14
Serratia marcescens 1. Identifikasi Bakteri Serratia marcescens merupakan bakteri berjenis gram negatif yang memiliki bentuk bacillus. Bakteri ini telah dikenal sebagai patogen terhadap manusia semenjak dulu sekitar pada tahun 1960, terutama pada bidang kesehatan karena pernah menjadi penyebab terjadinya infeksi pencernaan pada manusia (Hejazi, 1997). Bakteri ini merupakan bakteri yang termasuk kedalam keluarga Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan organisme yang bergerak dengan cepat (motil) karena mempunyai flagela peritrik, dapat tumbuh dalam kisaran suhu 5 0 C-40 0 C dan dalam kisaran pH antara 5-9. Serratia

Serratia Marcescens 260110130103 QistyAhlaDzikry

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Mikrobiologi

Citation preview

Serratia marcescens1. Identifikasi BakteriSerratia marcescens merupakan bakteri berjenis gram negatif yang memiliki bentuk bacillus. Bakteri ini telah dikenal sebagai patogen terhadap manusia semenjak dulu sekitar pada tahun 1960, terutama pada bidang kesehatan karena pernah menjadi penyebab terjadinya infeksi pencernaan pada manusia (Hejazi, 1997).

Bakteri ini merupakan bakteri yang termasuk kedalam keluarga Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan organisme yang bergerak dengan cepat (motil) karena mempunyai flagela peritrik, dapat tumbuh dalam kisaran suhu 50C-40 0C dan dalam kisaran pH antara 5-9. Serratia marcescens dapat digambarkan secara detail karena ia adalah spesies yang umumnya ditemukan dalam spesimen ilmu pengobatan. Koloni Serratia marcescens pada media agar biasa tidak terbedakan pada hari pertama atau hari kedua dan kemudian mungkin berkembang menjadi cembung. Pada suhu kamar, bakteri patogen ini menghasilkan zat warna (pigmen) merah .Bakteri ini jenis fakultatif anaerobik yang tidak terlalu membutuhkan Oksigen (Saputra, 2010).Bakteri merah ini dikenal juga dengan nama Chromobacterium prodigiosum, karena memiliki kemampuan menghasilkan pigmen merah yang disebut prodigiosin. Habitat S. marcescens berada di air, tanah, permukaan daun, dalam tubuh serangga, hewan, dan manusia (Saputra, 2010).Bakteri ini dapat tumbuh dalam keadaan anaerob. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, S. marcescens mengalami pertumbuhan yang tinggi pada keadaan anaerob. Bakteri ini memiliki kemampuan hidup pada keadaan ekstrim misalnya pada lingkungan yang terpapar antiseptik, desinfektan, dan pada air destilasi (Saputra, 2010).Bakteri Serratia marcescens ini merupakan organisme umum yang dijumpai pada tanah dan air dan sangat sering ditemukan sebagai kontaminan didalam alat ventilasi udara, tabung trakeotomi, dan didalam cairan dialisis peritoneal (Hejazi, 1997).Bakteri Serratia marcescens ini juga merupakan bakteri patogen terhadap manusia yang umum ditemui pada tempat terisolasi dari penanganan kesehatan dari infeksi terkait pernapasan dan saluran kemih (Hejazi, 1997).

Serratia marcescens dapat digambarkan secara detil karena merupakan spesies yang sudah umum ditemukan dalam spesimen ilmu pengobatan. Sel bakteri S. marcescens ditunjukkan pada Gambar 1. Salah satu karakteristik dari bakteri ini dapat menghasilkan pigmen merah yang disebut prodigiosin. Warna prodigiosin yang dihasilkan bergantung pada umur biakan, mulai dari warna merah muda hingga merah tua. Berdasarkan penelitian, pigmen biologis yang dihasilkan oleh bakteri ini ternyata memiliki aktivitas antifungal, imunosupresi, dan antiproliferasi (Jumiarti, 2012).Serratia marcescens merupakan bakteri yang patogen terhadap serangga karena dapat menghasilkan beberapa enzim hidrolitik seperti protease, kitinase, nuclease, dan lipase yang bersifat toksin. Bakteri ini juga dapat menghasilkan serrawetin, senyawa surfaktan yang membantu dalam proses kolonisasi (Jumiarti, 2012).Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Flyg pada tahun 1983 di Universitas Stockholm, strain S. marcescens yang diisolasi dari serangga sering kali memproduksi protease dibandingkan tipe liarnya. Protease ekstraseluler dari S. marcescens yang telah dimurnikan bersifat toksik pada serangga. Penelitian mengenai efek virulensi strain Serratia terhadap larva Costelytra zealandica (ulat rumput New Zealand) juga membuktikan bahwa strain Serratia memiliki efek toksik yang tinggi terhadap serangga hama ketika protein toksiknya diinjeksikan ke tubuh serangga (Jumiarti, 2012).Marga Serratia terdiri atas bakteri patogen serangga. Entomopatogen dari marga Serratia, kecuali Serratia pentomophila dan Serratia proteamaculans, dikenal sebagai patogen oportunistik atau fakultatif karena tidak virulen ketika berada dalam saluran pencernaan, tetapi menjadi sangat virulen ketika masuk ke dalam haemolim akibat serangga terluka atau dalam keadaan stres (Jumiarti, 2012).Entomopatogen Serratia entomophila dan Serratia proteamaculans merupakan strain Serratia yang telah diketahui secara pasti merupakan bakteri entomopatogen yang virulensinya tinggi terhadap serangga hama. Kedua strain Serratia ini menghasilkan kompleks toksin yang mekanisme toksinnya mirip dengan kompleks toksin yang dihasilkan (Jumiarti, 2012).

