Upload
snowers
View
90
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tutorial
Citation preview
SKENARIO A BLOK 19 (dr. Madun)
dr. Madun, dokter di puskesmas rawat inap yang terletak di pinggir jalan lintas
Sumatera sekitar 40 km dari Palembang. Puskesmas dilengkapi pelayanan UGD dengan
fasilitas yang lengkap.
Suatu kecelakaan lalu lintas terjadi di sekitar 100 meter dari puskesmas. Mobil kijang
pick-up yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik. Tiang listrik terlihat
bengkok dan bagian depan mobil hancur, kaca depan pecah. Sang sopir, satu-satunya
penumpang mobil terlempar keluar melalui kaca depan.
dr. Madunyang mendengar tabrakan, langsung pergi ke tempat kejadian dengan
membawa peralatan tatalaksana trauma seadanya. Di tempat kejadian terlihat sang sopir, laki-
laki 28 tahun tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada dan paha
kanannya.
Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran :
- Pasien sadar tapi terlihat bingung, cemas dan kesulitan bernapas
- Tanda vital : laju respirasi : 40 x/menit, nadi : 110x/menit; lemah, TD : 90/50
mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
- GCS : 13 (E : 3, M: 6, V : 4)
Setelah melakukan penanganan seadanya, dr. Madun langsung membawa sang sopir ke
UGD.
Pemeriksaan fisik (informasi tambahan) :
1. Kepala
Inspeksi :
- Luka lecet di dahi dan pelipis
2. Dada
Inspeksi :
- Gerakan dada asimetris, kanan tertinggal dengan FR 40x/menit
- Tampak memar di dada kanan bawah
Palpasi :
- Nyeri tekan dada kanan bawah sampai samping
- Krepitasi setinggi costae thorakal 9, 10 dan 11 kanan depan
Perkusi :
- Dada kanan hipersonor dan dada kiri sonor
- Deviasi trakea ke kiri
- Vena jugularis distensi
Auskultasi :
- Suara napas kanan melemah dan bising napas kiri terdengar jelas
3. Paha
Inspeksi :
- Deformitas, hematom, dan memar pada paha kanan
Palpasi :
- Nyeri tekan pada paha kanan
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat yang memiliki fasilitas
UGD dan rawat inap, pusat pelayanan primer yang
terdiri dari UKM dan UKP
2. Tergeletak : kondisi pasiena tak berdaya
3. Merintih : reaksi menahan kesakitan, masih sadar
4. Dada sesak : kesulitan dalam bernafas
5. Nyeri dada : nyeri bagian dada yang ditimbulkan akibat traum
bagian thorak
6. Nyeri paha kanan : nyeri yang ditimbulkan akibat trauma bagian paha
kanan
7. Mobil pickup : mobil bak terbuka dengan setir sejajar dada
8. Wajah dan bibir kebiruan : sianosis sentral; penurunan oksigenasi di paru-paru
9. Bingung dan cemas : ansietas
10. Peralatan tatalaksana trauma : peralatan yang akan membantu dalam melaksanakan
primary surve; alat-alat yang dibutuhkan dalam
menjaga jalan nafas (suction, OPA, LMA, ETT, dll),
pernafasan (oksigen), dan sirkulasi (cairan, darah).
11. Kulit pucat, dingin : penurunan perfusi oksigen ke perifer
12. Keringat dingin : peningkatan aktivasi parasimpatis sebagai reaksi
terhadap syok
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Supir kijang pick-up, laki-laki 28 th tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya
sesak, nyeri di dada dan paha kanannya.
2. Sopir terlempar keluar melalui kaca depan, setelah menabrak tiang listrik dengan
kecepatan tinggi hingga tiang bengkok dan bagian depan mobil hancur.
3. Sopir lansung mendapat pertolongan pertama dari dokter puskesmas yang berjarak
100m dari tempat kejadian.
4. Hasil pemeriksaan sekilas:
i. Pasien sadar tapi terlihat bingung, cemas, dan kesulitan bernafas
ii. Tanda vital: laju respirasi : 40x/menit, nadi: 110x/menit; lemah, TD: 90/50
mmHg
iii. Wajah dan bibir terlihat kebiruan
iv. Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
v. GCS : 13 (E:3, M:6, V:4)
5. Pemeriksaan fisik (informasi tambahan):
i. Kepala
a. Inspeksi :
- Luka lecet di dahi dan pelipis
ii. Dada
a. Inspeksi :
- Gerakan dada asimetris, kanan tertinggal dengan FR 40x/menit
- Tampak memar di dada kanan bawah
b. Palpasi :
- Nyeri tekan dada kanan bawah sampai samping
- Krepitasi setinggi costae thorakal 9, 10 dan 11 kanan depan
c. Perkusi :
- Dada kanan hipersonor dan dada kiri sonor
- Deviasi trakea ke kiri
- Vena jugularis distensi
d. Auskultasi :
- Suara napas kanan melemah dan bising napas kiri terdengar jelas
iii. Paha
a. Inspeksi :
- Deformitas, hematom, dan memar pada paha kanan
b. Palpasi :
- Nyeri tekan pada paha kanan
III. ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana mekanisme dada sesak dan merintih pada kasus?
Mobil menabrak tiang listrik Benturan yang sangat hebat pada bagian thorax
fraktur costa 9, 10, 11 anterior dextra costa yang patah,menembus pleura dan
merobek paru-paru terjadi kebocoran udara udara masuk ke dalam rongga
pleura dan tidak dapat keluar lagi (one way valve) dada terasa sesak, dan merintih
saat melakukan usaha napas akibat nyeri pasca trauma.
