Upload
19970220
View
12
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tutorial
Citation preview
Nama : Reinecke Ribka Halim
NIM : 04011281320031
1. Bagaimana hubungan jenis kelamin dan pekerjaan dengan keluhan yang dialami
pada kasus?
Jenis Kelamin : Gangguan bipolar terjadi pada laki-laki dan perempuan
dengan prevalensi yang seimbang, kira-kira 1:1 (tidak ada hubungan usia dengan
keluhan)
Usia : Bukti- bukti pada saat sekarang menunjukkan puncak
terjadinya gangguan bipolar adalah pada usia 20 hingga 25 tahun. Beberapa survei
menunjukkan gejala-gejala premorbid bahkan bisa dimulai lebih awal, pada masa
remaja.
Pekerjaan :
2. Bagaimana fisiologi tidur?
3. Mengapa 1.5 tahun yang lalu Ny. SST cenderung normal?
Fase normal pada Ny.SST merupakan gejala khas pada bipolar disorder yaitu adanya
fase penyembuhan sempurna antar episode.
4. Bagaimana pengaruh stressor emosional dengan perubahan perilaku dan mood pada
kasus?
Untuk mempermudah, masalah psikososial dan lingkungan tersebut dikelompokkan
bersama sesuai kategori:
1. Masalah dengan primary support group, misalnya: kematian anggota keluarga;
masalah kesehatan dalam keluarga; kekacauan keluarga disebabkan oleh
perpisahan, perceraian, atau kerenggangan; pengusiran dari rumah; orang tua
menikah lagi; kekerasan secara fisik dan seksual; proteksi yang berlebihan dari
orang tua; menyia-nyiakan anak; disiplin yang lemah; perselisihan dengan
saudara kandung; kelahiran saudara kandung
2. Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial, misalnya: kehilangan atau
kematian teman; dukungan sosial yang lemah; hidup sendiri; kesulitan dalam
akulturasi; diskriminasi; penyesuaian pada transisi siklus kehidupan (misalnya
masa pensiun)
3. Masalah pendidikan, misalnya: buta huruf, masalah akademis, perselisihan
dengan guru atau teman sekelas; lingkungan sekolah yang tidak memadai
4. Masalah pekerjaan, misalnya: pengangguran, ancaman kehilangan pekerjaan,
jadwal kerja yang membuat stres, kondisi kerja yang sulit; ketidakpuasan pada
pekerjaan; perubahan pekerjaan; perselisihan dengan atasan atau rekan sekerja
5. Masalah perumahan, misalnya: tidak memiliki rumah, perumahan yang tidak
layak, hubungan dengan tetangga yang tidak nyaman, perselisihan dengan
tetangga atau pemilik tanah
6. Masalah ekonomi, misalnya: kemiskinan yang ekstrem; keuangan yang tidak
memadai; dukungan kesejahteraan yang buruk
7. Masalah akses ke pelayanan kesehatan, misalnya: pelayanan kesehatan yang
tidak memadai; tidak tersedia alat transportasi ke fasilitas pelayanan
kesehatan; asuransi kesehatan yang tidak cukup
8. Masalah berkaitan interaksi dengan hukum/kriminal, misalnya: penahanan;
penuntutan hukum; korban tindakan kriminal
9. Masalah psikososial dan lingkungan lain, misalnya: terkena bencana alam,
perang, kekerasan lain; perselisihan dengan pengasuh yang bukan anggota
keluarga seperti konselor, pekerja sosial atau dokter; tidak tersedia lembaga
pelayanan sosial
Stres yang terjadi dalam peristiwa kehidupan sering mengawali terjadinya episode
pertama gangguan mood. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat menyebabkan perubahan
neuronal permanen yang menjadi predisposisi pada seseorang bagi terjadinya
rentetan episode gangguan mood.
Stresor yang terdapat pada manusia bisa disebabkan oleh banyak hal, mulai dari
kehilangan orang yang dicintai, bencana yang tidak terduga (angin topan, tornado,
banjir, perang, kecelakaan), dan masalah keuangan atau bisa juga berupa rangkaian
dari pengalaman yang mengganggu dari hari ke hari.
5. Apa saja macam-macam gangguan kepribadian?
Menurut PPDGJ III ( Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa di
Indonesia III ). Pada Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III (Rusdi,2000:102-105)
Terdapat Yang di sebut dengan diagnosa Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa
dewasa antara lain adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Kepribadian Paranoid
dengan ciri-ciri :
Kepekaan berlebihan terjadap kegagalan dan penolakan
Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam
Kecurigaan dan kecenderungan mendistorsikan pengalaman dengan menyalah
artikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap
permusuhan dan penghinaan
Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan
situasi yang ada (actual situation)
Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification) tentang kesetiaan
seksual dari pasangannya
Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan yang
bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri (self-referential
attitude)
Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak
substatantuf dari suatu peristiwa baik yang menyangkut diri pasien sendiri
maupun dunia pada umumnya.
Untuk mendiagnosa dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.
