16
Acara I SURIMI LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama : Lia Limiarti NIM : 13.70.0127 Kelompok E1 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015

Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Praktikum surimi dilaksanakan di lab. rekayasa pangan pada hari senin 26 Oktober 2015 didampingi oleh asisten dosen Yusdika Bayu.Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pembuatan produk antara surimi dari daging ikan bawal. Praktikum surimi diawali dengan mencuci bersih ikan bawal, kemudian ikan difillet, sehingga diperoleh daging ikan tanpa tulang sirip dan kepala sebanyak 100 gram. Kemudian digiling sambil diberi es, dan dicuci kembali dan disaring. Setelah disaring dan diperas daging ikan giling ditambah dengan sukrosa, garam dan polifosfat dengan konsentrasi yang berbeda- beda tiap kelompok. Kemudian daging disimpan di freezer selama 1 malam. Dan keesokan harinya diamati hardness, WHC, tektur dan aroma dari hasil akhir surimi.

Citation preview

Page 1: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

Acara I

SURIMI

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama : Lia Limiarti

NIM : 13.70.0127

Kelompok E1

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Page 2: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

1

1. MATERI DAN METODE

1.1. MATERI

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, kain saring, penggiling daging,

freezer, milimeter blok, timbangan analitik, plastik, dan texture analyzer.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal, garam, gula pasir, polifosfat,

es batu.

1.2. METODE

Ikan bawal dicuci bersih dengan air

mengalir

Daging ikan difilllet dengan cara dibuang bagian

kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulitnya.

Bagian daging putihnya diambil sebanyak 100 gram.

Daging ikan digiling hingga halus, selama penggilingan dapat

ditambahkan es batu untuk menjaga suhu rendah.

Page 3: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

2

Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan

menggunakan kain saring.

Daging ikan ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2);

5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% (kelompok 1, 2, 3, 4, 5), dan

polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3% (kelompok 2, 3); 0,5%

(kelompok 4, 5).

Plastik diikat dan ditaruh di dalam loyang untuk

kemudian dibekukan dalam freezer selama 1 malam.

Setelah dithawing, surimi diuji kualitas sensorisnya

yang meliputi kekenyalan dan aroma.

Page 4: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

3

Surimi diukur tingkat kekerasannya dengan

menggunakan texture analyzer.

Surimi dipress dengan

menggunakan presser.

Surimi diukur WHCnya dengan menggunakan milimeter blok untuk kemudian dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Page 5: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

4

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan Surimi

Kel. Perlakuan Hardness

(gf)

WHC

(mg H2O)

Sensori

Kekenyalan Aroma

1 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,1% 106,73 268087,13 ++ + +

2 Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,3% 110,22 332457,81 ++ + + +

3 Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3% 152,62 290357,43 ++ + + +

4 Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5% 91,879 277594,52 ++ + + +

5 Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5% 123,41 327271,52 + + ++ +

Keterangan :

Kekenyalan Aroma

+ : tidak kenyal + : tidak amis

+ + : kenyal + + : amis

+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis

Dari tabel 1. dapat dilihat hasil uji hardness, WHC dan uji sensori surimi, pada kelompok E1

dengan penambahan sukrosa dan garam 2,5%; serta polifosfat sebesar 0,1% didapatkan hasil

hardness sebesar 106,73 gf dengan Water holding capacity surimi sebesar 268087,13 mg.

Apabila diuji dengan faktor sensoris yang meliputi aroma dan kekenyalan, aroma yang

dihasilkan dari surimi kelompok E1 adalah amis dengan tekstur kenyal. Pada kelompok E2,

dengan penambahan sukrosa dan garam 2,5%; serta polifosfat sebesar 0,3% didapatkan hasil

hardness surimi dari E2 adalah sebesar 110,22 gf dengan water holding capacity sebesar

332457,81 mg. Apabila diuji dengan faktor sensoris yang meliputi aroma dan kekenyalan,

aroma yang dihasilkan dari surimi kelompok E2 adalah sangat amis dengan tekstur kenyal.

