60
Schooling pada ikan Tingkah laku hewan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu tingkah laku individual dan tingkah laku sosial. Tingkah laku individual dilakukan oleh satu individu hewan, misalnya burung elang mencari makan di muara sungai. Tingkah laku sosial terjadi karena adanya kerjasama diantara anggota-anggotanya. Contoh dari tingkah laku social adalah schooling pada ikan (Susilowati, dkk., 2001). Tingkah laku social diawali dengan daya tarik, kemudian dilanjutkan dengan pendekatan. Setelah terjadi pendekatan dilanjutkan dengan agregasi/ pengelompokan, dan akhirnya dilakukan kerjasama. Tujuan dari tingkah laku social adalah untuk pemeliharaan baik individu, kelompok maupun spesies (Susilowati, dkk., 2001). Ikan berenang secara berkelompok, hal ini jelas merupakan suatu bentuk organisasi social. Biasanya individu dalam suatu kelompok ikan terdiri atas satu spesies, memiliki ukuran yang hampir sama, tidak memiliki pemimpin, serta semua individu melakukan aktivitas sama dalam waktu yang sama pula (Susilowati dan Rahayu, 2007). Pitcher dalam Bone, dkk. (1995) menjelaskan bahwa perilaku social ikan terdiri atas perilaku “school” dan “shoal”. Istilah school untuk mendeskripsikan kelompok ikan yang berenang bersama-sama dengan kecepatan sama,

Schooling Pada Ikan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SCHOOLING

Citation preview

Schooling pada ikanTingkah laku hewan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu tingkah laku individual dan tingkah laku sosial. Tingkah laku individual dilakukan oleh satu individu hewan, misalnya burung elang mencari makan di muara sungai. Tingkah laku sosial terjadi karena adanya kerjasama diantara anggota-anggotanya. Contoh dari tingkah laku social adalah schooling pada ikan (Susilowati, dkk., 2001).Tingkah laku social diawali dengan daya tarik, kemudian dilanjutkan dengan pendekatan. Setelah terjadi pendekatan dilanjutkan dengan agregasi/ pengelompokan, dan akhirnya dilakukan kerjasama. Tujuan dari tingkah laku social adalah untuk pemeliharaan baik individu, kelompok maupun spesies (Susilowati, dkk., 2001).Ikan berenang secara berkelompok, hal ini jelas merupakan suatu bentuk organisasi social. Biasanya individu dalam suatu kelompok ikan terdiri atas satu spesies, memiliki ukuran yang hampir sama, tidak memiliki pemimpin, serta semua individu melakukan aktivitas sama dalam waktu yang sama pula (Susilowati dan Rahayu, 2007). Pitcher dalam Bone, dkk. (1995) menjelaskan bahwa perilaku social ikan terdiri atas perilaku “school” dan “shoal”. Istilah school untuk mendeskripsikan kelompok ikan yang berenang bersama-sama dengan kecepatan sama, berorientasi pararel, dan memiliki jarak terdekat antar ikan (NND= nearest-neighbar-distance) yang konstan. Dalam hal ini, terbentuknya school tersebut karena adanya respon social yang positif antara individu yang satu dengan yang lain, bukan karena sama-sama merespon suatu faktor lingkungan. Jadi kelompok ikan yang terbentuk ketika beberapa ekor ikan mendekati suatu stimulus eksternal (misalnya makanan) bukanlah suatu school, karena kelompok ini akan bubar begitu stimulusnya hilang (Price, 1975).

Adapun perilaku “shoal” merupakan kelompok social ikan yang melakukan orientasi secara acak dan memiliki variasi jarak terdekat antar ikan (Susilowati dan Rahayu, 2007). Menurut Pitcher (1993), ikan memperoleh banyak manfaat dari perilaku shoaling termasuk pertahanan terhadap predator (melalui deteksi pemangsa yang lebih baik dan dengan menipiskan kemungkinan penangkapan individu), meningkatkan keberhasilan mencari makan, dan keberhasilan yang lebih tinggi dalam mencari pasangan. Menurut Pitcher, TJ & Parrish, JK., (1993), schooling memiliki

manfaat pada kawanan ikan untuk peningkatan efisiensi hidrodinamik antar anggotanya. Beberapa spesies ikan dalam schooling mengeluarkan "lendir" yang membantu untuk mengurangi gesekan air ke tubuh mereka. Ikan juga melakukan suatu pola gerakan ekor yang "bolak-balik" sehingga dari ekor mereka menghasilkan arus kecil yang disebut "pusaran". Setiap individu, dapat menggunakan pusaran kecil dari anggota ikan yang lain untuk membantu dalam mengurangi gesekan air pada tubuhnya sendiri. Sehingga, selain terjadi peningkatan efisiensi hidrodinamik, schooling juga bermanfaat untuk penghematan energi. Keuntungan lain dari schooling adalah faktor keamanan terhadap predator. Schooling memberikan kesan jumlah anggota yang sangat banyak dalam wilayah yang luas. Kesan tersebut membingungkan predator untuk memangsa anggota kelompok. Selain itu, terdapat konsep "keamanan dalam jumlah”. Begitu banyak ikan dalam spesies memungkinkan anggota kelompok untuk bersembunyi di balik satu sama lain, sehingga membingungkan pemangsa oleh perubahan bentuk dan warna yang disajikan sebagai pola schooling yang berenang bersama. Tentu saja, individu yang berada di tepi luar school lebih mungkin untuk dimakan daripada yang di tengah. Namun, karena jumlah anggota yang sangat banyak, ketika ada pemangsa dalam jarak yang dekat, kawanan ikan dapat membentuk pola pertahanan yang berbeda-beda dan mereka dapat berpindah dari satu konfigurasi ke konfigurasi yang lain dan kemudian berkumpul kembali hampir sebagai satu unit dalam waktu yang sangat cepat, sehingga kemungkinan predator yang mati atau menarik diri dari perburuan. Schooling juga memberikan kemampuan suatu spesies ikan untuk melakukan perjalanan yang sangat jauh dalam jumlah besar baik untuk mencari mangsa atau melakukan reproduksi (Prentice, 2000). Perilaku schooling merupakan tingkah laku yang sangat kompleks. Dari penelitian menunjukkan bahwa pada schooling, terjadi komunikasi intraspesies yang menyebabkan pola berenang antar anggota kelompok terlihat rapi dan dapat berubah-ubah dengan konfigurasi yang berbeda dalam waktu yang sangat cepat. Menurut Prentice (2000), ketika ikan berenang dalam kelompok, pengaturan tingkah laku ikan dilakukan oleh sistem penglihatan dan oleh sistem

gurat sisi. Pada gurat sisi terdapat garis sel neuromast khusus yang tersusun di kedua sisi badan ikan yang disebut dengan “acoustico-lateralis”. Kedua garis lateral tersebut sangat peka terhadap gerakan dan perpindahan air ketika ikan berenang dekat dengan anggota kelompok yang lain. Hal tersebut yang membantu menjaga ikan rapi, dalam pola teratur. Beberapa ikan tidak memiliki garis lateral, atau sel sensitif, dengan demikian bergantung pada penglihatan mereka. Namun pada ikan yang tidak mengembangkan sistem penglihatan, garis lateral sangat berperan penting dalam schooling. 

