166
Tugas Akhir SOLIDIFIKASI LIMBAH ALUMINA dan SAND BLASTING PT.PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI CAMPURAN BAHAN PEMBUAT KERAMIK Diajukan kepada Universitas Islam Indonesia untuk memenuhi persyaratan memperoleh Derajat Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan Disusun oleh : Heni Dwi Kurniasari NIM : 03.513.066 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta 2008 No : TA / TL / 2008 / 0243

Solidifikasi Limbah Alumina

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Solidifikasi Limbah Alumina

Tugas Akhir

SOLIDIFIKASI LIMBAH ALUMINA dan SAND BLASTING PT.PERTAMINA UP IV CILACAP

SEBAGAI CAMPURAN BAHAN PEMBUAT KERAMIK

Diajukan kepada Universitas Islam Indonesia untuk memenuhi persyaratan

memperoleh Derajat Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan

Disusun oleh :

Heni Dwi Kurniasari

NIM : 03.513.066

Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

2008

No : TA / TL / 2008 / 0243

Page 2: Solidifikasi Limbah Alumina
Page 3: Solidifikasi Limbah Alumina

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan tugas akhir

dengan judul “ Solidifikasi Limbah Alumina dan Sand Blasting PT. Pertamina UP

IV Sebagai Campuran Bahan Pembuat Keramik “ ini.

Penyusunan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

jenjang kesarjanaan Strata 1 pada Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik

Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.

Terwujudnya skripsi ini dengan baik adalah berkat bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Luqman Hakim, ST, Msi, selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia dan

sekaligus selaku Dosen Pembimbing II Tugas Akhir.

2. Bapak Eko Siswoyo, ST, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.

3. Bapak Ir.H.Kasam, MT, selaku Dosen Pembimbing I Tuga Akhir.

4. Bapak Hudori, ST dan Bapak Andik Yulianto, ST yang telah memberikan

bimbingan dan ilmu pengetahuan.

5. Pak Tasyono, Mas Iwan yang telah banyak membantu saya dalam

penyelesaian Tugas Akhir ini.

6. Bapak Pranoto dan Bapak Sukamto selaku Penanggung jawab

Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Universitas Islam Indonesia yang telah banyak membantu saya dalam

pengujian fisik termasuk menumbuk limbah.

7. Bapak Ir Samsudin, selaku Penanggung jawab Laboratorium Bahan

Teknik, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada

yang telah membantu pengujian keausan dan mempertemukan saya

dengan beberapa dosen UGM yang menurut saya memiliki wawasan yang

luas.

Page 4: Solidifikasi Limbah Alumina

8. Bapak dan Ibu (Si-emak) tercinta yang telah memberikan dorongan

materil dan do’a kepada saya, serta sabar dalam menunggu kelulusan saya.

Semoga kesabaran tersebut dapat menjadi hikmah bagi diri saya dan

orang-orang disekitar saya.Amin

9. Kakakku Tersayang yang telah memberikan semangat dan motivasi agar

cepat menyelesaikan studi.

10. Simbah Dagen, Simbah Ushi, Pakde Suar yang telah dipanggil oleh Allah

SWT pada saat proses penyusunan skripsi ini, kepergian kalian sangat

menyakitkan akan tetapi doa kalian semua diatas sana mengiringi

kesuksesan yang akan saya raih.Amin…

11. Saudara-saudaraku di Jogja dan di Banyuwangi yang tercinta yang telah

memberikan do’a dan spirit agar cepat lulus (wisuda).

12. Teman-teman seperjuangan “Team Solidifikasi” : Evelin, Ida, Angga, Sisi,

Ratih, Lena, Alvi Pasuruan, Nensa Ngek, Erfan, Fadli, Ali (Kalian Semua

Sahabat Terbaik Ku). Yeah….

13. Sobat-sobatku Enviro ’03 : Reci, Ari Sulasmini (Thanks ya atas bantuan

numbuk limbahnya and spirit kalian), and semua konco-konco yang tidak

disebutkan mohom maaf and semoga persahabatan kita dapat abadi.

Jangan Lupa Reuni-Reuni….

14. Moengil Satoe terima kasih atas semua bantuannya tanpa Moengil Satoe

saya tidak dapat menyelesaikan TA ini dengan sempurna. Selamat juga

buat Moengil Satoe karean akan segera menyelesaikan studinya.

15. Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam

penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Semoga seluruh amal dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan ridho dari

Allah SWT. Akhir kata saya berharap bermanfaat bagi kita semua. Amin

Yogyakarta, 22 Februari 2008

Penyusun

Page 5: Solidifikasi Limbah Alumina

MOTTO

Sabar yang sebenarnya adalah sabar pada saat bermula

tertimpa musibah. (HR. Al Bukhari)

Kegagalan menyakitkan, tetapi akan lebih menyakitkan

jika kita sadar kita belum melakukan yang terbaik.

Sebuah pohon sebesar kita bernula dari sebuah biji yang

sangat kecil, perjalanan sejauh seribu mil bermula dari

satu langkah kecil (Lao – tse)

Rahasia bagi orang yang ingin bahagia bukan pada

melakukan apa yang disenanginya, tetapi menyenangi

apa yang dilakukannya.

Paling kuat tali hubungan keimanan ialah cinta karena

Allah dan benci karena Allah (HR. Athabrani)

Page 6: Solidifikasi Limbah Alumina

Persembahan

Kupersembahkan Tugas Akhir ini Kepada :

Ayahku Sarjono dan Ibuku Sulikah Tersayang

serta Alm.Nenekku Tercinta,

Yang tiada hentinya memberikan Pengorbanan,

Kesabaran, Dorongan, Semangat, serta Do’a

Semoga pahala yang berlipat dan ridho dari Allah mereka dapatkan

karena ketidakmungkinanku membalas semua untuk selamanya....

Kakakku HannaTersayang

Dan Sodara-Sodaraku semua

Yang telah memberi warna Keceriaan Hidup

Serta Dukungan dan Do’a

Sahabatku semua yang menjadi alasanku memacu meraih asa

Terimakasih atas Segala Ilmu,

Semangat, Persaudaraan, Cinta Kasih yang selama ini

Telah kita Jalin

Semoga Persahabatan Kita Abadi

Terimakasih Banyak Semuanya........

Page 7: Solidifikasi Limbah Alumina

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii

KATA PENGANTAR .................................................................................. iii

MOTTO........................................................................................................ v

PERSEMBAHAN........................................................................................ vi

DAFTAR ISI................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL........................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xv

ABSTRAKSI................................................................................................ xvi

ABSTRACK..................................................................................................

xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………. ……………………………………... 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 3

1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………….. 5

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………… 5

1.5 Batasan Masalah………………………………………………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah…………………………………………………………… 7

2.1.1 Pengertian Limbah Padat ………………………………… 7

2.1.2 Karakteristik Limbah Padat………………………………. 8

2.1.3 Pengolahan Limbah Padat………………………………… 9

2.2 Limbah Industri Minyak Dan Gas……………………….……… 11

2.3 Jenis Limbah Padat PT. Pertamina UP IV Cilacap………………. 11

2.3.1 Activated Alumina……..…………………………………. 11

Page 8: Solidifikasi Limbah Alumina

2.3.2 Sand Blasting……………………………………………… 16

2.4 Identifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun……………… 21

2.4.1 Definisi Limbah B3………………………………………… 21

2.4.2 Identifikasi Limbah Berdasarkan Karakteristik……………. 22

2.4.2.1 Mudah Meledak…………………………………... 22

2.4.2.2 Mudah Terbakar…………………………………... 22

2.4.2.3 Limbah Reaktif……………………………………. 22

2.4.2.4 Limbah Beracun…………………………………… 22

2.4.2.5 Limbah Infeksi……………………………………. 23

2.4.2.6 Limbah Korosif…………………………………… 23

2.4.2.7 Uji Toksilogi……………………………………… 23

2.4.3 Klasifikasi Limbah B3……………………………………… 23

2.5 Logam Berat……………………………………………………… 24

2.5.1 Kromium (Cr)………………………………………………. 24

2.5.1.1 Efek Krom Bagi Kesehatan……………………….. 26

2.5.1.2 Efek Krom Bagi Lingkungan……………………… 27

2.5.2 Seng (Zn)…………………………………………………… 27

2.5.2.1 Efek Seng Bagi Kesehatan………………………… 29

2.5.2.2 Efek Seng Bagi Lingkungan………………………. 30

2.5.3 Timbal (Pb)…………………………………………………. 30

2.5.3.1 Efek Timbal Bagi Kesehatan……………………… 31

2.5.3.2 Efek Timbal Bagi Lingkungan……………………. 32

2.5.4 Tembaga (Cu)……………………………………………… 33

2.5.4.1 Efek Tembaga Bagi Kesehatan…………………… 34

2.5.4.2 Efek Timbal Bagi Lingkungan…………………… 34

2.6 Penanganan Limbah B3…………………………………………... 35

2.6.1 Stabilisasi…………………………………………………... 35

2.6.2 Fiksasi………..…………………………………………….. 36

2.6.3 Solidifikasi…………………………………………………. 36

2.6.3.1 Definisi………….………………………………… 36

2.6.3.2 Aplikasi…………………………………………… 39

Page 9: Solidifikasi Limbah Alumina

2.6.3.3 Mekanisme Proses………………………………... 40

2.7 Keramik…………………………………………………………. 42

2.7.1 Jenis Bahan Keramik Menurut Kepadatan……………… 43

2.7.2 Pembuatan Keramik……………………………………… 45

2.7.2.1 Bahan Keramik.………..…………………………. 45

2.7.2.1.1 Tanah Liat…………………………….. 46

2.7.2.1.2 Kaolin……………………...………… 50

2.7.2.1.3 Feldsfar………………………………. 53

2.7.2.1.4 Samot………………………………… 57

2.7.2.2 Pengolahan Bahan………………………………. 58

2.7.2.3 Pembentukan…………………………………….. 58

2.7.2.4 Pengeringan……………………………………… 60

2.7.2.5 Pembakaran……………………………………… 61

2.8 Karakteristik Fisik Keramik (Keausan)…………………………. 62

2.9 Lindi/Leachate…………………………………………………… 63

2.9.1 Extraction Procedure Toxicity Test………………………. 64

2.9.2 Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)……. 65

2.10 Uji Ph/Derajat Keasaman……………………………………….. 66

2.10.1 Asam…………………………………………………….. 67

2.10.2 Basa……………………………………………………… 69

2.11 Hipotesis………………………………………………………… 70

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian………………………………………………. 71

3.2 Waktu dan Tempat…………………………………………… 72

3.3 Bahan dan Alat……………………………………………….. 72

3.3.1 Bahan…………………………………………………… 72

3.3.2 Alat……………………………………………………… 73

3.4 Tahapan Pelaksanaan Penelitian……………………………… 73

3.4.1 Analisa Karakteristik Bahan……………………………. 73

3.4.2 Variabel Penelitian……………………………………… 74

Page 10: Solidifikasi Limbah Alumina

3.4.3 Pembuatan Sampel……………………………………… 74

3.4.4 Penentuan Komposisi Sampel………………………….. 74

3.4.5 Pengamatan Penelitian………………………………….. 75

3.5 Pelaksanaan Penelitian………………………………………… 75

3.5.1 Persiapan Bahan…………………………………………. 75

3.5.1.1 Analisa Karakteristik Fisik Limbah…………… 76

3.5.1.1.1 Berat Jenis…………………………… 76

3.5.1.1.2 Berat Isi Padat………………………. 76

3.5.1.1.3 Berat Isi Gembur……………………. 77

3.5.1.1.4 Kadar Air……………………………. 77

3.5.1.2 Analisa Karakteristik Kimia Limbah………….. 77

3.5.2 Pembuatan Benda Uji…………………………………… 77

3.5.3 Pengujian Benda Uji……………………………………. 78

3.5.3.1 Uji Keausan…………………………………… 79

3.5.3.1 Analisa Leachate Dengan Metode TCLP…….. 80

3.5.3.3 Uji pH…………………………………………. 80

3.6 Analisa Data Hasil Pengujian………………………………….. 81

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Limbah................................................................... 82

4.1.1 Activated Alumina.............................................................. 82

4.1.2 Sand bLasting.................................................................... 84

4.2 Komposisi Campuran Keramik......................................... 86

4.3 Pengujian Keramik.................………………………………… 91

4.3.1 Uji Keausan……………………………………………. 91

4.3.2 Uji Leachate dengan Metode TCLP…..........………… 97

4.3.3 Uji pH…………………………………………………. 102

4.4 Prospek Pengembangan Produk………………………………. 108

4.4.1 Aspek Teknis dan Kualitas……………………………… 108

4.4.2 Aspek Ekonomis…………………………………………. 109

4.4.3 Aspek Lingkungan……………………………………… 111

Page 11: Solidifikasi Limbah Alumina

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan................................................................................. 112

5.2 Saran............................................................................................. 113

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: Solidifikasi Limbah Alumina

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Jenis-jenis Limbah Padat................................................... 8

Tabel 2.2 Limbah B3 yang dihasilkan Pertamina UP IV Cilacap..... 11

Tabel 2.3 Sifat-sifat Fisik Alumina.................................................... 14

Tabel 2.4 Hasil Analisa TCLP Limbah Activated Alumina

PT.Pertamina UP IV Cilacap............................................ 15

Tabel 2.5 Beberapa Sifat Fisik Logam Kromium............................. 25

Tabel 2.6 Beberapa Sifat Fisik Logam Seng..................................... 28

Tabel 2.7 Beberapa Sifat Fisik Logam Timbal................................. 31

Tabel 2.8 Beberapa Sifat Fisik Logam Tembaga.............................. 33

Tabel 2.9 Komposisi Kimia yang Terdapat di dalam Lempung....... 47

Tabel 2.10 Spesifikasi Kaolin Untuk Keramik................................... 53

Tabel 2.11 Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Feldspar...................... 55

Tabel 2.12 SNI No. 1145 – 1984 Feldspar untuk Pembuatan

Badan Keramik................................................................. 56

Tabel 2.13 SNI No. 1275 – 1985 Feldspar untuk Pembuatan

Glasir................................................................................. 56

Tabel 2.14 Metode Tes Lindi.............................................................. 64

Tabel 2.15 Spesifikasi TCLP dengan EP Tox..................................... 66

Tabel 3.1 Komposisi Bahan Pembuat Keramik................................ 75

Tabel 3.2 Jenis, ukuran, dan Jumlah Benda Uji................................ 78

Tabel 4.1 Karakteristik Fisik Limbah Activated Alumina............... 82

Tabel 4.2 Karakteristik Kimia Limbah Activated Alumina.............. 83

Tabel 4.3 Perbandingan Karakteristik Kimia Limbah Activated

Alumina............................................................................ 83

Tabel 4.4 Karakteristik Fisik Limbah Sand Blasting........................ 85

Tabel 4.5 Karakteristik Kimia Limbah Sand Blasting...................... 85

Page 13: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 4.6 Komposisi Bahan Pembuatan Keramik

(Untuk 15 buah Keramik)................................................ 87

Tabel 4.7 Komposisi Bahan Pembuatan Keramik

(Untuk 1 buah Keramik)................................................... 87

Tabel 4.8 Nilai Keausan Sampel Keramik....................................... 92

Tabel 4.9 Hasil Leachate Logam Berat Dalam Keramik................. 98

Tabel 4.10 Perbandingan Solidifikasi Logam Berat Pada Limbah.... 101

Tabel 4.11 Hasil Analisa pH............................................................... 103

Tabel 4.12 Rincian Biaya Pembuatan 1 Buah Keramik...................... 109

Tabel 4.13 Perbandingan Optimum Keramik....................................... 105

Page 14: Solidifikasi Limbah Alumina

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skema Pengolahan Limbah Padat................................ 10

Gambar 2.2 Activated Alumina....................................................... 12

Gambar 2.3 Sand Blasting............................................................... 17

Gambar 2.4 Tanah Liat.................................................................... 46

Gambar 2.5 Kaolin........................................................................... 50

Gambar 2.6 Feldspar........................................................................ 55

Gambar 2.7 Chamotte/Grog............................................................. 57

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian................................................... 71

Gambar 3.2 Pengadaan Bahan Penyusun........................................ 76

Gambar 3.3 Tipe Sampel Keramik Stoneware................................ 77

Gambar 3.4 Pengujian Keausan....................................................... 79

Gambar 3.5 Pengujian TCLP........................................................... 80

Gambar 3.6 Pengujian pH................................................................. 80

Gambar 4.1 Tiga Komponen Bahan Penyusun Keramik................. 88

Gambar 4.2 Grafik Uji Keausan...................................................... 93

Gambar 4.3 Grafik TCLP Logam Berat (Pb, Cu, Cr, dan Zn)........ 98

Gambar 4.4 Grafik Uji pH Formula 1 H......................................... 104

Gambar 4.5 Grafik Uji pH Formula 2 H.......................................... 104

Gambar 4.6 Grafik Uji pH Formula 3 H.......................................... 105

Gambar 4.7 Grafik Uji pH Formula 4 H.......................................... 105

Page 15: Solidifikasi Limbah Alumina

DAFTAR LAMPIRAN

Prosedur Pemeriksaan Berat Jenis……………………………………… L-01

Prosedur Pemeriksaan Berat Isi Padat…………………………………. L-02

Prosedur Pemeriksaan Kadar Air……………………………………….. L-03

Prosedur Pemeriksaan Berat Isi Gembur……………………………….. L-04

Prosedur Pembuatan Keramik………………………………………….. L-05

Prosedur Pengujian TCLP……………………………………………… L-06

Prosedur Pengujian Ph…………………………………………………. L-07

Prosedur Pengujian Keausan…………………………………………… L-08

Hasil Pengujian………………………………………………………… L-09

Hasil Uji Keausan Keramik Diamond………………………………… L-09a

Hasil Uji Keausan Keramik Asia Tile…………………………………. L-09b

Hasil Uji Keausan Keramik Formula 1H, 2H, 3H, dan 4H…………… L-09c

Hasil Uji Berat Isi Padat Sand Blasting……………………………….. L-09d

Hasil Uji Berat Isi Padat Activated Alumina…………………………. L-09e

Hasil Uji Berat Isi Jenis Sand Blasting……………………………….. L-09f

Hasil Uji Berat Isi Jenis Activated Alumina………………………….. L-09g

Hasil Uji Berat Isi Gembur Sand Blasting……………………………. L-09h

Hasil Uji Berat Isi Gembur Activated Alumina………………………. L-09i

Hasil Uji Kadar Air Sand Blasting……………………………………. L-09j

Hasil Uji Kadar Air Activated Alumina………………………………. L-09k

Hasil Uji pH……………………………………………………………. L-09l

Hasil Uji TCLP Formula 1 H………………………………………….. L-09m

Hasil Uji TCLP Formula 2 H………………………………………….. L-09n

Hasil Uji TCLP Formula 3 H………………………………………….. L-09o

Hasil Uji TCLP Formula 4 H………………………………………….. L-09p

Hasil Uji TCLP Limbah Sand Blasting………………………………... L-09q

Hasil Uji TCLP Activated Alumina…………………………………… L-09r

Dokumentasi…………………………………………………………… L-10

Page 16: Solidifikasi Limbah Alumina

ABSTRAK

Permasalahan limbah sering menjadi permasalahan bagi industri-industri yang dalam proses produksinya menghasilkan limbah. Apalagi limbah yang dihasilkan termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Selama ini pengananan limbah B3 diserahkan kepada PT. Persada Pemunah Limbah Industri (PPLI) yang membutuhkan biaya cukup besar. Untuk meminimalisasi biaya yang disebabkan oleh penanganan limbah ini, alangkah lebih baik jika limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih berguna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat immobilisasi logam berat (Cr, Cu, Pb, dan Zn) dalam keramik yang telah ditambahkan limbah activated alumina dan sand blasting. Selain itu untuk mengetahui keausan keramik dan persentase penambahan limbah yang optimum dalam pembentukan keramik.

Metode penelitian yang digunakan adalah solidifikasi limbah activated alumina dan sand blasting sebagai keramik. Dalam proses solidifikasi ini, digunakan penambahan variasi limbah activated alumina dan sand blasting 0%, 40%, 45%, dan 50% dalam bahan-bahan keramik. Selanjutnya diberi air secukupnya dan dicetak dengan ukuran 10cm x 10cm x 1cm. Keramik yang sudah dicetak dikeringkan dan dibakar dengan suhu 12000C selama 16 jam, setiap variasi dibuat 15 sampel keramik. Terhadap benda uji keramik yang diperoleh dilakukan uji keausan, uji pH (larutan asam H2SO4, basa NaOH, dan netral aquadest), serta uji lindi (leachate) dengan metode TCLP.

Dari hasil penelitian, dengan adanya penambahan limbah activated alumina dan sand blasting pada konsentrasi 50% menghasilkan keausan terendah sebesar 13,414 mm2/kg, sedangkan keausan terbesar terdapat pada keramik dengan konsentrasi limbah 40% yaitu 81,229 mm2/kg. Hasil ini masih diatas keausan keramik standar dipasaran (Asia Tile : 10,602 mm2/kg dan Diamond : 6,474 mm2/kg) sebagai pembanding. Pada hasil uji pH, diperoleh bahwa adanya pH yang stabil dari setiap variasi. Sedangkan nilai lindi dengan metode TCLP dari setiap variasi bervariatif. Dari hasil yang diperoleh, konsentrasi logam berat (Cr, Cu, Pb, dan Zn) masih dibawah standar baku mutu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No.85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3. Untuk biaya produksi pembuatan keramik dengan limbah alumina dan sand blasting lebih rendah dari pada biaya produksi keramik biasa.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa limbah activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan dalam pembentukan keramik baik dari aspek teknis (keausan), ekonomis, maupun kesehatan dan lingkungan. Kata Kunci : Activated Alumina, Sand blasting, Keramik, Solidifikasi,

TCLP

Page 17: Solidifikasi Limbah Alumina

ABSTRACT

Recently, the waste issues has been the concern of the industry which produces the waste in its production process, particularly when it the produces the toxic and harmful material. During this time, the management of toxic and harmful waste is the duty of PT. Persada Pemusnah Limbah Industri (PPLI) which requires considerable cost. To minimize the cost incurred for the waste management, it is better to take benefit from the waste. The research is aimed at identifying the heavy metal (Cr, Cu, Pb, dan Zn) mobilized in the ceramics mixed with activated alumina and sand blasting waste. In addition, this paper also identifies the wearing out level of the ceramic and the optimum waste addition in preparing the ceramics.

Research method used is solidification activated alumina and sand blasting waste as ceramics. In the process of solidification, the increments variation of activated alumina and sand blasting waste 0%, 40%, 45%, and 50% in the ceramic material. Further, the concentration was added with water and molded with the size of 10cm x 10cm x 1cm. the molded ceramics was air-dried and burned at 12000C for 16 hours, each experiment variation consisted of 15 ceramics sample. The test conducted for the wearing out test, pH test (the solution of H2SO4 acid, NaOH base, dan netral aquadest), also the lindi test (leachate) by TCLP method.

Based on the research’s result, with addition activated alumina and sand blasting waste on 50% concentration, resulting in the lowest wearing out value that is 13,414 mm2/kg, and highgest wearing out can get from ceramic with waste 40% concentration is 81,229 mm2/kg. Wearing out of this ceramic it higher than ceramics standart in the market (Asia Tile : 10,602 mm2/kg and Diamond : 6,474 mm2/kg) as referent. The result pH test, show that there stabil pH each variation. While in lindi score with TCLP method of earch various is varied. The concentration of the heavy metal (Cr, Cu, Pb, and Zn) was still bellow the determined standard quality Peraturan Pemerintah No.85 tahun 1999 concerning the management of toxic and harmful material. The production cost ceramic which uses alumina and sand blasting waste lower than the production cost ordinary ceramic.

The result of research can get conclution that activated alumina and sand blasting waste can be used forming of ceramics from tecknist aspect (wearing out), economic, for healty and environmental. Keyword : Activated Alumina, Sand blasting, Ceramic, Solidification,

TCLP.

Page 18: Solidifikasi Limbah Alumina

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah sering menjadi permasalahan bagi industri-industri yang dalam

proses produksinya menghasilkan limbah. Apalagi limbah yang dihasilkan

termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Menurut PP

18/1999 jo PP85/1999 tentang pengelolaan limbah B3, pengertian limbah B3

adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang

karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung

maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan

hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Selama

ini pengananan limbah B3 diserahkan kepada PT. Persada Pamunah Limbah

Industri (PPLI) yang membutuhkan biaya cukup besar. Untuk meminimalisasi

biaya yang disebabkan oleh penanganan limbah ini, alangkah lebih baik jika

limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih berguna sehingga lebih

efektif dan bernilai ekonomi.

Pada PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap permasalahan limbah

activated alumina yang termasuk salah satu jenis limbah B3 serta kelimpahan

limbah sand blasting yang cukup besar saat ini tengah mengemuka. Potensi

limbah activated alumina dan sand blasting cukup besar khususnya diberbagai

PT.Pertamina di seluruh Indonesia. Sehubungan dengan meningkatya jumlah

produksi produk PT.Pertamina di Indonesia, maka jumlah limbah activated

alumina dan sand blasting juga akan meningkat. Activated Alumina adalah suatu

bahan berbentuk bulat-bulat kecil, berwarna putih dengan unsur utama alumina

dan silica yang dipergunakan dalam proses pengolahan minyak bumi di PT.

Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap yaitu pada proses filter air pada unit

Paraxylene. Pada keadaan jenuh activated alumina ini akan dikeluarkan berupa

limbah, yang setiap harinya mencapai ± 13427,6 kg/hari atau 62 drum/hari dari

Spent Clay Kilang Paraxylene. Sand blasting merupakan suatu bahan berbentuk

Page 19: Solidifikasi Limbah Alumina

seperti pasir pantai/pasir kuarsa, berwarna putih krem dengan unsur utama silica.

Sand Blasting dimanfaatkan untuk proses pembersihan kerak pada dinding kilang

minyak PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap. Pada keadaan jenuh sand

blasting akan dikeluarkan berupa limbah. Karena kelimpahan limbah activated

alumina dan sand blasting cukup besar, maka akan lebih baik jika limbah tersebut

dapat dimanfaatkan (recycle dan reuse) sehingga dapat memberikan nilai tambah

(added value) pada limbah-limbah tersebut dan nilai ekonominya juga akan

meningkat, dengan kata lain PT. Pertamina (PERSERO) UP IV akan diuntungkan

dan kualitas lingkungan di Indonesia akan semakin meningkat.

Limbah activated alumina dan sand blasting berpotensi untuk

dimanfaatkan sebagai produk bahan bangunan seperti: keramik, genteng, batu

bata, panel board, pavling blok.

Namun pemanfaatan daur ulang tersebut harus hati-hati karena di

dalamnya terkandung kadar logam berat yang bila terhisap atau terkonsumsi oleh

makhluk hidup dapat membahayakan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 85

Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah B3, limbah katalis berupa activated

alumina termasuk ke dalam daftar limbah B3, sedangkan limbah sand blasting

bukan termasuk ke dalam daftar limbah B3. Limbah yang dikategorikan B3

adalah limbah yang bila memiliki nilai LD50 (Lethal Dose 50%) lebih kecil dari

15 g/kg BB. Namun dari hasil analisa Balai Riset dan Standardisasi Industri dan

Perdagangan Semarang melalui pembuktian secara ilmiah dari hasil uji

toksikologi TCLP ternyata limbah activated alumina dan sand blasting

mempunyai nilai leachate dibawah ambang batas sehingga dapat dikategorikan

sebagai limbah padat bukan B3, serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan hidrolis

untuk bahan bangunan (pavling blok, keramik, genteng, dan lain-lain ), namun

dalam penyimpanannya harus mengikuti aturan tertentu dan tidak diperbolehkan

dibuang sembarangan. Dengan adanya penelitian tersebut telah dicapai hasil

bahwa limbah padat activated alumina dan sand blasting dapat dikelola atau

dimanfaatkan sesuai Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 tantang

pengelolaan limbah B3 yang diikuti penjelasannya pada Peraturan Pemerintah

No.85 Tahun 1999.

Page 20: Solidifikasi Limbah Alumina

Limbah activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan sebagai

bahan campuran dalam pembuatan keramik dengan metode solidifikasi. Dari hasil

penelitian terdahulu dengan memanfaatkan limbah katalis didapat tingkat

immobilisasi logam berat (leachate) pada keramik cukup tinggi dengan tingkat

immobilisasi mencapai 99-100%. Untuk sifat fisik yang dihasilkan ternyata cukup

baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai keausan antara 0,0299 gr/cm2 hingga 0,0443

gr/cm2, nilai yang cukup baik karena berada diatas keramik pembanding. Dengan

kata lain, keramik hasil solidifikasi limbah cukup kuat, logam berat yang terlepas

cukup kecil sehingga aman digunakan atau ramah lingkungan. Hal ini menjadikan

keramik sangat cocok digunakan untuk imobilisasi logam berat pada limbah dan

untuk mengatasi kelimpahan limbah (Hidayat, 2006).

Berdasarkan penelitian yang telah diuraikan diatas untuk mengatasi

permasalahan limbah activated alumina dan sand blasting, maka kedua limbah

tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan keramik.

Hal ini dimungkinkan karena untuk pembuatan keramik, hanya diperlukan tanah

liat yang bersifat plastis, samot sebagai filler, kaolin yang bersifat tidak plastis

sebagai penguat, dan feldspar sebagai penambah suhu bakar. Sedangkan limbah

activated alumina yang bersifat tidak plastis dan tahan api (refractory) dapat

sebagai pengganti kaolin serta sand blasting yang berbentuk seperti pasir kursa

dapat sebagai filler, diharapkan kedua limbah tersebut mengandung unsur oksida

diantaranya: SiO2, Al2O3, CaO, dan Fe2O3 yang dapat membentuk ikatan keramik

dan memberikan kontribusi kuat keramik pada bahan keramik. Untuk itu perlu

diteliti komposisi campuran limbah yang tepat dalam pembuatan keramik agar

diperoleh hasil yang baik. Dengan teknologi keramik, yaitu pemadatan dengan

menggunakan bahan pengikat (tanah liat) diharapkan limbah activated alumina

dan sand blasting yang mengandung unsur-unsur logam berat dapat terikat dan

tidak tersebar sehingga mengurangi pencemaran lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Limbah activated alumina memiliki unsur Al2O3 sedangkan sand blasting

memiliki bentuk seperti pasir kuarsa dan unsur SiO2 yang sangat baik untuk

Page 21: Solidifikasi Limbah Alumina

campuran keramik. Untuk limbah activated alumina jika dipakai sebagai

campuran keramik bisa meningkatkan suhu bakar keramik hingga suhu 20000C,

hal ini dikarenakan alumina memiliki sifat tahan panas. Kehalusan limbah

alumina dan sand blasting juga berpengaruh, semakin halus akan semakin bagus

ikatan antar partikel dan tahan lingkungan yang lembab.

Selama ini limbah activated alumina dan sand blasting tidak dimanfaatkan,

limbah activated alumina hanya dikirim ke PPLI sedangkan kelimpahan limbah

sand blasting cukup besar yang hanya ditimbun begitu saja disuatu lahan PT.

Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap sehingga memiliki potensi mencemari

lingkungan. Oleh sebab itu melalui penelitian ini diharapkan dalam jangka pendek

dan panjang limbah activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan

secara optimal untuk industri khususnya industri keramik yang memiliki

karakteristik mekanik yaitu nilai keausan yang rendah serta ramah lingkungan

(eco-friendly) dan berkelanjutan (sustainable/renewable) dengan harga ekonomis

sehingga dapat memberikan nilai tambah (added value) pada limbah-limbah

tersebut dan nilai ekonominya juga akan meningkat, dengan kata lain PT.

Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap akan diuntungkan dan kualitas lingkungan

di Indonesia akan semakin meningkat.

Secara garis besar rumusan masalah yang akan dicarikan solusinya sebagai

target keberhasilan dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah limbah activated alumina dan sand blasting yang dimanfaatkan untuk

pembuatan keramik dapat immobilisasi logam-logam berat ?

b. Dengan melakukan uji TCLP berapa konsentrasi unsur-unsur logam berat

pada limbah activated alumina dan sand blasting yang terlepas setelah dibuat

keramik ?

c. Apakah limbah activated alumina dan sand blasting yang dimanfaatkan untuk

pembuatan keramik memiliki nilai keausan yang rendah ?

d. Berapa penambahan optimal komposisi limbah activated alumina dan sand

blasting terhadap kualitas keramik yang dihasilkan sebagai rekomendasi untuk

produksi keramik dengan karakteristik nilai keausan rendah ?

