11
Fungsi, Tugas, Dan Wewenang LPS 1 LPS bekerja menjalankan dua fungsi, yaitu (1) menjamin simpanan nasabah perbankan dan (2) turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan. Memelihara Stabilitas Sistem Perbankan: Penyelesaian dan Penanganan Bank Gagal Berdasarkan UU LPS, LPS dapat melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melaksanakan penyelamatan atau tidak menyelamatkan bank gagal tersebut. Gambar 1. Diagram alur penyelesaian bank gagal non sistemik oleh LPS 2 Keputusan untuk menyelamatkan atau tidak menyelamatkan ditetapkan oleh LPS dengan sekurang-kurangnya didasarkan pada perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank gagal. LPS melakukan penyelamatan terhadap bank gagal yang tidak berdampak sistemik apabila syarat-syarat berikut dipenuhi (Gambar 1) , yaitu: (1) biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan biaya tidak melakukan penyelamatan. LPS memiliki metode perhitungan perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan 1 Sumber: Laporan Tahunan LPS 2013. 2 Sumber: http://www.lps.go.id/web/guest/mekanisme-resolusi-bank

riset LPS_2

  • Upload
    dennis

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

riset LPS_2

Citation preview

Fungsi, Tugas, Dan Wewenang LPS[footnoteRef:1] [1: Sumber: Laporan Tahunan LPS 2013.]

LPS bekerja menjalankan dua fungsi, yaitu (1) menjamin simpanan nasabah perbankan dan (2) turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.Memelihara Stabilitas Sistem Perbankan: Penyelesaian dan Penanganan Bank Gagal Berdasarkan UU LPS, LPS dapat melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal dengan cara-cara sebagai berikut: 1. Penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melaksanakan penyelamatan atau tidak menyelamatkan bank gagal tersebut. Gambar 1. Diagram alur penyelesaian bank gagal non sistemik oleh LPS[footnoteRef:2] [2: Sumber: http://www.lps.go.id/web/guest/mekanisme-resolusi-bank ]

Keputusan untuk menyelamatkan atau tidak menyelamatkan ditetapkan oleh LPS dengan sekurang-kurangnya didasarkan pada perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank gagal. LPS melakukan penyelamatan terhadap bank gagal yang tidak berdampak sistemik apabila syarat-syarat berikut dipenuhi (Gambar 1) , yaitu: (1) biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan biaya tidak melakukan penyelamatan. LPS memiliki metode perhitungan perkiraan biaya penyelamatan dan perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank gagal (Lower Cost Test) yang telah digunakan untuk melakukan analisis terhadap 35 bank gagal yang tidak berdampak sistemik; (2) bank memiliki prospek yang baik; (3) terdapat pernyataan dari RUPS yang antara lain menyatakan kesediaan untuk menyerahkan hak dan wewenang RUPS, kepengurusan bank kepada LPS, dan menyerahkan dokumen terkait kepada LPS. Seluruh biaya penyelamatan bank yang dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank tersebut. LPS wajib menjual saham bank yang diselamatkan dalam jangka waktu paling lama dua tahun, yang dapat diperpanjang maksimum dua kali dengan masing-masing perpanjangan satu tahun. Penjualan saham dilakukan secara terbuka dan transparan dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS. Tingkat pengembalian yang optimal adalah sekurang-kurangnya sebesar nilai penyertaan modal sementara. Apabila sampai dengan masa perpanjangan tidak memperoleh tingkat pengembalian yang optimal, LPS wajib menjual seluruh saham bank dengan harga terbaik pada tahun berikutnya. Apabila bank gagal yang tidak berdampak sistemik diputuskan untuk tidak diselamatkan dan Bank Indonesia mencabut izin usaha bank tersebut atas rekomendasi LPS, maka LPS melakukan pembayaran klaim penjaminan dan proses likuidasi bank dimaksud. Tindakan-tindakan LPS dalam melakukan proses likuidasi yaitu: mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk dalam hal RUPS; memberikan talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang terutang dan talangan pesangon pegawai; melakukan pengamanan aset bank sebelum proses likuidasi dimulai; memutuskan pembubaran badan hukum bank; membentuk tim likuidasi; serta menyatakan status bank sebagai bank dalam likuidasi. Selanjutnya LPS melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan likuidasi bank dimaksud. 2. Penanganan bank gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama (open bank assistance) atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama (Gambar 2). Gambar 2. Diagram alur penanganan bank gagal sistemik oleh LPS