PEMBAHASANa) Pengamatan ketika ikan semua spesies dicampurDari hasil pengamatan dan analisis data diatas, ketika empat spesies ikan dicampur pada satu akuarium, semua spesies ikan bercampur. Namun, dari ikan yang bercampur tersebut, suatu spesies ikan dapat dibedakan melakukan schooling atau tidak berdasarkan jarak antar anggota kelompok dalam satu spesies. Apabila jarak antar individu dekat, maka tingkat schoolingnya besar, sedangkan ikan yang jarak

antar anggota kelompok dalam satu spesies besar, maka spesies ikan tersebut cenderung tidak melakukan schooling. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pitcher dalam Bone, dkk. (1995), yang menjelaskan bahwa perilaku social ikan terdiri atas perilaku “school” dan “shoal”. Istilah school untuk mendeskripsikan kelompok ikan yang berenang bersama-sama dengan kecepatan sama, berorientasi pararel, dan memiliki jarak terdekat antar ikan (NND= nearest-neighbar-distance) yang konstan. Jadi, dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa semakin dekat jarak antar anggota kelompok, maka afinitas spesies dan tingkat kerjasama antar anggota kelompok juga semakin tinggi. Dari hasil pengamatan, diketahui 2 macam spesies ikan yang memiliki afinitas tinggi, yaitu spesies ikan zebra (bergaris kuning) dan ikan mas (ikan warna oranye). Kedua spesies ikan tersebut cenderung untuk berenang dalam kelompok yang satu spesies. Namun dari keduanya, spesies ikan zebra memiliki afinitas yang lebih tinggi daripada ikan mas karena jarak antar anggota kelompoknya lebih berdekatan, sehingga tampak bergerombol dan tidak ada ikan yang memisahkan diri dari kelompok untuk waktu yang cukup lama.Ketukan yang diberikan pada dinding akuarium dan pemberian

makanan merupakan suatu stimulus eksternal. Ketika diberi ketukan, ikan menjadi tersebar. Namun pada ikan yang memiliki afinitas tinggi, yaitu ikan zebra, meskipun terlihat tersebar, namun jarak antar anggota kelompok tidaklah jauh. Begitu juga ketika diberikan stimulus berupa makanan, semua spesies ikan berkerumun ditempat yang terdapat makanan, ketika makanan habis, ikan kembali tersebar, namun pada ikan zebra dan ikan mas jarak antar anggota kelompok tidak jauh. Hal itu sesuai dengan pernyataan Price dalam Susilowati, dan Rahayu (2007), yang menyatakan bahwa terbentuknya school tersebut karena adanya respon social yang positif antara individu yang satu dengan yang lain, bukan karena sama-sama merespon suatu faktor lingkungan. Jadi kelompok ikan yang terbentuk ketika beberapa ekor ikan mendekati suatu stimulus eksternal (misalnya makanan) bukanlah suatu school, karena kelompok ini akan bubar begitu stimulusnya hilang. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa yang menyebabkan jarak antar anggota kelompok pada ikan zebra dan ikan mas selalu berdekatan yaitu adanya komunikasi intraspesies yang ditanggapi positif oleh masing-masing individu anggota kelompok.

b) Pengamatan afinitas spesies Berdasarkan data pengamatan dan analisis data diatas, pada pengamatan afinitas spesies menunjukkan hubungan antara ikan uji dengan ikan yang ada di dalam akuarium kecil. Ikan uji cenderung berada di daerah conspesifik daripada di daerah heterospesifik dan daerah no fish. Hal ini disebabkan karena adanya daya tarik ikan yang berada di dalam akuarium terhadap ikan uji. Menurut Susilowati, dkk. (2001), daya tarik merupakan factor pertama untuk mengawali suatu tingkah laku social, yang kemudian dilanjutkan dengan pendekatan. Setelah terjadi pendekatan dilanjutkan dengan agregasi/ pengelompokan, dan akhirnya dilakukan kerjasama. Tingkah laku social dalam hal ini adalah schooling, dilakukan oleh individu yang memiliki corak, ukuran yang hampir sama dan berada dalam satu spesies, sehingga meskipun kelompok ikan yang berada di daerah heterospesifik juga melakukan suatu pola tingkah laku, ikan uji cenderung tidak merespon stimulus daya tarik tersebut. Namun, kadangkala aktivitas yang tiba-tiba dari kelompok ikan di daerah

heterospesifik merangsang ikan uji untuk mendekat ke daerah heterospesifik, tetapi tidak begitu lama ikan uji kembali lagi ke daerah conspesifik atau ke daerah no fish. Menurut Partridge (1983), pada suatu schooling, terjadi suatu komunikasi intraspesies. Komunikasi tersebut dapat berupa gelombang bunyi maupun pola gerakan tertentu. Komunikasi intraspesies juga ditunjukkan oleh ikan uji melalui gerakan. Ketika ikan di daerah conspesifik melakukan suatu pola gerakan misalnya naik turun, maka ikan uji juga mengikuti pola gerakan tersebut, sehingga seakan-akan gerakan tersebut merupakan sarana komunikasi antara ikan uji dengan ikan yang berada di daerah conspesifik. Suatu pola gerakan yang dilakukan oleh kelompok ikan yang berada di dalam akuarium kecil ternyata menstimulus ikan uji untuk mendekat ke akuarium kecil dan melakukan gerakan yang sama. Sehingga, dapat dikatakan bahwa selain factor satu spesies dan memiliki corak warna yang sama, factor lain yang menyebabkan ikan uji cenderung berada di daerah conspesifik adalah adanya daya tarik berupa gerakan yang diperlihatkan oleh kelompok ikan di daerah conspesifik, yang merangsang ikan uji untuk berlama-lama di daerah conspesifik. 

c) Pengaruh besar kelompok terhadap afinitas intraspesiesBerdasarkan data pengamatan dan analisis data, diketahui bahwa ikan uji cenderung untuk mendekati kelompok ikan yang jumlah anggotanya banyak. Hal ini dikarenakan jumlah anggota kelompok yang banyak, menyebabkan daya tarik yang dimunculkan oleh masing-masing individu anggota kelompok juga semakin besar, sehingga stimulus yang dihasilkan juga semakin kuat untuk merangsang ikan uji untuk mendekat.Selain factor daya tarik, ikan uji mendekat pada kelompok yang jumlah anggotanya banyak karena factor untuk perlindungan diri. Hal ini sesuai dengan konsep "keamanan dalam jumlah”. Menurut Prentice (2000), keamanan dalam jumlah berkaitan dengan pertahanan terhadap predator. Apabila jumlah individu dalam suatu kelompok banyak, maka akan menimbulkan suatu kesan kelompok ikan yang sangat besar dalam wilayah yang luas, sehingga membingungkan predator untuk menangkap sasaran. Apabila dihubungkan dengan reproduksi, banyaknya individu memungkinkan masing-masing

individu untuk memilih pasangan sehingga keberhasilan kawin lebih besar. Ketika jumlah ikan dalam dua akuarium kecil sama, ternyata ikan uji cenderung lebih mendekat ke daerah kelompok ikan yang individunya memperlihatkan pola gerakan yang agresif. Pola gerakan yang dilakukan tiba-tiba oleh individu dalam akuarium 1 menyebabkan ikan uji tertarik dan mendekati kelompok tersebut. Sehingga, selain karena faktor jumlah anggota kelompok, spesies sama, ukuran dan corak warna sama, ternyata tingkah laku agresif yang diperlihatkan oleh anggota kelompok yang lain, juga berpengaruh terhadap schooling ikan. 

Ikan Juga Pakai Taktik untuk Menghindari Lawan

Kalau Anda pernah memperhatikan, mungkin Anda pernah bertanya-tanya, mengapa ada ikan, terutama yang berukuran kecil seperti ikan teri (Engraulis japonicus) atau ikan julung-julung (Hemirhamphus sp.), berenang berkelompok dengan formasi yang kompak dalam jumlah ratusan, ribuan, bahkan jutaan ekor.

Anggota dalam kelompok itu bergerak dengan kecepatan, arah dan jarak antaranggota, sama. Jika pemangsa datang, atau arus keras datang menghadang, ikan-ikan itu segera berpencar secara teratur tanpa bertabrakan. Setelah bahaya lewat, mereka segera bergabung kembali. Gerakan membentuk kelompok demikian itu disebut schooling. Mengapa mereka melakukan schooling?

Jawabannya tergantung dari jenis ikannya. Ikan pemangsa melakukan schooling untuk mempermudah menangkap mangsa, sebaliknya pada ikan non pemangsa, schooling berfungsi untuk menyelamatkan diri.

