20
1 1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Fikosianin Kel Berat  biomassa kering (g) Jumlah aquades yang ditambahkan (ml) Total filtrat yang diperoleh (ml) OD 615  OD 652  KF (mg/ml) Yield  (mg/g) Keterangan Warna Sebelum Dioven Sesudah Dioven A1 8 100 50 0,0894 0,0366 0,013 0,081 +++ ++++ A2 8 100 50 0,0890 0,0367 0,013 0,081 +++ ++++ A3 8 100 50 0,0894 0,0366 0,013 0,081 +++ ++++ A4 8 100 50 0,0886 0,0366 0,013 0,081 +++ ++++ A5 8 100 50 0,0891 0,0376 0,013 0,081 +++ ++++ A6 8 100 50 0,0890 0,0374 0,013 0,081 +++ ++++ Keterangan : Warna + = biru sangat tua ++ = biru tua +++ = biru muda ++++ = biru sangat muda  Berdasarkan Tabel 2 diatas, pengamatan fikosianin dilakukan dengan menggunakan biomassa Spirulina kering sebanyak 8 gram pada masing-masing kelompok. Jumlah aquades yang ditambahkan pada semua kelompok (A1-A6) adalah sebanyak 100 ml dengan total filtrat yang diperoleh sebesar 50 ml. Hasil yang didapat antar kelompok terlihat bahwa tidak ada perbedaan pada nilai KF dan jumlah yield , yaitu secara berurutan adalah sebesar 0,013 mg/ml dan 0,081 mg/g. Warna yang didapatkan sebelum di oven dan setelah dioven pada semua kelompok juga tidak menunjukkan adanya perbedaan, yaitu dari warna biru muda saat sebelum dioven menjadi biru sangat muda setelah dioven.

FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fikosianin merupakan pigmen penghasil warna biru. Pada praktikum Teknologi Hasil Laut, pigmen fikosianin diisolasi dari biomassa Spirulina dan dibuat menjadi pewarna biru berbentuk bubuk/serbuk.

Citation preview

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    1

    1. HASIL PENGAMATAN

    Hasil pengamatan fikosianin dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Fikosianin

    KelBerat

    biomassa

    kering (g)

    Jumlah aquadesyangditambahkan (ml)

    Total filtrat yangdiperoleh (ml)

    OD615 OD652KF

    (mg/ml)Yield

    (mg/g)

    Keterangan WarnaSebelum

    Dioven

    Sesudah

    DiovenA1 8 100 50 0,0894 0,0366 0,013 0,081 +++ ++++A2 8 100 50 0,0890 0,0367 0,013 0,081 +++ ++++A3 8 100 50 0,0894 0,0366 0,013 0,081 +++ ++++A4 8 100 50 0,0886 0,0366 0,013 0,081 +++ ++++A5 8 100 50 0,0891 0,0376 0,013 0,081 +++ ++++A6 8 100 50 0,0890 0,0374 0,013 0,081 +++ ++++

    Keterangan :Warna+ = biru sangat tua++ = biru tua+++ = biru muda++++ = biru sangat muda

    Berdasarkan Tabel 2 diatas, pengamatan fikosianin dilakukan dengan menggunakan biomassa Spirulina kering sebanyak 8 gram pada

    masing-masing kelompok. Jumlah aquadesyang ditambahkan pada semua kelompok (A1-A6) adalah sebanyak 100 ml dengan total filtrat

    yang diperoleh sebesar 50 ml. Hasil yang didapat antar kelompok terlihat bahwa tidak ada perbedaan pada nilai KF dan jumlah yield, yaitu

    secara berurutan adalah sebesar 0,013 mg/ml dan 0,081 mg/g. Warna yang didapatkan sebelum di oven dan setelah dioven pada semua

    kelompok juga tidak menunjukkan adanya perbedaan, yaitu dari warna biru muda saat sebelum dioven menjadi biru sangat muda setelah

    dioven.

