22
RINITIS PADA KEHAMILAN I. PENDAHULUAN Rinitis diderita hampir 25% dari seluruh populasi di dunia. Rinitis bukan merupakan penyakit tunggal melainkan kumpulan dari berbagai macam gangguan dengan berbagai macam mekanisme patofisiologi yang bukan selalu karena inflamasi. Rinitis dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebih dari gejala-gejala hidung yaitu bersin, gatal-gatal, rhinorea, dan/atau hidung tersumbat. Penderita rhinitis juga biasanya memiliki gejala-gejala yang melibatkan mata, telinga, dan tenggorokan. 1,2 Rhinitis merupakan masalah yang sering mucul dan meningkatkan angka kesakitan serta telah terbukti memiliki dampak yang merugikan seperti mengurangi konsentrasi di sekolah atau di tempat kerja. Rhinitis pada kehamilan merupakan kondisi yang sering dijumpai yaitu mengenai 9-42% dari wanita hamil. Tipe rhinitis tersebut dapat muncul kapan saja selama masa kehamilan dan biasanya akan menghilang beberapa waktu setelah melahirkan. Beberapa definisi mengenai rhinitis pada kehamilan yaitu kongesti nasal yang muncul saat enam minggu atau lebih pada masa kehamilan tanpa disertai gejala infeksi saluran nafas dan tanpa penyebab alergi, biasa menghilang pada dua minggu setelah melahirkan. 1

Rhinitis Pada Kehamilan Edit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

rinitis pada kehamilan yang susah cari referensinya

Citation preview

RINITIS PADA KEHAMILAN

I. PENDAHULUAN

Rinitis diderita hampir 25% dari seluruh populasi di dunia. Rinitis bukan

merupakan penyakit tunggal melainkan kumpulan dari berbagai macam gangguan

dengan berbagai macam mekanisme patofisiologi yang bukan selalu karena

inflamasi. Rinitis dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat satu

atau lebih dari gejala-gejala hidung yaitu bersin, gatal-gatal, rhinorea, dan/atau

hidung tersumbat. Penderita rhinitis juga biasanya memiliki gejala-gejala yang

melibatkan mata, telinga, dan tenggorokan. 1,2

Rhinitis merupakan masalah yang sering mucul dan meningkatkan angka

kesakitan serta telah terbukti memiliki dampak yang merugikan seperti

mengurangi konsentrasi di sekolah atau di tempat kerja. Rhinitis pada kehamilan

merupakan kondisi yang sering dijumpai yaitu mengenai 9-42% dari wanita

hamil. Tipe rhinitis tersebut dapat muncul kapan saja selama masa kehamilan dan

biasanya akan menghilang beberapa waktu setelah melahirkan. Beberapa definisi

mengenai rhinitis pada kehamilan yaitu kongesti nasal yang muncul saat enam

minggu atau lebih pada masa kehamilan tanpa disertai gejala infeksi saluran nafas

dan tanpa penyebab alergi, biasa menghilang pada dua minggu setelah

melahirkan. Pada definisi tersebut, insiden rhinitis pada kehamilan mencapai 22%,

ditemukan satu dari lima wanita hamil 3,4

II. ANATOMI

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian dari atas ke bawah : 5

1. Pangkal hidung (bridge),

2. dorsum nasi

3. puncak hidung,

4. ala nasi

5. kolumela dan

6. lubang hidung (nares anterior).

1

Gambar 1. Hidung Luar

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan

atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari: 5

1. tulang hidung (os nasalis),

2. prosesus frontalis os maksila dan

3. prosesus nasalis os frontal

Gambar 2. Anatomi kerangka hidung (anterolateral)

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan

yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu: 5

1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior,

2

2. sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),

3. beberapa pasang kartilago alar minor dan

4. tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke

belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi

kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares

anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang

menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.5

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat

dibelakang nares anteriror, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit

yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang

disebut vibrise. 5

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,

inferior dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk

oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os

etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian

tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela ager

nasi dan dibelakangnya terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar

dinding lateral hidung. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar

dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah

konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil

disebut konka suprema. Konka suprema disebut juga rudimenter. 5

Gambar 3. Anatomi hidung bagian dalam

3

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os.maksila

dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan

bagian dari labirin etmoid. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung

terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada

tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak di

antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung.

Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus

medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada

meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris dan

infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit

melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid

anterior Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan

konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding

inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os

palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh

lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.5

Vaskularisasi Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior

dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika, sedangkan a.oftalmika

berasal dari A.karotis interna. 5

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang

a.maksilaris interna, di antaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina

yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki

rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. 5

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang

a.fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang

a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang

disebut pleksus Kiesselbach. Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah

cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis terutama pada

anak. 5

4

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung

bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena

di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk

mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial. 5

Persarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal

dari n.oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan

sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina. 5

Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris, juga

memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion

ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis dari

n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus

profundus.Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung

posterior konka media. 5

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui

lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir

pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas

hidung. 5

Mukosa hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan

fungsional dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa

penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar

rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo

stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat

sel-sel goblet. 5

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan

kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan

normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut

5

lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh

kelenjar mukosa dan sel-sel goblet. 5

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang

penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan

didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk

membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang

masuk ke dalam rongga hidung. 5

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul

dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat.Gangguan gerakan silia dapat

disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan

obat-obatan. Dibawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung

pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid. 5

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas.

Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun

secara paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahan pada

anyaman kapiler perigalnduler dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman

kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi

oleh jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid ini

mempunyai sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa

hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil, yang mudah

mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini

dipengaruhi oleh saraf otonom. 5

III. FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi

fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:5

Fungsi respirasi

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares

anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke

bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan

atau arkus.5

6

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit

penguapan udara inspirasi oleh palut lender, sedangkan pada musim dingin

akan terjadi sebaliknya.Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga

berkisar 37ºC. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya

pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum

yang luas. Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara

akan disaring dihidung oleh: 5

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel yang

besar akan dikeluarkan dengan reflex bersin.

Fungsi Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya

mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga

bagian atas septum. Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan

cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan

rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan

rasa manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat. 5

Fungsi Fonetik

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau

hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Resonansi oleh hidung

penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan

hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga

terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan

konsonan nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan

palatum mole turun untuk aliran udara. 5

Refleks nasal

7

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung

menyebabkan refleks bersin dan nafas berhenti. Rangsangan bau tertentu

akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas. 5

IV. KLASIFIKASI

Rhinitis dapat disebabkan oleh berbagai penyebab baik alergi maupun non

alergi. Adapun klasifikasi rinitis oleh ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on

Asma) :6

1. Infectious Rhinitis

o Virus

o Bakteri

o Agen infeksi lainnya

2. Allergic

o Respon alergen : perennial, seasonal, work-related

o Durasi : intermittent, persistent

o Derajat : mild, moderater-severe

3. Occupational

o Durasi : intermittent, persistent

o Derajat : mild, moderater-severe

4. Medikamentosa

o Aspirin

o Obat-obatan lainnya

5. Hormonal

6. Penyebab lain

o NARES (Non-allergenic Rhinitis with eosinophilia syndrome)

o Food

o Emotional

o Atropic

7. Idiopatik

8

Yang paling sering dilaporkan mengenai rhinitis hormonal adalah rhinitis

pada kehamilan. 6

V. ETIOLOGI

Etiologi rinitis pada kehamilan masih belum jelas. Banyak penelitian yang

menyebutkan adanya hubungan antara hormon dan rhinitis pada kehamilan.

Sebagai contoh, progesteron yang memiliki efek vasodilatasi dapat menyebabkan

rhinitis akan tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa level progesteron

dalam serum memiliki kesamaan pada kondisi hamil maupun tidak hamil.1

Penyebab paling umum adalah karena ketidakseimbangan hormon yang

terutama dialami oleh wanita saat kehamilan, menstruasi, pubertas dan pemakaian

esterogen eksogen. Pada saat hamil, rhinitis hormonal biasanya bermanifestasi

pada bulan kedua dan akan terus berlanjut selama kehamilan. Dimana estrogen

diketahui mempengaruhi sistem saraf otonom dengan meningkatkan sejumlah

faktor termasuk parasimpatik, asetil kolin transferase, dan konten asetil kolin, dan

juga meningkatkan penghambatan sistem simpatik. 7,11

VI. PATOFISIOLOGI

Peningkatan kadar estrogen merupakan penjelasan yang paling penting pada

rhinitis dalam kehamilan. Ini berdasarkan penemuan hasil biopsi mukosa hidung

pada wanita hamil, dan pada wanita yang sedang mengkomsumsi obat kontrasepsi

dimana obat kontrasepsi dengan kadar estrogen tinggi ini menghasilkan efek

kongestif hidung sebagai efek samping utamanya.8

Selama kehamilan, plasenta memproduksi estrogen dalam jumlah besar.

