

(+/+)

Cor : S1/S2 tunggal regular, bising jantung (-), ST (-)

Abdomen : Supel, peristaltic normal, timpani, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (- )

A : Malaria Falciparum

Anemia

P : Konsul dr. Warih SpPD

Dexametason 2x1 A

Inj. Kina 2a/8 drip D5%

Inj. Furosemid 2A/ 24 jam

( Pukul 10.00 )

S : Keadaan pasien tambah memburuk, nafas cepat dan dalam. Perut kembung, mual

(+), di dada terdengar suara grok-grok.

O : KU : lemah

TD : 100/80 mmHg

N : 90 x/menit

R : 32x/ menit

S : 39,2 C

CA (+), SI (-)

Thorax : Pulmo: simetris (+/+), suara dasar vesikuler (-/-), Ronkhi (+/+)

Cor : S1/S2 tunggal regular, bising jantung (-), ST (-)

Abdomen : Supel, peristaltic normal, timpani, nyeri tekan (+)

Ekstremitas : Akral hangat, edema (- )

Konsul dr. Warih Tjahyono Sp.PD

PL : Elektrolit, Cek Residu dan motivasi ICU

( Pukul 11.45 )

S : Kesadaran pasien mulai menurun, Tekanan Darah menjadi 90/60 mmHg,

menggigil (+), oleh perawat dipasangkan NGT. dokter Jaga Igd memberikan

bantuan RJP 5 siklus dan memasang EKG. Hasil dari EKG menunjukan flat,

mata isokhor, dan nadi tidak teraba. Pasien meninggal dunia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk

infeksi akut ataupuan kronis. Penyakit ini disebabkan oleh protozoa genus

plasmodium bentuk aseksual, yang masuk ke dalam tubuh manusia dan ditularkan

oleh nyamuk Anhopeles betina. Istilah malaria diambil dari dua kata bahasa italia

yaitu mal = buruk dan area = udara atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat

di daerah rawa – rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai

nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam

charges, demam kura dan paludisme.

Di dunia ini hidup sekitar 400 spesies nyamuk anopheles, tetapi hanya 60

spesies berperan sebagai vektor malaria alami. Di Indonesia, ditemukan 80 spesies

nyamuk Anopheles tetapi hanya 16 spesies sebagai vektor malaria. Ciri nyamuk

Anopheles Relatif sulit membedakannya dengan jenis nyamuk lain, kecuali dengan

kaca pembesar. Ciri paling menonjol yang bisa dilihat oleh mata telanjang adalah

posisi waktu menggigit menungging, terjadi di malam hari, baik di dalam maupun di

luar rumah, sesudah menghisap darah nyamuk istirahat di dinding dalam rumah yang

gelap, lembab, di bawah meja, tempat tidur atau di bawah dan di belakang lemari

B. ETIOLOGI

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam

genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada

manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,

Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan

oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfuse darah

atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.

Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai

malaria tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria

kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum

menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling

berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam

waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan

berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.

C. PATOFISIOLOGI

Parasit Plasmodium yang berkembang biak dengan cara memisahkan tubuh

dapat berkembang biak di dalam sistem hati manusia dengan sangat cepat menjadi

ribuan hanya dalam beberapa menit setelah parasit ini disuntikan oleh nyamuk

Anopheles betina yang sedang makan. Terdapat dua tahap perkembangan penyakit

malaria, yaitu tahap exoerthrocitic dan tahap erithrocitic. Tahap exoeriyhrocitic

adalah tahap dimana terjadinya infeksi pada sistem hati (liver) manusia yang

disebabkan oleh parasit plasmodium, sedangkan tahap erithrocitic adalah tahap

terjadinya infeksi pada sel darah merah (eritrosit). Setelah masuk melalui darah dan

sampai di sistem hati manusia, parasit ini akan berkembang biak dengan cepat yang

kemudian keluar dan menginfeksi sel darah merah, yang mana proses inilah yang

menimbulkan timbulnya demam pada penderita malaria. Selanjutnya adalah

parasit plasmodium akan terus berkembang biak dalam sel darah merah yang

kemudian keluar untuk menginfeksi sel darah merah lain yang masih sehat, hal inilah