2. Gangguan Kepribadian Skizoid
ditandai dengan deskripsi berikut :
Sedikitnya (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan
Emosi dingin, efek mendatar, atau tak peduli (detachment)
Kurang mampu untuk mengekspresikan kehangatan, kelembutan atau
kemarahan terhadap orang lain
Tampak nyata ketidak-pedulian baik terhadap pujian maupun kecaman
Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain
(perhitungkan usia penderita)
Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri
Preokupasi dengan fantasi dan intropeksi yang berlebihan
Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab (kalau ada
hanya satu) dan tidak ada keinginan untuk menjalin hubungan seperti itu
Sangat sensitif terhadap norma dan kebiasaan sosial yang berlaku
Untuk mendiagnosa dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.
3. Gangguan Kepribadian Dissosiala
deskripsi berikut :
Bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain
Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus-menerus
(persistent), serta tidak peduli terhadap norma, peraturan dan kewajiban sosial
Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun
tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya
Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk
melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan
Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman,
khususnya dari hukuman
Sangat cenderung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi
yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan
masyarakat
Untuk diagnosa dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.
4. Gangguan Kepribadian Emosional Tak Stabil
Terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsif tanpa
mempertimbangkan konsekuensinya
Dua varian yang khas adalah berkaitan denga impulsivitas dan kekurangan
pengendalian diri.
5. Gangguan Kepribadian Histrionik
deskripsi sebagai berikut :
Ekspresi emosi yang dibuat-buat (self dramatization) seperti bersandiwara
(theariticality) yang dibesar-besarkan (exaggerated)
Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain atau oleh keadaan
Keadaan afektif yang dangkal dan labil
Terus-menerus mencari kegairahan (excitement). Penghargaan (appreation)
dari orang lain, dan aktivitas dimana pasien menjadi pusat perhatian
Penampilan atau perilaku ”merangsang” (seductive) yang tidak memadai
Terlalu peduli dengan daya tarik fisik
Untuk diagnosa dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.
6. Gangguan Kepribadian Anankastik
ditandai dengan ciri-ciri :
Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan;
Preokupasi dengan hal-hal yang rinci (detail), peraturan, daftar, urutan,
organisasi, atau jadwal;
Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas;
Ketelitian yang berlebihan, terlalu berhati-hati, dan keterikatan yang tidak
semestinya pada produktifitas, sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan
interpersonal;
Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan sosial;
Kaku dan keras kepala;
Pemaksaan yang tak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya
mengerjakan sesuatu atau keengganan yang tak beralasan untuk mengizinkan
orang lain mengerjakan sesuatu;
Mencampur-adukan pikiran dan dorongan yang memaksa dan yang enggan.
Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.
7. Gangguan Kepribadian Cemas ( Menghindar )
dengan ciri ciri :
Perasaan tegang dan taku yang menetap dan pervasif
Merasa dirinya tidak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain
Preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi social
Keengganan untuk terlibat dengan orang lain kecuali merasa yakin akan
disukai
Pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik
Menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak
interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak.
Untuk diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas.
8. Gangguan Kepribadian Dependen
Mendorong dan membiarkan orang lain untuk mengambil sebahagian besar
keputusan penting untuk dirinya
Meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah dari orang lain kepada siapa ia
bergantung dan kepatuhan yang tidak semestinya terhadap keinginan mereka
Keengganan untuk mengajukan permintaan yang layak kepada orang dimana
tempat ia bergantung
Perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena ketakutan
yang dibesar-besarkan tentang ketidak mampuan mengurus diri sendiri
Preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengan
nya dan dibiarkan untuk mengurus dirinya sendiri
Terbatasnya kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa
mendapat nasehat yang berlebihan dan dukungan dari orang lain.
Untuk diagnosa dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas
6. Apa saja diagnosis banding pada kasus?
Diffrensial diagnosis
Skizofrenia
Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga dapat menjadi
salahsatu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi, dan pengaruh mood
lebih banyak ditemukan pada episode manik dibandingkan pada skizofrenia.
Kombnasi dari moodmanik, cara bicara yang cepat dan hiperaktivitas yang
berlebihan daapt ditemukan dalamepisode manik. Onset pada episode manik
berlangsung cepat dan menimbulkan sebuah perubahan pada perubahan perilaku
pasien. Sebagian dari pasien bipolar I memilikiriwayat keluarga dengan gangguan
mood. Kataonik dapat menjadi bagian dari fasedepresif gangguan bipolar I. Saat
mengevaluasi pasien dengan katatonia dokter harusteliti dengan riwayat
sebelumnya untuk manik atau episode depresi serta riwayat keluargadengan
gangguan mood.
Depresi berat
Gangguan bipolar tipe I sering dapat bertumpang tindih dengan depresi berat,
perludibedakan antara depresi berat yang berdiri sendiri atau depresi yang
merupakan bagiandari gangguan bipolar. Gejala dari kedua gangguan ini hampir sama
dimana seseorangmengalai afek depresi, kehilangan semangat, putus asa dan tidak
bersemangat ditambahgelaja seperti sulit tidur, napsu makan menurun dan lain
sebagainya. Sehingga teknik wawancara yang baik diperlukan untuk menggali apakah
pasien memiliki episode manik atau hipomanik sebelumnya dan apakah pasien
menunjukan gejala-gejala yang sesuaidengan episode manik, sehingga dapat
dibedakan antara depresi yang berdiri sendiridangan depresi yang menjadi
bagian dari gangguan afek bipolar.