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    2

    2. PEMBAHASAN

    Menurut Chandra (2011), saat ini salah satu cara yang dilakukan produsen makanan

    dalam mengembangkan produk adalah melalui warna. Dengan memberikan pewarna

    pada produknya, maka selera konsumen akan tergugah melalui penampakan produk

    (termasuk warna) yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Mohammad (2007)

    menjelaskan bahwa secara umum pigmen digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu pigmen

    buatan / sintetis dan pigmen alami / biopigmen. Spolaroe, et al.(2006) mengungkapkan

    bahwa salah satu spesies yang berpotensi menghasilkan warna biru adalah Spirulina,

    dimana pigmen yang dihasilkan ini berpotensi digunakan sebagai pewarna alami dalam

    produk makanan.

    Metting & Pyne (1986) menyatakan bahwa mikroalga merupakan organisme yang

    berasal dari ekosistem perairan dan dapat menghasilkan energi dan metabolit yang

    sangat bermanfaat, sehingga keberadaannya sebagai organisme hidup yang berukuran

    mikroskopis sudah mulai banyak diteliti. Sebelumnya, pemanfaatan mikroalga di

    lingkungan adalah sebagai sumber makanan bagi biota perairan seperti ikan. Namun

    pemanfaatan mikroalga pada saat ini sudah sangat berkembang, selain sebagai pakanalami dan makanan sehat, mikroalga juga memiliki potensi yang dapat menghasilkan

    komponen bioaktif untuk bahan farmasi, kedokteran, industri pangan dan sebagainya.

    Salah satu jenis mikroalga yang potensial untuk dikembangkan adalah Spirulina sp.

    yang telah diproduksi untuk pangan sehat sebagai sumber protein, vitamin, dan mineral.

    Richmond (1988) mengatakan bahwa Spirulina termasuk kelompok alga hijau-biru

    (blue-green algae). Spirulina merupakan organisme multiseluler, dimana strukturtubuhnya berupa filamen berwarna hijau-biru yang berbentuk silinder dan tidak

    bercabang. Tietze (2004) menambahkan pula bahwa Spirulina sp. mampu tumbuh di

    perairan danau yang bersifat alkali dan suhu hangat atau kolam dangkal di wilayah

    tropis. Spirulina mempunyai membran sel yang tipis dan lembut sehingga mudah

    dicerna dan tidak membutuhkan proses pengolahan secara khusus untuk pemanfaatan

    Spirulina (Richmond, 1988). Tri-Panji, et al. (1996) menambahkan bahwa Spirulina

    merupakan mikroalga penghasil fikosianin yang relatif cepat bereproduksi, mudah

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    3

    dalam sistem pemanenannya, hidup dalam lingkungan yang sangat basa (pH 8-11)

    dengan kandungan senyawa karbonat-bikarbonat yang tinggi, dan dalam hidupnya

    Spirulina memerlukan cahaya dan CO2 untuk berfotosintesis. Desmorieux & Decaen

    (2006), mengungkapkan bahwa Spirulinamengandung 60% protein dengan asam-asam

    amino esensial, 10 jenis vitamin, dan berkhasiat sebagai obat (therapeutic). Selain itu,

    pigmen fikosianin yang berasal dari Spirulina merupakan antioksidan dan

    antiinflamatori. Polisakarida dari Spirulinajuga memiliki efek antitumor dan antiviral,

    serta dapat berfungsi sebagai penurun kolesterol.

    Menurut Ungsethaphand, et al. (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Effect of

    Feeding Spirulina platensison Growth and Carcass Composition of Hybrid Red Tilapia

    (Oreochromis mossambicus O. niloticus), Spirulina platensis dapat dimanfaatkan

    sebagai pengganti pakan ikan yang tinggi akan protein, namun berbasis diet (rendah

    lemak). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hingga 20% bagian dari Spirulina

    dapat digantikan sebagai pakan ikan berbasis diet untuk nila merah hibrida tanpa

    memberikan efek samping pada pertumbuhan ikan dan komposisi proksimatnya.

    Penggunaan Spirulina ini dapat mengurangi jumlah pakan ikan, dimana sebelum

    digunakannya Spirulina, satu-satunya sumber protein utama bagi budaya spesies ikanhanya pakan ikan itu.