yang menyebabkan terjadinya gejala panas atau demam naik turun pada penderita

malaria. Walaupun sebenarnya sistem limpa manusia bisa menghancurkan sel

darah merah yang terinfeksi oleh parasit, tetapi parasit plasmodium jenis falciparum

dapat membuat sel darah merah menempel pada pembuluh darah kecil dengan cara

melepaskan protein adhesif, sehingga dengan begini sel darah merah yang terinfeksi

tidak dapat masuk kedalam sistem limpa untuk dihancurkan. Dengan kemampuan

inilah plasmodium falciparum sering menjadi penyakit malaria akut, karena dengan

kemampuan menempelkan sel darah merah yang telah terinfeksi di dinding

pembuluh darah kecil secara simultan sehingga dapat menyumbat peredaran darah ke

otak yang sering mengakibatkan kondisi koma pada penderita penyakit malaria.

Sporozoit masuk melalui kulit Lain halnya dengan sebagian parasit plasmodium jenis

vivax atau ovale tidak mempunyai kecenderungan yang mematikan seperti

plasmdium falciparum tetapi dengan kemampuan menghasilkan hipnosoites yang

tetap aktif selama beberapa bulan bahkan tahun, sehingga penderita penyakit malaria

yang disebabkan plasmodium ini sering mengalami malaria yang baru kambuh dan

kambuh lagi selama beberapa bulan bahkan tahun setelah terinfeksi pertama kali, dan

sangat sulit dibasmi secara tuntas dari dalam tubuh manusia terinfeksi. Patofisiologi

pada malaria belum diketahui dengan pasti. Patofisiologi malaria adalah

multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :

a.      Penghancuran eritrosit.

Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang

mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit

dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia

jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria

(blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal.

b.      Mediator endotoksin-makrofag.

Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag

yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam

perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria,

mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat

melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan

dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin

lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit

pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan

sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga

menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan

eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam

serum pada anak dengan malaria falciparum akut berhubungan langsung dengan

mortalitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.

        c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.

Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat

membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut

mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan

dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium falciparum terhadap

endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di

sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel

pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang

membendung kapiler dalam alam-alat dalam.

          Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi

permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang

cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum

ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam

protein untuk sitoaherens.eritrosit yang terinfeksi plasmodium P. falciparum. 

Hubungan Host, Agent, dan Environment

a. Host

1. Manusia (Host Intermediate)

Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi kekebalan yang ada

pada manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium malaria.

Kekebalan adalah kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan Plasmodium

yang masuk atau membatasi perkembangannya.

Ada dua macam kekebalan yaitu :

-Kekebalan Alami (Natural Imunity)

Kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi terlebih dahulu.

-Kekebalan didapat (Acqired Immunity) yang terdiri dari :

a. Kekebalan aktif (Active Immunity) yaitu kekebalan akibat dari infeksi sebelumnya

atau akibat dari vaksinasi.

b. Kekebalan pasif (Pasif Immunity)

Kekebalan yang didapat melalui pemindahan antibody atau zat-zat yang

berfungsi aktif dari ibu kepada janin atau melalui pemberian serum dari seseorang

yang kekal penyakit. Terbukti ada kekebalan bawaan pada bayi baru lahir dari

seorang ibu yang kebal terhadap malaria didaerah yang tinggi endemisitas

malarianya.

2. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitive)

Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria yang menghisap

darah hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan mematangkan

telurnya. Jenis nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari jenis

yang ada hanya beberapa jenis yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria

(Vektor). Menurut data di Subdit SPP, penular penyakit malaria di Indonesia

berjumlah 18 species. Di Indonesia dijumpai beberapa jenis Anopheles spp sebagai

vector Malaria, antara lain :

An, sundaicus sp, An. Maculates sp, An. Balabacensis sp, An, Barbnirostrip sp

(Depkes RI, 2005). Di setiap daerah dimana terjdi transmisi malaria biasanya hanya

ada 1 atau paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penting. Vector-

vektor tersebut memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai

dan lain-lain (Achmadi, 2005).

Nyamuk Anopheles hidup di iklim tropis dan subtropics, namun bias juga

hidup d daerah yang beriklim sedang. Anopheles juga ditemukan pada daerah pada

daerah dengan ketinggian lebih dari 2000-2500m. Menurut Myrna (2003), nyamuk

Anopheles betina membutuhkan minimal 1 kali memangsa darah agar telurnya dapat

berkembang biak.

