Upload
dinda-kusuma-hardini
View
162
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
j xj p;s
Citation preview
Self Medication
Batuk Berdahak Disertai Demam
Disusun oleh:
Vanessa (FA/08539)
Dinda Kusuma Hardini (FA/08542)
Yuda Arif Kusuma (FA/08545)
Theresia Yolanda (FA/08548)
Anggarini Dwi Putri (FA/08551)
Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2012
Self Medication Batuk Berdahak Disertai Demam
A. Tujuan
Memberikan informasi mengenai batuk dan demam serta swamedikasi tentang gejala batuk
disertai demam yang diderita anak berusia 3 tahun.
B. Pendahuluan
a. Swamedikasi (Self Medication)
Selfmedication atau swamedikasi atau pengobatan sendiri menurut World Health
Organization (WHO) didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat-obatan
(termasuk produk herbal dan tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau
gejala yang dapat dikenali sendiri. Swamedikasi juga diartikan sebagai penggunaan
obat-obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif penderita (pasien).
Swamedikasi menempatkan masyarakat sebagai subyek, bukan obyek yang hanya
menerima pengupayaan kesehatan oleh orang lain, tetapi mengupayakan kesehatannya
sendiri. Swamedikasi sendiri bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan secara tepat, aman,
dan rasional.
Swamedikasi menjadi pilihan bagi masyarakat masa kini karena memiliki nilai
kepraktisan yang tinggi serta mampu menghemat biaya dalam pengobatan. Namun tidak
semua penyakit dapat diobati dengan swamedikasi, ada syarat-sayarat tertentu yaitu
khusus untuk penyakit ringan seperti pusing, flu, sakit perut, dan lain-lain. Swamedikasi
hanya digunakan untuk menghilangkan simptomnya bukan ke pusat sakit, karena itu
terkadang swamedikasi justru menutupi gejala penyakit yang sebenarnya.
Di Indonesia sendiri, penggunaan Swamedikasi cukup tinggi karena itu dari
pemerintah juga berusaha melindungi pelaku-pelaku swamedikasi yaitu dengan
dikeluarkannya peraturan- peraturan peraturan dimulai dari Peraturan Menteri
Kesehatan, Peraturan Pemerintah hingga Undang-undang untuk mengatur penyerahan
obat yang dapat diserahkan tanpa resep. Peraturan Menteri Kesehatan No:
919/MENKES/PER/X/1993 tentang obat yang dapat diserahkan tanpa resep. Dalam
Peraturan tersebut jelas disebutkan pada pasal 2, kriteria obat yang dapat diserahkan
tanpa resep diantaranya; tidak dikontraindikasikan penggunaanya pada wanita hamil,
anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun, pengobatan sendiri dengan
obat yang dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit, penggunaanya
tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan, penggunaanya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
indonesia dan obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Untuk memantapkan dan menegaskan pelayanan swamedikasi, pemerintah juga
menetapkan jenis obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dengan membuat
beberapa SK diantaranya: SK Menteri No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang obat
wajib apotek. Obat-obat yang terdaftar pada lampiran SK tersebut digolongkan menjadi
obat wajib apotek No. 1 yang selanjutnya disebut OWA No. 1. Karena perkembangan
bidang farmasi yang menyangkut khasiat dan keamanan obat maka dipandang perlu
untuk ditetapkan daftar OWA No.2 sebagai revisi dari daftar OWA sebelumnya. Daftar
OWA No. 2 ini kemudian dilampirkan pada keputusan menteri kesehatan No.
924/MENKES/PER/X/1993. Dari peraturan di atas dengan jelas diterangkan bahwa
seorang apoteker hanya bisa menyerahkan obat keras tanpa resep dokter atau
swamedikasi obat keras apabila obat yang diserahkan merupakan obat keras yang
termasuk dalam OWA.
Sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan, apoteker memiliki peran dan
tanggungjawab yang besar pada swamedikasi. Peran dan tanggungjawab apoteker ini
didasarkan pada filosofi Pharmaceutical Care, dimana kegiatan apoteker yang
sebelumnya berorientasi pada obat menjadi berorientasi pada pasien. Didasarkan pada
filosofi ini, maka tanggungjawab apoteker adalah mengidentifikasi, memecahkan, dan
mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat (drug–related problems),
sehingga dapat tercapai keluaran terapi yang optimal.
Tanggung jawab apoteker dalam swamedikasi adalah memberikan saran dan
mendampingi pasien dalam pemilihan obat, menginformasikan efek samping yang
muncul kepada industri farmasi, menyarankan rujukan kepada dokter, dan
memberitahukan cara penyimpanan obat yang benar (FIP, 1999). Sedangkan menurut
WHO, fungsi atau tanggung jawab apoteker dalam swamedikasi adalah sebagai
komunikator (communicator), penyedia obat yang berkualitas (quality drug supplier),
pengawas dan pelatih (trainer and supervisor), kolaborator (collaborator), dan
promotor kesehatan (health promoter) (WHO, 1998).
Sebagai komunikator, salah satu tugas yang harus dilakukan oleh apoteker adalah
memberikan informasi yang obyektif tentang obat kepada pasien agar pasien dapat
menggunakan obat secara rasional (WHO, 1998). Informasi yang seharusnya diberikan
oleh apoteker meliputi informasi mengenai bentuk sediaan obat, efek terapi, cara
penggunaan, dosis, frekuensi penggunaan, dosis maksimum, lama penggunaan, efek
samping yang mungkin timbul dan memerlukan penanganan dokter, obat lain, makanan
dan aktivitas yang harus dihindari selama penggunaan obat, penyimpanan obat, hal-hal
yang harus dilakukan apabila lupa meminum obat, pembuangan obat yang telah
kadaluarsa, dan tujuan penggunaan obat (WHO, 1998; Jepson, 1990; Rudd, 1983).