Setelah Komite Koordinasi (KK) menyerahkan penanganan bank gagal yang telah ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik kepada LPS, LPS akan melaksanakan penanganan bank gagal berdampak sistemik tersebut sesuai dengan UU LPS. Pemegang saham lama dapat diikutsertakan dalam penanganan bank gagal apabila menyetorkan modal minimal 20% dari perkiraan biaya penanganan, menyerahkan pernyataan RUPS bank yang menyatakan antara lain memuat kesediaan untuk menyerahkan kepada LPS hak dan wewenang RUPS, dan bank telah menyerahkan dokumen yang diperlukan. Penanganan bank gagal tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama dilakukan apabila pemegang saham lama tidak memenuhi persyaratan di atas. Seluruh biaya penanganan bank yang dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank tersebut. LPS wajib menjual saham bank yang diselamatkan dalam jangka waktu paling lama tiga tahun, yang dapat diperpanjang maksimum dua kali dengan masing-masing perpanjangan satu tahun untuk mencapai hasil penjualan yang optimal. Penjualan saham dilakukan secara terbuka dan transparan dengan tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS. Tingkat pengembalian yang optimal adalah sekurang-kurangnya sebesar nilai penyertaan modal sementara. Dalam hal sampai dengan masa perpanjangan tidak memperoleh tingkat pengembalian yang optimal, LPS wajib menjual seluruh saham bank dengan harga terbaik pada tahun berikutnya tanpa memperhatikan ketentuan penjualan yang optimal.

Pengembangan Business Continuity Management (BCM)BCM adalah manajemen holistik dalam upaya pemulihan organisasi dan aktivitasnya ketika organisasi mengalami bencana atau krisis. Pengembangan dan penerapan BCM bertujuan untuk memungkinkan lembaga dapat melanjutkan kegiatannya ketika terjadi bencana atau krisis, dan dapat tetap bertahan ketika terjadi gangguan serius terhadap sistem informasinya. Proses BCM terdiri dari penyiapan langkah-langkah kebijakan, identifikasi risiko dan critical function, serta pembentukan struktur organisasi. Pembentukan struktur organisasi itu sendiri disertai dengan penetapan tanggung jawab, mekanisme kerja, dan prosedur operasional. Pengembangan BCM berada di bawah tanggung jawab Group Sistem Informasi.[footnoteRef:3] [3: Sumber: http://www.lps.go.id/in/c/document_library/get_file?uuid=902256b8-0b82-4324-b231-504d10847043&groupId=10157 ]

Dalam penyusunan BCM dapat menggunakan metode pengembangan yang mengacu kepada Good Practice Guidelines, The Business Continuity Institute. Metode yang digunakan merupakan tahap-tahap pengembangan Business Continuity Management (BCM-life cycle) sebagai berikut:[footnoteRef:4] [4: Sumber: http://www.bi.go.id/id/publikasi/sistem-pembayaran/riset/Documents/4a368839bc6c4ea4a1326f81bf12ebabbcmsp.pdf ]

The Business Continuity Management ProgrammeSebagai tahap awal, diperlukannya keterlibatan manajemen puncak, penyusunan struktur oragnisasi dan kebijakan yang akan diambil dalam pengembangan BCM.Tahap I : Understanding Your BusinessUntuk menyusun BCM strategi yang tepat maka langkah awal yang perlu dilakukan adalah memahami kegiatan usaha yang dijalankan. Beberapa teknik akan dilakukan adalah melalui Business Impact Analysis dan Risk Assessment.Tahap II : Business Continuity Management StrategiesPada tahap ini dilakukan pemilihan strategi BCM yang tepat dari beberapa pilihan yang didapat dari informasi kajian Business Impact Analysis dan Risk Assessment.Tahap III : Developing a Business Continuity Management ResponseFokus pada tahap ini akan ditujukan untuk mengidentifikasi beberapa langkah kegiatan yang dipandang perlu untuk dapat memulihkan gangguan yang terjadi pada kondisi normal.Tahap IV : Developing a Business Continuity Management CulturePada tahap ini akan digambarkan langkah-langkah untuk meningkatkan kesadaran (awareness) akan BCM melalui desain komunikasi, training dan sosialisasi yang terintegrasi dengan strategi organisasi.Tahap V : Exercising, Maintenance and AuditFokus pada tahap ini adalah penyusunan strategi testing, upaya-upaya pemeliharaan dan proses audit yang dilakukan dalam BCM.Dukungan Operasional[footnoteRef:5] [5: Sumber: Laporan Tahunan LPS 2013.]