    Menurut Ngakou, et al. (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Changes in The

    Physico-Chemical Properties of Spirulina platensis from Three Production Sites in

    Chad, saat ini Spirulina banyak dikembangkan dan merupakan salah satu mikroalga

    yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan untuk masa depan karena seperti

    mikroalga lainnya yang dapat dimakan, dalam jumlah yang cukup, Spirulina dapatberperan sebagai sel tunggal protein. Dalam komposisinya, Spirulinamengandung 70%

    (b/b) protein dan juga mengandung nutrisi penting lainnya yang dibutuhkan untuk

    pertumbuhan anak, seperti ion, magnesium, seng, dan vitamin A. Meskipun

    mengandung banyak zat gizi, namun penggunaan Spirulina saat ini mendapatkan

    beberapa kendala, salah satunya adalah dalam hal sanitasi yang sering dikaitkan dengan

    produksi karena adanya sedikit zat pengotor dalam produk Spirulinadapat menghambat

    kualitas produk di pasar Internasional.

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    4

    Menurut Richmond (1988), Spirulinamemiliki tiga kelas pigmen, yaitu klorofil a (1,7%

    dari berat sel); karotenoid dan xantofil (0,5% dari berat sel); dan fikobiliprotein yang

    terdiri dari fikosianin dan allofikosianin. Fikosianin merupakan komponen penyimpan

    nitrogen padaSpirulina, sedangkan allofikosianin mengandung 20% protein seluler. Hal

    ini diperkuat oleh teori dari Adams (2005) yang menjelaskan bahwa fikosianin termasuk

    golongan biliprotein. Fikosianin sebagai biliprotein diketahui mampu menghambat

    pembentukan koloni kanker. Biliprotein atau biasa dikenal dengan fikobiliprotein adalah

    kelompok pigmen yang ditemukan pada Rhodophyta (alga merah), Cyanophyta (alga

    hijau-biru) dan Cryptophyta(alga crytomonad).

    Walter, et al. (2011) mengatakan bahwa mikroalga termasuk mikroorganisme

    fotoautrotof obligat yang membutuhkan sinar matahari sebagai sumber energi dan

    karbondioksida sebagai sumber karbon untuk memproduksi karbohidrat dan ATP.

    Kultur media dalam air laut yang optimal juga mengandung nutrisi, seperti C, N, O, H,

    P, trace metal (Ca, S, Mg, dan K), serta agen pengkelat seperti Fe, Mn, Cu, Mo, dan Co.

    Fase pertumbuhan Spirulina dipengaruhi oleh kondisi kultur yang berdampak pada

    perubahan komposisi dan dapat meningkatkan atau menurunkan proporsiphycobiliprotein termasuk fikosianin. Sedangkan Boussiba & Richmond (1980)

    berpendapat bahwa ukuran keberadaan fikosianin yang terkandung dalam biomassa sel

    sangat tergantung dari banyak sedikitnya suplai nitrogen yang dikonsumsi oleh

    Spirulina. Komponen fenolik pada mikroalga ini dapat ditingkatkan jumlahnya dengan

    mengubah kondisi kultur sehingga dapat meningkatkan antioksidan dan biomassa dari

    Spirulina platensis (Walter, et al., 2011).Hal ini didukung pula dengan teori dari Colla,

    et al. (2007) yang mengatakan bahwa Spirulina platensisatau sering disebutArthospiraplatensis, selain menghasilkan protein dan pigmen, mikroalga ini juga memiliki

    aktivitas antioksidan yang mampu memerangkap radikal bebas karena memiliki

    komponen fenolik dan jumlah nya dapat ditingkatkan dengan mengubah kondisi.

    Richmond (1988) menambahkan bahwa Spirulina merupakan alga mesofilik karena

    dapat tumbuh optimal pada temperatur antara 35-40C. Hirata, et al. (1996) dan El-

    Baky (2003) mengungkapkan bahwa pigmen fikosianin dapat larut pada pelarut polar,

    seperti air. Duangsee, et al. (2009) menjelaskan bahwaphycocyaninakan stabil pada pH

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    5

    5, namun pada pH 3, phycocyanin justru sangat sensitif terhadap panas dan mudah

    terdegradasi. Pemanfaatan pigmen fikosianin sebagai bahan pewarna alami pada bahan

    makanan ini telah lama dilakukan. Struktur fikosianin mengandung rantai tetraphyrroles

    terbuka yang mungkin mempunyai kemampuan menangkap radikal oksigen (Romay, et

    al.,1998).