Peran dan Tanggung jawab itulah yang membuat apoteker memegang peran
penting dalam swamedikasi. Di dalam swamedikasi itu sendiri apoteker berhak
memberikan penilaian kepada pasien apakah pasien itu cukup hanya diberikan
swamedikasi atau harus dirujuk ke dokter. Seandainya cukup diberikan swamedikasi
maka apoteker dapat memberikan obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang
meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas (OB).
Apabila peran dan tanggungjawab ini dijalankan dengan benar oleh apoteker,
maka akan membentuk suatu penilaian di mata masyarakat. Penilaian tersebut salah
satunya ada dalam bentuk kepuasan. Tingkat kepuasan dapat pula dijadikan sebagai
indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, seperti yang tercantum
pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/Menkes/SK/IX/ 2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek (Anonim, 2004).
b. Demam
Definisi
Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal >38°C
(100,4°F), diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila >37,2°C (99°F).
(Schmitt, 1984). Sedangkan menurut NAPN (National Association of Pediatrics Nurse)
disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38° C. Pada
anak umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oral lebih dari 38,3° C.
Mekanisme demam
Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel
Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-
1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF
(interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan
patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan
bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan
menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C
terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk
meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh
berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi
berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi
leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1
dan TNFα, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf
pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh
bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum
palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis
prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur
COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam
(Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal
aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage
inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam
Sudoyo, 2006).
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara
vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran
panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian,
pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu
yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi
(Sherwood, 2001)
Penyebab Demam
Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh
terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam
tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur.
Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh
paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi
maupun dikarenakan gangguan sistem imun (Lubis, 2009)
Tipe demam
Adapun tipe-tipe demam yang sering dijumpai antara lain:
Tabel 2.1. Tipe-tipe demam Jenis demam Penjelasan
Demam septik Pada demam ini, suhu badan berangsur
naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat
di atas normal pada pagi hari.
Demam hektik Pada demam ini, suhu badan berangsur
naik ke tingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat
yang normal pada pagi hari
Demam remiten Pada demam ini, suhu badan dapat turun
setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu normal
Demam intermiten Pada demam ini, suhu badan turun ke
tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari.
Demam Kontinyu Pada demam ini, terdapat variasi suhu
sepanjang hari yang tidak berbeda lebih
dari satu derajat.
Demam Siklik Pada demam ini, kenaikan suhu badan
selama beberapa hari yang diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa
hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula.
Terapi
Non Farmakologi
Meskipun demam merupakan proses alami tubuh untuk melawan infeksi, terkadang
demam dirasakan sangat mengganggu aktivitas sehingga perlu pengobatan.
Pengobatan tidak identik dengan mengkonsumsi obat-obatan tetapi juga dengan
asupan makanan maupun istirahat yang cukup.
Menurut Ismoedijanto (2000), tindakan umum penurunan demam adalah diusahakan
agar anak tidur atau istirahat agar metabolismenya menurun. Cukupi cairan agar
kadar elektrolit tidak meningkat saat evaporasi terjadi. Aliran udara yang baik
misalnya dengan kipas, memaksa tubuh berkeringat, mengalirkan hawa panas ke
tempat lain sehingga demam turun. Buka pakaian/selimut yang tebal agar terjadi
radiasi dan evaporasi. Lebarkan pembuluh darah perifer dengan cara menyeka kulit
dengan air hangat (tepid-sponging). Mendinginkan dengan air es atau alkohol kurang
bermanfaat (justru terjadi vasokonstriksi pembuluh darah), sehingga panas sulit
disalurkan baik lewat mekanisme evaporasi maupun radiasi. Lagipula, pengompresan
dengan alkohol akan diserap oleh kulit dan dihirup pernafasan, dapat menyebabkan
koma (Soedjatmiko, 2005).
Pemberian obat-obat tradisional juga dipercaya dapat meredakan demam. Obat-
obatan tradisional yang berasal dari tanaman obat (herbalis) ini tak kalah ampuhnya
sebagai pengusir demam. Malah, obat-obatan tradisional memiliki kelebihan, yaitu
toksisitasnya relatif lebih rendah dibanding obat-obatan kimia (Rahayu, 2008).
Dalam pengobatan tradisional semua bahan-bahan yang dipergunakan berasal dari
bahan yang biasa digunakan di dapur keluarga dan tumbuh-tumbuhan yang mudah
didapatkan yang tumbuh di sekitar tempat tinggal, seperti di halaman, di pinggir-
pinggir jalan dan di kebun. Bahan atau ramuan yang berupa tanaman dari bahan
tersebut secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (Dwiyatmoko, 2001).
Menurut Dalimartha (2008), ramuan pengobatan herbal yang dapat menurunkan
demam:
a. Kunyit
Cuci bersih 10 gram umbi kunyit
Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata
Setelah dingin, peras, ambil sarinya.
Tambahkan dengan perasan 1/2 buah jeruk nipis
Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata.
Bagi menjadi 3 bagian campuran madu dan kunyit ini, kemudian berikan 3
kali sehari
b. Temulawak
Cuci bersih 10 gram rimpang temulawak
Parut dan tambahkan 1/2 gelas air panas, aduk rata
Campur dengan 2 sendok makan madu bunga kapuk, aduk rata
Bagi menjadi 3 campuran madu dan temulawak, kemudian berikan 3 kali
sehari
c. Meniran
Rebus 1 genggam meniran segar dengan 2 gelas air hingga mendidih dan
airnya tinggal 1 gelas.
Bagi menjadi 3 bagian dan diminum 3 kali sehari.
d. Kelapa
Air kelapa muda banyak mengandung mineral, antara lain kalium. Untuk
menurunkan demam, minum air kelapa pada pagi dan sore hari, masing-masing
1 buah.
e. Daun sirih
Daun sirih 1 genggam dilumatkan tanpa air.