Page 22: Solidifikasi Limbah Alumina

e. Bagaimana perbandingan nilai biaya produksi yang dikeluarkan untuk

pembuatan keramik dengan menggunakan campuran limbah activated alumina

dan sand blasting dibandingkan dengan keramik biasa ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka dapat dirumuskan tujuan dari

dilaksanakannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui keramik yang dibentuk dari limbah activated alumina dan

sand blasting dapat mengimobilisasi logam-logam berat.

b. Untuk mengetahui konsentrasi unsur-unsur logam berat pada limbah activated

alumina dan sand blasting yang terlepas setelah dibuat keramik.

c. Untuk mengetahui sifat fisik keramik, terutama nilai keausan yang dihasilkan

dari keramik yang dibentuk dari limbah activated alumina dan sand blasting.

d. Untuk mengetahui penambahan optimal komposisi limbah activated alumina

dan sand blasting terhadap kualitas keramik yang dihasilkan sebagai

rekomendasi untuk produksi keramik dengan karakteristik keausan rendah.

e. Untuk mengetahui perbandingan nilai biaya produksi yang dikeluarkan untuk

pembuatan keramik dengan menggunakan campuran limbah activated alumina

dan sand blasting dibandingkan dengan keramik biasa.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan kelimpahan limbah sand blasting dan activated alumina yang

besar dan belum optimal pemanfaatannya dapat berpotensi sebagai alternatif

bahan pembentuk untuk produksi keramik dengan keausan rendah dan diharapkan

ramah lingkungan (eco-friendly). Makin meningkatnya industri-industri keramik

menyebabkan bahan baku untuk pembuatan keramik meningkat. Bahan baku

tersebut diantaranya kaolin, tanah liat, dan feldspar yang berasal dari sumber daya

alam, dimana jika sumber daya tersebut dipakai secara terus menerus maka akan

habis dan dampaknya dapat merusak keseimbangan lingkungan hidup. Yang

menjadi permasalahan adalah bagaimana kita dapat menggantikan bahan-bahan

tersebut dengan harga yang relatif lebih murah tanpa mengurangi mutu dari

Page 23: Solidifikasi Limbah Alumina

keramik yang dihasilkan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, secara khusus

melalui penelitian ini Peneliti akan meneliti dan mengembangakan pemanfaatan

bahan limbah sebagai bahan pembuatan keramik. Pemanfaatan limbah activated

alumina dan sand blasting dari PT. Pertamina UP IV, Cilacap dalam pembuatan

keramik diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Meningkatakan nilai tambah (added value) bagi limbah activated alumina dan

sand blasting PT. Pertamina UP IV Cilacap, limbah yang awalnya

dikelompokkan dalam Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menjadi Bahan

Bermanfaat dan Beruang (B3).

b. Dapat meminimalkan unsur-unsur logam berat, sehingga mengurangi

pencemaran lingkungan dan memberikan solusi terhadap persolan lingkungan

hidup di Indonesia secara berkelanjutan, environmental sustainable

development.

1.5 Batasan Masalah

Sesuai dengan tujuan penelitian, agar penelitian ini lebih mudah perlu

adanya batasan-batasan sebagai berikut:

a. Proses pengolahan limbah activated alumina dan sand blasting dengan

teknologi keramik untuk unsur-unsur logam berat, dengan kaolin, tanah liat,

samot dan feldspar sebagai bahan mentah keramik.

b. Ukuran butir bahan pembuat keramik, yaitu kaolin, tanah liat, samot dan

feldspar adalah lolos 80 mesh.

c. Benda uji berbentuk keramik batu (Stoneware)

Page 24: Solidifikasi Limbah Alumina

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah

Limbah adalah bahan yang tidak diinginkan atau sisa dari suatu proses

produksi, atau dibuang dari pemukiman penduduk atau komunitas hewan. Limbah

juga merupakan sesuatu benda yang mengandung zat yang bersifat

mambahayakan bagi kehidupan manusia, hewan,serta lingkungan, dan umumnya

muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi (UU RI No.23

tahun 1997 pasal 1). Secara umum limbah dibagi 2 yaitu:

a) Limbah ekonomis, yaitu limbah yang dapat dijadikaan produk sekunder

untuk produk yang lain dan atau dapat mengurangi pembelian bahan baku.

b) Limbah non ekonomis, yaitu limbah yang dapat merugikan dan

membahayakan serta menimbulkan pencemaraan lingkungan.

Berdasar bentuknya limbah dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

a) Limbah cair

b) Limbah gas

c) Limbah padat

2.1.1 Pengertian Limbah Padat

Limbah padat adalah semua limbah yang dihasilkan dari aktifitas manusia

dan binatang yang berbentuk padat, tidak berguna dan tidak dimaanfaatkan atau

tidak diinginkan atau dapat didefinisikan sebagai sesuatu massa heterogen yang

dibuang dari aktifitas penduduk, komersial dan industri.

Limbah padat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tidak terpakai dan

berbentuk padatan atau semi padatan. Limbah padat merupakan campuran dari

berbagai bahan baik yang tidak berbahaya seperti sisa makanan maupun yang

berbahaya seperti limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berasal dari

industri (Ricki M.Mulia, 2005) . Beberapa jenis limbah padat dapat dilihat pada

tabel 2.1.

Page 25: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 2.1 Jenis-jenis Limbah Padat

Sumber Fasilitas Jenis

Domestik

Komersial

Industri

Konstruksi

Rumah tangga, apartemen

Pertokoan, restoran, hotel,

institusi, dan lain-lain

Kilang minyak, pabrik,

pertambangan, dan lain-lain

Sisa makanan, pembungkus

makanan, dan lain-lain

Kertas, kardus,abu, dan lain-

lain

Limbah industri, Bahan

Berbahaya dan Beracun (B3),

dan lain-lain

Tanah, semen, baja, dan lain-

lain Sumber : Kesehatan Lingkungan, Ricki M. Mulia, 2005

Limbah ini dapat berupa bangunan padat seperti lumpur, sisa logam,

bekas-bekas kemasan, kerak, dan lain-lain. Limbah padat umumnya dapat

dimanfaatkan oleh masyarakat atau industri lain tetapi banyak pula yang tidak

mungkin dimanfaatkan sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut.

2.1.2 Karakteristik limbah padat

Karakteristik limbah padat adalah berbentuk padat, tidak berguna dan

tidak diinginkan dan konsep pengolahannya yaitu dengan usaha meminimalkan

efek kerugian pada lingkungan yang disebabkan oleh pembuatan limbah padat

terutama limbah berbahaya.

Sifat fisik limbah padat yaitu jenis komponennya dan persentase masing-

masing ukuran partikel, kandungan campurannya serta berat tiap componen dari

campuran.

Page 26: Solidifikasi Limbah Alumina

2.1.3 Pengolahan Limbah Padat

Proses pengolahan limbah padat industri dikelompokkan berdasarkan

fungsinya yaitu pengkonsentrasian, pengurangan kadar air, stabilisasi dan

pembakaran dengan incenerator. Pengolahan tersebut pada industri penghasil

limbah dapat dilakukan sendiri-sendiri atau secara berurutan tergantung dari jenis

dan jumlah limbah padat yang dihasilkan:

a. Pengkonsentrasian

Dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi sludge sehingga dapat

mengurangi volume sludge tersebut. Pengkonsentrasian sludge biasanya

dilakukan secara grafivitasi (dengan clarifier) dan dengan thickener.

Dengan thickener dapat meningkatkan konsentrasi padatan 2-5 kali.

Dengan turunnya volume sludge maka akan memberikan keuntungan

ekonomis dan akan memudahkan proses pengolahan selanjutnya.

b. Pengurangan kadar air

Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga sludge dapat

lebih kering lagi sehingga memudahkan dalam transportasi. Filtrasi

vakum, filter press dan sentrifugasi banyak digunakan dalam proses ini.

c. Stabilisasi

Pada prinsipnya adalah mengurangi mobilitas bahan pencemar dalam

limbah. Proses stabilisasi secara umum dilakukan dengan mengubah

sludge menjadi bentuk yang kompak, tidak berbau dan tidak mengandung

mikroorganisme yang mengganggu kesehatan serta bahan-bahan pencemar

yang berada di dalamnya tidak mudah mengalami perlindian (leached).

Proses stabilitasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain

dengan mencampur dengan tanah liat yang dilanjutkan dengan

pembakaran seperti pernah dilakukan di Afrika Selatan, dicampur dengan

semen dan bahan lainnya sehingga bahan pencemar di dalamnya menjadi

lebih stabil (JA. Slim and Wakefield, 1991).

d. Pembakaran

adalah pembakaran sludge dengan suhu tinggi (> 900 oC). Dalam proses

pembakaran limbah padat ini harus digunakan peralatan yang khusus

Page 27: Solidifikasi Limbah Alumina

seperti insenerator karena dengan pembakaran pada suhu tersebut dapat

sempurna dan tidak dihasilkan hasil samping yang akan membahayakan

lingkungan.

Gambar 2.1 Skema Pengolahan Limbah Padat

Limbah Padat (sludge)

Pengkonsentrasian Lumpur

Pengurangan Kadar Air

Stabilisasi Lumpur

Pembakaran (incinerator)

Ditimbun/ dibuang TPA

Page 28: Solidifikasi Limbah Alumina

2.2 Limbah Industri Minyak dan Gas

Limbah industri adalah sisa hasil buangan yang berasal dari industri

sebagai akibat proses produksi. Sebagian besar limbah industri minyak dan gas

dikategorikan ke dalam limbah B3. Limbah industri ini dapat dihasilkan dari

sumber yang berbeda-beda seperti material bekas, produk sampingan, sisa hasil

pengolahan air limbah, dan sebagainya.

2.3 Jenis Limbah Padat PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap

Jenis limbah padat yang dihasilkan PT. Pertamina UP IV Cilacap beragam

jenisnya, diantaranya dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Limbah B3 yang dihasilkan Pertamina UP IV Cilacap

No Jenis Limbah B3 Sumber Limbah Keterangan

1 Sludge IPAL CPI, RBC,sewer Ditampung di Sludge Pond

Holding Basin

2 Oil Sludge Tank Cleaning Slude Oil Recovery

3 Pelumas Bekas Rotating Equipment Dimasukan ke CPI

Mobil Pemadam

4 Katalis Bekas Reaktor Disimpan dalam drum

Column Ekspor

5 Spent Clay Kilang Paraxylene Landfill

6

Kemasan Terkontaminasi

Drum Chemical

Oli

Reuse, dibuang ke scrap

yard setelah dibersihkan

7 Solvent Bekas Proses Ditampung di Sludge Pond

8 Bahan Kimia Bekas Analisa Laboratorium Dimasukan ke CPI setelah

dilakukan penetralan

Sumber : PT. Pertamina UP IV Cilacap

2.3.1 Activated Alumina (Al2O3)

Alumina atau oksida aluminium tidak ditemukan dalam bentuk murni,

tetapi dalam kombinasi kimia dengan minera-mineral lainnya. Salah satu

Page 29: Solidifikasi Limbah Alumina

bentuknya yang paling murni adalah bauxite. Didalam keramik unsur ini terdapat

dalam bahan-bahan seperti kaolin, ball clay, bahan-bahan feldspar. Peranannya

dalam mase atau gelasir ialah, mengontrol dan mengimbangi pelelehan dan juga

memberikan kekuatan pada bahan maupun gelasir.

Dalam suatu mase, unsur-unsur kaolin akan memberikan Al2O3 (tidak

plastis tetapi cukup murni); ballclay akan memberikan Al2O3 dan plastisitas

(plastis tetapi tidak murni) (Astuti, 1997). Alumina adalah paduan senyawa-

senyawa logam alumunium dan O2. Alumina

(Al2O3) terdapat dalam kerak bumi berkisar

antara 25% tetapi tidak semuanya diperoleh

dalam keadaan bebas. Sumber-sumber

alumina adalah dari hidrogillete dan gibbsite

{Al(OH)3}, Bauksite {Al2O(OH)4}, Draspor

(Al2O3H2O). Tetapi dari sumber-sumber

tersebut yang paling mudah di dapat sebagai

alumina adalah Bauksite. Komponen alumina

tersebar luas yang terdiri dari mineral-mineral

yang didapat dihasilkan dalam jumlah besar sebagai hasil hidrasi dari Bauksite

(Fius dan Budiono, 2002).

Alumina (Al2O3) adalah campuran bahan kimia dengan suhu lebur

2,000°C dan berat jenis kira – kira 4,0. Alumina tidak dapat larut dalam air dan

organik cair dan sangat ringan dapat larut dalam asam kuat dan alkali. Alumina

merupakan keramik jenis oksida yang digunakan baik sebagai keramik

konvensional maupun keramik maju Untuk mengubah sifat-sifat dasar alumina

yang semula hanya sebagai material struktural menjadi material fungsional

dilakukan teknik modifikasi. Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam

bentuk kristal corundum.

Aluminium oksida, atau alumina, merupakan komponen utama dalam

�Hbauksit �Hbijih aluminium yang utama. Pabrik alumina terbesar di dunia adalah

�HAlcoa, �HAlcan, dan �HRusal. Perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam produksi

dari aluminium oksida dan �Haluminium hidroksida misalnya adalah Alcan dan

Gambar 2.2 Activated Alumina

Page 30: Solidifikasi Limbah Alumina

�HAlmatis. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni.

Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu melalui �HProses Bayer:

Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4 ……..(1)

Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui

penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk �Hsilikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang

dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut

dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan

2Al(OH)3 + panas → Al2O3 + 3H2O …………………….. (2)

Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.

Alumina terjadi dalam 2 bentuk kristal. Alpha alumina adalah campuran

dari sedikit pewarnaan hexagonal kristal dengan diberikan secara perkiraan;

gamma alumina adalah campuran dari sedikit pewarnaan perkubik kristal dengan

berat jenis sekitar 3,6 dipindahkan ke bentuk alpa pada temperatur tinggi. Bubuk

alumina terbentuk dari pencampuran kristal alumina; putih alami. Alumina

didistribusikan secara luas di alam. Dikombinasi dengan silika dan mineral lain

yang terjadi didalam tanah liat, feldspars, dan mika. Komponen utama dari

alumina bauxite dan sering terjadi dalam bentuk alami seperti corundum. Alumina

penting dalam perdagangan terutama, digunakan dalam produksi logam alumina.

Alumina juga digunakan untuk abrasi, corundum, dan emery digunakan secara

luas seperti persiapan pembutan pengikisan alumina. Nama yang sering digunakan

untuk alumina abrasi meliputi Alundum dan Alosite.

Alumina secara terpisah tidak akan melebur sampai mencapai suhu

2000ºC (silika lebur pada suhu 1700ºC). Namun bila 5% alumina ditambahkan

pada silica murni, maka suhu leburnya akan turun menjadi 1.545ºC. Disamping

sebagai bahan yang tahan api (refractory), juga dapat membuat efek matt, dan

sebagai kerangka dalam barang-barang bone-china (Astuti, 1997). Adapun sifat-

sifat Alumina antara lain:

Page 31: Solidifikasi Limbah Alumina

a. Sifat Fisik

Alumina yang dipasarkan adalah berupa bubuk dengan berat jenis ±3,9

dibentuk dengan tekanan, slip casting dan dekomposisi alektro. Setelah

dibakar pada temperatur tinggi 1700ºC - 1900ºC alumina memiliki kekuatan

yang besar. Sifat-sifat alumina dapat dilihat dalam tabel 2.3.

Tabel 2.3 Sifat-sifat Fisik Alumina

Sifat-sifat Fisika Nilai Satuan

Berat Molekul 101,94

Densitas 3975 kg/m3

Grafiti Jenis 3,99

Titik Lebur 1999 – 2032 ºC

Tekanan 2977 mmHg

Panas Jenis 0,765 kg/kgºK

Daya Hantar Panas 36,6 w/cmºK

Panas Peleburan 11,9 x 10-6 m2/s (Perry’s, 1984)

b. Sifat Kimia

a) Umumnya tahan terhadap cairan asam dan alkali.

b) Untuk analisa digunakan boraks atau sodium peroksida, agar kecepatan

dan dekomposisinya lengkap (Fius dan Budiono, 2002).

Alumina juga digunakan dalam keramik untuk pewarnaan dan pabrik

bahan – bahan kimia tanah liat yang mengandung alumina digunakan dalam

keramik, genteng, batu bata, panel board, paving block. Alumina alami digunakan

dalam pembuatan tempat meleburnya logam dan alat lain untuk dicairkan.

Hydrate alumina digunakan dalam cat mordant untuk membuat zat warna, juga

digunakan dalam pembuatan kaca, kosmetik, dan obat – obatan seperti antacit.

Activated alumina adalah suatu bahan berbentuk bulat-bulat kecil,

berwarna putih dengan unsur utama alumina dan silica yang dipergunakan dalam

proses pengolahan minyak bumi di PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap

yaitu proses filter air pada unit Paraxylene. Pada keadaan jenuh activated alumina

Page 32: Solidifikasi Limbah Alumina

ini akan dikeluarkan berupa limbah, yang setiap harinya mencapai ± 13427,6

kg/hari atau 62 drum/hari dari Spent Clay Kilang Paraxylene.

PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap telah melakukan uji terhadap

kandungan limbah activated alumina yang dihasilkan. Dari hasil analisa Balai

Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan Semarang melalui pembuktian

secara ilmiah dari hasil uji toksikologi TCLP ternyata limbah activated alumina

mempunyai nilai leachate jauh dibawah ambang batas sehingga dapat

dikategorikan sebagai limbah padat bukan B3 (PT. Pertamina UP IV Cilacap).

Berikut ini adalah data hasil pengukuran limbah activated alumina pada tahun

2006 dari hasil analisa Balai Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan

Semarang:

Tabel 2.4 Hasil Analisa TCLP Limbah Activated Alumina PT.Pertamina UP IV

Cilacap (Katalis Co/Mo, Alumina)

No Parameter Hasil Analisa

(mg/l)

Baku Mutu TCLP

(mg/l) * Metode Uji

1 Arsen (As) < 0,005 5 EPA SW 846 1311.SM 3114 B

2 Barium (Ba) < 0,100 100 EPA SW 846 1311.SM 3111 D

3 Benzene < 0,005 0,5 EPA SW 846 8240

4 Boron (B) < 0,050 500 EPA SW 846 1311.SM 4500 BC

5 Cadmium (Cd) < 0,005 1 EPA SW 846 1311.SM 3111 B

6 Carbon tetrachloride < 0,005 0,5 EPA SW 846 8240

7 Chlorobenzene < 0,005 100 EPA SW 846 8240

8 Chloroform < 0,005 6 EPA SW 846 8240

9 Chlorophenol total < 0,010 1 EPA SW 846 8240

10 Chloronaptalene < 0,010 1 EPA SW 846 8240

11 Chromium (Cr) < 0,030 5 EPA SW 846 1311.SM 3111 B

12 Copper (Cu) < 0,005 10 EPA SW 846 1311.SM 3111 B

13 o – Cresol < 0,010 200 EPA SW 846 8270

14 m – Cresol < 0,010 200 EPA SW 846 8270

15 Total Cresol < 0,010 200 EPA SW 846 8270

16 Free Cyanide < 0,020 20 EPA 335.2

17 2.4-D (2.4- < 0,012 10 EPA SW 846 8150

Page 33: Solidifikasi Limbah Alumina

Dichlorophenoxyacetic

acid

18 1.4 Dichlorobenzene < 0,005 7,5 EPA SW 846 8270

19 1.2 Dicholoethane < 0,005 0,5 EPA SW 846 8240

20 1.1 Dichloroethylene < 0,010 0,7 EPA SW 846 8240

21 2.4 Dinitrotoluene < 0,010 0,13 EPA SW 846 8270

22 Flourides (F) < 0,100 150

23 Heptachlor + Heptachlor

epoxide <0,0083 0,008 EPA SW 846 8080

24 Hexachlorobenzene < 0,010 0,13 EPA SW 846 8270

25 Hexachloroethane < 0,010 3 EPA SW 846 8270

26 Lead (Pb) < 0,030 5 EPA SW 846 1311.SM 3111 B

27 Mercury (Hg) 0,005 0,2 EPA SW 846 1311.SM 3111 B

28 Methocychlor <0,0018 10 EPA SW 846 8080

29 Methyl Parathion < 0,010 0,7 EPA SW 846 8140

30 Methyl ethyl ketone < 0,010 200 EPA SW 846 8240

31 Nitrobenzenene < 0,010 2 EPA SW 846 8270

32 Pentachlorophenol < 0,050 100 EPA SW 846 8270

33 Polichlorinatedbiphenil

(PCB’s) <0,0007 0,3 EPA SW 846 8080

34 Selenium (Se) < 0,005 1 EPA SW 846 1311.SM 3114 C

35 Silver (Ag) 5 EPA SW 846 1311.SM 3111 B

36 Tetrachloroethylene

(PCE) < 0,010 0,7 EPA SW 846 8240

37 Trihalomethanes < 0,010 35 EPA SW 846 8240

38 2.4-5-Trichlorophenol < 0,010 400 EPA SW 846 8270

39 2.4-6-Trichlorophenol < 0,010 2 EPA SW 846 8270

40 Vynil Chloride < 0,010 0,2 EPA SW 846 8240

41 Zinc (Zn) 1.055 50 EPA SW 846 1311.SM 3111 B

Sumber : PT. Pertamina UP IV Cilacap

Keterangan: * Peraturan Pemerintah No.85 tahun 1999

2.3.2 Sand Blasting

Sand blasting artinya semburan pasir yaitu suatu istilah umum untuk

proses dalam memperlancar, membentuk dan membersihkan suatu permukaan

Page 34: Solidifikasi Limbah Alumina

Gambar 2.3 Sand Blasting

yang susah dikeraskan atau dihaluskan dengan memaksa partikel butiran padat ke

permukaan lain dengan kecepatan tinggi, efeknya serupa dengan penggunaan

amplas. Semburan pasir dapat terjadi secara alami, biasanya sebagai hasil

pukulan partikel oleh angin yang menyebabkan erosi eolian, atau di buat

menggunakan udara kempaan. Sebuah pembuatan proses semburan pasir sudah

dipatenkan oleh �HBenjamin Chew Tilghman pada tanggal 18 Oktober 1870.

Sand blasting digunakan untuk

membersihkan kotoran, kerusakan, cat atau

lapisan-lapisan lain dari pergantian permukaan.

Pembersihan kerikil pada umumnya tidak

mengandung limbah berbahaya. Biasanya

industri- industri dimana semburan pasir

menggunakan bangunan kapal dan

pemeliharaan, transportasi, pemeliharaan

jembatan dan operasi-operasi militer. Sand

blasting dalam industri migas digunakan dalam kegiatan perawatan kilang, seperti

dalam perbaikan atau pengecetan tangki. Material yang digunakan memiliki

karakteristik yang sama dengan pasir pada umumnya seperti pasir kuarsa.

Sehingga diharapkan dapat sebagai bahan pengisi dalam pembuatan keramik

untuk mempermudah proses pengeringan, mengontrol penyusutan, dan memberi

kerangka pada badan keramik.

Pada umumnya pasir kuarsa memiliki komposisi kimia sebagai berikut:

a. SiO2 : 55,30 – 99,87%

b. Al2O3 : 0,01 – 18,00%

c. K2O : 0,01 – 17,00%

d. Fe2O3 : 0,01 – 9,14%

e. CaO : 0,01 – 3,24%

f. TiO2 : 0,01 – 0,49%

g. MgO : 0,01 – 0,26%

Page 35: Solidifikasi Limbah Alumina

Sedangkan sifat-sifat fisik yang terdapat dalam mineral-mineral pasir

kuarsa, antara lain:

a. Warna : putih bening atau warna lain bergantung kepada

senyawa pengotornya; misalnya, warna kuning mengandung Fe-oksida, warna

merah mengandung Cu-oksida.

b. Kekerasan : 7 (Skala Mohs)

c. Berat jenis : 2,65

d. Titik lebur : kurang lebih 17150C

e. Bentuk kristal : hexagonal

f. Panas spesifik : 0,185

g. Konduktivitas panas : 12 – 1000C (Suhala dan Arifin, 1997)

Menurut sejarah, material digunakan untuk pembuatan semburan pasir

adalah pasir dengan ukuran seragam. Material lain untuk semburan pasir telah

dikembangkan sebagai pengganti pasir; sebagai contoh, debu baja, baja

menembak, terak tembaga, manik-manik gelas / kaca ( penghancur manik-manik),

butir metal, batu karbon dioksida, akik merah tua, bubuk abrasif berbagai nilai,

bubuk ampas bijih, dan bahkan mengandaskan kulit kelapa atau corncobs telah

digunakan untuk aplikasi spesifik dan menghasilkan akhir permukaan yang jelas.

Susunan semburan pasir pada umumnya terdiri dari tiga bagian berbeda: abrasive

itu sendiri, suatu kompresor udara, dan suatu senjata peledak.

Sand blasting pada PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap merupakan

suatu bahan berbentuk seperti pasir pantai/pasir kuarsa, berwarna putih krem

dengan unsur utama silica yang dimanfaatkan untuk proses pembersihan kerak

pada dinding kilang minyak PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap. Pada

keadaan jenuh sand blasting akan dikeluarkan berupa limbah. Limbah Sand

blasting ini akan digunakan sebagai filler/pengisi dalam bahan pembuatan

keramik, yaitu sebagai pengganti samot.

Kemajuan penelitian terkait yang sudah dilakukan peneliti sebelumnya

sebagai acuan atau petunjuk dalam pelaksanaan penelitian.

Hasil analisa Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP), limbah

katalis memiliki logam diatas baku mutu yang ditetapkan. Berdasarkan hal

Page 36: Solidifikasi Limbah Alumina

tersebut katalis bekas dapat digolongkan dalam limbah B3, sehingga perlu adanya

pengolahan lebih lanjut agar limbah dapat lebih aman jika dibuan ke lingkungan

(Abdullah, 2005).

Selain pemanfaatan limbah katalis untuk pembuatan keramik, telah

dilakukan juga beberapa penelitian pembuatan keramik dengan menggunakan

bahan campuran yang lain seperti abu terbang (fly ash), limbah Crom dari

penyamakan kulit dan berbagai bahan campuran lainnya (Hidayat, 2006)

Hasil studi Univ.Texas El Paso SWP2 yang menyatakan bahwa spent

alumina termasuk dalam Kelas II bukan limbah B3 (Class II non-hazardous

waste) sehingga cukup aman digunakan sebagai bahan campuran dalam

pembuatan beton ataupun keramik.

Hasil uji biologis dengan menentukan nilai LD50 (lethal dosis) yaitu reaksi

sederhana dari tingkatan toksisitas suatu zat/bahan/senyawa atau energi terhadap

hewan uji yang diteliti, ternyata katalis bekas dari unit RCC ini tidak dapat

digolongkan B3 secara kimia. Katalis itu juga bukan merupakan limbah B3 karena

memiliki LD50 14 hari di atas 30 gr/kg berat badan (ambang batas Bapedal sebesar

15 gr/kg berat badan). Sehingga, katalis ini merupakan limbah yang cukup aman

dan dapat dibuang/ditimbun tanpa mengalami berbagai proses. (Alumina ceramic

composition - Patent 6362120.mht)

Journal of The American Ceramic Society vol.84, No 5 May 2001 untuk

mengatasi penurunan densitas dan kekuatan mekanik pada keramik Alumina

(Al203) - Titania (TiO2) perlu ditambahkan aditiv seperti SiO2 , MgO , ZrO2 atau

CaO.

Penelitian tentang Keramik system Na2O - Al2O3 dibuat melalui reaksi

padatan dari campuran bahan baku: serbuk Na2CO3, serbuk a-Al2O3, dan

Mg(OH)2CO3 sebagai aditif MgO. Mole ratio antara Na2O dan Al2O3 adalah 1:11,

sedangkan aditif MgO divariasikan yaitu: 0, 1, 2, 3, dan 4 erat. Preparasi sampel

dilakukan dua tahpan, Tahap pertama pembuatan serbuk, ketiga macam bahan

baku tersebut digiling menggunakan ball mill selama 24 jam, kemudian

dikalsinasi pada suhu 1200oC selama 2 jam. Pada tahap kedua serbuk yang telah

dikalsinasi digiling dan diayak hingga lolos ayakan 400 mesh, kemudian dicetak

Page 37: Solidifikasi Limbah Alumina

dengan cara tekan , dan disintering dengan variasi suhu yaitu 1400, 1450, 1500,

1550, dan 1600oC, serta ditahan selama 2 jam. Masing-masing sampel setelah

disinterring dikarakterisasi yang meliputi: sifat- sifat fisis (densitas, dan

porositas), dan analisa fasa dengan difraksi sinar X. Hasil karakterisasi

menunjukkan bahwa densitas tertinggi ( 2,34 g/cm3 ) dan porositas terendah ( 32

diperoleh pada sample dengan aditif 3 gO dan suhu sintering 1600oC. (Ramlan

(FMIPA Universitas Sriwijaya Palembang).

Menurut penelitian Abdullah, 2005. Spent katalis diimobilisasi dengan

metode solidifikasi sebagai bahan tambahan penyusun keramik. Dalam proses

solidifikasi ini, digunakan penembahan variasi konsentrasi 0%, 5%, 15%, dan

20% limbah katalis dalam bahan-bahan keramik, selanjutnya di beri air

secukupnya dan dicetak dengan ukuran 10cm x 10cm x 1cm. Keramik yang sudah

dicetak dan dikeringkan kemudian dibakar dengan suhu 12000C selama 16 jam.

Kemudian dilakukan pegujian pada keramik. Pada uji daya serap air, diperoleh

bahwa terjadi kenaikan tingkat daya serap air dari keramik yang tanpa katalis

(9,83%) ingá keramik dengan katalis 20% (11,90%). Hal ini terjadi karena

kemampuan daya ikat katalis untuk mengikat bahan-bahan yang lain lebih sedikit

dibandingkan dengan kaolin, sehingga kerapatan keramik yang dihasilkan juga

lebih kecil. Sedangkan pada uji kuat lentur terhadap sampel keramik diperoleh

keramik tanpa katalis mempunyai kuat lentur 130,73 kg/cm2 sampai pada

penambahan katalis 20% mempunyai kuat lentur sebesar 109,13 kg/cm2.

penambahan limbah katalis tidak memiliki dampak penurunan yang signifikan.

Hal ini terbukti dengan penambahan katalis ingá 20% kuat lentur yang dihasilkan

masih jauh diatas keramik pembanding yang ada dipasaran yaitu keramik Mulia,

KIA dan Diamond sebesar 29,25 kg/cm2; 31,69 kg/cm2; 21,94 kg/cm2. Sementara

pada uji TCLP diperoleh hasil yang bervariatif. Dari hasil yang diperoleh

konsentrasi logam berat (Pb, Cr, Zn, Ni, dan Cu) masih dibawah standar baku

mutu PP No.85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3. Dari hasil penelitian

secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa pemanfaatan limbah katalis

sebagai campuran keramik cukup aman dan memnuhi estándar, baik secara fisik

(daya serap air dan kuat lentur) maupun secara nimia (uji TCLP).

Page 38: Solidifikasi Limbah Alumina

Menurut penelitian Hidayat, 2006 Metode penelitian yang digunakan

adalah solidifikasi limbah sludge krom sebagai baahan pewarna glasir. Dengan

penambahan variasi limbah sludge krom 10%, 20%, 30%, dan 40% dalam bahan

glasir (pasir silika, Borax, kaolin) estela itu, dikuaskan pada keramik biskuit

dengan ukuran 4 cm x 2 cm x 0,5 cm, dengan jumlah variasi 5 yang mana setiap

variasi ada 15 sampel, kemudian dilakukan pembakaran pada suhu 11500C selama

6 jam. Setelah glasir pada keramik jadi kemudian dilakukan uji keausan, yaitu

selisih berat antara sebelum dan sesudah benda uji diauskan, serta uji lindi

(leachate) dengan metode TCLP. Dari hasil penelitian, dengan adanya

penambahan limbah sludge krom pada konsentrasi 40 % menghasilkan keausan

terendah sebesar 0,0299 gr/cm2 sedangkan keausan terbesar didapat pada glasir

tanpa limbah yaitu 0,0443 gr/cm2. Hal ini masih dibawah keausan glasir keramik

dipasaran (Mulia 0,1204 gr/cm2, Diamond 0,0877 gr/cm2, KIA 0,0515 gr/cm2,

Roman 0,6462 gr/cm2, dan Milan 0,0417 gr/cm2) sebagai pembanding. Sedangkan

nilai lindi dengan metode TCLP dari setiap variasi tidak terdeteksi (dibawah limit

deteksi alat 0,1 ppm), hal ini menunjukkan bahwa nilai lindi/leachate dibawah

baku mutu yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 untuk logam

berat (Cr) 5 ppm, sehingga dapat disimpulkan bahwa limbah sludge krom dapat

dimanfaatkan baik dari aspek teknis (keausan) maupun kesehatan dan lingkungan.

Oleh karena limbah activated alumina dan sand blasting tidak berbahaya

dan cukup aman, maka dapat digunakan sbagai campuran untuk memproduksi

bahan bangunan maupun produk-produk keramik

2.4 Identifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

2.4.1 Definisi Limbah B3

Menurut PP18/99 jo PP85/99 tentang Pengelolaan Limbah B3, pengertian

limbah B3 adalah: setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau

beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik

secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan

lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup

lain (pasal 1 ayat 2).