Intoksikasi obat
Penyalahgunaan obat seperti amfetamin dapat memicu keadaan manik. Selain
itu, penyalahgunaan obat seperti benzodiazepine dapat memicu keadaan
depresif.
Hiper dan hipotiroid
Gangguan bipolar dapat berupa epidose manik atau hipomanik maupun episode
depresi.Kondisi hiper dan hipotiroid dapat memnyebabkan pasien menunjukan
gejala-gejala yangmirip dengan gangguan bipolar. Pada hipertiroid pasien
akan merasa mudah tersinggung,
dan dapat terjadi hiperaktivitas yang harus dibedakan dengan episode manik
padagangguan bipolar. Sedangkan pada hipotiroid pasien dapat mengalami
penurunanaktivitas, pasien menjadi lemas dan tidak bersemangat. Pemeriksaan
fisik yang baik serta penggalian informasi pada anamnesis dapat membedakan
gangguan bipolar dengan hiper atau hipotiroid, penemuan gejala lain
gangguan pada tiroid seperti penurunan berat badancepat adanya pembesaran pada
leher maupun gejala hiper dan hipotiroid lainnya dapatmembedakan kedua gangguan ini.
Skizoafektif
Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif
adanyaskizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan(simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang
lain, dalam satuepisode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai
konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik
skizofrenia maupun episode manik atau depresif.
7. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis pada kasus?
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa berat yang prevalensinya cukup tinggi.
Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa risiko untuk terjadinya gangguan
bipolar sepanjang kehidupan adalah sekitar 1-2%.
Studi Epidemiologic Catchment Area (ECA) menemukan bahwa prevalensi sekali
seumur hidup gangguan bipolar adalah antara 0,6%-1,1% (antara 0,8%-1,1% pada
pria dan 0,5%-1,3% pada wanita).
Studi-studi yang dilakukan di Eropa menunjukkan bahwa angka prevalensi gangguan
bipolar mungkin mencapai 5%. Angka prevalensi dari keseluruhan spektrum
gangguan bipolar pada seumur hidup adalah 2,67,8%.
Walaupun dalam buku-buku teks tradisional disebutkan bahwa gangguan bipolar
memiliki awitan pada usia yang relatif tua, namun bukti bukti pada saat sekarang
menunjukkan puncak terjadinya gangguan bipolar adalah pada usia 20 hingga 25
tahun. Beberapa survei menunjukkan gejala-gejala premorbid bahkan bisa dimulai
lebih awal, pada masa remaja. Jarang awitan di atas usia 60 tahun. Gangguan bipolar
terjadi pada laki-laki dan perempuan dengan prevalensi yang seimbang, kira-kira 1:1
(tidak seperti depresi, di mana kejadian pada perempuan diperkirakan dua kali lebih
sering dibandingkan laki-laki). Gangguan depresif mayor dan gangguan bipolar
frekuensinya lebih tinggi pada kejadian perceraian, perpisahan dan pada janda.
8. Bagaimana patogenesis dari diagnosis pada kasus?
9. Apa saja komplikasi dari diagnosis pada kasus?
Gangguan emosi atau gangguan neurologik
Pasien dengan bipolar, terutama tipe II atau siklotimik, memiliki episode depresi berat
yang sering. Gangguan anxietas, seperti panik, juga sering timbul pada pasien
ini.Pasien dengan bipolar, terutama tipe II, juga sering menderita fobia.
Suicide
Risiko untuk suicide sangat tinggi pada pasien dengan bipolar dan yang
tidak menerima tindakan medis. 10-15% pasien dengan Bipolar I melakukan
percobaan bunuh diri,dengan risiko tertinggi saat episode depresi atau campuran.
Beberapa studi memperlihatkanrisiko suicide pada pasien dengan bipolar II lebih
tinggi dibanding bipolar I atau depresi berat.Pasien yang menderita gangguan anxietas
juga memiliki resiko tinggi untuk suicide.
Masalah memori dan berpikir
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan bipolar bisa memiliki masalah yang bervariasi pada
ingatan jangka pendek dan panjang, kecepatan memproses informasi, danfleksibilitas
mental. Masalah seperti ini bahkan dapat muncul diantara episode. Masalah
inicenderung lebih parah ketika seseorang memiliki episode manik lebih sering.
Efek perilaku dan emosional saat fase manik pada pasien
Dalam persentase kecil dari pasien bipolar mendemonstrasikan kenaikan produktivitas dan
kreativitas saat episode manik. Kelainan cara berpikir dan penilaian yangmerupakan
karakterisik dari episode manik dapat berujung pada perilaku berbahaya seperti:
Mengeluarkan uang dengan ceroboh, yang dapat menghancurkan finansial-
Mengamuk, paranoid, dan bahkan kekerasan-
Perilaku keinginan untuk sex terhadap banyak orang. Perilaku seperti di atas
sering diikuti dengan rasa bersalah dan penurunan harga diri, yangdiderita saat
fase depresi.