Pada kelompok E3, dengan penambahan sukrosa 5% dan garam 2,5%; serta polifosfat sebesar

0,3% didapatkan hasil hardness surimi dari E3 adalah sebesar 152,62 gf dengan water

holding capacity sebesar 290357,43 mg. Apabila diuji dengan faktor sensoris yang meliputi

aroma dan kekenyalan, aroma yang dihasilkan dari surimi kelompok E3 adalah amis dengan

tekstur sangat kenyal. Pada kelompok E4, dengan penambahan sukrosa 5% dan garam 2,5%;

serta polifosfat sebesar 0,5% didapatkan hasil hardness surimi dari E4 adalah sebesar 91,879

Page 6: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

5

gf dengan water holding capacity sebesar 277594,52 mg. Apabila diuji dengan faktor

sensoris yang meliputi aroma dan kekenyalan, aroma yang dihasilkan dari surimi kelompok

E4 adalah amis dengan tekstur sangat kenyal. Pada kelompok E5, dengan penambahan

sukrosa 5% dan garam 2,5%; serta polifosfat sebesar 0,5% didapatkan hasil hardness surimi

dari E5 adalah sebesar 123,41 gf dengan water holding capacity sebesar 327271,52 mg.

Apabila diuji dengan faktor sensoris yang meliputi aroma dan kekenyalan, aroma yang

dihasilkan dari surimi kelompok E5 adalah sangat amis dengan tekstur kenyal. Berdasarkan

keseluruhan data apabila dibandingkan, nilai hardness terbesar dan terkecil dihasilkan dari

surimi kelompok E3 dan E4. Sedangkan nilai WHC yang paling besar adalah E2 dan yang

kecil adalah E1. Untuk aroma amis pada surimi kelompok E1, E3 dan E4 sedangkan E2 dan

E5 beraroma sangat amis. Untuk kekenyalan tekstur surimi, kelompok E1, E2 dan E5 adalah

kenyal sedangkan E3 dan E4 sangat kenyal.

Page 7: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

6

3. PEMBAHASAN

Surimi merupakan produk olahan ikan setengah jadi atau intermediate product yang dapat

diolah lebih lanjut, dan diperoleh dari produk makanan laut seperti kaki kepiting imitasi,

kerang, udang dan lainnya (Lee, 1984). Surimi memiliki nilai tinggi terutama pada

pengembangan produk olahan ikan. Hal ini dikarenakan oleh surimi yang dapat diproses dan

diolah kembali menjadi berbagai macam produk dan menjadi bahan campuran olahan dalam

pembuatan bakso, sosis, abon dan produk lainnya. Berdasarkan surimi yang biasa diproduksi,

terdapat 2 jenis surimi yaitu mu-en surimi dan ka-en surimi. Faktor yang membedakan 2 jenis

surimi ini adalah ada atau tidaknya penambahan garam pada proses pembuatannya. Mu-en

surimi merupakan produk surimi yang dibuat tanpa menggunakan penambahan garam,

sedangkan ka-en surimi dibuat dengan menggunakan garam pada konsentrasi tertentu

(Agustiani et al., 2006).

Pada praktikum pembuatan surimi, bahan yang digunakan adalah ikan bawal. Ikan bawal

merupakan ikan air tawar (Colossoma macropomum) yang memiliki rasa daging yang gurih

dan enak, walaupun sekarang menjadi alternatif baru. Ikan bawal banyak dibudidayakan

karena memiliki kelebihan seperti mengandung gizi yang cukup tinggi, mudah dibudidayakan

dan harganya terjangkau (Anggraini, 2002).Otot ikan yang memiliki kandungan tinggi

pigmen dan non-struktural lipid yang dapat menyebabkan bau amis. Jenis ikan seperti ini

cocok untuk diolah menjadi surimi yang menekankan kekuatan gel, dimana kekuatan gel

berkorelasi positif dengan tingginya kandungan protein, terutama protein myofibril (aktin dan

miosin) dan rendahnya kandungan lemak (Lagler et al., 1977). Faktor yang menentukan

kualitas surimi adalah kesegaran ikan (Benjakul et al., 2002). Dengan demikian, penanganan

ikan segar sangat penting, dan ikan segar disimpan dalam es apabila akan digunakan untuk

produksi surimi. Untuk mencegah kerusakan dan denaturasi protein myofibrial, penanganan

pasca panen haruslah tepat. Seperti mengkondisikan suhu penyimpanan beku untuk

mengawetkan ikan selama periode waktu yang diperlukan untuk perjalanan antara tempat

penangkapan menuju pabrik pembuatan surimi.

