of 89 /89
SKRIPSI PENGARUH AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PERSALINAN PRIMIGRAVIDA KALA I FASE AKTIF DI KLINIK PRATAMA TANJUNG KEC. DELI TUA TAHUN 2018 SHARFINA HASLIN P07524414047 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI MEDAN JURUSAN KEBIDANAN MEDAN PRODI D-IV KEBIDANAN TAHUN 2018

SKRIPSI PENGARUH AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP …

  • Author
    others

  • View
    10

  • Download
    8

Embed Size (px)

Text of SKRIPSI PENGARUH AROMATERAPI LAVENDER TERHADAP …

PRIMIGRAVIDA KALA I FASE AKTIF DI KLINIK PRATAMA TANJUNG
KEC. DELI TUA TAHUN 2018
SHARFINA HASLIN P07524414047
PRODI D-IV KEBIDANAN TAHUN 2018
SKRIPSI
PRIMIGRAVIDA KALA I FASE AKTIF DI KLINIK PRATAMA TANJUNG
KEC. DELI TUA TAHUN 2018
Sebagai Syarat Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma D-IV
SHARFINA HASLIN P07524414047
PRODI D-IV KEBIDANAN TAHUN 2018
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN JURUSAN D-IV KEBIDANAN SKRIPSI, 8 AGUSTUS 2018
SHARFINA HASLIN
Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Persalinan Primigravida Kala I Fase Aktif di Klinik Pratama Tanjung Kec. Deli Tua Tahun 2018 ix + 53 halaman, 7 tabel, 10 gambar, 11 lampiran
ABSTRAK
kontraksi uterus, dan janin turun kedalam jalan lahir sehingga menyebabkan nyeri pada persalinan. Nyeri persalinan merupakan proses fisiologis yang disebabkan oleh kontraksi yang menyebabkan adanya pembukaan serviks. Nyeri dapat dihilangkan secara farmakologis dan nonfarmakolohis. Cara non farmakologis dengan pemberian Aromaterapi Lavender. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh aromaterapi lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada persalinan primigravida kala I fase aktif di Klinik Pratama Tanjung Kec. Delitua tahun 2018.
Penelitian ini menggunakan quasi experiment (eksperimen semu) dengan non equivalent control group pretest posttest. Penelitian ini dilaksanakan mulai Desember 2017 – Juli 2018. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 responden, dengan menggunakan teknik total sampling. Metode analisis data menggunakan teknik analisis statistik non parametrik Wilcoxon dan Mann- Whitney.
Hasil penelitian ini didapatkan intensitas nyeri pada kelompok intervensi sebagian besar mengalami nyeri berat terkontrol dan sesudah diberikan intervensi mengalami nyeri berat terkontrol. Kelompok kontrol sebagian besar mengalami nyeri sedang dan sesudah periode intervensi menjadi nyeri berat tidak terkontrol. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna pada tingkat intensitas nyeri antara kelompok intervensi dan kontrol p value (0,000) <
(0,05) sehingga Ho ditolak.
Saran peneliti bagi pelayanan kesehatan agar dapat menjadi fasilitator dalam ibu bersalin yang mengalami nyeri sehingga ibu bersalin dapat menjalankan proses persalinan menjadi nyaman.
Kata Kunci : Nyeri Persalinan, Aromaterapi Lavender, Deli Tua
HEALTH POLYTECHNIC MINISTRY OF HEALTH MEDAN PROGRAM D-IV STUDY MIDWIFERY SCIENTIFIC PAPER, AUGUST 8th 2018
SHARFINA HASLIN
[email protected]
The Effect of Aromatherapy Lavender Towards Decreasing Intensity of Pain on Primary Labor in The Active First Stage of Labor at Tanjung Maternity Clinic The Regent Of Deli Tua in 2018 ix + 53 pages, 7 tabels, 10 pictures, 11 attachments
ABSTRACT
Labor is the process of opening and thinning of the cervix, as well as uterine contractions, and the fetus descends into the birth canal causing pain in labor. Labor pain is a physiological process caused by a contraction that causes a cervical opening. Pain can be prevented by pharmacological and non pharmacological. Non pharmacological use distractive method by giving the Aromatherapy Lavender. This study aims to know the Effect of Aromatherapy Lavender Towars Decreasing Intensity of Pain on Primary Labor in The Active First Stage of Labor at Tanjung Maternity Clinic The Regent of Deli Tua in 2018.
This research use quasi experimentquasi experiment with non equivalent control group pretest posttest. This research was conducted from December 2017 to July 2018. The type of data used in this research use primary and secondary data. The sample in this study were 30 respondents, using total sampling technique.The data of the research were analyzed by using the statistical non- parametric Wilcoxon and Mann-Whitney Test.
The results of this study showed the intensity of pain in the intervention group mostly experienced severe pain controlled and after being given intervention experienced severe controlled pain. The control group mostly experienced moderate pain and after the intervention period became uncontrollable severe pain. Mann-Whitney test results showed that there was a significant difference in the level of pain intensity between the intervention group and the control p value (0.000) < (0.05) so that Ho was rejected.
Researcher suggestions for health services in order to be a facilitator in maternity who experience pain so that maternity mothers can run the process of childbirth to be comfortable.
Keywords : Labor Pain, Lavender Aromatherapy, Deli Tua
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas semua berkat dan rahmat-Nya
sehingga terselesaikannya Skripsi yang berjudul “Pengaruh Aromaterapi Lavender
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Persalinan Primigravida Kala I Fase
Aktif Di Klinik Pratama Tanjung Kec. Deli Tua Tahun 2018” sebagai salah satu
syarat menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma IV Kebidanan Medan.
Dalam hal ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak,
karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Dra. Ida Nurhayati, M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes RI Medan,
yang telah memberikan kesempatan menyusun Skripsi ini.
2. Betty Mangkuji, SST, M.Keb, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes RI Medan yang telah memberikan kesempatan menyusun
Skripsi ini.
3. Yusniar Siregar, SST, M.Kes, selaku Kaprodi D-IV Kebidanan Poltekkes
Kemenkes RI Medan yang telah memberikan kesempatan menyusun
Skripsi ini.
4. Yulina Dwi Hastuty, S.Kep, Ners, M.Biomed, selaku Pembimbing Akademik
dan Ketua Penguji yang selalu membimbing dan mendukung penulis
selama menempuh pendidikan di Poltekkes Kemenkes RI Medan.
5. Tri Marini, SST, M.Keb, selaku pembimbing utama yang telah bersedia
meluangkan waktu dan dengan sabar memberi bimbingan dan arahan
kepada penulis dalam penyusunan Skripsi ini sehingga dapat
terselesaikan.
6. Bebaskita br. Ginting, SSiT, MPH, selaku pembimbing ke-II yang telah
bersedia meluangkan waktu dan dengan sabar memberi bimbingan dan
arahan kepada penulis dalam penyusunan Skripsi ini sehingga dapat
terselesaikan.
7. Bapak/Ibu dosen dan staff Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Medan yang telah membantu dalam memenuhi kebutuhan Skripsi penulis.
8. Hormat dan sembah sujud peneliti yang tidak terhingga kepada orang tua
Drs. H. Hasanuddin, M.Si dan Hj. Herlina Tanjung, S.Tr.Keb yang telah
memberikan cinta dan kasih sayang berupa doa, materi dan dukungan
yang penuh keikhlasan selama mengikuti kegiatan perkuliahan dan
penyusunan Skripsi ini.
9. Yang tersayang Ariani Haslin, S.Ked dan Mustafa Kamal Haslin selaku
kakak dan adik yang senantiasa memberikan doa, dan semangat kepada
peneliti.
10. Sahabat saya yang tersisa Hafizah Nurwindayu, yang telah menjadi
sahabat terbaik yang selalu menemani saat ups dan downs saya sejak
maba.
bersama-sama menempuh perkuliahan selama 4 tahun.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Untuk itu
penulis berharap pemberian saran dan kritik. Meskipun demikian sumbangan
pikiran yang berguna bagi Jurusan Kebidanan, masyarakat dan juga bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga limpahan rahmat, hidayah, dan
karunia Allah SWT senantiasa tercurah bagi kita semua. Amin.
Medan, Juli 2018
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Observasi Perilaku.................................................................... 23 Tabel 2.2 Defenisi Operasional................................................................. 32 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian Aromaterapi Aromaterapi Lavender........................ 44 Tabel 4.2 Uji Wilcoxon Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian Aromaterapi Lavender pada Kelompok Intervensi.. 45 Tabel 4.3 Uji Wilcoxon Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian Aromaterapi Lavender pada Kelompok Kontrol...... 45 Tabel 4.4 Perbedaan Perubahan Internsitas Nyeri Sebelum Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol.................... 46 Tabel 4.5 Perbedaan Perubahan Internsitas Nyeri Sesudah Intervensi Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol.................... 46
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Tahapan Nyeri Persalinan.................................................... 18 Gambar 2.2 Persarafan Uterus.................................................................19 Gambar 2.3. Area/Lokasi Menjalarnya Nyeri............................................. 22 Gambar 2.4 Skala Deskriptif Intensitas Nyeri Sederhana........................ 25 Gambar 2.5. Skala Intensitas Nyeri Numerik.............................................26 Gambar 2.6. Skala Analog Visual.............................................................. 26 Gambar 2.7. Skala Nyeri Muka..................................................................26 Gambar 2.8. Skala Nyeri Bourbanis.......................................................... 26 Gambar 2.9 Skala Nyeri Muka..................................................................28 Gambar 2.9. Kerangka Konsep................................................................. 37
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Izin Survei Penelitian Lampiran 2 Surat Balasan Izin Survei Penelitian Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Lampiran 4 Surat Balasan Izin Penelitian Lampiran 5 Etical Clearance Lampiran 6 SOP Pemberian Aromaterapi Lavender Lampiran 7 Lembar Penjelasan dan Persetujuan Responden Lampiran 8 Lembar Observasi Lampiran 9 Master Tabel Lampiran 10 Output Komputerisasi
Lampiran 11 Lembar Konsultasi Bimbingan Skripsi Lampiran 12 Dokumentasi Lampiran 13 Riwayat Hidup Peneliti
BAB I
Persalinan merupakan saat yang dinanti-nantikan ibu hamil untuk
merasakan kebahagiaan yang didambakan. Namun bagi beberapa wanita,
persalinan kadang diliputi oleh rasa takut dan cemas terhadap rasa nyeri saat
persalinan (Prawirohardjo, 2016). Nyeri persalinan muncul karena adanya
kontraksi rahim yang menyebabkan dilatasi dan penipisan serviks dan iskemia
rahim yang diakibatkan kontraksi arteri miometrium. Nyeri yang berlebihan
akan menimbulkan rasa cemas yang dapat memicu produksi hormon
progstatglandin yang dapat menyebabkan stress dan mempengaruhi
kemampuan tubuh menahan rasa nyeri. (Maryunani, 2015). World health
Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 210 juta kehamilan
di seluruh dunia, dan 20 juta perempuan mengalami kesakitan saat
persalinan. Dalam persalinan sering kali juga timbul rasa cemas, panik, dan
takut rasa sakit yang luar biasa yang dirasakan ibu yang dapat mengganggu
proses persalinan dan mengakibatkan lamanya proses persalinan yang
menimbulkan partus macet. (Kurniasih dalam Handayani, 2014).
