99
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memiliki kendaraan yang irit bahan bakar merupakan idaman konsumen kendaraan bermotor, Sekarang untuk minyak mentah Light Sweet menyentuh harga setinggi 107,58 dollar AS per barel (kompas, 2014) dengan harga eceran per liter untuk bahan bakar jenis premium Rp 6.500 Per liter, pertamax Rp 9.100 per liter dan pertamax plus Rp 10.300 per liter (bisnis.Liputan6.com). Harga bahan bakar yang semakin melonjak tinggi memakasa kita untuk berpikir keras menciptakan inovasi-inovasi yang bisa menghemat bahan bakar kendaraan kita. Inovasi-inovasi yang berkaitan dengan penghematan bahan bakar telah dilaksanakan, misalkan menggunakan metode booster, magnetik dan power arus yang tujuanya untuk menaikan kinerja mesin, penghematan bahan bakar dan mengurangi resiko kerusakan. Semua penemuan itu banyak memberi manfaat dan kebaikan pada mesin walaupun ada sedikit kekurangan yang disebabkan terlalu memacu kinerja mesin menyebabkan mesin over heating, over vibration, over noise dan yang paling parah bisa mengakibatkan mesin pecah.(Suzuki Indonesia,2012) Berkaitan dengan keuntungan dan kerugian dari penemuan alat penghemat bahan bakar, sekarang ini banyak ilmuwan atau peneliti melakukan simulasi- 1

Skripsi Hcs BAB I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hcs (hydrocarbon crack system)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Memiliki kendaraan yang irit bahan bakar merupakan idaman konsumen

kendaraan bermotor, Sekarang untuk minyak mentah Light Sweet menyentuh

harga setinggi 107,58 dollar AS per barel (kompas, 2014) dengan harga eceran per

liter untuk bahan bakar jenis premium Rp 6.500 Per liter, pertamax Rp 9.100 per

liter dan pertamax plus Rp 10.300 per liter (bisnis.Liputan6.com). Harga bahan

bakar yang semakin melonjak tinggi memakasa kita untuk berpikir keras

menciptakan inovasi-inovasi yang bisa menghemat bahan bakar kendaraan kita.

Inovasi-inovasi yang berkaitan dengan penghematan bahan bakar telah

dilaksanakan, misalkan menggunakan metode booster, magnetik dan power arus

yang tujuanya untuk menaikan kinerja mesin, penghematan bahan bakar dan

mengurangi resiko kerusakan. Semua penemuan itu banyak memberi manfaat dan

kebaikan pada mesin walaupun ada sedikit kekurangan yang disebabkan terlalu

memacu kinerja mesin menyebabkan mesin over heating, over vibration, over

noise dan yang paling parah bisa mengakibatkan mesin pecah.(Suzuki

Indonesia,2012)

Berkaitan dengan keuntungan dan kerugian dari penemuan alat penghemat

bahan bakar, sekarang ini banyak ilmuwan atau peneliti melakukan simulasi-

simulasi yang berkaitan dengan pemanfaatan hidrokarbon yang terdapat pada

premium dan pertamax. Hidrokarbon yang terdapat pada bahan bakar dipecah

menjadi atom hidrogen (H) dan karbon (C) dengan menggunakan pipa katalis

yang dipanaskan dari exhaust knalpot dan panas blok mesin, sistem ini disebut

juga dengan Hydrocarbon crack System (HCS) (www.forum.detik.com).

HCS sangat efektif dipakai untuk power supelmen kendaraan bermotor

sebagai penghemat bahan bakarnya. Hidrogen diambil dari bahan bakar premium

atau pertamax dan hanya membutuhkan 5 sampai 10% dari tangki kendaraan yang

mampu menghemat minimal 50% sampai 60% bahan bakar (Roy Union, 2004).

Ini tergantung pada pipa katalis, semakin luas penampang pipa semakin tinggi

nilai H yang mengakibatkan bahan bakar semakin irit dan performa naik.

1

Penjelasan diatas menjadikan inspirasi untuk melakukan penelitian.

Dengan memanfaatkan bekas pipa tembaga kondensor sebagai pipa katalis dalam

sistem HCS. Diharapkan pemasangan HCS dapat menghemat bahan bakar

kendaraan bermotor melebihi 60% untuk mengatasi kenaikan bahan bakar minyak

(BBM) yang dimulai 1 April 2012 (kompas, 2012).

1.2. Perumusan Masalah

Ketergantungan pada BBM yang sangat besar harus segera dikurangi

dan perlu dicari solusinya. Krisis cadangan energi di Indonesia terutama

diakibatkan oleh tingginya pertumbuhan konsumsi BBM di satu sisi, dan di sisi

lain semakin berkurangnya cadangan BBM, yang ditunjukkan oleh semakin

menurunnya rasio cadangan terhadap produksi. Dengan tingkat produksi minyak

bumi sebesar 500 juta barel per tahun, dan cadangan terbukti sebesar 9 miliar

barel, maka cadangan minyak akan habis dalam waktu 18 tahun. (Menteri Negara

PPN,2006)

Akar dari krisis energi yang dihadapi adalah ketergantungan konsumsi

energi nasional yang terlalu besar dan kenaikan harga minyak dunia semakin

melambung. Pemanfaatan hidrokarbon yang terdapat pada premium dan pertamax

dipecah menjadi atom hidrogen (H) dan karbon (C) dengan menggunakan pipa

katalis untuk menyuplai ke karburator dapat meningkatkan kinerja mesin dan

menghemat bahan bakar. Ini menjadi pertimbangan peneliti untuk membuat

alat yang digunakan untuk menghemat bahan bakar dengan metode

Hydrocarbon crack System (HCS) pada pertamax menggunakan pipa katalis

dan memanfaatkan panas dari exhaust knalpot sepeda motor karisma 125 cc

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dengan judul pengaruh penambahan alat hydrocarbon

Crack System Terhadap Penghematan Bahan Bakar Dan Emisi Gas Buang Pada

Sepeda Motor karisma 125 cc yaitu:

1. Menentukan pengaruh durasi kerja mesin motor karisma 125 cc sebelum dan

sesudah menggunakan HCS

2. Mencari perbedaan suhu tempeature mesin motor karisma 125 cc sebelum

dan sesudah menggunakan HCS

2

3. Menganalisa kinerja dan efesiensi motor karisma 125 cc menggunakan

variable perbedaan putaran mesin (rpm) sebelum dan sesudah dipasang HCS.

4. Mencari perbedaan dari hasil emisi gas buang menggunakan alat uji emisi

sebelum dan sesudah menggunakan HCS

1.4. Target Luaran

Penelitian pada penghematan bahan bakar menggunakan sistem HCS

memiliki target luaran yaitu :

1. Hasil dari penelitian akan dijadikan referensi untuk penelitian lanjutan dan

menambah pengayaan bahan ajar.

2. Menambah khasanah keilmuan dibidang pengelasan tembaga pada Jurusan

Teknik Mesian UNIMUS

3. Harapan dari produk penelitian ini bisa dipublikasikan ilmiah dalam jurnal

nasional dan memperoleh HKI atau paten.

1.5. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Kendaraan yang digunakan untuk penelitian adalah berjenis sepeda motor

karisma 125 cc tahun 2003

2. Diameter pipa katalis 16 mm dan panjang pipa 115 mm

3. Bahan bakar yang digunakan sepeda motor Premium sedangkan pada tabung

HCS menggunakan Pertamax.

4. Pengujian meliputi peforma mesin, temperatur, rpm, dan emisi gas buang.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

Yohanes Anggoro (2007), menambahkan Methyl Tertiary Buthyl Ether

(MTBE) Sebagai octane booster untuk menurunkan emisi gas karbon monoksida

dan meningkatkan nilai oktan, tetapi keberadaan menimbulkan timbal di atmosfer

dan menganggu pernafasan. Penelitian lanjutnya dengan menambahkan zat aditif

bahan bakar terhadap unjuk kerja genset mesin bensin 4 (empat) langkah, tetapi

penambahan zat aditif pada bensin memberikan peningkatan yang tidak terlalu

signifikan terhadap unjuk kerja mesin (Fauzy., 2009). Ali Gozali (2010),

Menganalisa prestasi mesin otto dengan penambahan ethanol berbahan bakar

dasar premium yang dapat menghemat penggunaan premium dengan melihat hasil

sebesar 11,35%.

Sudirman (2009), penelitianya menggunakan Gas HHO bercampur gas

bahan bakar khusus. Sehingga mampu meningkatkan daya bakar hingga 3,8 kali.

Yull Brown (2008) melakukan penelitian menggunakan campuran gas hidrogen-

hidrogen-oksigen dengan sistem elektrolisa untuk memecahkan campuran air

destilasi dan soda kue menjadi campuran gas hidrogen-hidrogen-oksigen (HHO)

pada motor diesel. Hirai (2005), membuat alat produksi hidrogen menggunakan

campuran gas dari hidrokarbon atau alkohol alifatik dengan uap air yang

dimasukkan ke dalam tabung katalis. Djoko (2005), melakukan proses elektrolisa

menggunakan prinsip ledakan hidrogen yang terpantik api dari busi untuk

menambah energi hasil pembakaran bahan bakar pada kendaraan.

Alat untuk memproduksi hidrogen menggunakan campuran gas dari

hidrokarbon atau alkohol alifatik dengan uap air yang dimasukkan ke dalam

tabung katalis. Terjadi reaksi campuran gas untuk menghasilkan hidrogen.

Dimana sejumlah kecil oksidasi katalis tercampur dengan perubahan katalis

massa. Sebagian hidrokarbon atau alkohol alifatik mengalami dioksidasi

eksothermal untuk menghasilkan jumlah yang diperlukan untuk membentuk

campuran gas hidrokarbon atau alkohol alifatik dengan uap air (Hirai, 2005)

4

Djoko (2005) melakukan proses elektrolisa menggunakan prinsip ledakan

hidrogen yang terpantik api dari busi untuk menambah energi hasil pembakaran

bahan bakar pada kendaraan. Tabung plastik dengan volume setengah liter diisi

air suling dicampur garam atau KOH. Tabung elektroda dilengkapi penghubung

kabel yang dilengkapi lampu indikator dan dioda penyearah untuk mendapatkan

arus listrik dari aki sebagai proses elektrolisa. Proses ini memisahkan hidrogen

dan oksigen dari air. Hidrogen yang membentuk gelembung udara lalu disalurkan

ke manipol dan bercampur dengan bensin yang sudah dikabutkan oleh karburator

menuju ruang pembakaran untuk pembakaran yang sempurna.

2.2. Landasan Teori

Sepeda motor adalah kendaraan beroda dua yang digerakkan oleh sebuah

mesin (Cossalter dan Vittore., 2006). Letak kedua roda sebaris lurus dan pada

kecepatan tinggi sepeda motor tetap stabil disebabkan oleh gaya giroskopik.

Sedangkan pada kecepatan rendah, kestabilan atau keseimbangan sepeda motor

bergantung kepada pengaturan setang oleh pengendara. Penggunaan sepeda motor

di Indonesia sangat populer karena harganya yang relatif murah, hemat bahan

bakar, dan biaya operasionalnya cukup hemat (Media Kawasan., 2013). Sepeda

motor memiliki daya penggerak sama dengan mobil dan pesawat tenaga lainya.

Daya penggeraknya utama yaitu mesin (engine).

2.2.1. Proses Pebakaran Mesin

Pembakaran sebagai reaksi kimia atau reaksi persenyawaan bahan

bakar dengan oksigen dengan diikuti sinar atau panas. Mekanisme

pembakaran sangat dipengaruhi oleh keadaan dari keseluruhan proses

pembakaran dimana atom-atom dari komponen yang dapat bereaksi dengan

oksigen dan membentuk produk yang berupa gas. Bila oksigen dan

hidrokarbon tidak bercampur dengan baik, maka akan terjadi proses cracking.

Dimana pada nyala akan timbul asap. Pembakaran seperti ini dinamakan

pembakaran tidak sempurna (Toyota Step 2, 1996)

Jenis pembakaran pada motor bensin meliputi pembakaran normal

(sempurna) dan pembakaran tidak normal. Pembakaran normal adalah bahan

bakar dapat terbakar seluruhnya pada saat dan keadaan yang dikehendaki.

5

Pembakaran tidak sempurna adalah pembakaran dimana nyala api dari

pembakaran ini tidak menyebar secara teratur dan merata, sehingga

menimbulkan masalah atau bahkan kerusakan pada bagian-bagian motor

(Daryanto, 2002).

Kebanyakan motor bakar torak bekerja dengan siklus 4-langkah

pembakaran sempurna. Pada motor otto proses pembakaran didalam motor

bakar torak terjadi secara periodik. Sebelum terjadi proses pembakaran

berikutnya, terlebih dahulu gas pembakaran yang sudah dipergunakan harus

dikeluarkan dari dalam silinder, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Siklus 4-Langkah pada mesin Otto (www. otomotrip.com )

Sistem kerja siklus 4-Langkah pada mesin otto sebagai barikut;

1. Langkah Hisap (Intake stroke)

Intake valve terbuka, exhaust valve tertutup, torak bergerak dari

titik mati atas (TMA) ke titik mati bawah (TMB) dan udara terhisap masuk

kedalam silinder. Sebelum terjadi proses pembakaran berikutnya terlebih

dahulu gas sisa pembakaran harus dikeluarkan dari dalam silinder,

kemudian silinder di isi dengan campuran bahan bakar dan udara segar

(pada motor bensin) yang berlangsung ketika torak bergerak dari TMA

menuju TMB. Pada saat katup hisap terbuka sedangkan katup buang

tertutup, campuran bahan bakar dan udara masuk ke ruang silinder melalui

katup hisap. Peristiwa ini di sebut langkah hisap.

6

2. Langkah Kompresi (compression stroke)

Intake valve dan exhaust valve tertutup, torak bergerak dari TMB ke

TMA, udara dikompresikan sehingga mencapai tekanan antara 30-40

kg/cm2 dan suhu mencapai antara 300-600ºC pada akhir langkah sebelum

TMA api dipercikan oleh busi. Setelah mencapai TMB torak bergerak

menuju TMA, sementara katup hisap dan katup buang masih dalam

keadaan tertutup, campuran yang terdapat didalam silinder dimampatkan

oleh torak yang bergerak menuju TMA, volume campuran berkurang

sedangkan tekanan dan temperatur naik hingga campuran itu mudah

terbakar proses pemampatan ini disebut langkah kompresi.

