20
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SINDROM STEVENS-JOHNSON BAB I PENDAHULUAN Sindrom Stevens-Johnson pertama kali di publikasikan pada tahun 1922 oleh dua orang dokter, A.M Steven dan F.C. Johnson pada kasus dua orang anak laki-laki dengan purulen konjungtivitis, stomatitis dan kelainan kulit mukosa yang luas, parah, dan berkepanjangan yang akhirna dikenal sebagai “eritema multiform mayor”. Sindrom Stevens- Johnson merupakan penyakit dengan kelainan kulit mukokutenous yang serius. Penyebab pasti dari sindrom ini belum diketahui pasti namun salah satu penyebab utama yang banyak ditemukan ialah karena adanya alergi obat. Sindrom Stevens-Johnson atau yang dikenal dengan singkatan SSJ. adalah suatu kondisi medis darurat pada kulit yang dapat mengancam nyawa, suatu sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir (mukosa), dan mata, serta ditandai dengan nekrosis kulit yang luas, dan pengelupasan epidermis. Keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, di mana efloresensinya berupa eritema, vesikel atau bula, 1

Sindrom Stevens Johnsons

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sindrom Stevens Johnsons

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

SINDROM STEVENS-JOHNSON

BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Stevens-Johnson pertama kali di publikasikan pada tahun 1922

oleh dua orang dokter, A.M Steven dan F.C. Johnson pada kasus dua orang

anak laki-laki dengan purulen konjungtivitis, stomatitis dan kelainan kulit

mukosa yang luas, parah, dan berkepanjangan yang akhirna dikenal sebagai

“eritema multiform mayor”. Sindrom Stevens-Johnson merupakan penyakit

dengan kelainan kulit mukokutenous yang serius. Penyebab pasti dari

sindrom ini belum diketahui pasti namun salah satu penyebab utama yang

banyak ditemukan ialah karena adanya alergi obat.

Sindrom Stevens-Johnson atau yang dikenal dengan singkatan SSJ.

adalah suatu kondisi medis darurat pada kulit yang dapat mengancam nyawa,

suatu sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir (mukosa), dan mata, serta

ditandai dengan nekrosis kulit yang luas, dan pengelupasan epidermis.

Keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, di mana efloresensinya

berupa eritema, vesikel atau bula, dan dapat disertai purpura. Sindrom

stevens-Johnson merupakan bentuk ringan dari Toxic Epidermal Necrolysis

(TEN). Gejala lain SSJ meliputi : demam tinggi , nyeri ringan hingga serius

pada kulit dan kecemasan. Penyakit ini dapat berkembang cepat tanpa terduga.

Awalnya lesi timbul tampak tidak berbahaya kemudian berkembang dengan

sangat cepat dalam waktu yang singkat , dan apabila lesi mendalam dan luas

penyembuhannya akan sangat sulit juga memerlukan waktu yang lama.

Sindrom Stevens- Johnson (SSJ) merupakan kasus jarang ditemukan.

Secara epidemiology penyakit ini paling sering menyerang wanita daripada

pria dengan ratio 5:1 dan terutama pada pasien dengan imun tubuh yang

kurang baik.

1

Page 2: Sindrom Stevens Johnsons

Penyebabnya SSJ belum di ketahui dengan pasti namun terdapat pada

beberapa kasus disebabkan oleh sensitasi sistem imun akibat agen luar di

antaranya ialah:

a. Obat-obatan (misalnya: antibiotik, obat anti-inflamasi non-steroid,

antikonvulsan, antijamur, antimikrobalainya seperti sulfonamide,

kuinolon, penisilin )yang merupakan salah satu penyebab utama kasus

SSJ.

b. Infeksi mikroorganism (bakteri, virus, jamur, dan parasit)

c. Faktor fisik ( sinar matahari, radiasi)

d. Makanan dan Lain-lain

Patomekanisme SSJ yaitu disebabkan karena reaksi imunitas seluler dan

humoralnya yang menyerang kulit dengan dekstrusi keratinosit. Pada alergi

obat akan terjadi aktivasi sel T, termasuk CD4 dan CD8. IL-5 meningkat serta

sitokin-sitokin lainnya. CD4 terdapat di dermis sedangkan CD8 di epidermis.