2. Bagaimana mekanisme nyeri dada dan paha kanan pada kasus?
Trauma merusak struktur thorax costae IX, X, XI dextra anterior, yang terselip
n.intercostales di tiap iga, patah trauma mekanik robekan pada pleura parietalis
yang sangat sensitive terhadap nyeri dan rangsangan nyeri ke n.intercostales nyeri
dada
Trauma merusak struktur ekstremitas inferior dextra kerusakan otot, fraktur tulang,
rupture pembuluh darah menimbulkan rangsangan nyeri kepada saraf-saraf di
esktremitas dekstra inferior, antara lain cabang n. femoralis dextra nyeri paha kanan
3. Bagaimana initial assessment dilakukan?
Initial assessment terdiri dari triase, primary survey, resusitasi, secondary survey,
reevaluasi dan definitive.
Triase
Memilah penderita berdasarkan:
1. ABCDE
2. Fasilitas tersedia
3. Faktor lain salvagebility (kemungkinan bertahan hidup)
Primary Survey
Bisa dengan cara memanggil pasien, bila pasien bisa merespon, diperkirakan
ABCD pasien tidak terganggu. Patensi airway baik, adanya cukup udara yang
tersedia untuk penderita berbicara, cukup perfusi untuk terjadi cerebration, serta
adanya sensorium yang baik.
a. Airway
Menilai patensi airway dengan cara look, listen dan feel. Lakukan triple
airway maneuver (head tilt, chin lift, jaw thrust) untuk memperbaikin
kondisi bila terjadi obstruksi.
Hal yang dinilai:
- Nafas spontan atau apnu
- Airway dan cervical spine injury
- Gerakan dada, tanda – tanda obstruksi airway (gurgling, snoring,
stridor), suara nafas, refleks jalan nafas
- Trauma maxillofacial atau laryngeal injury.
b. Breathing
Hal yang dinilai adalah perkembangan dinding dada dan simetrisitasnya, air
entry, frekuensi, usaha bernafas, warna kulit dan sensorium sebagai tanda
baik atau tidaknya oksigenasi dan ventilasi penderita.
Bila didapat tension pneumothorax, lakukan needle decompression, dan bila
didapat open pneumothorax lakukan occlusive dreassing.
c. Circulation
Hal yang dinilai adalah perfusi organ melalui level kesadaran, warna kulit,
denyut nadi dan karakternya.
Bila pada langkah ini didapati perdarahan, stop perdarahan. Ada dua cara,
yaitu, penekanan secara langsung atau bebat tekan, dan operasi. Bila
didapati fraktur tertutup atau perdarahan di dalam, lakukan pembedahan
atau operasi untuk menghentikan perdarahan.
d. Disability
Pemeriksaan GCS, dan menilai ada atau tidaknya tanda – tanda herniasi /
lateralisasi melalui refleks pupil.
e. Exposure / Environment
Lepas semua baju dll yang terpakai di badan penderita, agar bisa melihat
dengan jelas semua regio tetapi cegah terjadinya hipertermia / hipotermia.
Lakukan log roll saat mengubah posisi penderita.
Tambahan untuk primary survey: lakukan pemeriksaan vital signs, ABGs, EKG,
urin output (pasang kateter urin), pulse oximeter dan CO2.
Resusitasi
Lakukan pergantian cairan atau resusitasi cairan, dengan IV line. Pergantian
cairan diberikan sebanyak 3 kali jumlah kehilangan darah. Bila terjadi
kehilangan darah, berikan kristaloid yang mengandung elektrolit sebagai
pengantian cairan.
Secondary Survey
Terdiri atas:
- Anamnesis : AMPLE (allergies, medication, past illness, last meal,
events/environment)
- Pemeriksaan fisik : Dilakukan head to toe examination, pemeriksaan dari
kulit, Otot, tulang, sampai ke visceral, serta pemeriksaan semua lubang
anatomis penderita
- Pemeriksaan neurologi lengkap
- Tes diagnostik khusus : x-rays, DPL
Reevaluasi
Definitive
4. Apa pertolongan pertama yang dapat diberikan pada kasus?
Sintesis : Initial Assessment
Trauma thoraks
Fraktur iga 9-11
VisceralisParietalis
Tembus pleura
↑tek intrapleura
Kebocoran oksigenNyeri dada
Tekan paru
↓tek oksigen di paru
Kompensasi ↑ RR
Sulit bernafas
Dada sesak
Pengembangan paru terganggu
Paru kolaps
5. Bagaimana jenis, mekanisme, dan dampak trauma pada kasus?
6. Bagaimana hubungan antara trauma di bagian thorak dan sianosis sentral, nyeri dada,
dada sesak, kesulitan nafas, dan respiratori rate meningkat?
7. Bagaimana hubungan antara trauma di bagian kepala dengan keadaan umum?
Trauma di bagian kepala yang dialami sopir sebenarnya tidak menimbulkan
penurunan kesadaran karena dari hasil pemeriksaan dr. Madun hanya didapatkan luka
di pelipis. Lebih lanjut, penurunan kesadaran yang dialami sopir disebabkan karena
menurunnya saturasi dan perfusi oksigen akibat shock yang dialami sopir.
8. Bagaimana hubungan antara trauma di bagian ekstremitas dengan deformitas paha,
limitasi gerakan, nyeri tekan, dan memar?
Trauma pada ekstremitas inferior dekstra rupture pembuluh darah extravasasi cairan intravascular ke interstisial memar
Trauma pada ekstremitas inferior dekstra fraktur tulang femoralis atau tibia atau fibula perbatasan gerakan
Trauma pada ekstremitas inferior dekstra ruptur pembuluh darah, fraktur tulang femoralis rangsangan nyeri nyeri tekan
9. Bagaimana interpretasi pemeriksaan sekilas yang dilakukan dr. Madun?
Hasil pemeriksaan sekilas Interpretasi
Sadar tapi terlihat bingung,
cemas dan kesulitan bernafas
Sadar tapi bingung dan cemas
- mengindikasikan adanya ↓kesadaran
- merupakan tanda syok
- Mekanisme : syok↓perfusi ke
otak↓kesadaran
Kesulitan bernafas disebabkan oleh
terganggunya pengembangan paru akibat
fraktur iga dan nyeri dada
RR 40x/mnt, PR 110x/mnt,
TD 90/50 mmHg
Tachypnea, tachycardia, hipotensi
- merupakan tanda syok
- tension pneumothorax↑tek
intrapleuratekan vena
balik↓venous returncardiac
output↓hipotensikompensasi :
tachycardia
- ↓perfusi + ↓tek oksigen di
parukompensasi : tachypnea
Wajah dan bibir kebiruan - Mengindikasikan sianosis sentral
- Intake oksigen ↓saturasi oksigen
↓sianosis sentral
Kulit pucat, dingin,
berkeringat dingin
- merupakan tanda syok
- hipotensivasokonstriksikulit
pucat, dingin
GCS 13 (E3, m6, V4) - merupakan tanda syok
- ↓cardiac output↓perfusi ke
otak↓kesadaranGCS 13
10. Bagaimana interpretasi pemeriksaan tambahan?
Mekanisme abnormalitas pemeriksaan inspeksi thorax :
Mobil menabrak tiang listrik Benturan yang sangat hebat pada bagian thorax
fraktur costa 9, 10, 11 anterior dextra costa yang patah,menembus pleura dan
merobek paru-paru terjadi kebocoran udara udara masuk ke dalam rongga
pleura dan tidak dapat keluar lagi (one way valve) terjadi ↑↑ tekanan di intrapleura
akibat udara yang terperangkap disana lama kelamaan tekanan intrapleura yang
semakin meninggi akan menyebabkan :
mediastinum terdorong ke sisi berlawanan (terdorong ke sisi kiri) tekanan
diteruskan hingga ke trakea terjadi deviasi trakea ke arah yang sehat
(deviasi trakea ke arah kiri)
terjadinya hambatan pada pengembalian darah vena ke jantung (venous return)
distensi vena jugularis JVP ↑↑
penekanan paru kontralateral
Pada Kasus Interpretasi dan Nilai Normal
Sadar, tapi terlihat bingung;
GCS Score 13 (E:3, M:6, V:4)
Normal / sadar penuh
Pasien terlihat cemas Tanda-tanda adanya hipoksia pada
otak (mulai adanya penurunan
kesadaran) atau ekspresi menahan
rasa nyeri yang diderita
Kesulitan bernafas Ada gangguan pada Airway
Vital Sign
Respiratory rate 40xmmHg Tachypneu, akibat adanya
pneumothorax, udara dalam pleura
menekan parenkim paru (kolaps),
sehingga oksigen dalam tubuh
berkurang
Heart rate 110x/menit;lemah Takikardi, dikarenakan adanya
kompensasi jantung akibat
kehilangan darah dan terjadinya
hipoksia (N= 60-100x/menit)
Tekanan darah 90/50 mmHg Hipotensi, merupakan tanda-tanda
terjadinya shock pada pasien,
dimana kompensasi konstriksi
pembuluh darah menurun dan
volume darah semakin berkurang
(N=120/80 mmHg)
Wajah dan bibr kebiruan Trauma thorax tension
pneumothorax, fraktur iga multipel
gangguan ventilasi oksigen
<< saturasi O2<<sianosis
kulit pucat, dingin dan keringat
dingin
Cardiac output menurun
kompensasi << perfusi ke jaringan
perifer kulit pucat, berkeringat,
keringat dingin
GCS :
Eye
- 4 : mata terbuka spontan
- 3 : mata terbuka karena mendengar perbincangan
- 2 : mata terbuka karena nyeri
- 1 : tidak ada respon mata
Movement
- 6 : mengikuti perintah
- 5 : dapat melokalisasi nyeri
- 4 : menarik extrimitas jika nyeri
- 3 : extrimitas fleksi
- 2 : extrimitas ekstensi
- 1 : tidak ada pergerakan
Verbal
- 5 : mampu bicara dan mengerti perbincangan
- 4 : mampu berbicara namun tampak bingung
- 3 : kata-kata tidak dapat dimengerti
- 2 : suara yang tidak dimengerti
- 1 : tidak mampu berbicara
11. Apa working diagnosis dan bagaimana menegakkan diagnosis?
Pada pasien terjadi :
Syok hemoragik : trauma tumpul di kepala, dada dan paha perdarahan.
Berdasarkan klasifikasi syok hemoragik, pasien tergolong kelas III, yaitu
Kelas III
Kehilangan Darah (mL)
1500-2000
Kehilangan Darah (% volume darah)
30%-40%
Denyut Nadi >120
Tekanan Darah Menurun
Tekanan nadi
(mm Hg)
Menurun
Frekuensi Pernafasan
30-40
Produksi Urin
(mL/jam)
5-15
CNS/ Status
Mental
Cemas,
Bingung
Penggantian Cairan
(Hukum 3:1)
Kristaloid dan darah
Syok non hemoragik : tension pneumothorak (gangguan nafas akut, emfisema
subkutan, menghilangnya suara nafas pada auskultasi, hipersonor pada perkusi,
pergeseran trakea). Trauma tumpul di dada fraktur costae paru-paru luka
udara masuk ke rongga pleura tekanan intrapleural meningkat
pergeseran mediastinum menekan jantung penurunan output jantung
12. Pemeriksaan penunjang apakah yang perlu dilakukan pada pasien ini?
Sintesis : Tension Pneumotorak
13. Bagaimana patofisiologi pada kasus ini?
Sintesis : Tension Pneumotorak
14. Bagaimana tatalaksana dan pencegahan pada kasus ini?
Sintesis : Initial Assessment
15. Bagaimana prognosis pada kasus ini?
Dubia et bonam, apabila segera diagnosis dini dan segera dilakukan penatalaksanaan
yang tepat, secara keseluruhan prognosis tergantung pada cedera dan morbiditas.
16. Apa komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus ini?
A. Tension Pneumothoraks
kesalahan dalam melakukan prosedur needle decompression dan chest tube akan
menyebabkan hemothorax akibat luka pada parenkim paru atau arteri pembuluh
darah intercostal
sekitar 20% dari pasien yang dilakukan chest tube, mengalami pembekuan darah
pada cavum toraksnya, dan hampir setengah dari pasien ini harus menjalani operasi
untuk mengeluarkan bekuan tersebut.