1. Sistem Informasi Sepanjang 2013, LPS telah menyelesaikan dan mengimplementasikan beberapa aplikasi Teknologi Informasi (TI) yang ditujukan untuk mendukung kegiatan operasional Lembaga antara lain aplikasi Core System, aplikasi internet untuk pengelolaan pengadaan, enhancement aplikasi monitoring tindak lanjut Rapat Dewan Komisioner, peminjaman inventaris, serta pengelolaan ruang rapat.A. Core System Core System merupakan aplikasi berbasiskan web yang dikembangkan untuk menunjang kegiatan operasional terkait dengan fungsi, tugas dan wewenang yang dimiliki LPS. Aplikasi Core System memiliki fungsi-fungsi antara lain pengelolaan penjaminan meliputi pengelolaan administrasi bank peserta penjaminan dan pengelolaan premi penjaminan termasuk penyampaian laporan bank peserta penjaminan secara online (e-reporting). Berikut ini adalah gambaran umum kebutuhan masing-masing pengguna (user) teknologi informasi yang digunakan dalam Lembaga Penjamin Simpanan yang dikutip dari dokumen proposal implementasi SAP LPS.[footnoteRef:6] [6: Sumber: http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab3/2010-1-00581-si%20bab%203.pdf ]

a. Insurance ManagementModul ini membantu menangani fungsi manajemen penjaminan termasuk di dalamnya administrasi kepesertaan, premi penjaminan, manajemen penagihan (collection management), denda keterlambatan baik administrative maupun keterlambatan penyampaian laporan keuangan bank peserta penjaminan dan kesalahan penghitungan oleh bank peserta tersebut. Modul ini sangat terkait dengan sistem ERP Financial khususnya Account Receivable untuk menentukan kewajiban bank peserta penjaminan.b. Claim Management and HandlingModul ini membantu menangani fungsi manajemen penanganan klaim atas simpanan nasabah bank peserta penjaminan yang dicabut ijin usahanya termasuk di dalamnya pengadministrasian dan pencatatan pembayaran baik pokok simpanan maupun bunga dengan perhitungan yang wajar.Pengadministrasian tersebut juga mencakup status layak dan tidak layak bayar serta penanganan yang pernah dilakukan baik oleh lembaga, nasabah dan pihak lain atas penunjukan dan seijin lembaga. Modul ini sangat terkait dengan sistem ERP Financial khususnya Budgeting dan Account Payable.c. Bank resolution dan AnalysisModul ini membantu menangani fungsi manajemen penanganan penyelamatan bank gagal yang diputuskan untuk diselamatkan dengan cara penambahan modal bank dalam bentuk penyertaan modal sementara termasuk proses penyertaan modal sementara serta pengakhiran penyertaan modal sementara. Disamping itu modul ini juga, berdasarkan data yang diperoleh dan informasi yang dikumpulkan dari suatu bank gagal yang selanjutnya dianalisa, memberikan gambaran atas estimasi biaya penyelamatan bank gagal tersebut. Estimasi tersebut akan digunakan bahan usulan kepada manajemen untuk memutuskan apakah bank gagal tersebut diselamatkan atau ditutup. Modul ini sangat terkait dengan ERP Financial khususnya Account Receivable dan Account Payable.d. Bank Liquidation ManagementModul ini membantu menangani fungsi penanganan dan pengawasan penutupan bank yang dicabut izin usahanya yang diputuskan untuk dilikudasi termasuk penalangan pembayaran gaji pengawai bank yang terhutang, penalangan pembayaran pesangon pegawai bank dan pengadministrasian dan penjualan aset bank serta penagihan piutang bank kepada debitur bank dan pencatatan biaya terkait proses likuidasi bank dan penerimaan penjualan aset dan lainnya. Modul ini sangat berkaitan dengan sistem ERP Financial khusunya Account Receivable dan Account Payable.