    Gambar 1. Struktur Fikosianin ( Carra & Heocha, 1976)

    Dalam jurnal yang ditulis oleh Antelo, et al. (2010) dengan judul Extraction and

    Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated

    Aqueous Two-Phase Systems dijelaskan bahwa cyanobacteria Spirulina plantesis

    merupakan jenis organisme yang menjadi fokus bagi para peneliti bioteknologi untuk

    dikembangkan karena nilai ekonominya, ekologi, dan nilai nutrisi yang terkandung.Mikroalga ini memiliki potensi yang baik untuk menjadi bahan baku makanan yang

    dihubungkan dengan nilai nutrisi yang ada, serta dapat digunakan sebagai pewarna,

    vitamin, asam linolenat, dan enzim. Di antara semua protein yang terkandung di dalam

    Sprirulina plantesis, terdapat protein yang disebut sebagai phycobiliprotein yang

    merupakan keluarga dari hydrophilic dan berperan sebagai pewarna yang sangat baik.

    Jenis protein ini dapat digolongkan menjadi 3 kelompok besar tergantung dari turunan

    warna dan karakteristik penyerapannya, yaitu phycocyanin (C-PC), phycoerythrin (C-PE), dan allophycocyanin (C-APC). C-PC merupakan komponen terbesar dari

    phycobiliprotein yang tidak hanya digunakan sebagai komposisi yang bernutrisi dan

    sebagai pewarna alami dalam produk gum, susu, es krim, jeli, namun juga berperan

    sebagai bahan baku kosmetik di Jepang, Thailand, dan Cina, serta digunakan sebagai

    agen oksidasi dari penyakit therapeutic. Penelitian yang dibahas dalam jurnal berkaitan

    dengan ekstraksi C-Phycocyanin dengan menggunakan cara yang konvensional. C-

    Phycocyanin mula-mula diekstrak dengan menggunakan sistem konvensional dari

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    6

    biomassa Spirulina platensis. Setelah itu dilakukan sentrifugasi dan disaring

    menggunakan vakum, lalu supernatan diambil untuk dimurnikan. Pemurnian primer

    inilah yang akan menghasilkan C-phycocyaninkasar.

    Analisis pigmenphycobilinjenisphycocyaninjuga dilakukan oleh Muthulakshmi, et al.

    (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Extraction, Partial Purification, and

    Antibacterial Activity of Phycocyanin from Spirulina Isolated from Fresh Water Body

    Against Various Human Pathogens. Analisa menggunakan jenis crude-phycocyanin

    (C-PC) dilakukan karena jenis pigmen ini telah dianggap sebagai salah satu yang paling

    disukai dan diduga dapat menghambat senyawa patogen penyebab kanker pada manusia

    maupun hewan. Penelitian dalam jurnal ini bertujuan untuk mengevaluasi aktivitas

    antibakteri C-PC yang diisolasi dari ganggang biru-hijau Spirulina maxima melalui

    metode sonikasi dan diikuti dengan sentrifugasi, serta penyaringan. Lalu, bentuk C-PC

    dimurnikan dengan presipitasi ammonium sulfat, membran filtrasi, dan metode dialisis.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Spirulina maximaberpotensi besar sebagai

    antibakteri terhadap lima jenis bakteri dengan zona penghambatan kisaran 7-13 mm.

    Kelima jenis bakteri tersebut adalah Streptococcus sp., Staphylococcus sp., E. coli,

    Bacillussp., danPseudomonassp.

    2.1. Cara Kerja

    Pada praktikum kali ini, bahan utama yang digunakan adalah biomassa kering Spirulina

    sp. Mula-mula biomassa Spirulinasebanyak 8 gram dipersiapkan dan dilarutkan dengan

    aquades sebanyak 100 ml (2:25). Pelarutan dengan aquades sebanyak 100 ml

    merupakan metode ekstraksi polar, dimana fikosianin merupakan pigmen yang larut air

    sebagaimana yang dijelaskan oleh Walter, et al. (2011) bahwa dalam mengekstrakfikosianin dari Spirulinadigunakan pelarut polar yang memiliki pH netral, salah satunya

    adalah dengan aquades. Selain aquades, pelarut polar yang dapat digunakan adalah

    buffer fosfat. Kemudian dilakukan pengadukan dengan menggunakan stirrer selama 2

    jam di atas hotplate. Pengadukan dengan menggunakanstirrerselama 2 jam dilakukan

    dengan tujuan untuk menghomogenkan larutan dan untuk memaksimalkan ekstraksi

    polar. Setelah itu disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 10 menit untuk

    memisahkan antara filtrat dan supernatan. Sentrifugasi digunakan untuk memisahkan

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    7

    endapan dan supernatan (cairan berisi fikosianin), sehingga pada saat di ukur kadar

    fikosianinnya tidak terganggu oleh padatan yang masih menyatu dengan supernatan.