Empyema juga dapat terjadi jika bekuan darah yang terbentuk dalam cavum toraks
mengalami infeksi sekuunder.
Fibrothorax terjadi jika deposisi fibrin di dalam bekuan hemothorax. Hal ini akan
menyebabkan persistent atelectasis dan pengurangan fungsi pulmonal.
koagulopati, sepsis, kegagalan multiorgan.
Kehilangan darah, kegagalan pernapasan, pneumomediastinum, emfisema
subkutan, gagal napas, penebalan pleura, edema paru reekspansi, dan infeksi.
B. Fraktur tertutup
Perdarahan, syok
Kecelakaan mobil (tabrakan frontal)
Multiple trauma
Trauma kepala Trauma ekstremitas
Trauma thoraks
Luka lecet di dahi dan pelipis kanan
Fraktur femur kanan
Fraktur iga 9-11 kanan
Tension pneumothoraks
Syok
Perdarahan
Non-union, lazim terjadi pada fraktur pertengahan batang femur, trauma
kecepatan tinggi dan fraktur dengan interposisi jaringan lunak di antara fragmen.
Fraktur yang tidak menyatu memerlukan bone grafting dan fiksasi interna.
Malunion, disebabkan oleh abduktor dan aduktor yang bekerja tanpa aksi
antagonis pada fragmen atas untuk abduktor dan fragmen distal untuk aduktor.
Deformitas varus diakibatkan oleh kombinasi gaya ini. Trauma arteri dan saraf
jarang, tetapi mungkin terjadi
C. Syok hipovolemia
Gangguan fungsi organ (mengarah ke syok ireversibel)
Gangguan kesadaran akibat hipoperfusi ke otak
17. KDU pada kasus ini? 3B
IV. HIPOTESIS
Sopir mobil pick-up, laki-laki, 28 tahun, mengalami multiple trauma : lesi di pelipis,
fraktur costae IX, X, XI dekstra tertutup, fraktur femur dekstra tertutup, dengan
komplikasi disertai shock hemoragik grade III dan tension pneumotorak.
V. KERANGKA KONSEP
VI. SINTESIS
ANATOMI
1. Anatomi dada
Dinding Dada
Dinding dada merupakan bungkus untuk organ di dalamnya, yang terbesar
adalah jantung dan paru-paru. Tulang-tulang iga (kosta 1-12) bersama dengan otot
interkostal, serta diafragma pada bagian caudal membentuk rongga thorax
Pleura
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh
jaringan ikat, pembuluh darah kapiler, dan pembuluh getah bening. Rongga pleura
dibatasi oleh 2 lapisan tipis sel mesothelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura
viseralis. Pleura parietalis melapisi otot-otot dinding dada, tulang dan kartilago,
diafragma dan mediastinum, sangat sensitif terhadap nyeri. Pleura visceralis
melapisi paru dan menyusup ke dalam seuma fisura dan tidak sensitif terhadap
nyeri. Rongga pleura induvidu sehat terisi cairan (10-20) dan berfungsi sebagai
pelumas diantara kedua lapisan pleura.
Pleura parietals melapisi satu sisi dari thorax (kiri dan kanan), sedangkan
pleura viseralis melapisi seluruh paru (kanan dan kiri). Antara pleura parietals
dengan viseralis ada tekanan negative (“menghisap”), sehingga pleura parietals
dan viseralis sering bersinggungan. Ruangan antara kedua pleura disebut rongga
pleura. Bila ada hubungan antara udara luar (tekanan 1 atm) dengan rongga
pleura, misalnya karena luka tusuk, maka tekanan positif akan memasuki rongga
pleura, sehingga terjadi “open pneumo-thorax”. Tentu saja paru (bersama pleura
viseralis) akan kuncup (collaps).
Bila karena suatu sebab, permukaan pleura viseralis robek, dan ada
hubungan antara bronchus dengan rongga pleura, sedangkan pleura viseralis tetap
utuh, maka udara akan masuk rongga pleura sehingga juga dapat terjadi
pneumotorax. Apabila ada sesuatu mekanisme “ventile” sehingga udara dari
bronchus masuk rongga pleura, tetapi tidak dapat masuk kembali, maka akan
terjadi pneumothorax yang semakin berat yang pada akhirnya akan mendorong
paru sebelahnya. Keadaan ini dikenal sebagai “tension pneumothorax”.
Apabila terdapat perdarahan dalam rongga pleura, maka keadaan ini
dikenal sebagai hemothorax.
Paru-Paru
Terdapat dua masing-masing di kiri dan kanan. Dari pangkal paru
(hilus) keluar bronkus utama kiri dan kanan yang bersatu membentuk
trakea.
Mediasinum
Antara kedua paru (dan pleura viseralis) terdapat antara lain jantung dan
pembuluh darah besar. Apabila ada tension pneumothorax maka
mediastinum terdorong ke sisi yang sehat, sehingga ada gangguan arus
balik darah melalui cava. Keadaan ini akan menimbulkan syok, karena
jantung tidak maksimal mencurahkan darah.
Jantung berdenyut dalam suatu kantong, yang dikenal sebagai
pericardium, Apabila ada luka tusuk jantung, maka darah mungkin akan
keluar dari jantung dan mengisi rongga pericardium, sedemikian rupa
sehingga denyut jantung akan terhambat. Akan timbul syok, yang bukan
syok hemoragik, melainkan syok kardiogenik.
Biomekanika Trauma
a. Kinetika Trauma (KE=M x V2/2)
Kecepatan lebih berpengaruh terhadap besarnya EK dibanding pengaruh massa
terhadap EK.
b. Hukum Inersia
Suatu badan yang bergerak atau diam cenderung akan tetap pada keadaan tersebut
sampai bersentuhan (diaktifkan) oleh kekuatan energi yang datang dari luar.
c. Proses Deselerasi (1 benda bergerak, 1 benda diam)
Deselerasi lebih cepatenergi yang dihasilkan lebih besarpergerakan kasarcukup
untuk menimbulkan cedera/trauma
d. Energi bergerak lurus—menemui bagian jaringan dengan permukaan keras dari tubuh
manusiaakan terjadi perubahan arah dan bentukterjadi trauma tumpul atau cedera
tembus
e. Potential Impact
Vehicle collisionbody collision (benturan tubuh) organ collision (benturan organ2
dalam).