Keratinosit epidermis mengekspresikan ICAM-1, ICAM-2 dan MHC II.

Kerusakan jaringan yaitu pengelupasan epidermal disebabkan dekstrusi

keratinosit yang bertambah besar melalui apoptosis. Keratinosit apoptosis

merupakan ciri dari tahap awal SSJ. Sel-sel apoptosis semakin menjadi

nekrotik sehingga memicu respon inflamasi. SSJ dalam hitungan jam,

keratinosit apoptosis menyeluruh di kulit lesi, menjadi nekrotik; epidermis

kehilangan viabilitas, sehingga menciptakan gambaran histologis full-

thickness epidermis toxic(TEN).

Diperkirakan terdapat juga kerentanan genetik yang menyebabkan

timbulnya sensitivitas sistem imun akibat agen tertentu, misalkan HLA B-1502

pada orang China dan Taiwan yang menyebabkan mereka rentan terhadap

karbamazepin, dan HLA B-5801 terhadap sensitivitas pada allopurinol.

SSJ ditandai dengan <10% luas permukaan tubuh dengan epidermal

detachment , SSJ-TEN 10-30% dan TEN > 30% . Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, penyakit ini menyebabkan destruksi epidermis, maka fungsi

epidermis pun terganggu. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penguapan

2

Page 3: Sindrom Stevens Johnsons

cairan berlebihan (seperti pada luka bakar), dan memudahkan terjadinya

infeksi sekunder pada kulit. Hal inilah yang menyebabkan mengapa penyakit

ini termasuk penyakit yang mengancam jiwa.

Diagnosis sebagian besar ditentukan oleh gambaran klinis dan riwayat

pasien. Diagnosis yang tepat dan benar disertai dengan penanganan cepat

sangat dibutuhkan pada kasus ini. Prognosis pada pasien SSJ dapat ditentukan

melalui nilai SCORTEN yang merupakan variable nilai perbandingan antara

SSJ dan NET serta mengevaluasi faktor risiko terjadinya kematian.

Gambar 1. Tabel penilaian SCORTEN

BAB II

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

3

Page 4: Sindrom Stevens Johnsons

I. 1 ANAMNESIS

Diagnosis sindrom stevens-johnson (SSJ) ditetapkan berdasarkan riwayat

pasien, gejala dan tanda pada pemeriksaan fisik pasien, serta pemeriksaan lab

dan pemeriksaan histopatologis. Adanya riwayat mengonsumsi obat,

mengalami infeksi, dan berbagai faktor pencetus lainnya. Biasanya terdapat

gejala non-spesifik seperti demam, nyeri kepala, rhinitis, batuk dan malaise

sebelum munculnya erupsi SSJ.

II. 2 PEMERIKSAAN FISIK & STATUS DERMATOLOGI

G ambar 2. Sindrom Stevens-Johnson

Berdasarkan pemeriksaan fisik, terdapat trias kelainan pada Sindrom

Stevens Johnson (SSJ) yaitu kerusakan kulit, keterlibatan membran mukosa,

serta kerusakan mata, dengan berbagai gambaran klinis, mulai dari yang ringan

hingga berat. Selain itu, ditemukan takikardi, demam, kesadaran menurun,

hipotensi, epistaksis, bahkan koma. Berikut trias kelainan SSJ berupa

1. Kelainan Kulit

Lesi didahului oleh eritema, makula purpura dengan bentuk yang tidak

teratur kemudian menjadi vesikel, bula. Vesikel dan bula kemudian

memecah menjadi erosi yang luas. Di samping itu juga terdapat purpura.