Page 39: Solidifikasi Limbah Alumina

2.4.2 Identifikasi Limbah Berdasarkan Karakteristik

Identifikasi limbah B3 berdasarkan karakteristiknya dapat dibagi seperti

dijelaskan sebagi berikut. Penentuan yang lebih spesifik terhadap kandungan

bahan organik dan anorganik yang diklasifikasikan sebagai komponen aktif B3,

ditentukan dengan metoda Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).

2.4.2.1 Mudah Meledak

Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat

menghasilkan gas dengan suhu tekanan dan tinggi yang dengan cepat dapat

merusak lingkungan sekitarnya.

2.4.2.2 Mudah Terbakar

Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila berdekatan dengan

api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau

terbakar dan apabila telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.

2.4.2.3 Reaktif

Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran

karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang

tidak stabil dalam suhu tinggi

2.4.2.4 Beracun

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya

bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menyebabkan kematian dan sakit

serius. Apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit, atau mulit.

Prosedure ekstraksi untuk menentukan senyawa organik dan anorganik (TCLP)

dapat digunakan untuk identifikasi limbah ini. Limbah ynag menunjukkan

karakteristik beracun yaitu jika diekstraksi dari sampel yang mewakili

mengandung kontaminan lebih besar .

Page 40: Solidifikasi Limbah Alumina

2.4.2.5 Infeksius

Limbah yang menyebabkan infeksi, yaitu bagian tubuh yang diamputasi

dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau

limbah lain yang terkena infeksi kuman penyakit yang menular.

2.4.2.6 Korosif

Limbah yang bersifat korosif, yaitu limbah yang menyebabkan iritasi

(terbakar) pada kulit atau mengkorosikan baja.

2.4.2.7 Uji Toksilogi

Pengujian toksilogi yang dimaksud adalah dengan LD-50 (Lethal Dose

Fifty) adalah perhitungan dosis (gram pencemar per kilogram berat badan) yang

dapat menyebabkan kematian 50% populasi makhluk hidup yang dijadikan

percobaan. Apabila LD-50 lebih besar dari 15 gram per kilogram maka limbah

tersebut bukan limbah B3.

2.4.3 Klasifikasi Limbah B3

Untuk mengklasifikasikan limbah yang tergolong B3 yaitu harus

mengidentifikasikan karakteristik limbah yang dihasilkan, namun demikian

karakteristik dan prosedur analitik merupakan hal yang penting dalam identifikasi

limbah B3 pada suatu jenis industri atau kegiatan lain yang menghasilkan limbah

B3.

Unsur-unsur yang tergolong dalam limbah B3 didominasi oleh unsur-

unsur logam berat seperti tembaga (Cupper-Cu), timbal(Plumbum), merkuri,

kadmium (Cd), khromium dan lain-lain. Perbedaan logam berat dengan biasa

dapat ditentukan berdasarkan karakteristiknya yaitu memiliki spesifik gravity

yang sangat besar (lebih dari 4) mempunyai nomor atom 22-23 dan 40-50 serta

unsur-unsur lantanida dan aktinida memiliki respon biokimia khas (spesifik) pada

organisme hidup, logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila

bertemu dengan unsur oksigen atau disebut juga dengan Oxygen Seeking metal,

logam-logam yang mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu dengan unsur-

Page 41: Solidifikasi Limbah Alumina

unsur nitrogen atau unsur belerang (sulfur) atau disebut juga nitrogen sulfur

seeking metal dan dari logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat

khusus sebagai logam pengganti (ion pengganti)untuk ion-ion logam dari kelas A

dan logam dari kelas B.

2.5 Logam Berat

Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan

perhatian berlebih akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang

semakin meningkat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Logam berat

menunjuk pada logam yang mempunyai berat jenis lebih tinggi dari 5 atau 6

g/cm3. Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan

pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat

sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis.

Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah As, Cd. Cr, Cu, Pb,

Hg, Ni, dan Zn. (Wild, 1995). Logam berat sebenarnya masih termasuk golongan

logam dengan kriteria yang sama dengan logam lainnya. Perbedaannya terletak

pada pengaruh yang dihasilkan apabila logam ini berkaitan dan atau masuk ke

dalam tubuh organisme hidup, akan timbul pengaruh khusus. Semua logam berat

bila masuk secara berlebihan kedalam tubuh, akan berubah fungsi menjadi zat

beracun bagi tubuh yang merusak tubuh makhluk hidup. Kelompok logam berat

memiliki ciri-ciri antara lain :

a. Specific Gravity yang sangat besar (>4)

b. Mempunyai nomor atom 22-23 dan 40-50 serta unsur lakatanida dan aktinida

c. Mempunyai respon biokimia spesifik pada organisme hidup

2.5.1 Khromium (Cr)

Nama Khromuim berasal dari bahasa Yunani yaitu chrôma (color).

Ditemukan oleh Louis Vauquelin pada tahun 1797. Logam ini berwarna gray

(abu-abu) dan di golongkan dalam transition metal. Dengan kata lain kromium

merupakan metal kelabu yang keras. Khromium (Cr) didapatkan pada industri

gelas, metal, fotografi, dan electroplating.

Page 42: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 2.5. Beberapa Sifat Fisik Logam Khromium

Nama Khromium

Simbol Cr

Nomor atom 24

Massa atom relative 51,996 g.mol -1

Titik leleh 1857.0 °C (2130.15 °K, 3374.6 °F)

Titik didih 2672.0 °C (2945.15 °K, 4841.6 °F)

Nomor Protton/Elektron 24

Nomor Neutron 28

Klasifikasi Logam Transisi

Struktur Kristal Kubik

Densitas @ 293 K 7.19 g/cm3

Warna Abu-abu Sumber : Anonim, 2005(2).

Salah satu logam transisi yang penting adalah kromium. Sepuhan

khromium (chrome plating) banyak digunakan pada peralatan sehari-hari, pada

mobil dan sebagainya, karena lapisan khromium ini sangat indah, keras dan

melindungi logam lain dari korosi. Khromium juga penting dalam paduan logam

dan digunakan dalam pembuatan “stainless steel”.

Khromium mempunyai konfigurasi electron 3d54s1, sangat keras,

mempunyai titik leleh dan titik didih tinggi diatas titik leleh dan titik didih unsur-

unsur transisi deret pertama lainnya. Bilangan oksidasi yang terpenting adalah +2,

+3 dan +6. jika dalam keadaan murni melarut dengan lambat sekali dalam asam

encer membentuk garam khromium (II). (Achmad, Hiskia, 1992).

Senyawa-senyawa yang dapat dibentuk oleh kromium mempunyai sifat

yang berbeda-beda sesuai dengan valensi yang dimilikinya. Senyawa yang

terbentuk dari logam Cr+2 akan bersifat basa, dalam larutan air khromium (II)

adalah reduktor kuat dan mudah dioksidasi diudara menjadi senyawa khromium

(III) dengan reaksi:

Page 43: Solidifikasi Limbah Alumina

2 Cr2+ (aq) + 4H+ (aq) + O2 (g) à 2 Cr3+ (aq) + 2 H2O (l) ………..... (3)

Senyawa yang terbentuk dari ion khromium (III) atau Cr3+ bersifat

amforter dan merupakan ion yang paling stabil di antara kation logam transisi

yang lainnya serta dalam larutan, ion ini terdapat sebagai ( )[ ] +362OHCr yang

berwarna hijau. Senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr6+ akan bersifat asam.

Cr3+ dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Krom hidroksida ini tidak

terlarut dalam air pada kondisi pH optimal 8,5–9,5 akan tetapi akan melarut lebih

tinggi pada kondisi pH rendah atau asam. Cr6+ sulit mengendap, sehingga dalam

penanganannya diperlukan zat pereduksi dari Cr6+ menjadi Cr3+. (Palar,1994).

Khromium dengan bilangan oksidasi +6 mudah membentuk senyawa

oksidator dengan unsur lain karena memiliki sifat oksidasi yang kuat, maka Cr6+

mudah tereduksi menjadi Cr3+ dan kromium (VI) kebanyakan bersifat asam.

Kromium sendiri sebetulnya tidak toxic, tetapi senyawanya iritan dan korosif.

2.5.1.1 Efek Krom Bagi Kesehatan

Logam khromium (Cr) dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui

pernapasan, minuman atau makanan dan melalui kulit. Kebanyakan orang makan

makanan mengandung kromium (III), karena khromium (III) terjadi secara alami

di dalam sayur-sayuran, buah-buahan dan daging. Khromium (III) adalah suatu

bahan gizi yang penting untuk manusia, dan kekurangan kromium (III)

menyebabkan jantung, kencing manis dan gangguan metabolisme. Akan tetapi

khromium (III) yang berlebih dapat mempengaruhi kesehatan, seperti skin rashes

(��HAnonim, 2005) (2).

Logam khromium (VI) berbahaya bagi kesehatan manusia, sebagian besar

pada orang-orang yang bekerja di industri tekstil dan baja. Ketika khromium (VI)

di dalam kulit, menyebabkan alergi kulit seperti skin rashes. Permasalahan

kesehatan yang lain disebabkan oleh kromium (VI) adalah:

a) Gangguan borok dan perut

b) Permasalahan yang berhubungan dengan pernapasan

Page 44: Solidifikasi Limbah Alumina

c) Kerusakan hati dan ginjal

d) Kanker paru-paru.

e) Dapat menimbulkan kerusakan pada tulang hidung pada saat inhalasi

kromium.

2.5.1.2 Efek Krom Pada Lingkungan

Ada berbagai macam perbedaan logam kromium yang berbeda-beda pada

dampak organisma. Logam khromium (Cr) dapat masuk di udara (lapisan

atmosfer), air dan tanah didalam khromium (III) dan khromium (VI) yang

terbentuk melalui proses alami dan aktivitas manusia.

Aktivitas utama manusia yang meningkatkan konsentrasi logam kromium

(III) adalah pabrik kulit dan tekstil. Aktivitas utama manusia yang meningkatkan

konsentari logam khromium (VI) adalah yang memproduksi bahan kimia, tekstil,

kulit, elektro dan penggunaan khromium (VI) lainnya dalam industri. Sebagian

besar penggunaan ini akan meningkatkan konsentrasi logam khromium dalam air.

Melalui pembakaan batu bara juga terdapat khromium diudara dan melalui waste

disposal khromium juga ada di tanah.

Kebanyakan khromium terdapat diudara dan end up di air dan tanah.

Khromium di dalam tanah mengikat kuat butiran partikel sehingga tidak

menyebar ke ground water. Di air kromium akan teserap dalam sediment sehingga

tidak menyebar. Hanya sebagian kecil logam khromium mengendap dan pada

akhirnya akan larut dalam air (��HAnonim, 2005) (2)

2.5.2 Seng (Zn)

Nama seng berasal dari bahasa Jerman yaitu Zin (meaning tin). Ditemukan

oleh Andreas Marggraf pada tahun 1746. Logam zinc berwarna bluish pale grey

dan di golongkan dalam transition metal.

Page 45: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 2.6. Beberapa Sifat Fisik Logam Seng

Nama Seng (Zn)

Simbol Zn

Nomor atom 30

Massa atom relative 65.39 g.mol -1

Titik Didih 419.58°C (692.73°K, 787.24396 °F)

Titik Leleh 907.0 °C (1180.15 °K, 1664.6 °F)

Nomor Protton/Elektron 30

Klasifikasi Logam Transisi

Struktur Kristal Hexagonal

Densitas @ 293 K 7.133 g/cm3

Warna Kebiru-biruan Sumber : Anonim, 2005 (2)

Seng adalah suatu bluish-white, metal berkilauan, Zinc merupakan logam

seperti perak banyak digunakan dalam industri baja supaya tahan karat, membuat

kuningan, membuat kaleng yang tahan panas dan sebagainya. Rapuh pada suhu

lingkungan tetapi lunak pada suhu 100-150°C. Merupakan suatu konduktur listrik

dan terbakar tinggi di dalam udara pada panas merah-pijar.

Logam seng (Zn) tersedia secara commercially jadi tidak secara normal

untuk membuatnya di dalam laboratorium. Kebanyakan produksi seng didasarkan

bijih sulfid. Zn dipanggang didalam pabrik industri untuk membentuk oksida

seng, ZnO. Ini dikurangi dengan karbon untuk membentuk seng metal, tetapi

diperlukan practice ingenious technology untuk memastikan bahwa seng yang

dihasilkan tidak mengandung oksida tak murni.

ZnO + C → Zn + CO ……………………….(4)

ZnO + CO → Zn + CO2 ……………………….(5)

CO2 + C → 2CO ……………………….(6)

Page 46: Solidifikasi Limbah Alumina

Tipe lain dari ekstrasi adalah electrolytic. Penguraian dari zinc oxide

mentah, ZnO, di dalam sulphuric acid menjadi zinc sulfate, ZnSO4. Solusi dari

elektrolisi ZnSO4 menggunakan katoda aluminium dan dicampur timah dengan

anoda perak membentuk logam seng murni yang dilapisi aluminium. Gas oksigen

dibebaskan pada anoda.

Seng (Zn) merupakan metal yang didapat antara lain pada industri alloy,

keramik, kosmetik, pigmen, dan karet. Toksisitas seng pada hakekatnya rendah.

Tubuh memerlukan seng untuk proses metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi

dapat bersifat beracun.

2.5.2.1 Efek Seng bagi Kesehatan

Seng adalah suatu unsur yang umum terjadi secara alami. Banyak bahan

makanan berisi konsentrasi seng tertentu. Air minum juga berisi sejumlah seng

tertentu, yang mana lebih tinggi ketika disimpan di dalam tangki logam. Sumber

industri atau toxic waste tempat menyebabkan sejumlah seng di dalam air minum

mencapai tingkatan yang dapat menyebabkan permasalahan kesehatan.

Seng adalah suatu unsur yang penting bagi kesehatan manusia.

Bilamana orang-orang menyerap terlalu kecil seng mereka dapat mengalami

hilangnya nafsu makan, indera rasa dan penciuman berkurang, penyembuhan luka

lamban dan sakit kulit. Kekurangan zinc dapat menyebabkan kelahiran cacat.

Walaupun manusia mampu menangani konsentrasi seng yang besar,

zinc terlalu banyak dapat menyebabkan permasalahan kesehatan utama, seperti

kram perut, iritasi kulit dan kekurangan darah merah. Tingkatan seng yang sangat

tinggi dapat merusakkan pankreas dan mengganggu metabolisme protein dan

menyebabkan pengapuran pembuluh darah.

Seng bisa merupakan suatu bahaya bagi anak-anak belum lahir dan

baru lahir. Ketika para ibu mereka sudah menyerap konsentrasi seng yang besar,

anak-anak dapat kena melalui darah atau susu dari para ibu mereka (��HAnonim,

2005).

Page 47: Solidifikasi Limbah Alumina

2.5.2.2 Efek Seng Pada Lingkungan

Seng terjadi secara alami di dalam udara, tanah dan air, tetapi konsentrasi

seng naik secara tak wajar, kaitannya dengan penambahan seng melalui aktivitas

manusia. Seng bertambah banyak saat aktivitas industri, seperti pekerjaan

tambang, batu bara dan pembakaran limbah dan proses baja.

Air dikotori dengan seng, kaitannya dengan kehadiran dari jumlah seng

yang besar di dalam wastewater suatu industri. Salah satu konsekwensi adalah

sungai mengandung zinc-polluted sludge ditepi sungai. Seng juga meningkatkan

kadar keasaman perairan.

Beberapa ikan dapat mengumpulkan seng di dalam badan mereka, ketika

mereka tinggal di terusan zinc-contaminated. Ketika seng masuk ke badan dari

ikan tersebut bisa memperbesar bio rantai makanan.

Jumlah seng yang besar dapat ditemukan di dalam tanah. Ketika lahan

tanah pertanian dikotori dengan seng, binatang akan menyerap konsentrasi

tersebut yang akan merusak kesehatan mereka. Seng tidak hanya suatu ancaman

bagi lembu, tetapi juga untuk jenis tanaman (��HAnonim, 2005) (2).

2.5.3 Timbal (Pb)

Timbal (Pb) telah dikenal sejak zaman dahulu karena sangat banyak

terdapat pada kerak bumi. Timbal berwarna bluish white dan di golongkan dalam

other metals; halus, lembut dan merupakan konduktor lisrtik yang lemah. Timbal

terutama terdapat sebagai galena, PbS.

Timbal dalam industri digunakan sebagai bahan pelapis untuk bahan

kerajinan dari tanah karena pada temperatur yang rendah bahan pelapis dapat

digunakan. Sekarang banyak juga digunakan sebagai pelapis pita-pita, karena

mempunyai sikap resisten terhadap bahan korosif dan bahan baterai, cat.

Senyawaan yang terpenting adalah (CH3)4Pb dan (C2H5)4Pb yang dibuat dalam

jumlah yang sangat besar untuk digunakan sebagai zat “antiknock” dalam bahan

bakar.

Page 48: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 2.7 Beberapa Sifat Fisik Timbal

Nama Timbal

Simbol Pb

Nomor atom 82

Massa atom relative 207.2 g.mol -1

Titik Didih 327.5 °C (600.65 °K, 621.5 °F)

Titik Leleh 1740.0 °C (2013.15 °K, 3164.0 °F)

Nomor Protton/Elektron 82

Nomor Neutron 125

Klasifikasi Logam

Struktur Kristal Kubik

Densitas @ 293 K 11.34 g/cm3

Warna Kebiru-biruan Sumber : Anonim, 2005(2)

2.5.3.1 Efek Timbal bagi Kesehatan

Timbal adalah logam halus yang telah dikenal banyak penerapannya dari

tahun ketahun. Timbal termasuk salah satu logam golongan empat yang sangat

merugikan bagi kesehatan manusia. Dapat masuk melalui tubuh melalui makanan

(65%), air (20%) dan udara (15%). Makanan seperti buah, sayur-sayuran, daging

dan seafood kemungkinan megandung timbal. Asap rokok juga mengandung

sedikit timbal (��HAnonim, 2005)(2).

Timbal dapat masuk dalam air (minum) melalui pipa yang berkarat. Hal

ini sering terjadi pada air acidic. Oleh karena itu diperlukan pengukuran pH pada

sistem pengolahan air.

Keracunan timbal diakibatkan oleh pengisapan bagian kecil dari asap atau

debu timbal yang kemudian diserap oleh aliran darah diakumulasi pada sumsum

tulang belakang. Pelepasan timbal dari tulang terjadi sangat lamban sehingga efek

penimbunan ini yang menimbulkan keracunan kronis. Dampak negatif

(kesehatan) yang disebabkan oleh timbal, seperti:

Page 49: Solidifikasi Limbah Alumina

a. kekurangan darah merah (anemia)

b. kerusakan ginjal

c. kerusakan otak

d. terjadi paralysis pada urat saraf

Timbal juga dapat masuk kejanin melalui plasenta dari ibu. Oleh karena

itu dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada sistem otak pada anak yang

belum lahir.

2.5.3.2 Efek Timbal Pada Lingkungan

Timbal terjadi secara alami di dalam lingkungan. Kebanyakan konsentrasi

timbal yang ditemukan dalam lingkungan adalah dari hasil aktivitas manusia.

Dalam mesin kendaraan (motor, mobil) timbal dibakar sehingga timbal salts

(Chlorines, bromines, oxides) akan bereaksi. Timbal salts masuk ke lingkungan

melalui pipa pembuangan (knalpot) kendaraan. Partikel yang lebih besar akan

jatuh ke tanah sehingga mencemari air permukaan atau tanah. Partikel yang lebih

kecil akan lepas melalui udara dan sisanya akan tinggal di atmosfir. Sebagian

akan kembali ke bumi ketika sedang hujan. Tidak hanya timbal gasoline

menyebabkan konsentrasi timbal dilingkungan meningkat. Disisi lain aktivitas

manusia seperti pembakaran bahan bakar, proses industri dan pembakaran limbah

padat juga mempengaruhi.

Timbal dapat tejadi dalam tanah dan air melalui korosi pipa saluran pada

sistem transport air dan melalui karatan cat. Ini tidak bisa dihancurkan, hanya

dapat dikonversi ke bentuk lain. Timbal terkumpul di dalam tubuh organisme air

dan tanah. Organisme tersebut akan mempengaruhi kesehatan akibat dari timbal

yang beracun. Pengaruh kesehatan pada organisme air dapat tetap berlangsung

meskipun konsentrasi timbal saat itu sangat kecil.

Funsi tanah terganggu karena intervensi timbal, terutama disekitar lahan

pertanian dan jalan raya, dimana konsentrasi saat itu saat tinggi. Organisme di

dalam tanah juga dapat terganggu karena timbal beracun tersebut (��HAnonim,

2005)(2).

Page 50: Solidifikasi Limbah Alumina

2.5.4 Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) merupakan suatu unsur yang penting dan berguna untuk

metabolisme. Batas dari unsur ini yang mempengaruhi rasa pada air berkisar

antara 11-5 mg/l merupakan batas konsentrasi tertinggi untuk mencegah

timbulnya rasa yang tidak enak.

Tabel 2.8 Beberapa sifat fisik Tembaga

Nama Tembaga

Simbol Cu

Nomor atom 29

Massa atom relative 63.546 g.mol -1

Titik Didih 1083.0 °C (1356.15 °K, 1981.4 °F)

Titk Leleh 2567.0 °C (2840.15 °K, 4652.6 °F)

Nomor Protton/Elektron 29

Nomor Neutron 35

Klasifikasi Logam Transisi

Struktur Kristal Kubik

Densitas @ 293 K 8.96 g/cm3

Warna Merah Sumber : Anonim, 2005(2)

Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur ini

berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-unsur

kimia tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai

bobot atau massa atom relativ 63.546 g.mol -1.

Secara umum sumber masuknya logam Cu ke dalam tatanan lingkungan

adalah secara alamiah dan non alamiah. Berikut ini adalah proses masuknya Cu

kea lam:

a) Secara alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat

peristiwa alam. Unsure ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi)

Page 51: Solidifikasi Limbah Alumina

dari batuan mineral, dari debu-debu dan atau partikulat-partikulat Cu yang ada

dalam lapisan udara yang turun bersama hujan.

b) Secara non alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai

akibat dari suatu aktifitas manusia. Jalur dari aktfitas manusia ini untuk

memasukkan Cu ke dalam lingkungan ada berbagai macam cara. Salah

satunya adalah dengan pembuangan oleh industri yang memakai Cu dalam

proses produksinya.

2.5.4.1 Efek Tembaga Bagi Kesehatan

Sebagai logam berat Cu berbeda dengan logam berat lainnya seperti Hg,

Cd dan Cr. Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat yang dipentingkan

atau logam berat essential, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun,

unsur logam ini sangat dibutuhkan tubuh meski dalam kadar yang sedikt. Cu

dibutuhkan sebagai komplek protein yang mempunyai fungsi tertentu dalam

pembentukan haemoglobin, kalogen, pembuluh darah dan myelin otak. Toksisitas

yang dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila

logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau

melebihi nilai toleransi dari organisme tersebut.

Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan dengan

timbulnya penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah

terjadinya hepatic cirrhosis, kerusakan pada otak dan demyelinasi, serta terjadinya

penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu dalam kornea mata. Pada penyakit

Kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut yang kaku dan berwarna

merah pada penderita.

2.5.4.2 Efek Tembaga Pada Lingkungan

Tembaga yang masuk ke dalam tatanan lingkungan peraiaran dapat berasal

dari peristiwa-peristiwa alamiah sebagai efek samping dari aktivitas yang

dilakukan oleh manusia. Aktifitas manusia seperti pembuangan limbah industri,

pertambangan Cu, industri galangan kapal dan bermacam aktivitas pelabuhan

lainnya merupakan salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan

Page 52: Solidifikasi Limbah Alumina

kelarutan Cu dalam salah satu jalur yang mempercepat terjadinya peningkatan

kelarutan Cu dalam badan perairan. Masukan sebagai efek samping dari aktifitas

manusia ini lebih ditentukan oleh bentuk dan aktifitas yang dilakukan. Proses daur

ulang yang terjadi dalam system tatanan lingkungan perairan yang merupakan

efek dari aktifitas biota perairan juga sangat berpengaruh terhadap peningkatan Cu

dalam badan perairan (Palar,1994).

Dalam kondisi normal, keberadaan Cu dalam perairan ditemukan dalam

bentuk senyawa ion Cu CO3+, CuOH- dan lain-lain. Biasanya jumlah Cu yang

terlarut dalam perairan laut adalah 0,002 ppm sampai 0,005 ppm. Bila dalam

badan perairan laut terjadi peningaktan kelarutan Cu, sehingga melebihi nilai

ambang batas yang semestinya, maka akan terjadi peristiwa “biomagnifikasi”

terhadap biota perairan. Peristiwa biomagnifikasi ini akan dapat ditunjukkan

melalui akumulasi Cu dalam tubuh biota perairan tersebut. Akumulasi dapat

terjadi sebagai akibat dari telah terjadinya konsumsi Cu dalam jumlah yang

berlebihan, sehingga tidak mampu dimetabolisme oleh tubuh.

2.6 Penanganan Limbah B3

Pemanfaatan limbah B3, yang mencakup kegiatan daur ulang (recycling),

perolehan kembali (recovery), dan penggunaan kembali (reuse) merupakan cara

yang tepat dalam penanganan limbah B3. Dengan teknologi pemanfaatan limbah

B3 maka dapat mengurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah

B3 dapat ditekan selain itu dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku dengan

kata lain bahan baku disubtitusi dengan limbah. Hal ini pada akhirnya akan dapat

mengurangi eksploitasi sumber daya alam.

2.6.1 Stabilisasi

Stabilisasi adalah suatu proses menggunakan zat aditif (reagent) untuk

mengurangi sifat alami bahaya yang terdapat dalam limbah dengan

mengkonversikan limbah dan konstituen bahayanya dalam bentuk mengurangi

tingkat perpindahan kontaminan kelingkungan dan mengurangi tingkat toksisitas.

Selama stabilisasi, kontaminan tertentu dihancurkan dengan klorinasi.

Page 53: Solidifikasi Limbah Alumina

2.6.2 Fiksasi

Fiksasi sering dianonimkan dengan stabilisasi yang disempurnakan dengan

penambahan reagent yang bertujuan untuk menurunkan luas permukaan yang

dapat dilalui kontaminan, membatasi kelarutan semua polutan yang ada dalam

limbah, dan mengurangi toksisitas kontaminan. Pada teknik fiksasi, partikel-

partikel limnah diikat secara fisik dan kimia oleh bahan pengikat (binder) yang

mengeras.

2.6.3 Solidifikasi

2.6.3.1 Definisi

Solidifikasi adalah suatu metode untuk mengubah limbah yang berbentuk

padatan halus menjadi padat dengan menambahkan bahan pengikat kemudian

dilanjutkan dengan penambahan bahan pemadat (solidifying agent). Tujuannya

adalah untuk mengubah limbah yang bersifat berbahaya menjadi tidak

berbahaya/kurang berbahaya dengan merubah karakteristik fisik dengan cara

merubah bentuk limbah cair atau limbah lumpur menjadi bentuk padat atau

monolit untuk mengurangi kemampuan atau penyebaran dari zat pencemar yang

ada dalam limbah sehingga diperoleh produk dalam bentuk matrik padat sehingga

mudah diangkut dan disimpan.

Tujuan pengolahan limbah B3 dengan proses/metode solidifikasi antara

lain:

a. Meningkatkan karakteristik fisik dan penanganan limbah.

b. Mengurangi luas permukaan sehingga kontaminan yang lolos menjadi

lebih sedikit.

c. Membatasi kelarutan.

d. Mereduksi toksisitas.

e. Mengkonversi limbah beracun menjadi massa yang secara fisik inert.

f. Memiliki kekuatan mekanik yang cukup agar aman untuk di buang ke

landfill limbah B3.

Potensi hilangnya kontaminan dari massa bahan yang stabil biasanya

ditentukan dengan test leachete/lindi. Pelindian adalah proses dimana kontaminan

Page 54: Solidifikasi Limbah Alumina

ditransfer dari bahan/zat padat yang stabil ke medium cair seperti air. Bahan yang

digunakan dalam proses solidifikasi adalah bahan non radioaktif untuk mengikat

limbah menjadi satu kesatuan (monolit). Bahan tersebut yang akan digunakan

disesuaikan dengan :

a. Kemampuan unsur pencemar dari limbah yang meliputi : jenis, sifat, dan

tingkat dari bahaya bahan pencemar.

b. Sifat fisik dan kimia limbah : cairan, lumpur, resin penukar ion, dan zat

padat.

c. Sifat pengepakan dalam kaitannya dengan sistem pembuangan.

Bahan aditif yang ditambahkan dalam proses stabilisasi/solidifikasi harus

bersifat:

a. Dapat memperbaiki karakteristik fisik limbah.

b. Mengurangi luas permukaan limbah.

c. Mengurangi kelarutan polutan yang terdapat dalam limbah

d. Mengurangi toksisitas kontaminan.

Komponen-komponen utama yang terdapat dalam proses solidifikasi

antara lain:

a. Binder (pengikat): bahan yang akan menyebabkan produk solidifikasi

menjadi lebih kuat seperti semen pada adukan beton, kapur, tanah

liat/lempung, dan lain-lain.

b. Sorben: bahan yang berfungsi untuk menahan komponen pencemar dalam

matrik yang stabil.

c. Bahan pencampur lain, seperti agregat (pasir, kerikil) atau aditif lainnya.

Produk solidifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki karakteristik

sebagai berikut:

a. Stabil

b. Mampu menahan beban

c. Toleran terhadap kondisi basah dan kering yang silih berganti

d. Permeabilitas rendah

e. Tidak menghasilkan lindi yang berkualitas buruk

Page 55: Solidifikasi Limbah Alumina

Beberapa proses dari metode solidifikasi pada pengolahan limbah B3,

antara lain:

a) Proses yang berbasis pada semen (sementasi)

Yaitu proses pemadatan limbah menggunakan matrik semen sehingga

akan menjadi padatan (monolit blok).

b) Proses dengan Pozzolan

Yaitu proses pemadatan limbah menggunakn tanah pozzolan (silikat dan

aluminat) dimana akan mengeras bila bercampur dengan kapur atau semen

dan air.

c) Proses termoplastis

Yaitu proses pemadatan limbah dengan menggunakan binder sperti aspal

atau polyetilene yang dipanaskan terlebih dahulu sebelum dicampur

dengan limbah.

d) Proses polimerisasi organik

Yaitu pencampuran limbah dengan matriz polimer yang berupa

thermoplastik. Temperatur pada proses ini berkisar 600C. Proses ini

tergolong baru, belum digunakan secara luas karena bahan polimer tidak

tahan terhadap adiasi tinggi.

e) Proses vitrivikasi (glasifikas)

Yaitu pemadatan limbah dengan bahan pembentuk gelas yang direaksikan

pada suhu tinggi sehingga terbentuk gelas atau keramik. Temperatur yang

digunakan dalam proses ini adalah 10000C-15000C.

Kendala-kendala dalam proses solidifikasi terutama disebabkan oleh sifat-

sifat limbah yang akan diolah, antara lain:

a. Limbah mengandung senyawa yang mudah terbakar/meledak

b. Limbah mengandung volatile yang tinggi

c. Limbah mengandung bahan-bahan dengan biodegradabel yang tinggi

d. Limbah mengandung insektisida, fungisida, dan pestisida

e. Limbah mengandung borat (terlindikan), gula (melepaskan kapur)

f. Limbah mengandung kation atau anion yang mengganggu proses

Page 56: Solidifikasi Limbah Alumina

2.6.3.2 Aplikasi

Ada tiga tempat utama yang menjadi tempat sasaran aplikasi teknologi

solidifikasi dan stabilisasi:

a) Tempat Penyingkiran Akhir (Land Disposal)

Stabilisasi limbah diprioritaskan untuk membentuk tempat

penyingkiran yang aman bagi lingkungan. Limbah cair harus distabilisasi

terlebih dahulu untuk mengefektifkan stabilisasi cairan, reagen

penstabilisasi tidak bersifat pengisap, tetapi cairan diserap oleh reagent

supaya mudah dilepaskan (desorbed) dalam landfill ketika diberi tekanan

beban tambahan. Berat bahan di atas akan menekan cairan yang ada di

bawah. Oleh karena itu, cairan harus dapat terikat secara kimia dan fisika

dengan reagent stabilisator sehingga tidak diluruhkan/dikeluarkan oleh

perkolasi air hujan.

b) Tempat Pemulihan (Site Remediation)

Remediasi pemulihan kembali tempat-tempat yang telah

terkontaminasi. Remediasi atau pemulihan lahan yang terkontaminasi

dengan limbah organik, anorganik, atau tempat yang terkontaminasi

diperbaiki dengan teknologi stabilisasi. Untuk bahan remediasi, stabilisasi

digunakan untuk :

a. Meningkatkan pemeliharaan karakteristik fisik limbah.

b. Menurunkan tingkat pergerakan kontaminan dengan menurunkan luas

permukaan tempat perpindahan polutan dapat terjadi dengan

membatasi kelarutan polutan.

c. Mengurangi toksisitas kontaminan tertentu.