Selain itu, Core System juga memiliki beberapa fitur sebagai berikut: 1. Fitur pengelolaan risiko yang memiliki fungsi antara lain pengelolaan laporan keuangan bank umum dan BPR. 2. Fitur pada pengelolaan likuidasi antara lain meliputi persiapan pelaksanaan likuidasi termasuk monitoring proses likuidasi; dan pengelolaan neraca terkait bank dalam likuidasi. 3. Fitur pada pengelolaan klaim antara lain pengelolaan data rekonsiliasi dan verifikasi, pengelolaan pembayaran klaim kepada nasabah bank yang dilikuidasi dan penanganan keberatan nasabah. 4. Fitur pada pengelolaan resolusi bank meliputi pengelolaan dan monitoring kondisi bank dalam pengawasan khusus, due diligence, monitoring perkembangan/kondisi bank yang diselamatkan, dan pengelolaan penjualan bank yang diselamatkan. 5. Fitur alert management untuk memberikan notifikasi terhadap kondisi/indikator yang melampaui kriteria tertentu untuk mempermudah melakukan monitoring terhadap proses-proses yang ada. Selain diakses oleh internal LPS, Core System dapat diakses juga oleh bank peserta penjaminan dan tim likuidasi.

B. Pusat Data LPS juga telah meningkatkan infrastruktur teknologi informasi dengan pengembangan pusat data yang mengimplementasikan device redundancy pada perangkat kritikal dan meningkatkan kapasitas teknologi informasi serta meningkatkan sistem keamanan dengan implementasi sistem pencegahan serangan untuk meningkatkan keamanan komunikasi dan jaringan dan implementasi Secured Socket layer (SSL) untuk peningkatan keamanan transaksi.Selain itu, keputusan LPS menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal yang tidak berdampak sistemik salah satunya ditentukan berdasarkan hasil analisis resolusi bank. Dalam melakukan proses analisis resolusi bank, LPS berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) guna mendapatkan data/ informasi secara periodik dan terkini tentang bank dalam status pengawasan khusus. Adapun data/informasi yang diterima oleh LPS dari BI adalah daftar bank yang ditetapkan sebagai bank Dalam Pengawasan Khusus (DPK), data/informasi berupa profil (data pokok), perkembangan kondisi usaha/keuangan, rincian permasalahan yang dihadapi bank, serta langkah-langkah yang telah dan akan ditempuh dalam upaya penyehatan bank DPK.

C. Pengadaan Barang dan JasaSistem pengadaan barang dan jasa yang diselenggarakan oleh LPS senantiasa dilakukan dengan efisien dan efektif. Oleh karena itu, LPS memiliki Group Layanan Umum yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan operasional LPS dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pengelolaan tata kelola lembaga yang baik. Unit kerja tersebut memiliki fungsi sebagai unit pendukung dan bertanggungjawab untuk mengkoordinasi fungsi: Pengadaan (procurement) barang/jasa; Penyediaan dan layanan logistik perkantoran; dan Dokumentasi dan kearsipan. Untuk meningkatkan tata kelola kearsipan, LPS telah mempunyai payung hukum berupa Keputusan Dewan Komisioner Nomor KEP-020/DK/VI/2012 tanggal 10 Juni 2012 tentang Kebijakan Pengelolaan Arsip di Lingkungan Lembaga Penjamin Simpanan dan Keputusan Kepala Eksekutif Nomor KEP-20/KE/III/2013 tanggal 23 Maret 2013 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedures) Pengelolaan Arsip di Lingkungan Lembaga Penjamin Simpanan. Selanjutnya, LPS telah menyelesaikan kegiatan pemilahan, indexing, dan penyimpanan secara tertata atas arsip-arsip milik Bank Dalam Likuidasi dan melakukan proses alih media terha2. Pengembangan Teknologi Informasi Pada Masa MendatangDalam mewujudkan visi untuk menjadi lembaga penjamin simpanan yang dipercaya dalam memelihara stabilitas sistem perbankan nasional, LPS telah menyelesaikan IT Strategic Plan termasuk IT Blueprint dan IT Roadmap yang diselaraskan dengan Rencana Strategis LPS 2011-2015. Penyelarasan TI dengan Rencana Strategis LPS 2011-2015 merupakan langkah nyata LPS dalam mewujudkan program penjaminan simpanan yang efektif serta berperan aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan nasional. Pada masa mendatang, LPS juga menyelenggarakan pelatihan terkait teknologi informasi dan sosialisasi rutin terkait keamanan teknologi informasi kepada pegawai guna meningkatkan keahlian dan security awareness. Selain itu, terdapat dua rencana kerja LPS pada tahun 2014 terkait teknologi informasi, yaitu: a. mengembangkan suatu sistem deteksi dini (early warning system) sebagai tatanan rangkaian aktivitas dalam fungsi manajemen risiko. Sistem deteksi dini bertujuan untuk mengetahui informasi terhadap kondisi dan risiko individual bank dengan lebih efektif. Hasil deteksi dini akan mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas LPS sesuai kewenangannya danb. melakukan pengembangan Disaster Recovery Center (DRC).

