23
43 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Kerangka Penyajian Pada bab ini disajikan mengenai hasil-hasil dari Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Jamban Keluarga melalui metode CLTS dalam program Nasional Pamsimas di wilayah kerja Puskesmas Naras Kecamatan Pariaman Utara. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam terhadap informan yang berkaitan dengan penelitian yang terdiri dari faktor input (tenaga, dana dan sarana), faktor proses (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan) dan faktor output (cakupan kepemilikan jamban). Selain wawancara mendalam, juga dilakukan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap 9 (Sembilan) orang anggota LKM di desa Pamsimas yang ada di wilayah kerja Puskesmas Naras Kecamatan Pariman Utara. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi

Skripsi Bab 4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Skripsi Bab 4

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Kerangka Penyajian

Pada bab ini disajikan mengenai hasil-hasil dari Evaluasi

Pelaksanaan Pembangunan Jamban Keluarga melalui metode CLTS dalam

program Nasional Pamsimas di wilayah kerja Puskesmas Naras

Kecamatan Pariaman Utara. Penelitian dilakukan dengan menggunakan

metode wawancara mendalam terhadap informan yang berkaitan dengan

penelitian yang terdiri dari faktor input (tenaga, dana dan sarana), faktor

proses (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan) dan

faktor output (cakupan kepemilikan jamban). Selain wawancara

mendalam, juga dilakukan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) terhadap 9

(Sembilan) orang anggota LKM di desa Pamsimas yang ada di wilayah

kerja Puskesmas Naras Kecamatan Pariman Utara. Hasil penelitian ini

disajikan dalam bentuk narasi hasil wawancara mendalam dan Diskusi

Kelompok Terarah (DKT).

4.2 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.2.1 Kondisi Geografis

Puskesmas Naras dibangun pada tahun 1984. Puskesmas Naras

terletak di Desa Naras I Kecamatan Pariaman Utara Kota Pariaman,

berjarak lebih kurang 6 km dari pusat pemerintahan Kota Pariaman dengan

luas wilayah kerja 23.57 km2. Sejak tahun 2004, Kecamatan Pariaman

Utara mempunyai 2 buah Puskesmas yaitu Puskesmas Naras dan

Page 2: Skripsi Bab 4

44

Puskesmas Kampung Baru Padusunan. Setelah terjadinya pemekaran

wilayah Kota Pariaman pada tahun 2010 yaitu dengan terbentuknya

Kecamatan Pariaman Timur, maka Puskesmas Kampung Baru Padusunan

masuk dalam wilayah Kecamatan Pariaman Timur dan Puskesmas Naras

merupakan satu-satunya Puskesmas yang berada di Kecamatan Pariaman

Utara. Pemekaran yang terjadi berdampak pula dengan penambahan

wilayah kerja Puskesmas Naras yang semula 11 desa berubah menjadi 17

desa.

Batas-batas wilayah kerja Puskesmas Naras adalah sebagai berikut:

- Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman

- Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia

- Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman dan

Kecamatan Pariaman Timur

- Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pariaman Tengah

4.2.2 Demografi

Jumlah penduduk di Kecamatan Pariaman Utara adalah 19040 jiwa

dengan 4075 kepala keluarga (KK). Jumlah penduduk laki-laki 9288 jiwa

dan perempuan 9752 jiwa. Penduduk terbanyak terdapat di Desa Sikapak

Barat (2098 jiwa) dan paling sedikit Desa Tanjung Sabar (533 jiwa).

4.2.3 Sosial Ekonomi dan Budaya

Penduduk di Kecamatan Pariaman Utara merupakan penduduk asli

daerah Minangkabau dengan adat istiadat yang masih melekat erat dalam

kehidupan sehari-hari. Ini terlihat pada acara-acara seperti selamatan,

pernikahan dan acara-acara lain yang mencerminkan budaya atau adat

Page 3: Skripsi Bab 4

45

istiadat minang. Keadaan ekonomi masyarakat pada umumnya masih

rendah, dimana sebagian besar penduduk bermata pencaharian petani dan

nelayan.