Lesi dikulit yang gampang pecah disebut Nikolsky sign, namun tanda ini

4

Page 5: Sindrom Stevens Johnsons

tidak spesifik terhadap Sindrom Stevens Johnson/ Toxic Epidermal

Necrolysis (TEN).

Gambar 3. Vesikel dan bula pada kulit

Berupa makula eritem dan pengelupasan epitel (A) dan vesikel/bula yang menghitam

menunjukkan nekrosis epidermis (B)

2. Kelainan membran mukosa (selaput lendir)

Lesi dimulai dengan eritema dan erosi kulit pada mukosa mulut (100%),

kemudian disusul oleh kelainan genital (50%), lubang hidung dan anus

jarang, masing-masing 8% dan 4%. Lesi di mulut dapat membuat pasien

sukar/tidak dapat menelan. Kelainannya berupa vesikel dan bula yang

cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta

kehitaman.

Gambar 4. Lesi pada mulut dan mata

3. Kelainan mata

5

A B

Page 6: Sindrom Stevens Johnsons

Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang tersering

ialah konjungtivitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis

purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, dan iridosiklitis.

Gambar 5. Kelainan pada mata

II. 3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium spesifik untuk mendiagnosis

Sindrom Stevens Johnson (SSJ). Pemeriksaan laboratorium penting untuk

mengevaluasi derajat keparahan dan penatalaksanaan harian selama dalam

perawatan. Pemeriksaan gas darah, protein darah, elektrolit , kadar urea, dan

glukosa dilakukan untuk membantu penatalaksanaan yang cepat dan tepat serta

menetapkan prognosis.

Pada beberapa kasus pemeriksaan darah rutin, menunjukkan leukositosis

non-spesifik, anemia, dan kadang trombositopenia. Peningkatan yang drastis

dari leukosit menunjukkan infeksi sekunder bakteri yang harus segera

ditangani dengan antibiotik.

II. 4 PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Pada pemeriksaan histopatologi Sindrom Stevens-Johnson dengan

melakukan skin biopsi, lesi awal menunjukkan adanya nekrosis keratinosit

yang ditandai dengan spongiosis, dan edema intraselular, dengan infiltrasi sel

limfosit, dan eosinofil. Pada lesi lanjut, terdapat clear zone (area bersih) yang

terletak di suprabasal yang memisahkan epidermis dengan dermis (detachment

6

Page 7: Sindrom Stevens Johnsons

epidermis), juga terdapat vesikel dan bula pada lapisan epidermis. Selain itu,

terdapat ekstravasasi eritrosit, serta edema pada stratum korneum.

Gambar 6. Histopatologi Sindrom Stevens-Johnson.

II. 5 DIAGNOSIS BANDING

Beberapa diagnosis banding diantaranya:

1. Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)

Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) merupakan salah satu penyakit

nekrosis epidermolisis seperti Sindrom Stevens-Johnson yang juga mengancam

kehidupan. Pada SSJ keterlibatan epidermis lebih kecil dari 10%, transisi SSJ-

TEN antara 10%-30%, sedangkan lesi dikatakan TEN jika >30% kerusakan

epidermis tubuh. Selain dari segi keterlibatan epidermis, penyakit ini juga

memiliki keadaan umum dan prognosis yang lebih buruk. Penyebab dan

mekanisme dari penyakit ini sama dengan SSJ,dengan kata lain TEN adalah

bentuk parah dari SSJ.

7

Page 8: Sindrom Stevens Johnsons

Gambar 7. Perbandingan luas lesi pada SSJ dan TEN

Gambar 8. lesi pada pasien TEN

2.Eritema Multiforme

Eritema Multiforme (EM) merupakan erupsi mendadak dan rekuren pada

kulit dan selaput lendir dengan efloresensi yang khas berbentuk iris. Pada

kasus yang berat disertai simtom konstitusi dan lesi viseral. Penyebab belum

diketahui pasti, namun dapat disebabkan oleh alergi obat seperti halnya pada

SSJ. Gejala khas yang membedakan dengan SSJ yaitu lesi bentuk iris (target

lesion) yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian tengah berupa vesikel atau

eritema keunguan, dikelilingi oleh lingkaran konsentris yang pucat, dan

kemudian lingkaran yang merah.