Kemudian dilumurkan pada kepala dan pinggang kiri-kanan
Farmakologi
Demam <39°C pada anak yang sebelumnya sehat pada umumnya tidak memerlukan
pengobatan. Bila suhu naik >39°C, anak cenderung tidak nyaman dan pemberian
obat-obatan penurun panas sering membuat anak merasa lebih baik (Plipat et al,
2002). Menurut Soetjatmiko (2005), obat antipiretik tidak diberikan jika suhu
dibawah 38,3° C kecuali ada riwayat kejang demam. Pada dasarnya menurunkan
demam pada anak dapat dilakukan secara fisik, obat-obatan maupun kombinasi
keduanya.
Cara kerja obat demam adalah dengan menurunkan set-point di otak dan membuat
pembuluh darah kulit melebar sehingga pengeluaran panas ditingkatkan. Beberapa
golongan antipiretik murni, dapat menurunkan suhu bila anak demam namun tidak
menyebabkan hipotermia bila tidak ada demam, seperti: asetaminofen, asetosal,
ibuprofen (Ismoedijanto, 2000).
1. Asetaminofen
Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik yang sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Efek anti inflamasi
parasetamol hampir tidak ada. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal dengan
nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas, misalnya Panadol®, Bodrex®,
INZA®, dan Termorex® (Wilmana dan Gan, 2007).
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang.Parasetamol menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral.Parasetamol
merupakan penghambat prostaglandin yang lemah.Efek iritasi, erosi, dan
perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan
pernafasan dan keseimbangan asam basa (Wilmana dan Gan, 2007).
Sedian di pasaran :
2. Ibuprofen
Ibuprofen adalah turunan sederhana dari asam fenilpropionat.Obat ini bersifat
analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya
sama seperti aspirin. Efek antiinflamasinya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg
sehari (Katzung, 2002).
Ibuprofen merupakan turunan asam propionat yang berkhasiat sebagai
antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik.Efek antiinflamasi dan analgetiknya
melalui mekanisme pengurangan sintesis prostaglandin.Efek ibuprofen terhadap
saluran cerna lebih ringan dibandingkan aspirin, indometasin atau naproksen.Efek
lainnya yang jarang seperti eritema kulit, sakit kepala, trombositopenia, dan
ambliopia toksik yang reversibel.Penggunaan ibuprofen bersama-sama dengan
salah satu obat seperti hidralazin, kaptopril, atau beta-bloker dapat mengurangi
khasiat dari obat-obat tersebut.Sedangkan penggunaan bersama dengan obat
furosemid atau tiazid dapat meningkatkan efek diuresis dari kedua obat tersebut
(Wilmana dan Gan, 2007).
Dosis sebagai analgesik 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada
tiap orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh
wanita hamil dan menyusui. Dengan alasan bahwa ibuprofen relatif lebih lama
dikenal dan tidak menimbulkan efek samping yang serius pada dosis analgesik,
maka ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara antara lain
Amerika Serikat dan Inggris. Ibuprofen tersedia di toko obat dalam dosis lebih
rendah dengan berbagai merek, salah satunya ialah Proris® (Wilmana dan Gan,
2007)
Sedian di pasaran:
3. Asetosal
Aspirin atau asam asetilsalisilat adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang
sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri), antipiretik
(terhadap demam), dan antiinflamasi.Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan
digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan
jantung.Beberapa contoh aspirin yang beredar di Indonesia ialah Bodrexin® dan
Inzana® (Wilmana dan Gan, 2007).
Efek-efek antipiretik dari aspirin adalah menurunkan suhu yang meningkat, hal ini
diperantarai oleh hambatan kedua COX (cyclooxygenase) dalam sistem saraf
pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag selama proses
inflamasi).Turunnya suhu, dikaitkan dengan meningkatnya panas yang hilang
karena vasodilatasi dari pembuluh darah permukaan atau superfisial dan disertai
keluarnya keringat yang banyak (Katzung, 2002).
Aspirin merupakan obat yang efektif untuk mengurangi demam, namun tidak
direkomendasikan pada anak.Aspirin, karena efek sampingnya merangsang
lambung dan dapat mengakibatkan perdarahan usus maka tidak dianjurkan untuk
demam ringan (Soedjatmiko, 2005). Efek samping seperti rasa tidak enak di perut,
mual, dan perdarahan saluran cerna biasanya dapat dihindarkan bila dosis per hari
lebih dari 325 mg. Penggunaan bersama antasid atau antagonis H2 dapat
mengurangi efek tersebut (Wilmana dan Gan, 2007). Pemberian aspirin pada anak
dengan infeksi virus terbukti meningkatkan risiko Sindroma Reye (Katzung,
2002).
Sediaan di pasaran:
c. Batuk
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk
adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Tentu saja bila batuk itu berlebihan,
ia akan menjadi amat mengganggu. Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita
batuk kronik didapat 628 sampai 761 kali batuk/ hari. Penderita TB paru jumlah
batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita influenza bahkan sampai 154.4 kali/hari.
Batuk merupakan gejala penyakit pernapasan yang paling umum, berfungsi, terutama
untuk pertahanan paru terhadap masuknya benda asing. Baik orang sehat maupun orang
sakit, batuk dapat dengan disadari (volunteer) maupun tak disadari (involunter). Batuk
yang disadari merupakan respon terhadap perasaan adanya sesuatu dalam saluran napas.
Batuk yang tak disadari terjadi akibat reflex yang dipacu oleh perangsangan laring,
trakea, atau bronchi yang besar atau hilangnya compliance paru. Batuk dikatakan
abnormal jika jumlahnya sangat banyak dan tidak sesuai atau terbentuk sputum. (Stark,
1990)
Definisi
Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secara tiba-tiba
dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran
pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk dapat terjadi
secara sukarela maupun tanpa disengaja.
Batuk merupakan suatu tindakan refleks pada saluran pernafasan yang digunakan untuk
membersihkan saluran udara atas. Batuk kronis berlangsung lebih dari 8 minggu yang
umum di masyarakat. Penyebab termasuk merokok, paparan asap rokok, dan paparan
polusi lingkungan, terutama partikulat.-
Penyebab Batuk
Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk.
Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan-keadaan psikogenik tertentu. Tentunya
diperlukan pemeriksaan yang seksama untuk mendeteksi keadaan-keadaan tersebut.
Dalam hal ini perlu dilakukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan mungkin
juga pemeriksaan lain seperti laboratorium darah dan sputum, rontgen toraks, tes fungsi
paru dan lain-lain.
Tabel 2. Beberapa penyebab batuk
Iritan :
Rokok
Asap
SO2
Gas di tempat kerja
Mekanik :
Retensi sekret bronkopulmoner
Benda asing dalam saluran nafas
Postnasal drip
Aspirasi
Penyakit paru obstruktif :
Penyakit paru restriktif :
Pnemokoniosis
Penyakit kolagen
Penyakit granulomatosa
Infeksi :
Laringitis akut
Bronkitis akut
Pneumonia
Pleuritis
Perikarditis
Tumor :
Bronkitis kronis
Asma
Emfisema
Fibrosis kistik
Bronkiektasis
Tumor laring
Tumor paru
Psikogenik
-
Mekanisme Batuk
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase
kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase
iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah
udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang
akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara
dalam kecepatan tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara,
pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat
bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu
fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50%
dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya
sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi
nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat
kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga
pengeluaran sekret akan lebih mudah.
Gambar 1. Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis
selama, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batuk
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup
selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai
50 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya
dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda.
Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar
daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa
penutupan glotis.
Gambar 2. Fase Batuk
-Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara
akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga
menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan
tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan
arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai
24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea
sampai 80%.
-Penatalaksanaan
Non Farmakologi
a. Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan dahak, mengurangi
iritasi dan rasa gatal.
b. Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang tenggorokan
seperti makanan yang berminyak dan minuman dingin.
c. Menghindari paparan udara dingin.
d. Menghindari merokok dan asap rokok karena dapat mengiritasi tenggorokan
sehingga dapat memperparah batuk.
e. Menggunakan zat – zat Emoliensia seperti kembang gula, madu, atau permen hisap
pelega tenggorokan. Ini berfungsi untuk melunakkan rangsangan batuk, dan
mengurangi iritasi pada tenggorokan dan selaput lendir.
f. Air madu dan jeruk nipis
1 sendok madu
3 sendok jeruk nipis
5 sendok air
Aduk madu, jeruk nipis, dan air sampai rata, lalu tim/kukus selama 30 menit.
Untuk anak 1-3 tahun : minumkan sehari tiga kali setengah sendok teh
Untuk anak >3 tahun : minumkan sehari tiga kali satu sendok teh
Resep ini TIDAK BOLEH untuk bayi di bawah 1 tahun, karena mengandung madu.
(http://apotekf21.com/obat/pengobatan-batuk/)
Farmakologi
Pengobatan simptomatik diberikan apabila, penyebab batuk yang pasti tidak diketahui,
sehingga pengobatan spesifik tidak dapat diberikan. Batuk tidak berfungsi baik dan
komplikasinya membahayakan. Pengobatan simptomatik diberikan apabila penyebab
batuk yang pasti tidak diketahui, sehingga pengobatan spesifik tidak dapat diberikan
batuk tidak berfungsi baik.
Obat yang digunakan untuk pengobatan simptomatik ada dua jenis yaitu antitusif, dan
mukokinesis:
1. Antitussif
Antitusif adalah obat yang menekan refleks batuk, digunakan pada gangguan
saluran nafas yang tidak produktif dan batuk akibat teriritasi.Secara umum
berdasarkan tempat kerja obat antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer
dan antitusif yang berkerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas
golongan narkotik dan non-narkotik.
a. Antitusif yang bekerja di perifer.
Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran
nafas, yaitu pada reseptor iritan perifer dengan cara anastesi langsung atau secara
tidak langsung mempengaruhi lendir saluran nafas
Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir.
Obat ini digunakan sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang
mengandung madu, akasia, gliserin dan anggur. Secara objektif tidak ada data
yang menunjukkan obat ini mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi
karena aman dan memberikan perbaikan subjektif obat ini banyak dipakai.
b. Antitusif yang bekerja sentral
Obat ini berkerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsangan yang
dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk dibagi atas golongan narkotik dan non-
narkotik.
b.1 Golongan narkotik
Opiat dan derivatnya mempunyai berbagai macam efek farmakologi sehingga
digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak karena gagal
jantung dan anti diare. Diantara alkaloid ini morfin dan kodein sering digunakan.
Efek samping obat ini adalah penekanan pusat nafas, konstipasi, kadang-kadang
mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya
brokospasme karena pelepasan histamin. Tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis
terapi untuk antitusif.
Kodein merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu obat yang
paling sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20-60 mg atau 40-160
mg per hari biasanya efektif. Kodein ditolerir dengan baik dan sedikit sekali
menimbulkan ketergantungan. Disamping itu obat ini sangat sedikit sekali
menyebabkan penekanan pusat nafas dan pembersihan mukosiliar
b.2 Antitusif Non-Narkotik
Dekstrometorfan
Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan. Obat ini efektif
bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam, dosis dewasa 10-20 mg setiap
4 jam. Anak-anak umur 6-11 tahun 5-10 mg. Sedangkan anak umur 2-6 tahun
dosisnya 2,5 – 5 mg setiap 4 jam.
Butamirat sitrat
Obat ini bekerja pada sentral dan perifer. Pada sentral obat ini menekan pusat
refleks dan di perifer melalui aktifitas bronkospasmolitik dan aksi antiinflamasi.
Obat ini ditoleransi dengan baik oleh penderita dan tidak menimbulkan efek
samping konstipasi, mual, muntah dan penekanan susunan saraf pusat. Butamirat
sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu dapat digunakan dalam jangka panjang
tanpa efek samping dan memperbaiki fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas
vital dan aman digunakan pada anak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk
anak-anak umur 6-8 tahun 2x10 ml sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun
dosisnya 2x15 ml.
