Upload
irwandavid
View
3.574
Download
31
Embed Size (px)
Citation preview
STUDI KELAYAKAN USAHA TERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR
OLEH AGITA KIRANA PUTRI
H14104071
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
AGITA KIRANA PUTRI. Studi Kelayakan Usaha Sapi Perah Rakyat di Wilayah Kabupaten Bogor (dibimbing oleh SYAMSUL HIDAYAT PASARIBU).
Krisis ekonomi tahun 1997-1998 mengakibatkan perekonomian Indonesia memburuk dan dampaknya masih dirasakan hingga saat ini. Karakteristik usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang minim modal dan operasional sederhana menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengusaha yang mencari alternatif pendapatan agar mampu bertahan menghadapi akibat krisis ekonomi tersebut. Usaha sapi perah rakyat sebagai wakil dari sektor UMKM yang ada di Indonesia merupakan jenis usaha pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Susu sebagai produk utama usaha sapi perah merupakan sumber protein hewani yang semakin dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, produksi susu nasional selama periode tahun 2000-2005 hanya mampu memenuhi permintaan konsumen susu nasional rata-rata 25,18 persen per tahun (Direktorat Jenderal Peternakan, 2005).
Bantuan kredit untuk usaha sapi perah sangat dibutuhkan untuk pengembangan usahanya baik itu kredit modal kerja ataupun investasi. Pemeliharaan sapi-sapi perah terutama terkonsentrasi di daerah-daerah Pengalengan, Lembang, Garut, Bogor dan Sukabumi. Daerah-daerah tersebut merupakan barometer perkembangan usahatani sapi perah di daerah Jawa Barat (Siregar dan Praharini, 1993). Di satu sisi, potensi usaha sapi perah telah didukung kontrol dari pengusaha yang mengajukan kredit dan rekomendasi dari koperasi dimana pengusaha tersebut bergabung. Namun, potensi UMKM sapi perah untuk dikembangkan mengalami kendala akibat perbankan yang kurang tertarik untuk menyalurkan kredit (pembiayaan). Hal itu dapat dilihat dari proporsi UMKM yang terjangkau kredit baru mencapai 21 persen atau 10 juta dari sekitar 48 juta UMKM di Indonesia.
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan jumlah kredit, baik itu kredit modal kerja ataupun kredit investasi, yang sebenarnya dibutuhkan untuk memulai usaha sapi perah selaku debitur, menganalisis kelayakan usaha sapi perah selaku debitur melalui studi kelayakan, dan menganalisis pola pembiayaan yang sesuai menurut karakteristik usaha sapi perah tersebut. Penelitian ini mengasumsikan bahwa usaha ternak sapi perah ideal dengan kepemilikan 10 ekor sapi induk dimulai dari awal berdasarkan rekomendasi Forum Komunikasi Peternakan Bogor (2001).
Lokasi penelitian yang dipilih adalah daerah pengembangan sapi perah (produsen susu) di Kabupaten Bogor dan waktu penelitian dari bulan Januari 2008 sampai dengan Juni 2008. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data primer dari penelitian ini adalah pengusaha sapi perah di daerah penelitian. Sedangkan data sekunder berupa data pengusaha sapi perah diperoleh dari Koperasi Susu yang terkait dengan daerah
penelitian, BPS serta Bank atau lembaga lain seperti perusahaan penampung komoditi susu yang telah bekerjasama dengan pengusaha sapi perah sebelumnya.
Hasil analisis dan pembahasan penelitian ini didapatkan kesimpulan berupa jumlah kredit yang dibutuhkan oleh usaha ternak sapi perah dengan kepemilikan 10 ekor sapi induk adalah kredit investasi sebesar Rp. 106.538.250,00 dan kredit modal kerja sebesar Rp. 2.301.000,00. Pelaksanaan proyek usaha ternak sapi perah dengan kepemilikan 10 ekor sapi induk produktif dinyatakan layak dari berbagai aspek kelayakan usaha meski pada aspek lingkungan masih terdapat masalah pada polusi udara. Pada analisis kelayakan aspek keuangan, pengajuan kredit komersial (KUR) dinyatakan layak dengan kriteria NPV positif sebesar Rp. 57.556.076,67 pada masa proyek 7 tahun, Net B/C Ratio sebesar 1,30 (Net B/C Ratio≥1), IRR sebesar 24 persen (lebih besar dari suku bunga KUR 16 persen), dan masa pengembalian selama 2 tahun 3 bulan dan 18 hari (tidak melebihi masa pinjaman yaitu 5 tahun).
Hasil analisis switching value penurunan pendapatan sampai dengan 14 persen masih dinyatakan layak dan akan menjadi tidak layak jika penurunan pendapatan lebih dari 14 persen, analisis switching value kenaikan biaya operasional akan menjadikan proyek tidak layak pada tingkat kenaikan biaya operasional lebih dari 11 persen, dan analisis switching value penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional secara bersama-sama akan menjadikan proyek tidak layak pada tingkat perubahan lebih dari 10 persen. Komponen pendapatan yang diasumsikan berubah adalah produktivitas sapi perah dan komponen biaya operasional yang diasumsikan berubah adalah harga pakan konsentrat. Pola pembiayaan usaha kecil sesuai diberikan perbankan menurut karakteristik usaha sapi perah dalam penelitian ini.
STUDI KELAYAKAN USAHA SAPI PERAH RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR
Oleh
AGITA KIRANA PUTRI H14104071
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Agita Kirana Putri
Nomor Registrasi Pokok : H14104071
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Studi Kelayakan Usaha Ternak Sapi Perah
Rakyat di Wilayah Kabupaten Bogor
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si NIP. 132 310 799
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 87
Tanggal Kelulusan : 15 Agustus 2008
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Agita Kirana Putri H14104071
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 11 April 1986 dari pasangan Nana
Rusmana dan Yetty Sinaga. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pegadilan 3
Bogor pada tahun 1992 sampai dengan tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 1 Bogor pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 dan
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bogor pada tahun
2001 sampai dengan tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama menjalani perkuliahan, penulis berpartisipasi dalam organisasi
kemahasiswaan, yaitu Hipotesa dan BEM-FEM, menjadi panitia di beberapa
kegiatan kampus, peserta seminar dan pelatihan.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Studi Kelayakan Usaha Sapi Perah Rakyat di Wilayah
Kabupaten Bogor”. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini
karena usaha sapi perah rakyat merupakan sarana investasi yang potensial di
Kabupaten Bogor. Skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama
kepada Bapak Syamsul H. Pasaribu, M.Si., selaku dosen pembimbing dan Bapak
Jusuf M. Colter, MS. yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis
maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan
baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Tanti Novianti, SP,
M.Si. sebagai dosen penguji dari skripsi ini dan kepada Ibu Widyiastutik, SE,
M.Si., terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada orang tua penulis, yaitu Bapak Nana Rusmana dan Ibu Yetty Sinaga, adik
tercinta yaitu Ajeng Kartika Putri serta keluarga besar penulis yang telah
memberikan dukungan dalam pembuatan skripsi ini. Penulis juga berterimakasih
kepada teman-teman seperjuangan (Akbar, Kak Diah dan Wenda), teman-teman
sepermainan (ABCDEF, Geng Slebor, Wuri dan Teh Ia), Budiman, Bang Jomb
dan Kang Dadan atas bantuan dan dukungannya. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
Agita Kirana Putri H14104071
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. x
I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ................ 10
2.1. Tinjauan Teori .............................................................................. 10
2.1.1. Pengenalan Kredit dan Pembiayaan ................................ 10
2.1.2. Pengenalan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ............ 12
2.2. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 15
2.3. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 20
III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 24
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 24
3.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................. 24
3.3. Metode Analisis ............................................................................ 25
IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN .................................................. 32
4.1. Karakteristik Geografis dan Pemerintahan Kabupaten Bogor ...... 32
4.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan .................................................... 33
4.3. Koperasi dan Keuangan ................................................................ 34
4.3. Sektor Pertanian Kabupaten Bogor .............................................. 34
4.4. Karakteristik Sentra Produksi Sapi Perah Kabupaten Bogor ........ 35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 36
5.1. Studi Kelayakan Aspek Pasar dan Pemasaran .............................. 36
5.2. Studi Kelayakan Aspek Teknis dan Produksi ............................... 39
5.2.1. Lokasi Usaha .................................................................... 39
5.2.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan ....................................... 39
5.2.3. Bahan Pakan ..................................................................... 41
5.2.4. Proses Produksi ................................................................. 42
5.2.5. Jumlah dan Mutu Produksi ............................................... 43
5.2.6. Produksi Optimum ............................................................ 44
5.2.7. Kendala Produksi .............................................................. 45
5.4. Studi Kelayakan Aspek Legalitas/Hukum .................................... 46
5.5. Studi Kelayakan Aspek Manajemen dan Organisasi .................... 47
5.6. Studi Kelayakan Aspek Keuangan ............................................... 48
5.7. Studi Kelayakan Aspek Sosial Ekonomi ..................................... 56
5.8. Studi Kelayakan Aspek Lingkungan dan Budaya ....................... 58
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 59
6.1. Kesimpulan ................................................................................... 59
6.2. Saran ............................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 62
LAMPIRAN .................................................................................................. 64
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1 Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia pada Periode 2002-2006 .................................................................................. 2
1.2 Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah pada Propinsi di Indonesia Tahun 2005 ........................................................................................... 6
5.1 Produksi Susu Kabupaten Bogor ......................................................... 36
5.2 Nama-nama Perusahaan Pengolah Susu .............................................. 37
5.3 Daftar Peralatan dan Perlengkapan Peternakan Sapi Perah ................. 40
5.4 Asumsi dan Parameter Perhitungan Kelayakan Usaha ......................... 49
5.5 Biaya Investasi Peternakan Sapi Perah ................................................. 49
5.6 Modal Kerja Peternakan Sapi Perah .................................................... 50
5.7 Biaya Operasional Peternakan Sapi Perah ........................................... 51
5.8 Dana Proyek yang Dibutuhkan Peternakan Sapi Perah ....................... 52
5.9 Kriteria Kelayakan Finansial ................................................................ 53
5.10 Analisis Switching Value Penurunan Pendapatan ................................ 54
5.11 Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Operasional ....................... 55
5.12 Analisis Switching Value Perubahan Pendapatan dan Biaya Operasional .......................................................................................... 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1 Alur Pemikiran Penelitian .................................................................... 22
5.1 Jalur Pemasaran Produk Susu .............................................................. 38
5.2 Percontohan Kandang .......................................................................... 40
5.3 Peralatan Milk Can ............................................................................... 41
5.4 Pakan Hijauan ....................................................................................... 42
5.5 Pupuk Kandang Mentah ....................................................................... 44
5.6 Struktur Organisasi Peternakan ............................................................ 47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Perhitungan Angsuran Kredit Investasi .................................................. 64
2. Perhitungan Angsuran Kredit Modal Kerja ............................................ 64
3. Proyeksi Pendapatan Operasional ............................................................ 65
4. Proyeksi Laba Rugi ................................................................................. 66
5. Proyeksi Arus Kas dan Analisis Kelayakan ............................................ 67
6. Analisis Switching Value Penurunan Pendapatan 14 persen ................... 68
7. Analisis Switching Value Penurunan Pendapatan 15 persen ................... 69
8. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Operasional 11 persen ......... 70
9. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Operasional 12 persen ......... 71
10. Analisis Switching Value Perubahan Pendapatan dan Biaya Operasional 10 persen ................................................................................................. 72
11. Analisis Switching Value Perubahan Pendapatan dan Biaya Operasional 11 persen ................................................................................................. 73
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis ekonomi tahun 1997-1998 mengakibatkan perekonomian Indonesia
meemburuk dan dampaknya masih dirasakan hingga saat ini. Karakteristik usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang minim modal dan operasional
sederhana menjadi alasan bagi para pengusaha untuk memilih sektor tersebut
sebagai alternatif pendapatan agar mampu bertahan menghadapi akibat krisis
ekonomi tersebut. UMKM pada umumnya tidak bergantung pada kegiatan bahan
baku impor sehingga pada saat nilai tukar Rupiah memburuk akibat krisis
ekonomi, sektor tersebut tidak terkena imbasnya.
Pengembangan UMKM menjadi perhatian Pemerintah karena sektor
tersebut memegang peranan yang dominan terhadap perekonomian. Sebelum
krisis, jumlah UKM tercatat 34,53 juta unit dengan komposisi 34 juta unit usaha
mikro, 450.000 unit usaha kecil, dan 19.500 unit usaha menengah, serta 59.441
unit koperasi (BPS, 1997). Perkembangan UMKM pada periode terakhir (2003-
2006) dapat dilihat pada Tabel 1.1. Menurut statistik BPS tahun 2000, UMKM
mendominasi lebih dari 90 persen total unit usaha dan menyerap angkatan kerja
dengan presentase yang sama. Kontribusi UMKM terhadap pendapatan domestik
bruto paling besar yaitu sebesar 57 persen (BPS, 2000). Kemudian menurut
statistik 2003, jumlah UMKM mengalami peningkatan 9,5 persen dibanding
dengan tahun 2000 hingga mencapai 42,4 juta unit atau sekitar 99,99 persen dari
total usaha dengan perbandingan sekitar 99,84 persen terdiri dari usaha mikro dan
kecil dan sisanya sekitar 0,15 persen merupakan usaha menengah. UMKM
37
tersebut didominasi oleh bidang pertanian yaitu sekitar 58 persen. Penyerapan
tenaga kerja oleh UMKM mencapai jumlah 79 juta(99,45 persen) dan penyerapan
tenaga kerja didominasi oleh bidang pertanian yaitu sekitar 47,1 persen.
Tabel 1.1. Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia pada Periode 2003-2006
Indikator 2003 2004 2005 2006
Jumlah UMKM (juta unit) 42,4 43,7 44,7 48,9 Total UMKM / total usaha (%) 99,9 99,9 99,9 99,98 Tenaga kerja UMKM (juta orang) 79,00 75,5 83,2 85,4 Tenaga kerja UMKM / total tenaga kerja (%)
99,45 96,00 93,58 96,18
PDB UMKM (Rp Triliun) 1.013,5 930,035 988,125 1.778,7PDB UMKM / total PDB (%) 56,7 56,13 56,5 53,3
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2006 (diolah)
Kinerja UKM (Usaha Kecil dan Menengah) dalam beberapa tahun terakhir
terus meningkat. Besaran PDB yang diciptakan UKM tahun 2003 mencapai nilai
Rp 1.013,5 triliun (56,7 persen dari total PDB Nasional) dengan perincian 41,1
persen berasal dari Usaha Kecil dan 15,6 persen dari Usaha Menengah. Pada
tahun 2000, sumbangan UKM baru mencapai 54,5 persen terhadap total PDB
Nasional berasal dari Usaha Kecil (39,7 persen) dan Usaha Menengah (14,8
persen). Pertumbuhan PDB UKM sejak tahun 2001 bergerak lebih cepat dari total
PDB Nasional dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 3,8 persen
tahun 2001, 4,1 persen tahun 2002, kemudian 4,6 persen tahun 2003. Sumbangan
pertumbuhan PDB UKM lebih tinggi dibandingkan sumbangan pertumbuhan dari
Usaha Besar. Pertumbuhan PDB Nasional pada tahun 2000 sebesar 4,9 persen,
dimana 2,8 persen berasal dari pertumbuhan UMKM. Kemudian, di tahun 2003
dari 4,1 persen pertumbuhan PDB Nasional secara total, 2,4 persen diantaranya
berasal dari pertumbuhan UKM.
38
Perhatian Bank Indonesia terhadap pengembangan UMKM yang intensif
dan selalu berusaha mengikuti perkembangan yang ada. Perhatian tersebut
diberikan melalui penyediaan skim-skim kredit yang mendukung pembiayaan
UMKM sejak tahun 1965 maupun pemberian bantuan teknis sejak tahun 1978.
Penyediaan dana untuk skim kredit saat ini diberikan secara tidak langsung
melalui Surat Utang Pemerintah. Hingga saat ini, walaupun dengan telah
diberlakukannya UU Bank Sentral No.23 tahun 1999 dimana Bank Indonesia
tidak lagi menyalurkan kredit program, Bank Indonesia masih tetap melaksanakan
kegiatan bantuan teknis kepada perbankan berupa pelaksanaan pelatihan,
penelitian, dan penyediaan informasi yang mendukung bagi pengembangan
UMKM.
Sebagai salah satu usaha untuk memenuhi pemberian bantuan teknis
tersebut, Bank Indonesia bekerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian telah
mengadakan penelitian mengenai pola-pola pembiayaan melalui studi kelayakan
terhadap komoditi tertentu yang dianggap cukup potensial untuk dikembangkan,
memenuhi persyaratan teknis perbankan dan mengguntungkan bagi bank dan
UMKM. Penelitian tersebut dimaksudkan untuk menyajikan referensi awal dalam
rangka memotivasi perbankan dalam membiayai usaha komoditi ini.