Setiap tahap pembuatan memiliki peran yang penting karena akan mempengaruhi kualitas

akhir surimi. Untuk membuat surimi harus melewati beberapa tahapan secara kontinyu

seperti pencucian yang berulang (leaching), penggilingan, pengepresan, penambahan

senyawa cryoprotectan dan polifosfat sebagai bahan tambahan (food additive) serta

Page 8: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

7

dilanjutkan dengan proses pembekuan (Mallett, 1993) atau tanpa pembekuan, yang

diharapkan mempunyai kemampuan fungsional dalam membentuk gel dan mengikat air

(Okada, 1992).

Pembuatan surimi diawali dengan tahap pencucian, dengan mencuci ikan bawal dengan air

yang mengalir atau bersuhu rendah. Prosedur pencucian sangat penting untuk kualitas surimi

karena dapat mengurangi beberapa komponen yang larut dalam air (pigmen heme) serta

meningkatkan kualitas tekstur (Tenuta dan Yesus, 2003). Komponen yang tidak diinginkan

seperti darah, lemak, dan protein pigmen sarkoplasma dapat dikeluarkan melalui tahap

pencucian (Piyadhammaviboon dan Yongsawatdigul, 2010) serta meningkatkan

pembentukan gel surimi selama proses memasak (Han et al., 2009). Selain itu menurut Lanier

& Lee (1992), tidak hanya menghilangkan lemak dan bahan yang tidak diinginkan, seperti

darah, pigmen dan zat yg berbau akan tetapi, dapat meningkatkan konsentrasi protein

miofibrillar sehingga, kemampuan pembentuk gel dapat ditingkatkan. Pendapat yang sama

diungkapkan oleh Okada (1985) bahwa langkah yang dilakukan adalah mencuci dan

menghilangkan protein larut air, lemak dan bahan yang tidak diinginkan seperti darah,

pigmen, dan zat yg berbau, enzim, dan trimetilamina oksida (TMAO). Hal ini meningkatkan

konsentrasi myofibrillar protein (actomyosin), yang meningkatkan kemampuan pembentuk

gel dan elastisitas.

Setelah itu, ikan difillet dengan cara membuang bagian kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut dan

kulitnya, untuk diambil bagian daging putihnya sebanyak 100 gram untuk membuat surimi.

Kemudian fillet daging ikan bawal digiling menggunakan blender hingga halus dan ditambah

sedikit es batu kecil- kecil. Tujuan dari penambahan es batu adalah untuk mempertahankan

suhu daging agar tetap segar, denaturasi protein tidak terjadi selama dilakukan pembekuan

dan timbulnya bakteri dapat dicegah (Matsumoto, 1992). Kemudian pada bubur ikan bawal

ditambahkan sukrosa sebanyak 2,5% dari berat sampel 100 gr untuk kelompok E1 dan E2

serta sebanyak 5% dari berat sampel 100 gr untuk kelompok E3, E4 dan E5 serta

ditambahkan juga garam sebanyak 2,5% dari berat sampel 100 gr untuk semua kelompok dan

polifosfat sebanyak 0,1% dari berat sampel 100 gr untuk kelompok E1, 0,3% untuk kelompok

E2 dan E3 serta 0,5% untuk kelompok E4 dan E5. Penambahan sukrosa dan polifosfat sesuai

dengan bahasan dalam jurnal bahwa, krioprotektan adalah sukrosa dan sorbitol (1: 1) dengan

0,3% polifosfat yang ditambahkan sebagai sinergis (Yoon dan Lee, 1990; MacDonald dan

Lanier, 1991). Namun demikian, krioprotektan juga dapat memberikan rasa manis dan nilai

Page 9: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

8

kalori yang tinggi untuk surimi (Carvajal et al., 1999). Selanjutnya bubur ikan yang telah

diberi perlakuan sesuai dengan ketentuan masing-masing kelompok, difreezer selama satu

malam. Setelah itu diukur hardness, WHC, dan sensoris yang meliputi aroma dan tekstur.