Penyalahgunaan zat
Merokok merupakan salah satu hal tersering yang digunakan pada pasien
bipolar,dibandingkan mereka yang memiliki gejala psikotik. Beberapa dokter
berspekulasi, dalamskizofren, nikotin digunakan sebagai self-medication karena efek
spesifik pada otak.
Sampai 60% pasien dengan gangguan bipolar menyalahgunakan zat lain (palingsering
merupakan alcohol, diikuti marijuana atau kokain) pada suatu titik dalam
perjalanan penyakitnya.
Beberapa factor resiko untuk alkoholisme dan penyalahgunaan zat pada pasiendengan
bipolar:
Memiliki episode campuran dibandingkan pasien dengan mania murni
Laki-laki dengan bipolar.
Efek pada orang yang disayangi
Pasien tidak mengembangkan perilaku negatif dalam sekejap. Mereka memiliki efek langsung
pada orang sekitar mereka. Sangat sulit bahkan bagi keluarga atau pengasuh
untuk objektif dan secara konsisten simpatis dengan individu yang secara periodic dan
tidak terdugamembuat kekacauan disekitar mereka.
Banyak pasien dan keluarga mereka merasa sulit untuk menerima episode ini sebagai bagian dari
penyakit dan bukan hal ekstrim, tapi normal, karakteristik. Penyangkalan sepertiitu
sering dibesar-besarkan oleh pasien yang pintar, yang dapat menjustifikasi
kelakuandestruktif mereka, tidak hanya kepada orang lain, namun juga kepada diri
mereka sendiri.
Anggota keluarga juga dapat merasakan dikucilkan secara sosial dengan fakta bahwamemiliki
kerabat dengan gangguan jiwa, dan merasa dipaksa untuk menyembunyikaninformasi
ini dari kenalan mereka.
Asosiasi dengan gangguan fisik
Orang dengan gangguan mental memiliki insiden lebih tinggi pada banyak
kondisimedis, termasuk penyakit jantung, asma dan masalah paru lainnya, kelainan
gastrointestinal,infeksi kulit, diabetes, hipertensi, migraine, sakit kepala, hipotiroid,
dan kanker. Pasiendengan bipolar lebih jarang mendapatkan penanganan medis dibanding orang
dengangangguan mental. Penyalahgunaan zat, termasuk merokok, alcohol, dan penyalahgunaan
obat, juga berkontribusi untuk masalah penyakit ini, termasuk mengurangi akses
kepada penanganan medis. Pengobatan untuk bipolar bisa meningkatkan resiko untuk
masalahmedis.
Diabetes
didiagnosa hamper 3x lebih sering pada orang dengan bipolar dibanding pada
populasi umum. Banyak pasien dengan biporal mengalami overweight, dengan 25%-
nya berkriteria obesitas. Mengalami overweight merupakan factor resiko besar untuk
diabetes.Obat yang digunakan untuk menangani bipolar bisa juga menyebabkan kenaikan berat
badandan diabetes. Factor genetic dalam diabetes dan bipolar dapat menyebabkan gangguan
yang jarang seperti wolfram syndrome dan masalah lainnya yang terkait metabolisme
karbohidrat.
Hipertensi
Pasien dengan bipolar dapat beresiko tinggi untuk hipertensi dibanding pasien tanpa
bipolar. Tingginya prevalensi dari hipertensi diantara pasien dengan bipolar
jugamemperbesar resiko untuk penyakit dan kematian akibat kondisi yang berkaitan
dengan jantung.
Migraine
Migraine merupakan masalah umum pada pasien dengan gangguanmental, tapi lebih sering
terjadi pada gangguan bipolar II. Pasien dengan bipolar II menderitadari migraine
lebih sering dibanding pasien bipolar I, diperkirakan bahwa berbagai factor biologis
dapat terlibat dengan berbagai bentuk bipolar.
Hipotiroid
Hipotiroid merupakan efek samping yang sering terjadi pada lithium, penanganan
standar untuk bipolar. Namun, bukti juga menyatakan bahwa pasien, terutamawanita,
memiliki resiko lebih besar untuk memiliki kadar tiroid rendah terlepas dari obat
apayang digunakan. Hipotiroidism dapat menjadi factor resiko untuk bipolar pada
beberapa pasien.
Beban ekonomi.
Beban ekonomi pada bipolar sangat signifikan. Diperkirakan bahwagangguan tersebut
menimbulkan kerugian pada sector industry di US sebesar 14,1 miliar dollar per tahun
akibat hilangnya produktivitas, sebagian besar akibat rendahnya fungsi
kerja.Berdasarkan studi pada tahun 2006 yang disponsori US National Institute of
Mental Health, bipolar 2x lebih besar menimbulkan hilangnya produktivitas sebagai
Major DepressiveDisorder (MDD). Walau nyatanya MDD lebih sering terjadi. Setiap
pekerja dengan bipolar kehilangan 66 hari kerja setahun dibandingkan 27 hari kerja
setahun orang dengan MDD.Penelitian memperlihatkan episode depresi pada bipolar
lebih merusak produktivitasdibanding episode manik.