Umumnya ikan pemangsa lebih suka menyerang ikan yang agak terpisah dari kelompoknya. Perbedaan gerak dari salah satu anggota dalam kelompok menjadi kriteria bagi pemangsa untuk menyergapnya. Pemangsa juga lebih mudah mnyergap ikan dari suatu kelompok yang beranggotakan tiga ekor daripada yang beranggotakan seribu ekor. Tampaknya semakin banyak jumlah anggota, semakin besar keuntungannya membentuk schooling.

Unik

Untuk mampu membentuk schooling, ternyata ikan harus mencapai panjang tubuh tertentu. Seperti sebuah hasil penelitian pada tahun 1962 terhadap ikan Menidia sp. Ikan ini mulai membentuk schooling setelah mencapai panjang 10 mm dengan jumlah anggota kelompok 3-5 ekor, tetapi Cuma terbatas selama 30-60 detik. Schooling yang matang terbentuk ketika panjang ikan mencapai 11-12 mm dan jumlah anggota kelompoknya 30-50 ekor.Gerakan menghindar ikan yang membentuk schooling juga unik. Sekelompok ikan yang didatangi barakuda (Sphyraena barracuda) – ikan yang bergerak lincah, menyerang cepat, menyelinap di antara kelompok mangsa dan menyerang dengan satu kali gerakan –

akan segera berbalik arah dengan membentuk semacam rongga di sekeliling pemangsa.

Setelah itu schooling terpecah menjadi dua di sisi-sisi barakuda. Akhirnya ikan-ikan itu membentuk schooling itu kembali setelah berada di belakang barakuda. Tetapi jika barakuda mulai menyerang, gerakan menyelamatkan diri tadi tidak bisa dipertahankan, sehingga dalam keadaan genting itu setiap ikan akan berpencar lagi dari arah pusat kelompok. Gerakan mereka jadi seperti ledakan bom dengan kecepatan kurang dari 0,2 detik.

Schooling bukan dominasi ikan-ikan kecil. Ikan tuna (Thunnus sp.) yang panjang tubuhnya bisa tiga meter, membentuk schooling sehingga jangkauan perburuannya menjadi semakin luas.Tuna bersirip biru (Thunnus thunnus) membentuk formasi parabola ketika berburu mangsa. Daerah lengkung parabola dibentuk oleh anggota schooling, sehingga lengkung parabola itu bagai dinding yang keras bagi korban yang terperangkap. Korban yang ketakutan akan menghindari benturan dinding dan lari ke daerah yang kosong, yaitu pusat parabola. Dengan demikian memudahkan tuna sirip biru menangkap mangsanya.

Bentuk schooling ternyata bukan hanya parabola. Kalau dilihat dari atas, ada yang berbentuk kubus, garis, bulan sabit, atau elips. Bentuk-bentuk tersebut bisa berubah setiap saat, bahkan dalam hitungan detik, tergantung dari keadaan suhu, kadar garam, topografi

laut, keasaman, dan lain-lain.

Bantuan Alat

Untuk membuat keteraturan yang kompak dalam schooling, ternyata diperlukan bantuan alat, yaitu organ ikan yang berperan secara khusus seperti mata dan gurat sisi. Gurat sisi yang berupa garis memanjang di sisi samping tubuh ikan mulai dari kepala sampai pangkal ekor, berfungsi untuk mengetahui perubahan tekanan air. Perubahan kecepatan sedikit saja dari seekor ikan dalam kelompok bisa mengakibatkan perubahan tekanan air. Perubahan tekanan inilah yangditerima oleh anggota kelompok lainnya sehingga informasi ini segera diikuti dengan perubahan kecepatan oleh anggota kelompok lainnya dalam waktu yang amat singkat.Organ lain yang berperan dalam pembentukan schooling adalah mata. Mata ternyata berperan penting dalam mengatur jarak dan sudut antara ikan yang satu dengan ikan yang berada di dekatnya.

Keunikan lainnya adalah tidak pernah bercampurnya kelompok ikan yang satu dengan kelompok lainnya, meskin di laut bebas banyak sekali ikan yang membentuk schooling. Ternyata setiap ikan mampu mengenali kelompok masing-masing karena adanya

getaran schooling. Getaran ini dapat ditangkap oleh gurat sisi. Lagipula ternyata ikan dengan penciumannya dapat mengenali rekannya sesama satu schooling. Bau rekannya telah terekam dalam otak. Tidak heran, sebab mereka telah hidup bersama semenjak menetas.

Aturan Main

Schooling tidak dapat disamakan begitu saja dengan kelompok, karena ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi. Kriteria itu antara lain adalah jarak yang harus selalu sama antaranggota. Jarak minimal yang harus dipenuhi adalah 3/10 panjang tubuh, dan biasanya jarak itu satu kali panjang tubuhnya. Karena schooling terdiri dari ikan sejenis, maka jarak antaranggotanya sama pula.

Posisi salah satu anggota dalam schooling akan berubah setelah beberapa waktu. Secara naluri ikan-ikan itu berganti tempat secara periodik, untuk memberikan kesempatan ikan yang berada di tengah bertukar tempat ke tepi. Hal ini dilakukan karena tampaknya ikan yang berada di sebelah tepi kelompok – terutama pada kelompok ikan non pemangsa – memperoleh kesempatan lebih besar untuk mendapat makanan.

Dalam kelompok ikan yang membentuk schooling, tidak ada yang menjadi pimpinan dan tidak ada yang menjadi anggota. Setiap individu dalam kelompok itu saling menyamakan arah dan kecepatan satu sama

lain.

Ini berbeda dengan dua ekor ikan yang berenang bersama, karena salah seekor ikan akan bertindak sebagai pimpinan. Si pengiku

t akan menyamakan arah dan kecepatannya dengan pimpinan, sementara pimpinan tidak perlu terpengaruh oleh gerakan pengikutnya.Schooling ada yang terus-menerus terbentuk (disebut schooling obligat) dan ada juga yang terbentuk pada saat-saat tertentu (disebut schooling fakultatif). Misalnya saat ikan non pemangsa yang menghadapi bahaya atau saat ikan pemangsa berburu. Pada saat tidak membentuk schooling, ikan teri memang terlihat mengelompok, tetapi\ pengelompokannya tidak teratur. Jika pemangsa atau ombak besar datang, barulah mereka mulai bergerak bersama secara kompak. Gerakan mereka terlihat seperti menari-nari.

Schooling obligat pun sebenarnya tidak berlangsung terus-menerus. Setelah matahari terbenam, setiap ikan dalam kelompok schooling obligat itu menyebar atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Tetapi jarak mereka tidak terlalu jauh satu dengan yang lainnya. Malam hari biasanya digunakan untuk makan dan beristirahat. Ketika pagi datang, schooling obligat akan terbentuk kembali (Kompas Minggu, 6 Agustus 1980/Christina P. Wulan & Ika Nurillah Krishnayanti/mahasiswi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Indonesia).

Kelompok ikan (Fish shoaling and Schooling)Di alam kita sering melihat sekelompok ikan yang tinggal dan berenang bersama-sama, jika kelompok ini tebentuk dengan alasan sosial maka dikatakan shoaling (seperti bersarang bersama-sama (colonial nesting)). Kelompok ini berenang ke arah yang sama secara terkoordinasi, mereka melakukan yang dikatakan schooling. Ikan memperoleh banyak manfaat dari perilaku shoaling termasuk pertahanan terhadap predator. Dalam pertahanan ini setiap individu mengikuti aturan sederhana yang selalu menjadi sinyal bagi kelompoknya.