Difenhidramin
Obat ini tergolong obat antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi batuk
kronik pada bronkitis. Efek samping yang dapat ditimbulkan ialah mengantuk,
kekeringan mulut dan hidung, kadang-kadang menimbulkan perangsangan
susunan saraf pusat. Obat ini mempunyai efek antikolinergik karena itu harus
digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma, retensi urin dan gangguan
fungsi paru. Dosis yang dianjurkan sebagai obat batuk ialah 25 mg setiap 4 jam,
tidak melebihi 100 mg/ hari untuk dewasa. Dosis untuk anak berumur 6-12 tahun
ialah 12,5 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 50 mg/ hari. Sendangkan untuk
anak 2-5 tahun ialah 6,25 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 25 mg / hari.
2. Golongan Thiol (Mukolitik)
Obat ini memecah rantai disulfida mukoprotein, dengan akibat lisisnya mukus.
Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah asetilsistein.
Asetilsistein
Asetilsistein adalah derivat H-Asetil dari asam amino L-sistein, digunakan dalam
bentuk larutan atau aerosol. Pemberian langsung ke dalam saluran napas melalui
kateter atau bronkoskop memberikan efek segera, yaitu meningkatkan jumlah
sekret bronkus secara nyata. Efek samping berupa stomatitis, mual, muntah,
pusing, demam, dan menggigil jarang ditemukan.
Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian secara inhalasi
dosisnya adalah 1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan 10% setiap 2-6 jam.
Pemberian langsung ke dalam saluran napas menggunakan larutan 10-20%
sebanyak 1-2 ml setiap jam. Bila diberikan sebagai aerosol harus dicampur
dengan bronkodilator oleh karena mempunyai efek bronkokonstriksi.
3. Ekspektoran
Kalium yodida
Obat ini adalah ekspektoran yang sangat tua dan telah digunakan pada asma dan
bronkitis kronik. Selain sebagi ekspektoran obat ini mempunyai efek menurunkan
elastisitas mukus dan secara tidak langsung menurunkan viskositas mukus.
Mempunyai efek samping angioderma, serum sickness, urtikaria, purpura
trombotik trombositopenik dan periarteritis yang fatal. Merupakan kontraindikasi
pada wanita hamil, masa laktasi dan pubertas. Dosis yang dianjurkan pada orang
dewasa 300 - 650 mg, 3-4 kali sehari dan 60-250 mg, 4 kali sehari untuk anak-
anak.
Guaifenesin ( gliseril guaiakolat )
Selain berfungsi sebagai ekspektoran obat ini juga memperbaiki pembersihan
mukosilia. Obat ini jarang menunjukkan efek samping. Pada dosis besar dapat
terjadi mual, muntah dan pusing. Dosis untuk dewasa biasanya adalah 200-400
mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 2-4 gram per hari. Anak-anak 6-11 tahun, 100-
200 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 1-2 gram per hari, sedangkan untuk anak
2-5 tahun, 50-100 mg setiap 4 jam dan tidak melebihi 600 mg sehari.
Bromheksin
Bromheksin adalah komponen alkaloid dari vasisin dan ambroksol adalah
metaboliknya. Obat ini meningkatkan jumlah sputum dan menurunkan
viskositasnya. Juga ia merangsang produksi surfaktan dan mungkin bermanfaat
pada sindrom gawat napas neonatus. Kedua obat ini ditoleransi dengan baik, tetapi
dapat menyebabkan rasa tidak enak di epigastrium dan mual. Harus hati-hati pada
penderita tukak lambung. Dosis bromheksin biasanya 8-16 mg 3 kali sehari,
sedangkan ambroksol 45-60 mg sehari.
S-karboksi metil sistein
Obat ini adalah derivat sistein yang lain, juga bermanfaat menurunkan viskositas
mukus. Dosis obat ini biasanya 750 mg 3 kali sehari. Obat ini memberikan efek
setelah diberikan 10-14 hari.
(Yunus F, 1993)
C. Kasus
Seorang ibu B datang ke apotek anda ingin membeli obat batuk untuk anaknya yang berusia
3 tahun. Ibu B menyampaikan informasi bahwa anaknya batuk berdahak disertai demam.
Sakit anak dari ibu B ini sudah dirasakan selama 2 hari. Ibu B menyampaikan bahwa
anaknya sudah diberikan paracetamol, tetapi belum sembuh-sembuh. Anda sebagai apoteker,
pilihkan obat untuk anak ibu B tadi serta informasi yang tepat untuk kepada ibu B tadi!
a. Analisis dann Pembahasan Kasus
Who?
Dalam kasus yang diberikan diketahui bahwa subjek yang mengalami sakit adalah
seorang anak berusia 3 tahun. Dalam kasus tidak disebutkan apakah si anak memiliki
alergi terhadap obat atau riwayat penyakit lain, sehingga dianggap bahwa si anak
tidak memiliki riwayat penyakit dan alergi apapun terhadap obat. Kasus tersebut juga
tidak menyebutkan penyebab sakit dari si anak. Tetapi secara umum dapat
disebabkan karena alergi, perubahan suhu di malam hari, atau yang paling umum
terjadi infeksi saluran pernapasan bagian atas Saat anak menderita batuk ini,
napasnya akan terasa berat/sesak. Pada anak-anak di bawah 3 tahun, kecenderungan
akan croup atau inflamasi semakin besar karena trakea sempit.
What is the symptoms?