Untuk mengetahui kandungan air bebas dalam surimi dilakukan perhitungan WHC (Water

Holding Capacity) dengan rumus :

mg H2O = Luas area basah = LA – LB

LA/LB = 1/3a (h0 + 4h1 + 2h2 + ..... + hn)

Penambahan sukrosa bertujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki daya ikat air (WHC)

dan membentuk tekstur yang lembut dan kompak pada pasta produk olahan surimi.

Sedangkan garam berfungsi sebagai penghambat selektif mikroorganisme pencemar

(pengawet) dengan kemampuan mempengaruhi aktifitas air (aw) dari bahan. Tingginya

kandungan gula (8-10%) yang ditambahkan dapat digunakan untuk mencegah denaturasi

protein selama penyimpanan beku (Parvathy U. & Sajan George.2011). Selain itu,

penambahan garam dapat menjadi faktor penyebab terjadinya kondisi anaerob (Buckle et al.,

1987). Sedangkan penambahan senyawa cryoprotectan yang berfungsi untuk melindungi

produk surimi dari dehidrasi atau kehilangan air pada struktur protein, sehingga dapat

mencegah denaturasi protein (Mallett, 1993). Selain itu menurut Lanier (1992), senyawa

polyphosphat berfungsi meningkatkan water holding capacity, pH dan membantu fungsi

senyawa cryoprotectan. Penambahan senyawa cryoprotectan dan polyphosphat diharapkan

dapat mencegah kerusakan protein dan meningkatkan daya ikat air pada produk surimi

sehingga dapat memberikan sifat fisikokimiawi yang baik terutama dapat membentuk tekstur

surimi yang kompak. Selain polifosfat, masih terdapat senyawa lain yang dapat ditambahkan

dalam pembuatan surimi yang dapat meningkatkan kualitas akhir surimi. Menurut

(Gonçalves dan Passos, 2003;. Ismail dkk, 2010), dengan penambahan asam fosfat, kalsium

karbonat, natrium bikarbonat atau natrium klorida dapat meningkatkan kenampakan surimi

dan meningkatkan daya WHC surimi.

Berdasarkan hasil pengamatan uji hardness, nilai hardness yang terbesar dan terkecil oleh

kelompok E3 dan E4. Untuk nilai hardness yang terbesar dihasilkan oleh kelompok E3

dengan perlakuan penambahan sukrosa sebanyak 5% dan polyphosphate sebanyak 0,3%,

tidak sesuai dengan teori. Karena masih terdapat perlakuan penambahan sukrosa dan

polyphosphate yang lebih sedikit, yang akan meningkatkan kemampuan WHC surimi dan

memperbesar nilai hardness. Sedangkan nilai hardness terkecil yang didapatkan oleh

Page 10: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

9

kelompok E4 sebesar 91,879 gf dengan perlakuan penambahan sukrosa sebanyak 5% dan

polyphosphate sebanyak 0,5% sudah sesuai dengan teori. Hal ini sesuai dengan teori menurut

Lanier (1992) bahwa, kadar polifosfat akan memperngaruhi daya ikat air produk atau

meningkatkan WHC. Kemampuan polifosfat untuk mencegahan penurunan daya ikat air

surimi disebabkan oleh sifat polyelectronic yang mampu berikatan dengan muatan positif

protein serta menyebabkan peningkatan kekuatan ionik dari sistem protein (Lanier, 1992).

Apabila disesuaikan dengan teori, seharusnya nilai hardness terbesar diperoleh kelompok E1,

karena persentase sukrosa dan polyphosphate yang ditambahkan lebih sedikit. Dengan

demikian, semakin banyak polifosfat dan sukrosa yang ditambahkan akan mengakibatkan

nilai hardness kecil, sedangkan nilai water holding capasity surimi menjadi meningkat.