3. Langkah Kerja (power stroke)

Intake valve dan exhaust valve tertutup, torak bergerak dari TMA ke TMB,

terjadi pembakaran sehingga mencapai tekanan antara 60-80 kg/cm2 dan

suhu mencapai antara 600-800ºC sehingga timbul usaha mendorong torak

ke TMB.

4. Langkah Buang (exhaust stroke)

Intake valve tertutup dan exhaust valve terbuka, torak bergerak dari TMB

ke TMA dan gas pembakaran mendorong keluar melalui exhaust valve

(Arifuddin, 1999).

Pada umumnya disediakan tegangan yang besar untuk menjamin agar

selalu terjadi lompatan api listrik di dalam, misalnya : 10.000 – 20.000 Volt.

Campuran bahan bakar - udara harus sesuai, jangan terbakar sendiri. Ketika

busi mengeluarkan api listrik, yaitu pada saat beberapa derajat engkol sebelum

torak TMA, campuran bahan bakar-udara di sekitar itulah yang mulai terbakar.

Kemudian nyala api mulai merambat ke segala arah dengan kecepatan sangat

tinggi (25–30 m/dtk) dan menyalakan yang dilaluinya sehingga tekanan gas di

dalam silinder naik, sesuai dengan jumlah bahan bakar yang terbakar. Pada

keadaan ini tekanan di dalam silinder dapat mencapai 130 – 200 kg/cm2

(Wartawan, 1997).

7

Sementara itu campuran yang terjauh dari busi masih menunggu giliran

untuk terbakar. Akan tetapi ada kemungkinan bagian campuran tersebut akan

terbakar dengan cepatnya, oleh karena penekanan torak. Proses nyala sendiri

dari bagian yang terakhir dan terjauh dari busi dinamakan detonasi. Ini dapat

merusak ruang bakar, mengurangi daya dan efisiensi mesin, juga tekanan

maksimum gas pembakaran akan bertambah besar (Daryanto, 2002).

Penggunaan bahan bakar dengan bilangan oktan yang tinggi, hambatan

besar di sebabkan oleh detonasi berangsur-angsur, karena bahan bakar ini

memiliki periode penundaan yang panjang. contoh motor bensin dengan

perbandingan kompresi tinggi. Salah satu cara untuk menaikan bilangan oktana

dari suatu bahan bakar adalah dengan menambahkan Pb (C2H2)4, dan Tentra

Ezhyl lend (TEL), ke dalam bahan bakar tersebut. Namun usaha menaikan

bilangan oktana dengan menambahkan TEL akan mengakibatkan gas buang

mengandung timah hitam yang beracun dan merusak lingkungan (Satudju,

1991).

2.2.2. Sistem Bahan Bakar Pada Mesin Otto

Pada mesin otto terdapat sistem bahan bakar yang terdiri dari sistem

suplai bahan bakar dan sistem penakar bahan bakar. Sistem suplai bahan

bakar berfungsi mengalirkan bahan bakar dari tabung bahan bakar ke sistem

penakar bahan bakar. Sedangkan sistem penakar bahan bakar pada mesin otto

baik yang menggunakan karburator atau sistem injeksi bahan bakar berfungsi

sebagai berikut :

a. Penakar campuran udara bahan bakar yang dapat dibakar dengan cepat

dan sempurna didalam silinder.

b. Atomisasi dan penyebar bahan bakar didalam aliran udara atau dikenal

dengan Air Fuel Ratio (AFR).

Air Fuel Ratio (AFR) yaitu perbandingan jumlah udara terhadap

bahan bakar dalam berat. Nilai perbandingan teoritis untuk proses

pembakaran sempurna atau AFR stoikiometri untuk motor otto sekitar 14,7,

dengan grafik berwarna hijau yang menyatakan range target A/F, bagaimana

bisa dilihat pada Gambar 2.2. Sistem bahan bakar harus mampu

8

menghasilkan perbandingan udara bahan bakar yang dibutuhkan di silinder

yang sesuai dengan kondisi operasi mesin. contoh pada waktu start dingin,

dibutuhkan campuran yang kaya bahan bakar. Dalam kondisi mesin masih

dingin otomatis bahan bakar menguap hanya sebagian sehingga diperlukan

tambahan bahan bakar untuk memperoleh campuran yang siap dibakar

didalam silinder (Arifuddin, 1999).

Tapi pada akhir-akhir ini, guna memenuhi permintaan untuk

membersihkan gas buang (exhaust emission), penggunaan bahan bakar yang

lebih ekonomi, dan kemampuan pengendaraan yang telah disempurnakan.

Karburator saat ini dilengkapi dengan peralatan tambahan sehingga membuat

sistem karburator menjadi rumit. Untuk mengganti sistem karburator, diganti

sistem bahan bakar EFI (Electronic Fuel Injection), untuk menjamin

perbandingan bahan bakar dan udara (Air Fuel Ratio) yang masuk ke mesin

dengan penginjeksian bahan bakar yang bekerja secara kelistrikan

(electronic) sesuai dengan kondisi pengendaraan (Farid I, 2005).

Gambar 2.2. AFR stoikiometri untuk motor otto (www.endtuning.com)

9

2.3. Hydrocarbon Crack System (HCS)

Metode yang digunakan untuk mengemat bahan bakar sekarang ini

banyak dipakai adalah hydrocarbon crack system (HCS). HCS sendiri adalah

sistem memecah atom hidrokarbon menjadi atom hidrogen (H) dan karbon

(C) dengan cara menggunakan pipa katalis yang dipanaskan (Sukarmin,

2004) ini ditunjukan pada Gambar 2.1. Panas luar atau exothermic dari

mesin internal combustion (mesin kendaraan) yaitu dari panas blok mesin

maupun dari knalpot yang bisa mencapai temperatur hingga 400oC.

HCS sangat efektif jika dipakai untuk power supelmen pada

kendaraan bermotor sebagai penghemat bahan bakar (BB), sedangkan BB

digunakan adalah premium atau pertamax yang biasa kita isikan pada

kendaraan bermotor. HCS hanya membutuhkan 5 sampai 10% dari tangki

kendaraan dan bisa menghemat minimal 50% sampai 60% lebih tergantung

membuka kerannya.

Cara pengoperasian alat ini dengan mengisikan 0,5 liter pertamax

kedalam botol kemudian uap BB ini disalurkan ke intake karburator dengan

melalui sebuah pipa katalis yang bisa memecah premium menjadi rich

hydrogen dan menghisap unsur partikel karbon sehingga nantinya pada

knalpot atau gas buang untuk unsur karbon monoxida bisa berkurang secara

signifikan dan hidrogen sebagai penambah oktan pada kendaraan tersebut.

Dengan HCS bisa menghasilkan gas hidrogen sampai 3-5 LPM H2

(liter per menit). Penghematan BBM pada kendaraan sebenarnya tergantung

pada pengendara memutar tuas gas sampai dalam, hanya memutar tuas gas

sedikit saja kendaraan sudah melaju kencang, ini menyebabkan konsumsi BB

pada lubang sprayer karburator hanya mengeluarkan BB lebih sedikit,

sehingga konsumsi BB kendaraan menjadi lebih hemat (Kabarindo, 2012).

Pipa katalisator terbuat dari pipa tembaga dengan diameter dalam 7,5

mm dan panjang 12 yang berisi antara lain serbuk alumina oxide dibungkus

dengan saringan nikelin (nickel) dan lempeng platinum (platina) di lingkaran

luar dan rutherium. Masing-masing disekat strimin stainless steel sebagai anti

flashback. Pipa katalisator berkerja dengan bantuan panas dari knalpot.

Berfungsi untuk memecah gas H2 dalam premium (C8H18) menjadi 8 atom

10

karbon dan 18 atom hidrogen (H2). Dengan demikian pipa katalisator

menghasilkan gas hidrogen dan menghisap unsur paktikel karbon (Ikhsan,

2010).

BBM dalam tabung HCS bila digunakan secara terus menerus dapat

menurunkan kemampuan menguapnya. Tingkat penurunan kemampuan

menguapnya BBM di tabung adalah tergantung tingkat oktan BBM yang

digunakan, lebih tinggi oktannya lebih tahan lama menguapnya. BBM

premium lebih sulit menguap dibanding jenis lainnya. Secara umum setelah

menempuh jarak 150 km, BBM di tabung HCS sudah terjadi penurunan

kemampuan untuk menguap (Ikhsan, 2010).

Cara kerja HCS adalah mengisikan 300 cc premium ke dalam tabung,

kemudian uap premium ini disalurkan ke intake chamber melalui pipa

katalisator yang dipanaskan oleh panas knalpot. Sehingga dapat memecah uap

premium menjadi hidrogen rich dan menghisap unsur paktikel karbon.

Nantinya pada gas buang unsur karbonmonoksida bisa berkurang dan

hidrogen sebagai penambah oktan BBM. Secara teoritis, HCS menghasilkan

gas hidrogen (H2) sampai 3-5 LPM H2 (liter per menit) (Seleznev et al,

2009).

HCS sangat efektif dipakai untuk power supelmen pada kendaraan

bermotor sebagai penghemat bahan bakar, Bahan bakar untuk sistem HCS

yang digunakan adalah premium atau pertamax yang biasa disikan pada

kendaraan bermotor. Bahan bakar sistem HCS hanya membutuhkan 5 sampai

10% dari tangki kendaraan dan mampu menghemat bahan bakar 50% sampai

60% atau lebih tergantung membuka kran pengatur aliran gas bahan bakar

pada sistem HCS (Roy Union, 2004).

11

Gambar 2.1. Perlengkapan komponen HCS (www.kr.co.id/web/detail, 2008)

2.3.1. Pipa Katalis

Katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dan menurunkan energi

aktiviasi sehingga reaksi berlangsung pada suhu kamar sedangkan tanpa katalis

reaksi dapat berlangsung pada suhu 250oC, katalis yang biasa digunakan dalam

reaksi transesterifikasi adalah katalis basa seperti pipa katalis untuk

hidrokarbon (Mc Ketta, 1978). Pipa katalis disini memegang peran penting

dapat juga sebagai Fire Flashback yaitu gas balik, sehingga tidak pernah

mengalami fire flashback dari percikan api busi dalam ruang bakar ke tabung

bahan bakar HCS. Pipa katalis terbuat dari pipa silinder tembaga dengan

panjang 10 sampai 20 cm yang berisi batang aluminium (Niels, 2004). Batang

aluminium diguankan sebagai katub pengatur aliran uap hidrogen dan karbon

dari tabung bahan bakar HCS. Bentuk pipa katalis HCS ditampilkan pada

Gambar 2.4. Dimana batang aluminium berada didalam pipa tembaga yang

diameternya lebih kecil dari pipa tembaga luar. Material pipa katalis terdiri dari

pipa tembaga dan batang aluminium yang memiliki karakteristik sebagai

berikut.

12

Batang Aluminium

Cover HCS

Diffuser HCS

Gambar 2.4. Bentuk dan bagian-bagian pipa katalis HCS (Siswanto, 2013)

a. Tembaga (Cu)

Tembaga memiliki lambang Cu dan nomor atom 29. Lambangnya

berasal dari bahasa Latin Cuprum. Tembaga merupakan konduktor panas

dan listrik yang baik (Calister, 2007). Selain itu tahan korosi. Sifatnya halus

dan lunak, dengan permukaan berwarna jingga kemerahan (Djoko, 2011).

Struktur kristal tembaga murni adalah face centered cubic (FCC) seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 (Calister, 2007). Pada Tabel 2.1

diperlihatkan sifat-sifat fisis dan mekanik tembaga murni.

Gambar 2.5. Struktur kristal tembaga murni face centered cubic (FCC)

(Calister, 2007)

Tabel 2.1. Sifat-sifat fisis dan mekanik tembaga murni (Calister, 2007)

13

Sifat Fisis Satuan

Densitas 8920 kg / m3

Sifat Mekanik

Kuat Tarik 200 N / mm2

Modulus Elastisitas 130 GPa

Brinnel Hardness 874 MN m-2

Sifat Panas

Koefisien Ekspansi Thermal 16,5 x 10-6 K-1

Konduktivitas Panas 400 W / Mk

Tembaga merupakan logam yang berwarna kunig-kuningan seperti

emas kuning pada Gambar 2.6 dan keras bila tidak murni. Mudah ditempa

dan bersifat mulur sehingga mudah dibentuk menjadi pipa, lembaran tipis

dan kawat. Konduktor panas dan listrik yang baik, kedua setelah perak.

Titik leleh 1.084oC, titik didih 2.301oC dan Berat jenis tembaga sekitar 8,92

gr/cm3 (Emel Seran, 2010).

Tembaga merupakan unsur yang relatif tidak reaktif sehingga tahan

terhadap korosi. Pada udara yang lembab permukaan tembaga ditutupi oleh

suatu lapisan yang berwarna hijau yang menarik dari tembaga karbonat

basa, Cu(OH)2CO3. Pada kondisi yang istimewa yakni pada suhu sekitar

300°C tembaga dapat bereaksi dengan oksigen membentuk CuO yang

berwarna hitam. Sedangkan pada suhu yang lebih tinggi, sekitar 1000oC,

akan terbentuk tembaga (I) oksida (Cu2O) yang berwarna merah (Emel

Seran, 2010).

Gambar 2.6. Warna tembaga murni yang agak kekuning-kuningan

(www.pipa.logamindonesia.net)

b. Aluminium (Al)

Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan

korosi yang baik (Calister, 2007). Material ini digunakan dalam bidang yang

luas bukan hanya untuk peralatan rumah tangga saja, tetapi juga dipakai

untuk kepentingan industri, misalnya industri pesawat terbang, komponen-

komponen mobil, komponen regulator dan konstruksi-konstruksi yang lain

14

(Budinski, 2001). Aluminium murni mempunyai sifat lunak dan kurang kuat

terhadap gesekan. Berat Jenis Alumunium murni 2643 kg/m3 sedangkan

titik cair aluminium 660oC. Kekerasan permukaan aluminium murni 17

BHN sedangkan kekuatan tarik maksimum adalah 4,9 kg/m2 (John, 1994).

Dalam Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 menunjukan sifat fisik dan sifat mekanik

aluminium murni.