Anopheles mulai menggigit sejak matahari terbenam (jam 18.00) hingga subuh dan

puncaknya pukul 19.00-21.00. Menurut Prabowo (2004), jarak terbang Anopheles

tidak lebih dari 0,5 – 3 km dari tempat perindukannya. Waktu yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2-5 minggu, tergantung

pada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara. Secara umum nyamuk yang

telah diidentifikasi sebagai penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan

istirahat yang bervariasi yaitu:

a. Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang.

b. Anthropilik : nymuk yang menyukai darah manusia.

c. Zooanthropolik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan manusia.

d. Endofilik : nyamuk yang suka tinggal didalam rumah/bangunan.

e. Eksofilik : nyamuk yang suka tinggal di luar rumah.

f. Endofagik : nyamuk yang suka menggigit didalam rumah/bangunan.

f. Eksofagik : nyamuk yang suka menggigit diluar rumah.

Tempat tinggal manusia dan ternak, khususnya yang terbuat dari kayu

merupakan tempat yang paling disenangi oleh Anopheles. Vektor utama di Pulau

Jawa dan Sumantra adalah An. andaicus, An. maculates, An. aconitus, An.

balabacencis.

3. Agent

Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun

tidak hidup dimana kehadirannya, bila diikuti dengan kontak efektif dengan manusia

yang rentan akan terjadi stimulasi untuk memudahkan terjadi suatu proses penyakit.

Agent penyebab penyakit malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa.

1. Jenis Parasit (Plasmodium)

Sampai saat ini dikenal empat macam agent penyebab malaria yaitu :

a. Plasmodium Falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan

malaria berat/malaria otak yang fatal, gejala serangnya timbul berselang setiap dua

hari (48 jam) sekali.

b. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya

timbul berselang setiap tiga hari (Sering Kambuh)

c. Plasmodium malariae, penyebab penyakit malaria quartana yang gejala serangnya

timbul berselang setiap empat hari sekali.

d. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan

Pasifik Barat.

Seorang penderita dapat ditulari oleh lebih dari satu jenis Plasmodium,

biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran (mixed infection). Tapi

umumnya paling banyak hanya dua jenis parasit, yaitu campuran antara Parasit

falsiparum dengan parasit vivax atau parasit malariae. Campuran tiga jenis parasit

jarang sekali dijumpai (Depkes.RI.2005).

2. Siklus Hidup Parasit Malaria

Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria memerlukan dua macam siklus

kehidupan yaitu siklus dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.

a. Siklus aseksual dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual (sporozoa,

merozoit dalam sel darah merah, sizon dalam sel merah).

b. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk (Gametosit, Ookinet dan Ookista).

Siklus seksual ini juga bias disebut siklus sporogami karena menghasilkan sprozoit

yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia

atau binatang. Lama dan masa berlangsungnya siklus ini disebut dengan masa

inkubasi ekstrinsik, yaitu masuknya gametosit kedalam tubuh nyamuk sampai

terjadinya stadium sprogami dalam bentuk sporosit yang kemudian masuk kedalam

kelenjar liur nyamuk. Masa inkubasi tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu dan

kelembaban udara sehingga berbeda-beda untuk setiap species. Prinsip pengendalian

malaria antara lain didasarkan pada siklus ini yaitu dengan mengusahakan umur

nyamuk harus lebih singkat dari masa inkubasi ekstrinsik sehingga siklus sprogami

tidak dapat berlangsung dengan demikian rantai penularan akan terputus.

3. Morfologi Parasit Malaria

Parasit malaria tergolong Protozoa Genus plasmodium, Familia plasmodiae dari

Ordo coccidiidae yang terdiri dari 3 (tiga) stadium yaitu:

a. Stadium Tropozoit

Merupakan stadium terpanjang dalam siklus kehidupan parasit. Sebab itu

hampir pada semua Staduim (SD) positif dapat ditemukan stadium ini. Memeriksa

SD malaria berarti mencari tropozoit pada SD tersebut.

Morfologi (cirri-ciri khas) inti:

a) Parasit vivax/parasit malariae, bentuk besar, sifat dan warna merah bervariasi.