Ego Defense Mechanism
Ego defense mechanism atau koping merupakan proses psikologis yang secara otomatis
muncul ketika seseorang melindungi diri dari kecemasan atau dari adanya bahaya atau
stressor yang berasal dari dalam atau luar dirinya. Orang sering tidak sadar dengan proses
yang mereka lakukan. Defense mechanism memediasi rekasi seseorang terhadap konflik
emosional dan terhadap stressor internal maupun eksternal. Defense mechanism seseorang
dibagi secara konseptual dan empiris menjadi kelompok-kelompok yang terkait yang disebut
dengan Defense Levels.
Terdapat beberapa tingkatan dalam ego defense mechanism, yaitu
1. Defense Levels and Individual Defense Mechanisms High adaptive level
Orang dengan tingkatan defense tinggi/matur beradaptasi secara optimal dalam
mengontrol stressor. Mekanisme ini biasanya memaksimalkan gratifikasi dan adanya
kesadaran perasaan dan ide. Mereka juga mengembangkan keseimbangan secara
optimal antara motif pertikaian. Contoh dari defense mechanism pada level ini adalah
anticipation, affiliation, altruism, humor, self-assertion, self-observation, sublimation,
dan suppression.
2. Mental Inhibitor Level
Orang dengan defense pada level ini berpotensi mengancam ide, perasaan, memori,
keinginan dan ketakutan dari alam sadar. Contohnya adalah displacement,
dissociation, intellectualization, isolation of affect, reaction formation, repression dan
undoing.
3. Minor image-distorting level
Individu dengan tingkatan defense yang seperti ini dicirikan dengan penyimpangan
gambaran diri, tubuh, atau lainnya yang dapat digunakan untuk mengatur kepercayaan
diri. Contohnya adalah devaluation, idealization dan omnipotence.
4. Disavowal level
Individu dengan tingkatan defense ini akan menjaga stressor, impuuls, ide, afek, atau
tanggung jawab yang tidak menyenangkan atau tidak bisa diterima dari alam sadar
dengan atau tanpa kegagalan hubungan dengan penyebab eksternal. Contohnya adalah
denial, projection dan rationalization
5. Major image-distorting level
Individu dengan tingkatan defense yang seperti ini dicirikan dengan penyimpangan
besar terhadap gambaran diri atau orang lain. Contohna autistic fantasy, projective
identification dan splitting.
6. Action level
Pada level ini dapat dilihat bahwa individu akan menerima stressor internal atau
eksternal dengan aksi. Contohnya acting out, apathetic, withdrawal, help-rejecting,
dan passive aggression.
7. Level of defensive dysregulation
Pada level ini akan tampak kegagalan individu untuk mengatur mekanisme
pertahanan untuk mengisi reaksi individu terhadap stressor, yang berujung pada
hilangnya realitas objektif. Contohnya delusional projection, psychotic denial dan
psychotic distortion.
Namun berdasarkan pemahaman psikodinamika, ego defense mechanism dibagi menjadi tiga
tingkat :
1. Mature Defenses
Humour
Suppression
Asceticism
Altruism
Anticipation
Sublimation
2. Higher-Level Neurotic Defenses
Introjection
Identification
Displacement
Intellectualization
Isolation of Affect
Rationalization
Sexualization
Reaction Formation
Repression
Undoing
3. Primitive Defenses
Splitting
Projective Identification
Projection
Denial
Dissociation
Idealization
Acting out
Somatization
Regression
Schizoid Fantasy
1. Alturism
Individu dengan defense altruism akan merasa puas (gratifikasi) secara naluriah
apabila berkorban demi kepentingan orang lain. Hal ini termasuk dalam formasi
rekasi yang tidak membahayakan dan bersifat konstruktif. Altruism berbeda dengan
altruistic surrender, dimana gratifikasi atau kebutuhan naluriah dikorbankan untuk
memenuhi kepentingan orang lain dengan merugikan diri sendiri, dan rasa puas hanya
dapat dinikmati sendiri melalui interoyeksi.
2. Anticipation
Antisipasi merupakan ego defense mechanism dimana secara realistic berantisipasi
atau merencanakan untuk sesuatu yang tidak menyenangkan dimasa depan.
Mekanisme ini merupakan mekanisme yang goal-directed dan menunjukkan
perencanaan yang matang dan antisipasi afektif terhadap kekhawatiran yang
berpotensi membahayakan secara dini dan realistis.
3. Asceticism
Asceticsm merupakan mekanisme dimana menghilangkan pengalaman yang
menyenangkan. Terdapat unsur moral dalam menetapkan nilai terhadap kesenangan
tertentu. Gratifikasi berasal dari penolakan/pembuangan.
4. Humor
Humor dalam mekanisme pertahanan merupakan menggunakan komedi untuk
mengekspresikan perasaan dan pikirannya secara terbuka tanpa adanya
ketidaknyamanan dan tanpa adanya afek yang tidak menyenangkan terhadap yang
lain. Hal ini menjadikan individu mentoleransi dan tidak terfokus pada hal terburuk
yang harus ditanggung.