Gejala dari penyakit yang dikeluhkan adalah batuk berdahak yang disertai dengan
demam. Batuk berdahak biasanya disebabkan oleh terjadinya inflamasi / swelling
pada bagian atas tenggorokan. Croup atau Inflamasi yang terjadi lebih tepatnya di
daerah larink (bagian yang menghasilkan suara) dan trake (saluran udara).Pada
umumnya demam merupakan pertanda terjadinya infeksi yang disebabkan oleh
bakteri atau virus. Kemungkinan penyakit anak tersrbut yaitu jika si kecil batuk
dengan demam sedang serta hidung berair maka kemungkinan dia hanya menderita
flu biasa (common cold). Tapi kalau batuknya disertai demam 102 F atau 39 C atau
lebih tinggi maka kemungkinan pneumonia, apalagi bila si anak kelelahan dan
napasnya tersengal. Apabila batuk disertai demam ringan dan sakit saat menelan
kemungkinan anak menderita faringitis (radang tenggorokan).
How long?
Dalam kasus disebutkan bahwa gejala tersebut sudah dirasakan selama dua hari.
Gejala yang dialami baru dua hari sehingga tidak bisa dipastikan penyakit apa yang
diderita si anak. Bila di hari ketiga anak masih demam dan belum tahu apa
penyebabnya, maka dia harus diperiksa oleh dokter. Selain flu, penyebab demam
biasanya adalah infeksi pada telinga bagian tengah, paru-paru atau saluran kemihnya.
Untuk anak-anak di daerah tropis, penyebab demam lain yang harus diwaspadai
adalah demam berdarah.
Action?
Kasus tersebut tidak memberikan informasi apapunn tentang tindakan apa yang
sudah ibunya berikan, misalnya pengkompresan untuk enurunkan demam, sehingga
dapat dianggap bahwa si anak belum mendapat tindakan khusus.
Medication?
Pengobatan yang sudah diusahakan adalah pemberian paracetamol. Tetapi si ibu
mengeluhkan bahwa demam anaknya tidak kunjung turun dalam kurun waktu dua
hari tersebut. Untuk mengatasi batuk berdahak, belum disebutkan adanya pengobatan
tertentu yang diberikan.
b. Terapi Swamedikasi
Algoritma terapi :
Sebagai apoteker, kami menganjurkan terapi swamedikasi untuk meringankan
gejalanya. Tujuan dari pengobatan batuk adalah untuk mengurangi frekuensi,
keparahan dan komplikasi lebih lanjut dari batuk. Tujuan dari pengobatan demam pada
anak adalah untuk mengembalikan suhu tubuh anak menjadi normal dan mencegah
timbulnya kejang. Jika si anak hanya mengalami batuk berdahak dan demam yang tidak
terlalu tinggi, bisa diasumsikan hanya batuk berdahak dan demam biasa. Untuk
Anak batuk berdahak dan demam 2 hari
Apakah gejala disertai dengan bersin atau pilek?
Apakah ada sakit pada daerah tenggorokan atau adakah kesulitan dalam menelan?
Apakah tonsil anak membesar atau tidak?
iya
iya
Tidak
iya
Batuk berdahak dan demam biasa
Kemungkinan influenza
Radang tenggorokan akut akibat infeksi bakteri atau virus
mengobati batuk bisa diberikan ekspektoran untuk mengeluarkan batuk berdahak. Pada
anak sebenarnya tidak dianjurkan penggunaan mukolitik, obat batuk yang berguna
untuk mengencerkan dahak karena akan menyebabkan batuk terus menerus pada anak
sehingga badan anak akan merasa lemas dan menyebabkan kecemasan pada orangtua
anak. Obat batuk ekspektoran yang bisa diberikan adalah Guaiafenesin dalam sediaan
sirup. Penggunaan parasetamol sebagai antipiretik tidak menunjukkan perbaikkan
kondisi mungkin disebabkan karena penggunaan parasetamol yang tidak tepat seperti
waktu penggunaan, skala penggunaan, dan dosis yang digunakan. Terapi suportif non
farmakologik yang bisa diberikan adalah pemberian rebusan jahe dengan madu yang
berfungsi sebagai ekspektoran.
Karena batuk biasanya bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dari suatu
penyakit, dapat diberikan terapi non farmakologik, seperti istirahat yang cukup, makan
makanan yang bergizi, makanan ringan seperti kerupuk atau biskuit sebaiknya dihindari,
dan minum air yang cukup. Jika dalam 4-5 hari belum sembuh dan masih demam,
sebaiknya diperiksakan ke dokter.
Batuk
Batuk berdahak pada anak dapat diobati dengan kombinasi mukolitik dan
ekspektoran. Mukolitik berfungsi untuk memecah dahak, contoh obat mukolitik
adalah bromheksin. Ekspektoran merupakan obat yg berfungsi untuk mengencerkan
dan mengeluarkan dahak, kombinasi keduanya sangat cocok untuk batuk berdahak,
msalnya guaiafenesin. Keduanya dapat bekerja secara sinergis untuk mengobati
batuk berdahak. Produk yang kita sarankan untuk terapi batuk anak adalah Bisolvon
Extra. Obat ini merupakan obat bebas terbatas, sehingga masuk dalam wewenang
apoteker untuk memberikan terapi swamedikasi.
Komposisi :Per 5 mL sir Bromhexine HCI 4 mg, guaifenesin 100 mg.
Khasiat :BISOLVON bekerja dengan mengencerkan sekret pada
saluran pernafasan dengan jalan menghilangkan serat-serat mukoprotein dan
mukopolisakaridayangterdapat pada sputum/dahaksehingga lebih mudah
dikeluarkan.
Indikasi : terapi sekretolitik dan ekspektoran untuk meredakan batuk
dan mengencerkan sekresi mukus.
Efek Samping : Dapat terjadi efek samping sebagai berikut : mual, diare,
gangguan pencemaan, perasaan penuh di perut, tetapi biasanya ringan. Pernah
dilaporkan efek samping: sakit kepala, vertigo, berkeringat banyakdan ruam kulit,
juga dapat terjadi kenaikan transaminase.
Kontraindikasi :Penderita yang hipersensitif terhadap Bromhexine HCI.
Aturan Pakai : Anak usia 2 sampai 6 tahun : 3 kali sehari 2,5 mL.