    Langkah yang dilakukan sesuai dengan teori dari Silveira, et al. (2007) yang

    mengatakan bahwa langkah setelah ekstraksi polar adalah sentrifugasi untuk

    mengendapkan debris sel dan mengambil pigmen fikosianin yang larut dalam pelarut

    polar (air). Kimball (1992) menyatakan bahwa prinsip kerja dari sentrifugasi sendiri

    adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul dengan cara memberikan

    gaya sentrifugal sehingga substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan

    substansi yang lebih ringan akan terletak di atas.

    Kemudian sebagian supernatan diambil untuk diukur kadar fikosianin menggunakan

    spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Namun sebelum

    dilakukan pengukuran harus dilakukan pengenceran pada supernatant, yaitu

    pengenceran 10-1 (1 ml supernatan ditambahkan dengan 9 ml aquades). Day &

    Underwood (1992) mengungkapkan bahwa metode spektrofotometri dengan

    menggunakan spektrofotometer merupakan pengukuran seberapa besar penyerapan /

    absorbsi energi cahaya yang dilakukan oleh suatu sistem kimia dalam suatu larutan.

    Penetapan panjang gelombang ini sesuai dengan teori Sarada, et al.(1998) dan Antelo,et al. (2010) yang menyatakan bahwa kadar fikosianin dalam supernatan dapat diketahui

    dengan pengukuran spektrofotometer pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm.

    Menurut Hadi (1986), panjang gelombang yang digunakan dalam pengujian fikosianin

    ini telah sesuai, karena panjang gelombang 610-710 nm digunakan untuk mengukur

    warna komplementer biru-hijau.

    Selanjutnya sebanyak 8 ml supernatan diambil untuk ditambahkan dengan dekstrinsebanyak 10 gram (1:1,25) dan kemudian dicampur hingga rata. Menurut Murtala

    (1999), penambahan dekstrin bertujuan untuk mempercepat pengeringan danmencegah

    kerusakan akibat panas,melapisi komponen flavour,meningkatkan total padatan, dan

    memperbesar volume. Penambahan dekstrin ke dalam produk juga dapat mengurangi

    kerusakan pigmen akibat oksidasi. Cara penuangan supernatan dan dekstrin ke dalam

    loyang adalah pertama-tama dekstrin dituangkan terlebih dahulu ke dalam loyang

    pengering, kemudian barulah supernatant, sehingga dapat tercampur sempurna. Lalu

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    8

    dikeringkan dengan oven suhu 45C hingga mencapai kadar air kurang lebih 7% dalam

    1 malam dan dihancurkan dengan blender.

    Menurut Chandra (2011), pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air sampai

    dengan konsentrasi tertentu, dimana pada praktikum ini, tujuan utama dari pengeringan

    adalah untuk mengurangi air bebas yang dapat digunakan bakteri untuk merusak

    fikosianin. Pengeringan ini merupakan metode pengeringan fikosianin yang sesuai

    dengan teori dari Desmorieux & Decaen (2006), yang mengatakan bahwa pengeringan

    sebaiknya dilakukan dengan aliran udara dan pemanasan yang dirancang sedemikian

    rupa hingga suhu berkisar antara 40-60C. Setelah dikeringkan, maka akan terlihat

    seperti adonan kering yang gempal dan selanjutnya dihancurkan menggunakan blender

    sehingga membentuk bubuk.