Semakin tua tropozoid kekompakan intinya berkurang.

b) Parasit falciparum, bentuk intinya bulat, besar seperti titik (halus/kasar), bersifat

kompak atau padat sehingga warna menjadi kontras dan jelas.

b. Stadium Sizon

Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai sizon adalah :

a) Dalam satu siklus kehidupan parasit, sizon (jam terjadinya sporulasi) singkat

sekali.

b) Bentuk sizon baru dapat ditemukan pada SD bila pengambilan darah dilakukan

dekat pada jam sebelum atau sesudah sporulasi (mengigil). Keadaan klinis berat pada

saat sporulasi menyebabkan penderita tidak mampu pergi ke unit

kesehatan, tidak dapat dibuat SD-nya. Sebab itu jarang ditemukan SD positif

yang mengandung sizon.

c) Tidak pernah ditemukan sizon Parasit falciparum SD yang berasal dari darah

organ, kadang-kadang sizon Parasit falciparum dapat ditemukan.

d) Bila pada pemeriksaan SD lebih dahulu ditemukan bentuk sizon harus dicari

bentuk ring, Tropozoit amuboit dan gametosit Parasit falciparum pada lapangan

berikutnya untuk menentukan speciesnya.

c. Staduim gametosit

Beberapa pedoman yang perlu diketahui mengenai gametosit :

a) Gametosit ada pada darah tepi paling cepat 1 (satu) minggu atau paling lambat 10

hari setelah pasien mengalami demam pertama. Adanya gametosit Parasit

falciparum pasa SD memberi pengertian pasien terlambat ditemukan. Jadi tidak

semua SD positif mengandung gametosit.

b) Gametosit Parasit vivax dan Parasit falciparum tidak pasti dapat dibedakan

demikian juga terhadap tropozoit dewasa pra sizon.

c) Gametosit Parasit falciparum adalah bentuk pasti untuk menentukan species

Falciparum.

2.2.3. Lingkungan (Environment)

1. Lingkungan

Fisik a. Suhu

Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau masa

inkubasi Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai saat masuknya gametosit

ke dalam tubuh nyamuk sampai terjadinya stadium sporogami dalam nyamuk yaitu

Universitas Sumatera

Utara

terbentuknya sporozoid yang kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin tinggi

suhu maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari

setiap species pada suhu 26,7oC masa inkubasi Ekstrinsik untuk setiap species

sebagai berikut:

1.

Parasit falciparum : 10 – 12

hari

2. Parasit vivax

: 8 – 11

hari

3.

Parasit

malariae : 14 hari

4. Parasit ovale : 15 hari

Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai masuknya Sprozoid darah sampai

timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon darah dalam tubuh

penderita. Masa inkubasi Intrinsik berbeda tiap species :

1.

Plasmodium

falciparum

:

10

– 14 hari

(12)

2. Plasmodium vivax

:

12

– 17 hari

(13)

3. Plasmodium malariae

:

18

– 40 hari

(28)

4. Plasmodium ovale

:

16

– 18 hari

(7)

b. Kelembaban udara

Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk, tingkat

kelembaban 63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan

adanya penularan.

c. Hujan

Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk

menjadi dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan

berkembangnya Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal pada sewaktu-waktu

maka

Universitas Sumatera

Utara

permukaan air akan meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi malaria. Curah

hujan yang tinggi akan merubah aliran air pada sungai atau saluran air sehingga larva

dan kepompong akan terbawa oleh air (Chwaat-Bruce. L.J, 1985)

d. Angin

Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin artinya jarak

jangkau nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek tergantung kepada arah angin.

e. Sinar Matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.

An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang teduh dan An.barbirostris dapat hidup di

tempat yang teduh maupun tempat yang terang. An.macculatus lebih suka hidup di

tempat yang terlindung (sinar matahari tidak langsung).

f. Arus air

Masing-masing nyamuk menyukai tempat perindukan yang aliran airnya berbeda.

An.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau sedikit mengalir.

An.minimus menyukai tempat perindukan yang airnya cukup deras dan An. Letifer di

tempat air yang tergenang (Depkes RI, 2006)

2. Lingkungan Kimia

Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut

(Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru

diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti

An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar 12-18%

dan tidak dapat berkembang biak pada garam lebih dari 40%. Untuk mengatur

derajat keasaman air yang

Universitas Sumatera

Utara

disenangi pada tempat perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH

air, karena An.Letifer dapat hidup ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI,

2006)

3. Lingkungan Biologi

Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan

berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk,

karena ia dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari

serangan mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indicator bagi

jenis-jenis nyamuk tertentu.