Stabilisasi sesuai untuk lahan dimana sebagian besar tanah

mengandung bahan berbahaya pada tingkat rendah. Stabilisasi lebih

diprioritaskan karena pengolahan dengan penimbunan, landfill atau

insenirasi tidak efektif dan tidak ramah, karena polusi udara dari bahan

penggalian dan resiko terjadinya kecelakaan.

Page 57: Solidifikasi Limbah Alumina

c) Solidifikasi Limbah Industri

Solidifikasi limbah yang tidak stabil dan tidak berbahaya seperti

sludge. Solidifikasi mengurangi tingkat perpindahan pencemaran ke

lingkungan. Tujuan utama solidifikasi adalah meningkatkan integritas

struktur dari bahan. Tingkat kefektifan proses solidifikasi dapat sering

dievaluasi dengan mengukur kekuatan bahan.

2.6.3.3 Mekanisme Proses

Dalam stabilisasi dan solidifikasi yang sukses melalui mekanisme-

mekanisme seperti di bawah ini:

a. Makroencapsulation

Adalah suatu mekanisme dimana unsur pokok limbah B3 secara fisika

diperangkap dalam matriks padatan yang jauh lebih besar, sehingga limbah B3

berada dalam pori-pori yang tidak terlewatkan pada bahan penstabil.

Degradasi bahan yang telah terstabilkan meski dalam bentuk partikel yang

besar. Bahan yang terperangkap tersebut bebas untuk bergerak. Limbah yang

telah terstabilkan harus mengalami proses/siklus pembekuan dan peleburan

atau pembasahan dan pengeringan supaya dapat bebas untuk dilepaskan ke

lingkungan.

b. Mikroencapsulation

Limbah B3 diperangkap dalam struktur kristal dari bahan padatan pada

ukuran mikroskopik. Akibatnya meskipun bahan yang terstabilkan

terdegradasi dalam bentuk partikel yang lebih kecil, namun sebagian besar

tetap dihambat. Karena limbah tidak berubah secara kimia, tingkat pelepasan

kontaminan dari massa terstabilisasi akan meningkat, sejalan dengan

penurunan ukuran partikel.

c. Absorbsi

Adalah suatu proses yang memasukkan kontaminan ke dalam bahan

penyerap (sorbent) seperti layaknya sponge/busa menyerap air. Absorbsi

membutuhkan tambahan bahan padat untuk menyerap cairan bebas yang

terkandung dalam limbah. Proses yang digunakan terutama untuk

Page 58: Solidifikasi Limbah Alumina

mengeluarkan/menghilangkan cairan untuk meningkatkan pengolahan limbah,

yaitu memadatkan limbah. Cairan diperas dari tanah. Absorbsi digunakan

hanya untuk menyempurnakan perlakuan/pengolahan terhadap limbah.

Adsorbent yang umum digunakan adalah:

a) Tanah

b) Abu

c) Semen

d) Soda

e) Mineral tanah liat seperti : tentonite, haolinite, dan lain lain.

f) Serbuk gergaji

g) Jerami

d. Adsorbsi

Suatu fenomena kontaminan diikat secara elektronika untuk

menstabilkan limbah dalam suatu padatan. Adsorbsi merupakan fenomena

permukaan dan ikatannya merupakam ikatan van der waals hydrogen bending.

Kontaminan diikat secara kimia dalam padatan yang stabil lebih aman untuk

dikeluarkan ke lingkungan.

e. Presipitasi

Proses stabilasasi tertentu akan mengendapakan kontaminan dari

limbah yang menghasilkan bentuk konstituent lebih stabil dalam limbah.

Pengendap seperti hidroksida, sulfida, silika, karbonat dan phosphate masuk

dalam massa yang terstabilisasi sebagai bagian dari struktur material.

Fenomena ini bisa diaplikasikan untuk stabilisasi limbah anorganik seperti

lumpur logam hidroksida. Contohnya logam karbonat memiliki kelarutan yang

lebih kecil daripada hidrksida logam. Pada pH tinggi reaksi untuk membentuk

karbonat metal dari karbonat hidroksida:

Me(OH)2 + H2CO3 → MeCO3 (s) + 2H2O ………………(7)

Me = Metal

Page 59: Solidifikasi Limbah Alumina

Pembentukan logam karbonat antara lain dengan pH. Karbonat logam

lebih stabil pada pH tinggi. Pada kondisi asam, logam akan kembali larut dan

terbebas ke lingkungan sebagai suatu larutan.

f. Detoxifikasi

Reaksi kimia tertentu yang terjadi selama proses stabilisasi akan

menghasilkan limbah dengan toksisitas yang rendah. Detoxifikasi adalah suatu

mekanisme yang mengubah unsur kimia ke bentuk lain yang tidak toxic.

2.7 Keramik

Keramik berasal dari bahasa Yunani “Keramos” yang berarti periuk atau

belanga yang dibuat dari tanah (Astuti, 1997). Sedangkan menurut istilah keramik

adalah semua barang atau benda yang dibuat dari bahan-bahan tanah

liat/lempung/batuan silikat yang mengalami suatu proses pengerasan dengan

pembakaran suhu tinggi. Pengertian keramik yang lebih luas dan umum adalah

“Bahan yang dibakar tinggi” termasuk didalamnya semen, gips, metal dan

lainnya. Sebelum diproses menjadi keramik, segi penting sifat bubuk mineralnya

ialah ukuran partikel (yang mengganti sifat akhir) serta distribusi sifat partikel

(mempengaruhi rapatan). Adapun sifat keramik adalah:

a. Tidak korosif

b. Ringan

c. Keras

d. Stabil pada suhu tinggi (Baraba, 1998)

Industri keramik tidak hanya terbatas pada genteng, bata, dan barang-

barang pecah belah. Dalam perkembangannya keramik dapat digunakan dalam

alat-alat listrik, peralatan laboratorium, kendaraan bermotor, pesawat terbang dan

lain-lain. Industri keramik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan yaitu :

a. Keramik putih/keramik halus

Keramik putih misalnya cangkir, pingan, piring, dan alt-alat laboratorium.

Sedangkan keramik halus adalah keramik yang mempunyai struktur halus

dapat berglasir atau tidak berglasir.

b. Bahan-bahan bangunan dari tanah

Page 60: Solidifikasi Limbah Alumina

Merupakan barang-barang yang terbuat dari tanah liat tunggal, misalnya

bata, genteng, pipa, tegel, alat-alat konstruksi dalam industri nimia, dan

lain-lain.

e. Gelas

Barang ini dihasilkan dengan pembakaran bahan mentahnya cair kemudian

dalam keadaan kental dimasukkan kedalam cetakan. Pembakaran

dilakukan dengan peleburan suhu tinggi. Barang-barang yang dihasilkan

barang-barang rumah tangga, laboratorium, bangunan, kendaraan, dan

lain-lain.

f. Bahan-bahan tahan api (refractory)

Untuk bahan pembuat tungku pelebur besi, gelas, tungku semen, dan lain-

lain diperlukan bahan yang tidak melebur dan tidak berubah sifatnya pada

suhu dimana logam dan gelas tersebut melebur.

g. Bahan-bahan perekat mortel

Bahan-bahan ini hádala kapur, semen, dan gips yang dibuat dari bahan

pokok tanah/batuan dan yang proses pembuatannya dengan pembakaran

suhu tinggi.

h. Abrasives

Semua benda-benda penggosok, pengasah atau pemotong bendi keras

(Astuti, 1997).

2.7.1 Jenis Bahan Keramik Menurut Kepadatan

a. Gerabah (Earthenware)

Dibuat dari tanah liat yang plastis, menyerap air, mudah dibentuk

dan dibakar pada suhu rendah dari 900-1060 0C. Dalam pembentukan

mempunyai kekuatan cukup karena plastis, namun setelah dibakar

kekuatannya berkurang dan sangat berpori. Keramik jenis ini struktur dan

teksturnya sangat rapuh, kasar, dan berpori. Karena itu kemempuan

absorpsi (menyerap) air lebih dari 3%. Agar supaya kedap air, gerabah

kasar harus dilapisi glasir, semen atau bahan pelapis lainnya. Gerabah

termasuk dalam keramik berkualitas rendah apabila dibandingkan dengan

Page 61: Solidifikasi Limbah Alumina

keramik batu (stoneware) atau porselin. Bata, genteng, paso, pot, anglo,

kendi, gentong dan sebagainya termasuk keramik jenis gerabah. Genteng

telah banyak dibuat berglasir dengan warna yang menarik sehingga

menambah kekuatannya.

b. Keramik Batu (Stoneware)

Disebut keramik batu karena komposisi mineralnya sama dengan

batu. Keramik batu dibuat dari bahan lempung plastis yang dicampur

dengan bahan tahan api sehingga dapat dibakar pada suhu medium (1150 0C) yaitu stoneware merah, juga dapat dibakar pada suhu tinggi (diatas

1250 0C) yaitu jenis stoneware abu-abu. Keramik jenis ini mempunyai

struktur dan tekstur rapat, halus, kokoh, lebih kuat dari pada gerabah dan

berat seperti batu, bunyinya lebih nyaring, dan tidak poros. Untuk

pembuatannya dapat dipakai tanah tunggal, atau dapat pula dibuat

campuran dari: ball clay, kaolin, kalkspat, feldspat, dan chamotte. Keramik

jenis termasuk kualitas golongan menengah.

c. Porselin (Porcelain)

Adalah jenis keramik bakaran suhu tinggi yang dibuat dari bahan

lempung murni yang tahan api, seperti kaolin, alumina dan silika. Oleh

karena badan porselin jenis ini berwarna putih bahkan bisa tembus cahaya,

maka sering disebut keramik putih. Pada umumnya, porselin dipijar

sampai suhu 1350°C atau 1400°C untuk jenis porselen lunak, dan ada

yang dipijar pada suhu yang lebih tinggi lagi hingga mencapai 1500°C

untuk jenis porselen keras. Kemampuan absorpsi 0-2%. Porselin yang

tampaknya tipis dan rapuh sebenarnya mempunyai kekuatan karena

struktur dan teksturnya rapat serta keras seperti gelas. Oleh karena

keramik ini dibakar pada suhu tinggi maka dalam bodi porselin terjadi

penggelasan atau vitrifikasi. Secara teknis keramik jenis ini mempunyai

kualitas tinggi dan bagus, disamping mempunyai daya tarik tersendiri

karena keindahan dan kelembutan khas porselin. Juga bahannya sangat

peka dan cemerlang terhadap warna-warna glasir. Keramik jenis ini dapat

Page 62: Solidifikasi Limbah Alumina

dibuat dari campuran kaolin, feldspat, silica, dan dibentuk dengan teknik

cetak atau tuang.

d. Keramik Baru (New Ceramic)

Adalah keramik yang secara teknis, diproses untuk keperluan teknologi

tinggi seperti peralatan mobil, listrik, konstruksi, komputer, cerobong

pesawat, kristal optik, keramik metal, keramik multi lapis, keramik multi

fungsi, komposit keramik, silikon, bioceramic, dan keramik magnit. Sifat

khas dari material keramik jenis ini disesuaikan dengan keperluan yang

bersifat teknis seperti tahan benturan, tahan gesek, tahan panas, tahan

karat, tahan suhu kejut seperti isolator, bahan pelapis dan komponen teknis

lainnya (Astuti, 1997 dan ��HAnonim, 2005)

2.7.2 Pembuatan Keramik

2.7.2.1 Bahan Keramik

Secara garis besar, bahan keramik adalah bagian utama dalam pembuatan

keramik dan bahan utamanya biasa disebut dengan bahan mentah keramik.

Contoh bahan mentah keramik alam seperti kaolin, tanah liat, feldspar, kuarsa,

pyrophillit, dolomit dan sebagainya. Sedangkan bahan keramik buatan seperti

mullit, SiC, Borida, Nitrida, H3BO3 dan sebagainya (Jumiyati, 2005). Bahan

pembuat keramik dapat berupa bahan plastis dan bahan non plastis. Yang

termasuk dalam bahan plastis antara lain seperti kaolin, clay, stone ware clay

(tanah benda batu), earthenware clay (tanah bata merah), fire clay (tanah api),

serta bentonite. Sedangkan bahan non plastis antara lain silica (SiO2) disebut juga

glass former, flint (SiO3), feldspar (KNaO.Al2O3.6SiO2), kapur (Calcite) dan

magnesit (CaO dan MgO), aluminium (Al2O3), dan chamotte atau grog (Astuti,

1997).

Bahan mentah keramik digolongkan menjadi 5 (lima) yaitu:

a. Bahan pengikat, contoh : kaolin, ball caly, fire clay, red clay

b. Bahan pelebur, contoh : feldspar, kapur

c. Bahan pengisi, contoh : silika, grog (samot)

d. Bahan tambahan, contoh : water glass, talk, pyrophilit

Page 63: Solidifikasi Limbah Alumina

e. Bahan mentah glasir : Bahan yang membuat lapisan gelas pada permukaan

benda keramik setelah melalui proses pembakaran pada suhu tertentu.

2.7.2.1.1 Tanah Liat (Al2O3 2SiO2 2H2O)

Tanah liat adalah bahan utama pembuatan keramik. Tanah ini adalah

tanah yang terbentuk dari kristal-kristal. Kristal-kristal ini terdiri dari mineral-

mineral yang disebut kaolinit. Bentuknya seperti lempengan kecil-kecil hampir

berbentuk segi enam dengan permukaan yang datar. Bentuk kristal seperti ini

yang menyebabkan tanah liat bila dicampur dengan air mempunyai sifat liat

(plastis) dan mudah dibentuk. Dilihat dari sudut ilmu kimia tanah liat termasuk

hidrosilikat alumina dan dalam keadaan murni mempunyai rumus: Al2O3 2SiO2

2H2O dengan perbandingan berat dari unsure-unsurnya: 47% Oksida Silinium

(SiO2), 39% Oksida Alumunium (Al2O3), dan 14% air (H2O) (Astuti, 1997).

Dalam tanah liat alam yang murni tanah liat masih mengandung butiran-butiran

debu. Umumnya unsur-unsur tambahan ini terdiri dari kwarsa, feldspat, dan

sebagainya. Sifat-sifat tanah liat seperti: kemungkinan mencair, warna setelah

dibakar sangat dipengaruhi oleh unsur mineral yang terkandung dalam tanah liat

tersebut. Semua jenis tanah liat mempunyai sifat-sifat yang khas yaitu: bila dalam

keadaan basah akan mempunyai sifat plstis, bila dalam keadaan kering akan

menjadi keras, sedang bila dibakar akan menjadi padat dan kuat. Warna-warna

dalam tanah alami terjadi karena adanya unsur oksida besi dan unsur organis,

yang biasanya akan berwarna bakar kuning kecoklatan, coklat, merah, coklat tua.

Biasanya kandungan oksida besi sekitar 2-5%. Tanah berwarna lebih gelap

biasanya matang pada suhu yang lebih rendah, kebalikannya adalah tanah

berwarna terang ataupun putih (Astuti, 1997).

Lempung/tanah liat/clay adalah bahan

galian yang terbentuk karena proses pelapukan

dari batuan lain menjadi endapan yang berbutir

sangat halus. Jika endapan lempung masih

terdapat pada batuan asalnya dan belum

tertransportasi, disebut sebagai lempung residu,

akan tetapi bila telah mengalami transportasi

Gambar 2.4 Tanah Liat

Page 64: Solidifikasi Limbah Alumina

dan diendapkan di tempat alin, disebut sebagai lempung alluvial. Di Indonesia,

lempung sering tersebar cukup luas terutama sebagai endapan aluvial sungai.

Walaupun demikian, akumulasi endapan lempung berbeda-beda pada kondisi

yang berlainan, misalnya di daerah kering butiran-butiran lempung akan

diterbangkan oleh angin dan diendapkan di tempat yang jauh, sedangkan di daerah

basah dan lembab akan terbentuk endapan lempung yang cukup tebal (Adhi, dkk,

2004). Karakteristik lempung/clay adalah sebagai berikut:

b. Ukuran butir lempung dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a) Clay <0,002 mm

b) Lumpur (silt) 0,002 mm – 0,06 mm

c) Pasir Halus (fine sand) 0,06 mm – 0,2 mm

d) Pasir Sedang (medium sand) 0,2 mm – 0,6 mm

e) Pasir Kasar (coarse sand) 0,6 mm – 2mm (Abel Simoes, 1955)

b. Analisa Kimia

Komposisi kimia yang terdapat dalam lempung menurut metode

LNEC (National Laboratory for Civil Engineering).

Tabel 2.9 Komposisi kimia yang terdapat di dalam lempung

Senyawa Jumlah (%)

Silika (SiO2) 61,43

Alumina (Al2O3) 18,99

Besi Oksida (Fe2O3) 1,22

Calcium Oksida (CaO) 0,84

Magnesium Oksida (MgO) 0,91

Sulfur Trioksida (SO3) 0,01

Potasium Oksida (K2O) 3,21

Sodium Oksida (Na2O) 0,15

H2O hilang pada suhu 105ºC 0,6

H2O hilang pada pembakaran diatas 105ºC 12,65 LNEC, 1973

Page 65: Solidifikasi Limbah Alumina

c. Plastisitas

Clay (lempung) bila dicampur dengan air, memiliki plastisitas yang

tinggi dan sangat berguna dalam pemberian bentuk dan kekuatan selam a

proses pengeringan dan pembakaran (Fius dan Budiono, 2002).

Tanah liat mempunyai sifat-sifat fisis dan kimia yang penting untuk

pembuatan keramik Sifat-sifat itu adalah:

a. Sifat liat (plastis)

Tanah liat harus dapat dibentuk dengan mudah. Besar kecilnya partikel-

partikel (butir-butir) tanah dan juga zat-zat organis seperti akar tumbuh-

tumbuhan, sisa-sisa binatang kecil, zat-zat yang telah membusuk serta bakteri

lainnya yang ada dalam tanah liat tersebut sangat mempengaruhi sifat

plastisnya. Diantara tanah-tanah murni, tanah stoneware adalah tanah yang

paling mudah dikerjakan, meskipun ada juga tanah merah yang sifatnya sebaik

tanah stoneware. Sedang tanah kaolin untuk dibentuk terlalu “short” sifatnya,

yaitu mudah berubah bentuk (tidak kuat menahan beban berat badannya

sendiri).

b. Sifat porous

Tanah liat mengandung partikel-partikel pembentuk tanah yang terdiri dari

partikel halus dan partikel kasar. Perbandingan dan besar butir dalam tanah

sangat mempengaruhi sifat tanah tersebut. Tanah liat harus cukup porous,

agar:

a) Air plastis (air pembentuk: yaitu sejumlah air yang diberikan pada tanah

liat untuk dapat dibentuk) menguap dengan mudah pada waktu

dikeringkan. Pada saat ini akan terjadi penyusutan karena hilangnya air

pembentuk tadi. Penyusutan ini biasa disebut susut kering yaitu susut pada

waktu pengeringan. Besarnya angka penyusutan dari bermacam-macam

tanah liat berbeda-beda tergantung dari kehalusan butirannya. Semakin

halus butirannya makin banyak air pembentuk yang dibutuhkan, dan

makin besar pula angka penyusutannya.

Page 66: Solidifikasi Limbah Alumina

b) Air yang terikat secara kimia (air kimia: yaitu air yang terkandung didalam

tanah liat itu sendiri secara alami) dengan mudah dapat dikeluarkan pada

waktu permulaan pembakaran sehingga terhindar dari letusan uap dan

retak-retak.

c) Bermacam gas yang disebabkan oleh pembakaran zat-zat organic yang ada

dalam tanahnya dapat keluar. Pada saat ini akan terjadi lagi penyusutan

yang disebut susut baker:makin halus butir-butir tanahnya makin besar

pula susut bakarnya.

c. Sifat menggelas

Tanah liat juga mengandung mineral-mineral lain yang dapat bertindak

sebagai bahan pembentuk bahan gelas waktu dibakar. Tanah liat harus

menjadi padat, keras, dan kuat (menggelas) pada suhu yang diperlukan untuk

pembuatan keramik. Sebenarnya penggelasan adalah suatu proses pencarian

bagian-bagian tertentu dari tanah liat mulai mencair menjadi gelas.

d. Sifat pada pembakaran

Tanah liat mengandung senyawa-senyawa besi yang memberikan warna

merah setelah dibakar. Yang akan dibicarakan disini adalah warna yang

timbul setelah bahan tanah liat itu dibakar, misalnya:

a) Kaolin dengan kandungan oksida besi sebanyak 0,5% memberi hasil bakar

dengan warna yang sangat putih.

b) Kaolin endapan dengan kandungan besinya sebanyak 0,7% akan berwarna

sedikit krem setelah dibakar.

c) Ballclay dengan kandungan besinya sekitar 1% hasil bakarnya berwarna

krem.

d) Tanah stoneware dengan kandungan besinya sekitar 2,5% warna bakarnya

kelabu.

e) Tanah bata merah dengan kandungan besinya sekitar 7,5% warna

bakarnya merah (Astuti, 1997).

Di Indonesia lempung sudah banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku

bata merah, genteng, bodi keramik, gerabah, dan dalam skala yang lebih besar

sebagai bahan baku semen. Tanah liat yang akan dimanfaatkan sebaiknya diteliti

Page 67: Solidifikasi Limbah Alumina

sebelumnya, terutama untuk mengetahui sifat keramiknya, bahan galian ini dapat

menghasilkan produk yang bernilai tinggi , seperti ubin dan keramik sanitari

(Adhi, dkk, 2004).

Termasuk dalam klasifikasi lempung untuk bahan keramik, adalah ball

clay, yaitu lempung yang terdiri dari 49-60% kaolinit, 18-33% ilit, 7-22% kuarsa

dan 1-4% material organic (karbon), plastisitas tinggi, kekuatan kering tinggi,

mengalami proses vtrifikasi yang panjang, dan berwarna terang jika dibakar. Bond

clay adalah ball clay yang spesifikasinya lebih rendah. Bond clay/ball clay berasal

dari endapan vulkanik klastik yang terperangkap dalam lingkungan lakustrin

(danau), sehingga sering berasosiasi dengan batu bara. Sumber daya total Bond

clay/ball clay yang diketahui di Indonesia hampir 180 juta ton tersebar di 12

lokasi di Provinsi Jambi, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan

Barat, Kalimantan Timur (Adhi, dkk, 2004).

2.7.2.1.2 Kaolin (2H2O Al2O3 2 SiO2)

Nama kaolin berasal dari bahasa China “kauling” yang berarti

“pegunungan tinggi”, yaitu nama gunung dekat Jauchau Fa, China, yang tanah

lempungnya telah diambil sejak beberapa abad yang lampau.

Kaolin termasuk dalam klasifikasi lempung/tanah liat, merupakan hasil

pelapukan batuan granitik ataupun karena ubahan hidrotermal, yang terdiri dari

mineral kaolinit dan monmorilonit, serta mineral lain sebagai pengotor.

Sebenarnya kaolin adalah tanah liat yang mengandung mineral kaolinit sebagai

bagian yang terbesar dan termasuk jenis tanah liat primer. Kaolin merupakan

masa batuan yang tersusun dari material

lempung dengan kandungan besi yang rendah,

dan pada umumnya berwarna putih atau agak

keputihan. Kaolin mempunyai komposisi

hidrous alumunium silikat (2H2O Al2O3 2

SiO2), dengan disertai beberapa material

penyerta. Dua proses geologi pembentukan

kaolin (kaolinisasi) adalah proses pelapukan

Gambar 2.5 Kaolin

Page 68: Solidifikasi Limbah Alumina

dan proses hydrothermal alterasi pada batuan beku feldspartik, mineral-mineral

potas alumunium silika dan feldspar diubah menjadi kaolin.

Proses kaolinisasi berada dalam kondisi tertentu, sehingga elemen-

elemen selain silica, alumunium, oksigen, dan hydrogen akan mengalami

perpindahan. Gambaran proses ini seperti dalam persamaan berikut:

2KAlSi3O8 + 2H2O → Al2 (OH)4(Si2O5) + K2O + 4SiO2 ……(8)

Feldspar Kaolinit

Endapan kaolin ada dua macam, yaitu endapan residual dan endapan

sedimentasi. Di Indonesia endapan kaolin yang besar, yaitu endapan residual dari

hasil alterasi batuan granit. Endapan ini terdapat di Pulau Bangka dan Belitung.

Mineral yang termasuk dalam kelompok kaolin adalah kaolinit, nakrit,

dikrit dan halloysit, dengan kaolinit sebagai mineral utamanya. Halloysit

(Al2(OH)4 SiO5 2H2O) mempunyai kandungan air lebih besar, dan sering kali

membentuk endapan tersendiri. Dalam endapan kaolin yang ekonomis tidak

diketemukan mineral seperti nakrit dan dikrit (Suhala dan Arifin, 1997). Adapun

sifat-sifat fisik mineral kaolinit antara lain:

a. berwarna putih dan agak keputihan karena kandungan besinya paling

rendah.

b. Bernutir kasar

c. kekerasan 2 – 2,5 skala Mohs

d. berat jenis 2,60 – 2,63 gr/ml

e. rapuh dan tidak plastis jika dibandingkan dengan tanah liat sekunder,

karena itu sulit untuk dibentuk,

f. mempunyai daya hantar panas dan listrik yang rendah

g. pH bervariasi (Suhala dan Arifin, 1997; Astuti, 1997).

Karena jenis kaolin tidaklah sangat plastis, maka taraf penyusutan dan

kekuatan keringnya pun lebih rendah dan sangat tahan api, maka tanah ini tidak

dapat dipakai begitu saja untuk membuat barang-barang keramik, melainkan harus

dicampur dahulu dengan bahan-bahan lainnya. Ball clay ditambahkan untuk

Page 69: Solidifikasi Limbah Alumina

menambah keplastisan dan bahan pelebur ditambahkan untuk mengurangi

”ketahanan api” kaolin, karena bakaran kaolin sangat kuat; titik lelehnya sampai

18000C (Astuti, 1997).

Kaolin banyak digunakan dalam berbagai industri, baik sebagai bahan

baku utama maupun bahan bantu. Hal ini karena adanya sifat – sifat kaolin seperti

kehalusan, kekuatan, warna, daya hantar listrik dan panas yang rendah, serta sifat–

sifat lainnya (Suhala dan Arifin, 1997). Mutu kaolin ditunjukkan oleh kemurnian

kimianya, kecerahan warnanya, serta bentuk dan ukuran kristalnya (Adhi, dkk,

2004). Bahan ini dipakai dalam:

a) Keramik halus (gerabah putih atau white-erathenware) dan porcelein, baik

sebagai salah satu komponen dalam badan maupun glasir.

b) Barang-barang tahan api dalam bata-bata kaolin.

c) Bahan-bahan bangunan keramik seperti tegel dalam gerabah atau

porcelain.

d) Sedikit-sedikit dalam email (Astuti, 1997).

Dalam industri kaolin dapat berfungsi sebagai pelapis (coater), pengisi

(filler), barang-barang tahan api, isolator. Penggunaan kaolin yang utama adalah

dalam industri – industri kertas, keramik, cat, sabun, karet/ban, dan pestisida.

Sedang penggunaan yang lainnya adalah dalam industri-industri kosmetik farmasi

(obat-obatan), fertilizer, absorbent, pasta gigi, industri logam, serta barang-barang

untuk bangunan, dan sebagainya.

Dalam industri keramik, kaolin merupakan salah satu bahan baku utama.

Pemakaian kaolin dalam industri keramik dan porselen berkisar antara 15-40%.

Dalam industri keramik, kaolin antara lain digunakan untuk membuat white ware

(barang-barang yang berwarna putih, termasuk porselen), ubin dinding, insulator

(alat penyekat), refraktori, face brick. Klasifikasinya adalah:

a. Kelas porselen,

b. Kelas Saniter,

c. Kelas gerabah halus padat (stone-ware),

d. Kelas gerabah halus tidak padat (earth-ware).

Page 70: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 2.10 Spesifikasi Kaolin untuk Keramik

Spesifikasinya (%)

Gerabah

Analisis

Porselen Saniter

Halus Kasar

Kimia

Fe2O3 <0,4 <0,7 <0,8 1,0

TiO2 <0,3 <0,7 - -

CaO <0,8 <0,8 <0,8 0,8

SO3 <0,3 <0,2 <0,4 0,4

Fisika

Besar butir <2

micron

>80,0 >80,0 >80,0 >80,0

Brightness >90,0 >90,0 >80,0 >80,0

Kadar air <5,0 <5,0 <7,0 <7,0 Sumber: Standar Industri Indonesia, Departemen Perindustrian

Di Indonesia, kaolin ditemukan di 82 lokasi diantaranya terdapat di

beberapa tempat seperti di Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera, Bangka, Belitung,

Kalimantan dengan total sumber daya 611,2 juta ton. Sumber daya terbanyak

tercatat di Provinsi Bengkulu (Suhala dan Arifin, 1997).

2.7.2.1.3 Feldspar (KNaO.Al2O3.6SiO2)

Feldspar adalah nama kelompok mineral yang terdiri atas potassium,

sodium, dan kalsium alumino silikat. Pada umumnya kelompok mineral ini

terbentuk oleh proses pneumatolistis dan hidro thermal. Feldspar ditemukan pada

batuan beku, batuan erupsi, dan metamorfosa, baik yang bersifat asam maupun

basa. Berdasarkan keterdapatannya endapan feldspar dapat dikelompokkan

menjadi 3 yaitu:

a. Feldspar primer

Feldspar yang terdapat dalam batuan granitis.

Page 71: Solidifikasi Limbah Alumina

b. Feldspar diagenetik

Feldspar yang terdapat dalam batuan sediment piroklastik.

c. Feldspar alluvial

Feldspar yang terdapat dalam batuan yang telah mengalami metamorfosa.

Dari seluruh jenis feldspar diatas yang dikenal memiliki nilai ekonomis

adalah feldspar yang berasal dari batuan asam. Feldspar adalah mineral alumina

anhidrat silikat yang berasosiasi dengan unsur kalium (K), natrium (Na), dan

kalsium (Ca) dalam perbandingan yang beragam. Berdasarkan kandungan unsur-

unsur tersebut secara mineralogy feldspar dapat diklasifikasikan menjadi dua

kelompok mineral, yaitu:

a) Alkali feldspar

Kelompok alkali feldspar adalah sanidin sebagai kalium-natrium feldspar

dan ortoklas sebagai natrium-kalium feldspar. Sedangkan ortoklas dan

mikrolin keduanya termasuki sanidin, namun masing-masing memiliki system

kristal monoklin, dan mikrolin memiliki system kristral triklin.

b) Plagioklas

Kelompok feldspar plagioklas terklasifikasikan mulai dari albit (natrium

feldspar) dengan komposisi Na : Ca sekitar 9 : 1 hingga anortit (kalsium

feldspar) dengan komposisi Na : Ca sekitar 1 : 9. Sebaliknya kombinasi

unsure-unsur K dengan Ca tidak pernah terjadi.

Seluruh jenis feldspar umumnya mempunyai sifat fisik yang hampir sama,

yaitu nilai kekerasan sekitar 5-6,5 skala Mohs dan berat jenisnya sekitar 2,4-2,8

gram/ml, sedangkan warna bervariasi mulai dari putih keabu-abuan, merah jambu,

coklat, kuning, dan hijau.

Berdasarkan komposisi kimia, feldspar mempunyai rumus umum MZ4O8.

M adalah kation K+, Na+ atau Ca2+, kadang-kadang ada juga Ba2+ dan NH4+.

Komponen Z adalah kation-kation Al3+ dan Si4+, tetapi sebagian digantikan oleh

Fe3+.

Page 72: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 2.11 Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Feldspar

Komposisi Kimia Teoritis Feldspar Rumus

K2O Na2O CaO Al2O3 SiO2

Berat

Jenis

Kekerasan

Ortoklas K2O.Al2O3.6SiO2 16,9 - - 18,4 64,7 2,24-2,66 6,0

Albit Na2O.Al2O8. 6SiO2 - 11,8 - 19,4 68,8 2,50-2,70 6,0-6,5

Anortit CaO.Al2O8. 6SiO2 - - 20,1 36,62 43,28 2,60-2,80 6,0-6,5

Pada umumnya pengolahan feldspar adalah menghilangkan atau

menurunkan kadar material pengotor, seperti: besi, biotite, tourmaline,

mica/muscovite dan kuarsa. Apabila kadar unsure Fe2O3 terlalu tinggi, maka akan

mengakibatkan perubahan warna pada proses pembuatan badan keramik. Sebagai

contoh, untuk pembuatan badan porselen yang baik, apabila kadar Fe2O3

maksimum adalah 0,50%. Mutu feldspar

ditentukan oleh kandungan oksida kimia K2O dan

Na2O yang relative tinggi (diatas 6%). Oksida

Fe2O3 dan TiO2.

Feldspar digunakan di berbagai industri,

banyak diperlukan sebagai bahan pelebur atau

pelekat pada suhu tinggi dalam pembuatan

keramik halus seperti barang pecah belah, saniter,

isolator, dan juga digunakan dalam industri

gelas/kaca. Pada industri keramik dan porselen sebagian besar feldspar sebagai

bahan body material (Suhala dan Arifin, 1997).