Estrogen dikenal dapat memperburuk produksi lendir dan dapat menyebabkan

lendir menjadi sangat tebal atau sangat tipis. Estrogen juga menyebabkan turbinat

dalam hidung (kecil, bentuk tulang yang memegang mukosa) menjadi bengkak,

yang dapat mengganggu pernapasan. Kejadian rhinitis yang sama juga dialami

wanita yang memakai pil KB dan menjalani terapi hormon pengganti.7

Esterogen meningkatkan jumlah asam hyaluronic dalam mukosa hidung,

edema jaringan yang dihasilkan meningkat dan hidung tersumbat. Peningkatan

sekresi kelenjar lendir di hidung selama kehamilan sehingga kemampuan silia

9

menurun. Selain itu, baik β-estradiol dan progesteron memiliki reseptor di mukosa

hidung faktor ini juga berkontribusi terhadap kongesti nasal di kalangan wanita

hamil.7

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik hidung

serta pemeriksaaan penunjang. Pemeriksaan hidung dan nasofaring dengan

endoskopi telah menjadi rutinitas dalam hasil pemeriksaan diagnostik pasien

dengan keluhan hidung dan sinus.9

Anamnesis

Anamnesis pada penderita yang dicurigai rinitis dimulai dengan

menanyakan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan dengan

pertanyaan yang lebih spesifik meliputi gejala di hidung termasuk

keterangan mengenai tempat tinggal, tempat kerja, dan pekerjaan pasien.10

Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi

dihadapan pemeriksa. Hampir 70% diagnosis dapat ditegakkan dari

anamnesis saja. Gejalanya terdiri dari satu atau lebih dari hal berikut :

rhinorea, bersin, gatal-gatal dan/atau sumbatan pada hidung yang

menyebabkan penurunan dari indera penciuman yang biasanya muncul

saat enam minggu atau lebih pada masa kehamilan1,3

Ditanyakan juga apakah ada variasi diurnal (serangan yang

memburuk pada pagi hari sampai siang hari dan membaik saat malam

hari). Manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan

rinitis, riwayat atopi di keluarga, faktor pemicu timbulnya gejala, riwayat

pengobatan, serta riwayat gejala yang sama sebelum kehamilan.10

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan hidung (rinoskopi anterior) diperhatikan adanya

edema dari konka media atau inferior yang diliputi sekret encer bening,

mukosa pucat dan edema. Perhatikan juga keadaan anatomi hidung lainnya

seperti septum nasi dan kemungkinan adanya polip nasi.10

Pemeriksaan Penunjang

10

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan

rinitis alergi. Test kulit (skin test) biasanya negatif atau positif lemah, serta

kadar IgE total dalam batas normal. Kadang-kadang ditemukan juga

eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit.

Infeksi yang sering menyertai ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam

sekret. Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang edema

dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila sinus telah

terlibat.

Adapun alur diagnosis untuk mendeteksi rhinitis alergi atau non alergi tertera

pada gambar 4.6

Gambar 4. Alogaritma diagnosis rinitis

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Rhinitis vasomotor

Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor

rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non-

Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis. Rhinitis vasomotor

mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk

dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat,

11

ingus yang banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang. Etiologi

yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan

keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif

lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh,

kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya,

yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai

gangguan oleh individu tersebut.12

Rhinitis medikamentosa

Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan

respons normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor

topikal (tetes hidung atausemprot hidung) dalam waktu yang lama dan

berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.

Rhinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound atau rhinitis kimia

karena menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan

penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan. Obat-obatan lain yang

bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah antagonis ß-

adrenoreseptor oral,  inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan

antihipertensi. Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara

vasokontriktor  hidung dengan obat-obat di atas berbeda sehingga istilah

rhinitis medikamentosa hanya untuk rhinitis yang disebabkan oleh

penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-

obat oral dinamakan rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug induced

rhinitis).5

Rinitis Alergi

Rinitis alergi merupakan suatu kumpulan gejala kelainan hidung yang

disebabkan proses inflamasi yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE)

akibat paparan alergen pada mukosa hidung. Gejala klinis yang timbul

berupa rhinorea yang hilang timbul, bersin-bersin, obstruksi nasi, pruritus

pada mukosa hidung, konjungtiva, dan orofaring. 10,13

12

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan terdapatnya gejala: 13

1. Intermitten, bila gejala terdapat:

Kurang dari 4 hari per minggu

Atau bila kurang dari 4 minggu

2. Persisten, bila gejala terdapat:

Lebih dari 4 hari per minggu

Dan bila lebih dari 4 minggu

Berdasarkan beratnya gejala:

1. Ringan, jika tidak terdapat salah satu dari gangguan sebagai berikut:

Gangguan tidur

Gangguan aktivitas harian

Gangguan pekerjaan atau sekolah

2. Sedang-berat, bila didapatkan salah satu atau lebih gejala-gejala tersebut

diatas.

IX. PENATALAKSANAAN

Rhinitis pada kehamilan sangat sulit untuk ditangani dan tidak ada

penanganan khusus. Dekongestan topikal awalnya mengurangi keluhan hanya

sementara, tetapi dengan penggunaan dekongestan topikal yang terus menerus

bisa mengakibatkan hiperaktivasi dan hipertrofi dari mukosa hidung, yang dapat

mengakibatkan rhinitis medikamentosa. Pengaruh dekongestan topikal pada fetus

juga masih didiskusikan. Steroid topikal merupakan pengobatan paling efektif

untuk segala jenis rhinitis,seperti rhinitis alergik, rhinitis persisten non-alergik,

rhinitis medikamentosa dan polip hidung. Walaupun begitu, pengobatan ini

digunakan juga untuk rhinitis saat kehamilan, penilitian menunjukkan tidak ada

efek dari steroid hidung bila dibandingkan dengan placebo.1

Penatalaksanaan dari rhinitis pada wanita hamil tidak selalu efektif.

Walaupun begitu, ada beberapa obat yang daat digunakan untuk mengurangi

keluhan. Wanita hamil harus mendiskusikan pengobatan dengan dokter sebelum

menerima pengobatan selama menderita rhinitis.

o Irigasi Nasal

13

Pada penatalaksanaan ini digunakan saline untuk membantu

mengeluarkan mukus dari saluran hidung, meningkatkan kenyamanan serta

melegakan pernapasan. Saline juga membantu melumasi mukosa di hidung

yang dapat bekerja secara efektif seterusnya. 7

o Antihistamin

Antihistamin membantu meurangi keluhan hidung tersumbat, bersin serta

hidung berair. Antihistamin chlorpheniramin, loratadine, dan ceterizine aman

digunakan selama masa kehamilan.3

o Dekongestan Topikal

Dekongestan oral dihindari selama masa kehamilan karena ditakutkan

dapat memberi efek samping pada bayi yang di kandung. Beclomethasone,

fluticasone, dan budesonide merupakan preparat nasal yang aman digunakan

dan terutama pada wanita hamil yang asma.3

Chromones (contohnya sodium cromogycate) tidak menunjukkan

teratogenik pada hewan percobaan dan merupakan obat yang

direkomendasikan pada pasien dengan kehamilan trismester awal.3

Meskipun demikian pengobatan terbaik untuk gejala rhinitis selema masa

kehamilan adalah dengan perawatan diri. Berikut adalah hal-hal yang dapat

dilakukan uuntuk meringkankan keluhan saat berada di rumah : 3

1. Mengkonsumsi banyak air putih. Menghindari minuman berkafein karena

dapat menyebabkan dehidrasi.

2. Meningkatkan tingkat kelembaban dari rumah agar dapat menghindari

keluhan hidung terasa kering.

3. Menghindari iritan seperti asap rokok

4. Olahraga dapat membantu untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat

X. PROGNOSIS

Rinitis saat kehamilan tidak berbahaya untuk ibu hamil atau bayi, hanya saja

dapat ketidaknyaman. Secara khusus, rhinitis saat kehamilan cenderung

mempengaruhi kualitas tidur, yang dapat membuat penderitanya sangat lelah dan

letih. Rinitis kehamilan biasanya akan menghilang setelah melahirkan, biasanya

14

dua minggu setelah kelahiran. Rinitis kehamilan juga dapat meningkatkan peluang

penderita untuk menderita infeksi telinga atau sinusitis kronis.1,4

15