Sedangkan hasil pengamatan uji WHC menghasilkan nilai terbesar 332457,81 mg oleh

kelompok E2. Hal ini tidak sesuai karena presentase sukrosa dan polifosfat yang ditambahkan

sebanyak 2,5% dan 0,1% termasuk sedikit bila dibandingkan dengan kelompok E3-E5.

Sedangkan hasil terkecil 268087, 13 mg yang diperoleh E1 sudah sesuai dengan teori.

Apabila sukrosa dan pilifosfat yang ditambahkan sedikit maka, dapat mengakibatkan

kemapuan water holding capacity menurun. Hal ini didukung oleh (Young, 1992) yang

mengungkapkan bahwa semakin tinggi sukrosa dan polifosfat yang ditambahkan akan

semakin sedikit pula air yang dikeluarkan atau WHC meningkat.

Sedangkan hasil pengamatan dari uji sensori surimi yang meliputi aroma dan kekenyalan

akan menghasilkan aroma amis pada surimi kelompok E1, E3 dan E4 sedangkan E2 dan E5

beraroma sangat amis dan untuk kekenyalan tekstur surimi, kelompok E1, E2 dan E5 adalah

kenyal sedangkan E3 dan E4 sangat kenyal. Hasil yang didapatkan sudah sesuai karena

surimi yang diberi penambahan polifosfat dan sukrosa yang tinggi akan meningkatkan WHC

sehingga mempengaruhi nilai hardness atau kekerasanpun akan menurun dan tekstur surimi

menjadi semakin kenyal. Hal ini dikarenakan oleh penambahan polifosfat yang juga

berfungsi dalam meningkatkan keempukan (Ockerman, 1983). Tekstur elastis dan kenyal

yang dimiliki surimi, biasanya disebabkan oleh kandungan konsentrasi protein miofibril yang

sangat tinggi (Tanaka, 2001). Maka dengan adanya proses pembentukan gel reaksi antara

protein dengan air akan meningkatkan tekstur. Kemampuan fungsional surimi dalam

membentuk gel dan mengikat air akan mempengaruhi kualitas dari produk akhir berbasis

surimi (Zamri& Etty, 2012). Dalam hal ini, protein miofibrillar ikan menjadi faktor penting

yang berpengaruh terhadap pembentukan gel, water holding capacity serta pembentukan

emulsi (N.Huda et al,. 2011).

Page 11: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

10

4. KESIMPULAN

Surimi merupakan produk olahan ikan setengah jadi yang dapat diolah lebih lanjut

Surimi adalah bagian dari daging ikan yang mana bagian kepala, tulang, sirip, dan ekor

ikan dihilangkan lalu dicuci dengan air dan dicampur dengan senyawa krioprotektan.

Ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi sebaiknya segar, memiliki daging

berwarna putih, tidak berbau lumpur, tidak terlalu amis, memiliki kadar lemak rendah,

serta memiliki kemampuan pembentukan gel yang baik.

Setiap tahap pembuatan memiliki peran yang penting karena mempengaruhi kualitas

surimi

Prosedur pencucian sangat penting untuk kualitas surimi.

Ciri-ciri surimi dengan mutu yang baik adalah memiliki warna putih, flavor yang baik,

dan elastisitasnya tinggi.

penambahan senyawa cryoprotectan yang berfungsi untuk denaturasi protein menjadi

faktor penting.

Penambahan senyawa cryoprotectan dan polyphosphat diharapkan dapat mencegah

kerusakan protein dan meningkatkan daya ikat air pada produk surimi

Semakin tinggi presentase sukrosa dan polifosfat yang ditambahkan mengakibatkan

hardness kecil yang berbanding terbalik dengan water holding capasity.

Semakin tinggi presentase sukrosa dan polifosfat yang ditambahkan maka WHC

meningkat.

Penambahan polifosfat yang juga berfungsi dalam meningkatkan keempukan surimi.

