Upload
reed-jones
View
27
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Fikosianin merupakan pigmen penghasil warna biru. Pada praktikum Teknologi Hasil Laut, pigmen fikosianin diisolasi dari biomassa Spirulina dan dibuat menjadi pewarna biru berbentuk bubuk/serbuk.
Citation preview
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
1
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Fikosianin
KelBerat
biomassa
kering (g)
Jumlah aquadesyangditambahkan (ml)
Total filtrat yangdiperoleh (ml)
OD615 OD652KF
(mg/ml)Yield
(mg/g)
Keterangan WarnaSebelum
Dioven
Sesudah
DiovenA1 8 100 50 0,0894 0,0366 0,013 0,081 +++ ++++A2 8 100 50 0,0890 0,0367 0,013 0,081 +++ ++++A3 8 100 50 0,0894 0,0366 0,013 0,081 +++ ++++A4 8 100 50 0,0886 0,0366 0,013 0,081 +++ ++++A5 8 100 50 0,0891 0,0376 0,013 0,081 +++ ++++A6 8 100 50 0,0890 0,0374 0,013 0,081 +++ ++++
Keterangan :Warna+ = biru sangat tua++ = biru tua+++ = biru muda++++ = biru sangat muda
Berdasarkan Tabel 2 diatas, pengamatan fikosianin dilakukan dengan menggunakan biomassa Spirulina kering sebanyak 8 gram pada
masing-masing kelompok. Jumlah aquadesyang ditambahkan pada semua kelompok (A1-A6) adalah sebanyak 100 ml dengan total filtrat
yang diperoleh sebesar 50 ml. Hasil yang didapat antar kelompok terlihat bahwa tidak ada perbedaan pada nilai KF dan jumlah yield, yaitu
secara berurutan adalah sebesar 0,013 mg/ml dan 0,081 mg/g. Warna yang didapatkan sebelum di oven dan setelah dioven pada semua
kelompok juga tidak menunjukkan adanya perbedaan, yaitu dari warna biru muda saat sebelum dioven menjadi biru sangat muda setelah
dioven.
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
2
2. PEMBAHASAN
Menurut Chandra (2011), saat ini salah satu cara yang dilakukan produsen makanan
dalam mengembangkan produk adalah melalui warna. Dengan memberikan pewarna
pada produknya, maka selera konsumen akan tergugah melalui penampakan produk
(termasuk warna) yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Mohammad (2007)
menjelaskan bahwa secara umum pigmen digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu pigmen
buatan / sintetis dan pigmen alami / biopigmen. Spolaroe, et al.(2006) mengungkapkan
bahwa salah satu spesies yang berpotensi menghasilkan warna biru adalah Spirulina,
dimana pigmen yang dihasilkan ini berpotensi digunakan sebagai pewarna alami dalam
produk makanan.
Metting & Pyne (1986) menyatakan bahwa mikroalga merupakan organisme yang
berasal dari ekosistem perairan dan dapat menghasilkan energi dan metabolit yang
sangat bermanfaat, sehingga keberadaannya sebagai organisme hidup yang berukuran
mikroskopis sudah mulai banyak diteliti. Sebelumnya, pemanfaatan mikroalga di
lingkungan adalah sebagai sumber makanan bagi biota perairan seperti ikan. Namun
pemanfaatan mikroalga pada saat ini sudah sangat berkembang, selain sebagai pakanalami dan makanan sehat, mikroalga juga memiliki potensi yang dapat menghasilkan
komponen bioaktif untuk bahan farmasi, kedokteran, industri pangan dan sebagainya.
Salah satu jenis mikroalga yang potensial untuk dikembangkan adalah Spirulina sp.
yang telah diproduksi untuk pangan sehat sebagai sumber protein, vitamin, dan mineral.
Richmond (1988) mengatakan bahwa Spirulina termasuk kelompok alga hijau-biru
(blue-green algae). Spirulina merupakan organisme multiseluler, dimana strukturtubuhnya berupa filamen berwarna hijau-biru yang berbentuk silinder dan tidak
bercabang. Tietze (2004) menambahkan pula bahwa Spirulina sp. mampu tumbuh di
perairan danau yang bersifat alkali dan suhu hangat atau kolam dangkal di wilayah
tropis. Spirulina mempunyai membran sel yang tipis dan lembut sehingga mudah
dicerna dan tidak membutuhkan proses pengolahan secara khusus untuk pemanfaatan
Spirulina (Richmond, 1988). Tri-Panji, et al. (1996) menambahkan bahwa Spirulina
merupakan mikroalga penghasil fikosianin yang relatif cepat bereproduksi, mudah
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
3
dalam sistem pemanenannya, hidup dalam lingkungan yang sangat basa (pH 8-11)
dengan kandungan senyawa karbonat-bikarbonat yang tinggi, dan dalam hidupnya
Spirulina memerlukan cahaya dan CO2 untuk berfotosintesis. Desmorieux & Decaen
(2006), mengungkapkan bahwa Spirulinamengandung 60% protein dengan asam-asam
amino esensial, 10 jenis vitamin, dan berkhasiat sebagai obat (therapeutic). Selain itu,
pigmen fikosianin yang berasal dari Spirulina merupakan antioksidan dan
antiinflamatori. Polisakarida dari Spirulinajuga memiliki efek antitumor dan antiviral,
serta dapat berfungsi sebagai penurun kolesterol.
Menurut Ungsethaphand, et al. (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Effect of
Feeding Spirulina platensison Growth and Carcass Composition of Hybrid Red Tilapia
(Oreochromis mossambicus O. niloticus), Spirulina platensis dapat dimanfaatkan
sebagai pengganti pakan ikan yang tinggi akan protein, namun berbasis diet (rendah
lemak). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hingga 20% bagian dari Spirulina
dapat digantikan sebagai pakan ikan berbasis diet untuk nila merah hibrida tanpa
memberikan efek samping pada pertumbuhan ikan dan komposisi proksimatnya.
Penggunaan Spirulina ini dapat mengurangi jumlah pakan ikan, dimana sebelum
digunakannya Spirulina, satu-satunya sumber protein utama bagi budaya spesies ikanhanya pakan ikan itu.
Menurut Ngakou, et al. (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Changes in The
Physico-Chemical Properties of Spirulina platensis from Three Production Sites in
Chad, saat ini Spirulina banyak dikembangkan dan merupakan salah satu mikroalga
yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan untuk masa depan karena seperti
mikroalga lainnya yang dapat dimakan, dalam jumlah yang cukup, Spirulina dapatberperan sebagai sel tunggal protein. Dalam komposisinya, Spirulinamengandung 70%
(b/b) protein dan juga mengandung nutrisi penting lainnya yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan anak, seperti ion, magnesium, seng, dan vitamin A. Meskipun
mengandung banyak zat gizi, namun penggunaan Spirulina saat ini mendapatkan
beberapa kendala, salah satunya adalah dalam hal sanitasi yang sering dikaitkan dengan
produksi karena adanya sedikit zat pengotor dalam produk Spirulinadapat menghambat
kualitas produk di pasar Internasional.
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
4
Menurut Richmond (1988), Spirulinamemiliki tiga kelas pigmen, yaitu klorofil a (1,7%
dari berat sel); karotenoid dan xantofil (0,5% dari berat sel); dan fikobiliprotein yang
terdiri dari fikosianin dan allofikosianin. Fikosianin merupakan komponen penyimpan
nitrogen padaSpirulina, sedangkan allofikosianin mengandung 20% protein seluler. Hal
ini diperkuat oleh teori dari Adams (2005) yang menjelaskan bahwa fikosianin termasuk
golongan biliprotein. Fikosianin sebagai biliprotein diketahui mampu menghambat
pembentukan koloni kanker. Biliprotein atau biasa dikenal dengan fikobiliprotein adalah
kelompok pigmen yang ditemukan pada Rhodophyta (alga merah), Cyanophyta (alga
hijau-biru) dan Cryptophyta(alga crytomonad).
Walter, et al. (2011) mengatakan bahwa mikroalga termasuk mikroorganisme
fotoautrotof obligat yang membutuhkan sinar matahari sebagai sumber energi dan
karbondioksida sebagai sumber karbon untuk memproduksi karbohidrat dan ATP.
Kultur media dalam air laut yang optimal juga mengandung nutrisi, seperti C, N, O, H,
P, trace metal (Ca, S, Mg, dan K), serta agen pengkelat seperti Fe, Mn, Cu, Mo, dan Co.