Sebagai bentuk partisipasi perbankan terhadap sektor UMKM yang sedang
berkembang, disediakan bantuan kredit khusus untuk sektor tersebut. Setiap bank
memiliki skema kredit yang berbeda dalam proses pembiayaan UMKM. Pada BRI
terdapat beberapa jenis kredit yang khusus ditujukan untuk sektor UMKM. Salah
satunya adalah kredit RITEL, diperuntukkan untuk investasi dan modal kerja,
dengan besar investasi proyek antara Rp. 100 juta sampai dengan Rp. 1 miliar.
39
Dalam skema ini, pembiayaan dilakukan dengan perbandingan 35 persen berasal
dari dana sendiri dan 65 persen berasal dari kredit. Kemudian terdapat skema
kredit lain yaitu KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang menetapkan suku bunga
pinjaman sebesar 16 persen.
Usaha sapi perah sebagai wakil dari sektor UMKM yang ada di Indonesia
merupakan jenis usaha pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Susu
sebagai produk utama usaha sapi perah merupakan sumber protein hewani yang
semakin dibutuhkan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun,
produksi susu nasional selama periode tahun 2000-2005 hanya mampu memenuhi
permintaan konsumen susu nasional rata-rata 25,18 persen per tahun (Direktorat
Jenderal Peternakan, 2005). Ketimpangan dalam memenuhi permintaan konsumen
susu nasional, ditutupi dengan cara mengimpor susu dari luar negeri. Sangat ironis
sekali, Indonesia yang kaya akan Sumber Daya Alam namun produksi susu dalam
negeri tidak mencukupi kebutuhan konsumen susu nasional.
Di sisi lain, konsumsi susu rata-rata warga Indonesia pada tahun 1998
lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya seperti
Kamboja (12,97 kg/kapita/tahun)dan Bangladesh (31,55 kg/kapita/tahun), yaitu
sebesar 4,16 kg/kapita/tahun (Siregar, 2007). Jumlah tersebut jauh lebih rendah
bila dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris
dan Jepang yang mencapai puluhan bahkan ratusan liter per kapita per tahun.
Peningkatan konsumsi susu rata-rata kapita/tahun di Indonesia berjalan sangat
lamban dan hanya sekitar 1,47 persen per tahun selama periode 2000-2005
(Direktorat Jenderal Peternakan, 2005). Jumlah konsumsi susu rata-rata warga
Indonesia pada tahun 2007 masih berkisar 7 liter per kapita per tahun.
40
Bantuan kredit untuk usaha sapi perah sangat dibutuhkan untuk
pengembangan usahanya baik itu kredit modal kerja ataupun investasi.
Pengembangan usaha sapi perah khususnya di Jawa Barat, dirasa sangat perlu
karena bukan hanya menyerap dan mengefisienkan tenaga kerja keluarga
peternak, tetapi juga peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan
memberikan dampak terhadap peningkatan ekonomi penduduk (Siregar,1993).
Namun, penyaluran skim kredit sapi perah dirasa kurang menguntungkan
untuk mengoptimalkan pengembangan usaha ternak sapi perah karena besar kredit
yang kecil yaitu senilai 1-2 ekor sapi perah menurut ketentuan pemerintah dan
perbankan yang mengeluarkan skim kredit sapi perah seperti BRI, Bukopin dan
Bank Mandiri. Pada lokakarya kebijakan pengembangan industri peternakan
modern pada tahun 2001 oleh Forum Komunikasi Peternakan Bogor,
direkomendasikan untuk peningkatan skala usaha agribisnis sapi perah dengan
minimal memelihara 7 ekor induk yang berproduksi sepanjang tahun dari
pemeliharaan minimal 10 ekor induk. Pemeliharaan sapi-sapi perah terutama
terkonsentrasi di daerah-daerah Pengalengan, Lembang, Garut, Bogor dan
Sukabumi. Daerah-daerah tersebut merupakan barometer perkembangan usahatani
sapi perah di daerah Jawa Barat (Siregar dan Praharini, 1993).
Di satu sisi, potensi usaha sapi perah telah didukung kontrol dari
pengusaha yang mengajukan kredit dan rekomendasi dari koperasi dimana
pengusaha tersebut bergabung. Komoditi susu dianggap potensial untuk
dikembangkan mengingat usaha sapi perah tersebut memiliki komitmen dengan
koperasi yang menaunginya. Komitmen tersebut mengindikasikan adanya
41
peraturan untuk senantiasa menjaga kualitas dan kuantitas komoditi yang
dihasilkan yaitu komoditi susu.
Tabel 1.2. menunjukkan bahwa dari total perusahaan sapi perah, sebagian
besar berlokasi di Jawa Timur (37,50 persen) kemudian diikuti dengan Jawa Barat
(31,11 persen). Dilihat dari penyerapan tenaga kerja, perusahaan sapi perah di
Jawa Barat menyerap tenaga kerja paling banyak di Indonesia (41,25 persen) dan
rasio tenaga kerjanya sedikit lebih besar dibandingkan dengan Jawa Timur (33,87
persen).
Tabel 1.2. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah pada Propinsi di Indonesia Tahun 2005
Provinsi Jumlah
Perusahaan Jumlah Pekerja (orang)
Jumlah Sapi Perah (ekor)
Nilai Produksi (Juta Rp)
Sumut 3 30 99 249,58 DKI 64 344 2.697 11.351,52 Jabar 112 21.169 4.525 21.286,94 Jateng 42 12.364 1.469 7.756,61 Jatim 135 17.380 6.024 33.754,64
Propinsi Lain 4 23 169 364,42 Total 360 51.313 14.983 74.763,71
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007 (diolah)
Populasi sapi perah betina di Indonesia pada akhir tahun 2005 adalah
14.983 ekor (BPS, 2005). Berdasarkan golongan produktivitas, terdiri dari 23,72
persen belum berproduksi, sebesar 67,27 persen sedang berproduksi/laktasi, 7,91
persen sedang dalam keadaan kering dan 1,10 persen sudah tidak berproduksi
lagi. Produksi susu segar selama tahun 2005 sebanyak 33.041,83 ribu liter dengan
total nilai sebesar 73.827,14 juta rupiah. Jika dibandingkan tahun 2004, produksi
susu tahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 9,62 persen.
Kabupaten Bogor sebagai barometer perkembangan sapi perah memiliki
populasi sapi perah yang tercatat sebesar 5.435 ekor pada tahun 2005 dan
42
mengalami penurunan jumlah hingga mencapai 5.123 ekor pada tahun 2006
(BPS, 2007). Dominasi jumlah sapi perah terdapat pada wilayah Kecamatan
Cisarua (1.090 ekor), Kecamatan Pamijahan (857 ekor), disusul kemudian oleh
Kecamatan Cibungbulang (853 ekor) pada tahun 2006. Dari laporan BPS yang
sama, data produksi susu Kabupaten Bogor mencapai 9.038.816 liter pada akhir
tahun 2006.
1.2. Perumusan Masalah
Potensi UMKM sapi perah untuk dikembangkan mengalami kendala
akibat perbankan yang kurang tertarik untuk menyalurkan kredit (pembiayaan).
Hal itu dapat dilihat dari proporsi UMKM yang terjangkau kredit baru mencapai
21 persen atau 10 juta dari sekitar 48 juta UMKM di Indonesia. Faktor penyebab
kurang tertariknya perbankan untuk menyalurkan kreditnya adalah tidak
tersedianya informasi yang cukup jelas tentang UMKM bagi perbankan selaku
kreditur. Untuk itu, diperlukan studi kelayakan berbagai aspek dari usaha tersebut
(debitur). Dari pernyataan tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1. Berapakah jumlah kredit, baik itu kredit modal kerja ataupun kredit investasi,
yang dibutuhkan untuk memulai usaha sapi perah tersebut selaku debitur?
2. Bagaimana kelayakan usaha ternak sapi perah tersebut?
3. Pola pembiayaan apa yang seharusnya diterapkan menurut karakteristik usaha
sapi perah?
43
1.3. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah kredit, baik itu kredit modal kerja ataupun kredit
investasi, yang dibutuhkan untuk memulai usaha sapi perah selaku debitur.
2. Menganalisis kelayakan usaha sapi perah selaku debitur melalui beberapa
aspek, yaitu aspek hukum, aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek teknis
produksi, serta aspek sosial, ekonomi, dan dampak lingkungan.
3. Menganalisis pola pembiayaan yang sesuai menurut karakteristik usaha sapi
perah tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan proposal bagi UMKM sapi perah
dalam mengajukan kredit terhadap perbankan sehingga posisi tawar yang dimiliki
UMKM tersebut lebih besar. Manfaat penelitian ini dapat dirasakan oleh koperasi
yang menaungi usaha sapi perah sebagai anggotanya sehingga kontrol dapat terus
dilakukan.
Penelitian ini juga bermanfaat sebagai rujukan bagi perbankan dalam
rangka pembiayaan UMKM sehingga perbankan merasa tertarik dan tidak
khawatir lagi untuk menyalurkan bantuan kreditnya kepada usaha kecil seperti
usaha sapi perah.
Bagi pemerintah daerah tempat penelitian dilakukan, penelitian ini
memberikan gambaran akan usaha sapi perah yang diharapkan dapat memotivasi
pemerintah daerah tersebut untuk memperhatikan dan mendukung usaha tersebut
44
untuk berkembang. Sedangkan bagi pemerintah pusat dan Bank Sentral, penelitian
ini bermanfaat sebagai laporan perkembangan sektor UMKM yang menopang
perekonomian negara. Penelitian ini mengimplikasikan tujuan pemerintah dan
Bank Sentral untuk memberi perhatian pada UMKM seperti yang dibahas pada
latar belakang.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses belajar yang akan memberi
banyak tambahan ilmu dan pengetahuan bagi penulis. Juga dapat dijadikan
sebagai suatu bentuk pemahaman dan pengaplikasian dari materi-materi yang
telah didapat dari perkuliahan atas peristiwa ekonomi yang terjadi.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengusaha sapi perah di Kabupaten
Bogor karena daerah tersebut adalah daerah perkembangan sapi perah dan
produsen susu yang cukup potensial untuk dikembangkan.
45
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Pengenalan Kredit dan Pembiayaan
Kredit dapat diartikan sebagai kepercayaan, begitu pula dalam bahsa latin
kredit yaitu credere yang artinya percaya. Maksud si pemberi kredit adalah ia
percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan
dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan
penerimaan kepercayaan, berarti menerima amanah sehingga mempunyai
kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.
Menurut Bank Indonesia (2001), kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam (debitur) untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu
dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.
Pembiayaan merupakan proses kegiatan perbankan dalam menyalurkan
dana atau disebut juga sebagai alokasi dana kepada masyarakat khususnya kepada
pengusaha, dalam bentuk pinjaman yang lebih dikenal sebagai kredit. Pembiayaan
atau alokasi dana tersebut adalah menjual kembali dana yang terkumpul dalam
bentuk simpanan. Penyaluran dana ini tidak lain agar perbankan harus dapat
memilih dari berbagai alternatif yang ada.
Kegiatan dan usaha bank yang berupa pembiayaan pada hakekatnya
merupakan kebijakan masing-masing bank. Dalam praktek perbankan di
Indonesia, pembiayaan hanya diatur secara umum dalam berbagai peraturan
46
perundang-undangan, terutama oleh ketentuan UU Perbankan Indonesia
1992/1998 dan beberapa ketentuan dan perundanga-undangan yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia. Walaupun demikian, dalam pelaksanaan pembiayaan akan
banyak terkait dengan berbagai ketentuan lainnya yang terdapat dalam hukum
positif Indonesia.
Pembuatan perjanjian kredit dalam rangka melakukan pengikutan kredit
tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan hukum perikatan yang tercantum dalam
KUH Perdata. Pengikatan jaminan kredit, misalnya yang berupa tanah yang akan
terkait kepada ketentuan UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda- benda yang Berkaitan dengan Tanah. Demikian pula
mengenai pemohon kredit, misalnya badan usaha yang berbentuk hukum
Perseroan Terbatas akan terkait kepada ketentuan-ketentuan UU No.1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas.
Kredit yang diberikan oleh Bank Umum termasuk BPR untuk masyarakat
terdiri dari berbagai jenis. Secara umum, jenis-jenis kredit dapat dilihat dari
berbagai segi antara lain:
1. Dilihat dari Tujuan Penggunaan
a. Kredit Investasi
Kredit investasi digunakan untuk keperluan pembangunan proyek / pabrik
baru atau rehabilitasi atau perluasan usaha dalam bentuk pembelian
peralatan/mesin-mesin dan lain-lain yang bersifat investasi.
b. Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja adalah kredit yang dipergunakan untuk pembelian
bahan baku pembantu, membayar upah tambahan pegawai tambahan
47
dengan tujuan meningkatkan produksi atau menghasilkan barang lebih
banyak sehingga meraih keuntungan lebih baik.
c. Kredit Konsumsi
Kredit konsumsi adalah kredit yang dipergunakan untuk tujuan konsumtif
secara pribadi seperti halnya perumahan, kendaraan atau keperluan lainnya
secara pribadi.
2. Dilihat dari Jangka Waktu
a. Kredit Jangka Pendek
Kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1
tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.
b. Kredit Jangka Menengah
Kredit yang berkisar antara 1 tahun sampai 3 tahun biasanya untuk
investasi.
c. Kredit Jangka Panjang
Kredit yang masa pengembaliannya berjangka waktu panjang biasanya
lebih dari 3 tahun.
2.1.2. Pengenalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Adapun pengertian dan ciri-ciri dari usaha mikro, kecil dan menengah
adalah sebagai berikut:
1. Pengertian dan Ciri-ciri Usaha Mikro
Usaha mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri Keuangan
No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha produktif milik
keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil
48
penjualan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) per tahun.
Usaha Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Ciri-ciri usaha mikro:
(1). Jenis barang/komoditi usahanya selalu tetap dan sewaktu-waktu dapat
berganti.
(2). Tempat usahanya tidak selalu menetap dan sewaktu-waktu dapat pindah
tempat.
(3). Belum melakukan manajemen/catatan keuangan yang sederhana
sekalipun, belum atau masih sangat sedikit yang dapat membuat neraca
usahanya.
(4). Sumber daya manusianya (pengusahanya) berpendidikan rata-rata
sangat rendah, umumnya sampai tingkat SD dan belum memiliki jiwa
wirausaha yang memadai.
(5). Pada umumnya tidak/belum mengenal perbankan tapi lebih mengenal
rentenir atau tengkulak.
(6). Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya
ternasuk NPWP.
2. Pengertian dan Ciri-ciri Usaha Kecil
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud UU No.9 Tahun 1995 adalah usaha
produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling
banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) per tahun serta dapat menerima kredit
49
dari bank maksimal di atas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Ciri-ciri Usaha Kecil:
(1). Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap atau tidak
gampang berubah.
(2). Lokasi/tempat usaha umunya sudah menetap tidak berpindah-pindah.
(3). Pada umumnya sudah melakukan pembukuan/manajemen keuangan
walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan
dengan keuangan keluarga dan sudah membuat neraca usaha.
(4). Harus memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk
NPWP.
(5). Sumberdaya manusia (pengusaha) sudah mulai/lebih maju rata-rata
berpendidikan SMU namun masih perlu ditingkatkan pengetahuan
usahanya dan sudah ada pengalaman usaha namun jiwa wirausahanya
masih harus ditingkatkan lagi.
(6). Sebagian sudah mulai mengenal dan berhubungan dengan perbankan
dalam hal keperluan modal, namun sebagin besar belum dapat membuat
business planning, studi kelayakan dan proposal kredit kepada bank
sehingga masih sangat memerlukan jasa konsultan/pendampingan.
3. Pengertian dan Ciri-ciri Usaha Menengah
Usaha menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 Tahun 1998 adalah
usaha bersifat produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih lebih
besar dari Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling
banyak sebesar 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah
50
dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 5.000.000.000,-
(lima milyar rupiah).
Ciri-ciri Usaha Menengah:
(1). Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih
baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang
lebih jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran, bagian
produksi dll.
(2). Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem
akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan
penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan.
(3). Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan,
telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll.
(4). Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga,
izin usaha, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll.
(5). Telah sering bermitra dan memanfaatkan pendanaan yang ada di bank.
(6). Sumber daya manusianya sudah lebih meningkat, banyak yang sudah
meraih kesarjanaannya sebagai manajer dan telah banyak yang memiliki
jiwa wirausaha yang cukup handal, dll.
2.2. Penelitian Terdahulu
Gitinger (1986) dalam Bahsan (2003), mengatakan bahwa langkah
pertama yang digunakan dalam persiapan dan analisis usaha adalah melakukan
suatu studi kelayakan yang akan memberikan informasi yang cukup untuk
51
menentukan dimulainya perencanaan lebih lanjut. Pada mulanya, suatu studi
kelayakan diharapkan paling tidak usaha itu layak ditinjau dari tiga aspek, yaitu
secara aspek teknis usaha tersebut dapat dilakanakan dengan baik, secara aspek
sosial dapat diterima masyarakat dan secara aspek lingkungan bahwa usaha
tersebut tidak akan berdampak negatif serta penting bagi kelestarian lingkungan.