5. Sublimation
Sublimasi merupakan pencapaian gratifikasi spontan dan retensi terhadap tujuan
tetapi mengubah objek tujuan yang dapat diterima oleh masyarakat sosial. Sublimasi
mengizinkan naluriah terhubung. Perasaan diketahui, dimodifikasi dan diarahkan
kepada tujuan atau objek yang signifikan.
6. Suppression
Supressi merupakan mekanisme dimana menunda atau mengesampingkan konflik
atau dorongan sadar tertentu. Isu mungkin dengan sengaja dipotong, namun mereka
tidak menghindari hal tersebut.
7. Denial
Denial merupakan mekanisme dimana menghindari aspek ketidaknyamanan realitas
secara sadar dengan meniadakan data sensoris. Meskipun respresi mirip dengan denial
namun denial meniadakan realitas eksternal. Denial dapat muncul dalam keadaan
normal maupun patologis.
8. Distortion
Distorsi adalah membentuk kembali realitas eksternal sehingga sesuai dengan
kebutuhan internal (termasuk keyakinan megalomania yang tidak realistis, halusinasi,
delusi wish-fullsilling) dan menggunakan perasaan yang berkelanjutan dan hak delusi.
9. Projection
Proyeksi merupakan memberikan persepsi dan reaksi terhadap dorongan dari dalam
yang tidak dapat diterima dan turunannya seolah-olah mereka bukan berasal dari
dirinya (berasal dari luar diri). Dalam level psikologis, mekanisme ini membentuk
delusi terhadap realitas eksternal (biasanya persecutor) dan termasuk dalam persepsi
perasaannya sendiri dan persepsi tindakan yang selanjutnya (psychotic paranoid
delusions). Dorongan dapat berasal dari id atau superego namun mengalami
transformasi. Oleh karena itu, sesuai dengan analisis Freud terhadap proyeksi
paranoid, dorongan libido homoseksual dibah menjadi kebencian dan diproyeksikan
kepada objek dotongan homoseksual yang tidak dapat diterima.
10. Acting out Expressing an unconscious wish or impulse through action to avoid being
conscious of an accompanying affect. The unconscious fantasy is lived out
impulsively in behavior, thereby gratifying the impulse, rather than the prohibition
against it. Acting out involves chronically giving in to an impulse to avoid the tension
that would result from the postponement of expression.
11. Blocking
Blocking merupakan mekanisme dimana secara temporer menghambat pikiran,
termasuk afek dan dorongan. Blocking hampir sama dengan represi namun berbeda
dalam tekanan yang muncul ketika dorongan, afek, dan pemikiran dihambat.
12. Hypochondriasis
Hipokondriasis merupakan perasaan sakit yang berlebihan dengan tujuan evasi dan
regresi. Celaan muncul dari berita kematian, kesendirian atau dorongan agresif yang
tidak diterima kepada orang lain diubah menjadi celaan untuk diri sendiri dan keluhan
sakit, sakit fisik, dan neurasthenia. Dalam hipokondriasis, individu dapat menghindari
tanggungjawab, mengelak rasa bersalah, dan menghentikan dorongan naluriah.
13. Introjection
Interyeksi merupakan memasukkan kualitas suatu objek ke dalam dirinya. Meskipun
penting untuk perkembangan, interoyeksi juga melayani fungsi defensive tertentu.
Ketika digunakan sebagai defense, hal ini dapat menghilangkan perbedaan subjek dan
objek. Melalui interoyeksi terhadap objek yang disenanginya, rasa sakit akibat
kehilangan dapat dihindari.
Interoyeksi terhadap objek yang di takuti akan menghindari kecemasan ketika
karakteristik objek yang agresif diinternalisasm sehingga menempatkan agresi
dibawah kendali.
14. Passive-aggressive
Passive-aggresive merupakan ekspresi agresif terhadap lainnya secara tidak langsung
melalui kepasifan, masochism, perilaku yang melawan dirinya sendiri. Manifestasi
dari mekanisme ini adalah kegagalan, procrastination, dan penyakit yang
mempengaruhi orang lain dibandingkan diri sendiri.
15. Regression
Regresi merupakan mekanisme dimana mencoba untuk kembali ke fase libido awal
yang berfungsi untuk menghindari tekanan dan konflik berkelanjutan yang muncul
masa sekarang. Hal ini mencerminkan kecenderungan dasar untuk membangun naluri
gratifikasi pada masa kurang berkembang (saat kecil). Regresi merupakan hal normal
karena sejumlah regresi baik untuk relaksasi, tidur, orgasme pada hubungan seksual.