Proses pembentukan gel reaksi antara protein dengan air akan meningkatkan tekstur

menjadi kenyal.

Semarang, 2 November 2015

Praktikan, Asisten Dosen:

Kelompok E1

Lia Limiarti Yusdika Bayu S.

13.70.0127

Page 12: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

11

5. DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, T. W., Akhmad S.F, dan Ulfah, A. (2006). Modul Diversifikasi Produk Perikanan

Universitas Diponegoro Press. Semarang.

Amiza, M.A. and K. Nur Ain. (2012). Effect of Washing Cycle and Salt Addition on the

Properties of Gel from Silver Catfish (Pangasius Sp.) Surimi. UMT 11th International

Annual Symposium on Sustainability Science and Management.

Buckle K.A., Edward R.A., Fleet G.H., Wootton N. (1987). Ilmu Pangan. Edisi Kedua.

Penerjemah: Purnomo H, Adiono. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Lagler, K.F., Bardach, J.E., Miller, R.R., and Passino, D.R.M. (1977). Ichtiology. 2nd edition.

John Willey and Sons Inc., New York. 506 pp.

Lanier, T.C. dan C.M. Lee. (1992). Surimi Technology, Marcell Decker, Inc., New York.

Lee, C.M. (1984). Surimi processing technology. Food Tech. 38 (11): 69-80.

Mallet, C.P. (1993). Frozen Food Technology, Birds Eye Wall’s Ltd. Surrey.

Matsumoto J.J., Noguchi S.F. (1992). Cryostabilization of Protein in Surimi. Di dalam:

SurimiTechnology. Lanier TC, Lee CM, editors. New York : Marcel Dekker.

N, Huda et al,. .Cryoprotective Effect of Different Levels of Polidextrose in Threadfin Bream

Surimi During Frozen Storage. Journal Fisheries an Aquatic Science. 2011.

Nopianti, R., et al,. .Effect of different types of low sweetness sugar on physicochemical

properties of threadfin bream surimi (Nemipterus spp.) during frozen storage.

International Food Research Journal 19 (3): 1011-1021 (2012).

Okada, M. (1985). Ingredients on gel texture. In “Engineered seafood including surimi” pp.

507-513, Martin, R.E., and Collette, R.L. (eds), Noyes Data Corp., Park Ridge, N.J.

Okada, M. (1992). History of surimi technology in Japan. Di dalam Lanier TC, Lee CM

(eds). Surimi Technology. Marcel Dekker Inc., New York. p 3-21.

Piotrowicz, I. B. B. et al,. Chemical, technological and nutritional quality of sausage

processed with surimi. International Food Research Journal 22(5): 2103-2110 (2015).

Santana, P., et al,. .Technology for production of surimi powder and potential of applications.

International Food Research Journal 19(4): 1313-1323 (2012).

Tanaka, M. (2001). Surimi and Surimi Products. Department of Food Science and

Technology. Jepang.

U, Parvathy et al,. . Influence of cryoprotectant levels on storage stability of surimi from

Nemipterus japonicus and quality of surimi-based products. J Food Sci Technol (May

2014).

Page 13: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

12

Young L.L., C.M. Papa, C.E. Lyon and R.L. Wilson. (1992). Moisture Retention and

Textural Properties of Group Chicken Meat as Afected by Sodium Tripolyphosphate,

Ionic Strength and pH. J Food Sci 57(1), p. 1291-1294.

Zamri, Amir Izzwan and S.I. Etty. (2012). Development and Physicochemical Analysis of

Fish Ball from Starry Triggerfish (Abalistes stellatus) Surimi. UMT 11th International

Annual Symposium on Sustainability Science and Management. Terengganu,

Malaysia.

Zayas, J.F. (1997). Functionality of Proteins in Food. Springer-Verlag, Berlin. 358 pp.

Page 14: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

13

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Kelompok E1

Kelompok E2

Page 15: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

14

Kelompok E3

Kelompok E4

Kelompok E5

Page 16: Surimi_Lia Limiarti_13.70.0127_E1_Unika Soegijapranata

15

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal