14
Nama : Hatina Agsari NIM : 04121401012 Kelas : PDU Non Reg 2012 1. Bagaimana mekanisme dari kaki tangan dingin Jawab: Virus dengue produksi nonneutralizingantibodies kompleks antigen – antibodi aktivasi sistem komplemen sekresi protein anafilatoksin (C3a dan C5a) degranulasi pada sel endotel dan mastosit sitokin pro inflamasi permeabilitas kapiler meningkat plasmaleakage syok hipovolemia vasokontriksi perifer suplai darah ke perifer berkurang akral dingin Pada syok hipovolemia, penurunan curah jantung akan menurunkan pengiriman oksigen dan zat nutrisi lain ke jaringan. Keadaan ini kemudian akan menurunkan metabolism pada seluruh sel tubuh. Akibat depresi metabolism pada syok, jumlah panas yang dibebaskan dalam tubuh berkurang dan akibatnya suhu tubuh akan sangat menurun yang bermanifestasi dengan keluhan kaki dan tangan teraba dingin 2. Bagaimana mekanisme dari sakit kepala Jawab: Infeksi virus dengue pada tubuh manusia menyebabkan makrofag melepaskan pirogen endogen (Interleukin-1) kemudian dibawa oleh sirkulasi sampai ke hipotalamus. Di hipotalamus pirogen endogen akan berikatan dengan reseptor pengatur suhu untuk mengaktivasi fosfolipase A2 agar dapat melepaskan asam arakidonat. Asam arakidonat diubah oleh enzim COX2 menjadi Prostaglandin (PGE2) yang akan merangsang peningkatan suhu tubuh sehingga terjadi demam, selain dapat meningkatkan set point suhu tubu, PGE2 juga membuat pembuluh darah di otak menjadi dilatasi yang dapat menyebabkan nyeri kepala 3. Mengapa panas turun dan naik lagi setelah pemberian obat penurun panas? Jawab:

ske b blok 26

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ske b blok 26

Citation preview

Page 1: ske b blok 26

Nama : Hatina AgsariNIM : 04121401012Kelas : PDU Non Reg 2012

1. Bagaimana mekanisme dari kaki tangan dingin Jawab:Virus dengue produksi nonneutralizingantibodies kompleks antigen – antibodi aktivasi sistem komplemen sekresi protein anafilatoksin (C3a dan C5a) degranulasi pada sel endotel dan mastosit sitokin pro inflamasi permeabilitas kapiler meningkat plasmaleakage syok hipovolemia vasokontriksi perifer suplai darah ke perifer berkurang akral dingin

Pada syok hipovolemia, penurunan curah jantung akan menurunkan pengiriman oksigen dan zat nutrisi lain ke jaringan. Keadaan ini kemudian akan menurunkan metabolism pada seluruh sel tubuh. Akibat depresi metabolism pada syok, jumlah panas yang dibebaskan dalam tubuh berkurang dan akibatnya suhu tubuh akan sangat menurun yang bermanifestasi dengan keluhan kaki dan tangan teraba dingin

2. Bagaimana mekanisme dari sakit kepala Jawab:Infeksi virus dengue pada tubuh manusia menyebabkan makrofag melepaskan pirogen endogen (Interleukin-1) kemudian dibawa oleh sirkulasi sampai ke hipotalamus. Di hipotalamus pirogen endogen akan berikatan dengan reseptor pengatur suhu untuk mengaktivasi fosfolipase A2 agar dapat melepaskan asam arakidonat. Asam arakidonat diubah oleh enzim COX2 menjadi Prostaglandin (PGE2) yang akan merangsang peningkatan suhu tubuh sehingga terjadi demam, selain dapat meningkatkan set point suhu tubu, PGE2 juga membuat pembuluh darah di otak menjadi dilatasi yang dapat menyebabkan nyeri kepala

3. Mengapa panas turun dan naik lagi setelah pemberian obat penurun panas? Jawab:Sebagian besar obat penurun panas bekerja dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase. Dengan dihambatnya enzim tersebut, maka pembentukan prostaglandin dihambat dan demam akan turun. Akan tetapi, pemberian obat penurun panas tidak akan menghilangkan kausa (penyebab) dari demam itu sendiri, yang dalam kasus ini adalah virus dengue, sehingga sitokin proinflamasi akan kembali memicu peningkatan produksi prostaglandin setelah efek obat menghilang. Karena itulah, panas akan naik kembali meskipun telah diberikan obat penurun panas.

4. Apa makna klinis dari riwayat mimisan disangkal?Jawab:Hal ini menunjukkan bahwa sebelumnya belum termasuk fase Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Salah satu gejala Mild Hemorrhagic adalah pendarahan mucosa di hidung atau gusi

DEMAM BERDARAH DENGUE

Page 2: ske b blok 26

A. Pengertian Demam Berdarah DengueDemam dengue (dengue fever, DF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak remaja atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu, trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan. (Hendarwanto, 1996). Demam berdarah dengue/DBD (dengue henorrhagic fever, DHF), adalah suatu penyakit trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit febril yang disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas hemostasis, dan pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik (Halstead, 2007).