Bagaimana Organisme memperoleh Informasi dan Bekerja

Fish Schooling (http://globalpolicyinbrief.blogspot.jp)

Interaksi internal dalam kelompok hewan biasanya melibatkan transfer informasi antara individu. Informasi dapat mengalir antara komponen dalam kelompok melalui dua jalur yang berbeda yaitu sinyal dan isyarat. Sinyal adalah stimulus yang dibentuk oleh seleksi alam yang berperan untuk menyampaikan informasi, sedangkan isyarat adalah stimulus yang digunakan untuk menyampaikan informasi secara kebetulan. Interaksi dalam sistem self-organized berdasarkan kedua sinyal dan isyarat. Informasi yang disampaikan melalui sinyal sangat mencolok dan jelas, karena seleksi alam telah membentuk sinyal menjadi display yang kuat dan efektif, sedangkan transfer informasi melalui isyarat seringkali lebih halus dan berdasarkan

rangsangan insidental dalam lingkungan sosial dari suatu organisme.

Informasi yang dikumpulkan dari teman dalam kelompok. Dalam banyak sistem self-organized, konsep ini bekerja dengan prinsip bahwa individu dapat berfungsi secara efektif dengan informasi yang diperoleh dengan hanya memantau teman terdekat mereka. Sebagai contoh, kelompok ikan atau yang disebut dengan fish schools, koloni bersarang bersama-sama pada burung laut dan singkronisasi berkedip antara kunang-kunang. Dalam fish schools setiap individu mengikuti aturan perilaku yang menjadi sinyal untuk menjaga kelompok berenang mereka: Selalu bergabung dengan kelompok ikan terbesar

(tetap bersatu) Jika terlalu dekat, menjauh (menghindari tabrakan) Berenang dengan arah yang sama

Informasi dari Work in Progress (stigmergy).

Stigmergy (http://www.cpartikel.com/)

Konsep ini bahwa koordinasi informasi melalui komunikasi tidak langsung antara individu-individu, komunikasi dilakukan melalui media pekerjaan yang sedang berlangsung dengan memonitor kemajuan konstruksi dan memberikan instruksi. Dalam studi serangga sosial (seperti rayap), yang dikenal dengn stigmergy, yaitu istilah telah digunakan untuk menggambarkan aktivitas bangunan rekursif pada serangga sejenis rayap. Dalam membangun sarang,

serangga pekerja stigmergic itu adalah berkomunikasi dengan pekerjaan yang sebelumnya dilakukan atau hasil pekerjaan teman satu sarang, untuk menekankan bahwa pekerja mengandalkan informasi yang berasal dari lingkungan dan bukan langsung dari sesama pekerja. Dengan demikian koordinasi tugas dan peraturan konstruksi tidak bergantung langsung pada para pekerja, tetapi pada konstruksi sendiri, dan dipandu oleh hasil pekerjaan tersebut.

1. TERUMBU KARANG Binatang karang adalah pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Binatang karang yang berukuran sangat kecil, disebut polip, yangdala jumlah ribuan membentuk koloni yangdikenalsebagaikarang (karang batuatau karanglunak).Dalam peristilahan ‘terumbukarang’,“karang”yang dimaksud adalah koral ,sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu,sedangkan Terumbu adalah batuan sedimen kapur dilaut,yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel padabatuan kapurter sebut.

2. 4. 2. FUNGSI EKOLOGIS Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini bisa hidup lebih dari 480 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 1650 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya. Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat memijah, mengumpulkan organisme laut untuk meningkatkan efisiensi penangkapan (sebagai aktraktan), daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai sumber plasma nutfah4,5 ). Terumbu karang juga

merupakan sumber makanan dan bahan baku substansi dokteran. Selain itu terumbu karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai pelindung pantai dari degradasi dan abrasi.

3. 5. Beberapa faktor biologi-fisik yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang adalah sebagai berikut2.1. FAKTOR PEMBATAS

4. 6.  2. Faktor yg Potensial Merusak Ekosistem Terumbu Karang 1. Faktor Pembatas ADA DUA FAKTOR

5. 7. 2.1. FAKTOR PEMBATAS A. UP-WELLING B. CAHAYA MATAHARI C. KEJERNIHAN AIR D. KEDALAMAN E. SUHU PERAIRAN F. SALINITAS AIR LAUT G. PENGENDAPAN H. ARUS I. SUBSTRAT

6. 8.  Aktivitas wisata bahari seperti penyelam juga memberikan kontribusi terhadap laju kerusakan akibat jangkar perahu atau terinjak penyelam pemula. Wisata Bahari yang Merusak batas kebutuhan terumbu karang. Fenomena ini oleh banyak ahli diyakini sebagai penyebab pemutihan kerang (coral bleaching). Pemanasan global akan menyebabkan suhu perairan meningkat di atas ambang Pemanasan Global 2.2 Faktor yg Potensial Merusak Ekosistem Terumbu Karang

7. 9.  Peningkatan penangkapan ikanpemakan algae akan menyebabkan konsentrasi algae disekitar/dpermukaan karang menjadi tinggi sehingga menggangu proses fotosintesa dari karang. Over-Fishing and Over-Exploitation Pengunaan bahan berbahaya atau beracun seperti cyanide dan racun dapat merusak karang dalam skala yg luas Praktek Penangkapan Ikan yang merusak Metode penambatan kapal dengan jangkar berpotensial merusak terumbu karang. . Vessel Groundings and Anchoring Jika tidak ada ekosistem mangrove yang efektif menyerap sedimen tanah, maka proses sedimentasi ini akan menutupi permukaan karang sehingga karangnya mati. Tidak ada Ekosistem Mangrove

8. 10.  Suatu pengelolaan yang baik adalah yang memikirkan generasi mendatang untuk dapat juga menikmati sumberdaya yang sekarang ada. Dengan demikian dalam pengelolaan terumbu karang haruslah mempertimbangkan hal sebagai berikut 3.1. Strategi Pengelolaan Terumbu Karang 3. TEKNOLOGI KONSERVASI DAN REHABILITASI TERUMBU KARANG

9. 11.  3) Ketiga, mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kem memenuhi standar yang ditetapkan secaranasional berdasarkan pertimbanganpertimbangan daerah yang menjaga antara upaya ekploitasi dan upaya pelestarian lingkungan. 2) Kedua, mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan melaksanakan program-program pengelolaan sesuai dengan karakteristik wilayah dan masyarakat setempat serta 1) :Pertama, melestarikan, melindungi,mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau kualitas terumbukarang dan sumberdaya yang terkandung di dalamnya bagi kepentingan seluruhlapisan masyarakat serta memikirkan generasi mendatang. karang diperlukan strategi sebagai berikut terumbu karang. Berdasarkan pertimbangan ter sebut diatas, maka dalam pengelolaan terumbu itraan dari masyarakat, pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan

10. 12.  b. Menjaga keseimbangan antarapemanfaatan ekonomi danpelestarian lingkungan. a. Mengidentifikasi potensi terumbu karang dan pemanfaatannya. 3. Mengelola terumbu karang berdasar kan karakteristik eko sistem, potensi pemanfaatan dan status hukumnya: c. Meningkatkan efektifitaspenegakan hukum terhadap berbagai kegiatan yang dilarang oleh hukum seperti pemboman dan penangkapan ikan dengan Cyanide. b. Mengembangkan program penyuluhan konservasi terumbukarang dan mengembangkan berbagai alternatif mata pencaharian bagi masyarakat local yang

memanfatakannya. a. Mengidentifikasi dan mencegah penyebab kerusakan terumbu karang secara dini. 2. Mengurangi laku degradasi kondisi terumbu karang yang ada saat ini : c. Memberikan hak dan kepastianhukum untuk mengelola terumbu karang bagi mereka yang memilikkemampuan. b. Meningkatkan penyuluhan dan menumbuhkembangkan keadaan masyarakat akan tanggung jawabdalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan ekosistem nya melalui bimbingan, pendidik an danpenyuluhan tentang ekosistemterumbu karang. a. Mengembangkan mata pencaharian alternatif yang bersifat berkelanjutan bagi masyarakat pesisir. 1. Memberdayakan masyarakat pesisiryang secara langsung bergantung padpengelolaan terumbu karang :