Aluminium memiliki konduktor panas yang baik. terlebih bila

digunakan dalam mesin, karena penghantar panas yang baik akan lebih

menghemat energi. Setiap satu kilogram alumunium dapat menghantarkan

listrik dua kali lebi banyak dibandingkan tembaga. Aluminium tahan

terhadap korosi hal ini terjadi akibat dari proses pevisasi. Pevisasi

meruapakan proses pembentukan lapiran pelindung aluminium oksida

akibat dari reaksi logam terhadap komponen udara sehingga pevisasi dapat

melindungi logam dari terjadinya korosi. Saat berhubungan dengan udara

maka akan terbentuk lapisan aliminium oksida, lapisan inilah yang

mencegah terjadinya korosi yang lebih parah. Aluminium paduan dengan

tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi galvani dengan paduan

tembaga. Mudah dibentuk dan dirakit karena alumunium mudah berinteraksi

dengan logam lain (Christopher, 2006).

Tabel 2.2 Sifat fisik aluminium murni (John, 1994)

15

Sifat-sifatKemurnian Al (%)

99,996 >99,0

Massa jenis (g/cm3) (20oC) 26,989 2,71

Titik Cair (oC) 660,2 653 – 657

Panas Jenis (cal/goC) (100oC) 0,2226 0,2297

Hantaran Jenis (%) 64,94 59 (dianil)

Tahanan Listrik Koefisien temp (/oC)

0,00429 0,0115

Koef Pemuaian (20-100oC) (mm3) 23,86 X 10-6 23,5 x 10-6

Jenis Kristal, Konstanta kisi fcc, a = 4,013 fcc, a = 4,04

Tabel 2.3 Sifat mekanik aluminium murni (John, 1994)

Sifat-sifat

Kemurnian Al (%)

99,996 >99,0

Dianil75% dirol

dinginDianil

75% dirol dingin

Kekuatan tarik (kg/mm2) 4,9 11,6 9,3 16,9

Kekuatan Mulur (0,2%)

(kg/mm2)1,3 11,0

3,5 14,8

Perpanjangan (%) 48,8 5,5 35 5

Kekerasan Brinell (BHN) 17 27 23 44

2.3.2. Bahan Bakar

Bahan bakar transportasi khususnya premium (bensin) dan pertamax

masih memegang peranan penting sampai saat ini. Untuk bensin mengandung

lebih dari 500 jenis hidrokarbon yang memiliki rantai C5-C10 (Sukarmin,

2004). Bensin dengan kualitas yang baik harus mengandung lebih banyak

alkana rantai bercabang atau alisiklik dibandingkan alkana rantai lurus.

Kualitas bensin dinyatakan oleh bilangan oktan (octane number) yang

merupakan ukuran dari kemampuan bahan bakar untuk mengatasi ketukan

sewaktu terbakar dalam mesin. Nilai bilangan oktan 0 ditetapkan untuk n-

heptana yang mudah terbakar, dan nilai 100 untuk isooktana yang tidak

mudah terbakar (Sudarmadi, 2007)

Setiap bahan bakar memiliki karakteristik dan nilai pembakaran yang

berbeda–beda. Karakteristik inilah yang menentukan sifat–sifat dalam proses

pembakaran, dimana sifat yang kurang menguntungkan dapat di sempurnakan

dengan jalan menambah bahan-bahan kimia ke dalam bahan bakar tersebut.

16

CH3CH2CH3CH2CH2CH2 CH2CH3

Reforming

katalis

CH3

C

CH2

CH3

CH3

CH

CH3

CH3 Isooktana

n oktana

Dengan harapan akan mempengaruhi daya anti knocking atau daya letup dari

bahan bakar, dan dalam hal ini menunjuk apa yang dinamakan dengan bilangan

oktan (octane number). Proses pembakaran bahan bakar dalam motor bensin

atau mesin pembakaran dalam sangat di pengaruhi oleh bilangan oktan,

sedangkan di motor Diesel sangat di pengaruhi oleh bilangan setana (cetane

number) (arismunandar, 1988).

Kebanyakan senyawa yang ditemukan dalam minyak bumi adalah

gabungan dari hidrogen dan karbon atau disebut hidrokarbon. Sedangkan

senyawa lain seperti belerang, oksigen, dan nitrogen. Berbagai jenis rangkaian

dari hidrokarbon ditemukan pada minyak mentah dan jenis rangkaian lain,

yang dihasilkan dengan pemecahan dan hidroginasi. Banyak jenis rangkaian

tersebut diantaranya adalah jenis yang telah teridentifikasi di dalam minyak

dengan rumus kimia sebagai berikut: CnH2n+2, CnH2n, CnH2n-2, CnH2n-4,

CnH2n-6, CnH2n-8, CnH2n-10, CnH2n-14, CnH2n-20. Beberapa dari senyawa

tersebut mempunyai tingkatan yang tidak pernah dihasilkan secara sintetis atau

untuk kepentingan penelitian, dalam hal komposisi n = 5 s/d 16. Berikut ini

macam–macam bahan bakar minyak (Supraptono, 2004).

Fraksi bensin didistilasi umumnya mempunyai bilangan oktan ~70

untuk menaikkan nilai bilangan oktan dengan mengubah hidrokarbon rantai

lurus dalam fraksi bensin menjadi hidrokarbon rantai bercabang melalui

proses reforming yaitu proses reaksi mengubah n-oktana menjadi isooktana

ditunjukan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Proses perubahan n-oktana menjadi isooktana (Sudarmadi, 2007)

Nilai oktan berkaitan rumus kimianya, untuk premium C8H18 dan

pertamax C10H24. Jika C8H18 di crack atomnya 8 karbon dan 18 atom hidrogen

(H). Untuk C10H24 di uraikan 10 karbon dan 24 atom hidrogen (H). Dari

17

rumus kimia nilai hidrogen pertamax lebih tinggi dari premium, ini

menjadikan pertamax lebih efesien, ramah lingkungan dan lebih irit.

2.3.3. Proses Instalasi HCS

Hydrocarbon crack system yang berfungsi sebagai pemecah

hidrokarbon dalam instalasinya memerlukan tahapan pemasangan ditunjukan

pada Gambar 2.3 sebagai berikut :

Gambar 2.3. Instalasi HCS pada sepeda motor

2.4. Pengujian-Pengujian pada HCS

2.4.1. Pengukuran waktu kinerja mesin

Volume bahan bakar berkaitan dengan waktu kinerja mesin, semakin

banyak volume tangki bahan bakar semakin lama mesin itu aktif. Untuk

mengetahui waktu kinerja mesin yang sudah dipasang HCS dibutuhkan alat

stopwatch. Dalam pengukuran durasi kinerja mesin menggunakan satuan

bermacam-macam yang bisa dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini.

Tabel 2.1. Satuan yang digunakan dalam pengukuran

No Jenis waktu Satuan (detik)1 Tahun 315360002 Bulan 25920003 Hari 86400

18

Komponen-komponen HCS

4 Jam 36005 Menit 60

2.4.2. Pengukuran Temperatur

Metode yang paling umum digunakan dalam mengukur temperatur

adalah termokopel, sistem isian (filled system), dan elemen bimetal (Asher,

2008). Elemen resistansi telah meningkat penggunaannya selama beberapa

tahun terakhir. Sedangkan pirometer radiasi, optik, dan infrared digunakan

dalam bidang tertentu saja. Tetapi yang sering digunakan untuk mengukur

temperatur mesin yaitu termokopel yang memiliki metode paling sederhana

dan umum digunakan menentukan temperatur proses mesin.

Panas diberikan pada sebuah sambungan dua metal yang berlainan,

maka akan dibangkitkan gaya elektromotif (emf) yang dapat diukur pada

sambungan beku (cold) lainnya dari dua metal konduktor (Dede, 2008).

Termokopel memiliki jenis konektor standar yang sama, serta dapat

mengukur temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup besar dengan batas

kesalahan pengukuran kurang dari 1°C. Pengukuran temperatur mesin

dilakukan beberapa titik atau spot dan dilakukan beberapa kali. Spot

pengukuran mesin pada dinding silinder, head silinder dan bodi mesin. Mesin

panas disebabkan beberapa macam, salah satunya bahan bakar kendaraan

yang terlalu kurus.

19

Gambar 2.10. Termometer pengukur temperatur mesin

2.4.3. Pengukuran Revolutions Per Minute (RPM) pada mesin

Tachometer atau Odometer adalah alat pengukur kecepatan putaran

mesin pada motor atau mesin lainnya, biasanya menggunakan satuan rpm.

Pada awalnya tachometer disusun analog sedemikian halnya jam dengan

jarum sebagai penunjuknya, tapi kini sudah berkembang menjadi digital dan

lebih mudah serta akurat pembacaannya. (UNEP, 2008).

Kegunaan tachometer adalah untuk mengukur putaran mesin

penggerak dalam 1/min dengan batas ukuran terkecil 0,01 1/min. Untuk

kecepatan putaran motor sama dengan jumlah putaran motor dalam periode

tertentu, misalnya putaran per menit (Rpm) atau kecepatan per detik (Rps).

Alat ukur yang digunakan adalah indikator kecepatan sering disebut

tachometer yang ditunjukan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Skematik pemasangan tachometer pada kendaraan (UNEP,

2008)

Tachometer di tempelkan langsung pada poros sebuah motor dan

dibaca putarnnya pada skala yang ada. Tachometer yang modern

20

menggunakan prinsip sinar laser, bekerjanya lebih sederhana dengan berkas

sinar laser ditembakkan pada poros dan display digital akan menunjukkan

putaran poros motor. Kecepatan motor diukur dengan alat tachometer

dengan posisi pengukuran dilakukan pada poros rotor, bisa menggunakan

tachometer analog dan tachometer digital.

2.4.4. Pengujian emisi gas buang

Pengujian emisi gas buang berfungsi untuk mengetahui kadar keluaran

emisi gas buang yang di toleransi sesuai dengan ambang batas. Komposisi

dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis

mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang

membuat pola emisi menjadi rumit. (Saputra, 2008).

Pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin

maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya

karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari

knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak

terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin.

Uji emisi kendaraan bermotor menggunakan gas analyzer pada

kondisi idle (tanpa beban) sesuai dengan Peraturan Menteri Negara

lingkungan hidup No 05 tahun 2006. Pengujian dengan cara menghisap gas

buang kendaraan bermotor ke dalam alat uji gas analyzer, kemudian diukur

kandungan gas monoksida dan hidrokarbon dengan memasukan sensor

pengukur kedalam knalpot yang bisa dilihat pada Gambar 2.6 dibawah ini.

21

Gambar 2.6. Pengujian emisi gas buang kendaraan

Komposisi dan perilaku gas buang kendaraan bermotor pada keadaan

ideal, komposisi campuran bahan bakar pada kondisi stoikoimetrik (AFR = 14,7 )

dan pembakaran yang terjadi adalah pembakaran sempurna akan menghasilkan

emisi gas buang yang mengandung karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan

nitrogen (N2). Dalam kondisi aktual, mesin kendaraan bermotor desain untuk

komposisi campur bahan bakar miskin (lean mixture), contoh pada kondisi AFR

12,5 untuk menghidupkan mesin kendaraan bermotor pada saat dingin dan

menghasilkan daya maksimal selama kendaraan berakselerasi.

Proses pembakaran pada kendaraan bermotor hampir tidak pernah

berlangsung dengan sempurna, sehingga emisi gas buang yang dihasilkan juga

mengandung karbonmonoksida (CO), sisa bahan bakar yang tidak ikut terbakar

(hidrokarbon), hidrogen dan beberapa senyawa oksigen (oksida) seperti NOx

dengan konsentrasi yang berbeda-beda, tergantung dari kondisi campuran bahan

bakar. Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia.

Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi

mengemudi, jenis mesin dan alat pengendali emisi bahan bakar. Suhu operasi dan

faktor lain yang semuanya ini yang membuat pola emisi menjadi rumit.

Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan

bakar bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja. Hanya berbeda

proporsinya perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari

knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak

terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin (Supraptono, 2004).

Walaupun gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa

yang tidak berbahaya seperti nitrogen, karbon dioksida, tapi di dalamnya

terkandung juga senyawa lain dengan jumlah yang cukup besar yang dapat

membahayakan gas buang membahayakan kesehatan maupun lingkungan. Bahan

pencemar yang terutama terdapat di dalam gas buang kendaraan bermotor adalah

karbonmonoksida (CO), berbagai senyawa hidrokarbon, berbagai senyawa

22

nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx), dan partikulat debu termasuk timbel (Pb).

Bahan bakar tertentu hidrokarbon dan timbel organik, di lepaskan ke udara karena

adanya penguapan dari sistem bahan bakar. Lalu lintas kendaraan bermotor, juga

dapat meningkatkan kadar partikular debu yang berasal dari permukaan jalan,

komponen ban dan rem.

Pada negara-negara yang memiliki standar emisi gas buang kendaraan

yang ketat, ada 5 unsur dalam gas buang kendaraan yang akan diukur yaitu

senyawa HC, CO, CO2, O2 dan senyawa NOx. Sedangkan pada negara-negara

yang standar emisinya tidak terlalu ketat, hanya mengukur 4 unsur dalam gas

buang yaitu senyawa HC, CO, CO2 dan O2 (Satudju, Dj, 1991).

a). Karbon monoksida (CO)

Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbonmonoksida di

berbagai perkotaan. Data mengungkapkan bahwa 60% pencemaran udara di

Jakarta di sebabkan karena benda bergerak atau transportasi umum yang berbahan

bakar solar terutama berasal dari Metromini. Formasi CO merupakan fungsi dari

rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses pembakaran di dalam ruang

bakar mesin diesel. Percampuran yang baik antara udara dan bahan bakar

terutama yang terjadi pada mesin-mesin yang menggunakan Turbocharger

merupakan salah satu strategi untuk meminimalkan emisi CO. Karbon monoksida

yang meningkat di berbagai perkotaan dapat mengakibatkan turunnya berat janin

dan meningkatkan jumlah kematian bayi serta kerusakan otak. Karena itu strategi

penurunan kadar karbon monoksida akan tergantung pada pengendalian emisi

seperti penggunaan bahan katalis yang mengubah bahan karbon monoksida

menjadi karbon dioksida dan penggunaan bahan bakar terbarukan yang rendah

polusi bagi kendaraan bermotor.

b). Hidrokarbon (HC)

Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas

buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang

bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna,

maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air

23

(H2O). Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin atau AFR sudah

tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin yang mendekati ideal, tetapi

tetap saja sebagian dari bensin tetap dapat bersembunyi dari api saat terjadi proses

pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi. Untuk

mobil yang tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter (CC), emisi HC yang

dapat ditolerir adalah 500 ppm dan untuk mobil yang dilengkapi dengan CC,

emisi HC yang dapat ditolerir adalah 50 ppm. Emisi HC ini dapat ditekan dengan

cara memberikan tambahan panas dan oksigen diluar ruang bakar untuk

menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi oksigen tepat setelah exhaust port

akan dapat menekan emisi HC secara drastis. Saat ini, beberapa mesin mobil

sudah dilengkapi dengan electronic air injection reaction pump yang langsung

bekerja saat cold-start untuk menurunkan emisi HC sesaat sebelum CC mencapai

suhu kerja ideal.

Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan penyebabnya

yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR terlalu kaya dan bensin tidak terbakar dengan

sempurna di ruang bakar. Apabila mobil dilengkapi dengan CC, maka harus

dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap CC dengan cara mengukur

perbedaan suhu antara inlet CC dan outletnya. Seharusnya suhu di outlet akan

lebih tinggi minimal 10% daripada inletnya.

Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap tinggi, maka hal ini

menunjukkan gejala bahwa AFR yang tidak tepat atau terjadi misfire. AFR yang

terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi. Ini bisa disebabkan

antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan karburator tidak tepat, filter

udara yang tersumbat, sensor temperatur mesin yang tidak normal dan AFR

terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure yang terlalu rendah dapat

membuat butiran bensin menjadi terlalu besar untuk terbakar dengan sempurna

dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi tinggi.

Apapun alasannya, AFR yang terlalu kaya juga akan membuat emisi CO

menjadi tinggi dan menyebabkan outlet dari CC mengalami overheat, tetapi CO

dan HC yang tinggi juga bisa disebabkan oleh rembasnya pelumas ke ruang bakar.

Apabila hanya HC yang tinggi, maka harus ditelusuri penyebab yang membuat

24

ECU memerintahkan injektor untuk menyemprotkan bensin sedikit sehingga AFR

terlalu kurus yang menyebabkan terjadinya intermittent misfire. Pada mobil yang

masih menggunakan karburator, penyebab misfire antara lain adalah kabel busi

yang tidak baik, timing pengapian yang terlalu mundur, kebocoran udara disekitar

intake manifold atau mechanical problem yang menyebabkan angka kompresi

mesin rendah.

Untuk mobil yang dilengkapi dengan sistem EFI dan CC, gejala misfire ini

harus segera diatasi karena apabila didiamkan, ECU akan terus menerus berusaha

membuat AFR menjadi kaya karena membaca bahwa masih ada oksigen yang

tidak terbakar ini. Akibatnya CC akan mengalami overheat.

c). Karbondioksida (CO2)

Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran

di ruang bakar. Semakin tinggi maka semakin baik. Saat AFR berada di angka

ideal, emisi CO2 berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila AFR terlalu kurus atau

terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara drastis. Apabila CO2 berada

dibawah 12%, maka kita harus melihat emisi lainnya yang menunjukkan apakah

AFR terlalu kaya atau terlalu kurus. Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini

hanya ruang bakar dan CC. Apabila CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal,

menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe.

d). Oksigen (O2)

Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik

dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna,

maka kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap

molekul hidrokarbon. Dalam ruang bakar, campuran udara dan bensin dapat

terbakar dengan sempurna apabila bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung

secara sempurna. Kondisi ini memungkinkan molekul bensin dan molekul udara

dapat dengan mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses

pembakaran. Untuk ruang bakar tidak sempurna melengkung dan halus

25

memungkinkan molekul bensin seolah-olah bersembunyi dari molekul oksigen

dan menyebabkan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna.

Untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan udara

atau oksigen untuk memastikan bahwa semua molekul bensin dapat “bertemu”

dengan molekul oksigen untuk bereaksi dengan sempurna. Ini berarti AFR 14,7:1

(lambda = 1.00) sebenarnya merupakan kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang

menyebabkan oksigen dalam gas buang akan berkisar antara 0.5% sampai 1%.

Pada mesin yang dilengkapi dengan CC, kondisi ini akan baik karena membantu

fungsi CC untuk mengubah CO dan HC menjadi CO2. Mesin tetap dapat bekerja

dengan baik walaupun AFR terlalu kurus bahkan hingga AFR mencapai 16:1.

Tapi dalam kondisi seperti ini akan timbul efek lain seperti mesin cenderung

knocking, suhu mesin bertambah dan emisi senyawa NOx juga akan meningkat

drastis.

Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 1.2% atau

lebih kecil bahkan mungkin 0%. Tapi kalau konsentrasi oksigen mencapai 0%. Ini

menunjukkan bahwa semua oksigen dapat terpakai semua dalam proses

pembakaran dan ini dapat berarti bahwa AFR cenderung kaya. Dalam kondisi

demikian, rendahnya konsentrasi oksigen akan berbarengan dengan tingginya

emisi CO. Apabila konsentrasi oksigen tinggi dapat berarti AFR terlalu kurus tapi

juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Apabila dibarengi dengan tingginya

CO dan HC, maka pada mobil yang dilengkapi dengan CC berarti CC mengalami

kerusakan. Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan CC, bila oksigen terlalu

tinggi dan lainnya rendah berarti ada kebocoran di exhaust system. Berikutnya

adalah Tabel 2.6 Kondisi mesin berdasarkan kombinasi emisi gas buang, Tabel

2.7 Kondisi mesin berdasarkan performa mesin dan, Tabel 2.8. Emisi gas buang

terhadap kondisi dan gangguan mesin.

Tabel 2.6. Kondisi mesin berdasarkan kombinasi emisi gas buang

(www.saft7.com)

26

Tabel 2.7. Kondisi mesin berdasarkan performa mesin (www.saft7.com)

Tabel 2.8. Emisi gas buang terhadap kondisi dan gangguan mesin

(www.saft7.com)

27

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Diagram Alir Penelitian

Uraian langkah-langkah penelitian dapat dijabarkan ke dalam diagram alir

penelitian pada Gambar 3.1 sebagai berikut:

28

START

Persiapan bahan Studi literatur

Sepeda motor karisma 125 cc

Uji durasi kinerja Mesin Uji Temperatur Uji emisi gas buang

Pengujian Performa Mesin Sepeda Motor Supra 100 cc

Uji durasi kinerja Mesin Uji Temperatur Uji RPM Uji emisi gas buang

Pengujian Performa Mesin motor karisma 125 ccsetelah pakai peralatan HCS

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

3.1. Bahan dan Alat Penelitian

3.1.1. Bahan Penelitian

Material penelitian yang digunakan untuk pembuatan hydrocarbon crack

system (HCS) meliputi :

a. Pipa Tembaga

Bahan pipa tembaga dimanfaatkan sebagai pipa katalis pada Gambar

3.2 dengan diameter pipa 8 mm dan panjang 115 mm diisi aluminium oksida

29

Instalasi pemasangan komponen HCS ke Sepeda Motor karisma 125 cc cc

Selesai

Analisa data

Sepeda Motor karisma 125 ccKomponen HCS

Perbandingan antara sesudah dipasang HCS dan sebelum Dipasang HCS

Analisa dan kesimpulan

(Al2O3) pejal dengan diameter 7,5 mm. Tambahan pipa tembaga untuk

menyambung pipa katalis ke selang dengan diameter lebih kecil dari pipa

induk yaitu 3 mm.

Gambar 3.2. Pipa tembaga

b. Batang aluminium

Batang aluminium digunakan sebagai valve atau katup pengatur aliran

uap hidrokarbon dari tabung HCS. Batang aluminium berada didalam pipa

tembaga diffuser pipa HCS. Diameter batang aluminium 7 mm yang

ditunjukan pada Gambar 3.3 dengan seri 1000, memiliki kemurnian

aluminium 99 %.

Gambar 3.3. Batang Aluminium Diameter 7 mm seri 1000 (Siswandi, 2014)

c. Selang plastik

Untuk menyalurkan gas hidrokarbon dari penampung (reservoir)

pertamax menuju pipa katalis dan intake manipol menggunakan selang plastik

transparan dengan diameter 1 cm bisa dilihat pada Gambar 3.6. Harapanya

untuk aliran gas hidrokarbon bisa diamati aliranya.

30

Gambar 3.6. Selang plastik transparan

d. Reservoir

Reservoir digunakan untuk menampung pertamax dan gas hidrokarbon.

Reservoir yang digunakan yaitu reservoir radiator milik Honda jazz yang

diperlihatkan pada Gambar 3.7. Dengan memanfaatkan udara dari intake

manipol dihubungkan melalui selang plastik ke reservoir menimbulkan

gelembung udara pada pertamax. Gelembung-gelembung memacu

terbentuknya gas hidrokarbon yang dialirkan ke pipa katalis untuk dipecahkan

menjadi unsur H dan C.

Gambar 3.7. Reservoir radiator Honda Jazz

e. Kran Plastik

Mengatur deb1it aliran gas hidrokarbon menggunakan kran plastik yang

digunakan pada peralatan akuarium (Gambar 3.8). Ritme aliran gas

berpengaruh terhadap kinerja mesin, semakin besar aliran gas semakin tinggi

dari nilai oktan menjadikan akselerasi lebih tinggi tetapi boros. Maka perlu

diatur pembukaan kran untuk mencari nilai oktan yang paling optimal tapi

tidak boros.

31

Gambar 3.8. Kran plastik pada akuarium

f. Klem selang

Klam selang digunakan untuk mengeklem atau mengikat selang plastik

dengan pipa katalis atau pipa katalis dengan intake manipol. Klem selang

ditunjukan pada Gambar 3.9. Harapan yang dicapai supaya gas hidrokarbon

tidak bocor pada sambungan karena akan mengurangi efeseinsi performa.

Gambar 3.9. Klam selang

3.1.2. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan dan pengujian HCS yaitu :

a. Sepeda motor karisma 125 cc

Dengan menggunakan sepeda motor karisma 125 cc engine standart

onderdil masih dalam keadaan standart Alasan ini yang menjadikan sepeda

motor karisma 125 cc dijadikan alat penelitian. Untuk kondisi sepeda motor

karisma 125 cc normal dan belum ada modifikasi pada mesin.

32

b. Cutting Copper Tubing

Proses pemotongan pipa tembaga dengan menggunakan pemotong pipa

atau tubing cutter (Gambar 3.10). Pemotong pipa tembaga (tubing cutter)

digunakan agar potongan menjadi rata dan pipa tetap bulat serta tidak ada

retakan, hal ini penting agar pada saat pipa di flare atau di swage pipa tidak

pecah dan hasilnya baik.

Gambar 3.10. Cutting copper tubing

c. Bending Copper Tubing

Bending copper tubing adalah proses untuk membengkokkan pipa

tembaga lunak dengan menggunakan tube bender agar diperoleh hasil

bengkokkan yang tepat dan rapi yang ditunjukan pada Gambar 3.11.

Pemakaian tube bender juga dapat menghindarkan pipa menjadi gepeng atau

rusak pada saat pipa dibengkokkan.

33

Gambar 3.11. Bending copper tubing

d. Brazing Copper Tubing

Alat ini digunakan untuk untuk menyambung pipa atau menutup

kebocoran. Pipa yang akan disambung biasanya dipanaskan di atas temperatur

material pengisi tetapi masih dibawah titik leleh material pipa (antara 600–

800oC). Material pengisi yang umum digunakan adalah perak.

e. Stopwatch

Untuk mengetahui waktu kinerja mesin yang belum dipasang HCS dan

sesudah dipasang dengan mengetahui rasio 50 mililiter berapa menit

menggunakan stopwatch atau jam.

f. Termokopel

Temperatur mesin berpengaruh terhadap kinerja, sehingga dengan

pemakian HCS menjadikan mesin lebih dingin. Untuk pengujian temperatur

menggunakan termokopel kerena penggunaan lebih mudah dan lebih

sederhana. Temperatur yang di uji pada head silinder, silinder dan bagian

bawah silinder. Pengujian dilakukan dilaboratorium teknik mesin UNIMUS

Semarang.

g. Tachometer

Untuk mengukur putaran mesin penggerak atau kecepatan putaran

motor sebelum dan memakai dipasang HCS menggunakan tachometer. Kondisi

pengujian pada keadaan idle atau tanpa beban untuk mengetahui berapa rpm

stasioner. Uji rpm mesin dilakukan dilaboratorium teknik mesin UNIMUS.

j. Gas Analyzer

Gas Analyzer (Gambar 3.14) pada penelitian ini diguna karisma kan

untuk mengetahui pengaruh pemakian HCS pada sepeda motor karisma 125 cc

34

dari segi emisi gas buang. Pengujian dilakukan di laboratorium produksi

Teknik Mesin UNIMUS. Sensor gas dimasukan didalam knalpot sepeda motor

dan hasil dari uji kadar emisi gas langsung bisa di printout dalam mesin gas

analyser untuk mengetahui hasilnya.

Gambar 3.14. Gas analyzer Stargas 898 (www.indonetwork.co.id)

3.2. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

3.2.1 Prosedur pembuatan pipa katalis HCS

Langkah-langkah pembuatan pipa katalis HCS sebagai berikut :

1. Panjang dari pipa katalis adalah 115 mm dengan diameter 8 mm.

2. Pemotongan pipa katalis dengan tubing cutter diukur sesuai dengan

kebutuhan sedangkan pembekokannya menggunakan bending copper

tubing.

3. Untuk panjang dari batang aluminium adalah 50 mm dan diameter 7,5

mm

4. Apabila semua sudah masuk kedalam pipa katalis, untuk ujung-ujung pipa

disambung dengan pipa tembaga dengan diameter 3 mm sekaligus

disempitkan ujung-ujungnya untuk dilakukan pengelasan.

5. Pengelasan menggunakan brazing copper tubing dengan pengisi las dari

perak.

6. Pemeriksaan pipa katalis untuk mengetahui kebocoran pipa.

35

Gambar 3.12. Desain pipa katalis

3.2.2 Prosedur Pemasangan Peralatan HCS

Langkah-langkah pemasangan peralatan HCS pada sepeda motor karisma

125 cc sebagai berikut :

1. Persiapan perlengkapan komponen HCS yang akan di pasang pada sepeda

motor karisma 125 cc.

2. Pemasangan reservoir untuk menampung pertamax.

3. Untuk pipa katalis diikatkan pada exhaust manipol yang disalurkan selang

plastik menuju reservoir pertamax dan intake manipol.

4. Kran plastik diletakan pada saluran udara yang masuk ke reservoir

pertamax dan juga pada saluran menuju intake manipol untuk mengatur

gas hidrokarbon yang masuk ke kalbulator.