Interaksi : Pemberian bersamaan dengan antibiotika (amoksisilin,
sefuroksim, doksisiklin) akan meningkatkan konsentrasi antibiotika pada jaringan
paru.
Diproduksi oleh :PT. Boehringer Ingelheim Indonesia Bogor, Indonesia
Dengan lisensi dari :Boehringer Ingelheim International GmbH.Ingelheim am
RheinJerman
Simpan pada suhu 25 - 30°C, dalam botol tertutup rapat.
(Anonim, 2012)
Demam
Pengobatan demam dapat menggunakan aspirin, paracetamol atau ibuprofen.
Namun penggunaan aspirin dalam kasus ini sebaiknya kita hindari sebab, Indonesia
merupakan daerah tropis, sangat mungkin gejala demam yang tidak kunjung turun
adalah akibat dari demam berdarah. Selain memiliki efek antipiretik analgetik,
aspirin memiliki efek antikoagulan, dan ini akan berbahaya jika ternyata gejala
demam tersebut merupakan demam berdarah. Pilihan pertama dan hampir
digunakan dimana saja, adalah paracetamol, alasan utama adalah obat paracetamol
ditemukan jauh sebelum ibuprofen dan memiliki data hasil penelitian yang jauh
lebih banyak mengenai kemananan paracetamol untuk anak, jika digunakan sesuai
dengan dosisnya, efek samping yang muncul akan sangat minimal. Obat ibuprofen,
adalah new comer , walupun banyak penelitian mengatakan mampu menurunkan
panas lebih cepat, yang perlu diingat adalah lebih cepat, bukan lebih baik, tapi
mengingat ibuprofen adalah golongan AINS yang memiliki segudang efek samping
seperti gangguan saluran cerna, sehingga penggunaan ibuprofen selalu menjadi
kontroversial. Sehingga ada beberapa negara yang mengatakan ibuprofen dilarang
untuk anak dibawah 6 tahun, dan ada beberapa negara yang anak kita memilih
menggunakan paracetamol. Produk yang kita sarankan untuk dipakai adalah Dumin
Paracetamol Syrup produksi Actavis. Obat ini merupakan obat bebas, sehingga
memungkinkan apoteker dalam meberikan swamedikasi.
Nama Generik :Parasetamol
Komposisi Dumin tablet : Setiap tablet mengandung 500 mg Parasetamol
Komposisi Dumin sirup : Setiap 5 ml sirup mengandung 120 mg Parasetamol
Grup :OTC
Kode ATC :OTC
Aturan pakai : 2-6 tahun 1-2 sendok takar (5-10 ml) 3-4 kali sehari
Dumin sirup : Tersedia dalam botol berisi 60 ml
No.Reg.: DBL8505505137A1
Cara kerja Obat : Analgesik - antipiretik
Sebagai analgesik, bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang rasa
sakit.Sebagai antipiretik, diduga bekerja langsung pada pusat pengatur panas di
hipotalamus.
Indikasi : Meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala, sakit
gigi dan menurunkan demam.
Kontra indikasi
- Penderita gangguan fungsi hati yang berat.
- Penderita hipersensitif terhadap obat ini.
Efek samping
- Penggunaan jangka lama dan dosis besar dapat menyebabkan kerusakan hati.
- Reaksi hipersensitivitas.
(www.actavis.co.id)
Sediaan alternatif
Terkadang anak akan sulit minum obat jika obat yangharus diminum terlalu
banyak. Oleh karena itu kita dapat memberikan sediaan alternatif yang mengandung
obat demam dan batuk sekaligus dalam satu sediaan. Untuk itu kami dapat
menyarankan Pinkid’s Cough produksi PT Graha Farma. Obat ini mengandung
Parasetamol sebagai analgetik antipiretik yang menurunkan demam, Gliseril
guaiakolat sebagai ekspektoran, dan CTM sebagai antihistamin, yang
memungkinkan menyembuhkan gejala demam dan batuk yang disebabkan alergi
dan memiliki efek samping mengantuk sehingga memungkinkan anak untuk
beristirahat. Pinkid’s Cough merupakan obat bebas terbatas dan memungkinkan
apoteker untuk memberikan dalam terapi swamedikasi.
(Anonim, 2012)
Komposisi :Tiap sendok takar 5 ml mengandung Parasetamol 120 mg,
Gliseril guaiakolat 50 mg, CTM 1 mg
Indikasi :Pinkid's® Cough Suspensi meredakan batuk berdahak karena
alergi yang disertai demam.
Kontra Indikasi :Penderita gangguan fungsi hati yang berat. Penderita yang
hipersensitif terhadap komponen obat
Efek Samping :Mulut kering, mengantuk, pandangan kabur. Penggunaan dalam
dosis besar dan jangka panjang menyebabkan keru- sakan fungsi hati.
Peringatan :Hati - hati penggunaan pada penderita gangguan fungsi ginjal.
Penggunaan pada anak usia di bawah 2 tahun hams di bawah penga-wasan dokter.
Tidak dianjurkan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui. Penggunaan pada
penderita yang mengkonsumsi alkohol dapat me-ningkatkan resiko kerusakan
fungsi hati. Dapat menyebabkan kantuk.
Aturan Pakai :Anak-Anak 2 - 6 tahun3 X sehari 1 sendok takar
Cara Penyimpanan:Simpan ditempat yang sejuk (15 - 25)°C dan kering.
Kemasan :Botol 60 ml. No. Reg : DTL 0531108633 A1
(www.grahafarma.com)
c. KIE
Pemakaian obat dipilih sesuai kondisi anak, apabila tidak memungkinkan anak untuk
meminum dua obat maka dipilih sediaan alternatif yaitu Pinkid’s Cough. Semua obat
yang kami sarankan diminum tiga kali sehari yaitu dalam selang waktu 8 jam, setelah
makan, sebanyak satu sendok takar. Sendok takar sudah tersedia di dalam kemasan
obat.