4.3 Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, pengambilan data primer dilakukan dengan

cara wawancara mendalam dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT)

terhadap informan yang terkait dengan Evaluasi Pelaksanaan

Pembangunan Jamban Keluarga melalui metode CLTS dalam program

nasional Pamsimas di wilayah kerja Puskesmas Naras Kecamatan

Pariaman Utara.

Dalam pelaksanaan wawancara mendalam dan DKT ini peneliti

terkendala dalam kesesuaian waktu dengan informan, dimana informan

umumnya sulit ditemui karena sedang melaksanakan tugas-tugas baik

dalam kantor maupun di luar kantor. Selain itu dalam pelaksanaan DKT,

peneliti juga kesulitan dalam menghadirkan informan DKT, dimana dari

11 (sebelas) orang yang diundang hanya 9 (Sembilan) orang yang dapat

mengikuti DKT ini.

Page 4: Skripsi Bab 4

46

Karakteristik dari informan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut ini :

Tabel 4.1Karekteristik informan Wawancara Mendalam Berdasarkan Jabatan

Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Jamban Keluarga Melalui Metode CLTS/STBM Di Wilayah Puskesmas Naras

Tahun 2011

Kode Informan JabatanWM 1 Kepala Bidang Promkes-PL DKK PariamanWM 2 Kepala Seksi PL DKK PariamanWM 3 Penanggungjawab program Pamsimas di BappedaWM 4 Penanggungjawab program Pamsimas di Dinas Pekerjaan UmumWM 5 Penanggungjawab program Pamsimas di Badan Pemberdayaan

MasyarakatWM 6 Kepala UPTD Puskesmas NarasWM 7 Sanitarian Puskesmas NarasWM 8 Koordinator Pamsimas Bidang KesehatanWM 9 Koordinator Pamsimas Bidang TeknikWM 10 Koordinator Pamsimas Bidang PemberdayaanWM 11 Fasilitator Masyarakat (CF) Bidang KesehatanWM 12 Fasilitator Masyarakat (CF) Bidang TeknikWM 13 Fasilitator Masyarakat (CF) Bidang Pemberdayaan

Tabel 4.2Desa Asal Informan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Jamban Keluarga Melalui Metode

CLTS/STBM Di Wilayah Puskesmas Naras Tahun 2011

Kode Informan AlamatDKT 1 Desa AparDKT 2 Desa Sungai RambaiDKT 3 Desa Naras HilirDKT 4 Desa Tanjung SabarDKT 5 Desa Cubadak Air SelatanDKT 6 Desa SintukDKT 7 Desa Sikapak BaratDKT 8 Desa Padang Birik-BirikDKT 9 Desa Naras I

4.4 Hasil Penelitian

4.4.1 Input

Untuk mengetahui hasil dari input program nasional Pamsimas

tentang evaluasi jamban keluarga melalui metode CLTS, maka diajukan

beberapa pertanyaan :

Page 5: Skripsi Bab 4

47

a. Tenaga

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan kunci

tentang tenaga yang terlibat dan bertanggungjawab dalam metode

CLTS program nasional Pamsimas, maka dapat diketahui sebagian

besar informan menyatakan bahwa yang terlibat dalam program ini ada

dari lintas sektor terkait seperti Dinas Kesehatan, PU, Bappeda dan

Badan Pemberdayaan, sedangkan untuk tingkat desa ada puskesmas

(sanitarian), CF dan LKM, seperti pernyataan berikut ini:

“kalau komponen B disamping seksi PL, Bappeda, Badan Pemberdayaan Masyarakat” (WM 1)

“yang bertanggungjawab Dinas Kesehatan dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat. Yang lain seperti PU itu fisiknya, kemudian Bappeda perencanaan yaitu lebih ke koordinator, untuk tk. desa petugas sanitasi dan CF” (WM 2)

“secara teknis kan Program Pamsimas ini ada 4 (empat) SKPD yang terlibat, pertama dari Dinas PU, yang kedua Dinas Kesehatan, yang ketiga Bappeda, yang keempat pemberdayaan” (WM 5)