8

Page 9: Sindrom Stevens Johnsons

Gambar 9. Pasien Eritema Multiforme

3.Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S.S.S.S)

Penyakit ini disebut juga pemphigus neonatorum/ impetigo neonatorum/

Ritter’s disease disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus yang

menyerang neonatus dan balita. Penyakit ini menyebabkan erosi/ pengelupasan

epidermis akibat toksin yang dikeluarkan oleh S.aureus sehingga terjadi

pemisahan antara dermis dan epidermis. Perbedaan penyakit ini dengan SSJ

yaitu pada penyakit ini tidak menyebabkan erosi pada mukosa. Prognosisnya

pun baik, tidak seperti SSJ yang berbahaya jika tidak segera ditangani dengan

baik.

9

Page 10: Sindrom Stevens Johnsons

Gambar 10. Pasien S.S.S.S.

II. 6 PENATALAKSANAAN

Umum :

1. Mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan

pemberian cairan intravena.

2. Memperhatikan keseimbangan hemodinamik dan sistem O2,CO2.

3. Pengobatan lesi dilakukan seperti pada penatalaksanaan luka bakar.

Khusus :

1. Sistemik :

Kortikosteroid dosis tinggi merupakan (live saving). Pemberian

dilakukan secara parenteral atau peroral, kemudian dosis

diturunkan perlahan. Pada kasus berat harus di rawat inap dan

diberi deksametason IV, dosis 6x5 mg, selama 2-3hari. Jika

keadaan umum membaik, obat dapat diganti dengan prednison

(dosis ekuivalen). Pada kasus ringan diberikan prednison 4x5

mg – 4x20 mg/hari, dosis diturunkan bertahap jika terjadi

perbaikan.

Pemberian antibiotik untuk pencegahan terjadinya infeksi dan

mengurangi angka kematian, misalnya pemberian Siklosporin

2X400mg IV, Klindamicin 2X600mg IV, seftriakson 1X2g IV

Penelitian menunjukkan kombinasi siklosporin sebagai

10

Page 11: Sindrom Stevens Johnsons

calcineurin inhibitor dengan kortikosteroid dosis tinggi, dapat

mempercepat reepitelisasi.

Thalidomide (anti TNF-α) dapat membantu penyembuhan dalam

beberapa kasus pasien.

High-dose Intravenous Immunoglobulin

Plampheresis/Hemodialisis

2. Topikal :

Vesikel dan bula yang belum pecah diberi bedak salisil 2%

Kelainan mulut yang berat diberikan kompres asam borat 3%

Pada kasus konjungtivitis diberi salap mata yang mengandung

antibiotik dan kortikosteroid.

11

Page 12: Sindrom Stevens Johnsons

BAB III

PENUTUP

Sebagai kesimpulan bahwa Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) adalah

penyakit inflamasi sistemik autoimun yang menyerang keratinosit pada kulit

dan mukosa yang menyebabkan nekrosis, erosi, dan membentuk vesikel atau

bula yang mudah pecah. Penyebabnya belum di ketahui dengan pasti namun

terdapat pada beberapa kasus disebabkan oleh sensitasi sistem imun akibat

agen dari luar seperti obat-obatan, infeksi, sinar X, makanan dan lain-lain.

Diagnosis sebagian besar ditentukan oleh gambaran klinis dan riwayat pasien.

Gambaran klinis mulai dari yang ringan hingga berat. Berdasarkan

pemeriksaan fisik, terdapat trias kelainan pada Sindrom Stevens Johnson

(SSJ) yaitu kerusakan kulit, keterlibatan membran mukosa, serta kerusakan

mata,. Selain itu, ditemukan gejala-gejala lainnya seperti takikardi, demam,

kesadaran menurun, hipotensi, epistaksis, bahkan koma.