5. Sambungan antara selang plastik dengan pipa katalis, kran plastik,

reservoir pertamax dan yang menuju intake manipol perlu diikat dengan

klem selang untuk mengindari kebocoran.

6. Gunakan twist tie cable atau pengikat kabel untuk merapikan selang plastik

supaya instalasi HCS lebih rapi dan aman.

7. Cek kondisi selang plastik, sambungan dan pipa katalis untuk mengatahui

kebocoran.

8. Hidupkan mesin dan dilanjutkan pengujian mesin.

3.2.3 Prosedur Pengujian pada penelitian.

36

Pengujian yang dilakukan setelah pemasangan peralatan HCS pada sepeda

motor karisma 125 cc sebagai berikut :

1. Pengujian waktu kinerja mesin

Pengujian dilakukan dengan mengetahui waktu kinerja mesin. Dengan

mengisi tabung kecil yg berisi 50 mililiter bensin dapat hidup berapa

menit. Dengan menggunakan variable rpm yang berbeda-beda sebanyak 3

kali Untuk alat yang dipakai yaitu stopwatch.

2. Pengujian temperatur mesin.

Temperatur mesin dapat diketahui menggunakan termokopel, dengan

menempelkan sensor panas pada exhaust manifold mesin dan langsung

terdeteksi temperaturnya pada display termokopel.

3. Pengujian revolutions per minute (RPM) pada mesin.

Putaran mesin per menit diukur menggunakan tachometer dengan

menempelkan ujung sensor pada putaran engkol. Hasil langsung bisa

dilihat pada display tachometer.

4. Pengujian emisi gas buang.

Emisi gas buang untuk mengetahui unsur Co yang sangat berbahaya kalau

melebihi ambang batas. Untuk mengetahui unsur-unsur pada gas buang

knalpot menggunakan gas analyser dengan cara memasukan stik sensor

pada lubang knalpot. Hasil dari pengujian emisi gas buang dapat langsung

di printout.

3.3. Variabel Penelitian

3.3.1. Variabel Bebas

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan parameter

penghematan bakan bakar yang didasarkan pada volume pertamax, diameter dan

panjang pipa katalis. Adapun variabel bebas yang digunakan ada 3 yaitu :

1. Volume pertamax yaitu 500 ml per sekali percobaan

37

2. Fariasi perbedaan rpm idel, 1500, 2000

3.3.2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat

karena adanya variabel bebas (Rochim, 2001). Dengan kata lain ada atau tidaknya

variabel terikat tergantung adanya atau tidaknya variabel bebas. Dalam penelitian

ini variabel terikatnya adalah:

1. Uji waktu kinerja mesin

2. Uji temperatur mesin.

3. Uji revolutions per minute (RPM)

4. Uji emisi gas buang

3.4 Analisis Data

a. Tahap I: Analisa pengujian sebelum dipasang HCS pada sepeda motor karisma

125 cc

b. Tahap II: Pemasangan HCS pada sepeda motor karisma 125 cc.

Pemasangan HCS pada motor memiliki variabel yang berbeda yaitu variable

rpm mesin sepeda motor Variabel itu disajikan pada Tabel 3.2 berikut ini:

d. Tahap III: Proses pengujian peralatan HCS.

Pada tahap ini pengujian sepeda motor dengan peralatan HCS dilakukan untuk

memperoleh data penelitian dengan variabel yang berbeda-beda untuk dibuat

analisa penelitian.

e. Tahap IV: Studi Komparasi dengan variabel sebelum dan sesudah pemasangan

peralatan HCS.

Pada tahap ini dilakukan analisa perbandingan penghematan bahan bakar dari

beberapa pengujian berdasarkan hasil data pengujian. Data yang diperoleh akan

dianalisa secara statik untuk mengetahui pengaruh perbedaan, yang selanjutnya

dianalisis dengan metode deskriptif analisis.

Tabel 3.2. Pembuatan pipa katalis dan pengujian setelah dipasang HCS

Tahap Pengujian I II

Volume pertamax (liter) 500 ml

38

Tanpa KatalisPanjang pipa katalis

(mm)115 mm

Radial per menit (RPM) idel 1500 2000 idel 1500 2000

Pengujian

1. Uji waktu kinerja mesin

2. Uji temperatur mesin.

3. Uji emisi gas buang

1. Uji waktu kinerja mesin

2. Uji temperatur mesin.

3. Uji emisi gas buang

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian dan pembahasan yang akan diuraikan meliputi: waktu

performa mesin, temperatur, emisi gas buang, dan kecepatan putaran mesin. Ini

akan dibahas satu persatu pada bab ini.

39

4.1 Waktu Performa Mesin

4.1.1 Hasil waktu performa mesin pada putaran idle atau 900 Rpm

Hasil pengujian waktu performa mesin sepeda motor pada putaran idle

atau 900 rpm menggunakan bahan bakar premium 500 ml pada sepeda motor

karisma 125 cc dengan variabel tanpa dan menggunakan pipa katalis juga volume

pertamax pada tabung reservoir yang disajikan pada Tabel 4.1. Sebelum

menggunakan pipa katalis HCS waktu performa mesin 14:01 menit.

Tabel 4.1. Hasil waktu performa mesin pada putaran idle atau 900 rpm

Pengujian

Putaran Mesin Idle / 900 rpm

Tanpa HCS Menggunakan HCS

Waktu Performa (menit) Waktu Performa (menit)

1 13,56 16.1

2 13,59 16.55

3 14.01 17.18

Nilai rata2 14.01 16.61

Setelah dipasang pipa katalis HCS dengan panjang pipa 115 mm, sepeda

motor mengalami kenaikan waktu performa mesin sebesar 2:60 menit. Grafik

dari waktu peforma mesin kami sajikan pada gambar 4.1

Gambar 4.1. Grafik waktu performa mesin pada putaran idle / 900 rpm

4.1.2 Hasil waktu performa mesin pada putaran 1500 rpm

40

Hasil pengujian waktu performa mesin pada putaran 1500 rpm

menggunakan bahan bakar premium 50 ml pada sepeda motor karisma 125 cc

dengan variabel tanpa dan menggunakan pipa katalis serta volume pertamax

tangki reservoir konstan 500 ml, bagaimana disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil waktu performa mesin pada putaran 1500 rpm

Pengujian

Putaran Mesin 1500 rpm

Tanpa HCS Menggunakan HCS

Waktu Performa (menit) Waktu Performa (menit)

1 9.17 13.04

2 11.53 13.14

3 10.28 13.16

Nilai rata-rata 10.3 13.11

Berbeda dengan putaran mesin idle, pada putaran mesin 1500 rpm waktu

performa mesin mengalami penurunan. Sedangkan tanpa menggunakan pipa

katalis waktu performa mesin 10:3 menit (615detik). Setelah dipasang pipa katalis

dengan panjang 115 mm, diameter 8 mm dan volume pertamax 500 ml

mengalami peningkatan 03:08 menit Ini bisa dilihat di grafik pada Gambar 4.2,

Gambar 4.2. Grafik waktu performa mesin pada putaran 1500 rpm

4.1.3 Hasil waktu performa mesin pada putaran 2000 rpm

41

Hasil pengujian waktu performa mesin pada putaran 2000 rpm

menggunakan bahan bakar premium 50 ml pada sepeda motor karisma 125 cc

dengan variabel tanpa dan menggunakan pipa katalis juga volume pertamax

konstan pada 500 cc pada tangki reservoir diperlihatkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil waktu performa mesin pada putaran 2000 rpm

Pengujian

Putaran Mesin 2000 rpm

Tanpa menggunakan

HCSMenggunakan HCS

Waktu Performa (menit) Waktu Performa (menit)

1 7.47 10.11

2 7.58 10.54

3 8.01 11.09

Rata-rata 7.7 10.58

Berbeda dengan putaran mesin 1500 rpm, pada putaran mesin 2000 rpm

waktu performa mesin mengalami penurunan lagi. Tanpa menggunakan pipa

katalis waktu performa mesin 7:7 menit (462 detik). Setelah dipasang pipa katalis

dengan panjang 115 mm, diameter 8 mm dan volume pertamax pada tabung

reservoir 500 ml mengalami peningkatan 03:51 menit, bagaimana di grafik pada

Gambar 4.3..

Gambar 4.3. Grafik waktu performa mesin pada putaran 2000 rpm

4.1.4 Pembahasan waktu performa mesin

42

Terjadi perbedaan yang signifikan sebelum dan setelah dipasang pipa katalis

HCS. Sebelum dipasang pipa katalis HCS, waktu performa mesin sangat pendek,

baik pada putaran mesin 900 rpm, 1500 rpm, maupun 2000 rpm dengan durasi

14:01 menit, 10:3 menit, dan 7:7 menit. Waktu performa mesin sangat pendek

disebabkan BBM yang dipakai memiliki nilai oktan rendah yaitu oktan 82.

Semakin tinggi nilai oktan yang digunakan, semakin besar tenaga kendaraan yang

akan dihasilkan dan konsumsi BBM rendah (Supraptono, 2004).

Penambahan pipa katalis HCS dan 500 ml volume pertamax pada tabung

reservoir akan meningkatkan waktu performa mesin, baik pada putaran mesin 900

rpm, 1500 rpm, maupun 2000 rpm. Ini bisa dilihat pada grafik pada Gambar 4.4.

Meningkatnya kandungan hidrokarbon BBM dikarenakan suplay dari uap

pertamax ditangki reservoir. Bahan bakar sepeda motor menggunakan premium

dengan rumus kimia C8H18 di tambah uap pertamax lagi dari uap ditangki.

Menjadikan kandungan bahan bakar memiliki nilai oktan tinggi, daya mesin yang

lebih besar dan komsumsi bahan bakar rendah (Supraptono, 2004). Pertamax

dalam tangki reservoir bakar mengalami penguapan rata-rata 3 % / jam, kalau

dimanfaatkan uapnya dapat menghemat bahan bakar yang signifikan, dan

meningkatkan daya sepeda motor (Ikhsan, 2010)

Rpm 900 rpm 1500 Rpm 20000

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Tanpa HCS

Dengan HCS

Putaran Mesin (Rpm)

Wak

tu (M

enit)

43

Gambar 4.4. Grafik hasil waktu performa mesin

4.2 Temperatur Mesin

4.2.1 Hasil temperatur mesin pada putaran idle

Hasil pengujian temperatur mesin pada putaran idle,1500, dan 2000 Rpm

pada sepeda motor karisma 125 cc. Pengujian temperatur setelah sepeda motor di

running selama 10 menit dengan spot di bodi mesin. Variabel pengujian tanpa dan

menggunakan pipa katalis juga volume pertamax tangki reservoir konstan pada

500 ml. Setiap 2 menit dilakukan pengujian yang disajikan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Hasil pengujian temperature mesin pada putaran idel, 1500,

2000 rpm

Hasil ujiSuhu Tanpa HCS (O0) Suhu Menggunakan HCS (O0)

RPM RPM

Idel 1500 2000 Idel 1500 2000

1 129 252 310 154 240 265

2 136 260 343 157 250 270

3 147 262 348 162 255 275

Rata-rata 137.3 258 333.7 157.7 248.3 270

4.2.2 Pembahasan Temperatur Mesin

Temperatur mesin baik pada putaran 900 rpm, 1500 rpm, maupun 2000 rpm

tanpa menggunakan pipa katalis HCS memiliki temperatur mesin paling tinggi.

Karena BBM yang dipakai jenis premium oktan 82 dengan rumus kimia C8H18.

Seharusnya sepeda motor karisma 125 cc memiliki perbandingan kompresi 9:1

menggunakan bahan bakar pertamax (Wibisono., 2002). Nilai oktan

mempengaruhi pembakaran mesin. Pada sepeda motor karisma 125 cc ini

mengalami pembakaran tidak sempurna, dimana nyala api dari pembakaran ini

tidak menyebar secara merata dan menyebabkan knocking sehingga temperatur

mesin tinggi (Suyanto, 1989). Knocking terjadi karena bahan bakar mudah

terbakar sebelum piston naik sampai TMA disebabkan tekananan dan temperatur

mesin (Arismunandar, 2005).

44

Setelah dipasang pipa katalis HCS menyebabkan temperatur mesin rendah,

dikarenakan suplay uap premium dari tangki menjadikan bahan bakar menjadi

kaya hidrogen dan karbon. Dengan naiknya kandungan hidrogen dan karbon

menjadikan nilai oktan bertambah (Ikhsan, 2010). Nilai oktan tinggi dan rasio

kompresi tinggi memperoleh efisiensi yang optimal tanpa detonasi (knocking) dan

pembakaran menjadi sempurna (Supraptono, 2004). Pembakaran sempurna

menjadikan bahan bakar dapat terbakar seluruhnya dan mesin menjadi dingin,

secara tidak langsung temperatur mesin rendah (Suyanto, 1989). Exhaust knalpot

berdekatan dengan bodi mesin. Temperatur mesin naik otomatis bodi exhaust

knalpot temperaturnya juga naik. Exhaust knalpot dimanfaatkan untuk

memanaskan pipa katalis HCS. Semakin panas dan semakin luas permukaan pipa

katalis HCS menjadikan hidrogen dan karbon menjadi lebih murni tanpa

kandungan H2O karena reaksi pipa katalis berlangsung pada suhu 250oC (Mc

Ketta, 1978).

4.3 Uji Emisi Gas Buang

4.3.1 Hasil uji emisi gas buang pada putaran idle atau 900 rpm

Hasil uji emisi gas buang pada putaran 900, 1500 atau 2000 rpm

menggunakan bahan bakar premium 50 ml pada sepeda motor karisma 125 cc

dengan variabel tanpa dan menggunakan pipa katalis juga volume pertamax

konstan 500 ml disajikan pada Tabel 4.8. Pengujian dilakukan setelah sepeda

motor running 10 menit.

Tabel 4.8 Hasil uji emisi gas buang putaran 900 rpm

Unsur 900 rpm tanpa HCS 900 rpm Menggunakan HCS

Pengujian   Pengujian1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rata

45

Co (%) 5.84 5.67 5.91 5.80 4.86 4.9 4.28 4.68HC (ppm)

1148 1196 1100 980 987 964 989 980

CO2 (%)

6.21 6.32 6.19 6.24 8.2 8.5 8.5 8.4

O2 (%) 9.31 9.52 9.94 9.59 7.92 7.53 7.41 7.62

Lambda

1,2611,03

41,12

01,138 1,345 1,356 1,458 1,386

AFR 20.6421.1

221.3

221.02 18.79 19.35 19.67 19.27

Unsur gas buang yang di uji meliputi Karbon monoksida (Co),

Hidrokarbon (HC), Karbondioksida (CO2), Oksigen (O2), lambda. Terjadi

perbedaan unsur gas sebelum dan setelah dipasang pipa katalis HCS pada sepeda

motor karisma 125 cc. Diharapkan unsur ini masih dibawah ambang batas emisi

yang diizinkan.

