Upload
reza-zam-zami
View
293
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sejarah Lahirnya Orde Baru
Citation preview
TUGAS SEJARAH
PROSES LAHIRNYA ORDE BARU
Oleh Kelompok IV :
1. Reza Zam Zami Amin
2. Rija Agustina
3. Omy Agustina
4. Novilia Pahlawati
5. M. Lutfi H.
SMA NEGERI 1 TANJUNG
KABUPATEN LOMBOK UTARA
2012-2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami sebagai penulis dapat
menyelesaikan “Proses Lahirnya Orde Baru” tepat waktu dalam rangka memenuhi
tugas Sejarah kelas XI IPA di SMA Negeri 1 Tanjung.
Penyusun tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Ibu guru mata pelajaran
Sejarah kelas XI yaitu Ibu Hawa Umasangadji yang telah membimbing dalam
pembuatan tugas ini.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih jauh dari sempurna,
karena itu diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan tugas ini di masa yang akan datang.
Tanjung, 28 Maret 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dahulu Indonesia merupakan negara yang terjajah sebelum meraih
kemerdekaan. Sebelum meraih kemerdekaan tidak serta merta keadaan
pemerintahan menjadi baik kala itu. Presiden Republik Indonesia yaitu Soekarno
dibuat kalang kabut dengan ulah rakyatnya dan pada saat itu juga tepat pada
tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno memberikan surat perintah kepada
Soeharto untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu, yang
menjadi mulainya Orde Baru. Soeharto yang berambisi untuk Indonesia berhasil
melakukan negoisasi denga intel Amerika yang salah satu kaki tangannya waktu
itu adalah Adam Malik. Mereka berdua dengan bergabung kekuatan dengan
Hamengkubuwono IX yang memiliki pengaruh besar di TNI untuk melancarkan
aksi mendongkel Soekarno yang sudah pasti dibiayai oleh banyak pihak yang
berkepentingan. Yang terjadi setelah itu menjadi titik balik sejarah G-30 S yang
dipakai untuk menghancurkan PKI, supersemar dan akhirnya pengangkatan
Soeharto selaku pejabat Presiden dan kemudian menjadi Presiden setelah
kematian Soekarno.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas yang penuli ketahui, maka penulis dapat
merumuskan masalah yaitu :
1. Bagaimana proses lahirnya Orde Baru ?
2. Apa saja yang terjadi selama berlangsungnya pemerintahan orde baru ?
1.3 Manfaat Penulisan
1. Bagi Siswa
a) Untuk lebih memahami Sejarah Indonesia.
b) Lebih mendalami Sejarah Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
PROSES LAHIRNYA ORDE BARU\
1. Masa Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa G 30 S/PKI
a. Keluarnya Supersemar
Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika
pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang
pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama
"kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur
sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan
bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan
diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal
Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang
diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I
Soebandrio.
Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana
Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh berangkat
ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang
akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang
kemudian menyusul ke Bogor.
Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian
menjadi Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku
Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang
gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto
saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan
menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai
sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah
kejanggalan).
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke
Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir
Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral
Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi
pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno
mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa
Mayjend Soeharto mampu menendalikan situasi dan memulihkan keamanan
bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan
kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf,
pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang
dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai
Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima
Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban.
Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966
pukul pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar
AD Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan penuturan Sudharmono,
dimana saat itu ia menerima telpon dari Mayjend Sutjipto, Ketua G-5 KOTI,
11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang
pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu
atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan
Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks
tersebut sampai surat Supersemar itu tiba.
b. Lahirnya Orde Baru (Pelaksanaan Supersemar)
Sejak gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum
bertindak tegas terhadap G 30 S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di
kalangan mahasiswa dan masyarakat. Pada tanggal 26 Oktober 1965
berbagai kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya
mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front
Pancasila. Dalam kondisi ekonomi yang parah, para demonstran
menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada tanggal 10 Januari 1966
para demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura yang isinya:
1. pembubaran PKI,
2. pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, dan
3. penurunan harga.
Menghadapi aksi mahasiswa, Presiden Soekarno menyerukan
pembentukan Barisan Soekarno kepada para pendukungnya. Pada tanggal 23
Februari 1966 kembali terjadi demonstrasi. Dalam demonsrasi tersebut,
gugur seorang mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim. Oleh para
demonstran Arif dijadikan Pahlawan Ampera. Ketika terjadi demonstrasi,
presiden merombak kabinet Dwikora menjadi kabinet Dwikora yang
Disempurnakan. Oleh mahasiswa susunan kabinet yang baru ditentang
karena banyak pendukung G 30 S/PKI yang duduk dalam kabinet, sehingga
mahasiswa memberi nama kabinet Gestapu. Saat berpidato di depan sidang
kabinet tanggal 11 Maret 1966, presiden diberitahu oleh Brigjen Subur.
Isinya bahwa di luar istana terdapat pasukan tak dikenal. Presiden Soekarno
merasa khawatir dan segera meninggalkan sidang. Presiden bersama Dr.
Soebandrio dan Dr. Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. Tiga perwira tinggi
TNI AD yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Amir
Mahmud menyusul presiden ke Istana Bogor. Tujuannya agar Presiden
Soekarno tidak merasa terpencil. Selain itu supaya yakin bahwa TNI AD
bersedia mengatasi keadaan asal diberi kepercayaan penuh. Oleh karena itu
presiden memberi mandat kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan
keadaan dan kewibawaan pemerintah. Mandat itu dikenal sebagai Surat
Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap
sebagai tonggak lahirnya Orde Baru. Supersemar pada intinya berisi perintah
kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu
untuk terjaminnya keamanan dan kestabilan jalannya pemerintahan. Selain
itu untuk menjamin keselamatan presiden. Bagi bangsa Indonesia
Supersemar memiliki arti penting berikut.
1. Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru.
2. Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan
untuk menjamin kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi
Indonesia.
3. Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945. Kedudukan Supersemar secara hukum semakin
kuat setelah dilegalkan melalui Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS/1966
tanggal 21 Juni 1966.
Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar, Letnan Jenderal Soeharto
mengambil beberapa langkah strategis berikut.
1. Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi
terlarang dan membubarkan PKI termasuk ormas-ormasnya.
2. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga
terlibat dalam G 30 S/PKI.
3. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya
dari pengaruh PKI dan unsur-unsur komunis.
Dalam melaksanakan langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto
berlandaskan pada Supersemar. Agar dikemudian tidak menimbulkan
masalah, maka Supersemar perlu diberi landasan hukum. Oleh karena itu
pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum. Berikut ini
ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut.
1. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan
Pengukuhan Supersemar.
2. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang
dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968.
3. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali
Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan
aktif.
4. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet
Ampera.
5. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai
Komunis Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai organisasi
terlarang di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam sidang ini, MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden
Soekarno yang berjudul “Nawaksara” (sembilan pasal), sebab pidato
pertanggungjawaban Presiden Soekarno tidak menyinggung masalah PKI
atau peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965.
c. Pembentukan Kabinet Ampera Dan Kabinet Pembangunan
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka dibentuk
Kabinet Ampera pada tanggal 25 Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera
merupakan upaya mewujudkan Tritura yang ketiga, yaitu perbaikan ekonomi.
Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu menciptakan
stabilitas politik dan stabilitas ekonomi. Program kerjanya disebut Catur
Karya, yang isinya antara lain:
1. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,
2. Melaksanakan Pemilu,
3. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk
kepentingan nasional, dan
4. Melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam
segala bentuk dan manifestasinya.
Ternyata Kebinet Ampera belum dapat menjalankan fungsinya dengan
baik karena terganjal persoalan dualisme kepemimpinan nasional yaitu
Presiden Soekarno selaku pemimpin negara/pemerintahan dan Letjen
Soeharto selaku pelaksana pemerintahan. Konflik itu berakhir setelah timbul
tekanan dan desakan agar presiden Soekarno segera mengundurkan diri dari
jabatannya.
2. Peralihan Kekuasaan dari Presiden Soekarno kepada Jendral Soeharto
Seetelah terbentuk kabinet Ampera maka MPRS melakukan sidang
kembali yang agendanya adalah laporan pertanggungjawaban Presiden Soekarno.
Laporan pertanggungjawaban Soekarno berisi mengenai peristiwa-peristiwa
nasional dan krisi moneter yang terjadi semasa pemerintahan demokrasi
terpimpin. Pada tanggal 22 Juni 1966 Presiden menyampaikan pidato
pertanggung jawabannya di hadapan sidang MPRS yang diberi judul Nawaksara
(sembilan pasal). Dalam laporan pertanggung jawaban tersebut masalah nasional
tentang G30S/PKI tidak disinggung, sehingga pertanggung jawaban dianggap
tidak lengkap. Anggota MPRS meminta presiden untuk melengkapinya.
Pada tanggal 10 Januari 1967 presiden melangkapi pidato Nawaksara
pertanggung jawabannya. Sehubungan masalah pertanggung jawaban presiden
dan bertambah gawatnya situasi politik maka pada tanggal 9 februari 1967 DPR
GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar menggelar sidang
istimewa.
Melihat situasi yang sudah tak terkendali, akhirnya pada tanggal 20
Februari 1967 Presiden Soekarno melimpahkan kekuasaan pemerintahan negara
kepada jenderal Soeharto sebagai pemegang Supersemar.
Meskipun Presiden Soekarno sudah menyerahkan kekuasaan, namun
MPRS tetap melaksanakan Sidang Istimewa pada tanggal 7 – 12 Maret 1967.
Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan penting
berikut.
1. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan
dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat
Presiden sampai dipilihnya presiden oleh MPRS hasil Pemilu.
2. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan
kembaliKetetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik
Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
3. Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang pencabutan
Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.
4. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan
KetetapanMPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang pembentukan panitia
penelitian ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno pada Presiden Soeharto
diiringi kematian ratusan ribu orang. Sejumlah kalangan menyebut peralihan
kekuasaan itu sebagai kudeta merangkak. Setahap demi setahap, Soeharto mulai
menggembosi kekuasaan Soeharto.
Berangkat dari surat perintah 11 Maret 1966, Soeharto mulai bergerak
cepat. Keesokan harinya dia membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan
didukung MPRS, PKI dinyatakan sebagai partai terlarang.
Lalu Soeharto mulai menangkap anggota kabinet Dwikora yang diduga
terlibat PKI. 16 Menteri ditangkap walau tak jelas apa peran mereka dalam
gerakan 30 September. Saat itu Soeharto bergerak didukung mahasiswa dan
rakyat yang anti-PKI.
Puncaknya, 7 Maret 1967 MPRS bersidang untuk mencabut mandat
Presiden Soekarno kemudian melantik Soeharto sebagai pejabat presiden.
3. Kebijakan Pemerintahan Orde Baru
a. Kabinet Pembangunan
Setelah Jenderal Soeharto menjadi presiden, kabinet digantikan dengan
kabinet pembangunan. Tugas pokok kabinet Pembangunan seperti yang telah
ditetapkan dalam ketetapan MPRS Np. XLI/MPRS/1968 adalah melanjutkan
rencana tugas-tugas Kabinet Ampera.
Tugas pokok Kabinet Pembangunan ini dikenal dengan nama
Pancakrida. Dalam kabinet ini duduk lima menteri negara dan 18
menteri/pimpinan departemen. Susunan departemen pada Kabinet
Pembangunan berbeda dengan Kabinet Ampera.
Berikut adalah tugas pokok Kabinet Pembangunan :
1) Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak
berhasilnya pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun dan pemilu.
2) Munyusun dan melaksanakan rencana pembangunan lima tahun.
3) Melaksanakan pemilu selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1971
4) Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dan mengikis habis
G 30 S/PKI dari setiap rongrongan, penyelewengan serta penghianatan
terhadap Pancasila dan UUD 1945.
5) Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh apratur
negara baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah.
b. Pemerintahan Orde Baru
Setelah terbentuk pemerintahan orde baru ada beberapa langkah kebijakan
yang dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah yang diambil oleh
bangsa Indonesia.
1) Kebijakan bidang perekonomian
Struktur perekonomian Indonesia pada tahun 1950–1965 dalam keadaan
kritis. Pemerintah Orde Baru meletakkan landasan yang kuat dalam
pelaksanaan pembangunan melalui tahapan Repelita, keadaan kritis
ditandai oleh hal-hal sebagai berikut.
a. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian di sektor pertanian
sehingga struktur perekonomian Indonesia lebih condong pada sektor
pertanian.
b. Komoditas ekspor Indonesia dari bahan mentah (hasil pertanian)
menghadapi persaingan di pasaran internasional, misalnya karet alam
dari Malaysia, gula tebu dari Meksiko, kopi dari Brasil, dan rempah-
rempah dari Zanzibar (Afrika), sehingga devisa negara sangat rendah
dan tidak mampu mengimpor bahan kebutuhan pokok masyarakat
yang saat itu belum dapat diproduksi di dalam negeri.
c. Tingkat investasi rendah dan kurangnya tenaga ahli di bidang industri,
sehingga industri dalam negeri kurang berkembang.
d. Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Indonesia sangat rendah.
Tahun 1960-an hanya mencapai 70 dolar Amerika per tahun, lebih
rendah dari pendapatan rata-rata penduduk India, Bangladesh, dan
Nigeria saat itu.
e. Produksi Nasional Bruto (PDB) per tahun sangat rendah. Di sisi lain
pertumbuhan penduduk sangat tinggi (rata-rata 2,5% per tahun dalam
tahun 1950-an).
f. Indonesia sebagai pengimpor beras terbesar di dunia.
g. Struktur perekonomian pada akhir tahun 1965, berada dalam keadaan
yang sangat merosot. Tingkat inflasi telah mencapai angka 65% dan
sarana ekonomi di daerah-daerah berada dalam keadaan rusak berat
karena ulah kaum PKI/BTI yang saat itu berkuasa dan dengan sengaja
ingin mengacaukan situasi ekonomi rakyat yang menentangnya.
Tugas pemerintah Orde Baru adalah menghentikan proses
kemerosotan ekonomi dan membina landasan yang kuat bagi
pertumbuhan ekonomi ke arah yang wajar. Dalam mengemban tugas
utama tersebut, berbagai kebijaksanaan telah diambil sebagaimana
tertuang dalam program jangka pendek berdasarkan Tap. MPRS No.
XXII/MPRS/1966 yang diarahkan kepada pengendalian inflasi dan usaha
rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekonomi, dan
pencukupan kebutuhan sandang. Program jangka pendek ini diambil
dengan pertimbangan apabila laju inflasi telah dapat terkendalikan dan
suatu tingkat stabilitas tercapai, barulah dapat diharapkan pulihnya
kegiatan ekonomi yang wajar serta terbukanya kesempatan bagi
peningkatan produksi. Dengan usaha keras tercapai tingkat perekonomian
yang stabil dalam waktu relatif singkat.
Sejak 1 April 1969 pemerintah telah meletakkan landasan
dimungkinkannya gerak tolak pembangunan dengan ditetapkannya
Repelita I. Dengan makin pulihnya situasi ekonomi, pada tahun 1969
bangsa Indonesia mulai melaksanakan pembangunan lima tahun yang
pertama. Berbagai prasarana penting direhabilitasi serta iklim usaha dan
investasi dikembangkan. Pembangunan sektor pertanian diberi prioritas
yang sangat tinggi karena menjadi kunci bagi pemenuhan kebutuhan
pangan rakyat dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat. Repelita
I dapat dilaksanakan dan selesai dengan baik, bahkan berbagai kegiatan
pembangunan dipercepat sehingga dapat diikuti oleh Repelita selanjutnya.