11. 13.  Metode ini dikembangkan oleh Thomas J. Goreau and Wolf Hilbertz seorang ahli biologi dari AS 2). Mereka mengkaitkan terumbu karang pada bronjong-bronjong kawat baja yang dialiri listrik DC (direct current) dengan voltage rendah. Aliran listrik yang mengalir melalui kawat baja tesebut diharapkan dapat merangsang percepatan pertumbuhan karang. Hasil dari transplantasi model ini ternyata lebih cepat 3-5 kali dibanding cara transplantasi cara biasa. c. Mineral Accretion Metode ini dikenal dengan transplantasi. Dengan memotong karanghidup, lalu ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan diharapkan dapatmempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karangbaru yang sebelumnya tidak ada. Bibit karang yang sering digunakan pada uji coba transplantasi ini adalah dari genus Acropora yang terdiri dari A tenuis, A austera, A formosa, A hyacinthus, Adivaricata, A nasuta, A yongei, A aspera, A digitifera, A valida, dan A glauca. persen. Hal tersebut diperkirakan karena spesiesspesies tersebut memiliki cabang yang kecil dan mudah rapuh. Berdasarkan per tambahan tinggi masing- masing karang tersebut, setelah berumur satu bulan pertambahan tinggi terbesar dialami

oleh Acropora yongei (rata-rata 0,4 cm), sedangkan pertambahan tinggi terkecil dialami Acropora digitifera, yakni 0,1 cm. b. Pencangkokan Metode sederhana ini adalah dengan menengelamkan struktur bangunan di dasar laut agar dapat berfungsi seperti terumbu karang alami sebagai tempat berlindung ikan. Dalam jangka waktu tertentu, struktur yang dibuat dengan berbagai bahan seperti struktur beton berbentuk kubah dan piramida, selanjutnya membantu tumbuhnya terumbu karang alami di lokasi tersebut. Dengan demikian, fungsinya sebagai tempat ikan mencari makan, serta tempat memijah dan berkembang biakberbagai biota laut dapat terwujud. a. Terumbu karang buatan 3.2 Teknologi Transplantasi Terumbu Karang Buatan

MAKALAH EKOSISTEM PADANG LAMUN

BAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangIndonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora maupun fauna. Demikian luas serta keragaman jasad– jasad hidup di dalam yang kesemuanya membentuk dinamika kehidupan di laut yang saling berkesinambungan (Nybakken 1988).Ekosistem laut merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen-komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut maka akan menyebabkan perubahan pada komponen lainnya. Perubahan ini tentunya dapat

mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya. Dewasa ini, perhatian terhadap biota laut semakin meningkat dengan munculnya kesadaran dan minat setiap lapisan masyarakat akan pentingnya lautan. Menurut Bengen (2001) laut sebagai penyedia sumber daya alam yang produktif baik sebagai sumber pangan, tambang mineral, dan energi, media komunikasi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Karena itu wilayah pesisir dan lautan merupakan tumpuan harapan manusia dalam pemenuhan kebutuhan di masa datang.Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan adalah lamun, Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Dimana secara ekologis lamun mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal di seluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak organisme. Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustacea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).1.2 TujuanAdapun tujuan dari penyusunan Makalah Ekologi Perairan “Padang Lamun Dalam Ekosistem Laut” adalah sebagai berikut :1. Agar mahasiswa/i dapat mengetahu apa yang dimaksud dengan padang lamun 2. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui bagaimana ekosistem yang terjadi dalam padang lamun itu3. Agar mahasiswa/i dapat mengetahui apa saja masalah yang dihadapi dalam ekosistem pada lamun ini

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Padang LamunPerairan pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup yang dapat menembus sampai ke dasar perairan. Di perairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari dua tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Karena lingkungan yang sangat mendukung di perairan pesisir maka tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang secara optimal. Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.

Gambar . Padang Lamun dalam Ekosistem LautKarena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut

dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang. Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah : 1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir 2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang 3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung 4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan.5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif 6. Mampu hidup di media air asin 7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.Padang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al., 1996). Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut (Sitania, 1998). 2.2 Klasifikasi LamunTanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi. Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh

memiliki perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2 berada di perairan Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Famili Hydrocharitaceae dominan merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang tumbuh di laut. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun, di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1) Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air. Secara rinci klasifikasi lamun menurut Den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong (1983) adalah sebagai berikut : Devisi : AnthophytaKelas : AngiospermaeFamili : PotamogetonaceaSubfamili : ZosteroideaeGenus : Zostera, Phyllospadix, Heterozostera.2.3 Karakteristik Sistem VegetatifBentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi, hampir semua genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong. 

Gambar . Morfologi LamunBerbagai bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun (den Hartog, 1977). Misalnya Parvozosterid dan Halophilid dapat dijumpai pada hampir semua habitat, mulai dari pasir yang kasar sampai lumpur yang lunak, mulai dari daerah dangkal sampai dalam, mulai dari laut terbuka sampai estuari. Magnosterid dapat dijumpai pada berbagai substrat, tetapi terbatas pada daerah sublitoral sampai batas rata-rata daerah surut. Secara umum lamun memiliki bentuk luar yang sama, dan yang membedakan antar spesies adalah keanekaragaman bentuk organ sistem vegetatif. Menjadi tumbuhan yang memiliki pembuluh, lamun juga memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine alga/seaweeds), lamun memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang merupakan sistem yang menyalurkan nutrien, air, dan gas. 

• Akar Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan Halodule memiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesies Thalassodendron memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan

bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air. Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel. Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik. Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi. 

• Rhizoma dan Batang Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang. Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60 – 80% biomas lamun.• Daun Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah. Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak

dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis. 2.4 Fungsi Padang LamunMenurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu juga ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, sebagai berikut : 1. Sebagai produsen primer : Lamun memiliki tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada dilaut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al. 1975).2. Sebagai habitat biota : Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makanan berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977).3. Sebagai penangkap sedimen : Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan disekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedmen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi, padang lamun disini berfungsi sebagai penangkap sedimen dan juga dapat mencegah erosi (Gingsuburg & Lowestan, 1958).4. Sebagai pendaur zat hara : Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka dilingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit.Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif, ekosistem lamun pada perairan dangkal berfungsi sebagai : 1. Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui tekanan–tekanan dari arus dan gelombang.

2. Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi.3. Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun.4. Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit.5. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.6. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.Selain itu secara ekologis padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu :1. Produsen detritus dan zat hara.2. Mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak, dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang.3. Sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini.4. Sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.

Selanjutnya dikatakan Philips & Menez (1988), lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupun secara modern. Adapun pemanfaatan lamun tersebut baik secara modern maupun tradisional yaitu sebagai berikut :

Secara Tradisional Secara Modern• Dimanfaatkan untuk kompos dan pupuk• Cerutu dan mainan anak-anak• Dianyam menadi keranjang• Tumpukan untuk pematang• Pembuatan kasur (sebagai pengisi kasur)• Dan dibuar jaring ikan • Penyaring limbah• Stabilizator pantai• Bahan untuk pabrik kertas• Makanan • Sumber bahan kimia• Dan obat-obatan

Di alam padang lamun membentuk suatu komunitas yang merupakan habitat bagi berbagai jenis hewan laut. Komunitas lamun ini juga dapat memperlambat gerakan air. bahkan ada jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi penduduk sekitar pantai. Keberadaan ekosistem padang lamun masih belum banyak dikenal baik pada kalangan akdemisi maupun masyarakat umum, jika dibandingkan dengan ekosistem lain seperti ekosistem terumbu karang dan ekosistem mangrove, meskipun diantara ekosistem tersebut di kawasan pesisir merupakan satu kesatuan sistem dalam menjalankan fungsi ekologisnya.Selain itu, padang lamun diketahui mendukung berbagai jaringan rantai makanan, baik yang didasari oleh rantai herbivor maupun detrivor. Nilai ekonomis biota yang berasosiasi dengan lamun diketahui sangat tinggi. Ekosistem padang lamun memiliki nilai pelestarian fungsi ekosistem serta manfaat lainnya di masa mendatang sesuai dengan perkembangan teknologi, yaitu produk obat-obatan dan budidaya laut. Beberapa negara telah memanfaatkan lamun untuk pupuk, bahan kasur, makanan, stabilisator pantai, penyaring limbah, bahan untuk pabrik kertas, bahan kimia, dan sebagainya.