Feldspar adalah suatu kelompok mineral yang dapat memberikan sampai

25% flux (pelebur) kepada badan keramik. Bila mase/badan keramik dibakar,

feldspatnya meleleh (melebur) dan membentuk leburan gelas yang menyebabkan

partikel tanah dan bahan lainnya melekat satu dengan lainnya. Bila bahan

semacam gelas ini membeku, bahan ini memberikan kekuatan dan kekukuhan

pada badan. Ini jelas sekali pada mase/badan porcelain, yang kelihatan seperti

gelas karena banyak mengandung feldspat (Astuti, 1997).

Gambar 2.6 Feldspar

Page 73: Solidifikasi Limbah Alumina

Jenis feldspar yang digunakan dalam industri keramik adalah

orthoklas/mikrolin dan albit/plagioklas asam (natrium feldspar). Feldspar dalam

bentuk plagioklas basa dengan kadar kalium tinggi tidak dipakai (Suhala dan

Arifin, 1997).

Persyaratan feldspar untuk industri keramik berdasarakan Standar

Nasional Indonesia (SNI) adalah:

a. Feldspar untuk pembuatan badan keramik halus

Tabel 2.12 SNI No. 1145 - 1984

Feldspar untuk badan keramik Oksida

Porselen

(%)

Saniter

(%)

Gerabah Halus Padat

(Stone-ware)

(%)

K2 + Na2O 6,0 – 15,0 6,0 – 15,0 6,0 – 15,0

Fe2O3 + maks 0,5 0,7 0,8

TiO2 + maks 0,3 0,7 -

CaO + maks 0,5 0,.5 1,0

b. Feldspar untuk pembuatan glasir

Tabel 2.13 SNI No. 1275 – 1985

Kelas Na2O (%)

1 2,00 – 2,99

2 3,00 – 3,99

3 4,00 – 4,99

4 5,00 – 5,99

5 6,00 – 6,99

Feldspar sangat berguna oleh karena banyak mengandung soda dan potash,

dan tidak larut dalam air, sedang soda ash larut dalam air. Paling sedikit ada 12

macam type feldspat. Yang paling umum adalah : potash feldspat (orthoclase),

soda feldspat (albite), dan lime feldspat (anorthite). Masing-masing mengandung

alumina, silica dan flux. Komposisinya juga bermacam-macam, yang banyak

Page 74: Solidifikasi Limbah Alumina

mengandung kalium (K2O) dipakai untuk pembuatan mase keramik. Sedangkan

yang banyak mengandung natrium (Na2O) dipakai pada pembuatan gelasir.

Glasir-glasir feldspat cendrung menghasilkan efek putih susu (milky), karena

adanya gelembung-gelembung sangat halus pada badan gelasir.

Feldspar mengandung semua bahan-bahan penting untuk membuat gelasir

pada suhu tinggi, tetapi agar lebih memuaskan diperlukan tambahan flint, whiting

atau kaolin. Bahan ini banyak dipakai dalam keramik halus (untuk badan dan

gelasir), gelas, email.

2.7.2.1.4 Chamotte atau Grog

Meski chamotte bukan tanah liat, namun perlu dimasukkan disini,

karena bahan ini juga dipergunakan untuk pembuatan badan keramik. Bahan ini

dibuat dari bata-bata api atau kepingan-kepingan keramik yang telah dibakar

pertama (biscuit) dan menjadi keras, kemudian ditumbuk menjadi tepung. Karena

samot telah dibakar keras, bahan ini ditambahkan pada tanah liat dengan cara

menguletnya untuk mengurangi penyusutan yang terjadi selama pembakaran dan

bahan ini juga sering dipergunakan bila membuat karya berukuran besar atau

badan berat.

Dengan mengurangi susut, chamotte melindungi benda-benda terhadap

perubahan bentuk, yang biasanya disebabkan oleh penyusutan yang tiba-tiba.

Karena partikel chamotte yang lebih besar dari tanah liat, maka badan menjadi

lebih porous, yang memungkinkan cairan dengan mudah terhisap kepermukaan

benda selama pengeringan dan permulaan pembakaran, ini memungkinkan

penguapan lebih lambat dan mengurangi

kesempatan benda pecah/meledak selama

pembakaran. Juga karena bahan ini tidak

plastis, penambahannya pada tanah liat yang

sangat plastis dapat mencegah retak selama

pengeringan atau pembakaran. Selama badan

yang mengandung chamotte tahan terhadap

perubahan suhu yang mendadak, bendanya Gambar 2.7 Samot

Page 75: Solidifikasi Limbah Alumina

tidak cenderung pecah bila diambil dari tungku pada waktu masih panas.

Chamotte juga membantu menghasilkan tekstur halus/kasar, sederhana,

permukaan yang tanpa polish. (Astuti, 1997).

2.7.2.2 Pengolahan Bahan

Bahan pembuatan keramik harus diolah terlebih dahulu sebelum bahan

siap di bentuk, karena hampir semua bahan alam murni mengandung banyak grit

(bahan kasar dan bahan halus). Pemisahan dapat dilakukan dengan cara manual

secara mekanis. Bahan-bahan keramik alam dihancurkan, disaring dan diambil

diameter bahan yang dikehendaki. Penyaringan dapat dilakukan dengan 2 cara

yaitu:

a. Basah

Bila bahan mengandung butiran yang kasar dan keras maka diperlukan alat

penghancur atau penggiling dan ayakan untuk memisahkan butiran-butiran

kasar dengan butiran yang halus.

b. Kering

Pemisahan dilakukan dengan banyak air. Bahan diberi air kemudian

dicampur dalam bak pengaduk, kemudian disaring. Butiran yang halus

akan terendapkan sedang yang kasar akan tertinggal. Jika bahan akan

digunakan maka harus dikeringkan terlebih dahulu.

2.7.2.3 Pembentukan

Teknik-telnik pembentukan yang biasa dilakukan untuk pembuatan benda-

benda keramik bermacam-macam, diantaranya:

1) Jika bahan keramik plastis

a. Dibentuk dengan tangan

Untuk mengerjakan/membentuk dengan tangan tanah harus sedang

plastisnya, tidak terlalu encer atau terlalu kering. Ada beberapa cara,

yaitu dipijit, dipilin, dilempeng (slab).

Page 76: Solidifikasi Limbah Alumina

b. Dibentuk dengan putaran

Pembentukan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pembentukan

dengan putaran tangan atau kaki (contoh: pembuatan silinder, vas,

cangkir, dan sebagainya), dan pembentukan dengan mesin jigger

(contoh: perkakas pecah belah, dan sebagainya.

c. Dibentuk dengan ditekan (pres)

Bahan yang digunakan harus lebih keras, benda dibuat dengan ditekan

melalui gosong-gosong/cetakan-cetakan dari baja, setelah itu potong

menurut panjang yang dikehendaki. Contoh: bata penyalur air, genting

atap, dan sebagainya.

d. Dibentuk dengan dicetak

a) Dicetak tekan dengan tangan

Bahan harus lumat/halus, benda-benda dibuat dengan menekan

pada cetakan gips dengan tangan. Contoh: pegangan cangkir/poci,

jubin hias, dan sebagainya.

b) Dicetak tekan dengan mesin

Bahan harus sedang kerasnya, benda-benda dibuat dengan

menekan pada cetakan gips dengan mesin. Contoh: jubin, piring,

dan sebagainya.

2) Jika bahan berupa larutan

Pembentukan dilakukan untuk membuat benda keramik yang banyak dan

sama. Pembentukan dilakukan dengan gips. Contoh: gelas, vas, keramik

saniter, dan lain-lain.

3) Jika bahan berupa tepung

Bahan berupa tepung dan hanya mengandung cairan 10-20% saja, cukup

untuk menjadi padat dengan tekanan. Ini adalah yang disebut tekanan (dry

pressing). Benda-benda keramik dibentuk dengan cetakan dengan

menggunakan tekanan yang keras sekali. Contoh: jubin dinding, jubin

lantai, dan lain-lain.

Page 77: Solidifikasi Limbah Alumina

4) Jika bahan dalam keadaan kering dan padat

Bahan yang digunakan berupa gumpalan dalam keadaan kering. Cara

membuatnya dengan diputar atau dibubut. Contoh: isolator listrik, patung-

patung, dan sebagainya.

2.7.2.4 Pengeringan

Benda-benda yang akan dibakar harus dikeringkan terlebih dahulu, karena

jika masih sedikit basah mungkin akan terjadi ledakan uap air waktu dibakar.

Mengeringkan benda keramik berarti menghilangkan apa yang disebut air

plastisnya saja, sedang air yang terikat dalam molekul tanah liat (air kimia) hanya

bisa dihilangkan melalui pembakaran.

Proses pengeringan biasa diikuti dengan proses penyusutan. Penyusutan

disebabkan Karena kehilangan kandungan airnya setelah proses pengeringan

berakhir karena itu bentuk bendanya akan menjadi lebih kecil dari ukuran semula.

Pengeringan bertujuan memberikan kekuatan kepada barang-barang

mentah sehingga dapat disusun didalam tungku, dan menghilangkan air yang

berlebihan, yang menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam proses pembakaran.

Kerusakan yang dapat terjadi antara lain peribahan bentuk dan retak-retak.

Beberapa cara pengeringan yang dapat dilakukan antara lain diangin-

anginkan, dipanaskan dalam alat khusus dan membungkus benda dengan kain

yang agak basah (Astuti, 1997). Pada pembuatan keramik dengan teknologi maju

proses pengeringan dilakukan langsung dengan proses pembakaran. Beberapa

cara pengeringan yang baik antara lain adalah:

a. Diangin-anginkan

Cara ini dilakukan diudara terbuka, tidak tersampai terkena sinar matahari

langsung kecuali kalau sudah hampir kering benar; baik juga ditempatkan

pada rak-rak pengering didalam suatu ruangan yang menggunakan atap

transparan yang tembus sinar dari luar sehingga tidak perlu menjemur.

b. Dipanaskan

Benda-benda dimasukkan kedalam lemari yang dipanasi sehingga lembab dari

greenware (benda keramik yang belum dibakar) lentap sama sekali. Lemari

Page 78: Solidifikasi Limbah Alumina

tersebut harus berlubang dari bawah untuk melenyapkan uap air dan

berlubang pula diatasnya untuk melenyapkan udara keluar.

c. Membungkus bagian-bagian benda dengan lap yang agak basah terutama bila

benda mempunyai bagian-bagian yang tebal dan bagian-bagian yang tipis.

Pada bagian bawah dari benda diberi kayu-kayu penyangga agar supaya aliran

udara dari bawah dapat mengeringkan bagian bawah benda tersebut.

2.7.2.5 Pembakaran

Proses pembakaran bahan keramik sering juga disebut sintering processes.

Suhu yang dipakai dalam pembakaran sangat tergantung dari metode, bahan yang

akan dibakar dan benda hasil bakar. Sebagai contoh untuk jenis keramik

stoneware digunakan suhu 1200-1300ºC (Astuti, 1997). Membakar keramik dapat

dibagi kedalam golongan sebagai berikut:

a. Pembakaran biscuit

Barang keramik dibakar pertama kali dengan suhu baker dibawah 1000ºC,

dimana barang tersebut menjadi kuat, tidak hancur oleh air dan juga dapat

menghasilkan warna.

b. Pembakaran glasir

Barang keramik bakar biscuit yang dilapisi dengan bahan gelasir untuk

mematangkan bahan gelasirnya dibakar pada suhu 980ºC sampai diatas

1250ºC sesuai bahan gelasir yang dipakai.

c. Pembakaran untuk overglaze decoration, dibutuhkan suhu bakar antara

700-9000C.

Keramik telah dibakar gelasir, kemudian bahan overglaze diterapkan pada

keramik, lalu dibakar dengan suhu rendah. Tahap dalam pembakaran dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Tahap penghilangan uap

Suhu pembakaran pada tahap ini berlangsung dari awal sampai sekitar

5000C. Disebut tahap penghilangan uap air karena pada saat air yang

terikat pada molekul tanah liat (air kimia) menguap, selain dari pada itu

juga unsur karbon dan unsur organis dibakar habis.

Page 79: Solidifikasi Limbah Alumina

b. Tahap penggelasan

Suhu penggelasan dimulai dari suhu 5000C sampai tercapai taraf

penggelasan pada suhu sekitar 8000C.

c. Tahap pendinginan

Jika suhu baker telah tercapai dan benda telah matang, maka suluh

pembakar harus dipadamkan dan tungku dibiarkan menjadi dingin (Astuti,

1997).

2.8 Karakteristik Fisik Keramik (Keausan)

Aus dapat didefinisikan sebagai terlepasnya suatu material dari permukaan

padat akibat interaksi mekanis. Secara tradisional keausan dapat dibagi menjadi

beberapa yaitu:

a. Gesek

Keausan gesek terjadi jika dua permukaan rata saling berkontak dengan

pembebanan normal tertentu dan kedua permukaan tersebut bergerak

relatif sama.

b. Abrasi

Keausan abrasi terjadi akibat adanya kontak dan gerak relatif antara

partikel abrasif dengan permukaan lain yang lebih rata.

c. Erosi

Uji keausan merupakan suatu uji karakteristik fisik yang digunakan untuk

mengetahui seberapa besar tingkat keausan benda (permukaan benda) terhadap

gesekan atau goresan. Uji keausan dilakukan dengan cara menghitung lebar

keausan dari sampel benda uji setelah diauskan selama 10 detik. Untuk pengujian

keausan dilakukan dengan menggunakan alat uji OGOSHI HIHG SPEED

UNIVERSAL WEAR TESTING MACHINE (Type OAT-U). Keutamaan dari alat ini

diantaranya :

a. Lama waktu abrasi dapat ditentukan dan daya tahan aus permukaan benda

uji dengan berbagai variasi bahan dapat dengan mudah terdeteksi.

b. Pengujian dilakukan dengan mudah dan cepat.

c. Benda uji tidak harus berukuran besar.

Page 80: Solidifikasi Limbah Alumina

d. Perubahan tekanan, kecepatan, dan jarak penggosok dapat dibuat dengan

mudah dengan jarak yang lebih lebar.

e. Berbagai macam bahan-bahan industri (karbon, baja, harden steel, cast

steel, super-hard alloys, tembaga, kuningan, synthetic resins, nylon, dan

lain-lain) dapat diuji.

Adapun spesifikasi dari alat uji OGOSHI HIHG SPEED UNIVERSAL

WEAR TESTING MACHINE (Type OAT-U) yaitu :

Contact pressure 30 – 400 kg/cm2 (5 steps)

Abrasion speed 0,05 – 4,0 m/sec (22 steps)

Abrasion distance 60 – 600 m (5 steps)

Maximum load 180 19 kg

Gross weight 200 kg

Power required 1 HP

Dimensions 840 mm (width) x 1090 mm (height) x 580 mm

(depth)

2.9 Lindi/Leachate

Lindi/leachate adalah cairan yang keluar dari suatu cairan yang

terkontaminasi oleh zat-zat pencemar yang ditimbulkan dari limbah yang

mengalami proses pembusukan. Menurut EPA leachate adalah suatu cairan yang

mencakup semua komponen di dalamnya yang terkurung di dalam cairan tersebut

sehingga cairan tersebut tersaring dari limbah yang berbahaya.

Uji kimia fisik dengan pelindian atau ekstraksi pada umumnya digunakan

untuk menilai kinerja proses stabilisasi dan solidifikasi limbah yang akan

dilandfilling, dikenal sebagai uji pelindian atau leaching test. Terdapat beragam

uji pelindian yang ditunjukkan pada tabel 2.14.

Page 81: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 2.14 Metode Tes Lindi

No Leaching Test Methods

1 Paint Filter Test

2 Liquids Release Test

3 Extraction Procedure Toxicity Characteristic (EPTox)

4 Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)

5 Modified Uniform Leach Procedure (ANS 16.1)

6 Maximum Possible Concentration Test

7 Equilibrium Leach Test

8 Dynamic Leach Test

9 Sequential Leach Test

10 Multiple Extraction Procedure

2.9.1 Extraction Procedure Toxicity Test

Dalam banyak kasus, pengurangan berbagai zat pencemar dapat berpindah

kedalam lingkungan dan hal itu merupakan alasan utama untuk menggunakan

stabilisasi/solidifikasi sebagai teknik pengolahan limbah berbahaya. Ketika terjadi

infiltrasi pada limbah stabilisasi, kontaminan berpindah dari massa padat ke dalam

air (medium transfer) dan menuju ke dalam lingkungan.

Tes leachate tertera pada tabel 2.14 Istilah extraction dan leaching adalah

proses dimana zat tercemar ditransfer dari matriks padatan menjadi leachant.

Dalam hal ini kemampuan suatu material yang telah distabilkan untuk melepaskan

zat pencemar disebut leachability.

Untuk menentukan lindi/leachate yang keluar dari padatan yang telah

distabilkan digunakan metode Toxicity Characteristic Leaching Procedure

(TCLP) adalah salah satu evaluasi toksisitas limbah untuk bahan-bahan yang

dianggap berbahaya dan beracun dengan penekanan pada nilai leachate

(Buckingham. L; C. Evans; D. La Grega, 1994).

Page 82: Solidifikasi Limbah Alumina

2.9.2 Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)

Menurut PP18/99 jo PP85/99, penentuan sebuah limbah disebut Beracun

(Toxic) melalui uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP). TCLP

merupakan uji pelindian yang berlaku secara federal di amerika Serikat, sesuai

dengan RCRA yang mengatur tentang Hazardous Waste Management. Beberapa

Negara telah mengadopsi TCLP ini, namun tetap mengacu pada baku mutu yang

digunakan di USA (Damanhari, 2000).

Disamping digunakan sebagai penentuan salah satu sifat “berbahaya” dari

sebuah limbah, uji TCLP diterapkan pula dalam evaluasi produk pretreatment

limbah sebelum di landfilling, yaitu dalam proses solidifikasi/stabilisasi (S/S)

(LIPI, 2006). Di Amerika Serikat, limbah yang berkategori berbahaya, tidak

diperkenankan dimasukkan kedalam landfill dalam kondisi cair. Limbah tersebut

terlebih dahulu harus berada dalam kondisi matrik padat, yaitu melalui proses S/S.

Salah satu uji karakter hasil S/S yang digunakan adalah uji TCLP. Konsep ini juga

diadopsi oleh Indonesia melalui Kep Bapedal 03/Bapedal/09/85 (Damanhari,

2000).

TCLP digunakan pada tanggal 7 November tahun 1986, oleh U.S. EPA

dibawah Amandemen Limbah Padat dan Berbahaya pada tahun 1984. Test ini,

suatu penngatur, dipakai sebagai pengganti untuk EP Toxicity Test untuk

menjelaskan pengolahan partikel limbah dengan menggunakan standar

pengolahan aplikasi dasar teknologi menjadi land disposed. TCLP juga secara

luas digunakan untuk mengevaluasi efektivitas stabilisasi/solidifikasi. Dalam

metode ini, material yang distabilkan dihancurkan untuk suatu partikel butir

dengan ukuran 9,5 millimeter. Material yang dihancurkan bercampur dengan

acetid acid extraction liquid, dan diaduk dalam rotary extractor selama 18 jam

pada 30 RPM dan 22 rpm. Setelah 18 jam, sampel disaring melalui 0,6-0,8

micrometer glass fiber filter dan air saringan sebagai TCLP extract. TCLP extract

dianalisa untuk mengetahui kontaminan pencemar yang mencakup volatile dan

semi-volatile organics, metals, dan pesticides . (Buckingham. L; C. Evans; D. La

Grega, 1994).

Page 83: Solidifikasi Limbah Alumina

Uji EP Tox dan uji TCLP merupakan uji yang paling sering digunakan di

Amerika Serikat. Spesifikasi kedua uji tersebut tercantum dalam tabel dibawah

ini:

Tabel 2.15 Spesifikasi TCLP dengan EP Tox

Parameter eksperimental TCLP EP Tox

Perlakuan limbah Dihaluskan Dihaluskan dan juga

monolitic

Ukuran filter (µm) 0,6 - 0,8 glass fiber 0,45

Tekanan filtrasi (psi) 50 75

Larutan pelindi As.Asetat 0,1N – diawal

dengan pH 2,9 atau 4,9

As.Asetat 0,5N pH

dipertahankan 5

Periode ekstraksi (jam) 18 24

Rasio pelindi : padatan 20 : 1 16 : 1

Pengaduk Jenis end – over – end

pada 30 rpm

Pengaduk biasa

Kualitas control 1 blanko setiap 10

ekstraksi dan setiap

batch baru

1 blanko setiap batch

Wadah ekstraksi ZHE untuk volatile

Botol untuk non volatil

Tidak dispesifikasi

khusus

Maks ukuran partikel 9,5 mm 9,5mm Sumber : Teori TCLP untuk limbah B3 serta prosedur ujinya, Dr. Enri Damanhari, 2000

2.10 Uji Ph / Derajat Keasaman

pH atau derajat ��Hkeasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman

atau ke��Hbasaan yang dimiliki oleh suatu ��Hlarutan. Yang dimaksudkan "keasaman" di

sini adalah konsentrasi ��Hion ��Hhidrogen (H+) dalam pelarut ��Hair. Nilai pH berkisar dari

0 hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7. Nilai

pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH<7

menunjukan keasaman. Nama pH berasal dari potential of hydrogen.

Page 84: Solidifikasi Limbah Alumina

Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H+ terlarut dan ion

OH- terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu 10-7

pada kesetimbangan

..................................... (9)

Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak

kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air). Akibatnya

terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasinya. Umumnya

��Hindikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi

merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah. Selain

mengunakan kertas ��Hlakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter

yang bekerja berdasarkan prinsip ��Helektrolit / ��Hkonduktivitas suatu larutan

(��HAnonim, 2007)(1).

Banyak garam bereaksi dengan air dalam suatu proses yang dinamakan

hirolisis. Dari sifat kation dan anion yang ada dalam garam dapat diprediksi pH

larutan yang dihasilkan. Kebanyakan oksida juga bereaksi dengan air

menghasilkan larutan asam atau basa.

2.10.1 Asam

Istilah "asam" merupakan terjemahan dari istilah yang digunakan untuk

hal yang sama dalam bahasa-bahasa Eropa seperti acid (bahasa Inggris), zuur

(bahasa Belanda), atau Säure (bahasa Jerman) yang secara harfiah berhubungan

dengan rasa masam. Dalam ��Hkimia, istilah asam memiliki arti yang lebih khusus.

Terdapat tiga definisi asam yang umum diterima dalam kimia, yaitu definisi

Arrhenius, Brønsted-Lowry, dan Lewis.

• Arrhenius: Menurut definisi ini, asam adalah suatu zat yang meningkatkan

konsentrasi ion hidronium (H3O+) ketika dilarutkan dalam air. Definisi

yang pertama kali dikemukakan oleh ��HSvante Arrhenius ini membatasi

asam dan basa untuk zat-zat yang dapat larut dalam air.

Page 85: Solidifikasi Limbah Alumina

• Brønsted-Lowry: Menurut definisi ini, asam adalah pemberi proton kepada

basa. Asam dan basa bersangkutan disebut sebagai pasangan asam-basa

konjugat. ��HBrønsted dan ��HLowry secara terpisah mengemukakan definisi ini,

yang mencakup zat-zat yang tak larut dalam air (tidak seperti pada definisi

Arrhenius).

Walaupun bukan merupakan teori yang paling luas cakupannya, definisi

Brønsted-Lowry merupakan definisi yang paling umum digunakan. Dalam

definisi ini, keasaman suatu senyawa ditentukan oleh kestabilan ion hidronium

dan basa konjugat terlarutnya ketika senyawa tersebut telah memberi proton ke

dalam larutan tempat asam itu berada. Stabilitas basa konjugat yang lebih tinggi

menunjukkan keasaman senyawa bersangkutan yang lebih tinggi. Sistem

asam/basa berbeda dengan reaksi ��Hredoks; tak ada perubahan ��Hbilangan oksidasi

dalam reaksi asam-basa. Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:

a. Rasa : masam ketika dilarutkan dalam air.

b. Sentuhan : asam terasa menyengat bila disentuh, terutama bila asamnya

asam kuat.

c. Kereaktifan : asam bereaksi hebat dengan kebanyakan ��Hlogam, yaitu

korosif terhadap logam.

d. Hantaran listrik : asam, walaupun tidak selalu ��Hionik, merupakan ��Helektrolit.

Selain sifat–sifat umum diatas, asam juga memiliki sifat kimia. Sifat kimia

Asam :

Air bertindak sebagai asam Bronsted maupun sebagai basa Bronsted. Pada

suhu 250C, konsentrasi ion H+ dan ion OH- masing-masing 10-7 M. Skala pH

dibuat untuk menyatakan keasaman larutan- semakain kecil pH, semakin tinggi

konsentrasi H+ dan semakin tinggi keasaman.

Asam kuat mencakup asam ��Hhalida - HCl, HBr, dan HI. (Tetapi, asam

fluorida, HF, relatif lemah.) Asam-asam okso, yang umumnya mengandung atom

pusat ber-��Hbilangan oksidasi tinggi yang dikelilingi oksigen, juga cukup kuat;

mencakup HNO3, H2SO4, dan HClO4. Kebanyakan asam ��Horganik merupakan

asam lemah. Larutan asam lemah dan garam dari basa konjugatnya membentuk

Page 86: Solidifikasi Limbah Alumina

��Hlarutan penyangga. Asam sulfat (H2SO4) disebut juga asam diprotik karena tiap

molekulnya dapat memberikan dua proton ini terjadi dalam dua tingkat yaitu

H2SO4 → H+ + HSO4- .......................................... (10)

HSO4- → H+ + SO4

2- ........... .............................. (11)

Asam diprotik bisa menghasilkan lebih dari satu ion hidrogen per molekul.

Asam terionisasi secara bertahap artinya protonnya lepas satu persatu. Pada

kenyataannya tidak ada asam yang terionisasi sempurna dalam air, tetapi pada

kesetimbangan dibawah ini molekul asam kuat terionisasi sempurna.

H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4- ........................ (12)

Asam memiliki berbagai kegunaan. Asam sering digunakan untuk

menghilangkan karat dari logam dalam proses yang disebut ��H"pengawetasaman"

(pickling). Asam dapat digunakan sebagai elektrolit di dalam ��Hbaterai ��Hsel basah,

seperti ��Hasam sulfat yang digunakan di dalam ��Hbaterai mobil. Pada tubuh manusia

dan berbagai hewan, ��Hasam klorida merupakan bagian dari ��Hasam lambung yang

disekresikan di dalam ��Hlambung untuk membantu memecah ��Hprotein dan

��Hpolisakarida maupun mengubah proenzim ��Hpepsinogen yang inaktif menjadi enzim

��Hpepsin. Asam juga digunakan sebagai ��Hkatalis; misalnya, pada asam sulfat sangat

banyak digunakan dalam proses ��Halkilasi pembuatan bensin pada industri minyak

dan gas (��HAnonim, 2007)(1) .

2.10.2 Basa

Definisi umum dari basa adalah ��Hsenyawa kimia yang menyerap ion

��Hhydronium ketika dilarutkan dalam ��Hair. Basa adalah lawan (��Hdual) dari ��Hasam, yaitu

ditujukan untuk unsur/senyawa kimia yang memiliki ��HpH lebih dari 7. Kostik

merupakan istilah yang digunakan untuk basa kuat, jadi kita menggunakan nama

kostik soda untuk natrium hidroksida (NaOH) dan kostik postas untuk kalium

hidroksida (KOH). Basa dapat dibagi menjadi basa kuat dan basa lemah.

Page 87: Solidifikasi Limbah Alumina

Kekuatan basa sangat tergantung pada kemampuan basa tersebut melepaskan ion-

ion OH dalam larutan dan konsentrasi larutan basa tersebut (��HAnonim, 2007)(1).

2.11 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori, maka dapat dibuat

hipotesis sebagai berikut:

a. Dengan pemanfaatan limbah activated alumina dan sand blasting untuk

pembuatan keramik diduga dapat mengimobilisasi logam-logam berat yang

terdapat pada limbah activated alumina dan sand blasting.

b. Dengan uji TCLP pada keramik yang dibentuk dari limbah activated

alumina dan sand blasting diduga dapat diperoleh konsentrasi unsur-unsur

logam berat limbah activated alumina dan sand blasting yang terlepas ke

lingkungan.

c. Melalui penelitian ini diharapkan dalam jangka pendek dan panjang limbah

activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan secara optimal pada

komposisi bahan penyusun keramik dalam industri keramik sehingga

keramik yang dibentuk dari limbah-limbah tersebut memiliki nilai keausan

yang rendah serta ramah lingkungan (eco-friendly) dan berkelanjutan

(sustainable/renewable) dengan harga ekonomis sehingga dapat

memberikan nilai tambah (added value) pada limbah-limbah tersebut dan

nilai ekonominya juga akan meningkat.

Page 88: Solidifikasi Limbah Alumina

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah pada skala laboratorium dengan tahapan-

tahapan seperti pada gambar 3.1.

Mulai Studi Pustaka danPenelitian awal

Tahap Pelaksanaan :- Penentuan Komposisi Sampel- Pembuatan Sampel/Pencetakan- Pengangkutan

Pengujian

- Uji Keausan- Uji TCLP- Uji pH Analisa

SampelKesimpulan

& Saran Selesai

Persiapan

PembuatanSampel

Persiapan Bahan,Alat, dan Lokasi

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah produksi keramik dengan nilai

keausan rendah dari bahan baku limbah activated alumina dan sand blasting.

Metode penelitiannya merujuk dan memodifikasi metode penelitian yang sudah

dilakukan Peneliti : Abdullah, 2005; Jumiati, 2005; Warsih, 2001; dan Hidayat,

2006.

Page 89: Solidifikasi Limbah Alumina

3.

3.2 Waktu dan Tempat

Seluruh rangakaian proses penelitian mulai dari proses persiapan dan

sampling, tahapan dan proses penelitian di laboratorium, penyusunan laporan

akhir, dan seminar/publikasi penelitian dilakukan dalam kurun waktu 5 bulan.

Seluruh tahapan dan proses penelitian tersebut dilakukan secara sistematis dan

komperehensif sesuai dengan jadwal penelitian. Proses sampling bahan baku

berupa limbah activated alumina dan sand blasting dilakukan di PT. Pertamina UP

IV Cilacap. Adapun lokasi proses penelitian mulai dari preparasi peralatan,

perlakuan bahan baku, proses pembentukan/pembuatan keramik komposit, dan

pengujian serta analisis sampel dilakukan di :

a. Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas

Islam Indonesia.

b. Laboratorium Kimia Analitik, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia

c. Laboratorium Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Universitas Islam Indonesia.

d. Laboratorium Bahan Teknik, Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Industri,

Universitas Gajah Mada.

e. Studio Keramik Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan

Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya (PPPPTK Seni dan Budaya)

Yogyakarta.

3.3 Bahan dan Alat

3.3.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1) Bahan baku utama yang diperlukan dalam penelitian adalah limbah

activated alumina sebagai pengikat dan limbah sand blasting sebagai

filler diperoleh dari PT. Pertamina UP IV Cilacap.

2) Bahan dasar pembuatan keramik, yaitu :

a. Kaolin berasal dari Malang

b. Tanah liat berasal dari Sengkawang

c. Feldspar berasal dari Malang

Page 90: Solidifikasi Limbah Alumina

d. Samot berasal dari PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta

Bahan diatas diperoleh dari studio keramik Pusat Pengembangan dan

Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Seni dan Budaya

(PPPPTK Seni dan Budaya) Yogyakarta.

3) Bahan tambahan air dan glasir diperoleh dari air sumur studio keramik

PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta.

3.3.2 Alat

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Mesh screener

2) Neraca timbang

3) Gelas ukur

4) Cetakan

5) Furnace

6) Oven

7) Unit pengujian keausan (Mesin OGOSHI HIHG SPEED UNIVERSAL

WEAR TESTING MACHINE (Type OAT-U)

8) Unit pengujian TCLP

9) Alat ukur pH meter

10) AAS (Atomic Absoption Spectrofotometer)

3.4 Tahapan Penelitian

3.4.1 Analisa Karakteristik Bahan

1) Analisa Limbah activated alumina sand blasting

Pada limbah activated alumina dan sand blasting dilakukan

pemeriksaan terhadap karakteristik fisik dan kimia.

a. Karakteristik Fisik

a) Analisa Berat jenis (AASHTO T-84 - 74 / ASTM C - 128 – 68)

b) Analisa Berat isi padat

c) Analisa Berat isi gembur

d) Analisa Kadar air (AASHTO T-84 - 74 / ASTM C - 128 – 68)

Page 91: Solidifikasi Limbah Alumina

e) Analisa saringan

b. Karakteristik Kimia

Analisa logam berat, yaitu : Cr, Pb, Zn, dan Cu.