Fase pertumbuhan Spirulina dipengaruhi oleh kondisi kultur yang berdampak pada
perubahan komposisi dan dapat meningkatkan atau menurunkan proporsiphycobiliprotein termasuk fikosianin. Sedangkan Boussiba & Richmond (1980)
berpendapat bahwa ukuran keberadaan fikosianin yang terkandung dalam biomassa sel
sangat tergantung dari banyak sedikitnya suplai nitrogen yang dikonsumsi oleh
Spirulina. Komponen fenolik pada mikroalga ini dapat ditingkatkan jumlahnya dengan
mengubah kondisi kultur sehingga dapat meningkatkan antioksidan dan biomassa dari
Spirulina platensis (Walter, et al., 2011).Hal ini didukung pula dengan teori dari Colla,
et al. (2007) yang mengatakan bahwa Spirulina platensisatau sering disebutArthospiraplatensis, selain menghasilkan protein dan pigmen, mikroalga ini juga memiliki
aktivitas antioksidan yang mampu memerangkap radikal bebas karena memiliki
komponen fenolik dan jumlah nya dapat ditingkatkan dengan mengubah kondisi.
Richmond (1988) menambahkan bahwa Spirulina merupakan alga mesofilik karena
dapat tumbuh optimal pada temperatur antara 35-40C. Hirata, et al. (1996) dan El-
Baky (2003) mengungkapkan bahwa pigmen fikosianin dapat larut pada pelarut polar,
seperti air. Duangsee, et al. (2009) menjelaskan bahwaphycocyaninakan stabil pada pH
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
5
5, namun pada pH 3, phycocyanin justru sangat sensitif terhadap panas dan mudah
terdegradasi. Pemanfaatan pigmen fikosianin sebagai bahan pewarna alami pada bahan
makanan ini telah lama dilakukan. Struktur fikosianin mengandung rantai tetraphyrroles
terbuka yang mungkin mempunyai kemampuan menangkap radikal oksigen (Romay, et
al.,1998).
Gambar 1. Struktur Fikosianin ( Carra & Heocha, 1976)
Dalam jurnal yang ditulis oleh Antelo, et al. (2010) dengan judul Extraction and
Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated
Aqueous Two-Phase Systems dijelaskan bahwa cyanobacteria Spirulina plantesis
merupakan jenis organisme yang menjadi fokus bagi para peneliti bioteknologi untuk
dikembangkan karena nilai ekonominya, ekologi, dan nilai nutrisi yang terkandung.Mikroalga ini memiliki potensi yang baik untuk menjadi bahan baku makanan yang
dihubungkan dengan nilai nutrisi yang ada, serta dapat digunakan sebagai pewarna,
vitamin, asam linolenat, dan enzim. Di antara semua protein yang terkandung di dalam
Sprirulina plantesis, terdapat protein yang disebut sebagai phycobiliprotein yang
merupakan keluarga dari hydrophilic dan berperan sebagai pewarna yang sangat baik.
Jenis protein ini dapat digolongkan menjadi 3 kelompok besar tergantung dari turunan
warna dan karakteristik penyerapannya, yaitu phycocyanin (C-PC), phycoerythrin (C-PE), dan allophycocyanin (C-APC). C-PC merupakan komponen terbesar dari
phycobiliprotein yang tidak hanya digunakan sebagai komposisi yang bernutrisi dan
sebagai pewarna alami dalam produk gum, susu, es krim, jeli, namun juga berperan
sebagai bahan baku kosmetik di Jepang, Thailand, dan Cina, serta digunakan sebagai
agen oksidasi dari penyakit therapeutic. Penelitian yang dibahas dalam jurnal berkaitan
dengan ekstraksi C-Phycocyanin dengan menggunakan cara yang konvensional. C-
Phycocyanin mula-mula diekstrak dengan menggunakan sistem konvensional dari
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
6
biomassa Spirulina platensis. Setelah itu dilakukan sentrifugasi dan disaring
menggunakan vakum, lalu supernatan diambil untuk dimurnikan. Pemurnian primer
inilah yang akan menghasilkan C-phycocyaninkasar.
Analisis pigmenphycobilinjenisphycocyaninjuga dilakukan oleh Muthulakshmi, et al.
(2012) dalam jurnalnya yang berjudul Extraction, Partial Purification, and
Antibacterial Activity of Phycocyanin from Spirulina Isolated from Fresh Water Body
Against Various Human Pathogens. Analisa menggunakan jenis crude-phycocyanin
(C-PC) dilakukan karena jenis pigmen ini telah dianggap sebagai salah satu yang paling
disukai dan diduga dapat menghambat senyawa patogen penyebab kanker pada manusia
maupun hewan. Penelitian dalam jurnal ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas
antibakteri C-PC yang diisolasi dari ganggang biru-hijau Spirulina maxima melalui
metode sonikasi dan diikuti dengan sentrifugasi, serta penyaringan. Lalu, bentuk C-PC
dimurnikan dengan presipitasi ammonium sulfat, membran filtrasi, dan metode dialisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Spirulina maximaberpotensi besar sebagai
antibakteri terhadap lima jenis bakteri dengan zona penghambatan kisaran 7-13 mm.