Peranan padang lamun secara fisik di perairan laut dangkal adalah membantu mengurangi tenaga gelombang dan arus, menyaring sedimen yang terlarut dalam air dan menstabilkan dasar sedimen (Kiswara dan Winardi, 1999). Peranannya di perairan laut dangkal adalah kemampuan berproduksi primer yang tinggi yang secara langsung berhubungan erat dengan tingkat kelimpahan produktivitas perikanannya. Keterkaitan perikanan dengan padang lamun sangat sedikit diinformasikan, sehingga perikanan di padang lamun Indonesia hampir tidak pernah diketahui. Keterkaitan antara padang lamun dan perikanan udang lepas pantai sudah dikenal luas di perairan tropika Australia (Coles et al., 1993).Ekosistem padang lamun yang memiliki produktivitas yang tinggi, memiliki peranan dalam sestem rantai makanan

khususnya pada periphyton dan epiphytic dari detritus yang dihasilkan dan serta lamun mempunyai hubungan ekologis dengan ikan melalui rantai makanan dari produksi biomasanya seperti yang diisajikan pada gambar dibawah ini :

Gambar. Hubungan Ekologis dengan ikan melalui rantai makanan dari produksi biomasanya

2.5 Faktor-faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan kestabilan ekosistem padang lamun adalah :• KecerahanPenetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan jika suatu perairan mendapat pengaruh akibat aktivitas pembangunan sehingga meningkatkan sedimentasi pada badan air yang akhirnya mempengaruhi turbiditas maka akan berdampak buruk terhadap proses fotosintesis. Kondisi ini secara luas akan mengganggu produktivitas primer ekosistem lamun.• TemperaturSecara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas di daerah bersuhu dingin dan di tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun memiliki toleransi yang luas terhadap perubahan temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita hanya memfokuskan terhadap lamun di daerah tropis karena kisaran lamun dapat tumbuh optimal hanya pada temperatur 28 – 30 0C. Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis yang akan menurun jika temperatur berada di luar kisaran

tersebut.• SalinitasKisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10 – 40 ‰ dan nilai optimumnya adalah 35 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun untuk melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas.• SubstratPadang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai karang. Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal yaitu : pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien.• Kecepatan arusProduktivitas padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Pada saat kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik, jenis Thallassia testudium mempunyai kemampuan maksimal untuk tumbuh.2.6 Jenis Fauna dan Flora yang Terdapat Pada Padang LamunPadang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang juga cukup tinggi. Pada ekosistem ini hidup beraneka ragam biota laut, seperti ikan, krustasea, moluska (Pinna sp., Lambis sp., Strombus sp.), Ekinodermata (Holothuria sp., Synapta sp., Diadema sp., Archaster sp., Linckia sp.), dan cacing Polikaeta.2.7 Ekosistem Padang Lamun di Perairan IndonesiaIndonesia yang memiliki panjang garis pantai 81.000 km, mempunyai padang lamun yang luas bahkan terluas di daerah tropika. Luas padang lamun yang terdapat di perairan Indonesia mencapai sekitar 30.000 km2 (Kiswara dan Winardi, 1994).

Jika dilihat dari pola zonasi lamun secara horisontal, maka dapat dikatakan ekosistem lamun terletak di antara dua ekosistem bahari penting yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang (pada gambar dibawah). Dengan letak yang berdekatan dengan dua ekosistem pantai tropik tersebut, ekosistem lamun tidak terisolasi atau berdiri sendiri tetapi berinteraksi dengan kedua ekosistem tersebut.

Adanya interaksi yang timbal balik dan saling mendukung, maka secara ekologis lamun mempunyai peran yang cukup besar bagi ekosistem pantai tropik. Adapun peran lamun tersebut (Nienhuis et al., 1989; Hutomo dan Azkab, 1987; Zulkifli, 2000) adalah sebagai berikut:1. Produsen primer, dimana lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki rantai makanan di laut, baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora maupun melalui dekomposisi serasah2. Sebagai habitat biota, lamun memberi perlindungan dan tempat penempelan hewan dan tumbuh-tumbuhan3. Sebagai penangkap sedimen, lamun yang lebat memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan ombak4. Sebagai pendaur zat hara5. Sebagai makanan dan kebutuhan lain, seperti bahan baku pembuatan kertas. 

Sedangkan dalam Fortes (1990), peran lamun bagi manusia baik langsung maupun tidak langsung, dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Peran tradisional, seperti sebagai bahan tenunan keranjang, kompos untuk pupuk2. Peran kontemporer, seperti penyaring air buangan; pembuatan kertas.

BAB 3. PERMASALAHANLamun pada umumnya dianggap sebagai kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun terlihat mempunyai kaitan dengan

habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat dasar dengan pasir kasar. Menurut Haruna (Sangaji, 1994) juga mendapatkan Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dan kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas campuran pecahan karang yang telah mati. Keberadaan lamun pada kondisi habitat tersebut, tidak terlepas dan ganguan atau ancaman-ancaman terhadap kelangsungan hidupnya baik berupa ancaman alami maupun ancaman dari aktivitas manusia.Kerusakan yang terjadi pada padang lamun dapat disebabkan oleh natural stress dan anthrogenik stress. Natural stress bisa disebabkan gunung meletus, sunami, kompetisi, predasi. Sedangkan anthrogenik stress bisa disebabkan :• Perubahan fungsi pantai untuk pelabuhan atau dermaga.• Eutrofikasi (Blooming mikro alga dapat menutupi lamun dalam memperoleh sinar matahari).• Aquakultur (pembabatan dari hutan mangrove untuk tambak).• Water polution (logam berat dan minyak).• Over fishing (pengambilan ikan yang berlebihandan cara penangkapannya yang merusak.Selain itu juga limbah pertanian, industri, dan rumah tangga yang dibuang ke laut, pengerukan lumpur, lalu lintas perahu yang padat, dan lain-lain kegiatan manusia dapat mempengaruhi kerusak lamun. Di tempat hilangnya padang lamun, perubahan yang dapat diperkirakan menurut Fortes (1989), yaitu:1. Reduksi detritus dari daun lamun sebagai konsekuensi perubahan dalam jaring-jaring makanan di daerah pantai dan komunitas ikan. 2. Perubahan dalam produsen primer yang dominan dari yang bersifat bentik yang bersifat planktonik.3. Perubahan dalam morfologi pantai sebagai akibat hilangnya sifat-sifat pengikat lamun.4. Hilangnya struktural dan biologi dan digantikan oleh pasir yang gundul.Banyak kegiatan atau proses dari alam maupun aktivitas

manusia yang mengancam kelangsungan hidup ekosistem lamun seperti berikut :1. Dampak kegiatan manusia pada ekosistem padang lamun (Bengen, 2001)Kegiatan Dampak Potensial• Pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan areal estate pinggir laut, pelabuhan, industri, saluran navigasi • Pencemaran limbah industri terutama logam berat, dan senyawa organolokrin• Pembuangan sampah organik• Pencemaran limbah pertanian • Pencemaran minyak

• Perusakan total padang lamun• Perusakan habitat di lokasi pembuangan hasil pengerukan • Dampak sekunder pada perairan dengan meningkatnya kekeruhan air, dan terlapisnya insan hewan air.• Terjadinya akumulasi logam berat padang lamun melalui proses biological magnification• Penurunan kandungan oksigen terlarut• Dapat tmerjadi eutrofikasi yang engakibatkan blooming perifiton yang menempel di daun lamun, dan juga meningkatkan kekeruhan yang dapat menghalangi cahaya matahari• Pencemaran pestisida dapat mematikan hewan yang berasosiasi dengan padang lamun• Pencemar pupuk dapat mengakibatkan eutrofikasi.

• Lapisan minyak pada daun lamun dapat menghalangi proses fotosintesis

Selain beberapa ancaman tersebut, kondisi lingkungan pertumbuhan juga mempengaruhi kelangsungan hidup suatu jenis lamun, seperti yang dinyatakan oleh Barber (1985) bahwa temperatur yang baik untuk mengontrol produktifitas lamun pada air adalah sekitar 20 sampai dengan 300C untuk jenis lamun Thalassia testudinum dan sekitar 300C untuk Syringodium filiforme. Intensitas cahaya untuk laju fotosintesis lamun menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya suhu dari 290C sampai 350C untuk Zostera marina, 300C untuk Cymidoceae nodosa dan 25-300C untuk Posidonia oceanica.Kondisi ekosistem padang lamun di perarain pesisir Indonesia sekitar 30-40%. Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem padang lamun telah mengalami gangguan yang cukup serius akibat pembuangan limbah indusri dan pertumbuhan penduduk dan diperkirakan sebanyak 60% lamun telah mengalami kerusakan. Di pesisir pulau Bali dan pulau Lombok ganguan bersumber dari penggunaan potassium sianida dan telah berdampak pada penurunan nilai dan kerapatan sepsiens lamun (Fortes, 1989).Selanjutnya dijelaskan oleh Fortes (1989) bahwa rekolonialisasi ekosistem padang lamun dari kerusakan yang telah terjadi membutuhkan waktu antara 5-15 tahun dan biaya yang dibutuhkan dalam mengembalikan fungsi ekosistem padang lamun di daerah tropis berkisar 22800-684.000 US $/ha. Oleh karena itu aktiviras pembangunan di wilayah pesisir hendaknya dapat memenimalkan dampak negatif melalui pengkajian yang mendalam pada tiga aspek yang tekait yaitu: aspek kelestarian lingkungan, aspek ekonomi dan aspek sosial.Ancaman kerusakan ekosistem padang lamun di perairan pesisir berasal dari aktivitas masyarakat dalam mengeksploatasi sumberdaya ekosistem padang lamun dengan menggunakan potassium sianida, sabit dan gareng serta pembuangan limbah industri pengolahan ikan, sampah rumah tangga dan pasar tradisional. Dalam hal ini Fauzi (2000)

menyatakan bahwa dalam menilai dampak dari suatu akifitas masyarakat terhadap kerusakan lingkungan seperti ekosistem padang lamun dapat digunakan dengan metode tehnik evaluasi ekonomi yang dikenal dengan istilah Environmental Impact Assesment (EIA). Metode ini telah dijadikam istrumen universal dalam mengevaluasi dampak lingkungan akibat aktivitas pembangunan, disamping itu metode evaluasi ekonomi dapat menjembatani kepentingan ekonomi masyarakat dan kebutuhan ekologi dari sumber daya alam.

BAB 4. PEMBAHASAN

Permasalahan dan isu pengelolaan sumber daya pesisir dan

lautan dalam hal ini ekosistem padang lamun, secara umum sedang dihadapi di Indonesia, bahkan juga sama dengan yang terjadi di beberapa negara berkembang lainnya. Walaupun dalam skala mikro bisa jadi tidak terlalu persis karena perbedaan sosial ekonomi dan budaya. Karena itu, isu persoalan seperti kemiskinan, konflik interes antar lembaga, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, pencemaran laut dan pesisir, keterbatasan dana pengelolaan merupakan persoalan yang sedang dihadapi. (PKSPL, 1999).Disadari bahwa padang lamun memberikan banyak manfaat bagi manusia. Dengan demikian, mempertahankan areal-areal padang lamun, termasuk tumbuhan dan hewannya, sangat penting untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Namun, akhir-akhir ini, tekanan penduduk semakin meningkat akan sumberdaya laut menjadi faktor utama dalam perubahan lingkungan ekosistem di laut. Yang menjadi kelemahan adalah bahwa selama ini banyak masyarakat yang menganggap bahwa areal pesisir mutlak merupakan milik umum yang sangat luas yang dapat mengakomodasi segala bentuk kepentingan termasuk kegiatan yang berbahaya sekalipun. Ini suatu kelemahan cara berpikir dan pengetahuan yang dapat mengancam keberlangsungan sumber daya pesisir dan laut salah satunya adalah ekosistem padang lamun. Meskipun telah banyak produk hokum yang jelas–jelas mengatur bahwa tidak ada satu orang ataupun kelompok yang dapat semena-mena memanfaatkan dan mengelola kawasan pesisir ini, tetapi penegakkannya melalui pengenaan sanksi yang tegas dan transparan belum berjalan sebagaimana mestinya.Meskipun beberapa areal ekosistem pesisir termasuk areal padang lamun di Indonesia telah dimasukan ke dalam suatu kawasan lindung, namun pada kenyataan di lapangan menunjukkan banyak diantaranya yang masih mendapat tekanan yang cukup berarti. Sebagai upaya pemecahan, kini pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan instansi terkait lainnya berusaha mengembangkan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak, yaitu Pengelolaan Wilayah

Pesisir Secara Terpadu atau Integrated Coastal Management (ICM). Pengeloaan pesisir secara terpadu memerlukan justifikasi yang bersifat komprehensip dari subsistem-subsistem yang terlibat di dalamnya. misalnya implikasi terhadap lingkungan, ekologi, ekonomi dan sosial budaya dalam perspektif mikro maupun makro. Pembangunan hendaknya mempertimbangkan keterpaduan antar unsur ekologi, ekonomi dan sosial.Pada lingkunag pesisir, memiliki kendala khusus dalam melihat implikasi dari suatu strategi pengelolaan, hal ini disebabkan karena adanya bermacam-macam aktivitas dan kelompok masyarakat sebagai pengguna, seperti rencana pengelolaan yang dibuat oleh pemerintah sering tidak dapat mencakup semua kepentingan masayarakat dan sebaliknya masyarakat menganggap sumber alam sebagai open acces resources (Raharjo, 1996)Namun yang paling penting dalam pengelolaan ekosistem di dalam wilayah pesisir harus diingat, bahwa suatu ekosistem di wilayah pesisir tidak berdiri sendiri atau diantara beberapa ekosistem saling terkait baik secara biogeofisik, maupun secara sosioal-ekonomi; dan kelangsungan hidup suatu ekosistem juga sangat tergantung pada aktifitas manusia di darat yang dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat setempat. Dengan demikian, upaya konservasi dan pelestarian serta pengunaan sumber daya ekosistem lamun yang berkelanjutan memerlukan pengelolaaan secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumber daya alam jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive assesment), merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan dinamis dangan mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah area pesisir (stakeholder) serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada.

Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam diberikan porsi yang lebih besar.Dengan demikian, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian areal padang lamun. Oleh karena itu, persepsi masyarakat terhadap keberadaan ekosistem pesisir perlu untuk diarahkan kepada cara pandang masyarakat akan pentingnya sumberdaya alam persisir (Bengen, 2001).Raharjo (1996) mengemukakan bahwa pengeloaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan.. Dalam konteks ini pula perlu diperhatikan mengenai karakteristik lokal dari masayakarakat di suatu kawasan. Sering dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab kerusakan sumber daya alam pesisir adalah dekstrusi masyakarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian yang tujuannya adalah untuk mangurangi tekanan terhadap sumberdaya pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut.

BAB 5. PENUTUPPadang lamun adalah ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan. Lamun (seagrass) adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. Komunitas lamun

berada di antara batas terendah daerah pasangsurut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut. Padang lamun merupakan suatu komunitas dengan produktivitas primer dan sekunder yang sangat tinggi, detritus yang dihasilkan sangat banyak, dan mampu mendukung berbagai macam komunitas hewan (Orth, 1987). Padang lamun memiliki peranan ekologis yang sangat penting, yaitu sebagai tempat asuhan, tempat berlindung, tempat mencari makan, tempat tinggal atau tempat migrasi berbagai jenis hewan. Banyak kegiatan atau proses, baik alami maupun oleh aktivitas manusia yang mengancam kelangsungan ekosistem lamun. Ekosistem lamun sudah banyak terancam termasuk di Indonesia baik secara alami maupun oleh aktifitas manusia. Besarnya pengaruh terhadap integritas sumberdaya, meskipun secara garis besar tidak diketahui, namun dapat dipandang di luar batas kesinambungan biologi. Ekosistem lamun sangat terkait dengan ekosistem di dalam wilayah pesisir seperti mangrove, terumbu karang, estauria dan ekosistem lainya dalam menunjang keberadaan biota terutama pada perikanan serta beberapa aspek lain seperti fungsi fisik dan sosial-ekonomi. Hal ini menunjukkan keberadaan ekosistem lamun adalah tidak berdiri sendiri, tetapi terkait dengan ekosistem sekitarnya, bahkan sangat dipengaruhi aktifitas darat. Namun, akhir-akhir ini kondisi padang lamun semakin menyusut oleh adanya kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia.Sebagai upaya konservasi dan kelestariannya dalam rangka tetap mempertahankan lingkungan dan penggunaan yang berkelanjutan, maka dikembangkan pendekatan terpadu yang melibatkan berbagai pihak untuk membuat solusi tepat dalam mempertahankan fungsi ekologis dari ekosistem yaitu pengelolaan pesisir secara terpadu atau Integrated Coastal Management (ICM).

1. Lamun adalah satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat hidup di laut! Ia menyerupai rumput di darat. Ia tumbuhan sejati yang memiliki akar, batang, daun, bunga, dan biji. Ia hidup terendam di bawah air laut, sedangkan batang dan akarnya merambat di bawah pasir.

2. 5.   Lamun, Tidak Sama Lho Dengan “Rumput Laut” Lamun ( Seagrass ) Rumput laut ( Seaweed ) Tumbuhan yang memiliki akar, batang dan daun Tumbuhan yang tidak memiliki akar, batang dan daun. Semuanya terdiri dari thallus (batang) saja.

3. 6.   Ganggang laut/Makroalga Lamun4. 7.   Bentuk lamun secara umum5. 8.   <ul><li>Lamun memiliki daun dan batang yang

</li></ul><ul><li>merambat di bawah permukaan substrat </li></ul><ul><li>sehingga menyerupai akar atau disebut </li></ul><ul><li>rimpang . </li></ul>

6. 9.   <ul><li>Makroalga tidak memiliki struktur daun, batang, ataupun akar. Seluruh bagian tumbuhan disebut dengan Thallus. </li></ul><ul><li>Struktur thallus terbagi menjadi tiga yaitu; </li></ul><ul><li>• menyerupai daun ( Blade ), </li></ul><ul><li>• menyerupai batang ( Stipe ) </li></ul><ul><li>• menyerupai akar ( Holdfast ). </li></ul>GANGGANG LAUT / MAKROALGA

7. 10.   Contoh jenis-jenis lamun di Kepulauan Seribu <ul><ul><li>Di kepulauan seribu terdapat kurang </li></ul></ul><ul><ul><li>lebih 8 jenis lamun ( seagrass ) yaitu: </li></ul></ul><ul><ul><li>Enhalus acoroides, Cymodocea </li></ul></ul><ul><ul><li>rotundata, Cymodocea serrulata, </li></ul></ul><ul><ul><li>Halodule uninervis, Halophila ovalis, </li></ul></ul><ul><ul><li>Halophila minor, Syringodium </li></ul></ul><ul><ul><li>isoetifolium dan Thalassia hemprichii. </li></ul></ul>

8. 11.   Enhalus acoroides (samo-samo) <ul><li>Ciri-ciri: </li></ul><ul><li>Daun berbentuk pita tebal </li></ul><ul><li>memanjang 30-200 cm,

</li></ul><ul><li>Batang tumbuh menjalar </li></ul><ul><li>di bawah substrat (pasir) </li></ul><ul><li>Akarnya seperti kabel tebalnya sekitar </li></ul><ul><li>1 cm memiliki banyak serabut </li></ul>

9. 12.   Halophila ovalis <ul><li>Ciri – ciri: </li></ul><ul><li>Daun berbentuk oval dan umumnya tidak terlalu panjang </li></ul><ul><li>Umumnya daun tumbuh berpasangan dan berhadapan </li></ul>

10. 13.   Ciri beberapa spesies makroalga <ul><li>Thallus umumnya berbentuk </li></ul><ul><li>silindris atau gepeng, berwarna </li></ul><ul><li>coklat </li></ul><ul><li>Bentuk daun melebar ,lonjong </li></ul><ul><li>atau seperti pedang </li></ul><ul><li>Mempunyai gelembung udara </li></ul><ul><li>yang umumnya tunggal </li></ul>Sargassum spp.

11. 14.   <ul><ul><li>Caulerpa spp. </li></ul></ul><ul><ul><li>Thallus utama tumbuh menjalar </li></ul></ul><ul><ul><li>Ruas batang utama ditumbuhi akar yang </li></ul></ul><ul><ul><li>menyerupai akar serabut </li></ul></ul><ul><ul><li>Bentuk cabangnya seperti daun yang beragam, </li></ul></ul><ul><ul><li>misalnya daun yang tunggal, bergerigi dan </li></ul></ul><ul><ul><li>bundar. </li></ul></ul>

12. 15.   Bagaimana Cara Lamun Berkembang Biak? Lamun berkembang biak dengan cara penyerbukan seperti tumbuhan lainnya. Penyerbukannya dibantu oleh air.

13. 16.   Jaring-jaring Makanan di Padang Lamun14. 17.   Contoh Fauna di Padang Lamun15. 18.   Kelompok Fauna di Padang Lamun

<ul><ul><li>Echinodermata (Hewan berkulit duri) : </li></ul></ul><ul><ul><li>1. </li></ul></ul><ul><ul><li>2. </li></ul></ul><ul><ul><li>3. </li></ul></ul><ul><ul><li>Mollusca (Hewan lunak) : </li></ul></ul><ul><ul><li>1. </li></ul></ul><ul><ul><li>2.

</li></ul></ul><ul><ul><li>3. </li></ul></ul><ul><ul><li>Crustaceae : </li></ul></ul><ul><ul><li>1. </li></ul></ul><ul><ul><li>2. </li></ul></ul><ul><ul><li>Berbagai jenis ikan </li></ul></ul>

16. 19.   <ul><ul><li>Tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan (teripang, bintang laut, ikan, dll.) </li></ul></ul><ul><ul><li>Tempat pemijahan dan pembesaran anak ikan </li></ul></ul><ul><ul><li>Sumber makanan untuk Dugong dan Penyu Hijau </li></ul></ul><ul><ul><li>Membantu melemahkan ombak laut sehingga tidak menghantam pantai dengan kuat </li></ul></ul><ul><ul><li>Tempat mencari ikan dan hewan-hewan laut lainnya </li></ul></ul><ul><ul><li>Untuk sarana rekreasi/wisata </li></ul></ul>Apakah Manfaat Padang Lamun?

17. 20.   <ul><ul><li>Sampah dan polusi dari darat dan laut </li></ul></ul><ul><ul><li>Baling-baling kapal yang merusak lamun </li></ul></ul><ul><ul><li>Mengambil lamun dan semua hewan yang ada di padang lamun </li></ul></ul><ul><ul><li>Reklamasi pantai dan pengerukan pasir </li></ul></ul>Apakah yang Mengancam Padang Lamun?