    Arief (1987) menambahkan bahwa tujuan penambahan dekstrin adalah untuk

    mengurangi jumlah kehilangan komponen volatileselama proses pengolahan. Menurut

    Ribut & Kumalaningsih (2004), dekstrin biasanya berfungsi sebagai pembawa bahan

    pangan yang aktif (bahanflavourdan pewarna yang membutuhkan sifat mudah larut air)

    dan bahan pengisi (filler) karena dapat meningkatkan berat produk dalam bentuk bubuk.Reynold (1982) mengungkapkan bahwa dekstrin adalah polisakarida dari hasil hidrolisis

    pati yang diatur oleh enzim-enzim tertentu atau melalui hidrolisis oleh asam dan

    berwarna putih sampai kuning. Dekstrin bersifat larut air, lebih cepat terdispersi, tidak

    kental, dan lebih stabil daripada pati. Fennema (1976) menyatakan bahwa dekstrin

    tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga oksigen yang larut dapat

    dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat dicegah. Hal ini didukung oleh pernyataan

    dari Suparti (2000) bahwa dekstrin juga dapat digunakan dalam proses enkapsulasi,untuk melindungi senyawa volatilemaupun senyawa lain yang peka terhadap oksidasi

    atau panas. Hal ini disebabkan karena molekul dari dekstrin stabil terhadap panas dan

    oksidasi. Dekstrin juga dapat melindungi stabilitas flavour selama pengeringan dengan

    menggunakan spray dryer. Wiyono (2011) mengatakan bahwa dekstrin mempunyai

    viskositas yang relatif rendah, sehingga pemakaian dalam jumlah banyak masih

    diijinkan, sedangkan pemakaian dekstrin dalam jumlah banyak berfungsi sebagai bahan

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    9

    pengisi atau sebagai agen entrapment karena dapat meningkatkan berat produk dan

    memerangkap senyawa penting untuk mempertahankan stabilitasnya.

    Menurut Fox (1991), optical density (OD) atau absorbansi sangat dipengaruhi oleh

    kejernihan larutan. Hal ini berarti semakin tinggi padatan terlarut atau larutan semakin

    pekat dan keruh, maka hasil absorbansi juga akan semakin tinggi. Dan apabila semakin

    tinggi nilai OD, maka konsentrasi dan yield fikosianin juga akan semakin tinggi (OD

    berbanding lurus dengan konsentrasi danyieldfikosianin). Hal ini dapat diketahui dari

    rumus :

    ()( ) 0, ()

    (Antelo, et al., 2010)

    Berdasarkan jurnal C-Phycocyanin Extraction From Spirulina platensis Wet Biomass

    yang ditulis oleh Moraes, et al. (2011), C-phycocyanin (C-PC) dapat diekstraksi dari

    Spirulina platensis yang termasuk golongan cyanobacteria, dimana C-PC ini telah

    banyak digunakan dalam aplikasi komersial, baik di ndustri makanan maupun kosmetik

    sebagai pewarna biru alami. Dalam jurnalnya, penelitian ekstraksi C-PC dilakukan daribiomassa Spirulina sp. basah melalui 6 metode. Metode yang dapat dilakukan, adalah

    melalui homogenisasi sel menggunakan alu dan mortar; pembekuan dan thawing;

    ekstraksi dengan pelarut asam anorganik (asam klorida); ekstraksi dengan pelarut asam

    organik (asam asetat); penambahan lysozyme; serta perlakuan ultrasonik. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa metode ekstraksi C-PC yang menghasilkanyieldpaling

    banyak adalah dengan metode ultrasonik (sonikasi).

    2.2. Hasil Pengamatan

    Berdasarkan hasil pengamatan, hasil nilai absorbansi yang diperoleh pada panjang

    gelombang yang sama tidak berbeda jauh pada masing-masing kelompok. Hal ini

    menunjukkan bahwa pengukuran dengan panjang gelombang tersebut cukup efektif

    dalam mengukur kadar fikosianin. Pigmen fikosianin yang termasuk golongan fikobilin

    dapat menyerap cahaya dengan kisaran panjang gelombang sekitar 500 nm-730 nm

    sehingga pada kisaran panjang gelombang tersebut, kadar fikosianin dapat terukur

    karena pigmen fikosianin dapat menyerap cahaya yang diberikan. Jika dilbandingkan