2) Analisa bahan-bahan dasar pembuat keramik

Pada bahan-bahan dasar pembuat keramik, yaitu : kaolin, tanah liat,

samot dan feldspar tidak dilakukan analisa terhadap kandungan

senyawa Silika (SiO2), Alumina (Al2O3), Ferri Oksida (Fe2O3).

3) Dalam penelitian ini air yang digunakan tidak dianalisa. Air yang

digunakan sebagai bahan campuran keramik berasal dari sumur studio

keramik PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta.

3.4.2 Variabel Penelitian

1) Variabel Bebas :

a. Penambahan limbah activated alumina dan sand blasting sebesar

50%, 45%, dan 40% pada badan keramik.

b. Pembakaran pada suhu 9000C dan 12000C.

c. Unsur logam berat yang akan dianalisa melalui uji TCLP antara

lain: Cr, Cu, Zn, Pb.

2) Variabel Terikat :

Analisa keausan, pH, dan logam berat dengan metode TCLP.

3.4.3 Pembuatan Sampel

Benda uji yang akan dibuat dan digunakan adalah keramik dengan jenis

keramik batu (Stoneware).

3.4.3. Penentuan Komposisi Sampel

Pada penelitian ini, masing-masing variasi percobaan dibuat 15 sampel

keramik dengan komposisi limbah activated alumina, sand blasting, dan bahan-

bahan pembuat keramik berbeda.

Page 92: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 3.1 Komposisi Bahan Pembuat Keramik

Komposisi Bahan Pembuat Keramik (%)

No Kode

Sampel Kaolin Samot Tanah

liat Feldspar

Sand

BlastingAlumina

Jumlah

Sampel

1 1 H 0 0 30 20 15 35 15

2 2 H 5 0 30 20 15 30 15

3 3 H 10 0 30 20 15 25 15

4 4 H 35 15 30 20 0 0 15

3.4.4. Pengamatan Penelitian

Pengamatan penelitian ini dilakukan mulai dari persiapan bahan dan

peralatan serta pemeriksaan laboratorium terhadap material yang akan digunakan.

Selanjutnya pada proses penelitian pengamatan yang dilakukan pada sampel

adalah proses pembuatan dan waktu pengujian sampel dilakukan.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Persiapan Bahan

Persiapan bahan meliputi pengadaan bahan-bahan penyusun badan

keramik dan bahan pengglasiran yang akan digunakan dalam pembuatan keramik.

Bahan-bahan penyusun badan keramik antara lain : tanah liat, samot,

kaolin, feldspar, limbah activated alumina, limbah sand blasting. Sedangkan untuk

bahan pengglasiran digunakan bahan glasir jenis cooper. Setelah pengadaan bahan

kemudian limbah padat yang berupa activated alumina dan sand blasting dianalisa

karakteristik fisik berupa berat jenis, kadar air, berat isi padat, dan berat isi

gembur, serta analisa karakteristik kimia terutama kandungan logam beratnya

(Cu, Cr, Pb, dan Zn).

Page 93: Solidifikasi Limbah Alumina

a. Penumbukan b. Pengayakan

d. Penimbangan bahan c. Bahan hasil pengayakan

Gambar 3.2 Pengadaan Bahan Penyusun

3.5.1.1 Analisa Karakteristik Fisik Limbah

3.5.1.1.1 Berat Jenis

Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregat dengan massa

air pada volume yang sama dan bersuhu sama. Analisa inii dilakukan untuk

mengetahui berat jenis dari limbah activated alumina dan sand blasting. Pada

pelaksanaan uji berat jenis limbah dilaksanakan dengan urutan langkah yang dapat

dilihat pada lampiran L-01.

3.5.1.1.2 Berat Isi Padat

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara kadar air

dan kepadatan limbah dengan memadatkan didalam cetakan silinder berukuran 1

liter. Adapun tahapan secara detail pemeriksaan berat isi padat limbah activated

alumina dan sand blasting terlampir pada lampiran L-02.

Page 94: Solidifikasi Limbah Alumina

3.5.1.1.3 Berat Isi Gembur

Pengujian berat isi gembur bertujuan untuk menentukan berat isi gembur

dari limbah activated alumina dan sand blasting. Pengujian ini dilakukan pada

limbah dengan memadatkan didalam cetakan silinder berukuran 1 liter. Namun

pemadatan yang dilakukan berbeda dengan pemadatan pada analisa berat isi

padat. Perbedaan tersebut terletak pada saat proses pemadatan, dimana pemadatan

pada berat isi gembur setiap limbah yang telah dituang pada 1/3 bagian silinder

ditusuk-tusuk terlebih dahulu menggunakan batang penumbuk begitu seterusnya

hingga volume silinder penuh. Untuk tahapan yang lebih jelas telah disajikan pada

lampiran L-04.

3.5.1.1.4 Kadar Air

Analisa kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air dari suatu benda

uji. Untuk tahapan-tahapan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran L-03.

3.5.1.2 Analisa Karakteristik Kimia Limbah

Analisa karakteristik kimia limbah berfungsi sebagai identifikasi awal

kandungan logam berat yang terdapat pada limbah activated alumina dan sand

blasting sehingga nantinya dapat diketahui tingkat immobilisasi dari logam berat

setelah adanya proses solidifikasi. Adapun tahapan secara detail dapat dilihat pada

lampiran L-06.

3.5.2 Pembuatan Benda Uji

Benda uji yang dibuat dan digunakan adalah keramik dengan jenis

keramik stoneware.

Gambar 3.3 Tipe Sampel Keramik Stoneware

Page 95: Solidifikasi Limbah Alumina

Setiap sampel keramik dibuat dengan ukuran sebagai berikut:

a. Panjang = 10 cm c. Tebal = 1 cm

b. Lebar = 10 cm d. Berat = 280 gram

Pembuatan benda uji dilakukan sesuai dengan peralatan yang dipakai,

sedangkan jenis, ukuran, dan jumlah benda uji ditunjukkan pada tabel 3.2.

Adapun cara pembuatan keramik dapat dilakukan dengan langkah-langkah yang

telah terlampir pada lampiran L-05.

Tabel 3.2 Jenis, ukuran, dan jumlah benda uji

Jumlah Sampel Uji Pengujian

Benda Uji

Ukuran

(cm) Formula

1 H

(50%)

Formula

2 H

(45%)

Formula

3 H

(40%)

Formula

4 H

(0%)

Cetakan

Keausan 2,5 x10x 1 3 3 3 3 Persegi

TCLP Lolos ayakan

9,5 mm

100 gr 100 gr 100 gr 100 gr -

Keterangan :

Penambahan limbah activated alumina dan sand blasting dibuat dalam 3 formula,

yaitu 40%, 45%, dan 50% terhadap bahan mentah keramik, yaitu kaolin (35%)

dan samot (15%). Jadi limbah activated alumina berfungsi sebagai substitusi

bahan kaolin, sedangkan limbah sand blasting berfungsi sebagai subtitusi bahan

samot. Masing-masing formula dibuat sebanyak 15 sampel.

3.5.3 Pengujian Benda Uji

Setelah sampel keramik dibuat, dilakukan pengujian terhadap sampel

keramik. Pengujian sampel meliputi :

a. Keausan keramik

b. Pengujian pelindian (leachate) dilakukan dengan metode Toxicity

Characteristic Leaching Procedure (TCLP).

c. Analisa pH

Page 96: Solidifikasi Limbah Alumina

3.5.3.1 Uji Keausan

Uji Keausan merupakan salah satu cara pengujian yang digunakan untuk

menentukan seberapa besar tingkat keausan permukaan keramik terhadap

gesekan/goresan. Untuk pengujian keausan dilakukan dengan menggunakan alat

uji OGOSHI HIHG SPEED UNIVERSAL WEAR TESTING MACHINE (Type

OAT-U). Uji keausan dilakukan dengan cara

menghitung lebar keausan dari sampel

keramik setelah diauskan selama 10 detik.

Pada uji keausan sampel yang digunakan 3

buah untuk masing-masing formula,

sehingga jumlah keseluruhannya adalah 12

buah. Untuk sebagai pembanding keausan

keramik dilakukan juga pengujian terhadap

keramik standar di pasaran. Tahapan detail

pengujian keausan dapat dilihat pada lampiran L-08. Setelah pengujian kemudian

hasil uji dimasukkan dalam perhitungan seperti dibawah ini.

Rumus nilai keausan spesifik:

xrxPoxloBxboWs

8

3

= kg

mm2

………………………….(13)

Dimana :

B = lebar piringan pengaus (mm)

Bo = lebar keausan pada benda uji (mm)

r = jari-jari piringan pengaus (mm)

Po = gaya tekan pada proses keausan berlangsung (2,12kg)

lo = jarak tempuh pada proses pengusan (100m)

Ws = harga keausan spesifik (mm2/kg)

Gambar 3.4 Pengujian Keausan

Page 97: Solidifikasi Limbah Alumina

3.5.3.2 Analisa Leachate Dengan Metode TCLP

Uji lindi merupakan suatu cara untuk mengetahui kadar zat pencemar yang

terlindi/terlarut dari keramik dalam suatu cairan mengingat bahan tambahan yang

digunakan adalah limbah industri minyak dan gas berupa limbah activated

alumina dan sand blasting yang mengandung unsur-unsur logam berat. Pengujian

pelindian (leachate) keramik dengan metode

Toxicity Characteristic Leaching Procedure

(TCLP) untuk masing-masing formula 100

gram dari 3 keramik yang telah diuji

keausannya dan dihancurkan (lolos ayakan 9,5

mm). Dilakukan 4 analisa logam berat (Cu,

Pb, Cr, dan Zn) untuk masing-masing formula.

Pengujian ini menggunakan alat AAS.

Langkah-langkahnya mengacu pada ketentuan

yang telah ditetapkan US EPA. Tahapan analisa TCLP dapat dilihat dalam pada

lampiran L-06.

3.5.3.3 Uji pH

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan bagi kesehatan dan

lingkungan mengingat bahan tambahan yang digunakan adalah limbah industri

minyak dan gas berupa limbah activated alumina dan sand blasting yang

mengandung unsur-unsur logam berat. Selain itu

analisa pH juga digunakan untuk mengidentifikasi

tingkat toksisitas keramik dengan cara

mengetahui tingkat pelarutan keramik. Hal ini

dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan pH

awal sebelum keramik direndam ke dalam larutan

basa (NaOH), asam (H2SO4) dan netral (aquadest)

dengan sesudah keramik direndam kedalam

larutan-larutan tersebut dalam jangka waktu yang telah ditetapkan yaitu selama 5

minggu. Pengukuran pH dilakukan setiap minggu dengan menggunakan alat

Gambar 3.6 Pengujian pH

Gambar 3.5 Pengujian TCLP

Page 98: Solidifikasi Limbah Alumina

pengukur pH elektrik. Pada analisa pH ini larutan yang digunakan adalah larutan

netral dengan pH awal 7,55 ± 8; larutan asam dengan pH awal ± 3,08; dan larutan

basa dengan pH awal ± 10,8. Adapun langkah-langkah analisa pH dapat dilihat

dalam lampiran L-07.

3.6 Analisa Data Hasil Pengujian

Setelah diperoleh hasil pengujian karakteristik fisik (uji keausan) dan

karakteristik kimia (uji pH dan TCLP) pada keramik hasil dari solidifikasi limbah,

selanjutnya hasil tersebut akan dibandingkan dengan karakteristik keramik

satandar yang ada dipasaran sehingga akan diketahui kualitas dari keramik hasil

solidifikasi limbah.

Page 99: Solidifikasi Limbah Alumina

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian

Mulai

Persiapan Bahan, Alat, dan Lokasi

Analisa Sampel

Kesimpulan & Saran Selesai

Persiapan

Pembuatan Sampel

- Uji Keausan - Uji TCLP - Uji pH

Tahap Pelaksanaan : - Penentuan Komposisi Sampel - Pencetakan - Pengangkutan

Pengujian

Studi Pustaka dan Penelitian

Awal

Page 100: Solidifikasi Limbah Alumina

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Limbah

4.1.1 Activated Alumina

Tahapan awal yang dilakukan sebelum proses pembuatan keramik untuk

solidifikasi logam berat adalah pemeriksaan fisik dan kimia dari limbah activated

alumina yang akan digunakan. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk

mengetahui kandungan logam berat yang terdapat pada limbah activated alumina

serta sifat fisik yang dapat mendukung dalam pembentukan keramik. Adapun

hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap limbah activated alumina meliputi

aspek fisik dan kimia seperti yang di tampilkan pada tabel 4.1 dan 4.2.

Tabel 4.1 Karakteristik Fisik Limbah Activated Alumina

No Parameter Satuan Hasil Penelitian

1 Berat jenis g/ml 2,17 2 Berat isi gembur g/cm3 0,845 3 Berat isi padat g/cm3 0,991 4 Kadar air % 4,370 5 Ukuran butiran mesh ≥80

Sumber : Hasil Penelitian, 2008

Pendekatan karakteristik fisik dari limbah activated alumina dengan kaolin

perlu dilakukan karena limbah activated alumina digunakan sebagai bahan

pengganti dari kaolin dalam komposisi bahan pembuatan keramik. Dari hasil

analisa yang telah dilakukan terhadap sifat fisik limbah activated alumina yang

ditunjukkan pada tabel 4.1 menyatakan bahwa limbah activated alumina memiliki

berat jenis 2,17 gr/ml dengan kadar air 4,370% sedangkan menurut Suhala dan

Arifin, 1997 menyatakan bahwa kaolin memiliki berat jenis 2,6–2,63 gr/ml

dengan kadar air <7,0%. Hal ini menunjukkan bahwa antara limbah activated

alumina dengan kaolin memiliki karakteristik kadar air yang hampir sama. Oleh

Page 101: Solidifikasi Limbah Alumina

karena itu, limbah activated alumina dapat digunakan sebagai bahan pengganti

kaolin.

Tabel 4.2 Karakteristik Kimia Limbah Activated Alumina

No Parameter Satuan Hasil Penelitian PP No. 85 Thn. 1999

1 Timbal (Pb) mg/l 0,4878 5,0 2 Chrom (Cr) mg/l 0,8273 5,0 3 Tembaga (Cu) mg/l 0,5055 10,0 4 Seng (Zn) mg/l 0,2175 50,0

Sumber : Hasil Penelitian, 2008

Jika dilihat dari unsur logam berat yang terkandung dalam karakteristik

kimia seperti pada tabel 4.2 maka hasil uji kimia menunjukkan sebagian besar

kandungan logam berat (Pb, Cr, Cu, dan Zn) yang terdapat pada limbah activated

alumina cukup rendah. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan logam berat pada

limbah activated alumina yang berada dibawah baku mutu PP No. 85/1999, oleh

karena itu limbah activated alumina tidak tergolong dalam limbah B3. Hasil ini

sesuai dengan data sekunder karakteristik limbah activated alumina dari

PT.Pertamina UP IV Cilacap yang menunjukkan bahwa kandungan logam berat

limbah activated alumina dibawah baku mutu PP No.85 Tahun 1999. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Perbandingan Karakteristik Limbah Activated Alumina

Karaktersitik Kimia Limbah Activated Alumina No Parameter Satuan

Data primer

Analisa

Data Sekunder

PT.Pertamina UP IV Cilacap

1 Timbal (Pb) mg/l 0,4878 < 0,030 2 Chrom (Cr) mg/l 0,8273 < 0,030 3 Tembaga (Cu) mg/l 0,5055 < 0,005 4 Seng (Zn) mg/l 0,2175 1,055

Sumber : Data Primer Hasil Penelitian, 2008 dan Data sekunder PT.Pertamina UP IV Cilacap,

2007

Page 102: Solidifikasi Limbah Alumina

Walaupun limbah activated alumina tidak tergolong dalam limbah B3

namun tetap harus diolah terlebih dahulu menjadi matrik yang lebih stabil

sebelum di buang ke lingkungan, karena jika tidak dilakukan pengolahan dengan

benar maka limbah sewaktu-waktu dapat bereaksi dengan lingkungan baik secara

fisik atau kimia sehingga dapat mencemari lingkungan. (Roger D. Spence dan

Caijun Shi, 2005).

Dalam limbah activated alumina terdapat senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan

CaO. Senyawa-senyawa ini merupakan salah satu faktor penting dalam

pembentukan keramik, karena dapat membentuk ikatan keramik dan memberikan

kontribusi yang kuat dalam proses solidifikasi (Surdia dan Saito, 1985, dikutip

dari Abdullah, 2001). Unsur SiO2 atau yang lebih dikenal dengan silika sangat

berperan dalam mengurangi susut kering dan retak-retak/pecah pada keramik.

Sedangkan Al2O3 berperan dalam mengimbangi pelelehan pada keramik disaat

dilakukan pembakaran pada suhu tinggi (12000C). Senyawa lainnya adalah CaO

yang berfungsi sebagai penurun titik leleh pada saat pembakaran dan mencegah

terjadinya lengkung pada keramik. Untuk Fe2O3 memiliki fungsi sebagai senyawa

yang dapat memperbaiki proses pembakaran disamping itu juga mampu

memberikan efek warna pada glasir keramik (Astuti, 1997).

4.1.2 Sand Blasting

Selain limbah activated alumina yang digunakan sebagai bahan penyusun

keramik, juga terdapat limbah sand blasting. Limbah sand blasting digunakan

sebagai bahan pengganti samot yang berfungsi untuk filler (pengisi) dari

pembuatan mase/badan keramik. Tahapan awal yang perlu dilakukan untuk

penggunaan limbah sand blasting hampir sama dengan limbah activated alumina

yaitu melakukan pemerikasaan fisik dan kimia dari limbah sand blasting yang

akan digunakan dalam proses pembuatan keramik untuk solidifikasi logam berat.

Hasil analisa terhadap limbah sand blasting meliputi aspek fisik dan kimia dapat

ditunjukkan pada tabel 4.4 dan 4.5.

Page 103: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 4.4 Karakteristik Fisik Limbah Sand blasting

No Parameter Satuan Hasil Penelitian

1 Berat jenis g/ml 2,65 2 Berat isi gembur g/cm3 1,473 3 Berat isi padat g/cm3 1,636 4 Kadar air % 0,419 5 Ukuran butiran mesh ≥80

Sumber : Hasil Penelitian, 2008

Dari hasil analisa sifat fisik pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa limbah

sand blasting dapat berpotensi dalam pembuatan keramik sebagai bahan

campuran. Hal ini dikarenakan ukuran sand blasting ≥80 mesh hampir sama

dengan ukuran butiran samoot. Selain itu limbah sand blasting juga dapat

berfungsi sebagai filler hampir sama dengan fungsi samot dalam pembuatan

keramik.

Tabel 4.5 Karakteristik Kimia Limbah Sand blasting

No Parameter Satuan Hasil Penelitian PP No. 85 Thn. 1999

1 Timbal (Pb) mg/l 1,0228 mg/l 5,0 mg/l 2 Chrom (Cr) mg/l 0,8765 mg/l 5,0 mg/l 3 Tembaga (Cu) mg/l 0,3510 mg/l 10,0 mg/l 4 Seng (Zn) mg/l 58,500 mg/l 50,0 mg/l

Sumber : Hasil Penelitian, 2008

Tujuan dari pemeriksaan kimia limbah sand blasting adalah untuk

mengetahui kandungan logam berat yang terdapat pada limbah sand blasting.

Untuk hasil analisa karakteristik kimia limbah sand blasting menunjukkan bahwa

kandungan logam berat Pb, Cu, dan Cr memiliki nilai rendah atau dibawah baku

mutu PP No. 85/1999, namun untuk kandungan logam berat Zn mencapai 58,500

mg/l, sedangkan baku mutu kadar Zn pada PP No.85/1999 yaitu 50,0 mg/l. Hal ini

menunjukkan bahwa limbah sand blasting tergolong jenis limbah berbahaya dan

beracun (B3) karena kandungan logam berat Zn pada sand blasting diatas baku

mutu yang telah ditetapkan melalui PP No.85/1999 tentang Pengelolaan Limbah

Page 104: Solidifikasi Limbah Alumina

B3. Oleh karena itu, limbah sand blasting termasuk dalam golongan limbah B3

yang sangat berbahaya maka perlu adanya pengolahan terlebih dahulu sebelum

dibuang ke lingkungan.

Limbah sand blasting mengandung senyawa SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan CaO.

Senyawa-senyawa ini merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan

keramik, karena dapat membentuk ikatan keramik dan memberikan kontribusi

yang kuat dalam proses solidifikasi (Surdia dan Saito, 1985, dikutip dari

Abdullah, 2001). Dari senyawa-senyawa tersebut, senyawa SiO2 yang memiliki

prosentase terbesar pada kandungan limbah sand blasting. Oleh karena itu,

penggunaan limbah sand blasting sebagai bahan pengganti samot sangatlah tepat

karena senyawa SiO2 sendiri memiliki fungsi mengurangi susut kering dan reta-

retak/pecah pada keramik. Hal ini membuat ikatan pada keramik menjadi lebih

kuat, sehingga menambah kualitas keramik yang dihasilkan.

4.2 Komposisi Campuran Keramik

Pembuatan keramik stoneware dengan penambahan limbah activated

alumina dan sand blasting, dibuat sesuai dengan kebutuhan. Keramik yang akan

dibuat memiliki dimensi 10x10x1 cm dengan berat bahan penyusun keramik

sebesar 500 gr, sedangkan berat satu buah keramik yaitu 280 gr. Komposisi

pembuatan keramik terbagi menjadi 4 formula, dimana masing-masing formula

memiliki 15 sampel sehingga total jumlah sampel adalah 60 buah. Penambahan

limbah activated alumina dan sand blasting hanya berpengaruh terhadap jumlah

kaolin dan samot. Pada penelitian ini, limbah activated alumina berfungsi sebagai

pengganti kaolin, sedangkan limbah sand blasting berfungsi sebagai pengganti

samot. Adapun komposisi keramik secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4.6 dan

4.7.

Page 105: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 4.6 Komposisi Bahan Pembuatan Keramik (untuk 15 buah keramik)

No Kode Sampel 7500gr untuk 15 sampel (sampel @ 500 gr) Total 15 Sampel Air

Kaolin Samot Tanah Liat Feldspar Alumina Sand Blasting

% gr % gr % gr % gr % gr % gr % gr ml

1 1EF 0 0 0 0 30 2250 20 1500 35 2625 15 1125 100 7500 2960

2 2EF 5 375 0 0 30 2250 20 1500 30 2250 15 1125 100 7500 2930

3 3EF 10 750 0 0 30 2250 20 1500 25 1875 15 1125 100 7500 2900

4 4EF 35 2625 15 1125 30 2250 20 1500 0 0 0 0 100 7500 3300

TOTAL 3750 1125 9000 6000 6750 3375 30000

(Sumber : Hasil Penelitian, 2008)

Tabel 4.7 Komposisi Bahan Pembuatan Keramik (untuk 1 buah keramik)

No Kode Sampel 500gr untuk 1 sampel Total 15 Sampel Air

Kaolin Samot Tanah Liat Feldspar Alumina Sand Blasting

% gr % gr % gr % gr % gr % gr % gr ml

1 1EF 0 0 0 0 30 150 20 100 35 175 15 75 100 500 197,3

2 2EF 5 25 0 0 30 150 20 100 30 150 15 75 100 500 195,3

3 3EF 10 50 0 0 30 150 20 100 25 125 15 75 100 500 193,3

4 4EF 35 175 15 75 30 150 20 100 0 0 0 0 100 500 220

TOTAL 250 75 600 400 450 225 2000

(Sumber : Hasil Penelitian, 2008)

Page 106: Solidifikasi Limbah Alumina

Tabel 4.11 Hasil Analisa pH

No Hari/Tanggal Waktu pH

Asam Netral Basa

1 H 2 H 3 H 4 H 1 H 2 H 3 H 4 H 1 H 2 H 3 H 4 H

1 Kamis 03/01/08 14.04 ± 3,08 ± 3,08 ± 3,08 ± 3,08 7,55 ± 8 7,55 ± 8 7,55 ± 8 7,55 ± 8 ± 10,8 ± 10,8 ± 10,8 ± 10,8

2 Rabu 09/01/08 12.50 4,1 4,04 3,74 3,18 8,39 8,38 8,44 8,49 9,04 9,09 9,08 9,07

3 Rabu 16/01/08 11.15 4,58 4,52 4,37 3,35 8,52 8,49 8,48 8,5 8,87 8,88 8,88 8,87

4 Rabu 23/01/08 10.00 4,38 4,39 4,31 3,38 8,47 8,45 8,43 8,45 8,77 8,72 8,71 8,7

5 Rabu 30/01/08 9.30 4,47 4,49 4,40 3,48 8,50 8,48 8,46 8,51 8,80 8,82 8,81 8,78

6 Rabu 06/02/08 10.55 4,61 4,63 4,54 3,61 8,45 8,39 8,47 8,51 8,87 8,88 8,87 8,87

Keterangan :

Larutan – larutan yang digunakan antara lain : 1. Larutan asam yaitu H2SO4

2. Larutan basa yaitu NaOH

3. Larutan netral yaitu Aquadest

Page 107: Solidifikasi Limbah Alumina

Solidifikasi dengan teknologi keramik telah dilakukan oleh beberapa

peneliti karena dinilai efektif dalam membuat kondisi stabil logam berat yang

terdapat pada limbah B3. Adapun 3 komponen penting bahan penyusun keramik

yang harus terdapat dalam penerapan teknologi keramik dapat dilihat pada gambar

4.1.

Forming Agent

Filler Agent Flux Agent

Gambar 4.1 Tiga Komponen Bahan Penyusun Keramik (Astuti, 1997)

Forming Agent merupakan bahan pembentuk dan pengikat pada keramik.

Forming agent berperan sebagai bahan yang digunakan untuk mengikat berbagai

macam bahan-bahan penyusun keramik serta berfungsi sebagai bahan pembentuk

berbagai macam model/bentuk keramik, misal membentuk gelas, piring, vas, serta

tile untuk keramik dinding dan lantai, dan sebaginya. Forming Agent memiliki

sifat utama yaitu keplastisan agar dalam pembuatan keramik bahan mudah

dibentuk sesuai kebutuhan. Contoh bahan yang termasuk dalam forming agent

salah satunya adalah tanah liat, ball clay, red clay, dan lain-lain.

Filler Agent merupakan bahan pengisi dalam pembuatan keramik yang

berfungsi untuk mengurangi penyusutan yang terjadi selama pembakaran keramik

sehingga melindungi benda-benda terhadap perubahan bentuk, yang biasanya

disebabkan oleh penyusutan yang tiba-tiba. Selain itu juga berfungsi untuk

mencegah retak, pecah atau meledak selama pengeringan atau pembakaran. Bahan

yang tergolong ke dalam filler agent yaitu silika, grog (samot).

Page 108: Solidifikasi Limbah Alumina

Flux Agent merupakan bahan yang dapat digunakan untuk memenuhi suhu

bakar atau sebagai pelebur dari bahan-bahan penyusun keramik sehingga

dihasilkan keramik dengan kulitas yang baik dan kuat karena partikel-partikel

penyusun keramik dapat berikatan dengan sempurna. Contoh bahan yang temasuk

dalam flux agent diantaranya feldspar, dan kapur.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dalam pembuatan keramik digunakan

campuran bahan-bahan dasar pembuat keramik seperti samot, tanah liat, feldspar,

dan kaolin. Bahan-bahan dasar ini dicampurkan dengan limbah activated alumina

dan sand blasting tambahan air agar campuran menjadi plastis dan dapat dibentuk

dengan mudah. Komposisi bahan-bahan keramik ini ditentukan oleh jenis keramik

yang akan dibuat. Pada penelitian ini keramik yang dibuat adalah keramik dinding

jenis stoneware. Untuk keramik jenis ini komposisinya dapat dilihat pada tabel

4.6 dan 4.7. Campuran ini didasarkan pada jumlah dan bentuk keramik yang akan

dibuat. Pada penelitian ini keramik yang dibuat berukuran 10x10x1 cm dengan

berat bahan penyusun 500 gr/biji. Jumlah keramik yang dibuat sebanyak 60

keramik dengan 4 variasi komposisi bahan penyusun yang setiap variasi dibuat 15

sampel keramik.

Penambahan jumlah total limbah (limbah activated alumina dan sand

blasting) pada penelitian ini untuk satu buah keramik adalah : 0%, 40%, 45%, dan

50%. Disini, limbah activated alumina berperan sebagai pengganti kaolin

sedangkan untuk limbah sand blasting berperan sebagai pengganti samot,

sehingga penambahan limbah activated alumina dan sand blasting seiring dengan

pengurangan jumlah kaolin dan samot. Penetapan limbah activated alumina

sebagai pengganti kaolin didasarkan pada kemiripan unsur-unsur (SiO2, Al2O3,

Fe2O3, dan CaO) yang terkandung dan sifat fisik dalam limbah activated alumina.

Adapun kemiripan sifat fisik yang terdapat pada limbah activated alumina dengan

kaolin antara lain:

a. Tidak plastis

b. Taraf penyusutan dan kekuatan keringnya rendah

c. Sangat tahan api

d. Titik lebur tinggi sampai >18000C yaitu 1999 – 2032 ºC

Page 109: Solidifikasi Limbah Alumina

e. Mudah menyerap air (poros)

f. Berwarna putih/agak keputihan

Penetapan limbah sand blasting sebagai pengganti samot didasarkan pada

kemiripan fisik dan fungsi bahan yaitu sebagai filler (pengisi) untuk mengurangi

penyusutan yang terjadi selama pembakaran seperti yang dijelaskan pada gambar

4.1. Kemiripan sifat fisik yang terdapat pada limbah sand blasting dengan samot

yaitu :

a. Ukuran partikel lebih besar dibanding dengan tanah liat, sehingga lebih poros

b. Tidak plastis

Komposisi persentase campuran bahan-bahan dalam pembuatan keramik

berdasarkan pada fungsi masing-masing bahan seperti yang ditunjukkan pada

tabel 4.6 dan 4.7. Tanah liat mengandung mineral-mineral yang dapat bertindak

sebagai bahan pembentuk bahan gelas waktu dibakar maka prosentase tanah liat

dibuat mencapai 30%. Hal ini bertujuan agar bahan keramik menjadi lebih plastis

sehingga mudah untuk dibentuk dan pada proses pembakaran suhu 12000C

partikel tanah liat dapat menjadi padat, keras, dan kuat (menggelas) mengikat

partikel-partikel lain terutama partikel yang memiliki titik lebur tinggi (>12000C),

misal partikel kaolin, partikel limbah activated alumina. Prosentase feldspar 20%

bertujuan sebagai penambah suhu bakar sehingga dapat menurunkan titik lebur

kaolin dan activated alumina, dengan demikian diharapkan partikel-partikel kaolin

dan activated alumina dapat berikatan dengan partikel lain.

Dalam penelitian ini komposisi bahan pelebur seperti feldspar lebih

banyak karena bahan penyusun yang digunakan sebagian besar memiliki titik

lebur tinggi, sementara oven pembakaran hanya mencapai titik bakar tertinggi

12000C. Oleh karena itu, dengan banyaknya bahan penambah suhu bakar maka

membantu penurunan titik lebur bahan penyusun keramik agar semua bahan dapat

saling berikatan sehingga menghasilkan keramik dengan kualitas baik.

Untuk prosentase total limbah dapat dilihat pada tabel 4.6 dan 4.7 yaitu

50%, 45%, dan 40%. Prosentase limbah sand blasting konstan yaitu 15% yang

bertujuan untuk mengurangi sifat poros pada badan keramik, sedangkan limbah

activated alumina memiliki perbedaan prosentase pada masing-masing formula

Page 110: Solidifikasi Limbah Alumina

antara lain: 35%, 30%, dan 25%. Dengan sifat limbah activated alumina yang

memiliki titik lebur 1999 – 2032 ºC maka dalam penelitian ini komposisi limbah

activated alumina dirancang lebih banyak dibandingkan dengan limbah sand

blasting, hal ini bertujuan agar keramik yang dihasilkan memiliki sifat tahan api

(≥20000C) yang nantinya diharapkan dapat menaikkan nilai jual keramik.

Dari hasil-hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penambahan

prosentase campuran limbah akan seiring dengan penambahan keausan pada

benda yang dihasilkan (Ismail Hidayat, 2006). Adanya penambahan nilai keausan

tentu berpengaruh pada ketahanan permukaan benda uji terhadap goresan atau

gesekkan sehingga kualitas keramik menjadi menurun. Namun hal ini tidak

berlaku pada penelitian ini, dimana sampel keramik yang mengandung limbah

dengan prosentase tertinggi mempunyai nilai keausan yang lebih rendah

dibandingkan dengan keramik yang memiliki prosentase limbah lebih sedikit

sehingga keramik yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik. Meskipun

demikian, keausan yang dihasilkan masih jauh diatas keramik satandar di pasaran,

seperti pada tabel 4.8.