Tanaman air bukan saja menggambarkan sifat fisik, tetapi juga

menggambarkan susunan kimia dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui

lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera (Enteromorpha) kemungkinan

di lagun tersebut ada larva An. Sundaicus.

Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah

(Plocheilus panchax Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus (nila merah),

Oreochromis mossambica (mujair), akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu

daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapid dan kerbau dapat mengurangi

jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan

diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah atau cattle barrier (Rao, T.R, 1984).

4. Lingkungan Sosial Budaya

Faktor ini kadang- kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan

faktor lingkungan yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah sampai larut

malam, di mana vector lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar

jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan

penggunaan zat penolak nyamuk yang

Universitas Sumatera

Utara

intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status social masyarakat akan

mempengaruhi angka kesakitan malaria

D. MANIFESTSI KLINIK

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai

gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses

skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (Glycosyl Phosphatidylinositol)

atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi

(misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.

Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.

1. Gejala-gejala umum

Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (Malaria proxym) secara

berurutan:

a. Periode dingin

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus

dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat

sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1

jam diikuti dengan meningkatnya temperature.

b. Periode panas

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh

tetap tinggi, dapat sampai 40o C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi

meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode

ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan

keadaan berkeringat.

c. Periode berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa

capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan

pekerjaan biasa.

Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering

ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari

serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.

E. DIAGNOSIS

Diagnosis dari bronkitis akut dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien

mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya

bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut dan penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK). Pada pemeriksaan fisik stadium awal biasanya tidak khas, tapi seiring

dengan progresivitas batuk pada auskultasi dada dapat terdengar ronki, wheezing ataupun

bunyi kombinasi. Bila lendir banyak dan tidak begitu lengket dapat terdengar ronki kasar.

Pemeriksaan rontgen thoraks, analisa sputum, tes fungsi paru dan pemeriksaan kadar gas

darah arteri juga dapat membantu menegakkan diagnosis.

F. TATA LAKSANA

Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan

keluhan). Obat-obat yang lazim digunakan, yakni:

Antitusif (penekan batuk): DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali

sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari.

Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya

antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui. Demikian pula pada

anak-anak, para ahli berpendapat bahwa antitusif tidak dianjurkan, terutama pada anak

usia 6 tahun ke bawah. Pada penderita bronkitis akut yang disertai sesak napas,

penggunaan antitusif hendaknya dipertimbangkan dan diperlukan feed back dari

penderita. Jika penderita merasa tambah sesak, maka antitusif dihentikan.

Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan

sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG

(glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain.

Antipiretik (pereda panas): parasetamol (asetaminofen), dan sejenisnya.,

digunakan jika penderita demam.

Bronkodilator (melongarkan napas), diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat,

teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai

sesak napas atau rasa berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa

bronkodilator tidak hanya untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk

1

melonggarkan napas pada bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui efek

samping obat bronkodilator yang mungkin dialami oleh penderita, yakni: berdebar,

lemas, gemetar dan keringat dingin. Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka

dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya

memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator jenis lain.

Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman

berdasarkan pemeriksaan dokter.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi bronchitis dengan kondisi kesehatan yang jelek menurut Behrman

(1999), antara lain :

1. Otitis media akut .

Yaitu keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala

infeksi dan dapat disebabkan berbagai patogen termasuk Sterptococcus pneumoniae dan

Haemophilus influenzae. Mikroorganisme patogen penyebab bronkhtis menebar dan masuk

ke dalam saluran telinga tengah dan menimbulkan peradangan sehingga terjadi infeksi.

2. Sinusitis maksilaris

Yaitu radang sinus yang ada di sekitar hidung yang disebabkan oleh komplikasi

peradangan jalan nafas bagian atas dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Infeksi pada

sinus dapat menyebabkan 23 bronkhospasme, edema dan hipersekresi sehingga

mengakibatkan bronchitis.