B. Etiologi Demam Berdarah DengueDemam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Suhendro, 2006). Terdapat paling tidak 4 tipe serotipe virus dengue, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN- 3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Sebagai tambahan, terdapat 3 virus yang ditulari oleh artropoda (arbovirus) lainnya yang menyebabkan penyakit mirip dengue (Halstead, 2007).

C. Penularan Demam Berdarah DenguePenularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. Aegepty dan A. Albopticus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air, seperti bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya. Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue, yaitu: a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi

vektor dari satu tempat ke tempat lain. b. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan

jenis kelamin; c. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan ketinggian di bawah 1000 di atas

permukaan laut (Suhendro, 2006).

D. Patogenesis Demam Berdarah DengueBerdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue (dengue shock syndrome). Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis yang disebut secondary heterologous

Page 3: ske b blok 26

infection atau sequential infection hypothesis. Hipotesis ini telah diakui oleh sebagian besar para ahli saat ini (Hendarwanto, 1996).Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun humoral. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE). Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3 menurun. Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel untuk menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida. Sistem pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi, dan jumlah faktor XII (faktor Hageman) berkurang. Mekanisme perdarahan pada DBD belum diketahui, tetapi terdapat hubungan terhadap koagulasi diseminata intravaskular (dissemintated intravascular coagulation, DIC) ringan, kerusakan hati, dan trombositopenia. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan senyawa adenin-di-fosfat (ADP), peningkatan kadar β-tromboglobulin dan faktor prokoagulator IV yang merupakan penanda degranulasi trombosit. Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (Suhendro, 2006).Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit, protein kecil, dan, dalam beberapa kejadian, sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular. Redistribusi cairan internal ini, bersama dengan defisiensi nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan muntah, berakibat pada penurunan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia (Halstead, 2007). Penelitian tentang patogenesis yang menjelaskan keparahan penyakit dengue sudah banyak dilakukan. Survei berkala terhadap serotipe DENV memberi pandangan bahwa beberapa subtipe secara lebih umum dikaitkan dengan keparahan dengue. Muntaz et al. (2006) dalam penelitiannya menemukan DEN-3 menyebabkan infeksi lebih parah dibandingkan serotipe lainnya. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan virus untuk bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih tinggi.

Page 4: ske b blok 26

Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue (2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue: 1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya, kombinasi serotipe primer dan sekunder

DEN-1/DEN-2 atau DEN-1/DEN-3 dipandang memberi risiko yang tinggi untuk terkena dengue yang parah.

2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan oleh aktivasi imun berhubungan dengan keparahan penyakit.

3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder, maka keparahan dengue semakin meningkat.

4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit. Penelitian menunjukkan prevalensi DBD pada orang negroid diasosiasikan dengan insidensi yang rendah (2%), sementara orang kaukasoid memilki insidensi yang lebih tinggi (30%).

E. Manifestasi KlinisPrediksi klinis infeksi virus dengue ditentukan oleh hubungan kompleks antara faktor penjamu dan virus (WHO Scientific Working Group: Report on Dengue, 2006). Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom syok dengue (Suhendro, 2006).1. Demam Dengue Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi usia pasien. Pada bayi dan anak-anak, penyakit ini dapat tidak terbedakan atau dikarakteristikkan sebagai demam selama 1-5 hari, peradangan faring, rinitis, dan batuk ringan. Kebanyakan remaja dan orang dewasa yang terinfeksi mengalami demam secara mendadak, dengan suhu meningkat cepat hingga 39,4-41,1ºC, biasanya disertai nyeri frontal atau retro-orbital, khususnya ketika mata ditekan. Kadang-kadang nyeri punggung hebat mendahului demam. Suatu ruam transien dapat terlihat selama 24-48 jam pertama demam. Denyut nadi dapat relatif melambat sesuai derajat demam. Mialgia dan artalgia segera terjadi setelah demam. Dari hari kedua sampai hari keenam demam, mual dan muntah terjadi, dan limfadenopati generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan pengecapan, dan anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam makulopapular terlihat, terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian menghilang selama 1-5 hari. Kemudian ruam kedua terlihat, suhu tubuh, yang sebelumnya sudah menurun ke normal, sedikit meningkat dan mendemonstrasikan karakteristik pola suhu bifasik. 2. Demam Berdarah Dengue Pembedaan antara demam demam dengue dan demam berdarah dengue sulit pada awal perjalanan penyakit. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa demam, malaise, mual-muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut selama 2-5 hari diikuti oleh deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase kedua ini, pasien umumnya pilek, ekstremitas basah oleh berkeringat, badan hangat, wajah kemerah-merahan, diaforesis, kelelahan, iritabilitas, dan nyeri epigastrik. Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstremitas, ekimosis spontan, dan memar serta pendarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat dan melelahkan. Denyut nadi lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati dapat membesar 4-6 dan biasanya keras dan sulit digerakkan. Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue berkomplikasi syok (sindrom syok dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok

Page 5: ske b blok 26

yang tidak diobati. Setelah krisis 24-36 jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur dapat kembali normal sebelum atau selama syok. Bradikardia dan ektrasistol ventrikular umumnya terjadi saat pemulihan (Halstead, 2007).

F. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan hematologis. Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain: a. Leukosit Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% dari jumlah total leukosit) yang pada fase syok meningkat.

b. Trombosit Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/μl) pada hari ke 3-8. c. Hematokrit Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

d. Hemostasis Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (aPTT), thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Page 6: ske b blok 26

e. Protein/albumin Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal albumin adalah 3-5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl (Price, 2003). f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase) Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l. Menurut Kalayanarooj (1997) anak dengan level enzim hati yang meningkat sepertinya lebih rentan mengalami dengue yang parah dibandingkan dengan yang memiliki level enzim hati yang normal saat didiagnosis. g. Elektrolit Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal serum adalah 3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l. h. Golongan darah dan cross match Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah. i. Imunoserologi Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.2. Radiologis Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan. Tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

G. Diagnosis Belum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus dengue (WHO Scientific Working Group, 2006). Perbedaan utama antara demam dengue dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma (Suhendro, 2006). 1. Demam Dengue Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia) ditambah pemeriksaan serologis dengue positif; atau ditemukan pasien demam dengue/ demam berdarah dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama. 2. Demam Berdarah Dengue Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini terpenuhi. a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik. b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: - Uji bendung positif.

Page 7: ske b blok 26

- Petekie, ekimosis, atau purpura. - Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan di tempat lain. - Hematemesis atau melena. c. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/μl). d. Terdapat minimal satu dari tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut: - Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin. -Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. - Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia. Namun, pada laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue (2006) diperoleh beberapa laporan perdarahan parah pada pasien yang tidak memiliki atau memilki bukti minimum kebocoran plasma. Fenomena ini memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan patofisiologinya belum dipahami dengan baik.

H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan. Harris et al. (2003) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air atau jus buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif melawan kemungkinan dirawat inap di rumah sakit. Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah: 1. Tirah baring. 2. Pemberian cairan. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja). 3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan. 4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder. Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu: 1. Keadaan umum memburuk. 2. Terjadi pembesaran hati. 3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia. 4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala. Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam. Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringer’s lactate (RL) atau bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis. Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam. Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg

Page 8: ske b blok 26

berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai. Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat diberikan pada pasien demam dengue/DBD: 1. Kristaloid. a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL). b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA). c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali (D5/GF). 2. Koloid (plasma). Transfusi darah dilakukan pada: 1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena). 2. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb danHt. Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih banyak dipraktikkan. Padahal, penelitian Lum et al. (2003) menemukan bukti bahwa praktik ini tidak berguna dalam pencegahan perdarahan yang signifikan. Pemberian kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna. Pada pasien dengan syok yang lama, koagulopati intravaskular diseminata (disseminated intravascular coagulophaty, DIC) diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan. (Hendarwanto, 1996).

Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya pada

Page 9: ske b blok 26

demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi. Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik klinis yang buruk (Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control, WHO, 2009). Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang yang mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia (Halstead, 2007).

I. Prognosis Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan atau perdarahan intrakranial (Halstead, 2007).

J. Kriteria Memulangkan Pasien. Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi: 1. Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik. 2. Nafsu makan membaik. 3. Tampak perbaikan secara klinis. 4. Hematokrit stabil. 5. Tiga hari setelah syok teratasi. 6. Jumlah trombosit >50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku bila pada sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah, misalnya 12.000/ml. 7. Tidak dijumpai distres pernapasan (Mansjoer, 2001).

K. Pencegahan Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada pengobatan spesifik untuk menangani infeksi dengue. Hal ini membuat pencegahan adalah langkah terpenting, dan pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita tinggal di atau bepergian ke area endemik. Jalan terbaik untuk mengurangi nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk bertelur, seperti bejana/ wadah yang dapat menampung air. Nyamuk dewasa menggigit pada siang hari dan malam hari saat penerangan menyala. Untuk menghindarinya, dapat menggunakan losion antinyamuk atau mengenakan pakaian lengan pajang/celana panjang dan mengamankan jalan masuk nyamuk ke ruangan. Penggunaan insektisida untuk memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan malathion. Cara penggunaan malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga dapat menggunakan golongan organofosfat, karbamat atau pyrethoid (Hendarwanto, 1996).