4.3.2 Hasil uji emisi gas buang pada putaran 1500 rpm

Tabel 4.9 Hasil uji emisi gas buang putaran 1500 rpm

Unsur 1500 rpm tanpa HCS 1500 rpm Menggunakan HCSPengujian rata-

rataPengujian rata-

rata1 2 3 1 2 3Co (%) 5.55 2.23 2.11 3.29 2.93 2.85 2.67 2.81HC (ppm)

566 540 512 539 394 374 344 370

CO2 (%) 7.23 7.53 7.91 7.55 7.83 7.96 8.32 8.03

O2 (%) 7.63 7.52 7.73 7.62 6.54 5.67 5.23 5.81

Lambda 1,210 1,236 1,170 1,20 1,321 1,256 1,324 1,30AFR 19,12 18,90 19,08 19,03 18,60 18,531 18,31 18,48

46

Hasil uji emisi gas buang pada putaran 1500 rpm menggunakan bahan

bakar premium 50 ml dan 500 ml pada tabung reservoir sepeda motor honda

karisma 125 cc dengan variabel tanpa dan menggunakan pipa katalis serta volume

pertamax 500 ml pada tangki reserfoir ditampilkan pada Tabel 4.9.

4.3.3 Hasil uji emisi gas buang pada putaran 2000 rpm

Hasil uji emisi gas buang pada putaran 2000 rpm menggunakan bahan

bakar premium 50 ml dan 500 ml pada tabung reservoir sepeda motor honda

karisma 125 cc dengan variabel tanpa dan menggunakan pipa katalis juga volume

pertamax pada tangki reserfoir ditampilkan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10 Hasil uji emisi gas buang putaran 2000 rpm

Unsur 2000 rpm tanpa HCS 2000 rpm Menggunakan HCSpengujian   Pengujian

1 2 3 rata-rata 1 2 3 rata-rataCo (%) 5.35 5.42 5.53 5.43 4.29 4.38 4.32 4.33HC (ppm) 389 395 397 393.66 346 371 362 359.66

CO2 (%) 7.96 8.64 8.83 8.47 9.42 9.51 9.27 9.4

O2 (%) 5.79 5.67 5.42 5.62 3.71 3.62 3.65 3.66

Lambda 807 906 874 862 1,025

1,460 1,263 1,249

AFR13,0

212,9

813,1

513,05 15,1

115,63 15,74 15,49

4.3.4 Pembahasan Emisi Gas Buang

Negara Indonesia memiliki standar emisi yang tidak ketat, hanya

mengukur 4 unsur dalam gas buang yaitu senyawa HC, CO, CO2 dan O2 (Satudju,

Dj, 1991). Melihat hasil pengujian diatas, terjadi berbedaan yang signifikan pada

unsur emisi gas buang sebelum dan setelah dipasang pipa katalis HCS. Sebelum

menggunakan pipa katalis HCS unsur emisi gas buang banyak yang tidak masuk

standar emisi gas buang yang diizinkan, tetapi setelah dipasang pipa katalis HCS,

47

banyak unsur emisi gas buang sudah masuk standar. Berikut ini pembahasan

unsur-unsur yang telah diuji dengan gas analyser.

a. Karbonmonoksida (CO)

Karbon Monoksida (CO) merupakan hasil dari pembakaran yang tidak

tuntas yang disebabkan karena tidak seimbangnya jumlah udara pada rasio

udara – bahan bakar (AFR). Nilai CO berdasarkan batas emisi gas buang yang

diizinkan maksimal 4,5% (Witoelar, 2006). Hasil pengujian menunjukan

bahwa sebelum menggunakan pipa katalis HCS kandungan Co sebesar 5,80 %

pada putaran 900, pada putaran 2000 rpm mengalami penurunan 5,43 % yang

diterangkan pada Gambar 4.9. Unsur Co tanpa katalis masih diatas nilai

ambang batas yang diizinkan. Ini dikarenakan rasio udara – bahan bakar (AFR)

sangat miskin atau campuran kaya dan nilai oktan rendah, sehingga sulit

terbakarnya bahan bakar (Mustafa, 2012). Penyebab lainya pada kegagalan

sistem pengapian dan kebocoran pada saluran air flow sensor dan throttle body

(www.soft7.com).

Gambar 4.9. Hasil Pengujian unsur karbon monoksida (Co)

48

1500 ml

1000 ml

Tanpa

Katalis

100 mm

150

mm

200

mm

100 mm

150

mm

200

mm

Setelah dipasang pipa katalis HCS terjadi penurunan kandungan unsur

Co, baik pada kecepatan 900 rpm, 1500 rpm maupun 2000 rpm.. Pipa katalis

100 mm kecepatan 900 rpm kandungan Co sebesar 4,68 % terjadi penurunan

24 %. Hasil Co yang paling baik pada putaran 2000 rpm. Suplay uap premium

dari tangki bahan bakar ke intake manifold menjadikan nilai oktan meningkat,

apalagi ditambah ruang volume tangki reserfoir yang besar, ini mampu

meningkatkan jumlah unsur hidrogen dan karbon. Nilai oktan yang tinggi

menjadikan pembakaran sempurna dan nilai AFR ideal (Supraptono, 2004).

Untuk hasil pengujian karbonmonoksida terhadap AFR ditampilkan pada

Gambar 4.10, yang paling ideal pada pipa katalis 100 mm dan volume

premium 500 ml baik pada putaran 900 rpm, 1500 rpm maupun 2500 rpm.

Nilai AFR yang ideal 14,7 akan mengurangi emisi gas buang khusunya unsur

karbomonoksida (Witoelar, 2006). Kelebihan karbonmonoksida bisa

diakibatkan dari filter kotor, choke rusak, kaburator masalah dan setting

pelampung terlalu tinggi (www.soft7.com).

Gambar 4.10. Hasil Pengujian karbon monoksida (Co) Terhadap AFR

b. Hidrokarbon (HC)

Hidrokarbon (HC) disebabkan adanya bensin yang tidak terbakar dan

terbuang bersama sisa pembakaran (Satudju, Dj, 1991). Nilai HC pada sepeda

49

motor tanpa katalis sangat besar. Pada putaran 900 rpm sebesar 1.864 ppm,

1500 rpm sebesar 576 ppm, dan 2000 rpm sebesar 396 ppm. Setelah dipasang

pipa katalis dengan panjang 100 mm dan volume premium 1000 ml pada

kecepatan 900 rpm mengalami penurunan HC sebesar 1636 ppm, pipa katalis

150 mm sebesar 1598 ppm dan pipa katalis 200 mm sebesar 1443 ppm yang

ditampilkan pada Gambar 4.11. Emisi HC yang dapat ditolerir tanpa Catalic

Conventer (CC) adalah 500 ppm dan untuk sepeda motor yang dilengkapi

dengan CC, untuk emisi HC yang dapat ditolerir adalah 50 ppm (Witoelar,

2006). Hasil unsur HC baik tanpa pipa katalis dan menggunakan pipa katalis

masih jauh diatas nilai batas ambang yang diizinkan, sehingga sepeda motor ini

tidak lolos uji emisi gas buang.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 90

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

Hasil Pengujian Unsur Hidrokarbon (HC)

900 rpm1500 rpm2000 rpm

Pipa Katalis HCS

Kan

du

anga

n H

C (

pp

m)

Gambar 4.11. Hasil Pengujian unsur hidrokarbon (ppm)

Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan penyebabnya

yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR terlalu kaya dan pembakaran tidak

sempurna (Satudju, Dj, 1991). Setelah putaran mesin dinaikan menjadi 1500

samapi 2000 rpm kandungan HC mengalami penurunan. Pada pipa katalis 100

mm dan volume premium 1000 ml dan putaran mesin 2000 ppm menjadi 351

ppm, padahal sebelum diberi pipa katalis sebesar 398 ppm. Bertambahnya

50

Tanpa

Katalis

100 mm

150

mm

200

mm

100 mm

150

mm

200

mm

1500 ml1000 ml

panjang pipa katalis mengalami penurunan kadar HC. Pipa katalis 150 mm

sebesar 325 ppm dan Pipa katalis 200 mm sebesar 307 ppm. Untuk kandungan

HC yang paling rendah pada pipa katalis 200 mm dan volume premium 1000

ml sebesar 307 ppm. Kecepatan putaran mesin dapat menurunkan kandungan

HC karena loncatan busi yang frekuensinya lebih tinggi dan menjadikan

pembakaran sempurna (Arifuddin. 1999). Bertambahnya kandungan hidrogen

dan karbon juga menjadi faktor penurun HC (Supraptono, 2004).

AFR salah satu penyebab naiknya HC. Terlalu kaya atau terlalu miskin

sangat berpengaruh pada HC. Dari Gambar 4.12, AFR yang ideal berpengaruh

terhadap penurunan HC. AFR ideal pada pipa katalis 200 mm dan volume

premium 1000 ml pada putaran 900 rpm, 1500 rpm, maupun 2500 rpm.

Semakin miskin AFR, maka kandungan HC meningkat. HC yang paling tinggi

1864 ppm pada sepeda motor tanpa katalis. Seiring meningkatnya putaran

mesin yaitu 1500 dan 2000 rpm, HC semakin menurun.

14 15 16 17 18 19 20 21 22200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

Hasil Hidrokarbon (HC) Terhadap AFR

2000 rpm1500 rpm900 rpm

Air Fuel Ratio/ AFR

Hid

rok

arb

on (

HC

) p

pm

Gambar 4.12. Hasil Pengujian Hidrokarbona (HC) Terhadap AFR

51

200 mm

/1000 ml

200 mm

/1000 ml200 mm

/1000 ml

Tanpa katalis

Tanpa katalis

Tanpa katalis

200 mm

/1500 ml

200 mm

/1500 ml

200 mm

/1500 ml

c. Karbondioksida (CO2)

Emisi CO2 berkisar antara 12% sampai 15% yang diizinkan pemerintah

(Witoelar, 2006). Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses

pembakaran di ruang bakar. Hasil pengujian nilai karbodioksida pada

penelitian ditampilkan pada Gambar 4.13. Hasil pengujian unsur CO2 tanpa

pipa katalis pada putaran 900 rpm sebesar 5,98 % , 1500 rpm sebesar 7,44 dan

putaran 2000 rpm sebesar 8,55 %, setelah dipasang pipa katalis mengalami

kenaikan CO2 pada pipa katalis 100 mm dan putaran 900 rpm yaitu 9,94 %,

pipa katalis 150 mm sebesar 11,36 % dan pipa katalis 200 mm sebesar 12.98

%. CO2 yang paling tinggi pada putaran 2000 rpm yaitu 12,98 % pada pipa

katalis 200 mm dan volume premium 1000 ml. kecepatan putaran mesin

ditambah menjadi 1500 rpm dan 2000 rpm mengalami kenaikan kandungan

CO2. Pada pipa katalis 100 mm dan volume premium 1500 ml sebesar 9,32 %.

pipa katalis 150 mm sebesar 11,17% dan pipa katalis 200 mm sebesar 12,11%.

Bertambahnya volume premium dan pendeknya pipa katalis dapat menurunkan

kandungan CO2 (Arifuddin. 1999).

52

0 5 105.5

6.5

7.5

8.5

9.5

10.5

11.5

12.5

13.5

Hasil Pengujian Unsur Karbondioksida (Co2)

900 rpm1500 rpm2000 rpm

Pipa Katalis HCS

Kan

du

anga

n U

nsu

r C

02 (

%)

Gambar 4.13. Hasil Pengujian unsur Karbondioksida (%)

AFR yang ideal pada berkisar antara 12% sampai 15%. CO2 (Satudju, Dj,

1991). Pada Gambar 4.14 untuk AFR 14,7 untuk kandungan CO2 sebesar

12,98% sesuai hipotesis. AFR terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2

akan turun secara drastis dan CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal,

menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe (Witoelar, 2006). Nilai AFR

ideal dipengaruhi nilai oktan yang tinggi dan pembakaran sempurna

(Supraptono, 2004). Suplay uap premium dari tangki bahan bakar menjadikan

niali oktan bertamabah karena ada tambahan hidrogen dan karbon. CO2 rendah

pada putaran mesin idle dan putaran tinggi. Sedangkan penyebab dari internal

mesin akibat karburator kotor, idle jet bermasalah dan campuran AFR kaya

(www.soft7.com).

53

Tanpa

Katalis

100 mm

150

mm

200

mm

100 mm

150

mm

200

mm

1500 ml1000 ml

14 15 16 17 18 19 20 21 225.5

6.5

7.5

8.5

9.5

10.5

11.5

12.5

13.5

Hasil Karbondioksida (CO2) Terhadap AFR

2000 rpm1500 rpm900 rpm

Air Fuel Ratio/ AFR

Kar

bon

dio

ksi

da

(CO

2) %

Gambar 4.14. Hasil Pengujian karbondioksida (CO2) Terhadap AFR

d. Oksigen (O2)

Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik

dengan konsentrasi CO2. Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah

sekitar 1,2 % atau lebih kecil bahkan mungkin 0 % (Satudju, Dj, 1991). Tanpa

pipa katalis dan putaran 900 rpm sebesar 9,78 % pada, putaran 1500 rpm

sebesar 7,63 %, dan putaran 2000 rpm sebesar 5,63 %. Setelah dipasang pipa

katalis dengan panjang 100 mm dan volume premium 1000 ml kandungan O2

menurun sebesar 7,89 %, pipa katalis 150 mm sebesar 5,59 % dan pipa katalis

200 mm sebesar 3,03 % yang ditampilkan pada Gambar 4.15.

Kecepatan mesin 1500 rpm dan 2000 rpm untuk kandungan unsur O2

menurun. baik pada volume premium 1000 ml maupun 1500 ml, dan penurunan

ini seiring bertambahnya panjang pipa katalis. Pada putaran 2000 rpm dengan

panjang pipa katalis 100 mm dan volume premium 1000 ml sebesar 3,91 %,

54

Tanpa katalis

200 mm

/1000 ml

200 mm

/1500 ml

Tanpa katalis

Tanpa katalis

200 mm

/1000 ml

200 mm

/1000 ml

200 mm

/1500 ml

200 mm

/1500 ml

pipa katalis 150 mm sebesar 1,42 % dan pipa katalis 200 mm sebesar 1,06 %.