3. Pneumonia

Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi

seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Jika bronchitis tidak ditangani dengan baik

secara tuntas atau jika daya tahan tubuh jelek, maka proses peradangan akan terus berlanjut

disebut bronchopneumoniae. Gejala yang muncul umumnya berupa nafas yang memburu

atau cepat dan sesak nafas karena paru-paru mengalami peradangan. Pneumonia berat

ditandai adanya batuk atau kesukaran bernafas, sesak nafas ataupun penarik dinding dada

sebelah bawah ke dalam.

H. PROGNOSIS

2

Jika tidak ada komplikasi, prognosis bronktis akut pada umumnya baik. Pada

bronkitis akut yang berulang dan bila pasien merokok (aktif atau pasif) maka dapat terjadi

kecerendungan untuk menjadi brnkinis kronik.

I. PENCEGAHAN

Hindari merokok diruang keluarga atau ruang tertutup bila perlu hentikan

kebiasaan merokok demi keselamatan diri endiri dan orang d sekitar akibat bahaya

rokok

Mencoba menghndari kontak langsung apabila anggota keluarga atau siapapun

disekitar anda sedang terserng flu dan batuk

Dapatkan vaksinasi terhadap flu tahunan. Karena dari banyaknya kasus yang

terjadi penyakit brokitis terjadi akibat virus dan influenza. Dengan melakuan vaksinasi

dapat membantu mengurangi risiko bronkitis

Konsultasi dengan dokter jika mengalami pneumonia (radang paru-paru diatas

usia 60 tahun, terutama bagi penderitayang memiliki penyakit komplikasi lainnya

seperti diabetes mellitus, penyakit jantung dan paru-paru.

Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan menggunakan sabun antiseptik yang

aman untuk memperkecil risiko terkena infeksi virus

Gunakan maske, jika sedang beraktivitas diluar ruangan untuk menghindari

paparan langsung polusi udara dari debu, asap kendaraan, asap rokok dll

3

BAB III

PEMBAHASAN

Bronchitis merupakan suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh

berbagai macam mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Bronchitis dibagi

menjadi dua fase yaitu fase akut dan fase kronis. Bronchitis akut adalah serangan bronchitis

dengan perjalanan penyakit yang singkat dan berat, disebabkan oleh karena terkena dingin,

penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan ditandai dengan demam, nyeri

dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan batuk

Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan

bronkitis akut yaitu :

Infeksi virus 90% : Adenovirus, Influenza virus, Parainfluenza virus, Rhinovirus

dan lain-lain

Infeksi bakteri : Bordatella pertusis, Bordatella parapertusis, Haemophillus

influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakter atipik (Mycoplasma

pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella).

Jamur

Non infeksi : Polusi udara, rokok da lain-lain.

Pasien Bapak. R 34 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas dan

nyeri dada, sesak nafas dan nyeri dada ini sudah dirasakan sejak semalam sehabis

mengangkat-angkat abu di tempat kerjanya. Pasien pernah nyeri dada pada bulan Agustus

2008. Pasien juga mengeluh batuk.

4

Dari pemeriksaan fisik, pasien tampak sesak, ditemukan respirasi rate 24 x/mnt,

dari pemeriksaan auskultasi paru didapatkan bunyi ronkhi kasar di kedua lapang paru.

Bila dilihat dari keadaan pasien dan teori maka didaptkan kesimpulan pasien

menderita bronkits akut.

Terapi yang diberikan adalah edukasi keluarga dan medika mentosa. Medika

mentosa yang dipilih adalah :

Farmakologis

a. Inf NaCl 10 tpm

b. Asspilet 3x1

c. ISDN 5L

d. Inj Ranitidine 2x1 amp

e. Inj. Ciprofloxacin /12jam

f. Ambroxol 3x1

g. PCT 3x1

Non farmakologis

8. Bed rest

5

DAFTAR PUSTAKA

1. Danusantoso, Halim. Ilmu Penyakit Paru, Hipokrates, Jakarta, 1999, Hal 70-73.

2. Ikawati, Zullies. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya, Bursa Ilmu,

Yogyakarta, 2011, Hal 86-103.

3. Kasper Dennis L. et.al. 2004. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition:

McGraw-Hill Professional

4. Kumar, Abbas, Fausto. 2005. Robin and Cotran Pathologic Basics of Disease 7th Edition :

Elseiver Saunders

5. W.M. Lorraine, Penyakit Pernafasan Obstruktif, dalam A.P Sylvia, dkk, Patofisiologi, Jilid

II, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995.

6