2. PatogenesisPatogenesis adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit. Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya. Dengan kriteria ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab penyakit, patogen oportunistik, nonpatogen. Agen penyebab penyakit adalah bakteri patogen yang menyebabkan suatu penyakit (Serratia mercescens). Patogen oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai patogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah (contoh E. Col)i menginfeksi saluran urin ketika sistem pertahanan inang dikompromikan (diperlemah). Nonpatogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi patogen. Namun bakteri nonpatogen dapat menjadi patogen karena kemampuan adaptasi terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme resistensi. Bakteri tanah Serratia marcescens yang semula nonpatogen, berubah menjadi patogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran urin, dan bakteremia pada inang terkompromi (Subramani, 2012).Virulensi adalah ukuran patogenitas organisme. Tingkat virulensi berbanding lurus dengan kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ke tubuh inang, mekanisme pertahanan inang, dan faktor virulensi bakteri. Secara eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang menyebabkan kematian, sakit, atau lesi dalam waktu yang ditentukan setelah introduksi (Subramani, 2012).Pada orang dewasa, Serratia marcescens terlibat dalam infeksi pada saluran kencing, saluran pernapasan (pneumonia), infeksi mata, meningitis, dan infeksi pada kulit yang terluka. Sedangkan pada anak-anak, Serratia marcescens menginfeksi saluran pencernaan. Karena Serratia marcescens juga menginfeksi saluran pencernaan manusia, maka kotoran manusia dari hasil pencernaan yang terinfeksi tersebut dapat mematikan terumbu karang jenis tanduk rusa (Acropora palmate ). Penyakit cacar putih (white-band disease ) menyerang Acropora palmate di perairan Karibia (Subramani, 2012).Penyakit cacar putih menyerang daging dari kulit karang yang tipis dan menguliti jaringan hidup dari cabang-cabangnya sehingga meninggalkan kerangka batu kapur mati. Masalah ini semakin parah selama berbulan-bulan musim panas, saat suhu meninggi yang mempercepat pertumbuhan bakteri dan mengurangi ketahanan dari sistem kekebalan karang tanduk rusa (Subramani, 2012).Aktivitas Biokimia dari organisme Serratia diantaranya menfermentasikan mannitol, salisin, dan sukrosa dengan produknya berupa asam dan kadang-kadang terdapat buih/gelembung. Serratia marcescens dibedakan dari bakteri gram negatif lainnya karena ia melakukan hidrolisis kasein. Hidrolisis kasein yang dilakukan Serratia marcescens untuk menghasilkan metalloprotease ekstraselular yang berfungsi dalam interaksi sel ke matriks ekstraselular (Hejezi, 1997).Serratia marcescens juga menunjukkan adanya triptofan dan degradasi sitrat. Salah satu produk akhir dari degradasi triptofan adalah asam piruvat. Sitrat dan asetat dapat digunakan sebagai sumber karbon satusatunya. Banyak galur menghasilkan pigmen merah muda, merah/magenta. Glukosa difermentasikan dengan atau tanpa produksi gas dengan volume kecil selobiose, inositol, dan gliserol difermentasi tanpa menghasilkan gas (Hejezi, 1997).Kandungan G + C DNA berkisar dari 53 samapi 59 mol %. Habitat Serratia marcescens banyak ditemukan di alam terutama di air dan tanah, tetapi beberapa terdapat dalam usus manusia. Penularannya melalui kontak langsung, tetesan dan dalam beberapa kasus ditemukan tumbuh pada saluran kencing, pada larutan garam, dan dalam larutan lain yang semula diduga steril (Hejezi, 1997).Dalam hal pengobatan, antibiotik yang digunakan untuk infeksi pada manusia adalah Cephalosporins, Gentamicin, dan Amikacin. Namun, sebagian bakteri ada yang resistan dengan beberapa antibiotik karena banyaknya faktor R di dalam plasmid (Hejezi, 1997).Faktor patogenitas dari bakteri Serratia marcescens ini disebabkan oleh beberapa hal dibawah ini:1. LipopolisakaridaLipopolisakarida atau (LPS) terletak pada membran luar dari suatu bakteri gram negatif. LPS O-polysaccharides dapat berkontribusi sebagai faktor virulensi dari sebuah bakteri dengan cara mengaktifkan resistensi terhadap serum antimikroba. LPS sendiri memiliki tiga daerah. Lipid A, O-antigen, dan inti (Hejezi, 1997).Serratia marcescens memproduksi dua buah O-Polysaccharides netral. Komponen permukaan bakteri dari bakteri patogen merupakan faktor utama untuk memisahkan hasil dari kontak dengan host. Bakteri ber-gram negatif dilindungi dengan sebuah membran layer terluar yang mana fungsinya adalah melindungi sel dari agen toksik dengan memperlambat penetrasi mereka dan menghalangi akses mereka kepada target (Hejezi, 1997).2. Adherence dan hidrofobikPhili telah terlihat sebagai sebuah determinan dari mikroba adherence terhadap permukaan epitel dari host. Serratia marcescens merupakan penyebab dari nosokomial UTI (Hejezi, 1997).3. Produk ekstraselulerSerratia marcescens memproduksi beberapa enzim ekstraseluler, dan dia merupakan salah satu organisme yang paling efisien untuk degradasi biologi dari kitin (Hejezi, 1997).

3. Resistensi bakteriInfeksi yang disebabkan oleh Serratia mercescens kemungkinan sangat sulit untuk ditangani karena resistensinya terhadap beberapa jenis antibiotik, termasuk didalamnya adalah resisten terhadap ampicilin dan generasi cephalosporins satu dan dua (Hejezi, 1997).Amino glikosida memiliki aktivitas yang bagus terhadap bakteri Serratia merescens, tetapi strain resisten terhadap antibiotika tersebut telah dilaporkan baru-baru ini. Bakteri ini pun mempunyai daya resisten terhadap antibiotik jenis lain diantaranya adalah resisten terhadap B-Laktam, Aminoglikosida dan Fluoroquinolone (Hejezi, 1997). Resisten -laktamKetika b-Laktam dimediasi karbapenem resisten. Resisten ini kemungkinan dihasilkan lebih tinggi dari dua mekanisme. Pertama, tingginya produksi AmpC Chepalosporinase dikombinasikan dengan zat yang menurunkan permeabilitas. Dan yang kedua merupakan sintesis dari -lactamase untuk menghidrolisis carbapenem(Therrien, 1999). Resisten AminoglikosidaBakteri menjadi resisten terhadap aminoglikosida dengan menahan atau menghambat obat untuk mencapai daerah target di dalam ribosom di dalam satu atau dua jalur. Pertama, perubahan dalam selubung sel dapat mencegah penyerapan obat; dan kedua, obat itu sendiri dapat dimodifikasi dengan menonaktifkan enzim adenilat, acetylate, atau memfosforilasi hidroksil aminoglikosida atau gugus amino (Hejezi, 1997). Enzim AAC (6 ') kelas I mengkodekan resistensi terhadap tobramycin, dibekacin, amikasin, netilmisin, 2'-Nethylnetilmicin dan sisomicin. Urutan DNA dari 3 gen yang mengkode tipe 6'-N-asetil-transferase telah ditentukan: gen aacA1 dari Citrobacter Diversus [aac (6 ') - Ia], dan gen aacA4 dari plasmid INCM diisolasi dari S. Marcescens [aac (6 ') - Ib]. Bagian amino-terminal dari AAC bifunctional (6 ') + APH (2 ") enzim dari Enterococcus faecalis telah ditunjukkan untuk mengkodekan AAC (6') aktivitas [aac (6 ') - Ie]. Sebuah enzim resistance yang baru ditemukan bifunctional antibiotik dari S. Marcescens catalyzes adenilasi dan asetilasi antibiotik aminoglikosida. Struktur tugas dari produk enzymic menunjukkan bahwa asetilasi terjadi pada 6'-amina dari kanamisin A dan adenilasi pada 3 ''. - dan kelompok 9-hidroksil streptomisin dan spectinomycin, masing-masing. Domain adenyltransferase tampaknya sangat spesifik terhadap spektinomisin dan streptomisin, sedangkan domain acetyltransferase menunjukkan profil substrat yang luas (Kim et al., 2006).Protein AAC (6 ')-Ic adalah anggota ketiga dari keluarga AAC (6') protein yang termasuk daerah coding yang telah diidentifikasi antara aadB dan Aada gen Tn4000. Daerah dari aac (6 ')-Ic promotor tumpang tindih urutan palindromic besar yang mungkin terlibat dalam regulasi gen aac (6')-Ic. Percobaan hibridisasi menggunakan fragmen restriksi dari gen aac (6 ')-Ic menunjukkan bahwa semua S. Marcescens organisme membawa gen ini apakah AAC (6')Ic resistensi. Garca et al. (1995) menyelidiki total 127 amikasin resisten terhadap S. Marcescens dan mempelajari mekanisme molekuler resistensi yang terlibat. Mereka menemukan bahwa gen aac (6 ') Ic terdeteksi oleh dot blot-hibridisasi di setiap S. Marcescens yang diisolasi. plasmid-mediated 16S rRNA methylase yang diberikan dengan tingkat yang sangat tinggi resisten terhadap aminoglikosida yang diidentifikasi dalam strain Pseudomonas aeruginosa klinis di Jepang (Yokoyama et al., 2003). Dalam sebuah studi mendeteksi gen 16S rRNA methylase resisten amikasin. Enterobacteriaceae isolat yang dikumpulkan pada tahun 1995 menjadi tahun 1998 dan 2001-2006 di sebuah rumah sakit universitas di Korea Selatan, plasmid conjugative Incl / M membawa ARMA terdeteksi pada enam S. Marcescens isolat . S. Marcescens memproduksi novel 16S rRNA methylase. Enzim novel ini RmtB diberikan resistensi tingkat tinggi untuk berbagai aminoglikosida, termasuk 4,6-tersubstitusi aminoglikosida deoxytreptamine seperti kanamisin, tobramycin, amikasin, arbekacin, gentamisin, sisomicin dan isepamicin. RmtB bersama 82 identitas% dengan RmtA P. aeruginosa, sedangkan kesamaan dengan methylases 16S rRNA dari genus Streptomyces dan Micromonospora relatif rendah (hingga 33%). rmtBwas dilakukan pada plasmid besar, yang nonconjugative tapi dialihkan ke E. coli oleh elektroporasi. Wilayah 0.8-kb hilir rmtBshared signifikan fi identitas tidak bisa dengan wilayah yang sesuai rmtA, sehingga reenforcing gagasan bahwa 2 gen mungkin berasal dari spesies bakteri yang sama. (Kang et al., 2008).