Setelah ditambah volume premium menjadi 1500 ml pada pipa katalis 100 mm

sebesar 4,16 %, pipa katalis 150 mm sebesar 1,96% dan yang paling rendah

pada pipa katalis 200 mm sebesar 1,21%. Terjadi kenaikan O2 setelah bahan

bakar premium ditambah.

0 5 100

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Hasil Pengujian Unsur Oksigen (O2)

900 rpm1500 rpm2000 rpm

Pipa Katalis HCS

Kan

du

anga

n U

nsu

r 02

(%

)

Gambar 4.15. Hasil Pengujian unsur Oksigen (%)

O2 terlalu tinggi disebabkan terjadinya kebocoran pada exhaust sistem

dan AFR terlalu kurus (www.soft7.com). Hasil Pengujian Oksigen (O2)

Terhadap AFR pada Gambar 4.16 memperlihatkan pada AFR ideal pada

sepeda motor Zupiter dengan pipa katalis 200 mm dan volume pertamax 1500

ml pada putaran idle 4.05 % dan 2500 rpm sebesar 1.05 %. Sedangkan mobil

tanpa katalis memiliki kandungan O2 tinggi, karena nilai oktan rendah dan

berpengaruh terhadap pembakaran yang tidak sempurna (Supraptono, 2004).

Pada kecepatan putaran mesin tinggi, O2 mengalami penurunan dan mendekati

range yang diizinkan berbeda dengan putaran rendah O2 mengalami

peningkatan. Banyak gangguan-gangguan yang menyebakan O2 meningkat

yang diakibatkan dari gangguan mesin mulai dari pengapian terggangu, timing

55

Tanpa

Katalis

100 mm

150

mm

200

mm

100 mm

150

mm

200

mm

1500 ml1000 ml

terlalu maju, coil mati, celah busi terlalu kecil dan saluran udara tersumbat

(www.soft7.com).

14 15 16 17 18 19 20 210

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Hasil Oksigen (O2) Terhadap AFR

2000 rpm1500 rpm900 rpm

Air Fuel Ratio/ AFR

Ok

sige

n (

O2)

%

Gambar 4.16. Hasil Pengujian Oksigen (O2) Terhadap AFR

DAFTAR ISI

1. Asher C & Northhington L. (2008). Position statement for measuraement of temperature/fever in children. Society of Pediatric Nurses. Diakses dari www.pednurses,org.

56

Tanpa katalis

200 mm

/1000 ml

200 mm

/1500 ml

Tanpa katalis

Tanpa katalis

200 mm

/1000 ml

200 mm

/1500 ml200 mm

/1500 ml

2. Djoko Sutrisno,. (2005),. “Efisiensi hingga 80 persen dengan menggunakan prinsip ledakan Hidrogen yang terpatik pada api busi untuk menambah hasil pembakaran BBM”, Yogyakarta.

3. Dede Sutarya,. (2008)., Analisis Unjuk Kerja Thermocouple W3Re25 Pada Suhu Penyinteran 1500 oC., ISSN 1979-2409. No. 01.

4. Hirai, T., N. Ikenaga, T.Miyake., and T. Suzuki, “Production of hydrogen by steam reforming of glycerin on ruthenium catalyst”, Energy and Fuels, 19, 1761-1762 (2005).

5. J. Purwosutrisno Sudarmadi., (2007)., Angka Oktan Dan Pencemaran Udara., Jakarta.1821-1829.

6. Kabarindo.,(2012)., TNT Express Indonesia; Sosialiasi Pengemudi Ramah Lingkungan., Jakarta., Selasa, 3 Januari 2012-17:12:18

7. Ketta Mc, J.J., (1988)., Encyclopedia of Chemical Processing and Design, vol 1. Marcell Dekker, New York.

8. Keputusan menteri Negara lingkungan hidup no. 48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan.

9. Muhammad dkk., (2007).“Studi Penggunaan Microwave pada Proses Transesterifikasi Secara Kontinyu untuk Menghasilkan Biodiesel”. Malang 8, 1349-1353.

10. Niels R. Udengaard., (2004)., Hydrogen production by steam reforming of hydrocarbons, Houston, Texas 77058. 49 (2), 906.

11. Prakash, S., Puri, V, 2006, “Foundation for Vibrating Machines”, the Journal of Structural Engineering, SERC, Madras, India April-May.

12. Pudji Irasari, Aditya Sukma Nugraha, Muhamad Kasim., (2010)., Analisis getaran pada generator magnet permanen 1 kw hasil rancang bangun pusat penelitian tenaga listrik dan mekatronik. Journal of Mechatronics, Electrical Power, and Vehicular Technology. Vol. 01, No. 1, ISSN 2087-3379.

13. Peraturan Menteri Negara lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor lama

14. Roy Union, (2004).,Technical Perspective Hydrogen Boosted Engine Operation., SAE Technical Paper Series 972664), 5 http://www.hydrogenboost.com.

15. Rochim, taufiq. (2001), Spefikasi metrologi dan control kualitas geometrik, institute teknologi bandung: Bandung

16. Sudirman,Urip, 2009, Hemat BBM dengan Air, cetakan kedua, Jakarta:Kawan Pustaka

17. Sukarmin.,(2004)., “Hidrokarbon dan Minyak Bumi’ Departemen Pendidikan Nasional Indonsia. Kim. 13

57

18. Saputra satriyo., (2008)., Studi kondisi kimiawi penyebaran PB, debu dan kebisingan di kota Jakarta. Jurnal kajian ilmiah penelitian ubhara jaya vol.9 No.2

19. UNEP.,(2008)., Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia – www.energyefficiencyasia.org.

20. www.kr.co.id/web/detail.php (2008).21. www.janggatehnik.com. (2010)22. www.made-in-china.com. (2012).

58

Karbon monoksida

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa

Langsung ke: navigasi, cari

Karbon monoksida

Nama IUPAC [sembunyikan]

Karbon monoksida

Nama lain[sembunyikan]

Karbonat oksida

Identifikasi

Nomor CAS [630-08-0]

Nomor RTECS FG3500000

Sifat

Rumus molekul CO

Massa molar 28,0101 g/mol

Penampilan tak berwarna, gas tak berbau

Densitas

0,789 g/cm³, liquid1,250 g/L at 0 °C, 1 atm.1,145 g/L pada 25 °C, 1 atm.(lebih ringan dari udara)

Titik lebur -205 °C (68 K)

Titik didih -192 °C (81 K)

Kelarutan dalam 0,0026 g/100 mL (20 °C)

59

air

Momen dipol 0,112 D (3,74×10−31 C·m)

Bahaya

Klasifikasi EUSangat mudah terbakar (F+)Repr. Cat. 1Beracun(T)

NFPA 704 2

4

2

 

Frasa-RR12, R23, R33, R48]], Templat:R61

Frasa-S S9, S16, S33, S45, S53

Titik nyala Gas mudah terbakar

Senyawa terkait

oksida terkait

karbon dioksidakarbon suboksidadikarbon monoksidakarbon trioksida

Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlakupada temperatur dan tekanan standar (25°C, 100 kPa)

Sangkalan dan referensi

Karbon monoksida, rumus kimia C O , adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, dan tak berasa. Ia terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen.Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa karbon, sering terjadi pada mesin pembakaran dalam. Karbon monoksida

60

terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran. Karbon monoksida mudah terbakar dan menghasilkan lidah api berwarna biru, menghasilkan karbon dioksida. Walaupun ia bersifat racun, CO memainkan peran yang penting dalam teknologi modern, yakni merupakan prekursor banyak senyawa karbon.

Daftar isi

1 Produksi 2 Struktur 3 Reaksi kimia dasar

o 3.1 Penggunaan industri o 3.2 Kimia koordinasi o 3.3 Kimia organik dan kimia golongan utama

4 Karbon monoksida di atmosfer 5 Peran dalam fisiologi dan makanan 6 Sejarah 7 Konsentrasi sumber 8 Toksisitas 9 Lihat pula 10 Referensi 11 Pranala luar

Produksi

Karbon monoksida merupakan senyawa yang sangat penting, sehingga banyak metode yang telah dikembangkan untuk produksinya.[1]

Gas produser dibentuk dari pembakaran karbon di oksigen pada temperatur tinggi ketika terdapat karbon yang berlebih. Dalam sebuah oven, udara dialirkan melalui kokas. CO2 yang pertama kali dihasilkan akan mengalami kesetimbangan dengan karbon panas, menghasilkan CO. Reaksi O2 dengan karbon membentuk CO disebut sebagai kesetimbangan Boudouard. Di atas 800 °C, CO adalah produk yang predominan:

O2 + 2 C → 2 CO

ΔH = -221 kJ/mol

Kerugian dari metode ini adalah apabila dilakukan dengan udara, ia akan menyisakan campuran yang terdiri dari nitrogen.Gas sintetik atau gas air diproduksi via reaksi endotermik uap air dan karbon:

H2O + C → H2 + CO

ΔH = 131 kJ/mol

CO juga merupakan hasil sampingan dari reduksi bijih logam oksida dengan karbon:

61

MO + C → M + CO

ΔH = 131 kJ/mol

Oleh karena CO adalah gas, proses reduksi dapat dipercepat dengan memanaskannya. Diagram Ellingham menunjukkan bahwa pembentukan CO lebih difavoritkan daripada CO2 pada temperatur tinggi.CO adalah anhidrida dari asam format. Oleh karena itu, adalah praktis untuk menghasilkan CO dari dehidrasi asam format. Produksi CO dalam skala laboratorium lainnya adalah dengan pemanasan campuran bubuk seng dan kalsium karbonat.

Zn + CaCO3 → ZnO + CaO + CO

Metode laboratorium lainnya adalah dengan mereaksikan sukrosa dengan natrium hidroksida dalam sistem tertutup.

Struktur

Molekul CO memiliki panjang ikat 0,1128 nm.[2] Perbedaan muatan formal dan elektronegativitas saling meniadakan, sehingga terdapat momen dipol yang kecil dengan kutub negatif di atom karbon[3] walaupun oksigen memiliki elektronegativitas yang lebih besar. Alasannya adalah orbital molekul yang terpenuhi paling tinggi memiliki energi yang lebih dekat dengan orbital p karbon, yang berarti bahwa terdapat rapatan elektron yang lebih besar dekat karbon. Selain itu, elektronegativitas karbon yang lebih rendah menghasilkan awan elektron yang lebih baur, sehingga menambah momen dipol. Ini juga merupakan alasan mengapa kebanyakan reaksi kimia yang melibatkan karbon monoksida terjadi pada atom karbon, dan bukannya pada atom oksigen.Panjang ikatan molekul karbon monoksida sesuai dengan ikatan rangkap tiga parsialnya. Molekul ini memiliki momen dipol ikatan yang kecil dan dapat diwakili dengan tiga struktur resonansi:

Resonans paling kiri adalah bentuk yang paling penting.[2] Hal ini diilustrasikan dengan reaktivitas karbon monoksida yang bereaksi dengan karbokation.Dinitrogen bersifat isoelektronik terhadap karbon monoksida. Hal ini berarti bahwa molekul-molekul ini memiliki jumlah elektron dan ikatan yang mirip satu sama lainnya. Sifat-sifat fisika antara N2 dan CO sangat mirip, walaupun CO lebih reaktif.

Reaksi kimia dasar

Penggunaan industri

62

Karbon monoksida adalah gas industri utama yang memiliki banyak kegunaan dalam produksi bahan kimia pukal (bulk chemical).[4]

Sejumlah aldehida dengan hasil volume yang tinggi dapat diproduksi dengan reaksi hidroformilasi dari alkena, CO, dan H2.Metanol diproduksi dari hidrogenasi CO. Pada reaksi yang berkaitan, hidrogenasi CO diikuti dengan pembentukan ikatan C-C, seperti yang terjadi pada proses Fischer-Tropsch, CO dihirogenasi menjadi bahan bakar hidrokarbon cair. Teknologi ini mengijinkan batu bara dikonversikan menjadi bensin.Pada proses Monsanto, karbon monoksida bereaksi dengan metanol dengan keberadaan katalis rodium homogen dan HI, menghasilkan asam asetat. Proses ini digunakan secara meluas dalam produski asam asetat berskala industri.Karbon monoksida merupakan komponen dasar dari syngas yang sering digunakan untuk tenaga industri. Karbon monoksida juga digunakan pada proses pemurnian nikel.

Kimia koordinasi

Artikel utama untuk bagian ini adalah: logam karbonil

HOMO dari sebuah orbital molekul σ

LUMO CO adalah orbital molekul antiikat π*

Kebanyakan logam akan membentuk kompleks koordinasi yang bersifat kovalen dengan karbon monoksida. Hanya logam yang mempunyai keadaan oksidasi yang lebih rendah yang membentuk kompleks dengan ligan karbon monoksida. Hal ini dikarenakan oleh perlunya rapatan elektron yang cukup untuk memfasilitasi

63

donasi balik dari orbital dxz logam ke orbital molekul π* CO. Pasangan elektron menyendiri dari atom karbon CO juga menyumbangkan rapatan elektron ke dx²−y² logam membentuk ikatan sigma. Pada nikel karbonil, Ni(CO)4 terbentuk dari kombinasi langsung karbon monoksida dan logam nikel pada temperatur ruangan. Nikel karbonil dapat mengurai kembali menjadi Ni dan CO seketika bersentuhan dengan permukaan yang panas. Proses ini juga pernah digunakan dalam proses pemurnian nikel pada proses Mond.[5]

Pada nikel karbonil dan karbonil-karbonil lainnya, pasangan elektron pada karbon berinteraksi dengan logam; karbon monoksida menyumbangkan pasangan elektronnya kepada logam. Dalam situasi ini, karbon monoksida disebut sebagai ligan karbonil. Salah satu logam karbonil yang paling penting adalah besi pentakarbonil, Fe(CO)5:

Banyak kompleks logam-CO dihasilkan dari dekarbonilasi larutan organik dan bukannya dari CO. Sebagai contoh, iridium(III) klorida dan trifenilfosfina bereaksi di metoksietanol mendidih atau dimetilformamida untuk menghasilkan IrCl(CO)(PPh3)2.