Kelima jenis bakteri tersebut adalah Streptococcus sp., Staphylococcus sp., E. coli,
Bacillussp., danPseudomonassp.
2.1. Cara Kerja
Pada praktikum kali ini, bahan utama yang digunakan adalah biomassa kering Spirulina
sp. Mula-mula biomassa Spirulinasebanyak 8 gram dipersiapkan dan dilarutkan dengan
aquades sebanyak 100 ml (2:25). Pelarutan dengan aquades sebanyak 100 ml
merupakan metode ekstraksi polar, dimana fikosianin merupakan pigmen yang larut air
sebagaimana yang dijelaskan oleh Walter, et al. (2011) bahwa dalam mengekstrakfikosianin dari Spirulinadigunakan pelarut polar yang memiliki pH netral, salah satunya
adalah dengan aquades. Selain aquades, pelarut polar yang dapat digunakan adalah
buffer fosfat. Kemudian dilakukan pengadukan dengan menggunakan stirrer selama 2
jam di atas hotplate. Pengadukan dengan menggunakanstirrerselama 2 jam dilakukan
dengan tujuan untuk menghomogenkan larutan dan untuk memaksimalkan ekstraksi
polar. Setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 10 menit untuk
memisahkan antara filtrat dan supernatan. Sentrifugasi digunakan untuk memisahkan
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
7
endapan dan supernatan (cairan berisi fikosianin), sehingga pada saat di ukur kadar
fikosianinnya tidak terganggu oleh padatan yang masih menyatu dengan supernatan.
Langkah yang dilakukan sesuai dengan teori dari Silveira, et al. (2007) yang
mengatakan bahwa langkah setelah ekstraksi polar adalah sentrifugasi untuk
mengendapkan debris sel dan mengambil pigmen fikosianin yang larut dalam pelarut
polar (air). Kimball (1992) menyatakan bahwa prinsip kerja dari sentrifugasi sendiri
adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan
gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan
substansi yang lebih ringan akan terletak di atas.
Kemudian sebagian supernatan diambil untuk diukur kadar fikosianin menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Namun sebelum
dilakukan pengukuran harus dilakukan pengenceran pada supernatant, yaitu
pengenceran 10-1 (1 ml supernatan ditambahkan dengan 9 ml aquades). Day &
Underwood (1992) mengungkapkan bahwa metode spektrofotometri dengan
menggunakan spektrofotometer merupakan pengukuran seberapa besar penyerapan /
absorbsi energi cahaya yang dilakukan oleh suatu sistem kimia dalam suatu larutan.
Penetapan panjang gelombang ini sesuai dengan teori Sarada, et al.(1998) dan Antelo,et al. (2010) yang menyatakan bahwa kadar fikosianin dalam supernatan dapat diketahui
dengan pengukuran spektrofotometer pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.
Menurut Hadi (1986), panjang gelombang yang digunakan dalam pengujian fikosianin
ini telah sesuai, karena panjang gelombang 610-710 nm digunakan untuk mengukur
warna komplementer biru-hijau.
Selanjutnya sebanyak 8 ml supernatan diambil untuk ditambahkan dengan dekstrinsebanyak 10 gram (1:1,25) dan kemudian dicampur hingga rata. Menurut Murtala
(1999), penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat pengeringan danmencegah
kerusakan akibat panas,melapisi komponen flavour,meningkatkan total padatan, dan
memperbesar volume. Penambahan dekstrin ke dalam produk juga dapat mengurangi
kerusakan pigmen akibat oksidasi. Cara penuangan supernatan dan dekstrin ke dalam
loyang adalah pertama-tama dekstrin dituangkan terlebih dahulu ke dalam loyang
pengering, kemudian barulah supernatant, sehingga dapat tercampur sempurna. Lalu
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
8
dikeringkan dengan oven suhu 45C hingga mencapai kadar air kurang lebih 7% dalam
1 malam dan dihancurkan dengan blender.
Menurut Chandra (2011), pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air sampai
dengan konsentrasi tertentu, dimana pada praktikum ini, tujuan utama dari pengeringan
adalah untuk mengurangi air bebas yang dapat digunakan bakteri untuk merusak
fikosianin. Pengeringan ini merupakan metode pengeringan fikosianin yang sesuai
dengan teori dari Desmorieux & Decaen (2006), yang mengatakan bahwa pengeringan
sebaiknya dilakukan dengan aliran udara dan pemanasan yang dirancang sedemikian
rupa hingga suhu berkisar antara 40-60C. Setelah dikeringkan, maka akan terlihat
seperti adonan kering yang gempal dan selanjutnya dihancurkan menggunakan blender
sehingga membentuk bubuk.