4.3 Pengujian Keramik

4.3.1 Uji Keausan

Salah satu faktor untuk menentukan bagus tidaknya suatu keramik adalah

tingkat ketahanan aus keramik. Uji keausan dilakukan untuk mengetahui

kemampuan keramik terhadap gesekan/goresan yang terjadi pada permukaan

keramik, sehingga dapat diperkirakan lama waktu pemakaian keramik. Untuk

pengujian keausan dilakukan dengan menggunakan alat uji OGOSHI HIHG

SPEED UNIVERSAL WEAR TESTING MACHINE (Type OAT-U). Dalam

pengujian ini nilai keusan sangat berpengaruh pada tingkat kualitas benda uji,

semakin besar nilai keausan yang dihasilkan maka kualitas benda uji semakin

rendah begitu juga sebaliknya. Uji keausan dilakukan dengan cara menghitung

lebar keausan dari sampel keramik setelah diauskan selama 10 detik. Sampel yang

digunakan pada uji keausan yaitu 3 buah untuk setiap formula, sehingga jumlah

keseluruhan sampel adalah 12 buah. Sebagai pembanding keausan keramik

Page 111: Solidifikasi Limbah Alumina

dilakukan juga pengujian terhadap keramik standar di pasaran. Dari hasil uji

keausan yang telah dilakukan, diperoleh hasil pada masing-masing formula,

seperti yang disajikan pada tabel 4.8.

Tabel 4.8 Nilai Keausan Sampel Keramik

Pembanding Keausan (mm2/kg)

No Formula

Jumlah

limbah

(%)

Keausan

(mm2/kg) Keramik Dinding

“Asia Tile”

Keramik Dinding

“Diamond”

1 1 H 50 13,414 2 2 H 45 37,902 3 3 H 40 81,229 4 4 H 0 52,640

10,602 6,474

Sumber : Hasil Penelitian, 2008

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan nilai keausan yang fluktuatif pada

setiap formula dari keramik tanpa limbah (0%) hingga keramik dengan limbah

50%, selain itu hasil keausan masih jauh dibawah keramik standar dipasaran yaitu

keramik dinding Diamond (SNI 03-0054-1987) dan Asia Tile (SNI 03-4062-

1998) seperti pada tabel 4.8. Oleh karena itu, keramik yang dihasilkan memiliki

kualitas sedikit dibawah kualitas keramik dipasaran. Keramik dinding Diamond

memiliki nilai keausan 6,474 mm2/kg dan nilai keausan keramik dinding Asia Tile

sebesar 10,602 mm2/kg, sedangkan nilai keausan terbaik pada keramik yang

dihasilkan dalam penelitian ini adalah formula 1 H dengan komposisi limbah 50%

dengan nilai keausan sebesar 13,414 mm2/kg.

Page 112: Solidifikasi Limbah Alumina

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1 H 2 H 3 H 4 H Diamond Asia Tile

Formula

Kea

usan

(mm

2/kg

)

Keausan rata-rata

Gambar 4.2 Keausan

Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai keausan keramik formula 1 H

hingga 4 H lebih besar dibanding keramik standar di pasaran, hal ini berarti

kualitas keramik dari formula 1 H hingga 4 H masih berada dibawah keramik

standar yang terdapat di pasaran. Adapun faktor-faktor yang mengakibatkan

perbedaan kualitas tersebut diantaranya :

a. Suhu pembakaran keramik yang hanya memiliki suhu bakar tertinggi yaitu

12000C sedangkan bahan penyusun keramik sebagian besar memiliki titik

lebur ± 20000C. Seperti kaolin dan limbah activated alumina yang sangat

tahan api (refractory) karena bakaran kaolin dan activated alumina sangat

kuat, titik lelehnya 18000C sampai 20000C. Suhu pembakaran keramik yang

tidak sesuai dengan titik lebur bahan penyusun keramik yang mengakibatkan

kemampuan daya ikat limbah activated aluminan dan sand blasting untuk

mengikat bahan-bahan yang lain sedikit lebih rendah sehingga kerapatan

keramik yang dihasilkan juga lebih kecil. Ini berdampak pada permukaan

keramik menjadi lebih berpori (porous) sehingga air lebih mudah masuk ke

badan keramik. Dengan mudahnya air masuk ke dalam pori-pori keramik

mengakibatkan permukaan keramik mudah aus atau abrasi. Keramik yang

dihasilkan mudah menyerap air (poros), hal ini dibuktikan dengan air yang

Page 113: Solidifikasi Limbah Alumina

mudah terserap pada permukaan keramik yang tidak berglasir. Dengan adanya

keporosan keramik maka keausan keramik akan meningkat. Hal ini dapat

ditunjukkan pada tekstur keramik yang terlihat bahwa butiran-butiran keramik

tidak dapat homogen/melebur satu dengan yang lainnya. Berdasarkan

penjelasan tersebut maka dapat menunjukkan bahwa suhu pembakaran

berpengaruh pada proses vitrifikasi, yaitu proses terjadinya peleburan bagian-

bagian dari mineral tertentu (Feldspar/Ca Al2 SiO8) dan Amorthite Albite/Na

Al Si3O8) dari bahan keramik (Van, 1981). Jika suhu pembakaran tinggi sesuai

dengan jenis keramik dan titik lebur dari komposisi bahan penyusun keramik,

maka bagian-bagian mineral yang melebur tadi menyebabkan partikel tanah

atau bahan penyusun keramik dengan partikel limbah melekat satu dengan

yang lainnya, membentuk ikatan-ikatan unsur pada bahan (ikatan keramik)

yang memberikan sifat keras pada yang dibakar.

b. Sifat dan kandungan bahan-bahan penyusun keramik berpengaruh terhadap

keausan keramik. Seperti pada karakteristik fisik limbah activated alumina,

sand blasting, dan kaolin yang sangatlah tidak plastis. Bahan yang memiliki

keplastisan rendah maka memiliki rongga/pori-pori yang besar pula. Hal ini

yang menjadikan keramik lebih poros sehingga keramik mudah abrasi, bila

keramik abrasif maka berpengaruh pada penurunan nilai keausan. Disamping

itu tanah liat sukabumi yang memiliki karakteristik kurang plastis

menyebabakan ikatan antar partikel menjadi tidak kuat jika digunakan dalam

pembuatan keramik dengan komposisi seperti pada penelitian ini, dikarenakan

bahan penyusun keramik yang sebagian besar tidak plastis sehingga susah

untuk dibentuk dan partikel bahan penyusun keramik tidak berikatan secara

maksimal. Dalam penelitian ini dengan komposisi bahan keramik seperti pada

tabel 4.7 maka penggunaan ball clay akan lebih baik dari pada penggunaan

tanah liat sukabumi, hal ini dikarenakan ball clay memiliki tingkat plastisitas

yang lebih tinggi dibanding jenis tanah liat sukabumi sehingga bahan keramik

akan mudah untuk dibentuk dan partikel bahan akan saling berikatan,

mengingat tanah liat mempunyai sifat-sifat yang khas yaitu: bila dalam

keadaan basah akan mempunyai sifat plastis, bila dalam keadaan kering akan

Page 114: Solidifikasi Limbah Alumina

menjadi keras, sedang bila dibakar akan menjadi padat dan kuat (Astuti,

1997). Semakin tanah liat tersebut plastis akan lebih mudah mencair/melebur

sehingga lebih kuat mengikat bahan penyusun keramik yang lain.

c. Penentuan komposisi bahan penyusun keramik yang belum tepat merupakan

salah satu faktor penurunan nilai keausan. Hal ini disebabkan kandungan yang

terdapat pada bahan-bahan penyusun keramik yang apabila dicampur maka

tidak dapat diketahui reaksi/ikatan yang terjadi, karena setiap bahan penyusun

keramik memiliki kandungan mineral yang bermacam-macam. Seperti

kandungan mineral feldspar yang dapat memberikan sampai 25% flux

(pelebur) kepada badan keramik. Bila mase/badan keramik dibakar,

feldspatnya meleleh (melebur) dan membentuk leburan gelas yang

menyebabkan partikel tanah dan bahan lainnya melekat satu dengan lainnya.

Bila bahan semacam gelas ini membeku, bahan ini memberikan kekuatan dan

kekukuhan pada badan keramik (Astuti, 1997), namun bahan feldspar tersebut

dapat tidak sesuai dalam penggunaannya sebagai komposisi limbah ketika

komponen bahan penyusun keramik memiliki titik lebur yang tinggi. Hal ini

menyebabkan bahan penyusun keramik tidak dapat melebur satu dengan yang

yang lain. Oleh karena itu, penggunaan feldspar kurang tepat sehingga dapat

digantikan dengan bahan lain seperti fire clay yang dapat menambah suhu

bakar lebih tinggi dibandingkan dengan feldspar. Selain itu adanya unsur

Al2O3 atau alumina yang sebagian besar terdapat pada limbah activated

alumina dan tanah liat (tabel 2.9) mampu mengontrol dan mengimbangi

pelelehan serta memberikan kekuatan pada keramik. Akan tetapi jika unsur

alumina terlalu besar pada komposisi keramik sedangkan suhu bakar tidak

memenuhi titik lebur alumina tersebut maka kualitas keramik yang dihasilkan

akan berkurang, dikarenakan partikel penyususn keramik tidak saling

berikatan dengan sempurna. SiO2 atau silika yang merupakan unsur yang

sebagian banyak terdapat pada limbah sand blasting dan tanah liat (tabel 2.9)

bermanfaat untuk mengurangi susut kering, retak saat pembakaran dan

menambah kualitas keramik menjadi lebih baik. Sedangkan unsur Fe2O3 atau

oksida besi yang terdapat pada berbagai bahan penyusun keramik dan limbah

Page 115: Solidifikasi Limbah Alumina

activated alumina dan sand blasting dapat memperbaiki proses pembakaran

dan memberi warna pada keramik.

d. Ketebalan sampel keramik yang dibuat 1cm jauh diatas keramik pembanding

yang biasanya memiliki ketebalan 0,6-0,8cm. Sampel keramik dibuat lebih

tebal karena dalam pencetakan dibuat secara manual. Hal ini dimaksudkan

mencegah terjadinya lengkung/pecah pada saat pembakaran. Berbeda dengan

keramik yang dijual di pasaran yang pencetakan dengan menggunakan mesin

press. Agar dihasilkan keramik yang lebih bagus dengan nilai keausan harus

kecil. Karena semakin kecil kemampuan keramik mengalami keausan, maka

mutu keramik akan semakin baik.

Dari hasil analisa pengujian keausan keramik jika dibandingkan antara

formula 1 H, 2 H, 3 H, dan 4 H dengan prosentase limbah 50%, 45%, 40%, dan

0% bahwa semakin besar prosentase limbah maka nilai keausan akan semakin

rendah dan itu berarti kualitas keramik yang dihasilkan semakin baik. Hal ini

ditunjukkan pada tabel 4.7, dimana keramik dengan prosentase limbah 50%

memiliki nilai keausan 13,414 mm2/kg lebih baik dibandingkan limbah dengan

prosentase 40% yang nilai keausaanya sangat tinggi hingga mencapai 81,229

mm2/kg. Penelitian yang sama diungkapkan oleh Hidayat (2006) bahwa adanya

penambahan limbah dapat berpengaruh terhadap nilai keausan yang dihasilkan,

dimana nilai keausan tersebut akan semakin kecil seiring penambahan persentase

komposisi limbah. Dari hasil analisa pada tabel 4.8 dapat diketahui faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya penurunan nilai keausan seiring penambahan

persentase limbah, diantaranya :

a. Bahan yang bermacam-macam menjadikan semakin banyak penambahan

unsur-unsur lain yang tidak dapat diketahui sifatnya apabila unsur-unsur

tersebut bercampur dengan bahan lain. Hal ini sangat beresiko karena setiap

bahan penyusun keramik memiliki unsur/sifat yang berbeda-beda, dimana

belum diketahui reaksi-reaksi yang akan terjadi apabila bahan-bahan tersebut

dicampur. Reaksi-reaksi tersebut dapat diketahui apabila sebelum membuat

keramik dilakukan trial error untuk komposisi keramik yang terbaik. Sehingga

Page 116: Solidifikasi Limbah Alumina

perlu adanya percobaan berbagai macam komposisi yang kemungkinan akan

dihasilkan dengan kualitas yang terbaik.

b. Pencampuran bahan penyusun keramik dengan cara manual/dilakukan dengan

tenaga manusia membuat bahan keramik menjadi kurang homogen sehingga

mengakibatkan perbedaan kualitas pada setiap sampel keramik. Berbeda

dengan keramik yang dijual di pasaran yang pencampuran bahan dilakukan

dengan menggunakan mesin.

c. Lama waktu pencampuran bahan berpengaruh terhadap nilai keausan yang

berfluktuatif pada setiap formula sehingga mengakibatkan kualitas keramik

yang menurun. Dengan waktu pencampuran yang kurang maka pada bahan

keramik masih terdapat banyak gelembung-gelembung udara, dengan semakin

banyaknya gelembung-gelembung udara mengakibatkan pada saat proses

pembakaran keramik gelembung-gelembung udara tersebut akan pecah. Hal

ini yang menyebabkan permukaan keramik menjadi berpori-pori. Jika

permukaan keramik berpori-pori maka akan terdapat banyak debu yang

mengisi pori-pori tersebut, jika terdapat banyak debu dan kita kurang dalam

pembersihannya maka bahan glasir hanya akan menempel pada debu sehingga

pada saat proses pembakaran keramik suhu 12000C debu-debu tersebut akan

terbang dan dapat dipastikan proses pengglasiran/penggelasan keramik tidak

sempurna. Pengglasiran yang tidak sempurna dapat berpengaruh pada kualitas

permukaan keramik karena ikatan partikel keramik menjadi kurang kuat, hal

ini ditunjukkan dengan banyaknya bintik-bintik pada lapisan glasir. Dengan

adanya gejala-gejala tersebut dapat mengakibatkan berpengaruhnya nilai

keausan.

4.3.2 Uji Leachate Dengan Metode TCLP

Uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) merupakan salah

satu satu metode pengujian yang digunakan untuk limbah padat suatu industri.

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pelepasan logam berat mengingat

bahan tambahan yang digunakan adalah limbah indutri minyak dan gas. Seperti

diketahui dalam limbah padat industri minyak dan gas mengandung banyak logam

Page 117: Solidifikasi Limbah Alumina

berat yang berasal dari proses ataupun dari unit pengolahan. Untuk tujuan tersebut

maka dilakukan uji leachate dengan metode TCLP terhadap produk keramik

stoneware yang dihasilkan. Pada penelitian ini logam berat yang akan dianalisa

adalah Pb, Cu, Zn, dan Cr. Dari hasil uji TCLP, diperoleh kandungan logam berat

seperti yang ditampilkan pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil Leachate Logam Berat Dalam Keramik.

Kandungan Logam Berat (mg/l) No Benda Uji Jumlah Limbah

(%) Pb Zn Cr Cu

1 1 H 50 % 1,1040 1,6500 0,6398 1,5825 2 2 H 45 % 0,6953 0,7000 0,5580 1,5663 3 3 H 40 % 0,7200 0,6150 0,6243 1,6230 4 4 H 0 % 0,3205 0,3125 0,6488 0,6270

Standart TCLP (PP 85/1999) 5,0 50,0 5,0 10,0 (Sumber : Hasil Penelitian, 2008)

Apabila digrafikkan maka hasil uji TCLP untuk percobaan ini memberikan

hasil yang fluktuatif seperti pada gambar 4.3. Berdsarakan hasil dari uji TCLP

tersebut dapat terlihat bila semua konsentrasi logam berat (Pb, Cu, Zn, dan Cr)

dibawah baku mutu TCLP yang ditetapkan dalam PP No.85/1999.

0.00000.20000.40000.60000.80001.00001.20001.40001.60001.8000

1 H 2 H 3 H 4 H

Formula

Loga

m B

erat

(mg/

l)

Pb Zn Cr Cu

Gambar 4.3 Hasil TCLP Logam Berat (Pb, Cr, Cu, Zn)

Page 118: Solidifikasi Limbah Alumina

Berdasarkan hasil uji TCLP pada setiap variasi menunjukkan metode

solidifikasi memberikan hasil yang sangat memuaskan untuk mengimmobilisasi

logam berat yang ada di dalam limbah activated alumina dan sand blasting. Hal

ini ditunjukkan dengan perbandingan antara potensi lepasan maksimal logam

berat dari limbah activated alumina dan sand blasting dengan hasil uji TCLP

untuk limbah activated alumina dan sand blasting yang telah disolidifikasi pada

berbagai variasi. Hasil TCLP menunjukkan bahwa pada semua variasi keramik

masih dibawah baku mutu TCLP PP No.85/1999.

Variasi yang terjadi pada hasil uji TCLP dimungkinkan oleh karena

beberapa hal, diantaranya :

a. Pencampuran yang tidak homogen antara berbagai unsur bahan penyusun

keramik dengan limbah activated alumina dan sand blasting. Hal ini

menghasilkan pula bentuk matriks kapsulasi yang tidak seragam dalam setiap

benda uji.

b. Daya ikat yang berbeda-beda antara logam berat pada limbah activated

alumina dan sand blasting dengan bahan-bahan penyusun keramik yang lain,

menghasilkan pula lepasan yang berbeda-beda antar tiap jenis logam pada uji

TCLP

c. Adanya banyak reaksi di dalam solidifikasi menyebabkan efek yang berbeda-

beda pada pengikatan logam, yang juga beragam, pada limbah activated

alumina dan sand blasting.

d. Pada proses pembuatan keramik digunakan tanah liat plastis, kaolin, feldspar,

samot terhadap limbah activated alumina dan sand blasting dengan berbagai

komposisi, ini menyebabkan logam berat dalam limbah terikat sempurna oleh

bahan keramik. Hal ini disebabkan oleh partikel tanah liat yang halus.

Semakin halus tekstur tanah maka senakin tinggi kekuatan untuk mengikat

loagam berat. Oleh karena itu tanah yang bertekstur liat mempunyai

kemampuan untuk mengikat logam berat lebih tinggi dari tanah pasir (Babich

dan Stotzki, 1978). Pengikatan logam berat oleh bahan penyusun keramik

menyebabkan perubahan struktur bahan dari bentuk struktur antar partikel

menjadi suatu bentuk yang homogenitas (ikatan fisik).

Page 119: Solidifikasi Limbah Alumina

e. Terdapatnya logam berat pada bahan-bahan pembentuk keramik. Hal ini

mungkin saja terjadi mengingat bahan-bahan yang digunakan adalah tanah

yang berasal dari alam. Sehingga pada hail uji TCLP untuk variasi tanpa

limbah terdapat logam berat (Pb, Zn, Cu, dan Cr).

Dalam proses pembakaran keramik, juga terjadi reaksi antara logam berat

(Pb, Zn, Cu, dan Cr) dengan gas yang dihasilkan selama proses pembakaran

sehingga terjadi proses oksidasi terhadap logam berat, dimana pada proses

pembakaran hingga suhu 12000C logam-logam berat akan lebih stabil. Logam

berat akan saling berikatan dengan bahan penyusun keramik lainnya menjadi

bentuk kristal-kristal. Proses ini membentuk senyawa-senyawa oksida logam,

sehingga pengikatan yang terjadi dalam proses pembakaran lebih sempurna.

Cr + O2 Cr2O3 ……………………………..(14)

Cr + O2 Cr2O6 …………………………….(15)

Cu + O2 CuO ……………………………………………(16)

Pb + O2 PbO …………………………….(17)

Zn + O2 ZnO …………………………….(18)

Pada proses pembakaran suhu 12000C menjadikan bahan-bahan keramik

dengan limbah berikatan secara kuat. Hal ini dipengaruhi oleh suhu pembakaran

dimana suhu pembakaran juga berpengaruh pada proses vitrifikasi, yaitu proses

peleburan bagian-bagian dari mineral-mineral tertentu dari bahan keramik (Vlack,

1981). Mineral-mineral yang terlebur terutama adalah SiO2 dan Al2O3 karena

pada suhu tinggi mineral-mineral yang terkandung dalam kaolin, feldspar, tanah

liat, dan samot akan terikat dengan mineral yang terdapat pada limbah activated

alumina dan sand blasting sehingga membentuk ikatan yang kuat. Ikatan yang

terjadi adalah ikatan fisik, dimana logam berat mengalami pengungkungan oleh

bahan penyusun keramik sehingga mengurangi mobilisasi atau gerakan dari

logam berat. Sekalipun terjadi rekasi kimia merupakan reaksi perubahan unsur

menjadi senyawa seperti pada reaksi 14 hingga 18.

Page 120: Solidifikasi Limbah Alumina

Menurut Ichonese (1987), ikatan kimia yang terjadi antar partikel tersebut

merupakan ikatan kovalen dan ikatan ionik. Dengan demikian secara kimia ikatan

yang terbentuk dalam benda hasil pembakaran merupakan suatu ikatan kimia yang

kuat. Ikatan yang terjadi terutama oleh adanya partikel SiO2 dan Al2O3 sebagai

unsur utama pembentuk gelas yang mana mineral-mineral lokal (feldspar dan

kaolin) mengandung partikel SiO2 dan Al2O3 sehingga menunjukkan

pengungkungan yang sangat baik.

Berdsarakan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh perbedaan

konsentrasi awal logam berat pada limbah sebelum proses solidifikasi (input)

dengan konsentrasi yang keluar (output) dari keramik setelah adanya proses

solidifikasi, seperti yang ditampilkan pada tabel 4.9. Hal ini bertujuan untuk

mengetahui seberapa besar keterikatan logam berat setelah proses solidifikasi.

Tabel 4.10 Perbandingan Solidifikasi Logam Berat Pada Limbah

No Parameter Karakteristik awal limbah

(mg/l) Karakteristik keramik (mg/l) PP No.85/1999

Alumina Sand blasting 1 H 2 H 3 H 4 H (mg/l) 1 Pb 0,4878 1,0228 1,1040 0,6953 0,7200 0,3205 5,0 2 Zn 0,1150 58,500 1,6500 0,7000 0,6150 0,3125 50,0 3 Cr 0,8273 0,8765 0,6398 0,5580 0,6243 0,6488 5,0 4 Cu 0,5055 0,3510 1,5825 1,5663 1,6230 0,6270 10,0

Sumber : Hasil Penelitian, 2008

Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa proses solidifikasi mampu

mengimobilisasi logam berat yang terkandung dalam limbah menjadi bentuk yang

lebih stabil. Akan tetapi untuk konsentrasi logam berat Cu mengalami

peningkatan setelah proses solidifikasi namun konsentrasi logam berat tersebut

masih dibawah baku mutu PP No.85 tahun 1999. Hal ini dapat disebabkan karena

logam Cu tidak dapat berikatan secara sempurna dengan partikel bahan lain

penyusun keramik. Pengungkungan Cu tidak terjadi secara sempurna disebabkan

oleh titik leleh bahan penyusun keramik yang mencapai 18000C sehingga partikel

Cu lolos/terlarut. Berdasarkan hasil analisa diatas maka produk keramik dapat

dikatakan ramah lingkungan (eco-friendly).

Page 121: Solidifikasi Limbah Alumina

4.3.3 Uji pH

Analisa pH digunakan untuk mengidentifikasi tingkat toksisitas keramik

dengan cara mengetahui tingkat pelarutan keramik. Selain itu untuk mengetahui

tingkat keamanan bagi kesehatan dan lingkungan mengingat bahan tambahan

yang digunakan adalah limbah industri minyak dan gas berupa limbah activated

alumina dan sand blasting yang mengandung unsur-unsur logam berat. Hasil

pengukuran pH tertera pada tabel 4.11 dan gambar 4.4, 4.5, 4.6, dan 4.7.

Dari data hasil analisa pH pada tabel 4.11 menunjukkan perubahan dari pH

awal pada masing-masing larutan yaitu larutan asam (H2SO4) 3.08, basa (NaOH)

10.8 , dan netral (Aquadest) 7.55 pada setiap formula keramik. Perubahan pH

terjadi pada minggu ke 2 namun pada minggu ke 4 hingga ke 6 nilai Ph stabil.

Pada pH asam mengalami peningkatan nilai pH menuju netral sedangkan pH

netral mengalami peningkatan nilai pH menuju basa namun peningkatan tersebut

sangat rendah dan masih berada dalam range tingkat keasaman dan kenetralan

yaitu nilai pH asam antara 3-6,5 dan netral 6,5-8,5. Sedangkan pada pH basa

mengalami penurunan pH menuju ke netral namun penurunan yang terjadi

sangatlah kecil dan masih berada pada range kebasaan yaitu 8,5-13. Dari seluruh

hasil analisa pH perubahan yang terjadi cukup rendah, hal ini disebabkan oleh

kondisi pada setiap formula yang stabil. Perubahan pH terjadi karena pengaruh

dari limbah ataupun bahan tambahan pembuatan keramik yang mengandung

senyawa yang mempengaruhi pH basa, netral dan asam sehingga terjadi

pengenceran pada larutan pH

Page 122: Solidifikasi Limbah Alumina

Formula 1 H

0

2

4

6

8

10

12

Waktu Pengujian (minggu ke)

pH

asam basa netral

asam 3,08 4,1 4,58 4,38 4,47 4,61

basa 10,8 9,04 8,87 8,77 8,80 8,87

netral 7,55 8,39 8,52 8,47 8,50 8,45

aw al 1 2 3 4 5

Gambar 4.4 pH Formula 1 H

Formula 2 H

0

2

4

6

8

10

12

Waktu Pengujian (minggu ke)

pH

asam basa netral

asam 3,08 4,04 4,52 4,39 4,49 4,63

basa 10,8 9,09 8,88 8,72 8,82 8,88

netral 7,55 8,38 8,49 8,45 8,48 8,39

aw al 1 2 3 4 5

Gambar 4.5 pH Formula 2 H

Page 123: Solidifikasi Limbah Alumina

Formula 3 H

0

2

4

6

8

10

12

Waktu Pengujian (minggu ke)

pH

asam basa netral

asam 3,08 3,74 4,37 4,31 4,40 4,54

basa 10,8 9,08 8,88 8,71 8,81 8,87

netral 7,55 8,44 8,48 8,43 8,46 8,47

aw al 1 2 3 4 5

Gambar 4.6 pH Formula 3 H

Formula 4 H

02

468

1012

Waktu Pengujian (minggu ke)

pH

asam basa netral

asam 3,08 3,18 3,35 3,38 3,48 3,61

basa 10,8 9,07 8,87 8,70 8,78 8,87

netral 7,55 8,49 8,5 8,45 8,51 8,51

aw al 1 2 3 4 5

Gambar 4.7 pH Formula 4 H

Page 124: Solidifikasi Limbah Alumina

Perubahan pH asam yang mengalami peningkatan nilai pH menuju netral

sedangkan pada pH netral mengalami peningkatan nilai pH menuju basa

walaupun perubahan tersebut rendah (berada dalam range asam dan basa) hal ini

disebabkan karena adanya partikel-partikel yang mudah larut dalam kondisi asam

sehingga dapat menaikkan nilai pH asam netral kearah basa. Partikel tersebut

antara lain CaO, SiO2, AI2O3, Fe2O3, Na2O, dan K2O yang terdapat pada bahan

penyusun keramik. Dimana tiap senyawa mempengaruhi larutan basa, netral, dan

asam. Misalkan natrium oksida (Na2O) merupakan oksida basa kuat yang

sederhana. Bersifat basa karena mengandung ion oksida, O2-, yang merupakan

basa yang sangat kuat dengan kecenderungan yang tinggi untuk bergabung

dengan ion-ion hidrogen. Apabila bereaksi dengan air larutan ini akan mempunyai

pH di sekitar 14.

Na2O + 2 H2O 2 NaOH............ (19)

Natrium oksida juga bereaksi dengan asam menghasilkan larutan natrium

klorida.

Na2O + 2 HCl 2 NaCl + H2............ (20)

Oleh karena itu pada pH netral mengalami peningkatan menuju basa

sedangkan pada pH asam mengalami peningkatan menuju netral. Alasan lain

terjadinya perubahan pH yaitu pada aluminium oksida, yang menjelaskan

bentuknya sangat tidak reaktif. Ini diketahui secara kimia sebagai alfa-Al2O3 dan

dihasilkan pada temperatur tinggi. Pada penelitian ini kita memakai salah satu

bentuk yang reaktif. Aluminium oksida merupakan senyawa amfoter. Artinya

dapat bereaksi baik sebagai basa maupun asam. Apabila bereaksi dengan air,

aluminium oksida tidak dapat bereaksi secara sederhana dengan air seperti

natrium oksida dan tidak larut dalam air. Walaupun masih mengandung ion

oksida, tapi terlalu kuat berada dalam kisi padatan untuk bereaksi dengan air.

Aluminium oksida dapat bereaksi dengan asam karena mengandung ion oksida.

Al2O3 + 6 HCl 2AlCl3 + 3 H2O……… (21)

Page 125: Solidifikasi Limbah Alumina

Aluminium oksida juga dapat menunjukkan sifat asamnya. Berbagai

aluminat dapat terbentuk - senyawa dimana aluminium ditemukan dalam ion

negatif. Hal ini mungkin karena aluminium memiliki kemampuan untuk

membentuk ikatan kovalen dengan oksigen. Bila alumina berada dalam larutan

basa maka alumina menunjukkan sifat keasamannya sedangkan bila berada dalam

larutan asam maka alumina menunjukkan sifat kebasaannya. Keasaman adalah

kemampuan untuk mentralkan basa pada suatu larutan. Kebasaan adalah suatu

kemampuan untuk menetralkan asam pada suatu larutan.

Selain itu hidrolisis garam juga mempengaruhi pH larutan karena garam

adalah senyawa ionik yang terbentuk oleh reaksi antara asam dan basa dan

bereaksi dengan air. Garam yang mengandung Al3+, Cr3+, Fe3+ dan Be2+

menghasilkan larutan asam akan tetapi kemungkinan terdapat butiran garam pada

larutan dapat terjadi karena apabila larutan basa tercampur dengan udara maka

menghasilkan senyawa garam. Seperti contoh AI2O3 bertindak sebagai basa

dengan asam klorida menghasilkan garam dan air.

Pada dasarnya kandungan bahan susun mengandung senyawa utama

seperti dibawah ini:

Al2O3 + SiO2 + CaO + Fe2O3 + Na2O + K2O + H2O ........ (22) pembakaran

Dalam proses pembakaran pada keramik, mempengaruhi kondisi larutan

karena terjadi reaksi kimia antara senyawa penyusun bahan dengan gas yang

dihasilkan pada waktu pembakaran terjadi proses oksidasi terhadap logam berat,

dimana proses pembakaran dengan suhu 12000C mempengaruhi logam-logam

berat menjadi lebih stabil. Logam berat akan saling berikatan dengan bahan

penyusun keramik lainnya menjadi bentuk kristal-kristal (memadat). Proses ini

membentuk senyawa-senyawa oksida logam, sehingga pengikatan yang terjadi

dalam proses pembakaran lebih sempurna.

Page 126: Solidifikasi Limbah Alumina

Reaksi penetralan (neutralization reaction) merupakan reaksi antara asam

dan basa dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabakan perubahan pH.

Reaksi asam-basa dalam medium air biasanya menghasilkan air dan garam (salt),

yang merupakan senyawa ionic yang terbentuk dari suatu kation selain H+ dan

suatu anion selain OH- atau O2-.

asam + basa → garam + air…………… (23)

Reaksi penetralan asam basa pada salah satu senyawa yang terdapat pada bahan

penyusun keramik ditunjukkan pada reaksi 24 dan 25.

H2SO4 + CaO → CaSO4 + H2O………… (24)

H2O + CaO → CaOH + OH-…………….. (25)

Oleh karena itu pada analisa pH ini terjadi suatu penetralan yang

mengakibatkan pH asam berubah menuju netral dan pH netral menuju basa.

Dengan perubahan pH yang cukup rendah dan dalam kondisi stabil maka

dapat menunjukkan sedikitnya pelindian/pelarutan logam berat yang terdapat pada

keramik. Jika pH selama 5 minggu dapat stabil maka keramik dapat dikatakan

aman bagi lingkungan.

4.4 Prospek Pengembangan Produk

Prospek pengembangan produk merupakan prospek jangka panjang

maupun jangka pendek dari pemanfaatan limbah sebagai bahan campuran

komposisi keramik dengan metode pengolahan solidifikasi. Adapun

pengembangan produk dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu: aspek teknis, aspek

ekonomis, dan aspek lingkungan.

4.4.1 Teknis dan Kualitas Produk

Melalui penelitian ini diharapkan dalam jangka pendek dan panjang

limbah activated alumina dan sand blasting dapat dimanfaatkan secara optimal

Page 127: Solidifikasi Limbah Alumina

untuk industri khususnya industri keramik dengan kualitas keramik yang baik.

Salah satu aspek yang dapat menunjukkan suatu keramik berkualitas baik yaitu

dengan melihat karakteristik fisiknya seperti tingkat keausan keramik.