Kimia organik dan kimia golongan utama

Dengan keberadaan asam kuat dan air, karbon monoksida bereaksi dengan olefin membentuk asam karboksilat, proses ini dikenal sebagai reaksi Koch-Haaf.[6] Pada reaksi Gattermann-Koch, arena diubah menjadi turunan benzaldehida dengan keberadaan AlCl3 dan HCl.[7] Senyawa organologam seperti butil litium dapat bereaksi dengan CO, namun reaksi ini jarang digunakan.Walaupun CO bereaksi dengan karbokation dan karbanion, ia relatif tidak reaktif terhadap senyawa-senyawa organik tanpa intervensi katalis logam.[8]

Dengan pereaksi golongan utama, CO mengalami beberapa reaksi yang penting. Klorinasi CO adalah salah satu lintasan industri yang penting untuk senyawa fosgena. Dengan borana, CO membentuk sebuah aduk (adduct) H3BCO yang bersifat isoelektrik dengan kation asilium, [H3CCO]+. CO bereaksi dengan natrium, menghasilkan Na2C2O2 (natrium asetilenadiolat) dari penggandengan (coupling) C-C, dan kalium, menghasilkan K2C2O2 (kalium asetilenadiolat) dan K2C6O6 (kalium rodizonat).

Karbon monoksida di atmosfer

64

Karbon monoksida global dari MOPITT tahun 2000

Karbon monoksida, walaupun dianggap sebagai polutan, telah lama ada di atmosfer sebagai hasil produk dari aktivitas gunung berapi. Ia larut dalam lahar gunung berapi pada tekanan yang tinggi di dalam mantel bumi. Kandungan karbon monoksida dalam gas gunung berapi bervariasi dari kurang dari 0,01% sampai sebanyak 2% bergantung pada gunung berapi tersebut. Oleh karena sumber alami karbon monoksida bervariasi dari tahun ke tahun, sangatlah sulit untuk secara akurat menghitung emisi alami gas tersebut.Karbon monoksida memiliki efek radiative forcing secara tidak langsung dengan menaikkan konsentrasi metana dan ozon troposfer melalui reaksi kimia dengan konstituen atmosfer lainnya (misalnya radikal hidroksil OH-) yang sebenarnya akan melenyapkan metana dan ozon. Dengan proses alami di atmosfer, karbon monoksida pada akhirnya akan teroksidasi menjadi karbon dioksida. Konsentrasi karbon monoksida memiliki jangka waktu pendek di atmosfer.CO antropogenik dari emisi automobil dan industri memberikan kontribusi pada efek rumah kaca dan pemanasan global. Di daerah perkotaan, karbon monoksida, bersama dengan aldehida, bereaksi secara fotokimia, meghasilkan radikal peroksi. Radikal peroksi bereaksi dengan nitrogen oksida dan meningkatkan rasio NO2 terhadap NO, sehingga mengurangi jumlah NO yang tersedia untuk bereaksi dengan ozon. Karbon monoksida juga merupakan konstituen dari asap rokok.

Peran dalam fisiologi dan makanan

Karbon monoksida digunakan dalam sistem kemasan Amerika Serikat, utamanya digunakan dalam produk-produk daging segar seperti daging kerbau dan babi. CO berkombinasi dengan mioglobin membentuk karboksimioglobin, sebuah pigmen cerah yang berwarna merah ceri. Karboksimioglobin lebih stabil dari bentuk mioglobin yang dioksigenasikan, yakni oksimioglobin, yang dapat dioksidasi menjadi pigmen coklat, metmioglobin. Warna merah yang stabil ini dapat

65

bertahan lebih lama, sehingga memberikan kesan kesegaran.[9] Kadar CO yang digunakan berkisar antara 0,4% sampai dengan 0,5%.Teknologi ini pertama kali diberikan status "Generally recognized as safe" (secara umum dikenal aman) oleh FDA pada tahun 2002 untuk penggunaan sistem kemasan sekunder. Pada tahun 2004, FDA mengijinkan penggunaan CO sebagai metode kemasan primer, menyatakan bahwa CO tidak menutupi bau busuk.[10] Walaupun begitu, teknologi ini masih kontroversial di Amerika Serikat oleh karena kekhawatiran CO akan menutupi bau busuk makanan.[11]

Karbon monoksida diproduksi secara alami sebagai pemecahan dari heme, sebuah substrat untuk enzim heme oksigenase. Reaksi enzimatis ini memecahkan heme menjadi CO, biliverdin, dan Fe3+. CO yang diproduksi secara edogen kemungkinan memiliki peran fisiologis yang penting dalam tubuh (misalnya sebagai neurotransmiter atau pelemas pembuluh darah). Selain itu, CO meregulasi reaksi peradangan yang dapat mencegah berkembangnya beberapa penyakit seperti aterosklerosis atau malaria berat.CO adalah nutrien bagi bakteri metanogen,[12] sebuah blok pembangun untuk asetil koenzim A. Pada bakteri, CO diproduksi via reduksi karbon dioksida dengan enzom karbon monoksida dehirogenase, sebuah protein yang mengandung Fe-Ni-S.[13]

Dikenal juga sebuah protein sensor-CO yang berdasarkan heme, CooA.[14] Cakupan peranan biologis zat ini masih tidak jelas, namun tampaknya ia merupakan bagian dari lintasan signal pada bakteri dan arkea.CO juga baru-baru ini dikaji di beberapa laboratorium riset di seluruh dunia atas sifatnya yang anti-peradangan dan sitoprotektif yang dapat digunakan untuk terapi pencegahan kondisi patologis seperti cedera reperfusi iskemia, penolakan trasplan, aterosklerosis, spesi, malaria berat, atau autoimunitas. Sampai sekarang ini tidak ada aplikasi medis CO kepada manusia.

Sejarah

Karbon monoksida pertama kali dihasilkan oleh kimiawan Perancis de Lassone pada tahun 1776 dengan memanaskan seng oksida dengan kokas. Dia menyimpulkan bahwa gas yang dihasilkan adalah hidrogen karena ketika dibakar ia menghasilkan lidah api berwarna biru. Gas ini kemudian diidentifikasi sebagai senyawa yang mengandung karbon dan oksigen oleh kimiawan Inggris William Cumberland Cruikshank pada tahun 1800.Sifat-sifat CO yang beracun pertama kali diinvestigasi secara seksama oleh fisiolog Perancis Claude Bernard sekitar tahun 1846. Dia meracuni beberapa anjing dengan gas tersebut, dan mendapatkan bahwa darah anjing-anjing tersebut berwarna lebih merah di seluruh pembuluh darah.Selama Perang Dunia II, karbon monoksida digunakan untuk menjaga kendaraan bermotor tetap berjalan di daerah-daerah yang kekurangan bensin. Pembakar batu-bara atau kayu dipasangkan, dan karbon monoksida yang diproduksi dengan gasifikasi dialirkan ke karburetor. CO dalam kasus ini dikenal sebagai "gas kayu". Karbon monoksida juga dilaporkan digunakan dalam skala kecil selama Holocaust di beberapa kamp eksterminasi Nazi dan di program "eutanasia" Aksi T4.

Konsentrasi sumber

66

0.1 ppm - kadar latar alami atmosfer (MOPITT) 0.5 to 5 ppm - rata-rata kadar latar di rumah[15]

5 to 15 ppm - kadar dekat kompor gas rumah[15]

100-200 ppm - daerah pusat kota Meksiko[16]

5,000 ppm - cerobong asap rumah dari pembakaran kayu [17]

7,000 ppm - gas knalpot mobil yang tidak diencerkan - tanpa pengubah katalitik[17]

30,000 ppm - asap rokok yang tidak diencerkan[17]

Toksisitas

Karbon monoksida sangatlah beracun dan tidak berbau maupun berwarna. Ia merupakan sebab utama keracunan yang paling umum terjadi di beberapa negara.[18] Paparan dengan karbon monoksida dapat mengakibatkan keracunan sistem saraf pusat dan jantung. Setelah keracunan, sering terjadi sekuelae yang berkepanjangan. Karbon monoksida juga memiliki efek-efek buruk bagi bayi dari wanita hamil. Gejala dari keracunan ringan meliputi sakit kepala dan mual-mual pada konsentrasi kurang dari 100 ppm. Konsentrasi serendah 667 ppm dapat menyebabkan 50% hemoglobin tubuh berubah menjadi karboksihemoglobin (HbCO). Karboksihemoglobin cukup stabil, namun perubahan ini reversibel. Karboksihemoglobin tidaklah efektif dalam menghantarkan oksigen, sehingga beberapa bagian tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Sebagai akibatnya, paparan pada tingkap ini dapat membahayakan jiwa. Di Amerika Serikat, organisasi Administrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja membatasi paparan di tempat kerja sebesar 50 ppm.Mekanisme bagaimana karbon monoksida mengakibatkan efek keracunan belum sepenuhnya dimegerti, namun hemoglobin, mioglobin, dan sitosom oksidase mitokondria diduga terkompromi (compromised). Kebanyakan pengobatan terdiri dari pemberian 100% oksigen atau terapi oksigen hiperbarik, walaupun pengobatan ini masih kontroversial.[19] Keracunan karbon monoksida domestik dapat dicegah dengan menggunakan detektor karbon monoksida.

Lihat pula

Reaksi Boudouard Keracunan karbon monoksida Yayasan Rubicon

Referensi

1. ̂ Holleman, A. F.; Wiberg, E. "Inorganic Chemistry" Academic Press: San Diego, 200. ISBN 0-12-352651-5.

2. ^ a b O. R. Gilliam, C. M. Johnson and W. Gordy (1950). "Microwave Spectroscopy in the Region from Two to Three Millimeters". Physical Review 78 (2): 140. doi:10.1103/PhysRev.78.140.

3. ̂ W. Kutzelnigg. Einführung in die Theoretische Chemie. Wiley-VCH. ISBN 3-527-30609-9.

67

4. ̂ Elschenbroich, C.;Salzer, A. ”Organometallics : A Concise Introduction” (2nd Ed) Wiley-VCH: Weinheim, 2006. ISBN 3-527-28165-7

5. ̂ Mond L, Langer K, Quincke F (1890). "Action of carbon monoxide on nickel". Journal of the Chemical Society 57: 749–753. doi:10.1039/CT8905700749.

6. ̂ Koch, H.; Haaf, W. "1-Adamantanecarboxylic Acid" Organic Syntheses, Collected Volume 5, p.20 (1973).

7. ̂ Coleman, G. H.; Craig, D. "p-Tolualdehyde" Organic Syntheses, Collected Volume 2, p.583 (1943).

8. ̂ Chatani, N.; Murai, S. "Carbon Monoxide" in Encyclopedia of Reagents for Organic Synthesis (Ed: L. Paquette) 2004, J. Wiley & Sons, New York. DOI:10.1002/047084289

9. ̂ Sorheim, S, Nissena, H, Nesbakken, T (1999). "The storage life of beef and pork packaged in an atmosphere with low carbon monoxide and high carbon dioxide". Journal of Meat Science 52 (2): 157–64. doi:10.1016/S0309-1740(98)00163-6.

10. ̂ Eilert EJ (2005). "New packaging technologies for the 21st century". Journal of Meat Science 71 (1): 122–27. doi:10.1016/j.meatsci.2005.04.003.

11. ̂ "Low-Oxygen Packaging with CO: A Study in Food Politics That Warrants Peer Review". Diakses 2007-04-18.

12. ̂ R. K. Thauer (1998). "Biochemistry of methanogenesis: a tribute to Marjory Stephenson. 1998 Marjory Stephenson Prize Lecture" (Free). Microbiology 144 (9): 2377–2406.

13. ̂ Jaouen, G., Ed. (2006). Bioorganometallics: Biomolecules, Labeling, Medicine. Weinheim: Wiley-VCH. ISBN 3-527-30990-X.

14. ̂ Roberts, G. P.; Youn, H.; Kerby, R. L. (2004). "CO-Sensing Mechanisms". Microbiology and Molecular Biology Reviews 68: 453–473. doi:10.1128/MMBR.68.3.453-473.2004. PMID 15353565.

15. ^ a b "Basic Information   : Carbon Monoxide" . Diakses 2007-12-01.16. ̂ Singer, Siegfried Fred (1975). The Changing Global Environment.

hlm. pp. 90. ISBN 9789027704023.17. ^ a b c Gosink, Tom (1983-01-28). "What Do Carbon Monoxide Levels

Mean?" (HTML). Alaska Science Forum. Geophysical Institute, University of Alaska Fairbanks. Diakses 2007-12-01.

18. ̂ Omaye ST. (2002). "Metabolic modulation of carbon monoxide toxicity". Toxicology 180 (2): 139–50. doi:10.1016/S0300-483X(02)00387-6.

19. ̂ Buckley NA, Isbister GK, Stokes B, Juurlink DN. (2005). "Hyperbaric oxygen for carbon monoxide poisoning   : a systematic review and critical analysis of the evidence" (Abstract). Toxicol Rev 24 (2): 75–92. PMID 16180928.

Pranala luar

www.infowars.com International Chemical Safety Card 0023 National Pollutant Inventory - Carbon Monoxide

68

NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards CID 281 dari PubChem United States Environmental Protection Agency Carbon Monoxide page External MSDS data sheet Carbon Monoxide Kills Awareness Campaign Site Carbon Monoxide Purification Process Carbon Monoxide Hazards with Backpacking Stoves USFDA IMPORT BULLETIN 16B-95, May 1999 FDA Agency Response Letter GRAS Notice No. GRN 000083 Carbon Monoxide in Fresh Meat site Carbon Monoxide Network & Forum Microscale Gas Chemistry Experiments with Carbon Monoxide Research on the therapeutic effects of CO (Gulbenkian Science Institute) Instant insight outlining the physiology of carbon monoxide from the

Royal Society of Chemistry www.floridarealtors.org Article about Sen. Chris mandating CO detectors

in new homes & hotels in Florida as of 2008.

[sembunyikan]

l b s

Senyawa anorganik karbon

Oksida umum: CO2 ♦ CO -- Oksida eksotik: C3O2 ♦ C2O ♦ CO3

Senyawa turunan oksida: Logam karbonil ♦ Asam karbonat ♦ Bikarbonat ♦ Karbonat

Senyawa ion: Sianida ♦ Isosianida ♦ Sianat ♦ Tiosianat ♦ Isotiosianat ♦ Karbida

Kategori: Oksida Senyawa anorganik karbon Gas

69