DAFTAR PUSTAKAHejazi, A. 1997. Serratia marcescens. Department of clinical microbiology: Britania, Ireland Vol. 46, 903-912.Jumiarti, Putri. 2012. PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI PROTEIN INSEKTISIDAL DARI BAKTERI ENTOMOPATOGEN Serratia marcescens. Institut Pertanian Bogor: Bogor.Kang HY, Kim KY, Kim J, Lee JC, Lee YC, Cho DT, Seol SY . 2008. Distribution of conjugative-plasmid-mediated 16S rRNA methylase genes among amikacin-resistant Enterobacteriaceae isolates collected in 1995 to 1998 and 2001 to 2006 at a university hospital in South Korea and identification of conjugative plasmids mediating dissemination of 16S rRNA methylase. J. Clin. Microbiol., 46: 700-706.Kim C, Hesek D, Zajcek J, Vakulenko SB, Mobashery S. 2006. Characterization of the bifunctional aminoglycoside-modifying enzyme ANT(3'')-Ii/AAC(6')-IId from Serratia marcescens. Biochemistry, 45: 8368-8377.Saputra. 2010. Serratia merescens. Repository-USU: Sumatera Utara.Subramani, Parimala. 2012. Serratia marcescens: an unusual pathogen associated with snakebite cellulitis. Department of microbiology Sri Devaraj Urs Academy: India.Therrien, Christian. 1999. Molecular basis of antibiotic resistance and L-lactamase inhibition by mechanism-based inactivators: perspectives and future directions. Microbiologie Moleculaire et Genie des Proteines: Canada.