“yang terlibat kalau di puskesmas : sanitarian, LKM dan masyarakat desa” (WM 7)

“yang terlibat CF sendiri, masyarakat, natural leader, kader, perangkat desa, sanitarian puskesmas, Dinas Kesehatan, kalau struktur Pamsimasnya : DMAC, DFC, PMAC, sampai ke tingkat atas” (WM 11)

Hal ini juga didukung dari hasil Diskusi Kelompok Terarah (DKT)

yang telah dilakukan, dimana sebagian besar mengatakan bahwa yang

terlibat dalam metode CLTS ada dari CF, Dinas Kesehatan dan

masyarakat itu sendiri, seperti pernyataan berikut ini:

Page 6: Skripsi Bab 4

48

”kalau peranan sih buk ada masyarakat, ya dalam bentuk LKM lalu dari kesehatan juga ada biasanya mereka melakukan sosialisasi” (DKT 1)

”biasanya ada dari ibu yang bekerja di kesehatan” (DKT 3)

”ada peranan orang di desa dan orang puskesmas” (DKT 6)

”selain yang disebut ibu tadi juga ada dari pemberdayaan”(DKT 8)

b. Dana

Semua informan mengatakan bahwa untuk pendanaan berasal dari

APBN, APBD dan kontribusi masyarakat (incash dan inkind), tetapi

untuk pembangunan jamban keluarga tidak ada bantuan dana, seperti

diungkapkan berikut ini :

“dananya ada dari APBN, APBD dan dari masyarakat itu sendiri” (WM 3)

“pendanaannya dananya dari pusat, Pamsimas itu kan ada dana sharing dari masyarakat” (WM 5)

“pendanaan dalam program Pamsimas ada 3 kategori pendanaan, pertama dana APBN, kemudian dana masyarakat, dana APBN 70% bantuannya, APBD 10%, dana masyarakat 20%...” (WM 10)

“kalau pendanaan program, pendanaan APBD, incash dan inkind terus APBN, terus untuk pendanaan CLTS untuk pemicuan tanpa dana, kalau pemicuan dianggarkan di RKM Pamsimas itu ada cuma untuk narasumber pemicuan, transportasi, snack sedangkan untuk pembangunan jambannya orang yang terpicu itu tanpa dana tanpa di iming-imingi apa-apa” (WM 11)

“untuk pembangunan jamban tidak ada dana, jadi sifatnya kita datang memberitahu kesadaran masyarakat tersebut…” (WM 1)

“sementara untuk Dinas Kesehatan ada dananya dari Pamsimas dan ada dana pendamping dari APBD, untuk dana khusus CLTS tidak ada, pembangunan jamban keluarga rencana ada untuk pembangunan bowl tapi harus sama dengan kab/kota lain” (WM 2)

“kalau jamban tidak ada dana, hanya diberikan pelatihan sedangkan untuk masyarakat kalau hanya pelatihan tidak cukup rasanya” (WM 7)

Page 7: Skripsi Bab 4

49

Hal ini diperkuat dengan informasi yang didapatkan dari hasil DKT,

dimana semua informan DKT mengatakan bahwa pendanaan untuk

proses pemicuan ada dana dari pemerintah, namun demikian sebagian

kecil mengatakan selain dari pemerintah juga ada dana dari kontribusi

masyarakat, seperti pernyataan berikut ini :

” dari pemerintah” (DKT 5)

” ada dari Pamsimas” (DKT 6)

” dana dari pemerintah” (DKT 9)

”dari Pamsimas ada, dari masyarakat juga ada tapi yang dari masyarakat ini sangat sulit mengumpulkannya” (DKT 8)

Sedangkan dalam hal pembangunan jamban keluarga sebagian besar

mengatakan bahwa kalau untuk pembangunan jamban keluarga tidak

ada dana, seperti yang diungkapkan berikut ini :

”dianggarkan dari APBD, dari masyarakat juga ada berupa sumbangan tapi kalau untuk pembangunan jamban keluarga tidak ada bantuan dari pemerintah” (DKT 4)