Identifikasi Risiko[footnoteRef:7] [7: Sumber: Laporan Tahunan LPS 2013.]

1. Risiko OperasionalRisiko operasional, merupakan risiko yang muncul karena adanya ketidakcukupan, tidak berjalannya atau gagalnya proses internal, kesalahan manusia (human error), kegagalan sistem, atau adanya faktor eksternal yang dapat berpengaruh terhadap kerugian dan operasional lembaga, seperti kebakaran, bencana alam, dan serangan teroris yang sering terjadi di wilayah Indonesia.Risiko operasional memiliki cakupan yang luas, inheren, dan mendasar karena meliputi hampir seluruh aktivitas lembaga serta berpotensi terjadi pada risiko-risiko yang belum diidentifikasi dengan baik. Risiko operasional melekat pada setiap kegiatan lembaga.Tujuan dari pengelolaan risiko operasional adalah untuk meminimalisasi potensi timbulnya kerugian dalam bentuk keuangan secara langsung maupun tidak langsung, yaitu kerugian potensial atas biaya-biaya yang seharusnya tidak muncul akibat kegagalan operasional. Sebagai upaya pengembangan pengelolaan risiko operasional, mulai tahun 2012 LPS melakukan penerapan Risk Self Assessment yang dilaksanakan oleh semua unit kerja. Perhitungan atas risiko operasional tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan analisis kuantitatif dengan mempertimbangkan analisis kualitatif (adjustment).Profil risiko operasional berada pada tingkat sedang (Moderate). Kondisi tersebut dipengaruhi dari beberapa hal yang terkait dengan manusia (people) yaitu human error dan kurangnya SDM, sistem informasi yaitu ketersediaan database dan sistem database yang terintegrasi, proses internal yaitu kecukupan SOP, dan koordinasi antar unit kerja, serta faktor eksternal yang dapat berpengaruh terhadap operasional lembaga.Untuk mengelola risiko operasional, sepanjang 2013 LPS telah menyelesaikan dan mengimplementasikan beberapa aplikasi Teknologi Informasi (TI) yang ditujukan untuk mendukung kegiatan operasional Lembaga antara lain aplikasi Core System, aplikasi internet untuk pengelolaan pengadaan, enhancement aplikasi monitoring tindak lanjut Rapat Dewan Komisioner, peminjaman inventaris, serta pengelolaan ruang rapat. LPS memiliki Group Layanan Umum yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan operasional LPS dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip pengelolaan tata kelola lembaga yang baik. Unit kerja tersebut memiliki fungsi sebagai unit pendukung dan bertanggungjawab untuk mengkoordinasi fungsi: a. Pengadaan (procurement) barang/jasa; b. Penyediaan dan layanan logistik perkantoran; dan c. Dokumentasi dan kearsipan. Untuk meningkatkan tata kelola kearsipan, LPS telah mempunyai payung hukum berupa Keputusan Dewan Komisioner Nomor KEP-020/DK/VI/2012 tanggal 10 Juni 2012 tentang Kebijakan Pengelolaan Arsip di Lingkungan Lembaga Penjamin Simpanan dan Keputusan Kepala Eksekutif Nomor KEP-20/KE/III/2013 tanggal 23 Maret 2013 tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedures) Pengelolaan Arsip di Lingkungan Lembaga Penjamin Simpanan. Selanjutnya, LPS telah menyelesaikan kegiatan pemilahan, indexing, dan penyimpanan secara tertata atas arsip-arsip milik Bank Dalam Likuidasi dan melakukan proses alih media terhadap dokumen yang dikategorikan sebagai surat berharga.2. Risiko Ketersediaan Data Risiko ketersediaan data adalah risiko tidak tersedianya data/ informasi secara tepat waktu, lengkap, akurat, dan relevan untuk memfasilitasi pengambilan keputusan. LPS perlu mengembangkan sistem informasi yang handal dan efisien sehingga kebutuhan data dalam proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan baik.