Pengertian studi kelayakan adalah suatu kegiatan studi analisis yang
cermat, sistematis dan menyeluruh mengenai semua faktor atau aspek yang dapat
mempengaruhi kemungkinan berhasilnya (kelayakan) pelaksanaan gagasan suatu
usaha.
Aspek-aspek yang penting dan menentukan terhadap kelayakan suatu
rencana usaha, adalah sebagai berikut:
1. Aspek Pasar dan Pemasaran
2. Aspek Teknis dan Produksi
3. Aspek Legalitas/Hukum Perusahaan
4. Aspek Manajemen dan Organisasi
5. Aspek Keuangan
6. Aspek Sosial Ekonomi
7. Aspek Lingkungan dan Budaya
Pola pembiayaan melalui studi kelayakan yang dilakukan Bank Indonesia
(2004) mengenai Pengolahan Minyak Kelapa bertujuan menganalisis pola
pembiayaan usaha kecil pengolahan minyak kelapa tersebut. Penelitian ini
mengambil studi kasus pengolahan minyak kelapa di propinsi Gorontalo dimana
diasumsikan umur proyek selama 5 tahun dan sisanya umur barang investasi
dihitung sebagai pendapatan pada akhir periode (tahun kelima).
52
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah kesimpulan bahwa usaha ini
layak secara finansial untuk dijalankan di Indonesia. Karena kelayakan tersebut,
bank dapat membiayai pengolahan minyak kelapa ini dengan kredit komersil.
Berdasarkan analisis sensitivitas dimana asumsi penurunan pendapatan mencapai
5 persen, usaha pengolahan minyak kelapa masih layak. Namun berdasarkan
analisis sensitivitas dimana asumsi yang dipakai adalah penurunan pendapatan
sebesar 6 persen, usaha tersebut dikategorikan tidak layak karena payback period
usaha lebih dari 5 tahun.
Berdasarkan analisis sensitivitas dimana asumsi yang dipakai adalah
kenaikan biaya operasional sebesar 7 persen, usaha pengolahan minyak kelapa
masih layak untuk dijalankan. Namun, ketika biaya operasional mencapai 8
persen menyebabkan usaha pengolahan minyak kelapa menjadi tidak layak karena
payback period usaha dan payback period kredit melebihi umur proyek.
Penelitian studi kelayakan Bank Indonesia selanjutnya berjudul Usaha
Pembibitan Tanaman Buah-buahan (2005), juga menganalisis pola pembiayaan
usaha kecil. Usaha pembibitan tanaman buah-buahan di Kabupaten Buleleng
berada di wilayah Kecamatan Sawan dan Kabutambahan yang dijadikan obyek
penelitian telah mendapatkan kredit sejak tahun 1985 yaitu dari Bank Perniagaan
Umum Singaraja dengan plafond kredit Rp. 500.000,- dan tahun 1986 dari BPD
Bali dengan plafond kredit sebesar Rp. 3.000.000,- dan tingkat suku bunga kredit
sebesar 1 persen per bulan. Selanjutnya pembiayaan dilakukan oleh BNI. Jenis
kredit yang disalurkan kepada tiga debitur perorangan di dua kecamatan adalah
Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar masing-masing Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah), Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dan Rp. 20.000.000,- (dua
53
puluh juta rupiah) dengan bunga pinjaman yang menurun sebesar 15,75 persen
dan jangka waktu pinjaman 1 tahun dengan review setiap tahun serta tidak
diberlakukan grace period untuk usaha ini.
Kemudian asumsi-asumsi yang digunakan untuk analisis aspek keuangan
adalah:
1. Periode proyek selama 3 tahun sesuai dengan umur ekonomis peralatan.
2. Biaya dalam analisis keuangan berdasarkan harga bahan baku, sarana
produksi dan upah tenaga kerja pada tahun 2004/2005 (musim tanam tahun
2004).
3. Harga jual bibit berdasarkan harga jual tahun 2005 dan diasumsikan harga
sama pada tahun berikutnya.
4. Jangka waktu pengembalian kredit adalah 12 bulan dengan asumsi bahwa
bank melakukan review maka pengembalian kredit dapat diperpanjang hingga
3 tahun.
5. Asumsi total kehilangan hasil sebesar 30 persen.
6. Produksi bibit buah ditentukan oleh jumlah order/pesanan dan ketersediaan
pohon induk penghasil mata tempel.
7. Biaya investasi showroom terdiri dari sewa lahan showroom, bahan-bahan
showroom (bambu dan daun kelapa) dan pembuatan showroom.
8. Tenaga kerja tetap.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah jumlah kredit modal
kerja yang dibutuhkan sebesar Rp. 44.639.700,- sedangkan investasi bersumber
dari dana sendiri.
54
Terdapat beberapa penelitian ekonomi tentang kelayakan usaha sapi perah.
Pada penelitian Sinaga (2003) tentang pendugaan fungsi biaya ternak sapi perah
di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Cibungbulang, dihasilkan kesimpulan
bahwa dengan rataan pemilikan ternak sapi perah sebanyak 11,26 ST (Satuan
Ternak) dapat dikatakan layak dengan rataan nilai RCR (Return to Cost Ratio)
sebesar 1,15. Meskipun demikian, tingkat produksi susu sapi perah yang
dihasilkan KUNAK masih jauh dari tingkat optimal. Sedangkan pada penelitian
Mandaka (2004) pada peternakan sapi perah rakyat di Kebon Pedes, Bogor, dapat
disimpulkan bahwa jumlah input produktif yang dimiliki peternak adalah variabel
yang paling nyata pengaruhnya terhadap keuntungan. Efisiensi yang dimiliki
peternak rakyat di Kebon Pedes Bogor masih belum ekonomis namun ada
kecenderungan skala usaha menengah dan besar relatif lebih menguntungkan
daripada skala usaha kecil.
Penelitian ekonomi lain tentang usaha sapi perah di wilayah Bogor adalah
penelitian yang dilakukan oleh Rauf (2005). Penelitian tersebut menganalisis
finansial dan risiko usaha ternak sapi perah salah satu perusahaan peternakan sapi
perah di wilayah Kecamatan Bogor Selatan. Kesimpulan dari penelitian tersebut
menyatakan bahwa perusahaan sapi perah tersebut layak karena NPV yang
bernilai lebih dari 0 yaitu Rp. 751.892.074,00 per tahun, BCR lebih dari 1 yaitu
1,16 dan IRR sebesar 25,94 persen dan berada di atas nilai suku bunga yang
dipakai yaitu 18 persen.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu tentang studi
kelayakan sapi perah adalah karakteristik usaha yang memiliki 10 ekor sapi induk
produktif dimulai dari awal proyek hingga proyek berakhir dengan hanya
55
mempertahankan input produktif dengan kata lain, anak sapi sebagai replacement
stock dijual setelah masa menyapih 3 bulan.
2.3. Kerangka Pemikiran
Usaha ternak sapi perah yang merupakan contoh UMKM di Indonesia
secara umum dapat digolongkan ke dalam dua tipe usaha, yaitu usaha ternak
maju/usaha ternak rakyat dan perusahaan/tipe usaha komersiil (Dasuki dan
Atmaja, 1975). Usaha sapi perah yang menjadi objek penelitian adalah usaha
peternakan rakyat. Usaha peternakan rakyat mencirikan sebagian tipe usaha
peternakan di daerah pedesaan. Beberapa ciri umum tipe usaha ini adalah :
rendahnya tingkat keterampilan peternak, kecilnya modal usaha, belum
digunakannya bibit unggul, kecilnya jumlah ternak yang produktif dan cara
penggunaan ransum yang belum sempurna (Birowo, 1973).
Rendahnya pendapatan petani disebabkan penggunaan faktor produksi
usaha peternakan yang tidak efisien (Fakultas Peternakan IPB, 1972). Produksi
susu sapi perah, secara tekno-biologis dipengaruhi oleh berbagai faktor produksi.
Kenyataan menunjukkan bahwa faktor produksi yang besar pengaruhnya adalah :
(1) makanan hijauan, (2) makanan penguat, (3) jam kerja produktif dan (4) jumlah
sapi laktasi (Lumintang, 1978).
Secara umum, peternak memikul dua tugas dalam waktu bersamaan, yaitu
sebagai pemelihara ternak dan sekaligus sebagai pengusaha (Slamet dan Asngari,
1969). Keuntungan utama yang diharapkan oleh pengusaha atau peternak sapi
perah adalah berupa produksi susu sapi-sapinya (Mulyana, 1982). Widodo (1991)
menyatakan, bahwa apabila peternak sapi perah rakyat hanya memiliki lahan
56
usahatani kurang dari 0,5 ha, maka pendapatan dari usahataninya belum
mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya; sedangkan sebagian besar peternak
memiliki lahan kurang dari 0,5 ha, dengan pemilikan ternak sebanyak 1-4 unit
ternak (Musofie dan Wahyono, 1992).
Usaha ternak sapi perah diperlakukan sebagai proyek yang dimulai dari
awal. Dengan berbagai asumsi yang digunakan, usaha sapi perah tersebut dimulai
dengan kepemilikan sapi induk ideal sebanyak 10 ekor. Modal kerja dan investasi
dihitung dari awal proyek dan pembiayaannya berdasarkan aturan dari bank atau
perusahaan yang melakukan pembiayaan. Dengan karakteristik yang dimiliki oleh
usaha sapi perah dengan kepemilikan 10 ekor induk, proyek tersebut digolongkan
sebagai usaha kecil yang dapat mengajukan kredit atau pembiayaan selayaknya
usaha kecil komersil lainnya. Sehingga besar kredit atau pembiayaan yang dapat
diajukan adalah kredit usaha kecil komersil. Pembiayaan dapat melalui dua jalur,
yaitu pembiayaan langsung dari bank atau perusahaan pembiayaan kepada
peternak dan pembiayaan tidak langsung dari bank atau perusahaan pembiayaan
melalui koperasi yang menaungi usaha ternak sapi perah tersebut untuk kemudian
disalurkan ke peternak.
Namun, pemberian kredit tersebut harus melalui studi kelayakan terhadap
usaha sapi perah terlebih dahulu. Berbagai aspek dikaji pada studi kelayakan ini
yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan produksi, aspek manajemen
dan organisasi, aspek keuangan, aspek sosial ekonomi dan aspek lingkungan serta
budaya. Hasil studi kelayakan memberikan informasi apakah usaha tersebut layak
atau tidak mendapatkan kredit. Baik perusahaan maupun perbankan seringkali
membutuhkan rekomendasi dari Koperasi Susu yang menaungi usaha sapi perah
57
tersebut. Studi kelayakan dijadikan acuan oleh perusahaan, bank, maupun
koperasi untuk menentukan apakah usaha tersebut layak mendapat kredit.
Perusahaan atau Bank
Studi Kelayakan : 1. Aspek Pasar dan
Pemasaran 2. Aspek Teknis dan
Produksi 3. Aspek Legalitas/Hukum
Perusahaan 4. Aspek Manajemen dan
Organisasi 5. Aspek Keuangan 6. Aspek Sosial Ekonomi 7. Aspek Lingkungan dan
Budaya
Koperasi
Pembiayaan
Analisis Switching Value
UMKM : Usaha Sapi Perah
Pengembalian kredit
Keterangan :
Kerjasama Aliran dana
Krisis Ekonomi 1997-1998
Alternatif Usaha yang Potensial
Gambar 2.1. Alur Pemikiran Penelitian
58
Dalam studi kelayakan tersebut, dilakukan analisis keuangan melalui
proyeksi laba rugi dan aliran kas untuk mengetahui apakah kredit tersebut layak
dan memberikan dampak positif sesuai tujuannya. Analisis tersebut juga
memberikan informasi tentang kemampuan usaha sapi perah untuk membayar
kreditnya kembali. Analisis lain dilakukan untuk melihat bagaimana respon usaha
tersebut apabila ada perubahan aspek keuangan pada prosesnya. Analisis tersebut
dinamakan analisis switching value. Analisis switching value merupakan analisis
yang memprediksi sejauh mana perubahan aspek keuangan yang dapat ditolerir
oleh usaha tersebut. Asumsi yang dibutuhkan untuk analisis switching value
adalah perubahan pendapatan dan atau perubahan biaya operasional. Dari analisis
tersebut, dapat dilihat apakah pembiayaan masih dapat dikategorikan layak
apabila ada perubahan pada salah satu asumsi tersebut atau bahkan keduanya
(perubahan pendapatan dan perubahan biaya operasional).
59
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil data di daerah pengembangan sapi perah
(produsen susu) di Kabupaten Bogor. Daerah penelitian yang dipilih adalah
sentra-sentra peternakan sapi perah yang diunggulkan di Kabupaten Bogor yaitu
Kecamatan Cisarua, Megamendung, Cijeruk, Cibungbulang dan Pamijahan.
Pengambilan data juga dilakukan pada Koperasi Susu yang menaungi usaha sapi
perah di daerah penelitian serta Bank ataupun Perusahaan penampung komoditi
susu. Proses pelaksanaan penelitian yang dimulai dari penelusuran sumber-
sumber yang relevan, pengumpulan data, pengolahan data hingga penulisan
skripsi berlangsung sejak Januari 2008 sampai dengan Agustus 2008.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder. Sumber data
primer dari penelitian ini adalah pengusaha sapi perah di daerah penelitian.
Sampel peternak dipilih secara acak dengan proporsi yang sama sebanyak dua
responden dari masing-masing sentra produksi. Metode pengumpulan data primer
yang dilakukan adalah survei langsung ke lapangan menggunakan kuesioner,
wawancara dan observasi langsung oleh penulis.
Sedangkan data sekunder berupa data pengusaha sapi perah diperoleh dari
Koperasi Susu yang terkait dengan daerah penelitian serta Bank atau lembaga lain
seperti BPS, dinas peternakan, serta perusahaan penampung komoditi susu yang
telah bekerjasama dengan pengusaha sapi perah sebelumnya.
60
3.3. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif dan kuantitatif. Dalam pemberian kredit, selain syarat-syarat seperti 5C
yang harus dipenuhi oleh debitur, berbagai aspek penilaian suatu kredit layak atau
tidak untuk diberikan dapat dilakukan dengan menilai seluruh aspek yang ada
(kelayakan usaha). Aspek-aspek yang dinilai itu antara lain :
1. Aspek Pasar dan Pemasaran
Dalam aspek ini yang kita nilai adalah permintaan terhadap produk yang
dihasilkan sekarang dan bagaimana prospeknya di masa yang akan datang.
Yang perlu diteliti dalam aspek ini adalah :
a. Pemasaran produknya
b. Rencana penjualan dan produksi
c. Prospek produk secara keseluruhan.
2. Aspek Teknis dan Produksi
Aspek ini membahas masalah yang berkaitan dengan teknis atau cara produksi
dan produksi dari usaha sapi perah tersebut seperti jumlah sapi perah, cara
pemeliharaan, masalah lokasi, keadaan kandang, dan jumlah makanan yang
diberikan. Yang diteliti pada aspek ini adalah :
a. Lokasi Usaha
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan
c. Bahan Pakan
d. Proses Produksi
e. Jumlah dan Mutu Produksi
f. Produksi Optimum
61
g. Kendala Produksi
3. Aspek Legalitas/Hukum
Yang dinilai dalam aspek ini adalah masalah legalitas badan usaha serta izin-
izin yang dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit.
4. Aspek Manajemen dan Organisasi
Aspek ini menilai struktur organisasi, sumber daya manusia yang dimiliki,
serta latar belakang pengalaman sumberdaya manusianya.
5. Aspek Keuangan
Aspek yang dinilai adalah sumber-sumber dana yang dimiliki untuk
membiayai usahanya dan bagaimana penggunaan dana tersebut.
Rumus dan cara perhitungan pada analisis aspek keuangan :
a. Menghitung Jumlah Angsuran
Angsuran kredit terdiri dari angsuran pokok ditambah dengan pembayaran
bunga pada periode angsuran. Jumlah angsuran pokok tetap setiap
bulannya. Sedangkan jumlah angsuran bunga tergantung sistem menurun
atau flat.
Cicilan pokok = Pinjaman dibagi Periode (3.1)
Bunga x% menurun = i% x Sisa Pinjaman (3.2)
Bunga x% flat = i% x Cicilan Pokok (3.3)
b. Penyusutan = Nilai Investasi dibagi Umur Ekonomis (3.4)
c. Menghitung Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) adalah nilai bersih sekarang dengan faktor
diskonto tertentu yang diharapkan dari arus kas proyek. NPV dapat
bernilai positif maupun negatif. Kelayakan sebuah proyek dilakukan
62
dengan menghitung NPV dengan menggunakan data sekunder maupun
primer yang ditemukan di lapangan.
NPV dirumuskan sebagai berikut :
NPV = ∑ +−t
tt
tiCB
1 )1( (3.5)
BBt = nilai keuntungan proyek tahun ke t
Ct = nilai biaya proyek tahun ke t
(1+i)t = faktor diskonto
t = umur proyek
i = tingkat suku bunga
Dari NPV dapat diperkirakan aliran kas proyek atau kemampuan
keuangan proyek dari waktu ke waktu. Apabila NPV positif maka proyek
dapat dilaksanakan karena manfaat masih lebih besar daripada biaya yang
ditanggung proyek. Sebaliknya apabila NPV negatif maka sebaiknya
proyek tidak dilaksanakan.
d. Menghitung Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah tingkat profitabilitas modal yang ditanam, baik modal sendiri
maupun modal pinjaman atau bunga maksimum seluruh modal yang masih
dapat dibayar oleh hasil proyek. IRR merupakan nilai discount rate i yang
menyebabkan nilai NPV sama dengan nol. IRR juga dapat dianggap
sebagai tingkat keuntungan dari investasi bersih suatu proyek. IRR juga
dapat dihitung dengan cara :
IRR = i1 + (i2-i1) x )( 12
1
NPVNPVNPV−
(3.6)
63
IRR = nilai internal rate of return dalam presentase
NPV1 = Net Present Value pertama pada DF terkecil
NPV2 = Net Present Value pertama pada DF terbesar
i1 = Tingkat suku bunga pertama
i2 = Tingkat suku bunga kedua
Jika nilai IRR sama atau lebih besar dari nilai tingkat suku bunga maka
suatu proyek dinyatakan layak. Sebaliknya, jika nilai IRR lebih kecil atau
kurang dari tingkat suku bunga maka proyek tersebut tidak layak untuk
dikerjakan.
e. Menghitung Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
BCR adalah perbandingan nilai sekarang dengan faktor diskonto tertentu
antara arus pendapatan dengan arus pembiayaan proyek. Rasio manfaat-
biaya ini memberikan sinyal sampai seberapa besar setiap satu rupiah yang
diinvestasikan mampu memberikan manfaat. Rasio manfaat-biaya dihitung
sebagai berikut :
B/C Ratio = ∑
∑
+
+t
tt
t
t
iC
iB
1
1
1
)1(
)1( (3.7)
Jika nilai B/C Ratio lebih besar dari 1 maka proyek layak dilaksanakan.
Sebaliknya, jika nilai B/C Ratio kurang dari 1 maka proyek tidak layak
untuk dilaksanakan.
f. Menghitung Net B/C Ratio
Net Benefit Cost Ratio atau perbandingan manfaat dan biaya bersih suatu
proyek adalah perbandingan sedemikian rupa sehingga pembilangnya
64
terdiri atas present value total dari benefit bersih dalam tahun dimana
benefit bersih itu bersifat positif. Sedangkan penyebut terdiri atas present
value total dari benefit bersih dalam tahun dimana benefit itu bersifat
negatif. Cara menghitung Net B/C Ratio dapat menggunakan rumus :
Net B/C Ratio = ∑
∑
−−
+−
t
CB
t
CB
NPV
NPV
1)(
1)(
(3.8)
Keterangan :
Net B/C Ratio = Nilai Bersih benefit-cost ratio
NPVB-C(+) = Net Present Value Positif
NPVB-C(-) = Net Present Value Negatif
Hasil perhitungan Net B/C dapat diterjemahkan sebagai berikut :
a. Apabila nilai Net B/C > 1, maka proyek dilaksanakan
b. Apabila nilai Net B/C < 1, maka proyek tidak layak dilaksanakan.
g. Menghitung Titik Impas (Break Event Point)
BEP adalah suatu kondisi pada saat tingkat produksi atau besarnya
pendapatan sama dengan besarnya pengeluaran proyek sehingga pada saat
itu proyek tidak mengalami keuntungan ataupun kerugian. Perhitungan
BEP dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. BEP (Rp) = )1(
PenjualanTVC
TFC
− (3.9)
b. BEP (Satuan) = Titik Impas (Rp) (3.10) Produksi per Tahun
c. BEP (Rp/Satuan) = TFC+TVC (3.11) Produksi per Tahun
65
Keterangan :
TFC = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)
TVC = Total Variabel Cost (Biaya Tak Tetap Total)
h. Menghitung Pay Back Period (PBP) atau Lama Pengembalian Modal
Analisis PBP digunakan untuk mengestimasi waktu yang dibutuhkan oleh
suatu proyek untuk mengembalikan investasi dan modal yang ditanam.
Jika nilai PBP lebih kecil dari jangka waktu proyek yang ditetapkan maka
proyek tersebut dapat dinyatakan layak. Sebaliknya, jika nilai PBP lebih
besar dibandingkan jangka waktu proyek maka proyek tersebut dinyatakan
tidak layak.
PBP = Jumlah Investasi (3.12)
(Kumulatif Cashflow tahun t / tahun ke-t)
6. Aspek Sosial Ekonomi
Menganalisis dampaknya terhadap perekonomian dan masyarakat umum,
seperti :
a. Mengurangi pengangguran
b. Meningkatkan pendapatan masyarakat
c. Tersedianya sarana dan prasarana.
d. Membuka isolasi daerah tertentu.
7. Aspek Lingkungan dan Budaya
Menyangkut analisis terhadap lingkungan baik darat, air atau udara serta nilai
budaya yang ada jika proyek atau usaha tersebut dijalankan.
Setelah seluruh aspek kelayakan usaha dianalisis, dilakukan analisis
switching value terhadap usaha tersebut. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah
66
terjadinya perubahan komponen pendapatan dan komponen biaya operasional.
Analisis switching value berguna untuk menganalisis seberapa jauh pengaruh
perubahan-perubahan tersebut pada sisi pendapatan dan atau pengeluaran dalam
penilaian layak atau tidaknya suatu proyek.
67
IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
4.1. Karakteristik Geografis dan Pemerintahan Kabupaten Bogor
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor yang merupakan
salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan ibukota Republik Indonesia
yaitu DKI Jakarta. Secara geografis, Kabupaten Bogor yang memiliki luas sekitar
2.301,95 km2 terletak antara 6,190-6,470 lintang selatan dan 10601’-1070103’ bujur
timur. Wilayah ini berbatasan dengan:
1. Sebelah Utara : Kota Depok
2. Sebelah Barat : Kabupaten Lebak
3. Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tangerang
4. Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta
5. Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi
6. Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi
7. Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur.
Berdasarkan data dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan
Sosial, pada tahun 2006 Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 427
desa/kelurahan, 3.516 RW dan 13.603 RT. Dari jumlah desa tersebut mayoritas
mempunyai ketinggian sekitar kurang dari 500 m terhadap permukaan laut, yakni
234 desa, sedangkan di antara 500-700 meter ada 114 desa dan sisanya 49 desa
sekitar lebih dari 500 meter dari permukaan laut. Hampir sebagian besar desa pada
Kabupaten Bogor sudah terklarifikasi sebagai Swakarya yaitu 350 desa, dan
sebanyak 77 desa lainnya sebagai desa Swasembada, namun tidak terdapat desa
Swadaya. Sedangkan berdasarkan klasifikasi daerah, yang dilihat dari aspek
68
potensi lapangan usaha, kepadatan penduduk dan sosial terdapat kategori desa
perkotaan sebanyak 96 desa dan desa pedesaan sebanyak 331 desa.
4.2. Penduduk dan Ketenagakerjaan
Salah satu aset pembangunan yang paling dominan dimiliki oleh negara
berkembang pada umumnya adalah jumlah penduduk dan angkatan kerja yang
demikian besar jumlahnya. Pada Sensus Daerah Tahun 2006 tercatat bahwa
penduduk Kabupaten Bogor yaitu 4.215.436 jiwa dan jumlah ini merupakan yang
terbesar diantara kabupaten/kota di Jawa Barat. Proporsi penduduk laki-laki yang
berjumlah 2.163.853 jiwa dibanding perempuan yang berjumlah 2.051.583 jiwa
menghasilkan rasio jenis kelamin 105.
Berdasarkan struktur penduduk, Kabupaten Bogor mempunyai struktur
penduduk umur muda. Hal ini akan berimplikasi semakin besarnya jumlah
angkatan kerja. Partisipasi Angkatan Kerja merupakan perbandingan antara
Jumlah Angkatan Kerja dengan Penduduk berumur 10 tahun lebih. Tahun 2005,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bogor untuk laki-laki
74,60 persen, perempuan 33,96 persen, dan secara total 54,85 persen. Adapun
jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 1.012.906 orang untuk laki-laki, 376.724
orang untuk perempuan dan 1.389.879 orang untuk total penduduk yang bekerja di
Kabupaten Bogor. Sedangkan jumlah pengangguran sebanyak 176.879 laki-laki
dan 135.242 perempuan dari 312.121 untuk total pengangguran di Kabupaten
Bogor
69
4.3. Koperasi dan Keuangan
Pada tahun 2006, Koperasi Unit Desa (KUD) dan non KUD di Kabupaten
Bogor mencapai 1495 unit dengan jumlah anggota sebanyak 181.052 dan
memperoleh Sisa Hasil Usaha sebesar Rp. 20.041.815.000,00. Kegiatan koperasi
merupakan kegiatan ekonomi yang dapat membantu aktifitas ekonomi rakyat pada
tingkat pedesaan. Pendapatan Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2006 sebesar
Rp. 1.352.739.563.918,00 dan Belanja sebesar Rp. 1.317.209.232.168,00 sehingga
didapat surplus sebesar Rp. 35.5430.331.750,00 (BPS, 2007).
4.4. Sektor Pertanian Kabupaten Bogor
Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian
Indonesia, seperti yang tercermin di Kabupaten Bogor. Luas lahan yang digunakan
untuk sawah tahun 2006 seluas 48.425 ha sedangkan lahan kering seluas 251.565
ha. Pada Kabupaten Bogor, lahan kering yang tersedia masih belum dimanfaatkan
secara optimal (lahan tidur).
Sektor pertanian di Kabupaten Bogor mencakup tanaman pangan,
perikanan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan. Salah satu hasil pertanian di
Kabupaten Bogor yang merupakan sumber peningkatan perbaikan gizi masyarakat
yaitu hasil produksi ternak. Jenis ternak terdiri dari ternak besar, ternak kecil dan
unggas yang menghasilkan produksi dalam bentuk daging, susu dan telur.
Produksi daging (daging sapi, kerbau, kambing, domba, ayam dan itik) tahun 2006
sebesar 74.814.008 kg, susu 9.038.816 liter dan produksi telur (ayam dan itik)
34.788.651 butir.
70
4.5. Karakteristik Sentra Produksi Sapi Perah Kabupaten Bogor
Daerah penelitian yang dipilih adalah sentra-sentra peternakan sapi perah
yang diunggulkan di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Cisarua, Megamendung,
Cijeruk, Cibungbulang dan Pamijahan. Meski daerah tersebut memiliki kepadatan
yang cukup tinggi yaitu diatas 2.000 jiwa/km2 menurut data statistik Kabupaten
Bogor pada tahun 2006, namun seluruh kecamatan tersebut memiliki karakteristik
iklim paling sesuai untuk pengembangan ternak sapi perah. Di wilayah Kabupaten
Bogor, 391 peternak yang terdaftar di dua koperasi susu yaitu KUD Giri Tani dan
KPS Bogor (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2007).
71
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Studi Kelayakan Aspek Pasar dan Pemasaran
Dapat dikatakan produksi susu dalam negeri seluruhnya berasal dari
produksi agribisnis sapi perah. Hal itu dikarenakan produksi susu dari ternak lain
seperti kambing dan kerbau perah masih sangat terbatas dan kontribusinya dirasa
kurang signifikan dalam memenuhi permintaan konsumen susu nasional. Oleh
karena itu, upaya peningkatan produksi susu nasional menetapkan pengembangan
agribisnis sapi perah sebagai acuan. Di sisi lain, ketimpangan produksi susu dalam
negeri dibandingkan konsumsi susu nasional jelas merupakan peluang pasar yang
sangat besar bagi peternakan sapi perah.
Tabel 5.1. menjelaskan alur produksi susu di Kabupaten Bogor yang
penyerapannya didominasi oleh PT. Indomilk dan PT. Frisian Flag.
Tabel 5.1. Produksi Susu Kabupaten Bogor
No. Kelompok Produksi (lt) Pengiriman ke IPS (kg) per tahun KPS Bogor PT. Indomilk PT. Frisian Flag 1. Tajur Halang 213.036 2.081.280 497.5202. Ciawi 270.708 3. Cilebut 216.984 4. Depok 665.484 5. Langsung 1.128.942 6. Kunak 2.998.800 2.258.640 796.320
Jumlah 5.493.954 4.4339.920 1.293.840 KUD Giri Tani 1.769.885 290.145 1.494.675 Total 7.263.839 4.630.095 2.788.515
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2007)
Daerah penelitian Kabupaten Bogor sendiri terletak di pulau Jawa yang
notabene banyak terdapat pabrik susu skala nasional maupun internasional. Hal
itu mengimplikasikan pasar untuk susu sapi perah masih terbuka luas.
72
Tabel 5.2. Nama-nama Perusahaan Pengolah Susu
No. Nama Perusahaan Alamat 1. PT. Nestle Jakarta 2. PT. Foremost Indonesia Ciracas, Jakarta Timur 3. PT. Friesche Vlag Indonesia Cijantung, Jakarta Timur 4. PT. Indomilk Ciracas, Jakarta Timur 5. PT. Ultra Jaya Padalarang, Bandung 6. PT. Dafa Medan Satria Bekasi 7. PT. Sari Husada Jakarta Selatan 8. PT. Nutricia Indonesia Jakarta 9. PT. Pantja Niaga Ltd. Jakarta 10. PT. Sugizindo Citeureup, Bogor 11. PT. Mirota Sambilegi Maguwoharjo Solo 12. Fajar Taurus Cicurug, Sukabumi
Sumber : Statistik Peternakan (2005)
Jalur pemasaran produksi susu sapi perah umumnya dimulai dari peternak
itu sendiri sebagai produsen I kemudian disetorkan ke Koperasi Produsen Susu
(KPS) sebagai organisasi yang menaungi sebagian besar peternak. Penyetoran
susu dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu penyetoran langsung oleh peternak ke
KPS atau penjemputan produksi susu oleh kontainer keliling dari KPS langsung
ke peternak. Penyetoran susu haruslah melalui tes kualitas dan kuantitas susu
terlebih dahulu. Umumnya, pengetesan dilakukan oleh pihak KPS atau pihak
independen yang ahli seperti dinas peternakan atau lembaga yang terkait.
Kemudian jalur pemasaran berlanjut dengan penjualan susu yang telah
dikumpulkan dari peternak oleh KPS kepada produsen II yaitu industri pengolah
susu. Hasil produksi susu dijual kepada Industri Pengolah Susu (IPS) seperti
pabrik-pabrik susu yang menjalin kerjasama dengan KPS tersebut. Industri
pengolah susu menghasilkan beberapa produk seperti susu cair, susu bubuk, susu
kental dan produk susu lainnya dengan merek pabrik itu sendiri. Terakhir,
berbagai produk susu tersebut dilempar ke pasar untuk kemudian dinikmati oleh
konsumen akhir yaitu masyarakat.
73
Selain disetor ke KPS, ditemukan beberapa kasus peternak yang
mengolah langsung hasil produksinya untuk dijual ke masyarakat (konsumen
akhir). Penjualan langsung ke konsumen melalui 2 cara yaitu pembelian langsung
di tempat atau melalui jasa loper susu. Berikut jalur pemasaran yang umum
ditemui di tata niaga susu :
Koperasi Produsen Susu (KPS)
Produsen II (Industri Pengolah Susu)
Konsumen Akhir
Produsen I (Peternak)
Gambar 5.1. Jalur Pemasaran Produk Susu (Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, 2007)
Jalur pemasaran tidak memiliki hambatan yang berarti. Hal itu
dikarenakan pemasaran umumnya menjadi tanggung jawab Koperasi Produsen
Susu sebagai organisasi yang menaungi peternak sapi perah. Seluruh hasil
peternak berupa susu apabila telah lulus tes dasar, seluruhnya akan ditampung
oleh KPS. Sehingga dari segi aspek pasar dan pemasaran, usaha ternak sapi perah
rakyat dinyatakan layak untuk diberikan pembiayaan oleh Bank.
74
5.2. Studi Kelayakan Aspek Teknis dan Produksi
5.2.1. Lokasi Usaha
Lokasi usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor terletak di daerah
yang beriklim sejuk atau dingin dan masih terdapat lahan rumput yang luas dan
umumnya berkelompok membentuk sentra produksi. Pemilihan iklim sejuk/dingin
dan tersedianya lahan hijau adalah untuk menunjang produksi optimum sapi perah
tersebut. Iklim tersebut cocok untuk pemeliharaan sapi perah dan lahan hijau
untuk perkandangan serta sumber pakan hijau utama yaitu rumput.
Dengan terpenuhinya syarat iklim yang sesuai, lokasi usaha ternak sapi
perah dapat dilakukan dimana saja. Usaha ternak sapi perah ini tidak
menghasilkan limbah kimia yang berbahaya, maka lokasi usaha yang terletak di
daerah pemukiman masih dapat dilakukan.
5.2.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan
Fasilitas produksi yang dimiliki oleh peternakan sapi perah Kabupaten
Bogor cukup lengkap. Untuk memelihara ternak sapi perah yang ekonomis yaitu
10 ekor menurut rekomendasi Forum Komunikasi Peternakan Bogor pada tahun
2001 dalam Siregar (2007), dibutuhkan lahan kandang seluas 70 m2-100 m2.
Kandang umumnya berupa bangunan permanen sederhana. Dinding kandang
memiliki tinggi 50-100 cm dengan ketinggian atap 5 m dari lantai kandang. Dan
dengan alasan keamanan dan kepraktisan, letak kandang umumnya berdekatan
dengan rumah peternak. Kandang diletakkan terpisah dengan rumah utama dan
terletak di samping atau di belakang rumah utama.
41
Gambar 5.2. Percontohan Kandang
Peralatan atau perlengkapan yang digunakan dalam usaha pemeliharaan
ternak sapi perah adalah peralatan dasar yang umumnya dimiliki oleh para
peternak. Daftar peralatan dasar peternakan sapi perah dijelaskan pada Tabel 5.3.
sebagai berikut :
Tabel 5.3. Daftar Peralatan dan Perlengkapan Peternakan Sapi Perah
No. Nama Alat Jumlah Umur Ekonomis Harga per Satuan 1. Cangkul 2 unit 7 tahun Rp. 15.000,002. Sekop 3 unit 7 tahun Rp. 15.000,003. Selang 20 meter 1 tahun Rp. 4.000,004. Milkcan 20 L 2 unit 10 tahun Rp. 420.000,005. Milkcan 40 L 1 unit 10 tahun Rp .520.000,006. Drum plastik 4 unit 1 tahun Rp. 100.000,007. Garukan 2 unit 7 tahun Rp. 45.000,008. Ember 5 unit 1 tahun Rp. 20.000,009. Sabit 2 unit 7 tahun Rp. 10.000,0010. Motor 1 unit 10 tahun Rp. 12.000.000,00
Sumber : Peternak Sapi Perah Kabupaten Bogor (2008)
Fasilitas produksi yang digunakan adalah teknologi sederhana karena
masih menggunakan tenaga manusia (manual) untuk proses produksinya.
Penggunaan teknologi maju seperti alat pemerah susu digunakan oleh perusahaan
sapi perah dan bukan oleh usaha ternak sapi perah rakyat karena minimnya modal
yang dimiliki peternak rakyat.
42
Gambar 5.3. Peralatan Milk Can
5.2.3. Bahan Pakan
Bahan pakan yang digunakan oleh peternak terbagi atas dua macam yaitu
pakan hijauan dan konsentrat. Pakan hijauan yang utamanya terdiri atas rumput
hijau dan dilengkapi oleh pakan peningkat nilai gizi dan daya cerna yaitu
konsentrat seperti ampas tahu, singkong,dan kacang-kacangan. Kebutuhan rumput
umumnya dipenuhi sendiri oleh peternak dengan memanfaatkan lahan hijau yang
ada di sekitar peternakan atau dengan budidaya rumput. Hal itu meminimalkan
biaya pakan karena peternak dapat mendapatkan pakan hijauan secara gratis.
Pemberian makan pada sapi perah dilakukan dua kali sehari rata-rata sebanyak
35-40 kg/ekor untuk sapi yang diperah (laktasi). Jumlah tersebut sesuai dengan
jumlah pemberian pakan rumput yang ideal menurut penelitian manajemen
agribisnis yang ideal menurut penelitian Siregar (2007).
43
Gambar 5.4. Pakan Hijaun
Macam pakan yang kedua adalah konsentrat. Para peternak mendapat
asupan konsentrat dari satu wadah koperasi yang dikelola secara kooperatif
sehingga dengan demikian mempunyai standar kualitas dan harga yang sama.
Harga yang berlaku pada saat penelitian ini berlangsung adalah Rp. 1.300,00 per
kg. Adapun jumlah konsentrat yang diberikan pada sapi laktasi berjumlah rata-
rata 4 kg per ekor laktasi sebanyak dua kali pemberian (pagi dan sore). Jumlah
konsentrat tersebut masih dibawah jumlah konsentrat ideal yaitu 7 kg per ekor
laktasi karena tingginya biaya pembelian konsentrat.
5.2.4. Proses Produksi
Produksi utama dari peternakan sapi perah adalah susu segar. Susu segar
diperoleh dari hasil pemerahan sapi perah laktasi atau sapi betina dewasa yang
sedang berproduksi atau menghasilkan susu. Awal produksi berawal dari
pembelian sapi perah yang telah memasuki usia laktasi pertama yaitu 2,5 – 3
tahun. Proses produksi dilanjutkan dengan perkawinan sapi perah. Perkawinan
dilakukan melalui inseminasi buatan (IB) yang umumnya dilakukan oleh petugas
dinas peternakan, dokter hewan ataupun petugas yang ditunjuk oleh Koperasi.
44
Maksimal dalam setahun, inseminasi buatan dilakukan 3 kali per ekor. Umumnya,
kebuntingan terjadi dalam 1 kali suntikan.
Pada masa kebuntingan hingga melahirkan, periode pemerahan susu pada
sapi laktasi adalah 305 hari dengan pemberian susu pada pedet adalah ±3 liter per
pedet selama 3 bulan. Pemerahan dilakukan secara manual sebanyak 2 kali yaitu
pukul 03.00 dan 14.00 setiap harinya. Susu segar yang diperah dimasukkan ke
dalam milk can untuk kemudian disetor pada koperasi. Penyetoran harus melalui
pengetesan yang dilakukan oleh petugas koperasi seperti tes alkohol, berat jenis
dan tes bakteri hingga dinyatakan sterill dan roduksi berlanjut di KPS. KPS Bogor
sendiri memiliki unit sterilisasi dengan teknologi yang cukup memadai.
Pengolahan susu di KPS terbatas pada sterilisasi susu segar. Susu segar tersebut
kemudian dijual kepada Industri Pengolahan Susu (IPS) yang membuat beberapa
produk olahan susu untuk dijual kepada masyarakat sebagai konsumen akhir.
5.2.5. Jumlah dan Mutu Produksi
Jumlah produksi per ekor laktasi yang dimiliki oleh sapi perah Kabupaten
Bogor adalah 10 liter. Jumlah produksi tersebut masih di bawah produksi susu
yang menguntungkan menurut hasil analisa LPPM IPB (1984) yaitu sebesar 15
liter per laktasi. Mutu produksi selalu dijaga karena susu yang tidak lulus uji
sterilisasi akan ditolak oleh KPS. Pengujian mutu dilakukan saat penyetoran dan
pengepakan susu segar oleh KPS. Adapun pengujian telah didasarkan pada syarat
mutu susu segar menurut SNI yaitu uji fisik (warna, bau, rasa dan kekentalan), uji
alkohol 70 persen, uji berat jenis, kadar lemak, uji cemaran logam berbahaya, dan
uji cemaran mikroba.
45
Dengan kepemilikan 10 ekor induk, dapat dikonversikan menjadi 7 ekor
induk yang diperah sepanjang tahun dan 3 ekor induk yang kering kandang
sepanjang tahun. Hal itu didasarkan pada perhitungan akumulasi kering kandang
10 ekor sapi perah induk yang seimbang dengan lama kering kandang 3 ekor
sepanjang tahun (Siregar, 2007). Dari data kepemilikan ternak, produksi rata-rata
usaha ternak sapi perah tersebut adalah 70 liter per hari dengan harga susu yang
berlaku saat penelitian adalah Rp. 2.800,00 per liter. Selain hasil produksi berupa
susu segar, produksi sampingan yang diproduksi oleh peternakan sapi perah yaitu
pupuk kandang. Setiap hari, satu ekor sapi perah menghasilkan kotoran sebanyak
±40 kg setiap harinya. Kotoran sapi tersebut kemudian dikeringkan hingga
menyusut menjadi 25 persen dari berat asal dengan hasil produk yang disebut
pupuk kandang mentah.
Gambar 5.5. Pupuk Kandang Mentah
5.2.6. Produksi Optimum
Produksi optimum yang dapat dihasilkan oleh 10 ekor sapi induk adalah
150 liter per hari yang didapat dari produktivitas optimal setelah melahirkan yaitu
46
15 liter per ekor setiap harinya. Namun, setelah tiga bulan, produktivitas menurun
menjadi rata-rata 10 liter per ekor setiap harinya.
5.2.7. Kendala Produksi
Kendala produksi yang paling utama adalah produktivitas sapi perah yang
kurang optimum. Hal itu berdampak kurang optimalnya keuntungan dan
permintaan susu tidak sepenuhnya dipenuhi oleh peternakan sapi perah Kabupaten
Bogor. Kendala tersebut umumnya disebabkan pakan yang tidak sesuai. Pakan
hijauan yang memegang peranan penting dalam produktivitas seringkali diabaikan
peternak di Kabupaten Bogor. Kendala tersebut akan semakin besar pada musim
kemarau. Kendala tersebut dapat diatasi dengan pemberian pakan yang seimbang
yaitu 35 kg – 40 kg per ekor induk. Masalah pada musim kemarau dapat diatasi
dengan pengawetan Hay yaitu pengawetan rumput pakan dengan cara
dikeringkan. Sehingga, pakan yang berlimpah saat penghujan dapat disimpan
dalam waktu yang lama untuk mengakomodasi kekurangan pakan pada musim
kemarau.
Tenaga kerja keluarga yang umumnya dimiliki oleh peternak memberikan
kendala produksi karena produktivitas yang lebih rendah dibandingkan tenaga
kerja selain keluarga. Tenaga kerja peternak rata-rata mengenyam pendidikan
formal yang masih rendah. Hal ini berkaitan dengan kemampuan manajerial
terhadap usaha peternakan sapi perah tersebut yang dirasa rendah. Kendala ini
dapat diatasi dengan mengikuti pelatihan dan penyuluhan yang diadakan oleh
pemerintah.
47
Kendala produksi dapat pula disebabkan oleh penyakit pada sapi perah
seperti Mastitis (radang kelenjar susu), Brucellosis (keguguran pada sapi), dan
cacing (menurunnya kemampuan produksi susu). Kendala penyakit dapat diatasi
dengan pemberian obat-obatan yang umumnya disediakan oleh Koperasi atau
Dinas Peternakan.
5.3. Studi Kelayakan Aspek Legalitas/Hukum
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari lapangan, belum ditemukan
adanya peternakan yang telah memiliki izin usaha sendiri. Namun, umumnya
peternakan-peternakan tersebut telah terdaftar dalam suatu keorganisasian
koperasi yang telah memiliki legalitas yang kuat di mata hukum yaitu Koperasi
Produsen Susu. Jaminan hukum dapat dilakukan oleh KPS yang berwenang
apabila kredit disalurkan melalui KPS.
Pada kasus peternakan sapi perah di daerah KUNAK, peternak-peternak
tersebut direlokasikan di daerah Cibungbulang dan Pamijahan oleh pemerintah
pada tahun 1997. Kecamatan Pamijahan sendiri merupakan kecamatan pemekaran
dari Kecamatan Cibungbulang. Peternak-peternak tersebut terorganisir dan
terdaftar di bawah naungan KPS Bogor.
Secara hukum, kedudukan peternak-peternak tersebut cukup kuat meski
tidak memiliki izin usaha. Usaha ternak sapi perah dalam penelitian ini layak
mendapatkan pembiayaan karena memenuhi syarat menurut SK Menteri Pertanian
No. 406/Kpts/ Org/6/80 yaitu semua usaha peternakan sapi perah yang dikelola
perorangan dan minimal memiliki 10 ekor sapi perah betina dewasa laktasi.
48
Sehingga, aspek legalitas dalam studi kelayakan ini telah dipenuhi oleh
peternakan sapi perah.
5.4. Studi Kelayakan Aspek Manajemen dan Organisasi
Struktur organisasi peternakan sapi perah di daerah Kabupaten Bogor
umumnya bersifat manajemen sederhana. Pemilik sapi perah bertindak sebagai
pemimpin perusahaan, bagian keuangan, bagian administrasi, tenaga produksi,
dan pemasaran sekaligus dengan tujuan mengurangi biaya produksi. Tenaga kerja
yang digunakan untuk memelihara 10 ekor sapi perah adalah 1 orang sebagai
petugas kandang dan 1 orang sebagai tenaga kerja bagian pakan. Umumnya,
peternakan sapi perah memperkerjakan tenaga kerja keluarga dan penduduk
sekitar.
Berikut ini struktur organisasi pada peternakan sapi perah :
Gambar 5.6. Struktur Organisasi Peternakan
Pemilik Peternakan
Petugas Kandang Bagian Pakan
(Sumber : Peternak Sapi Perah Kabupaten Bogor, 2008)
49
Sebagian besar peternak sapi perah Kabupaten Bogor, baik itu skala kecil,
menengah maupun besar, tergabung dalam keanggotaan Koperasi Produsen Susu
seperti yang telah dibahas pada aspek legalitas. Keberadaan organisasi koperasi
ditujukan untuk mempermudah koordinasi antar peternak dan pemasaran.
Dengan adanya struktur manajemen yang cukup jelas meski masih
sederhana dan adanya organisasi yang kuat (KPS), maka aspek manajemen dan
organisasi telah terpenuhi dan dinyatakan layak dalam pengajuan kredit
(pembiayaan) dari sudut pandang perbankan.
5.5. Studi Kelayakan Aspek Keuangan
Pembiayaan di Kabupaten Bogor diawali dengan pemberian kredit oleh
pemerintah melalui Bank Bukopin dan BRI pada tahun 1982-1983. Pembiayaan
yang diberikan pada peternak berupa kredit 2 ekor sapi dengan bunga flat 6
persen. Pada tahun 1998, Bank Bukopin melakukan pembiayaan kepada peternak
sapi perah di KUNAK Cibungbulang dan Pamijahan. Pembiayaan berupa kredit
sebesar Rp. 30.000.000,00 dengan suku bunga flat 16 persen selama 5 tahun.
Pembiayaan yang diberikan untuk peternak sapi perah di Kabupaten Bogor senilai
dengan 1-2 ekor sapi induk. Meski usaha sapi perah memiliki skema kredit
sendiri, namun besar kredit dirasakan minim apabila peternak ingin
mengembangkan usahanya dan memperoleh keuntungan maksimal.
Adapun asumsi dan parameter perhitungan dalam mengevaluasi rencana
investasi usaha peternakan sapi perah dapat dijelaskan pada Tabel 5.4.
50
Tabel 5.4. Asumsi dan Parameter Perhitungan Kelayakan Usaha
No. Asumsi Satuan Jumlah Nilai 1. Periode Proyek tahun 7 2. Luas Tanah dan Bangunan M2 70-100 3 Hari Produksi per Tahun hari 365 4 Tenaga Kerja orang 2 a. Petugas Kandang orang 1 b. Petugas Pakan orang 1 5. Harga-harga a. Susu Segar Rp/liter 2.800 b. Sapi Induk Rp/ekor 11.000.000 c. Sapi Pedet Rp/ekor 3.500.000 d. Sapi Afkir Rp/ekor 8.000.000 e. Pupuk Kandang (40 kg) Karung 10 6. Kapasitas Produksi per hari liter 70 7. Lama Tahun ke 0 bulan 6 8. Discount Rate persen 16
Sumber : Peternak Sapi Perah Kabupaten Bogor (2008)
Karakteristik peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan 10 ekor
sapi perah dapat digolongkan jenis usaha kecil. Pengajuan pembiayaan usaha
kecil didasarkan pada skema kredit usaha kecil menurut BRI dengan besar
pinjaman Rp. 100 juta sampai dengan Rp. 1 milyar, dengan perbandingan 35
persen dibiayai oleh dana sendiri dan 65 persen dibiayai oleh BRI. Suku bunga
yang dipilih adalah suku bunga menurun 16 persen.
Tabel 5.5. Biaya Investasi Peternakan Sapi Perah
No. Jenis Biaya Umur Ekonomis Nilai (Rp) 1 Keanggotaan KPS 1 tahun 360.000,002 Ternak 7 tahun 110.000.000,003 Kandang 10 tahun 25.000.000,004 Sewa Tanah 3 tahun 15.000.000,005 Peralatan 7 tahun 13.545.000,00
Jumlah 163.905.000,00Sumber : Peternak Sapi Perah Kabupaten Bogor (2008)
51
Biaya investasi yang dibutuhkan untuk membangun proyek peternakan
sapi perah dengan kepemilikan 10 ekor sapi induk adalah Rp. 163.905.000,00 dan
dapat diuraikan oleh Tabel 5.5. Besar investasi berlaku untuk sepanjang proyek
sesuai dengan umur ekonomis komponen-komponennya, kecuali untuk kasus
sewa tanah yang dibayar dalam dua kali pembayaran.
Tabel 5.6. Modal Kerja Peternakan Sapi Perah No. Jenis Biaya Satuan Jumlah Harga/Satuan Nilai 1. Pakan Konsentrat kg 1200 1.300,00 1.560.000,00
2. Tenaga Kerja Pemeliharaan orang 1 500.000,00 500.000,00
3. Tenaga Kerja Pakan orang 1 350.000,00 350.000,004. Inseminasi Buatan ekor 10 25.000,00 250.000,005. Obat-obatan bulan 1 25.000,00 25.000,006. Peralatan Selang Air meter 20 4.000,00 80.000,007. Peralatan Ember unit 5 20.000,00 100.000,008. Peralatan Drum Air unit 4 100.000,00 400.000,009. Air bulan 1 12.500,00 12.500,0010. Transportasi hari 30 6.000,00 180.000,0011. Listrik bulan 1 80.000,00 80.000,0012. PBB tahun 1 2.500,00 2.500,00
Jumlah Modal Kerja 3.540.000,00Sumber : Peternak Sapi Perah Kabupaten Bogor (2008)
Modal kerja yang dibutuhkan adalah sebesar Rp. 3.540.000,00. untuk
biaya operasional selama 1 bulan pada tahun pertama. Tabel 5.6. menjelaskan
komponen biaya apa saja yang dibutuhkan sebagai modal kerja.
Biaya operasional untuk memelihara 10 ekor induk sepanjang tahun
dibutuhkan dana sebesar Rp. 41.372.500,00. Komponen biaya terbesar adalah
biaya pakan konsentrat yaitu Rp. 18.980.000,00. Biaya tersebut digunakan untuk
membeli konsentrat sebanyak 14.600 kg per ekor dalam setahun. Komponen biaya
ini mencapai 45,86 persen dari total biaya operasional.
52
Tabel 5.7. Biaya Operasional Peternakan Sapi Perah No. Jenis Biaya Satuan Jumlah/Thn Nilai/thn (Rp)
I Biaya Tetap 1 Perawatan Kandang tahun 1 200.000,00
2 Tenaga Kerja Pemeliharaan bulan 12 6.000.000,00
3 Tenaga Kerja Pakan bulan 12 4.200.000,004 Air bulan 12 150.000,005 Listrik bulan 12 960.000,006 PBB tahun 1 2.500,00II Biaya Variabel 1 Konsentrat hari 14.600 18.980.000,002 Inseminasi Buatan ekor 10 250.000,003 Obat-obatan bulan 12 300.000,004 Peralatan Selang meter 20 80.000,005 Peralatan Ember unit 5 100.000,006 Peralatan Drum Air unit 4 400.000,007 Susu Untuk Pedet liter 2.700 7.560.000,008 Transportasi liter/hari 2.920 2.190.000,00 Jumlah 41.372.500,00
Sumber : Peternak Sapi Perah Kabupaten Bogor (2008)
Pengajuan kredit usaha kecil oleh peternakan sapi perah mengikuti aturan
pembiayaan usaha kecil pada BRI selaku bank yang melakukan pembiayaan
peternakan sapi perah. BRI memberikan KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang
menetapkan suku bunga investasi sebesar 16 persen selama lima tahun dan suku
bunga modal kerja 1,33 persen tiap bulan selama setahun dan jenis suku bunga
yang diterapkan adalah suku bunga menurun. Pembiayaan dilakukan BRI dengan
ketentuan 65 persen berasal dari kredit BRI dan 35 persen dana sendiri.
Berdasarkan asumsi dan ketentuan yang dijelaskan sebelumnya, rekapitulasi
pengajuan kredit atau pembiayaan adalah sebagai berikut :
53
Tabel 5.8. Dana Proyek yang Dibutuhkan Peternakan Sapi Perah No. Rincian Biaya Proyek Total Biaya 1 1. Kebutuhan Modal Investasi 163.905.000,00 2. Dana investasi yang bersumber dari a. Kredit (65%) 106.538.250,00 b. Dana Sendiri (35%) 57.366.750,002 1. Kebutuhan Modal Kerja 3.540.000,00 2. Dana modal kerja yang bersumber dari a. Kredit (65%) 2.301.000,00 b. Dana Sendiri (35%) 1.239.000,003 Total dana proyek yang bersumber dari a. Kredit (65%) 108.839.250,00 b. Dana Sendiri (35%) 58.605.750,00 Jumlah 167.445.000,00
Sumber : www.bri.co.id (2008)
Kapasitas produksi susu segar sebagai komponen utama adalah 70 liter per
hari dengan masa produksi 365 hari per tahun. Pada tahun pertama, sapi induk
yang dimiliki belum memasuki masa laktasi. Hal itu berarti pada tahun pertama
produksi susu belum dimulai. Pada tahun pertama, penerimaan hanya berasal dari
penjualan pupuk kandang sebesar Rp. 9.125.000,00 yang didapat dari penjualan
pupuk kandang sebanyak 100 kg (rendemen 25 persen).
Penjualan produksi susu dimulai pada tahun kedua sehingga penerimaan
menjadi Rp. 115.665.000,00 dan diasumsikan stabil sampai pada tahun kelima.
Pada tahun keenam, sapi induk berusia 7-8 tahun dan mengalami penurunan
produktivitas. Penurunan produktivitas diasumsikan 10 persen hingga akhir
proyek. Untuk mempertahankan manajemen agribisnis yang menguntungkan,
peternak hanya memelihara input produktif. Dengan kata lain, semua pedet yang
dihasilkan (replacement stock) akan dijual setelah lepas menyusui induknya
selama 3 bulan. Usaha ternak sapi perah dengan pemeliharaan 10 ekor induk
diperoleh produksi 70 liter per hari dan pupuk kandang sebanyak 100kg.
54
Berdasarkan proyeksi laba rugi didapatkan laba sebesar Rp. 16.199.811,14
pada tahun kedua sedangkan pada tahun pertama, peternakan merugi karena sapi
induk belum berproduksi dan penerimaan hanya berasal dari penjualan pupuk
kandang sebesar Rp. 9.125.000,00 per tahun. Break Event Point (BEP) positif dan
profit margin positif dimulai pada tahun kedua sampai akhir proyek dengan BEP
penjualan rata-rata sebesar Rp. 12.380.446,18 dan profit margin yang meningkat
stabil hingga dicapai profit margin sebesar 64,56 persen.
Proyeksi arus kas menunjukkan kelayakan finansial dengan Tabel 5.9.
sebagai penjelasan.
Tabel 5.9. Kriteria Kelayakan Finansial
No. Kriteria Satuan Nilai 1 DF Persen 16%2 NPV DF 16% Satuan Rupiah 57.556.076,673 Net B/C Ratio Rasio 1,304 IRR Persen 24%5 PBP Tahun 2,30
Sumber : Lampiran 5
Berdasarkan Tabel 5.9. dijelaskan bahwa dengan suku bunga 16 persen,
usaha peternakan tersebut layak dijalankan karena NPV yang positif, Net B/C
Ratio yang bernilai lebih dari 1, IRR yang bernilai lebih dari DF yang digunakan
dengan payback period 2,30 tahun (tidak melebihi jangka waktu proyek).
Dalam jangka waktu proyek selama 7 tahun, nilai penerimaan yang akan
didapatkan usaha ternak sapi perah rakyat pada akhir proyek sebesar Rp.
57.556.076,67 dengan rasio manfaat dibandingkan biaya bersih senilai 1,30 dan
tingkat profitabilitas 24 persen (diatas suku bunga) dan masa pengembalian 2
tahun 3 bulan dan 18 hari.
55
Berdasarkan proyeksi arus kas tersebut, dilakukan analisis switching
value. Pada uji pertama yaitu produktivitas sapi perah sebagai komponen
pendapatan turun sebesar 14 persen dan 15 persen didapat hasil sebagai berikut :
Tabel 5.10. Analisis Switching Value Penurunan Pendapatan
No. Kriteria 14% 15% 1 DF (persen) 16% 16%2 NPV DF 16% (satuan Rp) 2.138.975,20 -1.819.389,193 Net B/C Ratio 1,0111 0,99064 IRR (persen) 16% 16%5 PBP (tahun) 4,67 4,55
Sumber : Lampiran 6 dan 7
Pada tingkat penurunan produktivitas sebesar 14 persen, proyek masih
dikriteriakan layak secara finansial karena nilai NPV positif, Net B/C ratio yang
lebih dari 1, IRR yang bernilai tidak kurang dari DF yang digunakan dan masa
pengembalian kredit yang masih dibawah jangka waktu pinjaman. Sedangkan
pada tingkat penurunan produktivitas sebesar 15 persen, proyek dinyatakan tidak
layak karena NPV yang negatif dan Net B/C Ratio yang kurang dari 1.
Proyek mentolerir penurunan produktivitas sapi perah pada tingkat 14
persen dengan hasil analisis nilai keuntungan yang didapat pada akhir proyek
senilai Rp. 2.138.975,20 dengan rasio manfaat dibandingkan biaya bersih senilai
1,0111 dan tingkat profitabilitas 16 persen (tidak kurang dari tingkat suku bunga)
dan masa pengembalian 4 tahun 8 bulan (tidak melebihi masa proyek).
Pada analisis switching value kedua pada Tabel 5.10, dijelaskan bahwa
pada tingkat kenaikan harga konsentrat sebagai komponen biaya operasional
mencapai 11 persen, proyek masih dikatakan layak. Namun, pada tingkat
kenaikan 12 persen terjadi sebaliknya. Proyek tersebut dinyatakan tidak layak
56
karena NPV bernilai negatif , Net B/C Ratio yang bernilai kurang dari 1 dan IRR
yang kurang dari discount factor.
Tabel 5.11. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Operasional
No. Kriteria 11% 12% 1 DF (persen) 16% 16%2 NPV DF 16% (satuan Rp) 1.473.398,68 -4.520.141,663 Net B/C Ratio 1,0075 0,97694 IRR (persen) 16% 15%5 PBP (tahun) 3,49 3,23
Sumber : Lampiran 8 dan 9
Hal itu berarti pada tingkat kenaikan harga konsentrat sebesar 11 persen,
proyek masih mentolerir perubahan tersebut dengan kriteria kelayakan
penerimaan yang didapat pada akhir proyek senilai Rp. 1.473.398,68 dengan rasio
manfaat dibandingkan biaya bersih senilai 1,0075 dan tingkat profitabilitas 16
persen (tidak kurang dari tingkat suku bunga) dan masa pengembalian 3 tahun 6
bulan (tidak melebihi masa proyek).
Dilakukan juga analisis switching value ketiga yaitu perubahan
pendapatan dan biaya operasional secara bersama-sama. Analisis dilakukan
dengan tingkat penurunan produktivitas dan kenaikan harga pakan konsentrat
secara bersama-sama adalah 10 persen dan 11 persen. Tabel 5.12. memperlihatkan
bagaimana reaksi finansial terhadap perubahan tersebut.
Tabel 5.12. Analisis Switching Value Perubahan Pendapatan dan Biaya Operasional
No. Kriteria 10% 11% 1 DF (persen) 16% 16%2 NPV DF 16% (satuan Rp) 1.586.291,70 -4.010.686,803 Net B/C Ratio 1,0081 0,97964 IRR (persen) 16% 15%5 PBP (tahun) 4,62 4,44
Sumber : Lampiran 10 dan 11
57
Pada tingkat penurunan produktivitas dan kenaikan harga pakan
konsentrat mencapai 11 persen, usaha peternakan dengan kepemilikan 10 ekor
sapi induk dinyatakan tidak layak. Kesimpulan tersebut didasarkan pada hasil
analisis sensitifitas berupa nilai NPV yang negatif dan Net B/C Ratio yang
bernilai kurang dari 1 dan IRR yang bernilai lebih kecil dari suku bunga yang
ditentukan.
Usaha ternak sapi perah rakyat masih dinyatakan layak dilaksanakan jika
terjadi perubahan pada sisi pendapatan dan biaya sebesar 10 persen. Penurunan
produktivitas (komponen pendapatan) dan kenaikan harga pakan konsentrat
(komponen biaya operasional) sebesar 10 persen dapat ditolerir oleh proyek
dengan kriteria nilai keuntungan pada akhir proyek sebesar Rp. 1.586.291,70
dengan rasio manfaat dibandingkan biaya bersih senilai 1,0081 dan tingkat
profitabilitas 16 persen (tidak kurang dari tingkat suku bunga) dan masa
pengembalian 4 tahun 7 bulan dan 13 hari (tidak melebihi masa proyek).
5.6. Studi Kelayakan Aspek Sosial Ekonomi
Keberadaan peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor tidak terlepas dari
keadaan sosial ekonomi yang ada di sekitarnya. Dengan jumlah penduduk dan
tingkat kepadatan yang cukup tinggi di antara wilayah lain di Jawa Barat,
Kabupaten Bogor memiliki masalah dalam menampung angkatan kerja yang
terdapat di wilayah tersebut. Munculnya pengangguran dan tingkat pendidikan
serta tingkat kesejahteraan yang rendah setidaknya dapat diatasi dengan membuka
lapangan pekerjaan baru.
58
Peternakan sapi perah menampung tenaga kerja yang sebelumnya menjadi
masalah pengangguran di Kabupaten Bogor dalam jumlah besar mengingat
populasi sapi perah di Kabupaten Bogor yang tinggi. Pada tahun 2007 saja, dari
populasi sapi perah sebanyak 5268 ekor dimiliki oleh 391 peternak di Kabupaten
Bogor. Apabila satu peternak memperkerjakan tenaga kerja sebanyak dua orang,
jumlah tenaga kerja yang dapat ditampung oleh usaha tersebut diproyeksikan
sebanyak 782 orang. Jumlah tersebut akan bertambah seiring peningkatan skala
usaha. Peningkatan skala usaha jelas memperluas kesempatan kerja bagi
pengangguran karena sifat produksi sapi perah yang masih membutuhkan campur
tangan manusia dalam kadar yang cukup tinggi.
Bangkitnya iklim usaha dengan adanya peternakan sapi perah
mengakibatkan meningkatnya pendapatan masyarakat sekitar yang
mengimplikasikan peningkatan kesejahteraan. Hasil produksi dari usaha ternak
sapi perah dapat dimanfaatkan oleh sektor usaha lain. Produk susu dapat
dimanfaatkan oleh usaha kecil lainnya seperti pembuatan yoghurt dan permen
karamel seperti kasus di Lembang, Bandung. Produk sampingan pupuk kandang
mentah dapat dimanfaatkan sektor lain untuk mengembangkan usahanya seperti
usaha pengolahan pupuk kandang Antanan di Cimande untuk keperluan pertanian
daerahnya dan sektor perkebunan yang umumnya memanfaatkan secara langsung
produk pupuk kandang mentah. Dengan demikian, masalah kemiskinan yang
masih menjadi momok bagi negara berkembang memiliki alternatif solusi.
Pemasaran produk susu memperhitungkan jarak dan waktu tempuh
perjalanan. Sarana dan prasarana disediakan oleh pemerintah untuk menunjang
peternakan tersebut seperti yang terjadi di KUNAK, Cibungbulang. Dengan
59
adanya sentra-sentra peternakan di Kabupaten Bogor, fasilitas umum seperti
puskesmas, pasar, jalan raya dll disediakan oleh pemerintah maupun masyarakat
itu sendiri. Sehingga dari segi sosial ekonomi, usaha ternak sapi perah rakyat
dalam penelitian ini dinyatakan layak.
5.7. Studi Kelayakan Aspek Lingkungan dan Budaya
Letak kandang yang berada di tengah-tengah pemukiman menimbulkan
polusi udara dan rentannya penyakit yang ditimbulkan akibat sanitasi yang buruk.
Untuk itu, peternak sapi perah harus menjaga kebersihan lingkungan peternakan.
Di sisi lain, kotoran sapi perah dapat dimanfaatkan untuk menyuburkan tanah.
Manfaat tersebut dapat juga mendatangkan keuntungan dengan penjualan pupuk
kandang sebanyak 100 kg (rendemen 25 persen) sebesar Rp. 9.125.000,00 yang
didapat dari penjualan pupuk. Hal itu bertujuan agar masalah pencemaran
lingkungan dapat dikurangi dan aspek lingkungan dapat dinyatakan layak.
Rasa kebersamaan juga semakin kuat dengan tergabungnya para peternak
dalam satu wadah koperasi. Budaya kerjasama tradisional masih kental antar para
peternak karena persamaan profesi. Hal itu juga mengimplikasikan pelestarian
pertanian melalui peternakan yang merupakan identitas rakyat Indonesia selama
ini. Dilihat dari aspek kebudayaan, usaha ternak sapi perah dinyatakan layak dari
sudut pandang perbankan dalam penyaluran kredit.
60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis dan pembahasan
penelitian ini adalah:
1. Jumlah kredit yang dibutuhkan oleh usaha ternak sapi perah dengan
kepemilikan 10 ekor sapi induk adalah kredit investasi sebesar Rp.
106.538.250,00 dan kredit modal kerja sebesar Rp. 2.301.000,00.
2. Pelaksanaan proyek usaha ternak sapi perah dengan kepemilikan 10 ekor sapi
induk produktif dinyatakan layak dari berbagai aspek kelayakan usaha meski
pada aspek lingkungan masih terdapat masalah pada polusi udara.
3. Pada analisis kelayakan aspek keuangan, pengajuan kredit komersial (KUR)
dinyatakan layak dengan kriteria NPV positif sebesar Rp. 57.556.076,67 pada
masa proyek 7 tahun, Net B/C Ratio sebesar 1,30 (Net B/C Ratio≥1), IRR
sebesar 24 persen (lebih besar dari suku bunga KUR 16 persen), dan masa
pengembalian selama 2 tahun 3 bulan dan 18 hari (tidak melebihi masa
pinjaman yaitu 5 tahun).
4. Analisis switching value penurunan pendapatan sampai dengan 14 persen
masih dinyatakan layak dan akan menjadi tidak layak jika penurunan
pendapatan lebih dari 14 persen. Komponen pendapatan yang berubah pada
asumsi ini adalah produktivitas sapi perah tersebut.
5. Analisis switching value kenaikan biaya operasional akan menjadikan proyek
tidak layak pada tingkat kenaikan biaya operasional lebih dari 11 persen.
61
Komponen biaya operasional yang berubah pada asumsi ini adalah harga
pakan konsentrat.
6. Analisis switching value penurunan pendapatan dan kenaikan biaya
operasional secara bersama-sama akan menjadikan proyek tidak layak pada
tingkat perubahan lebih dari 10 persen.
7. Pola pembiayaan yang sesuai menurut karakteristik usaha sapi perah dalam
penelitian ini adalah kredit usaha kecil.
6.2. Saran :
Dari hasil pembahasan dan kesimpulan yang diambil, saran yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut:
1. Skim kredit sapi perah yang selama ini diberikan oleh pemerintah dirasa
kurang menguntungkan bagi peternak sapi perah padahal dari studi kelayakan
pada penelitian ini, usaha sapi perah layak mengajukan kredit komersil. Untuk
itu, besar skim kredit sapi perah yang ditawarkan pemerintah dapat
ditingkatkan layaknya kredit komersial namun dengan beban bunga yang
lebih ringan demi kelangsungan pengembangan usaha sapi perah di
Kabupaten Bogor.
2. Dari analisis switching value penurunan pendapatan, tingkat penurunan
produktivitas dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan.
Oleh karena itu, peternak di Kabupaten Bogor harus menjaga kuantitas dan
kualitas pakan yang diberikan pada sapi perah pada tingkat ideal untuk
memperoleh produktivitas optimal.
62
3. Dari analisis switching value kenaikan biaya operasional, komponen harga
pakan konsentrat sangat sensitif pengaruhnya terhadap kelayakan usaha ternak
sapi perah rakyat. Untuk itu, perlunya sosialisasi pakan konsentrat alternatif
seperti ampas kedelai, umbi-umbian, dan kacang-kacangan oleh Koperasi
Produsen Susu (KPS) kepada peternak.
4. Penggalakkan program pengolahan limbah kotoran sapi perah seperti
pengolahan pupuk kandang yang baik dan biogas untuk mengatasi masalah
lingkungan yang diakibatkan usaha ternak sapi perah rakyat di Kabupaten
Bogor.
5. Pemerintah segera merealisasikan program pengadaan 10 ekor sapi induk
produktif menurut rekomendasi Forum Komunikasi Peternakan Bogor agar
kesenjangan produksi susu dan kebutuhan konsumsi nasional dapat diatasi.
63
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Statistik Perusahaan Peternakan Sapi Perah. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2007. Kabupaten Bogor dalam Angka 2007. BPS,
Jakarta. Bahsan, M. 2003. Pemberdayaan Analisis Kredit Perbankan Indoneia. Rejeki
Agung, Jakarta. Bank Indonesia. 2001. Pemberdayaan Konsultan Keuangan/Pendamping UMKM
Mitra Bank. BI, Jakarta. Bank Indonesia. 2004. Pengolahan Minyak Kelapa. BI, Jakarta. Bank Indonesia dan LPPM IPB. 2005. Usaha Pembibitan Tanaman Buah-buahan.
BI, Jakarta. Dasuki, M. A. Dan J. F. Atmadja. 1978. Keuntungan Usaha Ternak Sapi Perah
Rakyat dibandingkan dengan Perusahaan di Kotamadya dan Kabupaten Bandung. Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung.
Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Peternakan. 2005. Statistik Peternakan.
Deptan, Jakarta. Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Peternakan. 2006. Pedoman Pembibitan
Sapi Perah yang Baik (Good Breeding Practice). Deptan, Jakarta Dinas Peternakan dan Perikanan. 2007. Laporan Kegiatan Peternakan Kabupaten
Bogor. Disnakkan, Bogor. Ensminger, M. E, 1980. Dairy Cattle Science. Second Edition. Interstate Printers
and Publishers, Inc. Illinois. Indriyani, Y. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Pengajuan
Pembiayaan UMKM [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Isbandi. 1994. Peranan Pengawasan Persediaan Bahan Baku di dalam Usaha
Meningkatkan Kemampuan Menghasilkan Laba pada Unit Usaha Makanan Ternak Koperasi Produksi Susu dan Peternakan Sapi Perah (KPS) Bogor. Dalam: B. Bakrie dan B. Haryanto [editor]. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan; Ciawi, 25-26 Januari 1994. Bogor: BPT. 321-328.
64
Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor. Kompas. 2008. ”BRI Salurkan KUR Sebesar Rp. 2,23 Triliun”.[Kompas]
http://www.kompas.co.id. [17 April 2008]. Lumintang, R. 1978. Efisiensi Ekonomi Faktor-faktor Produksi Usaha
Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Makin, M., Nur Kasim S. , dan M. Munandar. 1982. Hubungan Antara Ukuran-
ukuran Sapi Perah Fries Holland Dengan Produksi Susu. Universitas Pajajaran, Bandung.
Mandaka, S. 2004. Analisis Fungsi Keuntungan, Efisiensi Ekonomi Relatif, dan
Kemungkinan Skema Kredit Bagi Pengembangan Skala Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kotamadya Bogor [Skripsi]. Jurusan Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Musofie, A. dan D. E. Wahyono. 1992. Kontribusi Usaha Sapi Peternakan Sapi
Perah dalam Menunjang Pendapatan Petani. Dalam: M. Sabrani dan I Putu Kompiang [editor]. Agro-Industri Peternakan di Pedesaan; Ciawi, 10-11 Agustus 1992. Bogor:BPT. 250-257.
Rauf, A. A. 2005. Analisis Finansial dan Resiko Usaha Ternak Sapi Perah
[Skripsi]. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sinaga, M. 2003. Pendugaan Fungsi Biaya Usaha peternakan (KUNAK) Sapi
Perah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor [Skripsi]. Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor., Bogor.
Siregar, S. B. 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah yang Ekonomis. Pribadi,
Bogor. Siregar, S. B. dan L. Praharani. 1993. Pengembangan Usahatani Sapi Perah di
daerah Jawa Barat. Dalam: S. Iskandar dan S. Syahgiar [editor]. Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Peternakan di Pedesaan; Ciamis, 27-29 Januari 1993. Ciamis: BPT. 84-92.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Angsuran Kredit Investasi
Tahun Angsuran
Pokok Angsuran
Bunga Total Angsuran Saldo Awal Saldo Akhir 0 106,538,250.00 106,538,250.00 1 21,307,650.00 17,046,120.00 38,353,770.00 106,538,250.00 85,230,600.00 2 21,307,650.00 13,636,896.00 34,944,546.00 85,230,600.00 63,922,950.00 3 21,307,650.00 10,227,672.00 31,535,322.00 63,922,950.00 42,615,300.00 4 21,307,650.00 6,818,448.00 28,126,098.00 42,615,300.00 21,307,650.00 5 21,307,650.00 3,409,224.00 24,716,874.00 21,307,650.00 -
Lampiran 2. Perhitungan Angsuran Kredit Modal Kerja
Bulan Angsuran
Pokok Angsuran
Bunga Total
Angsuran Saldo Awal Saldo Akhir 2,301,000.00 2,301,000.00
1 191,750.00 30,680.00 222,430.00 2,301,000.00 2,109,250.00 2 191,750.00 28,123.33 219,873.33 2,109,250.00 1,917,500.00 3 191,750.00 25,566.67 217,316.67 1,917,500.00 1,725,750.00 4 191,750.00 23,010.00 214,760.00 1,725,750.00 1,534,000.00 5 191,750.00 20,453.33 212,203.33 1,534,000.00 1,342,250.00 6 191,750.00 17,896.67 209,646.67 1,342,250.00 1,150,500.00 7 191,750.00 15,340.00 207,090.00 1,150,500.00 958,750.00 8 191,750.00 12,783.33 204,533.33 958,750.00 767,000.00 9 191,750.00 10,226.67 201,976.67 767,000.00 575,250.00
10 191,750.00 7,670.00 199,420.00 575,250.00 383,500.00 11 191,750.00 5,113.33 196,863.33 383,500.00 191,750.00 12 191,750.00 2,556.67 194,306.67 191,750.00 -
Jumlah 2,500,420.00
Lampiran 3. Proyeksi Pendapatan Operasional
No. Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7
Penerimaan
1 Penjualan Susu -
71,540,000.00
71,540,000.00
71,540,000.00
71,540,000.00
64,386,000.00
57,947,400.00
2 Penjualan Pedet -
35,000,000.00
35,000,000.00
35,000,000.00
35,000,000.00
35,000,000.00
35,000,000.00
3 Penjualan Sapi Afkir - - -
-
-
-
80,000,000.00
4 Penjualan Pupuk Kandang 9,125,000.00
9,125,000.00
9,125,000.00
9,125,000.00
9,125,000.00
9,125,000.00
9,125,000.00
Total Penerimaan 9,125,000.00
115,665,000.00
115,665,000.00
115,665,000.00
115,665,000.00
108,511,000.00
182,072,400.00
65
Lampiran 4. Proyeksi Laba Rugi
Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Jumlah
Penerimaan 9,125,000.00
115,665,000.00
115,665,000.00
115,665,000.00
115,665,000.00 108,511,000.00
182,072,400.00 762,368,400.00
Biaya-biaya
Biaya Tetap 11,512,500.00
11,512,500.00
11,512,500.00
11,512,500.00
11,512,500.00 11,512,500.00
11,512,500.00
Biaya Variabel 29,860,000.00
29,860,000.00
29,860,000.00
29,860,000.00
29,860,000.00 29,860,000.00
29,860,000.00 209,020,000.00
Sub Total 41,372,500.00
41,372,500.00
41,372,500.00
41,372,500.00
41,372,500.00 41,372,500.00
41,372,500.00
Depresiasi 23,148,142.86
23,148,142.86
23,148,142.86
23,148,142.86
23,148,142.86 23,148,142.86
23,148,142.86 162,037,000.00
Angsuran -
a. Angsuran Kredit 23,608,650.00
21,307,650.00
21,307,650.00
21,307,650.00
21,307,650.00 - - 108,839,250.00
b. Bunga Kredit 17,245,540.00
13,636,896.00
10,227,672.00
6,818,448.00
3,409,224.00 - - 51,337,780.00
Sub Total 40,854,190.00
34,944,546.00
31,535,322.00
28,126,098.00
24,716,874.00 - - 160,177,030.00
Total Biaya 105,374,832.86
99,465,188.86
96,055,964.86
92,646,740.86
89,237,516.86 64,520,642.86
64,520,642.86 322,214,030.00
Laba (Rugi) -96,249,832.86 16,199,811.14
19,609,035.14
23,018,259.14
26,427,483.14 43,990,357.14
117,551,757.14 150,546,870.00
Profit Marjin -1054.79% 14.01% 16.95% 19.90% 22.85% 40.54% 64.56%
BEP Penjualan (Rp) -5,066,388.35 15,518,831.22
15,518,831.22
15,518,831.22
15,518,831.22 15,883,242.27
13,770,944.45
BEP Jumlah Penjualan (liter) -198.29 607.39 607.39 607.39 607.39 621.65 538.98
BEP (Rp/liter) 1,619.28
1,619.28
1,619.28
1,619.28
1,799.20 1,999.11
1,619.28
BEP (Rata-rata Penjualan) 12,380,446.18
BEP (Rata-rata Jumlah Penjualan) 484.56
BEP (Rata-rata Rp/liter) 1,699.24
66
Lampiran 5. Proyeksi Arus Kas dan Analisis Kelayakan
No. Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Perhitungan NPV, Net B/C Ratio, IRR, dan PBP
1 2 3 4 5 6 7 DF 16%
I Inflow NPV DF 16% 57,556,076.67
1 Penerimaan - 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 182,072,400.00 B/C Ratio 1.17
2 Kredit Investasi 106,538,250.00 - - - - - - - Net B/C Ratio 1.30
3 Kredit Modal Kerja 2,301,000.00 - - - - - - - IRR 24%
4 Dana Sendiri 58,605,750.00 - - - - - - - PBP (tahun) 2.30
5 Nilai Sisa - - - - - - - 11,508,000.00
Jumlah 167,445,000.00 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 193,580,400.00
Inflow untuk IRR - 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 193,580,400.00
II Outflow
1 Biaya Investasi 163,905,000.00 - - - 20,000,000.00 - - -
2 Biaya Modal Kerja 3,540,000.00 - - - - - - -
3 Biaya Operasional - 37,632,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00
4 Angsuran Pokok - 23,608,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 - -
5 Bunga Bank - 17,245,540.00 13,636,896.00 10,227,672.00 6,818,448.00 3,409,224.00 - -
Jumlah 167,445,000.00 78,486,690.00 76,317,046.00 72,907,822.00 89,498,598.00 66,089,374.00 41,372,500.00 41,372,500.00
Outflow untuk IRR 167,445,000.00 37,632,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 61,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00
III Total Cashflow - -69,361,690.00 39,347,954.00 42,757,178.00 26,166,402.00 49,575,626.00 67,138,500.00 152,207,900.00
IV Kumulatif Cashflow - -69,361,690.00 -30,013,736.00 12,743,442.00 38,909,844.00 88,485,470.00 155,623,970.00 307,831,870.00
V Kumulatif Cashflow (-nilai sisa) - -69,361,690.00 -30,013,736.00 12,743,442.00 38,909,844.00 88,485,470.00 155,623,970.00 296,323,870.00
VI Cashflow Untuk IRR -167,445,000.00 -28,507,500.00 74,292,500.00 74,292,500.00 54,292,500.00 74,292,500.00 67,138,500.00 152,207,900.00
VII Discount Factor 16% 1.0000 0.8621 0.7432 0.6407 0.5523 0.4761 0.4104 0.3538
VIII PV Inflow 0.0000 7,866,379.3103 85,957,936.9798 74,101,669.8102 63,880,749.8363 55,069,611.9279 44,537,499.4962 68,494,461.9271
IX PV Outflow 167,445,000.0000 32,441,810.3448 30,746,507.1344 26,505,609.5986 33,895,485.4047 19,697,985.7302 16,981,022.1812 14,638,812.2252
X PV Cashflow -167,445,000.00 -24,575,431.03 55,211,429.85 47,596,060.21 29,985,264.43 35,371,626.20 27,556,477.31 53,855,649.70
67
Lampiran 6. Analisis Switching Value Penurunan Pendapatan 14 Persen
No. Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Perhitungan NPV, Net B/C Ratio, IRR, dan PBP
1 2 3 4 5 6 7 DF 16%
I Inflow NPV DF 16% 2,138,975.20
1 Penerimaan - 7,847,500.00 99,471,900.00 99,471,900.00 99,471,900.00 99,471,900.00 93,319,460.00 156,582,264.00 B/C Ratio 1.0062
2 Kredit Investasi 106,538,250.00 - - - - - - - Net B/C Ratio 1.0111
3 Kredit Modal Kerja 2,301,000.00 - - - - - - - IRR 16%
4 Dana Sendiri 58,605,750.00 - - - - - - - PBP (tahun) 4.67
5 Nilai Sisa - - - - - - - 11,508,000.00
Jumlah 167,445,000.00 7,847,500.00 99,471,900.00 99,471,900.00 99,471,900.00 99,471,900.00 93,319,460.00 168,090,264.00
Inflow untuk IRR - 7,847,500.00 99,471,900.00 99,471,900.00 99,471,900.00 99,471,900.00 93,319,460.00 168,090,264.00
II Outflow
1 Biaya Investasi 163,905,000.00 - - - 20,000,000.00 - - -
2 Biaya Modal Kerja 3,540,000.00 - - - - - - -
3 Biaya Operasional - 37,632,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00
4 Angsuran Pokok - 23,608,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 - -
5 Bunga Bank - 17,245,540.00 13,636,896.00 10,227,672.00 6,818,448.00 3,409,224.00 - -
Jumlah 167,445,000.00 78,486,690.00 76,317,046.00 72,907,822.00 89,498,598.00 66,089,374.00 41,372,500.00 41,372,500.00
Outflow untuk IRR 167,445,000.00 37,632,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 61,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00
III Total Cashflow - -70,639,190.00 23,154,854.00 26,564,078.00 9,973,302.00 33,382,526.00 51,946,960.00 126,717,764.00
IV Kumulatif Cashflow - -70,639,190.00 -47,484,336.00 -20,920,258.00 -10,946,956.00 22,435,570.00 74,382,530.00 201,100,294.00
V Kumulatif Cashflow (-nilai sisa) - -70,639,190.00 -47,484,336.00 -20,920,258.00 -10,946,956.00 22,435,570.00 74,382,530.00 189,592,294.00
VI Cashflow Untuk IRR -167,445,000.00 -29,785,000.00 58,099,400.00 58,099,400.00 38,099,400.00 58,099,400.00 51,946,960.00 126,717,764.00
VII Discount Factor 16% 1.0000 0.8621 0.7432 0.6407 0.5523 0.4761 0.4104 0.3538
VIII PV Inflow 0.0000 6,765,086.2069 73,923,825.8026 63,727,436.0367 54,937,444.8593 47,359,866.2580 38,302,249.5667 59,475,299.0895
IX PV Outflow 167,445,000.0000 32,441,810.3448 30,746,507.1344 26,505,609.5986 33,895,485.4047 19,697,985.7302 16,981,022.1812 14,638,812.2252
X PV Cashflow -167,445,000.00 -25,676,724.14 43,177,318.67 37,221,826.44 21,041,959.45 27,661,880.53 21,321,227.39 44,836,486.86
68
Lampiran 7. Analisis Switching Value Penurunan Pendapatan 14 Persen
No. Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Perhitungan NPV, Net B/C Ratio, IRR, dan PBP
1 2 3 4 5 6 7 DF 16%
I Inflow NPV DF 16% -1,819,389.19
1 Penerimaan - 7,756,250.00 98,315,250.00 98,315,250.00 98,315,250.00 98,315,250.00 92,234,350.00 154,761,540.00 B/C Ratio 0.9947
2 Kredit Investasi 106,538,250.00 - - - - - - - Net B/C Ratio 0.9906
3 Kredit Modal Kerja 2,301,000.00 - - - - - - - IRR 16%
4 Dana Sendiri 58,605,750.00 - - - - - - - PBP (tahun) 4.55
5 Nilai Sisa - - - - - - - 11,508,000.00
Jumlah 167,445,000.00 7,756,250.00 98,315,250.00 98,315,250.00 98,315,250.00 98,315,250.00 92,234,350.00 166,269,540.00
Inflow untuk IRR - 7,756,250.00 98,315,250.00 98,315,250.00 98,315,250.00 98,315,250.00 92,234,350.00 166,269,540.00
II Outflow
1 Biaya Investasi 163,905,000.00 - - - 20,000,000.00 - - -
2 Biaya Modal Kerja 3,540,000.00 - - - - - - -
3 Biaya Operasional - 37,632,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00
4 Angsuran Pokok - 23,608,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 - -
5 Bunga Bank - 17,245,540.00 13,636,896.00 10,227,672.00 6,818,448.00 3,409,224.00 - -
Jumlah 167,445,000.00 78,486,690.00 76,317,046.00 72,907,822.00 89,498,598.00 66,089,374.00 41,372,500.00 41,372,500.00
Outflow untuk IRR 167,445,000.00 37,632,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 61,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00 41,372,500.00
III Total Cashflow - -70,730,440.00 21,998,204.00 25,407,428.00 8,816,652.00 32,225,876.00 50,861,850.00 124,897,040.00
IV Kumulatif Cashflow - -70,730,440.00 -48,732,236.00 -23,324,808.00 -14,508,156.00 17,717,720.00 68,579,570.00 193,476,610.00
V Kumulatif Cashflow (-nilai sisa) - -70,730,440.00 -48,732,236.00 -23,324,808.00 -14,508,156.00 17,717,720.00 68,579,570.00 181,968,610.00
VI Cashflow Untuk IRR -167,445,000.00 -29,876,250.00 56,942,750.00 56,942,750.00 36,942,750.00 56,942,750.00 50,861,850.00 124,897,040.00
VII Discount Factor 16% 1.0000 0.8621 0.7432 0.6407 0.5523 0.4761 0.4104 0.3538
VIII PV Inflow 0.0000 6,686,422.4138 73,064,246.4328 62,986,419.3386 54,298,637.3609 46,809,170.1387 37,856,874.5718 58,831,073.1725
IX PV Outflow 167,445,000.0000 32,441,810.3448 30,746,507.1344 26,505,609.5986 33,895,485.4047 19,697,985.7302 16,981,022.1812 14,638,812.2252
X PV Cashflow -167,445,000.00 -25,755,387.93 42,317,739.30 36,480,809.74 20,403,151.96 27,111,184.41 20,875,852.39 44,192,260.95 69
Lampiran 8. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Operasional 11 Persen
No. Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Perhitungan NPV, Net B/C Ratio, IRR, dan PBP
1 2 3 4 5 6 7 DF 16%
I Inflow - 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 182,072,400.00 NPV DF 16% 1,473,398.68
1 Penerimaan 106,538,250.00 - - - - - - - B/C Ratio 1.0037
2 Kredit Investasi 2,301,000.00 - - - - - - - Net B/C Ratio 1.0075
3 Kredit Modal Kerja 58,605,750.00 - - - - - - - IRR 16%
4 Dana Sendiri - - - - - - - 11,508,000.00 PBP (tahun) 3.49
5 Nilai Sisa 167,445,000.00 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 193,580,400.00
Jumlah - 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 193,580,400.00
Inflow untuk IRR
II Outflow 163,905,000.00 - - - 20,000,000.00 - - -
1 Biaya Investasi 3,540,000.00 - - - - - - -
2 Biaya Modal Kerja - 41,772,075.00 45,923,475.00 50,975,057.25 56,582,313.55 62,806,368.04 69,715,068.52 77,383,726.06
3 Biaya Operasional - 23,608,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 - -
4 Angsuran Pokok - 17,245,540.00 13,636,896.00 10,227,672.00 6,818,448.00 3,409,224.00 - -
5 Bunga Bank 167,445,000.00 82,626,265.00 80,868,021.00 82,510,379.25 104,708,411.55 87,523,242.04 69,715,068.52 77,383,726.06
Jumlah 167,445,000.00 41,772,075.00 45,923,475.00 50,975,057.25 76,582,313.55 62,806,368.04 69,715,068.52 77,383,726.06
Outflow untuk IRR - -73,501,265.00 34,796,979.00 33,154,620.75 10,956,588.45 28,141,757.96 38,795,931.48 116,196,673.94
III Total Cashflow - -73,501,265.00 -38,704,286.00 -5,549,665.25 5,406,923.20 33,548,681.16 72,344,612.64 188,541,286.58
IV Kumulatif Cashflow - -73,501,265.00 -38,704,286.00 -5,549,665.25 5,406,923.20 33,548,681.16 72,344,612.64 177,033,286.58
V Kumulatif Cashflow (-nilai sisa) -167,445,000.00 -32,647,075.00 69,741,525.00 64,689,942.75 39,082,686.45 52,858,631.96 38,795,931.48 116,196,673.94
VI Cashflow Untuk IRR 1.0000 0.8621 0.7432 0.6407 0.5523 0.4761 0.4104 0.3538
VII Discount Factor 16% 0.0000 7,866,379.3103 85,957,936.9798 74,101,669.8102 63,880,749.8363 55,069,611.9279 44,537,499.4962 68,494,461.9271
VIII PV Inflow 167,445,000.0000 36,010,409.4828 34,128,622.9191 32,657,561.5864 42,295,730.0274 29,902,929.2737 28,614,009.9084 27,380,647.4124
IX PV Outflow -167,445,000.00 -28,144,030.17 51,829,314.06 41,444,108.22 21,585,019.81 25,166,682.65 15,923,489.59 41,113,814.51
X PV Cashflow - 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 182,072,400.00 70
Lampiran 9. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Operasional 12 Persen
No. Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Perhitungan NPV, Net B/C Ratio, IRR, dan PBP
1 2 3 4 5 6 7 DF 16%
I Inflow - 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 182,072,400.00 NPV DF 16% -4,520,141.66
1 Penerimaan 106,538,250.00 - - - - - - - B/C Ratio 0.9888
2 Kredit Investasi 2,301,000.00 - - - - - - - Net B/C Ratio 0.9769
3 Kredit Modal Kerja 58,605,750.00 - - - - - - - IRR 15%
4 Dana Sendiri - - - - - - - 11,508,000.00 PBP (tahun) 3.23
5 Nilai Sisa 167,445,000.00 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 193,580,400.00
Jumlah - 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 193,580,400.00
Inflow untuk IRR
II Outflow 163,905,000.00 - - - 20,000,000.00 - - -
1 Biaya Investasi 3,540,000.00 - - - - - - -
2 Biaya Modal Kerja - 42,148,400.00 46,337,200.00 51,897,664.00 58,125,383.68 65,100,429.72 72,912,481.29 81,661,979.04
3 Biaya Operasional - 23,608,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 - -
4 Angsuran Pokok - 17,245,540.00 13,636,896.00 10,227,672.00 6,818,448.00 3,409,224.00 - -
5 Bunga Bank 167,445,000.00 83,002,590.00 81,281,746.00 83,432,986.00 106,251,481.68 89,817,303.72 72,912,481.29 81,661,979.04
Jumlah 167,445,000.00 42,148,400.00 46,337,200.00 51,897,664.00 78,125,383.68 65,100,429.72 72,912,481.29 81,661,979.04
Outflow untuk IRR - -73,877,590.00 34,383,254.00 32,232,014.00 9,413,518.32 25,847,696.28 35,598,518.71 111,918,420.96
III Total Cashflow - -73,877,590.00 -39,494,336.00 -7,262,322.00 2,151,196.32 27,998,892.60 63,597,411.31 175,515,832.27
IV Kumulatif Cashflow - -73,877,590.00 -39,494,336.00 -7,262,322.00 2,151,196.32 27,998,892.60 63,597,411.31 164,007,832.27
V Kumulatif Cashflow (-nilai sisa) -167,445,000.00 -33,023,400.00 69,327,800.00 63,767,336.00 37,539,616.32 50,564,570.28 35,598,518.71 111,918,420.96
VI Cashflow Untuk IRR 1.0000 0.8621 0.7432 0.6407 0.5523 0.4761 0.4104 0.3538
VII Discount Factor 16% 0.0000 7,866,379.3103 85,957,936.9798 74,101,669.8102 63,880,749.8363 55,069,611.9279 44,537,499.4962 68,494,461.9271
VIII PV Inflow 167,445,000.0000 36,334,827.5862 34,436,087.9905 33,248,636.6805 43,147,953.9250 30,995,161.8995 29,926,363.2133 28,894,419.6542
IX PV Outflow -167,445,000.00 -28,468,448.28 51,521,848.99 40,853,033.13 20,732,795.91 24,074,450.03 14,611,136.28 39,600,042.27
X PV Cashflow - 9,125,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 115,665,000.00 108,511,000.00 182,072,400.00 71
Lampiran 10. Analisis Switching Value Perubahan Pendapatan dan Biaya Operasional 10 Persen
No. Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Perhitungan NPV, Net B/C Ratio, IRR, dan PBP
1 2 3 4 5 6 7 DF 16%
I Inflow - 8,212,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 97,659,900.00 163,865,160.00 NPV DF 16% 1,586,291.70
1 Penerimaan 106,538,250.00 - - - - - - - B/C Ratio 1.0044
2 Kredit Investasi 2,301,000.00 - - - - - - - Net B/C Ratio 1.0081
3 Kredit Modal Kerja 58,605,750.00 - - - - - - - IRR 16%
4 Dana Sendiri - - - - - - - 11,508,000.00 PBP (tahun) 4.62
5 Nilai Sisa 167,445,000.00 8,212,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 97,659,900.00 175,373,160.00
Jumlah - 8,212,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 97,659,900.00 175,373,160.00
Inflow untuk IRR
II Outflow 163,905,000.00 - - - 20,000,000.00 - - -
1 Biaya Investasi 3,540,000.00 - - - - - - -
2 Biaya Modal Kerja - 41,395,750.00 45,509,750.00 45,509,750.00 45,509,750.00 45,509,750.00 45,509,750.00 45,509,750.00
3 Biaya Operasional - 23,608,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 - -
4 Angsuran Pokok - 17,245,540.00 13,636,896.00 10,227,672.00 6,818,448.00 3,409,224.00 - -
5 Bunga Bank 167,445,000.00 82,249,940.00 80,454,296.00 77,045,072.00 93,635,848.00 70,226,624.00 45,509,750.00 45,509,750.00
Jumlah 167,445,000.00 41,395,750.00 45,509,750.00 45,509,750.00 65,509,750.00 45,509,750.00 45,509,750.00 45,509,750.00
Outflow untuk IRR - -74,037,440.00 23,644,204.00 27,053,428.00 10,462,652.00 33,871,876.00 52,150,150.00 129,863,410.00
III Total Cashflow - -74,037,440.00 -50,393,236.00 -23,339,808.00 -12,877,156.00 20,994,720.00 73,144,870.00 203,008,280.00
IV Kumulatif Cashflow - -74,037,440.00 -50,393,236.00 -23,339,808.00 -12,877,156.00 20,994,720.00 73,144,870.00 191,500,280.00
V Kumulatif Cashflow (-nilai sisa) -167,445,000.00 -33,183,250.00 58,588,750.00 58,588,750.00 38,588,750.00 58,588,750.00 52,150,150.00 129,863,410.00
VI Cashflow Untuk IRR 1.0000 0.8621 0.7432 0.6407 0.5523 0.4761 0.4104 0.3538
VII Discount Factor 16% 0.0000 7,079,741.3793 77,362,143.2818 66,691,502.8291 57,492,674.8527 49,562,650.7351 40,083,749.5466 62,052,202.7574
VIII PV Inflow 167,445,000.0000 35,685,991.3793 33,821,157.8478 29,156,170.5584 36,180,451.7494 21,667,784.3032 18,679,124.3994 16,102,693.4477
IX PV Outflow -167,445,000.00 -28,606,250.00 43,540,985.43 37,535,332.27 21,312,223.10 27,894,866.43 21,404,625.15 45,949,509.31
X PV Cashflow - 8,212,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 104,098,500.00 97,659,900.00 163,865,160.00
72
Lampiran 11. Analisis Switching Value Perubahan Pendapatan dan Biaya Operasional 11 Persen
No. Uraian Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6 Tahun 7 Perhitungan NPV, Net B/C Ratio, IRR, dan PBP
1 2 3 4 5 6 7 DF 16%
I Inflow - 8,121,250.00 102,941,850.00 102,941,850.00 102,941,850.00 102,941,850.00 96,574,790.00 162,044,436.00 NPV DF 16% -4,010,686.80
1 Penerimaan 106,538,250.00 - - - - - - - B/C Ratio 0.9889
2 Kredit Investasi 2,301,000.00 - - - - - - - Net B/C Ratio 0.9796
3 Kredit Modal Kerja 58,605,750.00 - - - - - - - IRR 15%
4 Dana Sendiri - - - - - - - 11,508,000.00 PBP (tahun) 4.44
5 Nilai Sisa 167,445,000.00 8,121,250.00 102,941,850.00 102,941,850.00 102,941,850.00 102,941,850.00 96,574,790.00 173,552,436.00
Jumlah - 8,121,250.00 102,941,850.00 102,941,850.00 102,941,850.00 102,941,850.00 96,574,790.00 173,552,436.00
Inflow untuk IRR
II Outflow 163,905,000.00 - - - 20,000,000.00 - - -
1 Biaya Investasi 3,540,000.00 - - - - - - -
2 Biaya Modal Kerja - 41,772,075.00 45,923,475.00 45,923,475.00 45,923,475.00 45,923,475.00 45,923,475.00 45,923,475.00
3 Biaya Operasional - 23,608,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 21,307,650.00 - -
4 Angsuran Pokok - 17,245,540.00 13,636,896.00 10,227,672.00 6,818,448.00 3,409,224.00 - -
5 Bunga Bank 167,445,000.00 82,626,265.00 80,868,021.00 77,458,797.00 94,049,573.00 70,640,349.00 45,923,475.00 45,923,475.00
Jumlah 167,445,000.00 41,772,075.00 45,923,475.00 45,923,475.00 65,923,475.00 45,923,475.00 45,923,475.00 45,923,475.00
Outflow untuk IRR - -74,505,015.00 22,073,829.00 25,483,053.00 8,892,277.00 32,301,501.00 50,651,315.00 127,628,961.00
III Total Cashflow - -74,505,015.00 -52,431,186.00 -26,948,133.00 -18,055,856.00 14,245,645.00 64,896,960.00 192,525,921.00
IV Kumulatif Cashflow - -74,505,015.00 -52,431,186.00 -26,948,133.00 -18,055,856.00 14,245,645.00 64,896,960.00 181,017,921.00
V Kumulatif Cashflow (-nilai sisa) -167,445,000.00 -33,650,825.00 57,018,375.00 57,018,375.00 37,018,375.00 57,018,375.00 50,651,315.00 127,628,961.00
VI Cashflow Untuk IRR 1.0000 0.8621 0.7432 0.6407 0.5523 0.4761 0.4104 0.3538
VII Discount Factor 16% 0.0000 7,001,077.5862 76,502,563.9120 65,950,486.1310 56,853,867.3543 49,011,954.6158 39,638,374.5516 61,407,976.8404
VIII PV Inflow 167,445,000.0000 36,010,409.4828 34,128,622.9191 29,421,226.6544 36,408,948.3838 21,864,764.1605 18,848,934.6212 16,249,081.5700
IX PV Outflow -167,445,000.00 -29,009,331.90 42,373,940.99 36,529,259.48 20,444,918.97 27,147,190.46 20,789,439.93 45,158,895.27
X PV Cashflow - 8,121,250.00 102,941,850.00 102,941,850.00 102,941,850.00 102,941,850.00 96,574,790.00 162,044,436.00
73