”kalau untuk kegiatan pemicuan biasanya ada dana dari pemerintah sedangkan peran masyarakat disini biasanya ada pada kegiatan gotong royong…ya berupa snack atau pun tenaga pada kegiatan pembangunan sarana Pamsimas tapi kami sangat kesulitan tentang pendanaan untuk pembangunan jamban karena disini tidak ada bantuan untuk pembangunan jamban rumah tangga” (DKT 7)

c. Sarana

Dari hasil wawancara mendalam dengan informan, semua informan

mengatakan bahwa untuk pelaksanaan pemicuan CLTS/STBM telah

dilengkapi dengan sarana seperti poster, selebaran dan elemen-elemen

pemicuan, namun demikian sarana yang ada belum dimanfaatkan

Page 8: Skripsi Bab 4

50

dengan maksimal misalnya tidak dilaksanakannya transect walk dan

alur kontaminasi untuk memicu rasa jijik, seperti ungkapan berikut :

“ kalau untuk sarana pemicuan sudah cukup, seperti gambar-gambar, alur kontaminasi, contoh-contoh perilaku yang salah dan benar”(WM 2)

“…ada elemen-elemen pemicuan seperti menimbulkan rasa jijik, rasa berdosa, kita munculkan semua elemen yang bisa memicu masyarakat” (WM 11)

Hal ini juga sejalan dengan hasil DKT, dimana semuanya mengatakan

bahwa dalam pemicuan sudah dilengkapi dengan sarana-sarana, seperti

pernyataan berikut ini :

“banyak juga, ada poster, kertas karton” (DKT 1)

“ada poster dan selebaran lalu kartu-kartu yang digunakan untuk menggambarkan lokasi” (DKT 2)

4.4.2 Proses

a. Perencanaan

Sebagian besar informan mengatakan bahwa dilakukan musyawarah

atau rembuk masyarakat desa dan Lembaga Keswadayaan Masyarakat

(LKM) serta lintas sektor terkait untuk membuat perencanaan, hanya

satu informan yang mengatakan bahwa perencanaan dibuat oleh satu

pihak saja yaitu Bappeda, seperti pernyataan berikut ini :

“perencanaan khan kito ado CF di sana, bersama dengan masyarakat desa dan LKM…” (WM 7)

“perencanaan dari masyarakat direncanakan oleh masyarakat dengan adanya rembuk warga, kemudian keputusan keterwakilan masyarakat dan tidak boleh diputuskan oleh tokoh masyarakat…” (WM 9)

”perencanaan, kami dari fasilitator rembuk dengan masyarakat dan LKM untuk merencanakan kegiatan sesuai dengan kebutuhan

Page 9: Skripsi Bab 4

51

masyarakat nanti dituangkan dalam Rencana Kerja Masyarakat (RKM)…” (WM 11)

”perencanaan nanti Bappeda, kita cuma memberdayakan masyarakat ini aja, sosialisasi, apa betul yang program pamsimas itu yang kita beritahu ke masyarakat…” (WM 5)

Hal ini juga didukung dar hasil DKT, dimana semuanya mengatakan

bahwa perencanaan dilakukan dengan rembuk masyarakat desa, seperti

diungkapkan berikut ini :

”masyarakat dikumpulkan lalu dilakukanlah rembuk untuk membuat rencana kegiatan…” (DKT 1)

”pertama-tama dilakukan sosialisasi lalu dibentuklah LKM melalui rembuk desa, setelah itu muncullah rencana kegiatan yang akan dilakukan…” (DKT 7)

b. Pengorganisasian

Semua informan mengatakan bahwa dalam pengorganisasian sudah

ada struktur organisasi baik untuk tingkat pusat sampai tingkat desa,

seperti pernyataan berikut ini :

“…Pengorganisasian : kalau tingkat kota DPMU dipegang orang PU sama Bappeda, TKKnya kesehatan, Bappeda dan BPM. Tingkat kecamatan ada sanitarian puskesmas, ada CF. tingkat desanya ada Natural leader, Natural leader muncul waktu pemicuan…” (WM 1)