Mekanisme Trauma
Mekanisme trauma (biomekanik trauma)
Tauma tumpul
Trauma kompresi atau crush injury terhadap organ viscera akibat
pukulan langsung. Kekuatan seperti ini dapat merusak organ padat
maupun orang berongga dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama
organ-organ yang distensi, dan mengakibatkan perdarahan maupun
peritonitis.
Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ visceral
sebenarnya adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman
tidak digunakan dengan benar.
Trauma decelerasi pada tabrakan motor dimana terjadi pergerakan
yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti suatu ruptur lien
ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak ) dengan ligamennya
(organ yang terfiksir). Trauma tumpul pada pasien yang mengalami
laparotomi.
Trauma tajam
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan
kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar
terhadap organ viscera dengan adanya efek tambahan berupa temporary
cavitation dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan
lainnya.
Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma
(20%) dan colon (15%). Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih
besar yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru dan berapa besar energi
kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang maupun
efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus
(50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).
Suatu benturan langsung (pada kasus ini adalah tertimpa dinding
tribun) menyebabkan kompresi ataupun crush injury terhadap organ
visera kekuatan ini dapat merusak organ padat atau organ berongga
(pada kasus terjadi fraktur costae 6 dan 7, fraktur femur tertutup dan
perdarahan (pada kasus kita curiga terjadi perdarahan intrabdomen)
Organ yang paling sering terkena:
Lien (40-50%)
Hepar (35-45%)
Usus Halus (5-10%)
15 % hematom retroperitoneal
Klasifikasi Tr auma
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera, hubungannya
dengan kekerasan serta efeknya terhadap manusia. Luka adalah suatu keadaan
ketidaksinambungan jaringan tubuh yang terjadi akibat kekerasan.
1. Luka akibat benda tumpul
o Memar (kontusio, hematom)
Memar adalah suatu perdarahan dalam jaringan bawah kulit/kutis akibat
pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan akibat oleh kekerasan tumpul
o Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)
Luka kulit superficial akibat cedera epidermis yang bersentuhan dengan benda
yang memiliki permukaan kasar atau atau runcing
– Luka lecet gores (scratch)
– Luka lecet serut (graze) / geser (friction abrasion)
– Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
o Luka robek (vulnus laseratum)
Luka robek merupakan luka terbuka yang terjadi akibat kekerasan tumpul
yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot.
o Patah tulang
2. Luka akibat kekerasan setengah tajam
Jejas gigit (bite-mark) berupa luka lecet tekan berbentuk garis lengkung
terputus-putus hematom, atau luka robek dengan tepi rata.
3. Luka akibat kekerasan tajam
Luka iris/sayat
Luka bacok
Luka tusuk
4. Luka akibat tembakan senjata api
Luka tembak masuk (LTM)
– LTM jarak dekat
– LTM jarak sangat dekat
– LTM temple
Luka tembak keluar (LTK)
5. Luka akibat truma fisika
Luka akibat suhu tinggi
– Heat exhaustion primer
– Heat exhaustion sekunder
– Heat stroke
– Heat cramps
Luka akibat suhu redah
Luka akibat trauma listrik
Luka akibat petir
Luka akibat perubahan tekanan udara
6. Luka akibat trauma kimia
INITIAL ASSESSMENT
I. Primary Survey
a. Airway dengan kontrol servikal
i. Penilaian
Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
ii. Pengelolaan airway
Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang
rigid
Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )
iii. Fiksasi leher
iv. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita
multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas
klavikula.
v. Evaluasi
Tabel 1- Indikasi Airway Definitif
Kebutuhan untuk perlindungan airway
Kebutuhan untuk ventilasi
Tidak sadar Apnea• Paralisis neuromuskuler• Tidak sadar
Fraktur maksilofasial Usaha nafas yang tidak adekuat• Takipnea• Hipoksia• Hiperkarbia• Sianosis
Bahaya aspirasi• Perdarahan• Muntah - muntah
Cedera kepala tertutup berat yangmembutuhkan hiperventilasi singkat,bila terjadi penurunan keadaan neurologis
Bahaya sumbatan
• Hematoma leher
• Cedera laring, trakea
• Stridor
Gambar 2
Algoritme Airway
Keperluan Segera Airway DefinitifKecurigaan cedera servikal
Oksigenasi/Ventilasi
Apneic BernafasIntubasi orotrakeal Intubasi Nasotrakealdengan imobilisasi atau orotrakeal
servikal segaris dengan imobilisasiservikal segaris*
Cederamaksilofasial berat
Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi Tidak dapat intubasi
Tambahan farmakologik
Intubasi orotrakeal
Tidak dapat intubasi
Airway Surgical
* Kerjakan sesuai pertimbangan klinis dan tingkat ketrampilan/pengalaman
b. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi
i. Penilaian
Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal in-line immobilisasi
Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan
terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian
otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.
Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
Auskultasi thoraks bilateral
ii. Pengelolaan
Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
Ventilasi dengan Bag Valve Mask
Menghilangkan tension pneumothorax
Menutup open pneumothorax
Memasang pulse oxymeter
iii. Evaluasi
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
i. Penilaian
Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
Mengetahui sumber perdarahan internal
Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak
diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda
diperlukannya resusitasi masif segera.
Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
Periksa tekanan darah
ii. Pengelolaan
Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta
konsultasi pada ahli bedah.
Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel
darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita
usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah
(BGA).
Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien-
pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.