Pengobatan pada pasien SJS dapat dibagi menjadi dua yaitu secara umum

dan khusus. Secara umum meliputi pengembalikan keseimbangan cairan dan

elektrolit tubuh, keseimbangan hemodinamik dan sistem O2,CO2. Secara

khusus yaitu pengobatan sistemik dengan pemberian kortikosteroid,

antibiotik, anti TNF-α, Immunoglobulin, Plampheresis/Hemodialisis dan

topikal bedak salysil 2%, asam borat 3% untuk lesi mukosa. Diagnosis yang

tepat dengan penanganan cepat sangat dibutuhkan, yaitu memberikan life-

support disertai dengan pemberian sistemik kortikosteroid dosis tinggi yang

benar untuk menekan reaksi autoimunnya. Adapun pemberian siklosporin

sangat membantu dalam pencegahan dan pengobatan infeksi sekunder.

Komplikasi yang paling sering pada kasus ini ialah sepsis, infeksi paru dan

dapat menyebabkan multisistem organ failure . komplikasi akhir lainya pada

kelainan mata yaitu kronik inflamasi, entropion, fibrosis, symblepharon, dan

konjungtivitis. SSJ adalah penyakit dengan morbilitas tinggi, yang berpotensi

mengancam nyawa. Pada kasus ini nilai SCORTEN merupakan variable nilai

12

Page 13: Sindrom Stevens Johnsons

yang sekarang banyak digunakan untuk menentukan prognosis, menunjukan

perbandingan antara SSJ dan TEN(Toxic Epidermal Necrolysis) serta

mengevaluasi faktor risiko terjadinya kematian pada kasus ini.

Secara umum diagnosis yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat

prognosis pun akan cukup memuaskan. Namun, bila terdapat purpura yang

luas dan leukopenia disertai dengan infeksi sekunder, prognosisnya akan

lebih buruk dan memerlukan penyembuhan dalam jangka waktu yang

panjang.

13

Page 14: Sindrom Stevens Johnsons

DAFTAR PUSTAKA

1. E FL, Christa P. Erythema Multiforme, Stevens–Johnson Syndrome and

Toxic Epidermal Necrolysis In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, Callen

JP, Horn TD, Mancini AJ, et al., editors. DERMATOLOGY. 1. Second ed.

New York, USA: MOSBY ELSEVIER; 2008. p. 287-300.

2. Satyanand T, Sachin K, Amit K, Mohit S, Abhishek S. Stevens-Johnson

syndrome-A life threatening skin disorder. Journal of Chemical and

Phamaceutical Research. 2012:618-26.

3. Thomas H, E FL. Toxic epidermal necrolysis and Stevens-Johnson

syndrome Orphanet Journal of Rare Diseases 2010. 2010.

4. Adhi D, Mochtar H. Sindrom Stevens-Johnson. Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin. 6 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p. 163-5.

5. James WD, DME, Berger TG. Bullous drug eruption(Stevens-Johnson

syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. Andrews’ Disease Of The Skin

Clinical Dermatology. United States America: Saunders Elsevier. p. 114-

6;40.

6. Valeyrie-Allanore L, Jean-Claude R. Epidermal Necrolysis (Stevens-

Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis). In: LA G, SI K, BA G,

AS P, DJ L, K W, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8

ed. New York: Mc Graw Hill; 2012. p. 642-54.

7. M. KJ, M. YM, H M, AL-AMIRY A. STEVEN JOHNSON

SYNDROME: THREE CASES REPORTED IN IRAQ International Journal

of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 2012 23 June 2012 4(4):1-2.

8. O KA, Tomas D, John M, K WJ, Zhu JJ-g. Multifocal Stevens-Johnson

syndrome after concurrent phenytoin, and cranial and thoracic radiation

treatment, a case report. Radiation oncology BioMed Central. 2010:1-5.

14