16. Fantasi schizoid
Melakukan penyerahan autistic dengan tujuan menyelesaikan konflik dan
mendapatkan imbalan. Hubungan keintiman interpersonal dihindari dan keanehannya
menyingkirkan hubungan lainnya. Individu ini tidak percaya secara seutuhnya tentang
fantasi dan tidak ingin mengekspresikannya
17. Somatisasi
Mengubah derivat-derivat psikis menjadi gejala fisik dan cenderung untuk bereaksi
terhadap manifestasi somatic dibanding manifestasi psikis. Pada desomatisasi, respon
somatic yang kekanak-kanakan digantikan oleh pemikiran dan perasaan, sedangkan
pada resomatisasi, individu kembali ke bentuk somatiknya semula dalam menghadapi
masalah yang tak terselesaikan
18. Kontrol neurotic
Mencoba untuk mengatur atau menyusun kejadian atau objek di lingkungan untuk
mengurangi kecemasan dan menyelesaikan konflik batin
19. Pergantian
Mengubah emosi atau dendam dari sebuah ide atau objek menjadi yang lainnya yang
dapat menggambarkan keaslian suatu aspek atau kualitas. Pergantian ini membentuk
suatu representasi secara simbolis terhadap keaslian ide atau objek yang mengurangi
dendam atau kesedihan.
20. Eksternalisasi
Kecenderungan untuk memikirkan dunia luar dan objek yang berada di luar individu,
termasuk insting, konflik, mood, sikap, dan cara berpikir. Eksternalisasi adalah kata
yang lebih umum dari proyeksi
21. Inhibisi
Mengurangi atau menghentikan secara sadar beberapa fungsi ego, salah satu atau
beberapa sekaligus, untuk menghindari kecemasan yang meningkat akibat konflik
dengan insting, superego atau faktor lingkungan.
22. Intelektualisasi
Menggunakan proses intelektual secara berlebih untuk menghindari ekspresi atau
pengalaman afektif. Perhatian yang berlebihan berfokus pada benda mati untuk
menghindari hubungan dekat dengan orang lain, perhatian diberikan untuk realita
eksternal untuk menghindari ekspresi batin dan stress diberikan dengan berlebih untuk
detil-detil yang tidak penting untuk menghindari pemikiran tentang hal yang
sesungguhnya.
23. Rasionalisasi
Memikirkan penjelasan rasional dalam memahami sikap, kepercayaan atau sifat yang
mungkin tidak dapat diterima. Motif yang mendasarinya biasanya didapatkan secara
insting
24. Disosiasi
Mengubah karakter atau perasaan individu secara drastis dan terus-menerus terhadap
identitas seseorang untuk menghindari sakit pada emosional. Fugue state dan reaksi
konversi hysteria adalah gejala umum pada disosiasi. Disosiasi dapat juga ditemukan
pada sifat counterphobic, penyakit disosiatif dan penyalahgunaan narkotika atau
kesenangan religious
25. Formasi reaksi
Mengubah impuls yang tak dapat diterima menjadi kebalikannya. Reaksi formasi ini
adalah karakteristik dari neurosis obsesi, namun dapat timbul pada bentuk-bentuk
neurosis yang lain. Jika mekanisme ini sering digunakan pada tahap awal
perkembangan ego, maka hal ini dapat menjadi sifat yang permanen, seperti pada
individu-individu berobsesi
26. Represi
Memguang sebuah pemikiran atau perasaan secara paksa. Represi primer merupakan
penghambatan pemikiran dan perasaan sebelum berkembang menjadi kesadaran.
Represi sekunder adalah mengabaikan pemikiran yang telah mencapai level
kesadaran. Hal-hal yang dihambat/diabaikan ini tidak dilupakan secara total sehingga
sifat simbolik masih muncul. Pertahanan ini berbeda dari supresi dengan
mempengaruhi inhibisi impuls sehingga menjadi hilang dan tidak hanya menunda
tujuan. Persepsi sadar akan insting dan perasaan dihambat oleh represi
27. Seksualisasi
Memberikan perhatian seksual terhadap suatu objek atau fungsi yang tidak memiliki
arti sebelumnya sehingga individu dapat menyingkirkan kecemasan akibat dari impuls
atau derivatenya
Adapted by from Vaillant GE: Adaptation to Life. Little Brown, Boston, 1977; Semrad
E: The operation of ego defenses in object loss. In The Loss of Loved Ones, DM
Moriarity, editor. Charles C Thomas, Springfield, IL, 1967; and Bibring GL, Dwyer
TF, Huntington DS, Valenstein AA: A study of the psychological process in pregnancy
and of the earliest mother-child relationship: Methodological considerations.
Psychoanal Stud Child 16:25, 1961. *The categorization of these defenses as narcissistic
is controversial. Many psychoanalysts would subsume them under "Immature
Defenses."
EGO DEFENSE MECHANISMS DALAM KELAINAN KEJIWAAN
1. Psikosis Pada stadium akut terdapat kehilangan ego defense mechanism, dan gangguan pikiran, perasaan, dan impuls yang mengganggu alam sadar. Namun secara bertahap akan muncul ego defense, seperti :
Proyeksi Denial delusi Distorsi Regresi
2. Gangguan Neurosis Berdasarkan DSM IV kecemasan, gangguan somatoform, dan gangguan disosiatif termasuk kedalah gangguan neurosis. Defense yang digunakan tidak adaptif dalam interaksi social, karena bersifat stereotipik dan berulang-ulang. Secara klinis dapat berupa :
Ganguan pikiran dan impuls yang dikontrol dengan ego defense Gangguan perasaan yang menggangu ke alam sadar Penderita merasa cemas, mencari pertolongan karena dia merasa tidak nyaman
dengan pengalaman hidupnya (ego-alien) Phobia Orang dengan phobia memiliki beberapa ego defense mechanism, iatu displacement, avoidance, simbolisasi, dan restriction of the ego.