“…Pengorganisasian sebenarnya sudah ada strukturnya mulai dari tk. Pusat sampai ke puskesmas, begitu juga dengan lintas sektor terkait seperti PU, Bappeda…” (WM 2)

“…Pengorganisasian, dalam struktur pengorganisasian di Pamsimas disebut ada kita bentuk namanya Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM), LKM ini dibentuk masukan-masukan dari masyarakat…” (WM 9)

“…Pengorganisasian, ada CF, CF ke DMAC atau DFC, PMAC langsung ke pusat CMAC, di desa LKM yang dibentuk masyarakat…” (WM 11)

Page 10: Skripsi Bab 4

52

Hal ini juga didukung dari hasil DKT, dimana dalam

pengorganisasian dari tingkat desa sudah dibentuk (Lembaga

Keswadayaan Masyarakat (LKM) dan sudah ada strukturnya, seperti

pernyataan berikut ini :

“…kemudian dibuatlah suatu struktur yang disebut LKM, pemilihan LKM ini biasanya melalui kesepakatan masyarakat yang hadir pada saat pertemuan…” (DKT 1)

“…LKM yang sudah ada dibuatkan strukturnya…” (DKT 4)

“…LKM ini memiliki struktur yang antara lain didalamnya terdapat unit kesehatan…” (DKT 7)

c. Pelaksanaan

Dalam hal pelaksanaan, hampir semua informan menyatakan bahwa

dalam pelaksanaan dilakukan pemicuan kepada masyarakat dan

membuat Rencana Tindak Lanjut, seperti pernyataan berikut ini :

“…pelaksanaannya : setelah turun CF dan sanitarian ke desa tersebut disana kita bikin RTL minimal kita melaksanakan pemicuan 1 s/d 4 kali…” (WM 1)

“…pelaksanaan kita sosialisasi dulu ke masyarakat di desa Pamsimas kemudian implementasi khususnya pemantauan perubahan perilaku kemudian evaluasi, jadi target dari Stop BABS itu ODF…” (WM 2)

“…pelaksanaan : misalnya desa A ditunjuk untuk desa Pamsimas, nanti kita petugas dari Puskesmas, petugas promkes, Pamsimas juga ikut turun ke desa melakukan pemicuan, pemicuan tidak sekali bisa dua kali tergantung bagaimana kondisi masyarakat menyambut dari program CLTS ini…” (WM 6)

“…setelah melakukan pemicuan kemudian dimonitoring apakah dari pemicuan awal yang sudah dilakukan, apakah sudah ada berubah tetapi kalau belum terus dilakukan pemicuan artinya pemicuan kami di Pamsimas berkesinambungan walaupun misalnya pagu dana di Dinas Kesehatan 4 kali, kami bisa melakukan pemicuan lebih dari 4 kali…” (WM 8)

Page 11: Skripsi Bab 4

53

“…pelaksanaan, pengumpulan masyarakat, bina suasana nanti dilakukan elemen-elemen pemicuan, pada umumnya pemicuan ada pada RKM tapi kalau tidak ada tetap dilakukan pemicuan untuk pencapaian target 100 % karena kegiatan rutin fasilitator tetap ada pemicuan di dalamnya…” (WM 11)

Hal ini dibenarkan oleh pernyataan dari hasil DKT, seperti ungkapan

berikut ini :

“masyarakat diundang untuk hadir diacara pemicuan setidaknya setiap dusun mengirimkan utusannya…” (DKT 2)

”masyarakat berkumpul lalu dilakukan pemicuan…” (DKT 8)

d. Pengawasan

Dalam hal pengawasan belum ada satu informan pun menjawab secara

lengkap tentang pihak-pihak yang terlibat dalam pengawasan program

ini, seperti diungkapkan berikut ini :

“…pengawasan, setiap kegiatan itu kita buat laporan, laporan dari puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota, Dinas Kesehatan Kota ke propinsi” (WM 2)

“…pengawasan yang turun langsung adalah peugas kesling, dia memantau sekali 3 bulan turun ke desa” (WM 6)

“...pengawasan oleh sanitarian tapi tidak terjadwal” (WM 7)

“…pengawasan itu dari Dinas Kesehatan, tanggungjawab oleh Dinas Kesehatan biasanya didampingi oleh fasilitator” (WM 8)

“…pengawasan itu kita serahkan sepenuhnya kepada masyarakat, pelaporannya nanti kita ada Badan Pengelola Sarana (BPS) jadi natural leader melapor ke BPS” (WM 10)

“…pengawasan dilakukan oleh LKM…” (WM 12)

“…pengawasan, jadi CF dari kesehatan” (WM 13)

Hal ini juga dibenarkan dari hasil DKT yang telah dilakukan, dimana

sebagian besar menjawab tidak lengkap siapa-siapa saja pihak yang

Page 12: Skripsi Bab 4

54

terlibat dalam pengawasan, dan sisanya menjawab tidak tahu siapa saja

yang terlibat dalam hal pengawasan, seperti diungkapkan berikut ini :

“…pengawasan dilakukan oleh BP-SPAM setelah program selesai dan biasanya orang-orangnya dari LKM juga” (DKT 1)

“…kalau pengawasan mungkin orang puskesmas” (DKT 2)

“…untuk pengawasan ada dari masyarakat itu sendiri, kemudian dari CF dan orang puskesmas” (DKT 4)

“…kalau pengawasan saya tidak tahu” (DKT 6)

“…untuk pengawasan mungkin CF yang melakukan tapi saya tidak tahu pasti” (DKT 9)

4.4.3 Output

Jika dilihat dari segi kepemilikan, sebagian besar informan

mengatakan bahwa untuk target kepemilikan jamban adalah 100 % dan

sisanya menjawab kurang dari 100 %, tetapi semua informan mengatakan

bahwa kepemilikan jamban belum mencapai target yang ditetapkan,

seperti pernyataan berikut ini :

“target 100 %, sementara kami dilapangan terkendala dengan kondisi bahwa pasca gempa 2009, kebiasaan dan faktor ekonomi” (WM 1)

”pencapaian untuk desa tahun 2011 rata-rata sudah di atas 50 %, targetnya 100 % dan belum tercapai sampai saat ini…” (WM 8)

“target cakupan jamban untuk tahun 2011 sebesar 80 %...” (WM 6)

”target cakupan jamban sekitar 80 – 85 %, dan sampai saat ini belum tercapai” (WM 7)

Hal ini juga didukung dari hasil DKT yang telah dilakukan, dimana

sebagian besar mengatakan kepemilikan jamban masih kurang dan sisanya

mengatakan sudah hampir semua memiliki jamban, seperti diungkapkan

berikut ini :

Page 13: Skripsi Bab 4

55

”sebagian besar masyarakat kami memang belum memiliki jamban” (DKT 1)

”sebagian besar masyarakat belum mempunyai jamban…” (DKT 4)

”kalau disini masih banyak yang belum memiliki jamban apalagi ditempat kami daerahnya tinggi jadi air sangat sulit” (DKT 5)

”kalau di desa kami masyarakat sudah menggunakan jamban walaupun ada sebagian kecil yang belum memiliki tetapi mereka menggunakan jamban umum yang dibangun pemerintah” (DKT 7)

”hampir semua masyarakat sudah memiliki jamban” (DKT 8)

4.4.4 Faktor Yang menghambat dan Mendorong Pembangunan Jamban

Melalui Metode CLTS

Sebagian besar informan mengatakan bahwa yang menjadi kendala

dalam pelaksanaan program ini adalah sulitnya merubah perilaku

masyarakat dari yang buang air besar sembarangan (BABS) menjadi

buang air besar di jamban, kemudian adanya masalah ekonomi, dan

sisanya mengatakan bahwa kendalanya adalah susahnya mengumpulkan

masyarakat untuk melakukan pemicuan, seperti diungkapkan berikut ini :

“kalau kendala biasanya susah mengumpulkan masyarakat, yang kedua susahnya merubah perilaku masyarakat, biasanya dalam pemicuan muncul pertanyaan-pertanyaan kebiasaan yang susah untuk dirubah misalnya kebiasaan di tabek, selain itu juga masalah ekonomi” (WM 1)