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2014 mencatat
bahwa partus lama (42,96%) merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal utama disusul oleh perdarahan 35,26%, dan eklampsia 16,44%.
Hasil survei yang didapatkan bahwa partus lama dapat menyebabkan
kegawatdaruratan pada ibu dan bayi. Pada ibu dapat terjadi perdarahan, syok,
dan kematian sedangkan pada bayi dapat terjadi fetal distress, asfiksia dan
caput. Menurut Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 2014, persalinan
partus lama di Rumah Sakit di Indonesia diperoleh proporsi 4,3% yaitu 12,176
dari 281,050 persalinan. Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) yang dikutip
oleh Gustyar (2017) di Jawa Tengah yang dilakukan di RSUD Jepara selama
periode tahun 2014 sampai 2015 menyatakan bahwa penyulit persalinan
terbanyak adalah kejadian partus lama sebanyak 16%. Penelitian yang
dilakukan Soekiman di RS Mangkuyudan di Yogyakarta didapatkan bahwa
dari 3005 kasus partus lama, terjadi kematian bayi sebanyak 50 bayi (16,4%),
sedangkan pada ibu didapatkan 4 kematian. di Sumatera Utara (2014)
terdapat 5 orang ibu yang meninggal karena disebabkan oleh partus lama.
Pada saat persalinan, jika seseorang merasa cemas maka otak akan
mengalirkan zat yang menutup pengeluaran endorphin sehingga semakin luar
biasa sakit yang dirasakan dan menyebabkan ibu menjadi stress dalam
mengahadapi persalinannya yang membuat impuls nyeri bertambah banyak
dan lemahnya kontraksi otot rahim (Aprilia, 2010).
Pada persalinan kala I, nyeri yang dirasakan bersifat viseral yang
ditimbulkan dari kontraksi uterus dan dilatasi serviks yang dipersyarafi oleh
serabut aferen simpatis dan ditransmisikan ke medula spinalis pada segmen
Thorakal 10 – Lumbal 1 melalui serabut saraf delta dan serabut syaraf C yang
berasal dari dinding lateral dan fundus uteri. Nyeri akan bertambah dengan
adanya kontraksi isometrik pada uterus yang melawan hambatan oleh leher
rahim/uterus dan perineum (Maryunani, 2015). Artikel Jepang mengatakan
bahwa 77.8% wanita di Prancis mengalami nyeri persalinan, 61% untuk di
Inggris, 26% di Norwegia sedangkan di negara Jepang angka nyeri persalinan
hanya 5.2% (Warnock, 2017).
farmakologis. Ada beberapa bukti penelitian yang mendukung kemanjuran
pemilihan metode farmakologis dalam penanganan nyeri persalinan, tetapi
dari gambaran sistematis juga menyoroti bahwa adanya hubungan dari
pemberian metode farmakologis dengan sejumlah efek samping (Jones L,
2012). Dalam pemberian metode farmakologis, nyeri persalinan akan
berkurang secara fisiologis, namun kondisi psikologis dan emosional ibu akan
terabaikan (Makvandi, 2016). Sedangkan untuk metode non-farmakologis
bersifat efektif tanpa efek samping yang merugikan dan dapat meningkatkan
kepuasan selama persalinan karena ibu dapat mengontrol perasaannya dan
kekuatannya (Maryunani, 2015). Metode ini termasuk terapi panas dan dingin,
terapi sentuhan, pijat, refleksi, relaksasi, menari, permen karet bebas gula,
stimulasi saraf trans atau subkutan, terapi air, menggunakan birth ball, terapi
musik, akupresur dan aromaterapi (Valiani M, 2010).
Aromatherapy adalah metode yang menggunakan minyak esensial
untuk meningkatkan kesehatan fisik, emosi, dan spirit efek lainnya adalah
menurunkan nyeri dan kecemasan (Monahan, Sands, Neighbors, Marek,
Green, 2007). Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas aromaterapi
untuk rasa sakit dan kecemasan terhadap pasien rawat inap di RS Abbott
Northwestern (Rivard R, 2014). Menurut Tarsikah (2012), Aromatherapy
Lavender merupakan salah satu minyak esensial analgetik yang mengandung
8% terpena dan 6% keton. Monoterpena merupakan jenis senyawa terpena
yang paling sering ditemukan dalam minyak atsiri tumbuhan. Ekstrak lavender
berkualitas tinggi tidak hanya sesuai dengan monograf ini namun idealnya
melebihi spesifikasi tersebut dengan kandungan linalil asetat yang lebih tinggi
(idealnya 33-45%) dan lavandulil asetat (≥1,5%), dan batas yang lebih rendah
untuk kandungan cineol. yang merupakan senyawa ester yang terbentuk
melalui penggabungan asam organik dan alkohol. Ester sangat berguna untuk
menormalkan keadaan emosi serta keadaan tubuh yang tidak seimbang
(Appleton J, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Turlina dan Fadhilah (2017) dengan judul
Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Tingkat
Nyeri pada Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif di Lamongan didapatkan hasil P =
0.001 0.05 (P ≤ 0.05) yang berarti ada pengaruh pemberian aromaterapi
lavender terhadap penurunan tingkat nyeri persalinan kala I. Dalam penelitian
Mirzaei F (2015) mengatakan bahwa Aromaterapi dengan lavender
memperbaiki status kegelisahan selama persalinan dan mengurangi sekresi
kortisol dari kelenjar adrenal dan meningkatkan sekresi serotonin. Penelitian
yang dilakukan oleh Susilarini, Winarsih, Idhayanti (2017) dengan judul
Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender Terhadap Pengendalian Nyeri
Persalinan Kala I pada Ibu Bersalin didapatkan hasil bahwa adanya pengaruh
pemberian aromaterapi lavender terhadap pengendalian nyeri persalinan kala
1 fase aktif. Berdasarkan penelitian dari Alipour Z (2012) mengatakan bahwa
adanya hubungan antara nyeri dan masalah psikologi seperti kecemasan.
Wanita dengan tingkat kecemasan yang rendah mengalami sedikit nyeri saat
persalinan.
terdapat 25 pasien bersalin diperoleh 11 pasien mengatakan bahwa nyeri
terasa seperti ditusuk-tusuk, panas menjalar di sepanjang pinggang dan perut
bawah, dan berdasarkan pengamatan langsung saat proses persalinan belum
pernah ada yang menggunakan aromaterapi lavender untuk mengatasi rasa
nyeri pada saat proses persalinan di Klinik Pratama Tanjung. Sehubung
dengan kejadian tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh
Aromatherapy Lavender terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada
Persalinan Primigravida Kala I Fase Aktif di Klinik Pratama Tanjung Kec. Deli
Tua Tahun 2018.
B. Rumusan Masalah
penelitian ini adalah “Apakah ada Pengaruh Aromatherapy Lavender
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Persalinan Primigravida Kala I
Fase Aktif di Klinik Pratama Tanjung Kec. Deli Tua Tahun 2018?”
C. Tujuan Penelitian
C.1 Tujuan Umum
Penurunan Intensitas Nyeri Persalinan Primigravida Kala I Fase Aktif
di Klinik Pratama Tanjung Tahun 2018.
C.2 Tujuan Khusus
intervensi.
kontrol.
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
D. Manfaat Penelitian
D.1 Manfaat Teoritis
Kesehatan kota Medan dan Ikatan Bidan Indonesia kota Medan untuk
merencanakan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan bidan khususnya yang berhubungan
dengan asuhan pada ibu inpartu kala 1 fase aktif.
D.2 Manfaat Praktik
pengurangan nyeri dan kecemasan dalam persalinan dengan metode
Aromatherapy Lavender .
Sejauh penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti, sebelumnya
penelitian ini telah diteliti oleh beberapa sumber yang dapat dijadikan acuan
dan terdapat perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang
akan diteliti oleh peneliti. Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam uraian
dibawah ini:
Pemberian Aromaterapi Lavender terhadap Pengendalian Nyeri
Persalinan Kala I pada Ibu Bersalin“, metode yang digunakan dalam
penelitian tersebut yaitu metode quasi experiment dengan pendekatan
one group pretest-posttest design dengan menggunakan teknik sampling
total sampling diperoleh sebanyak 33 ibu bersalin. Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan lembar checklist berisi skala nyeri
Bourbanis. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu bersalin setelah mendapatkan
perlakuan dengan aromaterapi lavender mengalami penurunan nyeri
menjadi nyeri ringan sebanyak 26 responden yang menyatakan bahwa
ada pengaruh pemberian aromaterapi lavender terhadap pengendalian
nyeri persalinan kala I pada Ibu bersalin dengan p value 0,001.
Persamaan dengan penelitian tersebut terletak pada jenis metode
penelitian, rancangan penelitian, dan teknik pengambilan sample.
Perbedaan dengan penelitian tersebut terletak pada variabel penelitian,
tempat dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, dan uji analisis
data menggunakan Mann-Whitney.
2. Turlina, Fadhilah (2017), dengan judul penelitian “Pengaruh Pemberian
Aromaterapi Lavender terhadap Penurunan Nyeri pada Ibu Bersalin Kala
I Fase Aktif di BPM Ny. Margelina Desa Supenuh Kec. Sugio Kab.
Lamongan“, metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah
pre-experimental design dengan pendekatan One Group Pretest-Posttest
Design. Pengambilan sample menggunakan teknik concecutive sampling
yang didapatkan sebanyak 21 responden. Pengumpulan data
menggunakan lembar observasi nyeri sebelum dan sesudah diberikan
perlakuan, kemudian dilakukan tabulasi dan analisis menggunakan uji
wilcoxon sign rank test. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar
(81%) ibu bersalin mengalami nyeri berat sebelum diberikan Aromaterapi
Lavender, dan sebagian besar (57%) ibu bersalin mengalami nyeri
sedang setelah diberikan Aromaterapi lavender. Persamaan dengan
penelitian tersebut terletak pada jenis metode penelitian dan rancangan
penelitian. Perbedaan dengan penelitian tersebut terletak pada variabel
penelitian, tempat dan waktu penelitian, teknik pengambilan sample,
teknik pengumpulan data, dan uji analisis data menggunakan Mann-
Whitney.
Aromaterapi Lavender (Lavandula Angustifolia) sebagai metode alternatif
untuk menurunkan rasa nyeri pada ibu bersalin primipara pada kala I fase
aktif, metode yang digunakan adalah quasi experimental dengan
menggunakan pendekatan pretest posttest design. Teknik sampel yang
digunakan adalah Consecutive Sampling yang didapatkan sebanyak 40
responden. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi
Numerical Rating Scale (NRS) untuk pengukuran nyeri, kemudian
dilakukan tabulasi dan analisis menggunakan uji t-test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ibu bersalin yang diberikan Aromaterapi lavender
mengalami nyeri persalinan sedang. Persamaan dengan penelitian
tersebut terletak pada jenis metode penelitian dan variabel penelitian.
Perbedaan dengan penelitian tersebut terletak pada rancangan
penelitian, tempat dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, dan uji
analisis data menggunakan Mann-Whitney.
ketuban dari uterus ibu (JNPK, 2008). Menurut Sarwono, persalinan adalah
proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus
melalui vagina ke dunia luar. Berdasarkan caranya, partus terbagi menjadi
2 yaitu persalinan (partus) normal dan partus abnormal. (Eniyati, 2012)
A.1.2. Sebab-sebab mulainya persalinan
relaksasi pada otot-otot rahim. Sedangkan hormon estrogen
meninggikan kerentaan otot rahim. Selama kehamilan terdapat
keseimbangan antara kadar progesterone dan estrogen di dalam
darah. Progresteron menghambat kontraksi uterus selama kehamilan,
sehingga membantu mencegah ekspulsi fetus. Sebaliknya estrogen
mempunyai kecenderungan meningkatkan derajat kontraktilitas terus.
Baik progesteron maupun estrogen disekresikan dalam jumlah yang
secara progresif makin bertambah selama kehamilan, tetapi mulai
kehamilan bulan ke-7 dan seterusnya sekresi estrogen terus
meningkat sedangkan sekresi progresteron tetap konstan atau
mungkin sedikit menurun sehingga terjadi kontraksi braxton hicks saat
akhir kehamilan yang selanjutnya bertindak sebagai kontraksi
persalinan. (Eniyati, 2012)
b. Teori oksitosin
rahim, sehingga mudah terangsang mudah terangsang saat
disuntikkan oksitosin dan menimbulkan kontraksi, diduga bahwa
oksitosin dapat menimbulkan pembentukan prostaglandin dan
persalinan dapat berlangsung. (Eniyati, 2012)
c. Teori plasenta menjadi tua
Plasenta yang menjadi tua seiring bertambahnya usia kehamilan
menyebabkan turunannya kadar estrogen dan progesteron. Hal ini
menyebabkan kejang pada pembuluh darah sehingga akan
menimbulkan kontraksi. (Eniyati, 2012)
permulaan persalinan. Hasil dari percobaan menunjukkan bahwa
prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan secara intervena dan
extramnial menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur
kehamilan. Hal ini juga di sokong dengan adanya kadar prostaglandin
yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah parifer pada ibu
hamil sebelum melahirkan atau selama persalinan. (Eniyati, 2012)
e. Distensi rahim (keregangan otot rahim)
Seperti halnya dengan kandung kemih yang bila dindingnya terengang
oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk
mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim. Seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan maka semakin otot-otot rahim akan
semakin teregang. Rahim yang membesar dan meregang
menyebabkan iskemi otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi
utero-plasenter sehingga timbl adanya kontraksi. (Eniyati, 2012)
f. Teori iritasi mekanik
hauser). Bila ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala
janin, akan timbul kontraksi uterus. (Eniyati, 2012)
g. Pengaruh janin
terjadinya persalinan. Pada janin anencepalus (keadaan abnormal
pada otak dan batang otak), kehamilan sering lebih lama dari
biasanya. (Eniyati, 2012)
A.1.3. Tanda-tanda inpartu
a. Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur.
b. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena
robekan-robekan kecil pada serviks.
d. Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah
ada.
persalinan adalah:
a. His (kontraksi uterus)
c. Kontraksi diafragma
2. Faktor janin
A.1.4. Tahapan Persalinan
Sondakh (2013 : 5) membagi tahapan persalinan atas empat kala yaitu:
1. Kala I (Kala pembukaan)
Kala I dimulai dari persalinan (pembukaan nol) sampai pembukaan
lengkap (10cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, yaitu:
a. Fase laten, berlangsung selama 8 jam, serviks membuka sampai
3 cm.
b. Fase aktif, berlangsung selama 7 jam, serviks membuka dari 4 cm
sampai 10 cm, kontraksi lebih kuat dan sering, dibagi dalam 3
fase:
- Fase akselerasi : dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi
4 cm.
berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm.
- Fase deselerasi : pembukaan menjadi lembat sekali, dalam
waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
JNPK-KR (2014 : 38) menyatakan bahwa fase aktif pada kala satu
persalinan akan menunjukkan frekuensi dan lama kontraksi uterus
yang akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap
adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit,
dan berlangsung selama 40 detik atau lebih) dan akan terjadi
penurunan bagian terbawah janin.
pada persalinan kala I ditandai dengan:
1. Kontraksi teratur yang progresif dengan peningkatan frekuensi
dan durasi.
serviks paling sedikit 1 cm per jam (dilatasi serviks berlangsung
atau ada di sebelah kiri garis waspada).
3. Serviks tampak dipenuhi oleh bagian bawah janin.
2. Kala II (Kala pengeluaran janin)
Gejala utama kala II adalah sebagai berikut:
a. HIS semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit, dengan
durasi 50 sampai 100 detik.
b. Menjelang akhir kala I, ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak.
keinginan mengejan akibat tertekannya pleksus Frankenhauser.
d. Kedua kekuatan his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi
sehingga terjadi:
turut lahir ubun-ubun besar, dahi, hidung, dan muka, serta
kepala seluruhnya.
e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu:
penyesuaian kepala pada punggung.
ditolong dengan cara:
ditarik dengan menggunakan cunam ke bawah untuk
melahirkan bahu depan dan ke atas untuk melahirkan bahu
belakang.
badan bayi
Tanda pasti kala II yang ditentukan dengan pemeriksaan dalam
(informasi obyektif) menurut JNPK-KR (2014:76( adalah:
1. Pembukaan serviks telah lengkap.
2. Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
Menurut Sofian (2012:73) pada kala pengeluaran janin, his akan
terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali.
Kala II pada primi: 1 1
2 – 2 jam, pada multi
1
Kala III persalinan dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya
plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Proses lepasnya
plasenta dapat diperkirakan dengan mempertahankan tanda-tanda
dibawah ini:
b. Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen
bawah rahim.
d. Terjadi semburan darah secara tiba-tiba.
Dalam waktu 5-10 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke
dalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit
dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses
biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Pengeluaran
plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc
(Sofian, 2012)
4. Kala IV (Kala pengawasan)
Kala IV dimulai dari saatnya lahirnya plasenta sampai 2 jam post
partum. Kala ini terutama bertujuan untuk melakukan observasi karena
perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Darah yang keluar selama perdarahan harus ditakat sebaik-baiknya.
Kehilangan darah pada persalinan biasanya disebabkan oleh luka
pada saat pelepasan plasenta dan robekan serviks dan perineum.
Rata-rata jumlah perdarahan yang dikatakan normal adalah 250cc,
biasanya 100-300cc. Jika lebih dari 500cc, maka dianggab abnormal
(Sondakh, 2013)
A.2. Nyeri
berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat sangat subyektif.
Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. (Judha, dkk 2015)
Nyeri adalah suatu ketidaknyamanan, bersifat subyektif, sensori,
dan pengalaman emosional yang dihubungkan dengan aktual dan
potensial untuk merusak jaringan atau digambarkan sebagai sesuatu yang
merugikan. (Monahan, et 2007 dalam Solehati dan Kosasih 2015)
Defenisi nyeri yang diusulkan oleh International Association for the
Study of Pain (IASP) adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana
terjadai kerusakan. (Potter & Perry, 2005)
A.2.2. Fisiologis Nyeri
saraf yang bebas dan reseptornya adalah nociceptor. Nociceptor ini akan
aktif bila dirangsang oleh rangsangan kimia, mekanik, dan suhu. Zat-zat
kimia yang merangsang rasa nyeri antara lain: bradikin, serotonin,
histamin, ion kalium, dan asam asetat. Sedangkan enzim proteolitik dan
subtansi P akan meningkatkan sensivitas dari ujung saraf nyeri. Semua zat
kimia ini berasal dari dalam sel. Bila sel-sel tersebut mengalami kerusakan
maka zat-zat tersebut akan keluar merangsang reseptor nyeri, sedangkan
pada mekanik umumnya karena spasme otot dan kontraksi otot. Spasme
otot akan menyebabkan penekanan pada pembulu darah sehingga terjadi
iskemia pada jaringan, sedangkan pada kontraksi otot terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan nutrisi dan suplai nutrisi sehingga
jaringan kekurangan nutrisi dan oksitosin yang mengakibatkan terjadinya
mekasisme anaerob dan menghasilkan zat besi sisa, yaitu asam laktat
yang berlebihan. Kemudian, asam laktat tersebut akan merangsang
serabut rasa nyeri.
Impuls rasa nyeri dari organ yang terkena akan dihantarkan ke
sistem saraf pusat (SSP) melalui dua mekanisme, yaitu sebagai berikut:
1. Pertama, serabut-serabut A delta bermielin halus dengan garis tengan
2-5 μm akan menghantarkan impuls dengan kecepatan 12-30 m/s.
Serabut ini berakhir pada neuron-neuron pada lamina IV-V.
2. Kedua, serabut-serabut tidak bermielin berdiameter 0,5-2 μm. Serabut
ini berakhir pada neuron-neuron lamina I.
Impuls nyeri akan berjalan ke SSP melalui traktus spinatalamikus lateral,
kemudian diteruskan ke girus post sentral dari corteks serebri, lalu di
corteks serebri inilah nyeri dipersepsikan. (Solehati dan Kosasih 2015)
A.2.3. Faktor yang mempengaruhi nyeri
Menurut Potter dan Perry (2005) dalam Judha dkk (2015) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri, antara lain:
1. Usia
khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang
ditemukan diantara kelompok usia dini dapat mempengaruhi
bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.
2. Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam
respon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja
yang merupakan suatu faktor dalam mengekspresikan nyeri. Toleransi
nyeri sejak lama telah menjadi subyek penelitian yang melibatkan pria
dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh
faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap
individu tanpa memperhatikan jenis kelamin.
3. Kebudayaan
mengatasi nyeri, individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Menurut Clancy dan Vicar
(Perry dan Potter, 2005), menyatakan bahwa sosialisasi budaya
menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini
dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiat endogen dan
sehingga terjadilah persepsi nyeri.
ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang individu tersebut.
Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda
apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan,
hukuman dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang melahirkan
akan mempersepsikan nyeri, akibat cedera karena pukulan
pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersiapkan nyeri klien
berhubungan dengan makna nyeri.
stimulus yang lain, maka tenaga medis menempatkan nyeri pada
kesadaran yang perifer. Biasanya hal ini menyebabkan toleransi nyeri
individu meningkat, khususnya terhadap nyeri yang berlangsung
hanya selama waktu pengalihan.
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas
seringkali meningkatkan presepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan yang ansietas. Pola bangkitan otonom
adalah sama dalam nyeri dan ansietas. Prince (Perry dan Potter 2005),
melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian
sistim limbik dapat memproses reaksi emosi seseorang, khususnya
ansietas. Sistem limbik dapat memproses reaksi emosi seseorang
terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri.
7. Keletihan
sesasi nyeri semakin intensitif dan menurunkan kemampuan koping.
Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang
menderita penyakit dalam jangka lama. Apabila keletihan disertai
kesulitan tidur, maka persepsi nyeri terasa lebih berat dan jika
mengalami suatu proses periode tidur yang baik maka nyeri berkurang.
8. Pengalaman sebelumnya
menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang.
Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode
nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut akan muncul, dan juga
sebaliknya. Akibatnya klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-
tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri.
9. Gaya koping
merasa kesepian, gaya koping mempengaruhi mengatasi nyeri.
10. Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah
kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien. Walaupun nyeri dirasakan, kehadiran orang yang
bermakna bagi pasien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.
Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri
membuat klien semakin tertekan, sebaliknya tersedianya seseorang
yang memberi dukungan sangatlah berguna karena akan membuat
seseorang merasa lebih nyaman. Kehadiran orang tua sangat penting
bagi anak-anak yang mengalami nyeri.
A.2.4. Tanda dan gejala nyeri
Secara umum orang yang mengalami nyeri akan didapatkan
respom psikologis berupa (Judha, 2015) :
1. Suara
a. Menangis
b. Merintih
c. Dahi berkerut
e. Menggigit bibir
3. Pergerakan Tubuh
e. Immobilisasi
c. Disorientasi waktu
A.3. Nyeri Persalinan
persalinan sebagai kontraksi miometrium, merupakan proses fisiologis
dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu.
Rasa nyeri yang dialami selama persalinan bersifat unik pada
setiap ibu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain budaya, takut,
kecemasan, pengalaman persalinan sebelumnya, persiapan persalinan
dan dukungan (Perry & Bobak, 2004 dalam Judha dkk, 2015)
Rasa nyeri persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi
(pemendekan) otot rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit
pada pinggang, daerah perut dan menjalar ke arah paha. Kontraksi ini
menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim (serviks). Dengan adanya
pembukaan serviks ini maka akan terjadi persalinan. (Judha dkk, 2015)
A.3.2. Mekanisme Nyeri Persalinan
serat saraf nyeri seperti pada mekanisme penjalaran nyeri pada umumnya,
dimana proses nosisepti tesebut dikelompokkan menjadi empat tahap,
antara lain adalah sebagai berikut (Negara dan Winata, 2013).
a. Tranduksi
stimulasi noksius menjadi aktifitas listrik yang terjadi pada ujung-ujung
saraf sensoris. Beberapa mediator radang seperti: prostaglandin,
serotonin, bradikinin, leukotrien, substansi P, kalium, histamin, dan
asam laktat merupakan beberapa zat algesik yang mampu
mengaktifkan atau mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri. Serat saraf
afferent A-delta dan C adalah serat saraf sensorik yang mempunyai
fungsi meneruskan sensorik nyeri dari perifer ke sentral yaitu menuju
susunan saraf pusat. Adanya interaksi antara zat algesik dengan
reseptor nyeri menyebabkan terbentuknya impuls nyeri. Apabila
ambang nyeri dari nosiseptor terlampaui, maka energi atau stimulus
mekanik, suhu dan kimia akan diubah menjadi potensial aksi elektrikal
atau transduksi yang kemudian akan ditransmisikan sepanjang serat
saraf ke arah medula spinalis.
b. Transmisi
Adelta dan C setelah terjadinya proses tranduksi. Serat afferent A-
delta dan C meneruskan impuls nyeri ke sentral, yaitu kornu dorsalis
medula spinalis. Serat A-delta mempunyai diameter lebih besar
dibanding dengan serat C. Serat A-delta menghantarkan impuls lebih
cepat (12-30 m/s) dibandingkan dengan serat C (2 sampai 3 m/s).
c. Modulasi
endogen dengan input nyeri yang masuk ke dalam kornu dorsalis
medula spinalis. Impuls nyeri yang diteruskan oleh serat-serat A-delta
dan C ke sel-sel neuron nosisepsi di kornu dorsalis medula spinalis
tidak semuanya diteruskan ke sentral melalui traktus spinotalamikus.
Di daerah ini akan terjadi interaksi antara impuls yang masuk dengan
sistem inhibisi, baik sistem inhibisi endogen maupun sistem inhibisi
eksogen. Apabila impuls yang masuk lebih dominan, maka penderita
akan merasakan sensibel nyeri, sedangkan bila efek sistem inhibisi
yang lebih kuat, maka penderita tidak akan merasakan sensibel nyeri.
d. Persepsi
persepsi yang pada akhirnya akan menghasilkan persepsi nyeri.
Gambar 2.1. Tahapan Nyeri Persalinan (Negara dan Winata, 2013)
Mekanisme nyeri yang terjadi selama proses persalinan, baik pada
kala I dan II dapat dijelaskan sebagai berikut (Negara dan Winata, 2013):
a. Kala I Persalinan, nyeri pada kala I persalinan berasal dari adanya
kontraksi uterus dan dilatasi serviks melalui serat saraf afferent yang
terdapat pada uterus dan servik menuju ke kornu dorsalis medula
spinalis setinggi Thorakal X (Th10) sampai Lumbal I ( L1) (Gambar
2). Kemudian respon dari adanya nyeri tersebut akan menghasilkan
efek, baik secara reflek maupun melalui kontrol pusat saraf, melalui
serat saraf efferent simpatik yang mengakibatkan terjadinya kontraksi
miometrium uterus dan vasokonstriksi pembuluh darah di sekitar
genitalia interna dan juga serat saraf efferent parasimpatik yang
mengakibatkan terjadinya relaksasi miometrium uterus dan
vasodilatasi pembuluh darah di sekitar genitalia interna. Oleh karena
adanya kedua respon saraf tersebut, mengakibatkan terjadinya
kontraksi uterus yang bersifat ritmis dan intermitten.
b. Pada akhir kala I dan awal kala II persalinan, nyeri disebabkan oleh
rangsangan noxious dari struktur pelvis yang lainnya yang diinervasi
oleh serat saraf sensoris segmen bawah lumbal dan sakral. Tekanan
pada jaringan periuterin memperberat nyeri.
c. Selama persalinan perineum mengalami distensi akibat dorongan
janin, peregangan perineum menghasilkan signal nyeri melalui
persarafan sensorik nervus pudendus yang memasuki susunan saraf
pusat melalui syaraf sakral 2, 3 dan 4. Karena itu nyeri perineal
dirasakan pada dermatom sakral 2, 3 dan 4. Rangsang nyeri pada
persalinan ini juga mempengaruhi susunan saraf otonom, sistim
kardiovaskular, pernafasan dan otot rangka.
Gambar 2.2. Persarafan Uterus
Jalur persarafan nyeri selama proses persalinan, terkait dengan penyebab,
mekanisme saraf yang terkait, dan lokasi nyeri yang dirasakan oleh ibu
selama persalinan.
Sumber Penyebab Mekanisme
distensi uterus
dan dilatasi
Parasimpatis S2-
tempat patologi
menyebabkan nyeri selama persalinan:
1. Penekanan pada ujung-ujung saraf antara serabut otot dari korpus
fundus uterus.
vasokonstriksi akibat aktivitas berlebihan dari sarfa simpatis.
3. Adanya peradangan pada otot uterus.
4. Kontraksi pada serviks dan segmen bawah rahim menyebabkan rasa
takut yang memacu aktivitas berlebih dari sistem saraf simpatis.
5. Adanya dilatasi dari serviks dan segmen bawah rahim. Nyeri
persalinan kala I terutama disebabkan karena dilatasi serviks dan
segmen bawah rahim oleh karena adanya dilatasi, peregangan dan
kemungkinan robekan jaringan selama kontraksi.
6. Rasa nyeri pada setiap fase persalinan dihantarkan oleh segmen saraf
yang berbeda-beda. Nyeri pada kala I terutama berasal dari uterus.
7. Berkurangnya suplai oksigen otot uterus akibat kontraksi yang
semakin sering
8. Peregangan leher rahim/dilatasi serviks (penipisan dan pelebaran).
9. Bayi menekan persarafan di dan sekitar leher rahim dan vagina
10. Jaringan disekitar uterus dan panggul ikut tertarik dan tegang akibat
kontraksi uterus dan gerakan bayi yang mulai turun dalam rahim.
11. Tekanan pada uretra, kandung kemih dan anus.
12. Peregangan otot-otot dasar panggul dan jaringan vagina.
13. Rasa takut dan cemas, yang akan meningkatkan pelepasan hormon
stres sehingga persalinan semakin lama dan semakin nyeri.
A.3.4. Penyebab Nyeri Persalinan Kala I
Nyeri berkaitan dengan kala I persalinan adalah unik dimana nyeri
ini menyertai proses fisiologis normal. Meskipun persepsi nyeri dalam
persalinan berbeda-beda diantara wanita, terdapat suatu dasar fisiologis
terhadap rasa tidak nyaman/nyeri selama persalinan. Nyeri selama kala I
persalinan berasal dari:
2. Peregangan segmen uterus bawah.
3. Tekanan pada struktur-struktur yang berdekatan.
4. Hipoksia pada sel-sel otot uterus selama kontraksi (Wesson, 2000)
5. Area nyeri meliputi dinding abdomen bawah dan area-area pada bagian
lumbal bwah dan sakrum atas. (gambar 1.1.)
Gambar 2.3. area/lokasi menjalarnya nyeri persalinan selama kala I. Nyeri paling hebat diperlihatkan pada area yang berwarna gelap
(Sumber : Maryunani, 2015)
persalinan (Judha dkk, 2015) antara lain:
1. Budaya
budaya individu. Budaya mempengaruhi sikap ibu pada saat bersalin
(Pilliteri, 2003). Menurut Mulyati (2002) menjelaskan bahwa budaya
mempengaruhi ekspresi nyeri intranatal pada ibu primipara. Penting
bagi perawat maternitas untuk mengetahui bagaimana kepercayaan,
nilai, praktik budaya mempengaruhi seorang ibu dalam
mempresepsikan dan mengekspresikan nyeri persalinan.
2. Emosi (cemas dan takut)
Stress atau rasa takut ternyata secara fisiologis dapat menyebabkan
kontraksi uterus menjadi terasa semakin nyeri dan sakit yang
dirasakan. Karena saat wanita dalam kondisi inpartu tersebut
mengalami stres maka secara otomatis tubuh akan melakukan reaksi
defensif sehingga secara otomatis dari stres tersebut merangsang
tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu hormon Katekolamin dan
hormon konsentrasi tinggi saat persakinan jika calon ibu melahirkan,
berbagai respon tubuh yang muncul antara lain dengan “bertempur
atau lari”. Dan akibat respon tubuh tersebut maka uterus menjadi
semakin tegang sehingga aliran darah dan oksigen ke dalam otot otot
uterus berkurang karena arteri mengecil dan menyempit akibatnya
adalah rasa nyeri yang tidak terelakkan.
Apabila ibu sudah terbiasa dengan latihan relaksasi, jalan lahir akan
lebih mudan terbuka. Sebaliknya, apabila ibu dalam keadaan tegang,
tekanan kepala janin tidak akan membuat mulut rahim terbuka
sehingga yang dirasakan hanyalah rasa sakit dan sang ibu pun
bertambah panik dan stres.
Pada saar tubuh dalam keadaan stres, hormon stres yaitu katekolamin
akan dilepaskan, sehingga tubuh memberikan respon untuk
“bertempur atau lari”. Namun, sebaliknya dalam kondisi yang rileks
justru bisa memancing keluarnya hormon endorfin, pengilang rasa
sakit yang alami didalam tubuh. Menurut para ahli, endorfin ini efeknya
200 kali lebih kuat daripada morfin.
3. Pengalaman persalinan
dapat mempengaruhi respon ibu terhadap nyeri. Bagai ibu yang
mempunyai pengalaman yang menyakitkan dan sulit pada persalinan
sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada pengalaman lalu akan
mempengaruhi sensitifitasnya rasa nyeri.
dapat membantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin, juga membantu
mengatasi rasa nyeri (Martin, 2002).
5. Persiapan persalinan
mengurangi perasaan cemas dan takut akan nyeri persalinan sehingga
ibu dapat memilih berbagai teknik untuk metode latihan agar ibu dapat
mengatasi ketakutannya.
utama yang terjadi adalah karena terpicunya sistem simpatis dimana terjadi
peningkatan kadar plasma dari katekolamin, terutama epinefrin.
(Maryunani, 2015)
beberapa hal di bawah ini:
Psikologis : Penderitaan, ketakutan, dan kecemasan.
Kardiovaskuler : Peningkatan kardiak output, tekanan darah,
frekuensi nadi dan resistensi perifer sistemik.
Neuroendokrin : Stimulasi sitem simpato-adrenal, peningkatan
kadar plasma katekolamin, ACTH, kortisol,
ADH, β-endorfin, β-lipoprotein, renin,
hiperglikemia, lipolisis.
Fetus/janin : Asidosis akibat hipoksia pada janin.
A.3.7. Persepsi rasa nyeri persalinan
Persepsi rasa nyeri adalah sesuatu hal yang dirasakan oleh
seseorang yang akan dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga
menimbulkan reaksi terhadap rasa sakit, berbagai faktor tersebut, (Judha
dkk, 2015) antara lain:
Rasa takut atau kecemasan akan meninggikan respon individual
terhadap rasa sakit. Rasa takut terhadap hal yang tidak diketahui, rasa
takut ditinggal sendiri saat pada saat proses persalinan (tanpa
pendamping) dan rasa takut atas kegagalan persalinan dapat
meningkatkan kecemasan. Pengalaman buruk persalinan yang lalu
juga akan menambah kecemasan.
Kepribadian ibu berperan penting terhadap rasa sakit, ibu yang secara
alamiah tegang dan cemas akan lebih lemah dalam menghadapi stres
dibanding ibu yang rileks dan percaya diri.
3. Kelelahan
sebelumnya sudah terganggu tidurnya oleh ketidaknyamanan dari
akhir masa kehamilannya akan kurang mampu mentolerir rasa sakit.
4. Faktor sosial dan budaya
Faktor sosial dan budaya juga berperan penting dalam reaksi rasa
sakit. Beberapa budaya mengharapkan stooicisme (sabar dan
membiarkannya) sedangkan budaya lainnya mendorong keterbukaan
untuk menyatakan perasaan.
realistis dalam pengharapannya mengenai persalinannya adalah
tanggapannya terhadap hal tersebut mungkin adalah persiapan yang
terbaik sepanjang ibu merasa percaya diri bahwa ibu akan menerima
pertolongan dan dukungan yang diperlukannya dan yakin bahwa ibu
akan menerima analgesik yang sesuai.
A.3.8. Skala ukur nyeri persalinan
1. Skala Deskriptif Intensitas Nyeri Sederhana
Gambar 2.4 Skala Deskriptif Intemsitas Nyeri Sederhana (Judha, dkk 2015)
2. Skala Intensitas Nyeri Numerik
Gambar 2.5 Skala Intensitas Nyeri Numerik (Judha, dkk 2015)
3. Skala Analog Visual
4. Skala Nyeri Muka
5. Skala Nyeri Bourbanis
6. Skala Nyeri dengan ‘Observasi Perilaku”
Tabel 2.2 Observasi Perilaku
|_____|_____|_____|_____|_____|_____|_____|_____|_____|_____|
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(Judha, dkk 2015)
POSSIBLE PAIN
Gambar 2.9 Skala Nyeri ‘Muka’ (Judha, dkk 2015)
A.3.9. Metode pengurangan rasa nyeri
1. Metode Farmakologi
beberapa metode atau pemberian obat-obatan penghilang rasa nyeri,
misalnya pethidine, anastesi epidural, entonox, TENS atau ILA
(Intrathecal Labour Analgesia). Namun, belum semua metode dan obat
tersebut ada di Indonesia. (Maryunani, 2015)
a. Pethidine
bergerak dan terasa agak mengantuk, tetapi tetap sadar. Obat ini
bereaksi 20 menit, kemudian akan bekerja selama 2-3 jam dan
biasanya diberikan pada kala I. Obat ini biasanya disuntikkan
dibagian paha luar atau bokong. Penggunaan obat ini juga
menyebabkan bayi mengantuk, tetapi pengaruhnya akan hilang
setelah bayi lahir. Pethidine tidak diberikan secara rutin, tetapi
diberikan pada keadaan kontraksi rahim yang terlalu kuat.
b. Anastesi Epidural
rongga kosong tipis (epidural) diantaranya tulang punggung bagian
bawah. Spesialis anastesi akan memasang kateter untuk
mengalirkan obat yang mengakibatkan saraf tubuh bagian bawah
mati rasa selama sekitar 2 jam, sehingga rasa nyeri tidak terasa.
Pemberian obat ini harus diperhitungkan agar tidak ada
pengaruhnya pada kala II persalinan, jika tidak maka ibu akan
mengedan lebih lama.
epidural dan dapat digunakan sendiri. Jika kontraksi mulai terasa,
pegang masker di muka, lalu tarik nafas dalam-dalam. Rasa nyeri
akan berkurang dan kepala terasa lebih ringan.
2. Metode Non-Farmakologi
nyeri namun setidaknya memberikan rasa nyaman. Botol air
panas yang dibungkus handuk dan dicelupkan ke air dingin
mengurangi pegal di punggung dan kram bila ditempel di
punggung. Menaruh handuk dingin diwajah juga bisa mengurangi
ketegangan.
berkurang, dan perhatian teralih dari rasa nyeri. Cobalah berbagai
posisi persalinan, gunakan bantal untuk menyangga sampai
diperoleh posisi paling nyaman.
menjadi lancar sehingga nyeri berkurang.
d. Teknik bernafas yang benar
Metode ini menekankan teknek bernapas yang benar selama
kontraksi. Berkonsentrasi pada napas dapat mengalihkan ibu dari
nyeri, membuat otot-otot relaks serta ketegangan mengendur.
Tindakan ini sebaiknya dilakukan oleh ahli/dbantu dengan terapis.
e. Akupuntur
menusukkan jarum-jarum kecil atau menggunakan tekanan jari
tangan ke titik tertentu di tubuh. Banyak wanita hamil yang
merasakan manfaatnya untuk mengatasi keluhan selama hamil,
seperti mual atau sakit kepala. Metode ini kemudian juga dipakai
untuk meringankan nyeri persalinan.
Menekan titik dikaki untuk mengurangi nyri. Pijatan lembut di kaki
juga membuat nyaman. Pikiran dari penderita rasa nyeri akan
teralihkan kepada pijatan tersebut.
relaksi pikiran ibu. Dengan dibimbing terapis hipnotis, ibu akan
dapat mengontrol pikiran, rasa nyeri pun akan hilang.
h. Aromatherapy
terutama pada persalinan tahap awal. Dapat juga untuk
mengarumkan ruang persalinan karena dapat memberikan efek
menenteramkan.
Aromaterapi merupakan bagian dari sekian banyak metode
pengobatan alami yang telah dipergunakan sejak berabad-abat.
Aromaterapi bersal dari kata aroma yang berarti harum dan wangi, dan
terapi yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau penyembuhan.
Sehingga aromaterapi dapat diartikan sebagai satu cara perawatan tubuh
dan penyembuhan penyakit dengan menggunakan minyak esensial.
(Jaelani, 2009). Aromaterapi menggunakan minyak lavender dipercaya
dapat memberikan efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang
(carminative) setalah lelah beraktivitas. (Dewi, 2013)
A.4.2. Bunga Lavender
(Fam. Lamiaceac). Asal tumbuhan ini adalah dari wilayah selatan Laut
Tengah sampai Afrika tropis dan ke timur sampai India. Lavender juga
menyebar di Kepulauan Kanari, Afrika Utara dan Timur, Eropa Selatan dan
Mediterania, Arabia, dan India (Dewi, 2013).
Nama Lavender berasal dari bahasa Latin “lavera” yang berarti
menyegarkan dan orang-orang Roma telah memakainya sebagai parfum
dan minyak mandi sejak zaman dahulu. Manfaat bunga lavender adalah
dapat dijadikan minyak esensial yang sering dipakai sebagai aromaterapi
karena dapat memberikan manfaat relaksasi dan memiliki efek sedasi yang
sangat membantu pada orang yang mengalami insomnia (Dewi, 2013).
A.4.3. Zat yang Terkandung pada Minyak Lavender
Minyak Lavender memiliki banyak potensi karena terdiri atas
beberapa kandungan. Menurut penelitian, dalam 100 gram bunga lavender
tersusun atas beberapa kandungan, seperti: minyak esensial (1-3%),
alpha-pinene (0,22%), camphene (0,06%), beta-myrcene (5,33%), p-
cymene (0,3%), limonene (1,06%), cineol (0,51%), linalool (26,12%),
borneol (1,21%), terpinen-4-ol (4,64%), linalyl acetate (26,32%) , geranyl
acetate (2,14%), dan caryophyllene (7,55%). Berdasarkan data diatas,
dapat disimpulkan bahwa kandungan utama dari bunga lavender adalah
linalyl asetat dan linalool (C10H18O). (Mclain DE, 2009)
Diteliti efek dari tiap kandungan bunga lavender untuk mencari tahu
zat mana yang memiliki efek anti-anxiety (efek anti cemas/relaksasi)
menggunakan Geller conflict test dan Vogel conflict test. Linalool, yang juga
merupakan kandungan utama lavender, memberikan hasil yang signifikan
pada kedua tes. Dapat dikatakan linalool adalah kandungan aktif utama
yang berperan pada efek anti cemas (relaksasi) pada lavender. (Mclain DE,
2009)
Indra penciuman memiliki peran yang sangat penting, dalam sehari
kita bisa mencium lebih kurang 23,040 kali. Bau-bauan dapat memberikan
peringatan pada kita akan adanya bahaya dan juga dapat memberikan efek
menenangkan(relaksasi). Tubuh dikatakan dalam keadaan relaksasi
adalah apabila otot-otot ditubuh kita dalam keadaan tidak tegang. (Buckle
J, 2001)
masuk ke hidung ditangkap oleh bulbus olfactory kemudian melalui traktus
olfaktorius yang bercabang menjadi dua, yaitu sisi lateral dan medial. Pada
sisi lateral, traktus ini bersinap pada neuron ketiga di amigdala, girus
semilunaris, dan girus ambiens yang merupakan bagian dari limbik. Jalur
sisi medial juga berakhir pada sistem limbik. Limbik merupakan bagian dari
otak yang berbentuk seperti huruf C sebagai tempat pusat memori,
suasana hati, dan intelektualitas berada. Bagian dari limbik yaitu amigdala
bertanggung jawab atas respon emosi kita terhadap aroma. Hipocampus
bertanggung jawab atas memori dan pengenalan terhadap bau juga tempat
bahan kimia pada aromaterapi merangsang gudang-gudang penyimpanan
memori otak kita terhadap pengenalan bau-bauan. Oleh karena itu, bau
yang menyenangkan akan menciptakan perasaan tenang dan senang
sehingga dapat mengurangi kecemasan. Selain itu, setelah ke limbik
aromaterapi menstimulasi pengeluaran enkefalin atau endorfin pada
kelenjar hipothalamus, PAG dan medula rostral ventromedial. Enkefalin
merangsang daerah di otak yang disebut raphe nucleus untuk mensekresi
serotonin sehingga menimbulkan efek rileks, tenang dan menurunkan
kecemasan. Serotonin juga bekerja sebagai neuromodulator untuk
menghambat informasi nosiseptif dalam medula spinalis. Neuromodulator
ini menutup mekanisme pertahanan dengan cara menempati reseptor di
kornu dorsalis sehingga menghambat pelepasan substansi P.
Penghambatan substansi P akan membuat impuls nyeri tidak dapat melalui
neuron proyeksi, sehingga tidak dapat diteruskan pada proses yang lebih
tinggi di kortek somatosensoris dan transisional (Hutasoit dalam Karlina,
dkk, 2015).
menunjukkan terjadinya penurunan kecemasan, perbaikan mood, dan
terjadi peningkatan kekuatan gelombang alpha dan beta pada EEG yang
menunjukkan peningkatan relaksasi. Didapatkan pula hasil yaitu terjadi
peningkatan secara signifikan dari kekuatan gelombang alpha di daerah
frontal, yang menunjukkan terjadinya peningkatan rasa kantuk. (Yamada,
et al, 2005)
terapeutik dan kuratif, mulai dari mengurangi stress. Ada bukti yang
berkembang yang menunjukkan bahwa minyak lavender bisa menjadi obat
yang efektif dalam pengobatan beberapa gangguan neurologis.
Minyak lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal
memiliki efek sedatif, hypnotic, dan anti-neurodepresive pada manusia.
Karena minyak lavender dapat memberi rasa tenang, sehingga dapat
digunakan sebagai manajemen stres. Kandungan utama dalam minyak
lavender adalah linalool asetat yang mampu mengendorkan dan
melemaskan sistem kerja urat-urat syaraf dan otot-otot yang tegang
(Yamada, et al, 2005). Selain itu, beberapa tetes minyak lavender dapat
membantu menanggulangi insomnia, memperbaiki mood seseorang,
menurunkan tingkat kecemasan, meningkatkan tingkat kewaspadaan, dan
tentunya dapat memberikan efek relaksasi. (Dewi, 2013)
Lavender merupakan salah satu jenis aromaterapi. Aromaterapi
lavender menurut Tarsikah dalam Susilarini (2017) merupakan salah satu
minyak esensial analgesik yang mengandung 8% terpena dan 6% keton.
Monoterpena merupakan jenis senyawa terpena yang paling sering
ditemukan dalam minyak atsiri tanaman. Pada aplikasi medis monoterpena
digunakan sebagai sedatif. Minyak lavender juga mengandung 30-50%
linalil asetat. Linalil asetat merupakan senyawa ester yang terbentuk
melalui penggabungan asam organik dan alkohol. Ester sangat berguna
untuk menormalkan keadaan emosi serta keadaan tubuh yang tidak
seimbang, dan juga memiliki khasiat sebagai penenang serta tonikum,
khususnya pada sistem saraf. Wangi yang dihasilkan aromaterapi lavender
akan menstimulasi talamus untu mengeluarkan enkefalin, berfungsi
sebagai penghilang rasa sakit alami. Enkefalin merupakan neuromodulator
yang berfungsi untuk menghambat nyeri fisiologi.
Penelitian yang dilakukan oleh Jeffrey J. Gedney, Psyd., Toni L.
Glover, MA., RN., dan Roger B, Fillingim, PhD. dengan judul “Sensory and
Affective Pain Discrimination After Inhalation of Esensial Oils”. Metode
penelitian yang digunakan adalah randomized crossover design dengan
melakukan penelitian 26 orang sehat, tidak merokok, dan tidak dalam
pengobatan (13 laki-laki dan 13 wanita belum menopause). Dalam studi ini
didemonstrasikan bahwa inhalasi dari minyak esensial lavender dan
rosemary tidak menemukan hasil adanya efek analgesik. Tetapi evaluasi
subjek secara retrospektif dari pengaruh aroma terhadap perubahan
intensitas nyeri dan nyeri yang tidak mengenakkan menunjukkan mereka
memperoleh manfaat yang menguntungkan, khususnya untuk lavender.
Jadi dalam evaluasi klinis secara retrospektif tentang efektivitas treatment,
aromaterapi dapat menimbulkan perubahan hubungan klinis pada laporan
pasien mengenai rasa nyeri. Oleh karena itu kecenderungan efek samping
yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa aroma terapi dapat
membantu dalam terapi yang berhubungan dengan nyeri dan adanya
kerusakan jaringan (Dewi, 2013).
kesimpulan bahwa minyak esensial dari bunga lavender dapat memberikan
manfaat relaksasi (carminative), sedatif, mengurangi tingkat kecemasan,
dan mampu memperbaiki mood seseorang. (Dewi, 2013)
A.4.6. Jenis-jenis Aromaterapi
secara internal maupun eksternal Jaelani (2009).
1. Terapi Secara Internal
lewat mulut) dan inhalasi (dihirup melalui hidung).
a. Terapi melalui oral
Cara penggunaan minyak esensial dalam terapi lewat oral ini pada
prinsipnya hampir sama seperti ketika kita menggunakan obat-
obatan dalam terapi oral lain. Sebelum mulai terapi, minyak
esensial yang akan digunakan harus diencerkan terlebih dahulu
ke dalam pelarut air yang non-alkoholik, dalam konsentrasi kurang
dari 1%.
Terapi dengan inhalasi atau hirupan ini memiliki efek yang kuat
terhadap organ-organ sensorik yang dilalui bahan aktif minyak
esensial. Terapi inhalasi sangat berguna untuk mengatasi
keadaan-keadaan yang berhubungan dengan kondisi kesehatan
tubuh seseorang. Khususnya penyakit yang berhubungan dengan
gangguan saluran pernapasan dan gangguan-gangguan sistem
tubuh lainnya.
pemijatan dan dengan terapi air.
a. Terapi pemijatan
tua. Meskipun metode ini tergolong sederhana namun cara
terapi ini masih sering digunakan. Bahkan semakin banyak para
ahli kesehatan yang menggunakannya untuk membantu
pengobatan modern. Macam-macam tipe pijat aromaterapi
adalah tipe pijat swedia, tipe pijat shiatzu, tipe tusuk jarum, tipe
pijat neuro-muskuler.
menggembalikan kondisi tubuh agar tetap segar, sehat, harum,
dan selalu terjaga keindahannya. Adapun cara yang dapat
ditempuh dalam terapi ini, antara lain:
- Steaming
handuk, sambil muka ditundukkan selama 10-15 menit hingga
uap panasa mengenai muka.
memulihkan sistem peredaran darah, mengembalikan fungsi
saraf dengan cara relaksasi, serta untuk menjaga fungsi
koordinasi antarsistem tubuh.
B. Kerangka Teori
Sumber : JNPK (2008), Eniyati (2012), Sofian (2012), Sondakh (2013), Judha (2015), Solehati dan Kosasih (2015), Maryunani (2015), Dewi (2013), Jaelani (2009), Mclain DE (2009), Buckle J (2001), Yamada (2005)
C. Kerangka Konsep
dikarenakan adanya his yang kuat dan teratur.
- Keluar lendir bercampur darah
- Serviks membuka (dilatasi)
Faktor yang mempengaruhi nyeri: 1. Usia 6. Ansieta 2. Kebudayaan 7. Dukungan 3. Keletihan 8. Jenis kelamin 4. Gaya toping 9. Perhatian 5. Pengalaman 10. Makna nyeri
Persalinan Kala I
Aromaterapi
Lavender
terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Persalinan Primigravida Kala I
Fase Aktif.
BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi
experiment (eksperimen semu) dengan menggunakan desain penelitian
non equivalent control group pretest and posttest, dimana penelitian ini
akan menggunakan dua kelompok. Kelompok pertama diberikan
aromatherapy lavender (kelompok intervensi), sedangkan kelompok kedua
tidak diberikan aromatherapy lavender (kelompok kontrol).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
B.1. Lokasi Penelitian
fase aktif di Klinik Pratama Tanjung.
B.2. Waktu Penelitian
2018.
C.1. Populasi
primigravida kala I di Klinik Pratama Tanjung, yaitu sebanyak 30
orang dari bulan April - Mei 2018.
Kelompok
Intervensi
Kelompok
Kontrol
primigravida yang bersalin di Klinik Pratama Tanjung sebanyak 30
orang.
yaitu pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan
populasi.
pada penelitian ini meliputi :
a. Pasien inpartu primigravida kala I pembukaan 4, aterm dengan
kehamilan tunggal, presentasi kepala, kehamilan 37-45 minggu,
rencana melahirkan normal di Klinik Pratama Tanjung.
b. Bersedia menjadi subyek penelitian
c. Tidak mendapatkan obat anti nyeri dan atau induksi.
Kriteria eksklusi :
lavender.
1. Penelitian dilakukan setelah proposal penelitian disetujui baik oleh
pihak akademik maupun oleh institusi tempat penelitian dilakukan
dalam hal ini Klinik Pratama Tanjung Deli Tua. Peneliti kemudian
menemui Penanggung jawab ruang kebidanan untuk menjelaskan
tujuan penelitian.
2. Data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung
dari pasien. Pasien inpartu primipara yang datang di Klinik Pratama
Tanjung Deli Tua dilakukan vaginal touche untuk mengetahui tingkat
pembukaan, apabila sudah memasuki kala I aktif yaitu terjadi
pembukaan antara 4-6 cm maka pasien pada kedua kelompok di ukur
dengan mengunakan Lembar Observasi Perilaku dengan Skala Ukur
Bourbanis pada tingkat nyeri, kemudian pada kelompok perlakuan
diberikan terapi aroma secara inhalasi sedangkan pada kelompok
kontrol tidak diberikan terapi aroma. Setelah satu jam baik pada
kelompok perlakuan maupun kontrol dilakukan pengukuran kembali
tingkat nyeri responden dengan mengunakan Lembar Observasi
Perilaku dengan Skala Ukur Bourbanis.
3. Pengambilan data kontrol dilakukan oleh peneliti sendiri dan peneliti
pembantu yaitu bidan yang telah ditunjuk dan diberi penjelasan
tentang cara pengambilan data. Begitu pula dengan pengambilan data
intervensi sebagian dilakukan olah bidan yang sebelumnya telah diberi
penjelasan. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan waktu
pengambilan data juga karena waktu melahirkan yang tidak bisa
dipastikan.
diri. Lalu calon responden diberikan penjelasan mengenai tujuan dan
prosedur penelitian. Setelah calon responden menyetujui dan bersedia
berpartisipasi dalam penelitian ini, kemudian calon responden diminta
untuk menandatangani surat persetujuan.
mengenai data demografik dari catatan medis klien dengan
menggunakan lembar demograsi. Setelah itu melakukan pre-test
pada klien mengenai nyeri dengan cara wawancara dengan
menggunakan Lembar Observasi Perilaku dengan Skala Ukur
Bourbanis. Wawancara dilakukan ketika responden tidak sedang
kontraksi atau saat relaksasi. Setelah data terkumpul lengkap dan
pre-test talah dilakukan, kemudian pada kelompok intervensi
diberikan terapi aroma secara inhalasi melalui alat uap selama
satu jam. Intervensi sesuai prosedur ruangan tetap dilakukan.
Sedangkan pada kelompok kontrol setelah data demografi
terkumpul dan pre-test telah dilakukan, responden tidak
mendapatkan intervensi dari peneliti tetapi mendapat intervensi
sesuai prosedur ruangan.
mendapatkan terapi aroma dan kelompok kontrol mendapatkan
intervensi sesuai prosedur ruangan, maka dilakukan post-test
dengan menggunakan Lembar Observasi Perilaku dengan Skala
Ukur Bourbanis.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Lembar
Observasi Perilaku dengan Skala Ukur Bourbanis untuk mengobservasi
tingkat nyeri sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi dengan
menggunakan diffuser aromatherapy.
F. Prosedur Penelitian
peneliti menemui calon responden dan menjelaskan tentang tujuan dan
manfaat penelitian, selanjutnya calon responden yang menyutujui untuk
dijadikan responden diminta untuk menandatangani lembar informed
consent, kemudian peneliti melakukan pretest dengan menggunakan
lembar observasi Skala Ukur Bourbanis untuk mengukur tingkat nyeri
persalinan, dan peneliti melakukan intervensi dengan memberikan
Aromatherapy Lavender selama 60 menit; selanjutnya, peneliti melakukan
posttest dengan menggunakan Lembar Observasi Perilaku dengan Skala
Ukur Bourbanis untuk mengukur tingkat nyeri persalinan.
Pengumpulan data ini berlangsung hingga jumlah sampel
diperlukan dalam penelitian terpenuhi.
pertama, editing data, peneliti melakukan pemeriksaan kelengkapan,
kejelasan, dan kesesuaian data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing
dilakukan setelah data terkumpul mulai dari karakteristik responden,
penilaian pretest dan postest. Kemudian, peneliti melakukan Coding data
yaitu peneliti membuat kode untuk hasil penelitian yang didapat. Pada
variabel independen yaitu tingkat nyeri peneliti menggunakan kode
jawaban berupa 0 = tidak nyeri; 1-3 = nyeri ringan; 4-6 = nyeri sedang; 7-9
= nyeri berat; 10 = nyeri sangat berat. Selanjutnya, peneliti melakukan entry
data, data yang sudah diubah menjadi kode kedalam mesin pengolah data.
Pemrosesan data dilakukan dengan memasukkan data ke paket program
komputer yang sesuai dengan variabel masing-masing. Selanjutnya,
peneliti melakukan cleaning data, yaitu peneliti memastikan bahwa seluruh
data yang telah dimasukkan kedalam mesin pengolah data sesuai dengan
sebenarnya. Selanjutnya, peneliti melakukan tabulating data dengan
memasukkan hasil penelitian kedalam tabel kemudian diolah dengan
bantuan komputer.
frekuensi dengan hasil presentase yang didapatkan dari nilai pretest
dan posttest kemudian di tabulasi, dikelompokkan, dan diberikan skor.
Variabel independennya adalah aromaterapi lavender dan variable
dependennya adalah penurunan tingkat nyeri pada Ibu Bersalin
Primipara Kala 1 merupakan jenis kategorik.
2. Analisis Bivariat
variabel penelitian yaitu variable independen dengan variable
dependen.
pengaruh intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan Aromaterapi
Lavender dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Uji statistik Wilcoxon, digunakan untuk data yang tidak
berdistribusi normal dan untuk mengetahui adanya pengaruh
intensitas nyeri sebelum dan sesudah pemberian Aromaterapi
Lavender.
terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Persalinan Primigravida Kala I
Fase Aktif di Klinik Pratama Tanjung Kec. Deli Tua Kab. Deli Serdang
Tahun 2018?”, adalah sebagai berikut:
A.1 Analisis Univariat
Sebelum (Pre) Sesudah (Post)
Nyeri Berat Terkontrol 11 73,3 3 20 Kelompok Kontrol
Nyeri Ringan 4 26,7 0 0
Nyeri Sedang 6 40 1 6,7 Nyeri Berat Terkontrol 5 33,4 12 80
Nyeri Berat Tidak Terkontrol 0 0 2 13,4
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa pada kelompok
intervensi, sebelum diberikan aromaterapi lavender didapatkan mayoritas
intensitas nyeri berat terkontrol yaitu 11 orang (73,3%), dan setelah
diberikan aromaterapi lavender didapatkan mayoritas kategori intensitas
nyeri sedang yaitu 12 orang (80%). Sedangkan pada kelompok kontrol,
sebelum periode intervensi didapatkan mayoritas intensitas nyeri sedang
yaitu 6 orang (40%), dan setelah periode intervensi didapatkan mayoritas
kategori intensitas nyeri berat terkontrol yaitu 12 orang (80%).
A.2 Analisis Bivariat
pada Kelompok Intervensi
Tabel 4.2 Uji Wilcoxon Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Pemberian
Aromaterapi Lavender pada Kelompok Intervensi di Klinik Pratama Tanjung Tahun 2018
Kelompok Intervensi Mean SD Min Max P
Sebelum Intervensi 6,80 0,775 5 8 0,003
Sesudah Intervensi 5,67 0,900 4 7
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui rata-rata intensitas nyeri
pada kelompok intervensi sebelum diberikan aromaterapi lavender adalah
6,80 sedangkan sesudah diberikan aromaterapi diperoleh rata-rata
intensitas nyeri adalah 5,67, sehingga terjadi perurunan intensitas nyeri
sebanyak 1,13 point.
antara sebelum diberi aromaterapi lavender dengan sesudah diberi
aromaterapi lavender pada kelompok intervensi. Dapat disimpulkan bahwa
terjadi penurunan intensitas nyeri persalinan pada kelompok yang diberi
aromaterapi lavender.
pada Kelompok Kontrol
Tabel 4.3 Uji Wilcoxon Intensitas Nyeri Sebelum dan Sesudah Periode
Intervensi pada Kelompok Kontrol di Klinik Pratama Tanjung Tahun 2018
Kelompok Kontrol Mean SD Min Max P
Sebelum Intervensi 5,47 1,922 3 8 0,001
Sesudah Intervensi 7,60 1,352 5 10
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui rata-rata intensitas nyeri
pada kelompok kontrol sebelum periode intervensi adalah 5,47, sedangkan
sesudah periode intervensi diperoleh rata-rata intensitas nyeri adalah 7,60,
sehingga terjadi peningkatan intensitas nyeri sebanyak 2,13 point.
Uji wilcoxon menghasilkan nilai p = 0,001 (α < 0,05) menyimpulkan
bahwa secara statistik terdapat perbedaan intensitas nyeri yang bermaksa
antara sebelum periode intervensi dengan sesudah periode intervensi
pada kelompol kontrol. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan
intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada kelompok yang tidak diberi
aromaterapi lavender.
dan Kelompok Kontrol
Tabel 4.4 Perbedaan Perubahan Intensitas Nyeri Sebelum Intervensi Pada
Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Klinik Pratama Tanjung Tahun 2018
Intensitas Nyeri Sebelum Intervensi
P
Intervensi 6,80 7,00 0,775 5-8 8 18,50
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai P = 0,054 (α
> 0,05). Mean rank intensitas nyeri pada kelompok kontrol 12,50 lebih kecil
dibandingkan mean rank intensitas nyeri pada kelompok intervensi 18,50.
Sehingga, disimpulkan tidak ada perbedaan nyeri pada kelompok kontrol
dan kelompok intervensi sebelum diberikan aromaterapi lavender.
2.4 Perbedaan Intensitas Nyeri Sesudah Intervensi pada Kelompok Intervensi
dan Kelompok Kontrol
Tabel 4.5 Perbedaan Perubahan Intensitas Nyeri Sesudah Intervensi Pada
Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Klinik Pratama Tanjung Tahun 2018
Intensitas Nyeri Sesudah Intervensi
P
Intervensi 5,67 6,00 0,900 4 7 9,63
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
perubahan intensitas nyeri sesudah intervensi pada kelompok intervensi
dan kelompok kontrol dengan beda rerata 1,93 point. Mean rank intensitas
nyeri pada kelompok intervensi 9,63 lebih kecil dibandingkan mean rank
intensitas nyeri pada kelompok kontrol 21,37.
Hasil uji Mann Whitney diperoleh nilai P = 0,000 (α < 0,05).
Sehingga, disimpulkan bahwa terjadi perbedaan perubahan nyeri pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi sesudah diberikan aromaterapi
lavender.
Lavender Pada Kelompok Intervensi
intervensi pada kelompok intervensi terjadi penurunan intensitas nyeri
sesudah diberikan aromaterapi lavender dengan nilai P < 0,05.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan
oleh Rachmitha (2013), tentang perbedaan efektivitas lama pemberian
aromaterapi bunga mawar terhadap intensitas nyeri persalinan kala I fase
aktif. Dari Rachmitha mengatakan bahwa intensitas nyeri ibu bersalin di
BPM Semarang yang telah diberikan aromaterapi mengalami penurunan
yang signifikan ( p = 0,000, dan nilai mean menurun dari 8,8 menjadi 7,7).
Rasa nyeri mempengaruhi proses persalinan dengan lancar dan
nyaman khusunya pada ibu primigravida hal ini merupakan pengalaman
pertama. Hutahaean (2009) mengatakan bahwa rasa nyeri pada satu
persalinan dibandingkan dengan nyeri pada persalinan berikutnya akan
berbeda, karena perbedaan mekanisme pembukaan serviks yaitu pada
primipara ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu sehingga
serviks akan mendatar dan menipis. Dari segi psikis ibu primigravida
umumnya cemas dan takut menghadapi persalinan, sehingga merangsang
tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu hormon Katekolamin dan
hormon Adrenalin, akibatnya uterus menjadi semakin tegang aliran darah
dan oksigen ke dalam otot uterus berkurang karena arteri mengecil dan
menyempit akibatnya rasa nyeri yang tak terelakkan. Ibu yang sudah
mempunyai pengalaman melahirkan mampu merespon rasa nyeri,
melahirkan dalam keadaan rileks, lapisan otot dalam rahim akan bekerja
sama secara harmonis sehingga persalinan akan berjalan lancar, mudah,
dan nyaman (Hermina, 2015)
lavender menurut Tarsikah dalam Susilarini (2017) merupakan salah satu
minyak esensial analgesik yang mengandung 8% terpena dan 6% keton.
Monoterpena merupakan jenis senyawa terpena yang paling sering
ditemukan dalam minyak atsiri tanaman. Pada aplikasi medis monoterpena
digunakan sebagai sedatif. Minyak lavender juga mengandung 30-50%
linalil asetat. Linalil asetat merupakan senyawa ester yang terbentuk
melalui penggabungan asam organik dan alkohol. Ester sangat berguna
untuk menormalkan keadaan emosi serta keadaan tubuh yang tidak
seimbang, dan juga memiliki khasiat sebagai penenang serta tonikum,
khususnya pada sistem saraf. Wangi yang dihasilkan aromaterapi lavender
akan menstimulasi talamus untuk mengeluarkan enkefalin, berfungsi
sebagai penghilang rasa sakit alami. Enkefalin merupakan neuromodulator
yang berfungsi untuk menghambat nyeri fisiologi.
Menurut asumsi peneliti, penerapan metode pemberian
Aromaterapi Lavender pada proses persalinan berpengaruh terhadap
intensitas nyeri persalinan. Ibu yang diberikan metode Aromaterapi
Lavender pada proses persalinan mengalami intensitas nyeri persalinan
yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak di berikan
Aromaterapi Laveder dalam proses persalinan.
B.2. Intensitas Nyeri Sebelum Dan Sesudah Pemberian Aromaterapi
Lavender Pada Kelompok Kontrol
intervensi pada kelompok kontrol terjadi peningkatan intensitas nyeri
sesudah periode intervensi dengan nilai P > 0,05.
Berdasarkan hasil uji Wilcoxon pada kelompok kontrol diperoleh
nilai p = 0,001 yang lebih kecil dari α = 0,05 dengan demikian terdapat
perbedaan intensitas nyeri sebelum intervensi dan sesudah intervensi
pada kelompok kontrol.
terjadi peningkatan nyeri persalinan pada kala I. Karena pada primipara
mengalami persalinan yang lebih panjang sehingga mereka merasa letih.
Hal ini menyebabkan peningkatan nyeri. Rasa nyeri yang terjadi selama
kala I juga disebabkan oleh kontraksi uterus yang terus meningkat untuk
mencapai pembukaan servik yang lengkap. Semakin bertambahnya
volume dan frekuensi kontraksi uterus maka rasa nyeri juga akan semakin
meningkat. Rasa nyeri akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya
pembukaan dari 1 cm sampai pembukaan lengkap yaitu 10 cm.
(Cunningham, 2013)
proses fisiologis yang menyertai kehidupan setiap wanita. Walaupun
persalinan merupakan proses yang fisiologis, namun pada umumnya
persalinan dapat menjadi menakutkan karena disertai nyeri yang berat dan
terkadang dapat menimbulkan kondisi mental yang mengancam.
B.3. Perbedaan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Pada Kelompok
Intervensi Dan Kelompok Kontrol
persalinan kala I fase aktif dengan dibuktikannya ada perbedaan rata-rata
intensitas nyeri ibu bersalin yang diukur dengan lembar observasi perilaku
dan skala Bourbanis. Dapat diketahui bahwa intensitas nyeri sesudah
intevensi pada kelompok intervensi dengan nilai 9,63 lebih rendah
dibandingkan pada sesudah intervensi pada kelompok kontrol dengan nilai
21,37. Dari hasil uji Mann Whitney dapat disimpulkan terdapat perbedaan
intensitas nyeri sesudah intervensi yang bermakna antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol dengan nilai p = 0,000 (Tabel 4.5).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan
oleh Restiana (2015), tentang efek lilin aromaterapi lavender terhadap
perubahan intensitas nyeri persalinan kala I fase aktif pada 8 responden.
Dari Restiana mengatakan bahwa intensitas nyeri didapatkan hasil bahwa
ibu bersalin di wilayah kerja Puskesmas Bergas Semarang yang telah
diberikan lilin aromaterapi mengalami penurunan yang signifikan, (p =
0,000 dan nilai mean menurun dari 5,58 menjadi 3,63).
Minyak lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal
memiliki efek menenangkan. Penelitian yang dilakukan terhadap manusia
mengenai efek aromaterapi lavender untuk relaksasi, kecemasan, mood,
dan kewaspadaan pada aktivitas EEG (Electro Enchepalo Gram)
menunjukkan terjadinya penurunan kecemasan, perbaikan mood, dan
terjadi peningkatan kekuatan gelombang alpha dan beta pada EEG yang
menunjukkan peningkatan relaksasi. Didapatkan pula hasil yaitu terjadi
peningkatan secara signifikan dari kekuatan gelombang alpha di daerah
frontal, yang menunjukkan terjadinya peningkatan rasa kantuk. (Yamada,
et al, 2005)
masuk ke hidung ditangkap oleh bulbus olfactory kemudian melalui traktus
olfaktorius yang bercabang menjadi dua, yaitu sisi lateral dan medial. Pada
sisi lateral, traktus ini bersinap pada neuron ketiga di amigdala, girus
semilunaris, dan girus ambiens yang merupakan bagian dari limbik. Jalur
sisi medial juga berakhir pada sistem limbik. Limbik merupakan bagian dari
otak yang berbentuk seperti huruf C sebagai tempat pusat memori,
suasana hati, dan intelektualitas berada. Bagian dari limbik yaitu amigdala
bertanggung jawab atas respon emosi kita terhadap aroma. Hipocampus
bertanggung jawab atas memori dan pengenalan terhadap bau juga tempat
bahan kimia pada aromaterapi merangsang gudang-gudang penyimpanan
memori otak kita terhadap pengenalan bau-bauan. (Hutasoit dalam Karlina,
dkk, 2015)
dan medula rostral ventromedial. Enkefalin merangsang daerah di otak
yang disebut raphe nucleus untuk mensekresi serotonin sehingga
menimbulkan efek rileks, tenang dan menurunkan kecemasan. Serotonin
juga bekerja sebagai neuromodulator untuk menghambat informasi
nosiseptif dalam medula spinalis. Neuromodulator ini menutup mekanisme
pertahanan dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis sehingga
menghambat pelepasan substansi P. Penghambatan substansi P akan
membuat impuls nyeri tidak dapat melalui neuron proyeksi, sehingga tidak
dapat diteruskan pada proses yang lebih tinggi di kortek somatosensoris
dan transisional. (Hutasoit dalam Karlina, dkk, 2015)
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Tarsikah dalam Susilarini
(2017) merupakan salah satu minyak esensial analgesik yang
mengandung 8% terpena dan 6% keton. Monoterpena merupakan jenis
senyawa terpena yang paling sering ditemukan dalam minyak atsiri
tanaman. Pada aplikasi medis monoterpena digunakan sebagai sedatif.
Minyak lavender juga mengandung 30-50% linalil asetat. Linalil asetat
merupakan senyawa ester yang terbentuk melalui penggabungan asam
organik dan alkohol. Ester sangat berguna untuk menormalkan keadaan
emosi serta keadaan tubuh yang tidak seimbang, dan juga memiliki khasiat
sebagai penenang serta tonikum, khususnya pada sistem saraf. Wangi
yang dihasilkan aromaterapi lavender akan menstimulasi talamus untu
mengeluarkan enkefalin, berfungsi sebagai penghilang rasa sakit alami.
Enkefalin merupakan neuromodulator yang berfungsi untuk menghambat
nyeri fisiologi.
proses persalinan berpengaruh terhadap tingkat nyeri persalinan. Ibu yang
diberikan Aromaterapi Lavender pada proses persalinan mengalami tingkat
nyeri persalinan yang rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak
diberikan Aromaterapi Lavender pada proses persalinan. Aromaterapi
lavender dapat mengurangi rasa cemas serta ketakutan menjelang
persalinan yang dapat menyebabkan ketegangan, rasa nyeri, dan sakit
saat persalinan, dan mampu mengontrol sensai rasa sakit pada saat
kontraksi rahim, serta meningkatkan kadar endorfin dan epinerfin dalam
tubuh untuk mengurangi rasa nyeri pada saat kontraksi dalam persalinan.
BAB V
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Persalinan Primigravida Kala I
Fase Aktif di Klinik Pratama Tanjung Tahun 2018 dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dari hasil analisis diperoleh nilai intensitas nyeri ibu pada kelompok
intervensi sebagian besar nilai nyeri sesudah intervensi mengalami
intensitas berat terkontrol, sedangkan sesudah intervensi dengan
kategori nyeri berat terkontrol.
2. Dari hasil analisis diperoleh nilai intensitas nyeri ibu pada kelompok
kontrol sebagian besar nilai nyeri sesudah intervensi mengalami
intensitas berat tidak terkontrol, sedangkan sebelum intervensi dengan
kategori sedang.
3. Ada pengaruh Aromaterapi Lavender terhadap penurunan intensitas
nyeri pada ibu bersalin kala I fase aktif di Klinik Pratama Tanjung
Tahun 2018 dengan p = 0,000.
B. Saran
adalah sebagai berikut:
sumber-sumber pustaka khususnya buku Aromaterapi dan kepada
peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam
dengan variabel yang berbeda dan lebih banyak lagi.
2. Disarankan kepada pelayanan kesehatan agar dapat mengaplikasikan
metode Aromaterapi Lavender sebagai metode asuhan untuk ibu
bersalin yang mengalami nyeri sehingga ibu bersalin dapat
menjalankan proses persalinan menjadi nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Appleton, Jeremy. 2012. Lavender Oil for Anxiety and Depression. Natural
Medicine Journal. 4(2): 2157-6769
Aprilia. 2010. Hipnostetri: Rileks, Nyaman, dan Aman Saat Hamil dan Melahirkan. Jakarta: Gagas Media
Buckle J. 2001. Aromatherapy and Diabetes. Diabetes Spectrum. 4(3): 124-126
Cunningham. 2013. Obstetri Williams . Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Dewi, IGA. 2013. Aromaterapi Lavender Sebagai Media Relaksasi. Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2(1): 21-53
Eniyati dan Melisa. 2012. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Gustyar, Indah, dan Eka Nouyriana 2017. Penerapan Teknik Pelvic Rocking dengan Birth Ball pada Ibu Bersalin Terhadap Kemajuan Persalinan di BPM Syafrida Kabupaten Kebumen. Tahun 2017 Program Studi Diploma III Kebidanan STIKES Muhammadiyah Gombong.
Handayani, dkk. 2014. Pengaruh Terapi Murottal Al-Qur’an Untuk Penurunan Nyeri Persalinan Dan Kecemasan Pada Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif. Jurnal Ilmiah Kebidanan. 5(2): 1-15
Jaelani. 2009. Aroma Terapi. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. 2014. Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini. Jakarta : Buku Acuan dan Panduan Edisi ketiga
Jones. Leanne. 2012. Pain Management for Women in Labour: an Overview of Systematic Reviews. Journal of Evidence-Based Medicine. : 101-102
Judha, Mohamad, dkk. 2015. Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika
Karlina, Reksohusodo, Widayati. 2015. Pengaruh Pemberian Aromaterapi Lavender secara Inhalasi terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Persalinan Fisiologis pada Primipara Inpartu Kala Satu Fase Aktif di BPM “Fetty Fathiyah” Kota Mataram. Universitas Brawijaya. 2(2): 108-119
Makvandi, Somayeh, et al. 2016. A Review of Randomized Clinical Trials on The Effect of Aromatherapy with Lavender on Labor Pain Relief. MedCrave. 1(3): 14-19
Maryunani, Anik. 2015. Nyeri Dalam Persalinan. Jakarta: TIM
Mclain DE. 2009. Chronic Health Effect Assessment of Spike Lavender Oil. Walker Doney and Associates. 1-18
Negara dan Winata. 2013. Analgesia Medis pada Persalinan. E-Journal Obstetric & Gynecology Udayana. 1(2): 1-56
Prawirohardjo, S. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sofian, Amru. 2012. Rustam Mochtar: Sinopsis Obsetri: Obstetri Fisiologis, Obstetri Patologi. Jakarta: EGC
Sondakh, Jenny J.S. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Jawa Timur: Erlangga
Susilarini, dkk. 2017. Pengaruh Pemberian Aromatherapi Lavender Terhadap Pengendalian Nyeri Persalinan Kala I Pada Ibu Bersalin. Jurnal Kebidanan. 6(12): 47-54
Tulina, Lilin dan Nurul Fadhillah. 2017. Pengaruh Pemberian Aromatherapy Lavender Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri pada Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif di BPM Ny. Margelina, Amd.Keb Desa Supenuh Kecamatan Sugio Kabupaten Lamongan. Jurnal Media Komunikasi Ilmu Kesehatan. 9(1): 23- 28
Valiani, Mahboubeh, et al. 2010. Reviewing the Effect of Reflexology on the Pain and Certain Features and Outcomed of the Labor on the Primiparous Women. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research 15(1): 302-310
Warnock, Eleanor. 2017. Japan by the Numbers Birth is Too Painful. Tokyo Review http://www.tokyoreview.net/2017/08/japan-numbers-birth-painful-japan/. 20 November 2017 (18:23)
Yamada K, Mimaki Y, Sashida Y, 2005.