Cegah hipotermia
iii. Evaluasi
d. Disability
i. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
ii. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda
lateralisasi
iii. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.
e. Exposure/Environment
i. Buka pakaian penderita
ii. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
II. RESUSITASI
a. Re-evaluasi ABCDE
b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20
mL/kg pada anak dengan tetesan cepat ( lihat tabel 2 )
c. Evaluasi resusitasi cairan
i. Nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal ( lihat gambar 3,
tabel 3 dan tabel 4 )
ii. Nilai perfusi organ ( nadi, warna kulit, kesadaran dan produksi urin ) serta
awasi tanda-tanda syok
d. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.
i. Respon cepat
- Pemberian cairan diperlambat sampai kecepatan maintenance
- Tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian
darah
- Pemeriksaan darah dan cross-match tetap dikerjakan
- Konsultasikan pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin
masih diperlukan
ii. Respon Sementara
- Pemberian cairan tetap dilanjutkan, ditambah dengan pemberian darah
- Respon terhadap pemberian darah menentukan tindakan operatif
- Konsultasikan pada ahli bedah ( lihat tabel 5 ).
iii. Tanpa respon
- Konsultasikan pada ahli bedah
- Perlu tindakan operatif sangat segera
- Waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti tamponade
jantung atau kontusio miokard
- Pemasangan CVP dapat membedakan keduanya ( lihat tabel 6 )
Tabel 2- Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah, Berdasarkan Presentasi Penderita Semula
KELAS I Kelas II Kelas III Kelas IVKehilangan Darah (mL)
Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
Kehilangan Darah (% volume darah)
Sampai 15% 15%-30% 30%-40% >40%
Denyut Nadi <100 >100 >120 >140Tekanan Darah Normal Normal Menurun MenurunTekanan nadi(mm Hg)
Normal atau Naik
Menurun Menurun Menurun
Frekuensi Pernafasan
14-20 20-30 30-40 >35
Produksi Urin(mL/jam)
>30 20-30 5-15 Tidak berarti
CNS/ StatusMental
Sedikit cemas Agak cemas Cemas,bingung
Bingung,lesu(lethargic)
Penggantian Cairan(Hukum 3:1)
Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan darah
Kristaloid dan darah
Table 3-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok
KONDISI PENILAIAN PENGELOLAAN
(Pemeriksaan Fisik)TensionPneumothorax
• Deviasi Tracheal• Distensi vena leher• Hipersonor• Bising nafas (-)
• Needle decompression• Tube thoracostomy
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal• Vena leher kolaps• Perkusi : dullness• Bising nafas (-)
• Venous access• Perbaikan Volume• Konsultasi bedah• Tube thoracostomy
Cardiac tamponade • Distensi vena leher• Bunyi jantung jauh• Ultrasound
Pericardiocentesis• Venous access• Perbaikan Volume• Pericardiotomy• Thoracotomy
Perdarahan Intraabdominal
• Distensi abdomen• Uterine lift, bila hamil• DPL/ultrasonography• Pemeriksaan Vaginal
• Venous access• Perbaikan Volume• Konsultasi bedah• Jauhkan uterus dari vena cava
Perdarahan Luar • Kenali sumber perdarahan
Kontrol Perdarahan• Direct pressure• Bidai / Splints• Luka Kulit kepala yangberdarah : Jahit
Tabel 4-Penilaian Awal dan Pengelolaan Syok
KONDISI IMAGE FINDINGS SIGNIFICANCE INTERVENSIFraktur Pelvis
Pelvic x-ray• Fraktur Ramus Pubic
• Kehilangan darah kurangdibanding jenis lain• MekanismeKompresi Lateral
• Perbaikan Volume• Mungkin Transfuse• Hindari manipulasiberlebih
• Open book • Pelvic volume ↑ • Perbaikan Volume• Mungkin Transfusi• Pelvic volume• Rotasi Internal Panggul• PASG
• Vertical shear • Sumber perdarahan banyak
• External fixator• Angiography• Traksi Skeletal• Konsultasi Ortopedi
Cedera Organ Dalam
CT scan• Perdarahan intraabdomimal
• Potensial kehilangan darah• Hanya dilakukan bilahemodinamik stabil
• Perbaikan Volume• Mungkin Transfusi• Konsultasi Bedah
TAMBAHAN PADA PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI
A. Pasang EKG
1. Bila ditemukan bradikardi, konduksi aberan atau ekstrasistole harus dicurigai
adanya hipoksia dan hipoperfusi
2. Hipotermia dapat menampakkan gambaran disritmia
B. Pasang kateter uretra
1. Kecurigaan adanya ruptur uretra merupakan kontra indikasi pemasangan
kateter urine
2. Bila terdapat kesulitan pemasangan kateter karena striktur uretra atau BPH,
jangan dilakukan manipulasi atau instrumentasi, segera konsultasikan pada
bagian bedah
3. Ambil sampel urine untuk pemeriksaan urine rutine
4. Produksi urine merupakan indikator yang peka untuk menilai perfusi ginjal dan
hemodinamik penderita
5. Output urine normal sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa, 1
ml/kgBB/jam pada anak-anak dan 2 ml/kgBB/jam pada bayi
C. Pasang kateter lambung
1. Bila terdapat kecurigaan fraktur basis kranii atau trauma maksilofacial
yang merupakan kontraindikasi pemasangan nasogastric tube, gunakan
orogastric tube.
2. Selalu tersedia alat suction selama pemasangan kateter lambung, karena
bahaya aspirasi bila pasien muntah.
D. Monitoring hasil resusitasi dan laboratorium
Monitoring didasarkan atas penemuan klinis; nadi, laju nafas, tekanan darah,
Analisis Gas Darah (BGA), suhu tubuh dan output urine dan pemeriksaan
laboratorium darah.
E. Pemeriksaan foto rotgen dan atau FAST
1. Segera lakukan foto thoraks, pelvis dan servikal lateral, menggunakan mesin x-
ray portabel dan atau FAST bila terdapat kecurigaan trauma abdomen.