“ekonomi, kemudian pasca gempa banyak yang rusak, kemauan masyarakat yang masih kurang, kemudian mengumpulkan masyarakat yang susah” (WM 2)“kadang-kadang masyarakat tidak terlalu peduli dengan apa yang telah dilakukan oleh kawan-kawan Puskesmas dan Pamsimas, terkesan tidak peduli…jadi mereka mau cuma bantuan” (WM 7)

“…susahnya mengajak, merubah atau memicu masyarakat untuk BAB di jamban, kemudian yang utama sekali kalau di Pariaman ini susahnya mengumpulkan masyarakat…” (WM 8)

Page 14: Skripsi Bab 4

56

“…kendalanya di Pariaman itu ada pemahaman dari masyarakat kenapa bank dunia itu memberi bantuan kok tanggung-tanggung itu yang harus dijelaskan ke masyarakat, karena bank dunia ingin ada rasa memiliki jadi apabila ada kerusakan dia dengan serta merta memperbaiki” (WM 9)

“kalau kendala biasanya susah mengumpulkan masyarakat, yang kedua susahnya merubah perilaku masyarakat, biasanya dalam pemicuan muncul pertanyaan-pertanyaan kebiasaan yang susah untuk dirubah misalnya kebiasaan di “tabek”, selain itu juga masalah ekonomi” (WM 11)

“…sulitnya masyarakat untuk berkumpul…” (WM 13)

Hal ini sejalan dengan hasil DKT, dimana sebagian besar mengatakan

kendalanya adalah sulitnya merubah perilaku masyarakat dan masalah

ekonomi, sisanya mengatakan bahwa kendalanya adalah keadaan

geografis, seperti diungkapkan berikut ini :

“masalahnya kebiasaan masyarakat itu yang terlalu sulit untuk dirubah…” (DKT 3)

”kalau kendala banyak sekali kendala yang kami temukan, pada umumnya yaitu masalah ekonomi…” (DKT 8)

“kalau di desa kami mungkin kendalanya disini air jadi masyarakat di desa membuat jamban diatas kolam padahal itukan tidak sesuai dengan kesehatan” (DKT 2)

”tempat saya juga sama yaitu di daerah ketinggian jadi masyarakat itu memanfaatkan kolam untuk buang air besar lalu masyarakat juga enggan menggunakan WC umum karena biasanya kotor” (DKT 5)

Hal yang menarik adalah adanya pernyataan dari informan dan informan

kunci yang menyatakan bahwa masyarakat mempunyai “gengsi” yang

tinggi dalam hal pembangunan jamban, artinya masyarakat ingin

membangun jamban yang mewah bukan jamban sederhana yang telah

memenuhi syarat kesehatan, seperti ungakapan berikut ini :

Page 15: Skripsi Bab 4

57

“…mereka tidak ingin jamban sederhana (bagus) jadi mereka menunggu uangnya cukup dulu baru membangun jamban” (DKT 4)

”kalau kepemilikan jamban saat ini khususnya Kota Pariaman masih banyak menggunakan istilah awaknyo “tabek” jadi ada sebagian dia menggunakan jamban dirumahnya, klosetnya dirumahnya itu tapi pembuangannya ke sungai, jadi belum memenuhi syarat kesehatan, kendalanya khususnya didaerah Kota Pariaman adalah daerah pantai, jadi masyarakat ini masih terbiasa dengan BAB sembarangan, artinya diatas 50% masyarakat sudah menggunakan jamban tapi sekitar 30% - 40% masyarakat masih BABS, kebiasaan itu yang susah bagaimana merubah kebiasaan dari BAB ditabek menjadi BAB dijamban, kemudian satu kendalanya yaitu masyarakatnya gengsinya tinggi, dia tidak mau membuat jamban yang sederhana jadi menunggu uangnya banyak untuk membuat jamban yang bagus…artinya begini, daripada dia membuat jamban cubluk biarlah dia BABnya di tabek” (WM 8)