Obsessive Compulsive Disorder Orang dengan OCD memiliki ego defense mechanism, antara lain undoing, isolation, intellectualization, reaction formation, dan kepercayaan yang bersifat magis.
Gangguan Somatoform Pada gangguan ini akan muncul beberapa ego defense mechanism, antara lain somatisasi, konversi, passivity.
Gangguan disosiasi Ego defense mechanism yang muncul pada gangguan ini adalah disosiasi dan denial.
3. Gangguan Kepribadian Defense yang digunakan sangat efisien mengontrol kecmasan sehingga pasien tidak merasa terganggu dengan pemikiran atau perasaan bawah sadar. Perilaku dan impuls yang dibentuknya bersifat maladaptive dan mengganggu hubungan interpersonal dan hubungan kerja.
Kesimpulannya, semua orang menggunakan ego defense pada waktu tertentu, namun bukanlah hal yang wajar untuk menggunakannya berulang atau secara berlebihan sehingga berujung pada kebiasaan yang maladptif (tidak adekuat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan). Kluster A
Paranoid Personality Disorder ProjectionSchizoid Personality Disorder Restriction of ego functionsSchizotypal Personality Disorder --Distortion
--Identificatin
--Somatization
--Repression
--Acting out
--Fantasy of love and attention
--Dissociation
--Regression
Kluster B Histrionic Personality Disorder --Denial
--Identification
--Somatization
--Repression
--Acting out
--Fantasy of love and attention
--Dissociation
--Regression
Borderline Personality Disorder --Splitting
--Projective identification
--Acting out
Narcissistic Personality Disorder --Splitting
--Over-idealization and devaluation (envy)
--Projective identification
--Fantasy of grandiosity and behavior
--Acting out
Antisocial Personality Disorder --Projection
--Externalization
--Rationalization
--Acting out
--(Superego deficits)
Kluster C OCD --Isolation
--Rationalization
--Intellectualization
--Reaction formation
--Fantasy re aggression
Passive-Aggressive Personality Disorder
--Repression
--Denial
Avoidant Personality Disorder --Displacement
Dependent Persoanlity Disorder --Passivity
4. Depresi Orang dengan depresi akan memperlihatkan beberapa ego defense menchanism, antara lain interoyeksi, melawan dirinya, passivity, isolasi, dan identifikasi.
5. MaturOrang dengan perilaku matur akan memperlihatkan ego defense antara lain supresi, humor, sublimasi, intelektualisasi, dan asceticism.
http://www.psychlotron.org.uk/resources/abnormal/A2_AQB_abnormal_bipolartheories.pdf
Bipolar dalam Psikologis
Berdasarkan pandangan psikodinamik, diasumsikan bahwa masalah utama dari bipolar
disorder adalah depresi dengan episode manic dimana penderita melawan keadaan
depresinya. Dalam pendekatan Freudian, depresi diperkirakan hasil dari agresi dari id yang
berbalik melawan diri sendiri. Episode depresi, akan ditampilkan kembali id yang menjadi
dominan dan berusaha melawan ego dan superego.
Fase manic akan terjadi ketika ego berusaha untuk mempertahankan dirinya melawan agresi
id dengan menggunakan defense mechanism berbasis denial. Hal ini mungkin menjelaskan
kepecayaan diri yang berlebihan dan delusi grandiose pada pasien manic : yang bertujuan
untuk menjaga dirinya dari perasaan tidak berarti, ego menciptakan khayalan/fantasi dimana
orang tersebut lebih berhasil atau berkuasa dibanding mereka yang sebenarnya.
Padangan ego defence pada gangguan bipolar merupakan observasi klinis yang konsisten.
Walaupun maniak diyakinkan sebagai situasi berkebalikan dari depresi namun hal ini tidak
universal. Beberapa pasien selama episode manic melaporakan bahwa mereka merasa
euphoria. Emosi yang dominan pada pasien manic adalah iritabilitas, ketika sedang
bersemangat maupun sedang sedih, terutama ketika ambisi mereka menyebabkan frustasi.
Pasien bipolar juga terdengar tidak memiliki harapan dan lebih banyak pikiran untuk bunuh
diri disbanding control normal. Hal ini meyakinkan bahwa episode depresi tidak hilang
sepenuhnya ketika pasien dalam keadaan manic, bahwa manic muncul disertai dengan
depresi.
Daftar Pustaka
Amir N. 2010. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan obat antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, h. 3-32.
Soreff S, Ahmed I. 2103. Bipolar affective disorder. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 24 April 2013.
Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder.2009. Diunduh dariwww.umm.edu,24 April 2013.
Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. 2010. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; hlm.197-208.