2. Pemeriksaan foto rotgen harus selektif dan jangan sampai menghambat proses
resusitasi. Bila belum memungkinkan, dapat dilakukan pada saat secondary
survey.
3. Pada wanita hamil, foto rotgen yang mutlak diperlukan, tetap harus dilakukan.
II. SECONDARY SURVEY
A. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
B. Pemeriksaan Fisik ( lihat tabel 7 )
Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey
Hal yangDinilai
Identifikasi/tentukan
PenilaianPenemuan
KlinisKonfirmasi
denganTingkatKesadaran
• Beratnya trauma kapitis
• Skor GCS • 8, cedera kepala berat
• 9 -12, cedera kepala sedang
• 13-15, cedera kepala ringan
• CT Scan• Ulangi tanpa
relaksasi Otot
Pupil • Jenis cedera kepala
• Luka pada mata
• Ukuran• Bentuk• Reaksi
• "mass effect"• Diffuse axional
injury• Perlukaan mata
• CT Scan
Kepala • Luka pada kulit kepala
• Fraktur tulang tengkorak
• Inspeksi adanya luka dan fraktur
• Palpasi adanya fraktur
• Luka kulit kepala
• Fraktur impresi• Fraktur basis
• CT Scan
Maksilofasial
• Luka jaringan lunak
• Fraktur• Kerusakan
syaraf• Luka dalam
mulut/gigi
• Inspeksi : deformitas
• Maloklusi• Palpasi :
krepitus
• Fraktur tulang wajah
• Cedera jaringan lunak
• Foto tulang wajah
• CT Scan tulang wajah
Leher • Cedera pada faring
• Fraktur servikal• Kerusakan
vaskular• Cedera
• Inspeksi• Palpasi• Auskultasi
• Deformitas faring
• Emfisema subkutan
• Hematoma• Murmur
• Foto servikal• Angiografi/
Doppler• Esofagoskopi• Laringoskopi
esofagus• Gangguan
neurologis
• Tembusnya platisma
• Nyeri, nyeri tekan C spine
Toraks • Perlukaan dinding toraks
• Emfisema subkutan
• Pneumo/ hematotoraks
• Cedera bronchus
• Kontusio paru• Kerusakan
aorta torakalis
• Inspeksi• Palpasi• Auskultasi
• Jejas, deformitas, gerakan
• Paradoksal• Nyeri tekan
dada, krepitus• Bising nafas
berkurang• Bunyi jantung
jauh• Krepitasi
mediastinum• Nyeri
punggung hebat
• Foto toraks• CT Scan• Angiografi• Bronchoskopi• Tube
torakostomi• Perikardio
sintesis• USG Trans-
Esofagus
Tabel 7- Pemeriksaan Fisik pada Secondary Survey ( lanjutan )
Hal yangDinilai
Identifikasi/ tentukan
Penilaian Penemuan klinis
Konfirmasi dengan
Abdomen/ pinggang
• Perlukaan dd. Abdomen
• Cedera intra-peritoneal
• Cedera retroperitoneal
• Inspeksi• Palpasi• Auskultasi• Tentukan arah
penetrasi
• Nyeri, nyeri tekan abd.
• Iritasi peritoneal
• Cedera organ viseral
• Cedera retroperitoneal
• DPL• FAST• CT Scan• Laparotomi• Foto dengan
kontras• Angiografi
Pelvis • Cedera Genito-urinarius
• Fraktur pelvis
• Palpasi simfisis pubis untuk pelebaran
• Nyeri tekan tulang elvis
• Tentukan instabilitas pelvis (hanya satu kali)
• Inspeksi perineum
• Pem. Rektum/vagina
• Cedera Genito- rinarius (hematuria)
• Fraktur pelvis• Perlukaan
perineum, rektum, vagina
• Foto pelvis• Urogram• Uretrogram• Sistogram• IVP• CT Scan
dengan kontras
MedulaSpinalis
• Trauma kapitis• Trauma medulla
spinalis• Trauma syaraf
perifer
• Pemeriksaan motorik
• Pemeriksaan sensorik
• "mass effect" unilateral
• TetraparesisParaparesis
• Cedera radiks syaraf
• Foto polos• MRI
KolumnaVertebralis
• Fraktur• lnstabilitas
kolumna Vertebralis
• Kerusakan syaraf
• Respon verbal terhadap nyeri,
tanda lateralisasi• Nyeri tekan• Deformitas
• Fraktur atau dislokasi
• Foto polos• CT Scan
Ekstremitas • Cedera jaringan lunak
• Fraktur• Kerusakan sendi• Defisit neuro-
vascular
• Inspeksi• Palpasi
• Jejas, pembengkakan, pucat
• Mal-alignment• Nyeri, nyeri
tekan, Krepitasi
• Pulsasi hilang/ berkurang
• Kompartemen• Defisit
neurologis
• Foto ronsen• Doppler• Pengukuran
tekanan kompartemen
• Angiografi
III. TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY
A. Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita dengan
teliti dan pastikan hemodinamik stabil
B. Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena pemeriksaan
tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain
C. Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
1. CT scan kepala, abdomen
2. USG abdomen, transoesofagus
3. Foto ekstremitas
4. Foto vertebra tambahan
5. Urografi dengan kontras
IV. RE-EVALUASI PENDERITA
A. Penilaian ulang terhadap penderita, dengan mencatat dan melaporkan setiap
perubahan pada kondisi penderita dan respon terhadap resusitasi.
B. Monitoring tanda-tanda vital dan jumlah urin
C. Pemakaian analgetik yang tepat diperbolehkan
IX. TRANSFER KE PUSAT RUJUKAN YANG LEBIH BAIK
A. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk.
B. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama
perjalanan serta komunikasikan dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
TENSION PNEUMOTORAKS
Definisi
Merupakan kasus kegawatdaruratan, dimana pada tension pneumothorax terjadi
one-way-valve/ fenomena ventil, kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau
dari luar elalui dinding dada, masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar
lagi.
Sebagai akibatnya, tekanan intrapleural akan semakin tinggi, paru-paru menjadi
kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat pengembalian
darah vena ke jantung, serta akan menekan paru kontralateral.
Frekuensi
Insiden aktual terjadinya tension pneumothorax di luar rumah sakit sulit untuk
ditentukan. Sekitar 10-30 % pasien dirujuk ke pusat trauma level 1 di US untuk
mendapatkan dekompresi sebelum dibawa ke rumah sakit. Dari tahun 2000, insidensi
kejadian tension pneumothorax yang dilaporkan ke Australian Incident Monitoring
Study (AIMS) terdiri dari 17 kasus aktual atau suspect pneumothorax dan 4
diantaranya didiagnosis menderita tension pneumothorax. Angka kejadian
berdasarkan studi yang lebih baru pada kematian anggota militer karena trauma
thorax yaitu lebih dari 5% dari total korban pertempuran.
Etiologi
Penyebab utama terjadinya tension pneumothorax adalah penggunaan ventilasi
mekanik atau ventilator dengan tekanan positif. Tension Pneumothorax juga dapat
timbul sebagai komplikasi pneumothorax sederhana akibat trauma thorax tembus atau
tajam dengan perlukaan parenkim paru yang tidak menutup atau setelah salah arah
dalam pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna.
Patofisiologi
Tension Pneumothorax terjadi saat ada disrupsi yang melibatkan pleura viseral,
parietal, atau tracheobronchial tree. Disrupsi terjadi ketika terbentuk katup satu arah.
Katup ini membiarkan udara bebas masuk ke rongga pleura, tetapi menghalangi aliran
udara ke luar dari rongga pleura. Volume udara intrapleura akan bertambah ketika
inspirasi. Akibatnya tekanan dalam rongga pleura meningkat. Dengan semakin
bertambahnya tekanan, paru yang terkena akan mengalami kolaps dan menyebabkan
hipoksia. Jika dibiarkan lebih lama keadaan ini akan menyebabkan mediastinum
bergeser ke arah kontralateral. Kondisi ini akan memperparah keadaan hipoksia dan
menghambat aliran balik vena. Vena cava inferior merupakan yang pertama kali
terhambat dan akan membatasi aliran darah balik ke jantung. Keadaan inilah yang
mungkin menyebabkan penderita menjadi hipovolemik (penurunan aliran balik vena
akan mengurangi cardiac output) dan selanjutnya akan mengakibatkan rentetan
kondisi yang lebih parah sampai akhirnya menyebabkan kematian.
Manifestasi Klinis
Temuan awal :
Nyeri dada
Sesak Nafas
Kecemasan
Tachypnea
Tachycardia
Bagian dada yang terkena menjadi hipersonor
Suara napas menjauh sampai hilang
Temuan Lanjutan :
Penurunan kesadaran
Deviasi trakea
Hipotensi
Distensi vena jugularis
Sianosis
Pada pemeriksaan fisik :
1. Inspeksi pada sisi yang sehat menjadi kembung dan sakit. Tapi pada sisi yang
terkena akan tertinggal gerakan dinding dadanya.
2. Palpasi fremitus turun sampai hilang
3. Perkusi hipersonor
4. Auskultasi suara napas lemah sampai hilang
SYOK HEMORAGIK
Definisi
Syok adalah ketidaknormalan dari sistem peredaran darah yang mengakibatkan
perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Syok hemoragik terjadi karena
hilangnya darah dalam jumlah yang banyak dan memicu kompensasi tubuh untuk
menyediakan oksigenasi dan perfusi organ yang cukup.
Frekuensi
Di Amerika, cedera karena kecelakaan merupakan penyebab utama kematian usia 1-
44 tahun. Syok hemoragik merupakan penyebab utama pada pasien-pasien yang
mengalami trauma.
Etiologi
Syok hemoragik biasanya terjadi akibat trauma. Tetapi dapat juga timbul karena
perdarahan spontan seperti pada perdarahan gastrointestinal dan melahirkan, operasi, dan
sebab-sebab lainnya.
Manifestasi Klinis
Secara umum, dapat ditemukan tanda-tanda syok seperti hipotensi, nadi lemah,
takikardia, akral dingin, sianosis, hipotermia dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan sumber perdarahan misalnya pada kepala, dada, dan abdomen. Dapat pula
ditemukan bersamaan dengan keadaan tension pneumothorax dan hemothorax. Pada
abdomen, trauma pada hati atau limpa merupakan penyebab utama terjadinya syok
hemoragik. Ruptur spontan aneurisma aorta abdominalis dapat menyebabkan syok
karena perdarahan intraabdominal yang parah. Dapat terjadi distensi abdomen yang
progresif jika syok hemoragik diakibatkan dari perdarahan intraabdominal.
Patofisiologi
Syok hemoragik yang ditemukan pada kasus ini kemungkinan berasal dari perdarahan
yang ditimbulkan akibat trauma tumpul pada abdomen (sehingga timbul intraabdominal
bleeding) dan trauma tusuk pada toraks (sehingga mengakibatkan pneumothorax dan
hemothorax). Kehilangan darah akan terus terjadi bila sumber perdarahan tidak segera
dihentikan. Tubuh akan berkompensasi dengan vasokonstriksi perifer untuk menjamin
arus darah ke otak, jantung, dan ginjal tetap baik. Denyut jantung akan ditingkatkan agar
kebutuhan organ-organ tersebut tetap terpenuhi.
Darah yang terlepas ke cavitas peritonealis akan mengiritasi peritoneum sehingga
menimbulkan tanda-tanda peritonitis seperti nyeri difus. Pada tahap lanjut pasien dapat
kehilangan kesadaran karena kehilangan banyak darah.
Perkiraan kehilangan cairan dan darah.
Perdarahan kelas 1 : kehilangan volume darah sampai 15 %.
Perdarahan kelas 2 : kehilangan volume darah 15-30%
Perdarahan kelas 3 : kehilangan volume darah 30-40%
Pedarahan kelas 4 : kehilangan volume darah lebih dari 40%