Perhatian khusus pada sektor terbesar yang bermanfaat menghidupi
rakyat, yaitu sektor pertanian. Sektor pertanian harus dibangun lebih
dahulu, sektor ini harus ditingkatkan produktivitasnya. Bertumpu pada
sektor pertanian yang makin tangguh itu kemudian barulah dibangun
sektorsektor lain. Demikianlah pada tahap-tahap awal pembangunan,
secara sadar bangsa Indonesia memberikan prioritas yang sangat tinggi
pada bidang pertanian. Pembangunan yang dilaksanakan, yaitu
membangun berbagai prasarana pertanian, seperti irigasi dan
perhubungan, cara-cara bertani, dan teknologi pertanian yang diajarkan
dan disebarluaskan kepada para petani melalui kegiatan penyuluhan.
Penyediaan sarana penunjang utama, seperti pupuk, diamankan dengan
membangun pabrik-pabrik pupuk. Kebutuhan pembiayaan para petani
disediakan melalui kredit perbankan. Pemasaran hasil produksi mereka,
kita berikan kepastian melalui kebijakan harga dasar dan kebijakan stok
beras.
2) Kebijakan Bidang Politik
Kebijakan politik yang dilakukan oleh pemerintah orde baru untuk
pertama kalinya yaitu menstabilkan suhu politik bangsa indonesia. Hal ini
dilakukan karena banyak partai politik yang bertikai dalam
memperebutkan dukungan di parlemen. Kemudian banyak pula
bermunculan partai-partai politik baru. Disamping itu partai yang
dibubarkan pada masa demokrasi terpimpin juga mulai muncul lagi. Hal
ini menambah stabilitas politik Indonesia semakin tidak menentu.
Untuk menciptakan stabilitas, Soeharto sebagai penguasa orde baru
tidak emnyetujui didirikan kembali partai Masyumi, yang sebelumnya
pernah dibubarkan Soekarno, karena menurutnya para politisi Islam
modernis sebagai pendukung Masyumi sudah tercemar oleh
pemberontakan dan fanatisme. Kebijakan ini dilakukan secara represif
dan atau sepihak sehingga ini menjadi ciri kebijakan politik pemerintahan
orde baru.
3) Kebijakan Bidang Komunikasi dan Informasi
Di bidang komunikasi dan informasi kebijakan pemerintah orde
baru pada awalnya cukup menggembirakan yaitu memberikan kebebasan
pers secara mutlak. Kebijakan juga membuka akses informasi masyarakat
Indonesia yang sudah lam terbungkam dalam masa demokrasi Terpimpin.
Tapi kebebasan pers ini hanya berjalan sebentar. Hal ini diakibatkan
semakin transparannya pemberitaan pers mengenai pemerintah orde baru
sehingga dinilai tidak sesuai dengan pemerintah orde baru. Pemerintah
juga membatasi arus informasi melalui departemen penerangan.
4) Kebijakan Bidang Keamanan
Kebijakan orde baru yang masih relavan dengan orde lama adalah
menetapkan kepolisian, angkatan laut, angkatan udara, dan tentara,
terutama Divisi Brawijaya, sebagai organisasi keamanan. Pada
pemerintahan orde lama, Soekarno yang memisahkan antara unsur-unsur
organisasi diganti oleh Soeharto yang sentralistik (terpusat). Kebijakan
pemerintah orde baru juga sangat tegas terhadap organisasi yang berbau
komunis. Pemerintah melarang semua organisasi yan dinila menyimpang
dari pancasila.
c. Politik Luar Negeri Semasa Orde Baru
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde
Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri.
Berikut ini upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri.
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Hubungan yang harmonis antara Indonesia dan PBB menjadi
terganggu sejak Indonesia menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB
pada tanggal 7 Januari 1965. Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB
tersebut sebagai protes atas diterimanya Federasi Malaysia sebagai
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, sedangkan Indonesia sendiri
pada saat itu sedang berkonfrontasi dengan Malaysia. Akibat keluar dari
keanggotaan PBB, Indonesia praktis terkucil dari pergaulan dunia. Hal
itu jelas sangat merugikan pihak Indonesia.
Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28
September 1966 dan tercatat sebagai anggota ke-60. Sebagai anggota
PBB, Indonesia telah banyak memperoleh manfaat dan bantuan dari
organisasi internasional tersebut.
Manfaat dan bantuan PBB, antara lain sebagai berikut.
1) PBB turut berperan dalam mempercepat proses pengakuan de facto
ataupun de jure kemerdekaan Indonesia oleh dunia internasional.
2) PBB turut berperan dalam proses kembalinya Irian Barat ke wilayah
RI.
3) PBB banyak memberikan sumbangan kepada bangsa Indonesia dalam
bidang ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Hubungan yang harmonis antara Indonesia dan PBB menjadi
terganggu sejak Indonesia menyatakan diri keluar dari keanggotaan PBB
pada tanggal 7 Januari 1965. Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB
tersebut sebagai protes atas diterimanya Federasi Malaysia sebagai
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, sedangkan Indonesia sendiri
pada saat itu sedang berkonfrontasi dengan Malaysia. Akibat keluar dari
keanggotaan PBB, Indonesia praktis terkucil dari pergaulan dunia. Hal
itu jelas sangat merugikan pihak Indonesia.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik
dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI
dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri
urusan dalam negeri Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia setelah
diumumkan Dwikora oleh Presiden Soekarno pada tanggal 3 Mei 1964.
Tindakan pemerintah Orde Lama ini jelas menyimpang dari pelaksanaan
politik luar negeri bebas aktif.
Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia dikembalikan
lagi pada politik bebas aktif sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Hal
ini merupakan pelaksanaan dari Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966.
Indonesia segera memulihkan hubungan dengan Malaysia yang sejak
1964 terputus. Normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia tersebut
berhasil dicapai dengan ditandatangani Jakarta Accord pada tanggal 11
Agustus 1966. Persetujuan normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia
merupakan hasil perundingan di Bangkok (29 Mei–1 Juni 1966).
Perundingan dilakukan Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri
Malaysia, Tun Abdul Razak dan Menteri Utama/Menteri Luar Negeri
Indonesia, Adam Malik. Perundingan telah menghasilkan persetujuan
yang dikenal sebagai Persetujuan Bangkok. Adapun persetujuan
Bangkok mengandung tiga hal pokok, yaitu sebagai berikut.
1) Rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan menegaskan lagi
keputusan yang telah diambil mengenai kedudukan mereka dalam
Federasi Malaysia.
2) Kedua pemerintah menyetujui memulihkan hubungan diplomatik.
3) Kedua pemerintah menghentikan segala bentuk permusuhan.
4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Association of Southeast Asian Nations atau Perhimpunan Bangsa-
Bangsa Asia Tenggara atau dikenal dengan nama ASEAN. ASEAN
merupakan organisasi regional yang dibentuk atas prakarsa lima menteri
luar negeri negaranegara di kawasan Asia Tenggara. Kelima menteri luar
negeri tersebut adalah Narsisco Ramos dari Filipina, Adam Malik dari
Indonesia, Thanat Khoman dari Thailand, Tun Abdul Razak dari
Malaysia, dan S. Rajaratnam dari Singapura. Penandatanganan naskah
pembentukan ASEAN dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 1967 di
Bangkok sehingga naskah pembentukan ASEAN itu disebut Deklarasi
Bangkok.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Surat Perintah
Sebelas Maret atau yang disingkat menjadi Supersemar yang ditandatangani oleh
Preseiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966 merupakan tonggak lahirnya
pemerintahan masa Orde Baru. Surat tersebut diberikan kepada Soeharto untuk
mengambil segala tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan
ketertiban.