Arief (1987) menambahkan bahwa tujuan penambahan dekstrin adalah untuk
mengurangi jumlah kehilangan komponen volatileselama proses pengolahan. Menurut
Ribut & Kumalaningsih (2004), dekstrin biasanya berfungsi sebagai pembawa bahan
pangan yang aktif (bahanflavourdan pewarna yang membutuhkan sifat mudah larut air)
dan bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk.Reynold (1982) mengungkapkan bahwa dekstrin adalah polisakarida dari hasil hidrolisis
pati yang diatur oleh enzim-enzim tertentu atau melalui hidrolisis oleh asam dan
berwarna putih sampai kuning. Dekstrin bersifat larut air, lebih cepat terdispersi, tidak
kental, dan lebih stabil daripada pati. Fennema (1976) menyatakan bahwa dekstrin
tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga oksigen yang larut dapat
dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat dicegah. Hal ini didukung oleh pernyataan
dari Suparti (2000) bahwa dekstrin juga dapat digunakan dalam proses enkapsulasi,untuk melindungi senyawa volatilemaupun senyawa lain yang peka terhadap oksidasi
atau panas. Hal ini disebabkan karena molekul dari dekstrin stabil terhadap panas dan
oksidasi. Dekstrin juga dapat melindungi stabilitas flavour selama pengeringan dengan
menggunakan spray dryer. Wiyono (2011) mengatakan bahwa dekstrin mempunyai
viskositas yang relatif rendah, sehingga pemakaian dalam jumlah banyak masih
diijinkan, sedangkan pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak berfungsi sebagai bahan
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
9
pengisi atau sebagai agen entrapment karena dapat meningkatkan berat produk dan
memerangkap senyawa penting untuk mempertahankan stabilitasnya.
Menurut Fox (1991), optical density (OD) atau absorbansi sangat dipengaruhi oleh
kejernihan larutan. Hal ini berarti semakin tinggi padatan terlarut atau larutan semakin
pekat dan keruh, maka hasil absorbansi juga akan semakin tinggi. Dan apabila semakin
tinggi nilai OD, maka konsentrasi dan yield fikosianin juga akan semakin tinggi (OD
berbanding lurus dengan konsentrasi danyieldfikosianin). Hal ini dapat diketahui dari
rumus :
()( ) 0, ()
(Antelo, et al., 2010)
Berdasarkan jurnal C-Phycocyanin Extraction From Spirulina platensis Wet Biomass
yang ditulis oleh Moraes, et al. (2011), C-phycocyanin (C-PC) dapat diekstraksi dari
Spirulina platensis yang termasuk golongan cyanobacteria, dimana C-PC ini telah
banyak digunakan dalam aplikasi komersial, baik di ndustri makanan maupun kosmetik
sebagai pewarna biru alami. Dalam jurnalnya, penelitian ekstraksi C-PC dilakukan daribiomassa Spirulina sp. basah melalui 6 metode. Metode yang dapat dilakukan, adalah
melalui homogenisasi sel menggunakan alu dan mortar; pembekuan dan thawing;
ekstraksi dengan pelarut asam anorganik (asam klorida); ekstraksi dengan pelarut asam
organik (asam asetat); penambahan lysozyme; serta perlakuan ultrasonik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa metode ekstraksi C-PC yang menghasilkanyieldpaling
banyak adalah dengan metode ultrasonik (sonikasi).
2.2. Hasil Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan, hasil nilai absorbansi yang diperoleh pada panjang
gelombang yang sama tidak berbeda jauh pada masing-masing kelompok. Hal ini
menunjukkan bahwa pengukuran dengan panjang gelombang tersebut cukup efektif
dalam mengukur kadar fikosianin. Pigmen fikosianin yang termasuk golongan fikobilin
dapat menyerap cahaya dengan kisaran panjang gelombang sekitar 500 nm-730 nm
sehingga pada kisaran panjang gelombang tersebut, kadar fikosianin dapat terukur
karena pigmen fikosianin dapat menyerap cahaya yang diberikan. Jika dilbandingkan
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
10
antara nilai absorbansi fikosianin pada OD652 dan OD652, nilai absorbansi fikosianin
yang diukur pada OD652lebih rendah daripada nilai absorbansi pada OD615. Hal dapat
terjadi dikarenakan menurut Song, et al. (2013), panjang gelombang yang dapat diserap
secara maksimal oleh fikosianin berkisar antara 610-620 nm. Berdasarkan teori yang
diungkapkan oleh Pomeranz & Meloan (1994), perbedaan nilai absorbansi pada masing-
masing kelompok dapat terjadi dikarenakan pengukuran absorbansi dilakukan beberapa
kali, dimana pengulangan pada pengukuran bertujuan untuk memperoleh hasil yang
tepat. Pomeranz & Meloan (1994) menambahkan bahwa pengukuran absorbansi dengan
metode spektrofotometri dapat menimbulkan beberapa kesalahan yang disebabkan
karena kuvet kotor atau tergores, penempatan kuvet yang tidak tepat, adanya gelembung
udara dalam larutan, panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang
tertera pada alat, dan kurang sempurna dalam penyiapan larutan sampel. Walaupun nilai
absorbansi yang dihasilkan masing-masing kelompok berbeda, namun kadar fikosianin
dan yield yang dihasilkan berjumlah sama. Hal ini terjadi karena sampel yang
digunakan dan perlakuan yang diberikan kepada masing-masing kelompok sama.
Setelah pengukuran kadar fikosianin dan yield, dilakukan pula pengukuran secara
sensoris dengan didasarkan pada warna sebelum dan sesudah dioven (berupa serbuk).Warna yang dihasilkan dari fikosianin sebelum dan sesudah dioven adalah warna biru.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Moraes, et al. (2011) yang menyatakan bahwa
phycocyanin berperan sebagai pewarna biru alami. Sebelum dilakukan pengeringan,
fikosianin semua kelompok menghasilkan warna biru muda, namun setelah proses
pengeringan dan penghancuran dengan blender, warna fikosianin semua kelompok
adalah biru sangat muda. Dapat dikatakan bahwa proses pengeringan pada suhu 45 oC
dalam oven akan mendegradasi warna dari fikosianin. Hal ini sesuai dengan pendapatdari Mishra, et al. (2008) yang menyatakan bahwa fikosianin dapat mengalami
pemudaran warna selama proses penyimpanan dan pemanasan, bahkan dapat
mengalami pemudaran warna hingga 30% setelah penyimpanan 5 hari dan menjadi
bening setelah 15 hari pada suhu 35oC. Wiyono (2011) menambahkan bahwa faktor lain
yang mempengaruhi warna dari fikosianin adalah penambahan dekstrin, dimana
semakin tinggi konsentrasi dekstrin yang ditambahkan, maka akan menyebabkan bubuk
fikosianin yang didapatkan menjadi pudar atau cenderung pucat karena warna dekstrin
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
11
adalah putih sehingga dengan adanya penambahan dekstrin yang terlalu banyak akan
membuat bubuk fikosianin memudar. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada
semua kelompok bahwa semua bubuk fikosianin yang dihasilkan memiliki warna yang
lebih muda sebelum dikeringkan. Hal ini juga berarti bahwa dekstrin dan supernatan
telah tercampur sempurna sehingga warna dapat memudar.
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
12
3. KESIMPULAN
Penambahan pewarna pada produk bertujuan untuk menggugah selera konsumen
dengan penampakan produk.
Struktur fikosianin mengandung rantai tetraphyrroles terbuka yang mungkin
mempunyai kemampuan menangkap radikal oksigen.
Mikroalga merupakan mikroorganisme fotoautrotof obligat yang membutuhkan
sinar matahari sebagai sumber energi dan karbondioksida sebagai sumber karbon.
Pigmen fikosianin yang menghasilkan warna biru dapat larut pada pelarut polar
seperti air.
Pigmen fikosianin yang berasal dari Spirulinaberfungsi sebagai antioksidan danantiinflamatori.
Phycobiliproteinyang terdapat dalam Spirulinasp. dapat digolongkan menjadi 3
kelompok besar, yaitu phycocyanin (C-PC), phycoerythrin (C-PE), dan
allophycocyanin(C-APC).
Pengadukan dengan stirrer selama 2 jam bertujuan untuk menghomogenkan
larutan dan memaksimalkan ekstraksi polar.
Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan endapan dan supernatan.
Penambahan dekstrin dapat mengurangi kerusakan pigmen akibat oksidasi.
Dekstrin merupakan polisakarida dari hidrolisis pati yang diatur oleh enzim-enzim
tertentu atau hidrolisis oleh asam yang berwarna putih sampai kuning
Optical Density(OD) atau absorbansi sangat dipengaruhi oleh kejernihan larutan.
Semakin tinggi OD, maka konsentrasi danyieldfikosianin akan semakin tinggi.
Adanya penambahan dekstrin dapat membuat warna dari fikosianin berubah.
Penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan membuat bubukfikosianin menjadi lebih pudar.
Dekstrin bersifat larut air, lebih cepat terdispersi, tidak kental, dan lebih stabil
daripada pati.
Nilai absorbansi fikosianin yang diukur pada OD652 lebih rendah daripada nilai
absorbansi pada OD615.
Pengeringan dapat memudarkan warna fikosianin menjadi lebih muda.
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
13
Ekstraksi fikosianin dapat dilakukan melalui homogenisasi sel; pembekuan dan
thawing; ekstraksi dengan pelarut asam anorganik; ekstraksi dengan pelarut asam
organik; penambahan lysozyme; serta perlakuan ultrasonik / sonikasi.
Phycocyaninstabil pada pH 5, namun sensitif terhadap pH 3.
Semarang, 22 September 2014 Asisten Dosen :-Agita Mustikahandini
Melita Mulyani(12.70.0080)
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
14
4. DAFTAR PUSTAKA
Adams M. (2005). Superfood for Optimum Health: Chlorella and Spirulina. Truth
Publishing International, Ltd. New York.
Antelo, F. S.; Andreia A.; Jorge A. V. C. & Susana J. K. (2010). Extraction andPurification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional andIntegrated Aqueous Two-Phase Systems.Journal Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No.5, 921-926. Brazil.
Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori dan Praktek. UniversitasGajahmada Press. Yogyakarta.
Boussiba S. & Richmond A. (1980). C-Phycocianin as a Storage Protein in The Blue-Green Algae Spirulina plantesis. Archives of Microbiology125, 143-147.
Chandra, B. A. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformisyangDikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Colla; Luciane M.; Eliana Badiale F. & Jorge A. V. (2007). Antioxidant Properties ofSpirulina platensis Cultivated Under Different Temperatures and Nitrogen
Regimes.Z. Naturforsch 59c: 55-59.
Day, R. A. & A. L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif Edisi kelima.Erlangga. Jakarta.
Desmorieux H. & Decaen N. (2006). Convective Drying of Spirulina in Thin Layer.Journal of Food Engineering,77:64-70.
Duangsee, R.; Natapas P. & Suwayd N. (2009). Phycocyanin Extraction from Spirulina
plantensis and Extract Stability Under Various pH and Temperature. AsianJournal of Food and Agro-Industry, Vol 2 (04) : 819-826. Thailand.
El-Baky H. H. A. (2003). Over Production of Phycocyanin Pigment in Blue GreenAlgae Spirulina sp. and its Inhibitory Effect on Growth of Ehrlich AschitesCarcinoma Cells.Journal Medical Science 3(4) : 314-324.
Fennema, O. R. (1976). Principles of Foods Science. Marcel Dekker, Inc. New York.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymology Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
15
Hadi, S. (1986). Analisa Kuantitatif. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hirata, S.; Taya, M. & Tone, S. (1996). Characterization of Chlorella Cell Cultures inBatch and Continuos Operations Under a Photoautotrophic Condition. Journal ofChemical Engineering of JapanVol. 29(6) : 953-959.
Kimball, J. W. (1992). Biologi Jilid 1 Edisi 5. Erlangga. Jakarta.
Metting, B. & Pyne, J. W. (1986). Biologically Active Compounds from Microalgal.Journal of Enzyme Microb. Tech.Vol. 8. Butterworth and Co Publish.
Mishra, S. K.; Shrivastav, A. & Mishra, S. (2008). Effect of Preservatives for FoodGrade C-PC from Spirulina platensis.Process Biochemistry 43:339-345.
Mohammad, J. (2007). Produksi dan Karakteristik Biopigmen Fikosianin dari Spirulinafusiformis serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Minuman. Program StudiTeknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Moraes, C. C.; Luisa, S.; G. P. Cerveira & S. J. Kalil. (2011), C-Phycocyanin ExtractionFrom Spirulina platensis Wet Biomass. Brazilian Journal of Chemical
Engineering, Vol. 28, No. 01, pp. 45-49. Brazil.
Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis dan Konsentrasi Bahan PengisiTerhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis)[Tesis]. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya. Malang.
Muthulakshmi, M.; A. Saranya; M. Sudha & G. Selvakumar. (2012). Extraction, PartialPurification, and Antibacterial Activity of Phycocyanin from Spirulina Isolatedfrom Fresh Water Body Against Various Human Pathogens. Journal of AlgalBiomass Utilization, Vol. 3 (3) : 7-11. India.
Ngakou; Albert, R.; Wague, M. M. & Namba F. (2012). Changes in The Physico-
Chemical Properties of Spirulina platensisfrom Three Production Sites in Chad.Journal of Animal & Plant Sciences, Vol. 13, Issue 3: 1811-1822. Chad.
Carra P. & Heocha C. (1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW,Editor. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. Academic Press, Inc.London.
Pomeranz, Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John Wileyand Sons, Inc. New York.
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
16
Reynolds, J. E. F. (1982). Martindale The Extra Pharmacopolia, 28 th Edition. ThePharmacentical Press. London.
Ribut, S. & S. Kumalaningsih. (2004). Pembuatan Bubuk Sari Buah Sirsak dari BahanBaku Pasta dengan Metode Foam-Mat Drying. Kajian Suhu Pengeringan,Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta.http://www.pustaka-deptan.go.id.Diakses pada tanggal 21 September 2014 pukul19.12 WIB.
Richmond, A. (1988). Spirulina. In: Micro-Algal Biotechnology. Cambridge UniversityPress. Cambridge.
Romay, C.; Armesto, J.; Remirez, D.; Gonzlez, R.; Ledn, N. & Garca, I. (1998).
Antioxidant and Anti-Inflammatory Properties of C-phycocyanin from Blue-Green Algae.Inflammation Research 47 : 36-41.
Sarada, R.; Manoj G. Pillai & G. A. Ravishankar. (1998). Phycocyanin from Spirulinasp.: Influence of Processing of Biomass on Phycocyanin Yield, Analysis ofEfficacy of Extraction Methods and Stability Studies on Phycocyanin. Process
Biochemistry34: 795-801.
Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V. & Kalil, S. J. (2007).Optimization of Phycocyanin Extraction from Spirulina platensisUsing Factorial
Design.Bioresour Technol., 98, 1629-1634.
Song, W; Zhao, C & Wang, S. (2013). A Large-Scale Preparation Method of HighPurity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and
Bioinformatics, Vol. 3, No. 4.
Spolaroe, P.; Joanis, C. C.; Duran, E. & Isambert, A. (2006). Comercial Application ofMicroalgae Review.J Biosci and Bioeng, Vol. 101 (2) : 87-96.
Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: Pengaruh Suhu,Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin [Tesis]. Program Pascasarjana UniversitasBrawijaya. Malang.
Tietze, H. W. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing 4th Edition. Haralz W.Tietze Publishing. Australia.
Tri-Panji, S.; Achmadi & Tjahjadarmawan, E. (1996). Produksi Asam Gammalinolenatdari Ganggang Mikro Spirulina platensis Menggunakan Limbah Lateks Pekat.
Menara Perkebunan Vol. 64 (1) : 34-44.
http://www.pustaka-deptan.go.id/http://www.pustaka-deptan.go.id/http://www.pustaka-deptan.go.id/5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
17
Ungsethaphand, T.; Yuwadee, P.; Niwoot, W. & Uraporn, S. (2010) Effect of FeedingSpirulina platensison Growth and Carcass Composition of Hybrid Red Tilapia(Oreochromis mossambicus O. niloticus). Maejo International Journal ofScience and Technology, Vol. 4(02) : 331-336. Thailand.
Walter, A.; Julio Cesar de C.; Vanete, T. S.; Ana, B. B.; Vanessa, G. & Carlos, R. S.(2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under
Different Light Spectra, Vol. 54, pp 675-682.
Wiyono, R. (2011). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcumaxanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, KonsentrasiAsam Sitrat dan Na-Bikarbonat. Fakultas Pertanian Universitas YudhartaPasuruan. Pasuruan.
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
18
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Rumus :
()( ) ()
( ) ( )
( )
Keterangan:Berat biomassa = 8 gramVolume total filtrat = 50 ml
Kelompok A1
()( ) ()
()( )
( )
( )
Kelompok A2
()( ) ()
()( )
( )
( )
Kelompok A3
()( ) ()
()( )
( )
( )
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
19
Kelompok A4
()( ) ()
()( )
( )
( )
Kelompok A5
()( ) ()
()( )
( )
( )
Kelompok A6
()( ) ()
()( )
( )
( )
5.2. Foto
Gambar 2. Fikosianin Sebelum Dioven(Kelompok A1-A3)
Gambar 3. Fikosianin Sebelum Dioven(Kelompok A4-A6)
5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata
20
Gambar 4. Fikosianin Setelah Dioven (Kelompok A1-A6)
5.3. Diagram Alir
5.4. Laporan Sementara