Sebagaimana dijelaskan pada poin 4.3.1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan

nilai keausan seiring dengan penambahan kompoisisi limbah maka dapat

dikatakan terjadi peningkatan kualitas keramik dengan adanya penambahan

limbah pada komposisi keramik. Keramik dengan penambahan komposisi limbah

50% memiliki nilai keausan terbaik yaitu 13,414 mm2/kg sedangkan nilai keausan

terendah sebesar 81,229 mm2/kg pada keramik dengan penambahan komposisi

limbah 40%. Namun produk keramik yang dihasilkan memiliki kualitas dibawah

keramik standar dipasaran, dimana keramik dipasaran memiliki tingkat keausan

lebih rendah dibandingkan produk yang dihasilkan. Salah satu faktor yang

menyebabkan kualitas keramik dibawah keramik dipasaran yaitu keterbatasan alat

pada proses pembuatan produk keramik. Peralatan dan teknologi yang digunakan

masih manual berbeda dengan keramik yang terdapat dipasaran yang dalam

prosesnya menggunakan peralatan atau mesin yang canggih. Produk keramik hasil

solidifikasi ini dapat memiliki kualitas yang lebih baik apabila produk keramik

dibuat dengan skala besar menggunakan peralatan dengan teknologi yang lebih

baik dibanding dengan cara manual, sehingga nantinya diharapkan dapat

menaikkan nilai jual keramik Dengan karakteristik fisik yang baik sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan maka produk keramik hasil solidifikasi limbah

mampu bersaing dengan produk keramik lainnya dipasaran.

4.4.2 Ekonomis

Semakin banyaknya industri-industri keramik menyebabkan bahan baku

untuk pembuatan keramik meningkat. Bahan baku tersebut diantaranya kaolin,

tanah liat, dan feldspar yang berasal dari sumber daya alam, dimana jika sumber

daya tersebut dipakai secara terus menerus maka akan habis dan dampaknya dapat

merusak keseimbangan lingkungan hidup. Permasalahannya adalah cara untuk

menggantikan bahan-bahan tersebut dengan harga yang relatif lebih murah tanpa

mengurangi mutu dari keramik yang dihasilkan. Oleh karena itu, dengan adanya

Page 128: Solidifikasi Limbah Alumina

pemanfaatan limbah sebagai bahan campuran keramik dengan pengolahan

solidifikasi diharapkan dapat memberikan nilai tambah (added value) pada

limbah.

Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa terjadi peningkatan biaya seiring

penurunanan komposisi limbah. Biaya produksi terbesar pada formula 4 H

sedangkan biaya produksi terkecil pada formula 1 H. Hal ini menunjukkan bahwa

penggantian bahan penyusun keramik dengan limbah mampu meminimalisasi

biaya produksi pembuatan keramik, dimana dalam proses pembuatan keramik

diperlukan berbagai macam alat dan beberapa bahan penyusun keramik. Ini

dikarenakan limbah activated alumina dan sand blasting diperoleh dengan harga

dibawah harga kaolin dan samot. Harga dari limbah activated alumina serta sand

blasting masing-masing sebesar Rp 150,-/kg sedangkan harga dipasaran untuk

kaolin 7500,-/kg dan samot 4000,-/kg.

Tabel 4.13 Rincian biaya pembuatan 1 buah keramik

No Jenis barang/Jasa Harga

Jumlah Jumlah Bahan/gr Harga (Rp)

(Rp) Sampel 1H 2H 3H 4H 1H 2H 3H 4H

1 Pembentukan Cetakan

a.Gips 15000 60 250 250 250 250 b. Tenaga 15000 60 250 250 250 250 2 Bahan

a. Feldspar 5000 100

100

100

100 500 500 500 500

b. Tanah liat 2500 150

150

150

150 375 375 375 375

c. Samot 4000 0 0 0 75 0 0 0 300

d. Kaolin 7500 0 25 50 175 0 188 375 131

3

e. Activated alumina 150 175

150

125 0 26 23 19 0

f. Sand blasting 150 75 75 75 0 11 11 11 0

g. Glasir 60000 60 1000

1000

1000

1000

3 Tenaga a. Pengolahan bahan 20000 60 333 333 333 333

b. Pembentukan 15000 60 250 250 250 250 c. Finishing 12000 60 200 200 200 200 d. Pengglasiran 15000 60 250 250 250 250

Page 129: Solidifikasi Limbah Alumina

4 Pembakaran

a. Suhu 900 78000 60 1300

1300

1300

1300

b. Suhu 1200 120000 60 200

0 2000

2000

2000

Total biaya 6746

6930

7113

8321

Total biaya + Keuntungan 20% 8095

8316

8536

9985

(Sumber : Hasil Penelitian, 2008)

Oleh karena itu, dapat dipastikan jika penggunaan limbah dalam

komposisi keramik semakin banyak maka biaya produksi semakin rendah. Selain

itu biaya yang lebih rendah menunjukkan tingkat efektifitas dari pembuatan

keramik jika nantinya hasil penelitian ini diterapkan oleh masyarakat. Namun

biaya produksi yang rendah harus seiring dengan peningkatan kualitas keramik

terutama karakteristik fisik dan kimia dari keramik.

Dari penjelasan diatas maka produk keramik hasil solidifikasi memiliki

harga lebih ekonomis sehingga dapat memberikan nilai tambah (added value)

pada limbah dan nilai ekonominya juga akan meningkat, dengan kata lain dapat

memberikan keuntungan pada PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap.

4.4.3 Lingkungan

Selama ini limbah activated alumina dan sand blasting tidak dimanfaatkan,

limbah activated alumina hanya dikirim ke PPLI sedangkan kelimpahan limbah

sand blasting cukup besar yang hanya ditimbun begitu saja disuatu lahan PT.

Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap sehingga memiliki potensi mencemari

lingkungan. Oleh sebab itu, dengan adanya pemanfaatan limbah (recycle dan

reuse) sebagai campuran bahan keramik diharapkan kelimpahan limbah dapat

dikurangi sehingga kualitas lingkungan di Indonesia akan semakin meningkat.

Mengingat limbah yang digunakan merupakan limbah B3 yang sangat berbahaya

apabila pengolahan yang dilakukan salah dapat memberikan dampak terhadap

lingkungan dan makhluk hidup disekitar.

Berdasarkan hasil uji TCLP pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa produk

keramik memiliki karakteristik logam berat dibawah baku mutu PP No.85 tahun

1999 sehingga dapat dikatakan bahwa produk keramik ramah lingkungan (eco-

Page 130: Solidifikasi Limbah Alumina

friendly) dan dapat berkelanjutan (sustainable/renewable). Oleh karena itu,

keramik hasil solidifikasi aman terhadap lingkungan dan dapat dikembangkan

menjadi suatu produk keramik dengan skala industri yang lebih besar.

4.5 Perbandingan Optimum Keramik

Perbandingan optimum merupakan perbandingan antara variasi prosentase

bahan penyusun keramik yang digunakan untuk menunjukkan kualitas dari

keramik hasil solidifikasi limbah activated alumina dan sand blasting ditinjau dari

segi keamanan terhadap lingkungan dan dari segi fisik (kekuatan) keramik. Hasil

perbandingan optimum keramik adalah sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.12.

Tabel 4.12 Perbandingan Optimum Keramik

Formula Komposisi

limbah Keausan Pengujian TCLP (mg/l) Biaya

pembuatan (%) (mm2/kg) Pb Cu Cr Zn (Rp)

1 H 50 13,414 1,1040 1,5825 0,6398 1,6500 6746,- 2 H 45 37,902 0,6953 1,5663 0,5580 0,7000 6930,- 3 H 40 81,229 0,7200 1,6230 0,6243 0,6150 7113,- 4 H 0 52,640 0,3205 0,6270 0,6488 0,3125 8321,-

Berdasarkan hasil uji keausan maka terjadi penurunan nilai keausan

seiring dengan penambahan komposisi limbah activated alumina dan sand

blasting pada keramik (tabel 4.8). Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan

kualitas keramik seiring dengan penambahan limbah activated alumina dan sand

blasting. Pada hasil uji TCLP, meskipun hasilnya cenderung fluktuatif tetapi ada

kecenderungan peningkatan konsentrasi logam berat (Pb, Cu, Zn, dan Cr) seiring

dengan penambahan limbah activated alumina dan sand blasting ke dalam

komposisi keramik. Namun penambahan konsentrasi tersebut masih dibawah

baku mutu PP No.85/1999 (tabel 4.10). Sedangkan jika dilihat dari segi biaya

produksi maka formula keramik dengan penambahan limbah mencapai 50%

memiliki biaya biaya produksi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan

formula tanpa limbah (tabel 4.12). Dari data diatas, diketahui bahwa

perbandingan optimum antara keausan, uji TCLP, dan biaya produksi tidak

Page 131: Solidifikasi Limbah Alumina

sejalan. Karena seiring penambahan limbah activated alumina dan sand blasting

terjadi penurunan nilai keausan, penurunan biaya produksi, sedangkan di sisi lain

terjadi peningkatan konsentrasi logam berat pada hasil uji TCLP.

Jika dibandingkan antara hasil uji TCLP, keausan, dan biaya produksi

diperoleh formula yang memiliki kualitas yang lebih baik adalah formula 1 H

(penambahan 50%). Ini dikarenakan nilai keausan yang dihasilkan dengan

penambahan limbah activated alumina dan sand blasting lebih rendah yang berarti

kualitasnya semakin baik dibanding dengan formula lainnya. Selain itu biaya

produksi yang lebih rendah menunjukkan tingkat efektifitas dari pembuatan

keramik jika nantinya hasil penelitian ini diterapkan oleh masyrakat. Namun jika

dilihat pada hasil uji TCLP formula 1 H memilki konsentrasi logam yang lebih

tinggi dibanding formula lain, akan tetapi hal tersebut tidak berpengaruh karena

konsentrasi logam berat masih dibawah baku mutu PP No.85/1999 tentang

Pengelolaan Limbah B3. Dapat dikatakan formula 1 H aman jika berada di

lingkungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.13. Penampakan fisik

keramik hasil solidifikasi limbah activated alumina dan sand blasting dapat dilihat

pada L-10.

Page 132: Solidifikasi Limbah Alumina

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian solidifikasi penggantian limbah activated alumina

dengan kaolin dan sand blasting dengan samot sebagai keramik yang telah

dilakukan dapat disimpulkan :

a. Keramik sangat cocok dan aman digunakan untuk mengimmobilisasi

logam berat pada limbah activated alumina dan sand blasting.

Dibuktikan dengan hasil uji TCLP yang menunjukkan bahwa

konsentrasi logam berat (Zn, Cu, Cr, dan Pb) berada jauh dibawah

standar baku mutu TCLP PP No.85/1999 mengenai Pengelolaan Limbah

B3.

b. Penggantian activated alumina dengan kaolin dan sand blasting dengan

samot dapat meningkatan kualitas keramik. Hal ini ditunjukkan dengan

nilai keausan yang semakin menurun seiring penambahan komposisi

limbah seperti pada formula 1 H, dimana penambahan optimal

komposisi limbah yaitu 50%. Namun demikian nilai keausan yang

dihasilkan dibawah keramik standar yang ada dipasaran.

c. Untuk biaya produksi yang dihasilkan setiap satu buah keramik,

diketahui bahwa keramik dengan campuran limbah 50 % lebih ekonomis

(Rp. 6746,-) apabila dibandingkan dengan keramik tanpa limbah (Rp.

8321,-). Berarti kita dapat menghemat biaya Rp. 1575,- setiap buahnya

dengan mutu dan kualitas yang jauh lebih baik dari keramik formula

kontrol (4 H).

Page 133: Solidifikasi Limbah Alumina

5.2 Saran

Untuk perbaikan kearah yang lebih baik, maka untuk penelitian selanjutnya

perlu dilakukan perbaikan-perbaikan, diantaranya :

1. Perlu adanya penelitian tentang kandungan logam berat yang terdapat

pada bahan dasar pembentuk keramik (kaolin, samot, tanah liat, dan

feldspar), mengingat bahan dasar yang digunakan berasal dari alam.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap immobilisasi logam berat

dengan menggunakan limbah dan campuran keramik yang berbeda.

3. Pada pengujian keausan keramik hendaknya mengacu pada nilai standar

yang telah ditetapkan.

4. Penelitian ini menggunakan uji keausan dan leachate untuk penelitian

selanjutnya dilakukan uji lain.

5. Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan ballclay karena

tingkat plastisitas ball clay lebih tinggi dibandingkan dengan tanah liat

sukabumi sehingga ikatan partikel lebih kuat.

6. Komposisi yang disarankan sebagai penelitian yang dapat dilakukan

secara berkesinambungan oleh peneliti berikutnya : alumina + sand

blasting + feldspar/fire clay + ball clay

7. Pada penelitian selanjutnya disarankan menggunakan tungku dengan

suhu bakar mencapai 18000C – 20000C sehingga suhu bakar dapat

mencapai titik leleh dari semua komponen bahan penyusun keramik agar

ikatan antar partikel penyusun keramik dapat lebih kuat.

Page 134: Solidifikasi Limbah Alumina

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Febrian, (2005), Solidifikasi Limbah Katalis RCC-15 Sebagai

Campuran Bahan Pembuat Keramik, Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan,

UII, Yogyakarta.

Adhi Rukmana N., (2004). Sumber Daya Dan Cadangan Nasional Mineral,

Batubara, Dan Panas Bumi Tahun 2003 ( National Resource and Reserves

of Mineral, Coal, and Geothermal, Directorate Of Mineral Resources

Inventory.

Alloway, B.J., (1990). Heavy Metals in Soils, Glasgow

Anonim, (1994). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

1994 Tentang Pengolahan Limbah Bahan Beracun dan Berbahaya, Badan

Pengendali Dampak Lingkungan , Jakarta, 1994.

Anonim, (1996). Bahan-bahan Berbahaya dan Dampaknya terhadap Kesehatan

Manusia, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 2005 (1), Ceramics, ��Hwww.Ipteknet.com

Anonim, 2005 (2), Heavy Metal, ��Hwww.Chemicalelements.com

Anonim, 2007 (1), ��Hhttp://id.wikipedia.org

Anonim, 2007 (2), ��Hhttp://www.freepatentsonline.com/5672554.html

Astuti, A., (1997). Pengetahuan Keramik, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Djojo Soeprapto.S, (1997). Teknologi Keramik. Fakultas Teknik – UGM,

Yogyakarta.

Damanhari Enri., (2000), Teori TCLP Untuk Limbah B3 serta Prosedur Ujinya,

Teknik Lingkungan, ITB.

Fius Afriandra, Budiono Irwan, (2002). Laporan Penelitian Pembuatan Keramik

Berpori Menggunakan Busa Plastik, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Teknik industri, UPN, Yogyakarta.

Page 135: Solidifikasi Limbah Alumina

Hartomo, Anton J., 1994, Mengenal Keramik Modern, Andi Offset, Yogyakarta.

Hidayat Ismail, (2006). Pemanfaatan Limbah Sludge Krom Penyamakan Kulit

Sebagai Bahan Pewarna Glasir, Skripsi, Jurusan Teknik Lingkungan, UII,

Yogyakarta.

Ichnose, N, (1987), ”Introduction to Fine Ceramics Applications on

Engineering”, John Wiley and Sons LTD, New York.

Jumiyati, Solidifikasi Limbah Fly Ash Hasil Pembakaran Incenerator Industri

Textile sebagai Keramik, Jogjakarata, 2005.

LaGrega, M.D., P.L., Buckingham, dan J.C. Evans, 1994, Hazardous Waste

Management, McGraw-Hill International Inc., New York.

Mulia Ricki M., (2005), Kesehatan Lingkungan, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Palar, Heryando., (1994). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, PT. Rineka

Cipta, Jakarta.

Surdia, T. dan Saito, S., (1985). Pengetahuan Bahan Keramik, PT. Pradnya

Paramita, Jakarta.

Suhala Supriatna, Arifin M., (1997), Bahan Galian Industri, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Industri.

Tchobanglous, et al, (1997). Solid Wastes, Engineering Principles and

Managements Issues, Mc. Graw-Hill, New York.

Van Vlack, Lavrence H., Sriati Djaprie, 1994, Ilmu dan Teknologi Bahan,

Erlangga, Jakarta.

Warsih, (2001). Solodifikasi Lumpur Padat Hasil Pengolahan Limbah B3

(Kromium) dari Penyamakan Kulit dengan Semen Pozolan, skripsi, STTL,

Yogyakarta.

Page 136: Solidifikasi Limbah Alumina
Page 137: Solidifikasi Limbah Alumina

LAMPIRAN 1 (L-01)

PROSEDUR PEMERIKSAAN BERAT JENIS

Rujukan : AASHTO T – 84 – 74

ASTM C – 128 – 68

1. PERALATAN :

a. Timbangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram

b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml

c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter

bagian bawah (90 ± 3) mm, dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam

tebal minimum 0,8 mm

d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (310 ±

15) gram diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm

e. Saringan no. 4

f. Oven yang diperlengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai

(110 ± 5)0C

g. Pengatur suhu dengan ketelitian pembakaran 10C

h. Talam

i. Bejana tempat air

j. Pompa hampa udara (Vacum pomp) atau tungku

k. Air suling

l. Desikator

2. BENDA UJI :

Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No. 4 diperoleh dari alat

pemisah contoh atau cara seperempat sebanyak 100 gram.

Page 138: Solidifikasi Limbah Alumina

3. PEMERIKSAAN :

a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)0C, sampai berat

tetap. Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji

selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan

selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar

air lebih besar dari pada 0,1 %.

b. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan

agregat diatas talam, keringkan diudara panas dengan cara membalik-

balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi kering permukaan

jenuh.

c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan dengan mengisikan

kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak

25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh

tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.

d. Segera setetah, tercapai keadaan kering-permukaan jenuh masukkan 500

gram benda uji kedalam piknometer, masukkan air suling sampai 90% isi

piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara

didalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa

hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut

terhisap, dapat pula dilakukan dengan cara merebus piknometer.

e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyusaian

perhiyungan kepada suhu standar 250C.

f. Tambahkan air sampai tanda batas.

g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram

(Bt).

h. Keluarkan benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).

i. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna

penyesuaian dengan suhu standar 250C. (B)

Page 139: Solidifikasi Limbah Alumina

LAMPIRAN 2 (L-02)

PROSEDUR PEMERIKSAAN BERAT ISI PADAT

1. PERALATAN

a. Batang penumbuk dengan diameter 16 mm dan panjang 60 mm.

b. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram atau 1% dari contoh.

c. Dapur pengering

d. Silinder ukur dengan kapasitas 1 liter.

2. BENDA UJI

a. Perencanaan contoh uji diudara dan campurkan contoh memakai riffler

sampler.

b. Ambil contoh sebanyak 1,25 – 200 K dari volume silinder, keringkan

contoh di dapur pengering pada suhu 110 ± 5 0C (230 ± 9)0F sampai berat

tetap.

3. PEMERIKSAAN

a. Ukur berat dan volume silinder ukur.

b. Letakkan silinder ukur pada tempat yang rata.

c. Masukkan contoh uji kedalam silinder sampai 1/3 bagian, ratakan lalu

tusuk-tusuk sebanyak 25 kali merata seluruh permukaan dengan batang

penumbuk.

d. Masukkan contoh uji sebanyak 2/3 bagian, ratakan dan tumbuk seperti

diatas.

e. Masukkan contoh uji hingga memenuhi silinder ukur sampai penuh,

ratakan lalu tumbuk 25 kali kemudian ratakan.

f. Timbang contoh dalam silinder ukur.

Page 140: Solidifikasi Limbah Alumina

LAMPIRAN 3 (L-03)

PROSEDUR PEMERIKSAAN KADAR AIR

Rujukan : AASHTO T – 84 – 74

ASTM C – 128 – 68

1. PERALATAN :

j. Timbangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram

k. Piknometer dengan kapasitas 500 ml

l. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter

bagian bawah (90 ± 3) mm, dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam

tebal minimum 0,8 mm

m. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (310 ±

15) gram diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm

n. Saringan no. 4

o. Oven yang diperlengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai

(110 ± 5)0C

p. Pengatur suhu dengan ketelitian pembakaran 10C

q. Talam

r. Bejana tempat air

s. Pompa hampa udara (Vacum pomp) atau tungku

t. Air suling

u. Desikator

2. BENDA UJI :

Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No. 4 diperoleh dari alat

pemisah contoh atau cara seperempat sebanyak 100 gram.

Page 141: Solidifikasi Limbah Alumina

3. PEMERIKSAAN :

a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)0C, sampai berat

tetap. Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji

selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan

selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar

air lebih besar dari pada 0,1 %.

b. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan

agregat diatas talam, keringkan diudara panas dengan cara membalik-

balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi kering permukaan

jenuh.

c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan dengan mengisikan

kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak

25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh

tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.

d. Segera setetah, tercapai keadaan kering-permukaan jenuh masukkan 500

gram benda uji kedalam piknometer, masukkan air suling sampai 90% isi

piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara

didalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa

hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut

terhisap, dapat pula dilakukan dengan cara merebus piknometer.

e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyusaian

perhiyungan kepada suhu standar 250C.

f. Tambahkan air sampai tanda batas.

g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram

(Bt).

h. Keluarkan benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).

i. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna

penyesuaian dengan suhu standar 250C. (B)

Page 142: Solidifikasi Limbah Alumina

LAMPIRAN 4 (L-04)

PROSEDUR PEMERIKSAAN BERAT ISI GEMBUR

1. PERALATAN

a. Batang penumbuk dengan diameter 16 mm dan panjang 60 mm.

b. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram atau 1% dari contoh.

c. Dapur pengering

d. Silinder ukur dengan kapasitas 1 liter.

2. BENDA UJI

a. Penambahan contoh uji

Keringkan contoh uji di udara dan canpurkan contoh memakai riffler

sampler.

b. Jumlah contoh uji

Ambil contoh sebanyak 1,25 – 200 K dari volume silinder. Keringkan

contoh didalam dapur pengering pada suhu 110 ± 5 0C (230 ± 9)0F sampai

berat tetap.

3. PEMERIKSAAN

a. Ukur berat dan volume silinder ukur.

b. Letakkan silinder ukur pada tempat yang rata.

c. Masukkan contoh uji kedalam silinder hingga penuh kemudian ratakan.

d. Timbang contoh dalam silinder ukur.

Page 143: Solidifikasi Limbah Alumina

LAMPIRAN 5 (L-05)

PROSEDUR PEMBUATAN KERAMIK

Gambar L.1 Skema Pembuatan Keramik

Tanah liat, Kaolin, Feldspar, Samot

Pencampuran dan Pencetakan

Limbah Alumina dan Sand Blasting

Pengeringan

Finishing

Pembakaran suhu 900ºC

Pencucian

Uji Keausan

Uji TCLP

Uji pH

Pengeringan dan Pengglasiran

Pembakaran suhu 1200ºC

Penimbangan

Page 144: Solidifikasi Limbah Alumina

Adapun cara pembuatan keramik dapat dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut :

1. Limbah activated alumina, sand blasting dan bahan-bahan yang akan

dibuat massa badan keramik ditimbang. Dalam penelitian ini, standar

campuran bahan pembuat keramik berdasarkan pembakaran. Secara

lengkap komposisi bahan pembuat keramik dengan penambahan limbah

alumina dan sand blasting dapat dilihat pada tabel 3.1.

2. Bahan baku keramik dan limbah ditimbang sesuai komposisinya.

Kemudian campur bahan baku dan tambahkan limbah alumina dan sand

blasting dengan jumlah prosentase keduanya 0%, 40%, 45%, dan 50%.

3. Bila semua bahan telah dicampur tambahkan air sesuai dengan komposisi

yang dibuat sampai adonan keramik menjadi plastis, kemudian adonan

didiamkan selama 24 jam.

4. Setelah didiamkan kemudian adonan ditimbang untuk tiap sampel dengan

berat 420 gr.

5. Sampel dicetak dan dikeringkan.

6. Setelah kering sampel difinishing.

7. Sampel yang telah difinishing dibakar dalam tungku dengan suhu bakar

900oC dan lama pembakaran 8 jam.

8. Setelah pembakaran, keramik dibersihkan kemudian dilakukan

pengglasiran pada permukaannya, lalu dikeringkan

9. Sampel yang telah kering dibakar dalam tungku dengan suhu bakar 1200-

1300 oC dan lama pembakaran 8 jam.

10. Setelah tungku dingin keramik dapat dikeluarkan dari tungku kemudian

keramik siap untuk diuji.

Page 145: Solidifikasi Limbah Alumina

LAMPIRAN 6 (L-06)

PROSEDUR PENGUJIAN TCLP

Prosedur Pengujian Pelindian Untuk Limbah Non Volatil

Pengujian pelindian untuk limbah non volatile dilakukan dengan metode

TCLP. Langkah pengujian adalah sebagai berikut :

1. Menimbang sample 100 gram, kemudian sample dihaluskan apabila

diameternya lebih dari 9,5 mm (tidak lolos standar 9,5 mm).

2. Pengujian pH (Preliminary Evaluation)

a) - Menimbang sub sampel 5 gram

- Masukkan ke dalam beaker glass

- Menambahkan 96,5 ml air destilasi

- Menutup dengan kaca arloji dan diaduk dengan magnetic stirrer

(pengaduk mekanik) selama 5 menit

- Mengukur pH (pH awal)

b) - Apabila Ph langkah (a) lebih dari 5,0 maka ditambahkan 3,5 ml

HCl 1,0 N

- Menutup dengan kaca arloji dan dipanaskan sampai 500C selama

10 menit

- Membiarkan sampai larutan dingin

- Mengukur pH (pH akhir)

Pengujian TCLP

Uji TCLP dilakukan pada pecahan benda uji yang telah dan dilihat dari

masing-masing perbandingan sampai seberapa besar penurunan kadar logam

beratnya. Langkah-langkah sebagai berikut :

1. Timbang sampel 100 gram, haluskan sample apabila mempunyai diameter

lebih dari 9,5 mm (tidak lolos saringan standar 9,5 mm)

2. Lakukan pengujian pH

a) – Timbang sub sampel 5 gram (berasal dari sampel 100 garam)

Page 146: Solidifikasi Limbah Alumina

- Tambahkan 96,5 ml air destilasi

- Tutup dengan kaca arloji dan aduk dengan magnetic stirrer

(pengaduk mekanik) selama 5 menit

- Ukur pH

b) – Bila angka Ph lebih dari 5,0 (pada langkah a) tambahkan 3,5 ml

Hcl 1,0 N

- Tutup dengan kaca arloji dan panaskan sampai 500C selama 50

menit

- Biarkan larutan dingin

- Ukur pH

3. Bila hasil 2 (a) dan 2 (b) pH-nya <5 gunakan larutan ekstraksi 1, dan bila

hasil 2 (b) memiliki pH>5 gunakan larutan ekstraksi 2.

a) Larutan Ekstraksi 1 :

Larutan HoAc (Asam Asetat) sebanyak 5,7 ml dimasukkan

kedalam 500 ml H2O tipe 1 (aquadest) ditambahkan 64,3 ml NaOH

1,0 N. Kemudian diencerkan sampai volume 1 liter sehingga pH

4,93 ± 0,05

b) Larutan Ekstraksi 2 :

Larutan sebanyak 5,7 ml HoAc dilarutkan ke dalam H2O tipe 2

(Bidest) sampai volume 1 liter (pH 2,88 ± 0,05)

4. Ekstraksi sample dalam larutan ekstraksi yang sesuai selama 18 jam pada

suhu (19-25)0C dengan kecepatan putaran 30 ± 2 rpm

5. Lakukan pencucian filter/kertas dengan asam lalu kemudian saring hasil

ekstraksi (di atas)

6. Analisa larutan ekstraksi.

Page 147: Solidifikasi Limbah Alumina

Gambar L.2a Tahapan pengujian TCLP

Menghaluskan sampel bila diameter

> 9,5 mm

Bila pH (a) > 5 ditambahkan 3,5 ml HCl 1,0 N

Menimbang sampel 100 gr

Langkah (a)

Menimbang 5 gr dari sampel 100 gr

Menambahkan 96,5 ml aquades

Menutup dengan kaca arloji dan diaduk 5 menit

Menutup dengan kaca arloji

Larutan ekstraksi 2

Memanaskan sampai 500C selama 50 menit

Larutan ekstraksi 1

Hasil dari langkah (a) dan (b) pH < 5

Pengujian pH

Langkah (b)

Mengukur pH Membiarkan dingin dan

mengukur pH

Mengambil sampel 5 gr Menambahkan aquades 100 ml

A

Hasil dari langkah (a) dan (b) pH > 5

B

Page 148: Solidifikasi Limbah Alumina

Gambar L.6b Tahapan pengujian TCLP (Lanjutan)

Menambahkan 0,57 ml asam asetat ke 100 ml aquades

Menambahkan 0,57 ml asam asetat ke 100 ml aquades

Menambahkan 6,43 ml NaOH 1,0 N

Mengencerkan pH sehingga pH menjadi 2,88 ± 0,05

Sampel diekstraksi 18 jam

Pada suhu (19-200C) putar dengan kecepatan

putaran 30 ± 2 rpm

B A

Mengencerkan pH sehingga pH menjadi 4,93 ± 0,05

Menyaring sampel dengan vacuum filter

Analisa larutan ekstraksi dengan AAS

Page 149: Solidifikasi Limbah Alumina

LAMPIRAN 7 (L-07)

PROSEDUR PEMERIKSAAN pH

1. BAHAN dan PERALATAN

a. Larutan netral (H2O)

b. Larutan asam (H2SO4)

c. Larutan basa. (NaOH)

d. Botol aqua bekas berukuran 1 liter sebanyak 12 buah.

e. Alat uji pH elektrik

2. BENDA UJI

Benda uji adalah keramik dengan ukuran 5 x 5 x 1 cm untuk masing-masing

formula 1 buah keramik pada setiap larutan pH.

3. PEMERIKSAAN

a. Potong 1/3 bagian atas botol aqua kemudian beri kode pada setiap botol

sesuai formula keramik dan jenis larutan (misal : 1 H asam, 1 H basa, dan

seterusnya) .

b. Masukkan larutan netral, asam, dan basa yang telah diukur pH awalnya

pada masing-masing botol.

c. Masukkan sampel keramik yang telah dipotong ukuran 5 x 5 x 1 cm ke

dalam setiap botol yang berisi larutan netral, asam, dan basa.

d. Ukur pH setiap 1 minggu sekali selama 5 minggu

e. Amati dan catat perubahan pH yang terjadi.

Page 150: Solidifikasi Limbah Alumina

LAMPIRAN 8 (L-08)

PROSEDUR PENGUJIAN KEAUSAN

Gambar L.8 Tahapan pengujian Keausan

START Potong keramik menjadi ukuran 2,5 cm x 10 cm x 10 cm

Siapkan alat uji OGOSHI HIGH SPEED UNIVERSAL WEAR TESTING MACHINE (Type

OAT-U)

Uji keausan permukaan keramik

selama 10 detik

Perhitungan hasil pengujian keauasan

SELESAI

Page 151: Solidifikasi Limbah Alumina

LAMPIRAN 9 (L-09)

HASIL PENGUJIAN

Page 152: Solidifikasi Limbah Alumina

LAMPIRAN 10

DOKUMENTASI

Page 153: Solidifikasi Limbah Alumina

Gambar A Keramik Formula 1 H

Gambar B Keramik Formula 2 H

Gambar C Keramik Formula 3 H

Gambar D Keramik Formula 4 H

Tipe Sampel Keramik Stoneware

Page 154: Solidifikasi Limbah Alumina

DOKUMENTASI PEMBUATAN KERAMIK

Bahan-bahan Pembuat Keramik Penumbukan Bahan

Pengayakan Bahan mesh 80 Penimbangan Bahan

Cetakan Keramik Proses Pengeringan

Page 155: Solidifikasi Limbah Alumina

Proses Finising Proses Pembakaran

Incenerator Keramik Sampel Uji

DOKUMENTASI PENGUJIAN KEAUSAN

DOKUMENTASI PENGUJIAN TCLP

Page 156: Solidifikasi Limbah Alumina

Penumbukan Keramik Tumbukan Keramik

Pengayakan Keramik (> 9,5 mm) Pencampuran Larutan

DOKUMENTASI PENGUJIAN pH

Benda Uji Dalam Larutan pH

Page 157: Solidifikasi Limbah Alumina

DOKUMENTASI PENGUJIAN KARAKTERISTIK FISIK

Berat Jenis

Penimbangan Picnometer dengan Air Picnometer Berisi Air

Kadar Air

Penimbangan Limbah Sebelum Dioven Pengeringan Limbah Di dalam Oven

Berat Isi Gembur

Penuangan Limbah 1/3 bagian silinder Limbah Dalam Silinder Ditusuk-tusuk

Page 158: Solidifikasi Limbah Alumina

Berat Isi Padat

Penimbangan Berat Silinder 1 liter Penuangan Limbah Kedalam Silinder

Silinder Terisi Penuh Penimbangan Silinder dan Limbah

Page 159: Solidifikasi Limbah Alumina
Page 160: Solidifikasi Limbah Alumina
Page 161: Solidifikasi Limbah Alumina
Page 162: Solidifikasi Limbah Alumina
Page 163: Solidifikasi Limbah Alumina
Page 164: Solidifikasi Limbah Alumina
Page 165: Solidifikasi Limbah Alumina
Page 166: Solidifikasi Limbah Alumina