Untuk terapi suportif demam dilakukan dengan kompres air hangat agar terjadi
dilatasi pembuluh darah dan panas dapat teralihkan, tidak boleh dikompres dengan
air dingin karena akan menyempitkan pembuuh darah dan panas tidak teralihkan.
Terapi suportif untuk batuk, pasien diharapkan mengindari udara dingin dan banyak
minum air putih. Secara umum pasien harus banyak beristirahat untuk memulihkan
kondisi kesehatan pasien.
Jika kondisi anak memburuk setelah tiga hari pengobatan atau memiliki gejala
seperti dibawah, segera bawa anak ke dokter:
* Saat anak susah bernapas atau ada masalah saat bernapas
* Bernapas lebih cepat dari biasanya dan pendek
* Kebiruan atau gelap pada bibir, wajah atau lidah
* Demam tinggi sampai kejang
* Bayi (kurang dari 3 bulan) batuk selama beberapa jam
* Saat batuk, si kecil bersuara ‘whooping’
* Batuk darah
* Menarik napas sangat panjang
* Saat menghela napas disertai bunyi
* Kelelahan
D. Kesimpulan
1. Self medication atau swamedikasi atau pengobatan sendiri menurut World Health
Organization (WHO) didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat-obatan
(termasuk produk herbal dan tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau
gejala yang dapat dikenali sendiri.
2. Sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan, apoteker memiliki peran dan
tanggungjawab yang besar pada swamedikasi.
3. Demam dan batuk merupakan suatu indikasi yang dapat diobati dengan swamedikasi.
4. Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh
terhadap adanya infeksi.
5. Terapi pada demam dapat dilakukan secara non-farmakologik maupun farmakologik
disesuaikan dengan tipe demam dan kebutuhan penanganan.
6. Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada dan
merupakan refleks normal yang melindungi tubuh kita.
7. Pengobatan simptomatik diberikan apabila, penyebab batuk yang pasti tidak diketahui,
sehingga pengobatan spesifik tidak dapat diberikan.
8. Pada kasus, anak 3 tahun batuk berdahak yang disertai dengan demam selama 2 hari,
swamedikasi yang diberikan adalah pemberian ekspektoran sebagai terapi
farmakologik batuk dan rebusan jahe sebagai terapi non farmakologik serta pemberian
paracetamol untuk mengatasi demam sebagai terapi farmakologik.
9. Tujuan dari pengobatan batuk adalah untuk mengurangi frekuensi, keparahan dan
komplikasi lebih lanjut dari batuk. Tujuan dari pengobatan demam pada anak adalah
untuk mengembalikan suhu tubuh anak menjadi normal dan mencegah timbulnya
kejang.
10. Terapi suportif demam dilakukan dengan kompres air hangat. Terapi suportif untuk
batuk seperti mengindari udara dingin dan banyak minum air putih dan secara umum
pasien harus banyak beristirahat untuk memulihkan kondisi kesehatannya.
E. Daftar Pustaka
Anonim, 2012, http://www.actavis.co.id/id/products/Dumin+%28Tablet+Syr%29.htm,
diakses pada 8 Desember 2012 pukul 12.34
Anonim, 2012, http://www.grahafarma.com/productdetail.php?XA=0041, diakses pada 8
Desember 2012 pukul 12.44
Anonim, 2012, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11 2011/2012, PT. Bhuana Ilmu
Populer,Jakarta
Anonim, 2004, Keputusan MenKes RI No 1027/MenKes/SK/IX/2004 tentang standar
Pelayanan Farmasi di Apotek, DepKes RI, Jakarta
Dalimartha, S., 2008,Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5, Pustaka Bunda, Jakarta
FIP, 1999,Joint Statement By The International Pharmaceutical Federation and The World
Self-Medication Industry: Responsible Self-Medication, FIP & WSMI, p.1-2
Ganong, William, 2002,Fisiologi Kedokteran,EGC, Jakarta
Jepson, M.H., 1990, Patient Compliance and Counselling. In: D.M. Collett and M.E. Aulton
(Eds.),Pharmaceutical Practice, Edinburgh: Churchill Livingstone, p.339-341
Katzung, Bertram G, 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika,Jakarta
Lubis, M.B., 2009,Demam pada Bayi Baru Lahir, Dalam: Tjipta, G.D., Ali, M., dan Lubis,
M.B., Editor. Ragam Pediatrik Praktis, USU Press,Medan
Plipat N., Hakim S., & Ahrens W., 2002,The Febrile Child, In: Strange G., Ahrens W.,
Lelyveld S., & Schafermeger R., Ed. Pediatric Emergency Medicine. 2nd Ed,
McGraw-Hill,New York
Rudd, C.C., 1983, Teaching and Counseling Patient about Drugs. In: Ray, M.D., Basic Skill
in Clinical Pharmacy Practice, Universal Printing and Publishing, North Carolina
Sherwoodlauralee,2001,Fisiologi manusia dari sel ke sistem, Penerbit buku kedokteran
EGC, Jakarta
Soedjatmiko, 2005,Penanganan Demam Pada Anak Secara Profesional, Dalam:
Tumbelaka, et al, Editor. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak
XLVII.Cetakan pertama. Jakarta: FKUI-RSCM, 32-41
Stark, John, 1990,Manual Ilmu Penyakit Paru, Bina Rupa Aksara,Jakarta
WHO, 1998,The Role of The Pharmacist in Self-Care and Self-Medication, The Hague, The
Netherlands: WHO, p.1-11.
Wilmana, P.F., dan Gan, S.G., 2007,Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti- Inflamasi
Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya, Dalam: Gan, S.G., Editor.
Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Jakarta: Gaya Baru, 230- 240.
Yunus, F, 1990,Proyek Pneumobile Indonesia Paru,FKUI,Jakarta
Yogyakarta, 10 Desember 2012
Praktikan,
Vanessa (FA/08539)
Dinda Kusuma Hardini (FA/08542)
Yuda Arif Kusuma (FA/08545)
Theresia Yolanda (FA/08548)
Anggarini Dwi Putri (FA/08551)