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    10

    antara nilai absorbansi fikosianin pada OD652 dan OD652, nilai absorbansi fikosianin

    yang diukur pada OD652lebih rendah daripada nilai absorbansi pada OD615. Hal dapat

    terjadi dikarenakan menurut Song, et al. (2013), panjang gelombang yang dapat diserap

    secara maksimal oleh fikosianin berkisar antara 610-620 nm. Berdasarkan teori yang

    diungkapkan oleh Pomeranz & Meloan (1994), perbedaan nilai absorbansi pada masing-

    masing kelompok dapat terjadi dikarenakan pengukuran absorbansi dilakukan beberapa

    kali, dimana pengulangan pada pengukuran bertujuan untuk memperoleh hasil yang

    tepat. Pomeranz & Meloan (1994) menambahkan bahwa pengukuran absorbansi dengan

    metode spektrofotometri dapat menimbulkan beberapa kesalahan yang disebabkan

    karena kuvet kotor atau tergores, penempatan kuvet yang tidak tepat, adanya gelembung

    udara dalam larutan, panjang gelombang yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang

    tertera pada alat, dan kurang sempurna dalam penyiapan larutan sampel. Walaupun nilai

    absorbansi yang dihasilkan masing-masing kelompok berbeda, namun kadar fikosianin

    dan yield yang dihasilkan berjumlah sama. Hal ini terjadi karena sampel yang

    digunakan dan perlakuan yang diberikan kepada masing-masing kelompok sama.

    Setelah pengukuran kadar fikosianin dan yield, dilakukan pula pengukuran secara

    sensoris dengan didasarkan pada warna sebelum dan sesudah dioven (berupa serbuk).Warna yang dihasilkan dari fikosianin sebelum dan sesudah dioven adalah warna biru.

    Hal ini sesuai dengan pernyataan Moraes, et al. (2011) yang menyatakan bahwa

    phycocyanin berperan sebagai pewarna biru alami. Sebelum dilakukan pengeringan,

    fikosianin semua kelompok menghasilkan warna biru muda, namun setelah proses

    pengeringan dan penghancuran dengan blender, warna fikosianin semua kelompok

    adalah biru sangat muda. Dapat dikatakan bahwa proses pengeringan pada suhu 45 oC

    dalam oven akan mendegradasi warna dari fikosianin. Hal ini sesuai dengan pendapatdari Mishra, et al. (2008) yang menyatakan bahwa fikosianin dapat mengalami

    pemudaran warna selama proses penyimpanan dan pemanasan, bahkan dapat

    mengalami pemudaran warna hingga 30% setelah penyimpanan 5 hari dan menjadi

    bening setelah 15 hari pada suhu 35oC. Wiyono (2011) menambahkan bahwa faktor lain

    yang mempengaruhi warna dari fikosianin adalah penambahan dekstrin, dimana

    semakin tinggi konsentrasi dekstrin yang ditambahkan, maka akan menyebabkan bubuk

    fikosianin yang didapatkan menjadi pudar atau cenderung pucat karena warna dekstrin

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    11

    adalah putih sehingga dengan adanya penambahan dekstrin yang terlalu banyak akan

    membuat bubuk fikosianin memudar. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada

    semua kelompok bahwa semua bubuk fikosianin yang dihasilkan memiliki warna yang

    lebih muda sebelum dikeringkan. Hal ini juga berarti bahwa dekstrin dan supernatan

    telah tercampur sempurna sehingga warna dapat memudar.

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    12

    3. KESIMPULAN

    Penambahan pewarna pada produk bertujuan untuk menggugah selera konsumen

    dengan penampakan produk.

    Struktur fikosianin mengandung rantai tetraphyrroles terbuka yang mungkin

    mempunyai kemampuan menangkap radikal oksigen.

    Mikroalga merupakan mikroorganisme fotoautrotof obligat yang membutuhkan

    sinar matahari sebagai sumber energi dan karbondioksida sebagai sumber karbon.

    Pigmen fikosianin yang menghasilkan warna biru dapat larut pada pelarut polar

    seperti air.

    Pigmen fikosianin yang berasal dari Spirulinaberfungsi sebagai antioksidan danantiinflamatori.

    Phycobiliproteinyang terdapat dalam Spirulinasp. dapat digolongkan menjadi 3

    kelompok besar, yaitu phycocyanin (C-PC), phycoerythrin (C-PE), dan

    allophycocyanin(C-APC).

    Pengadukan dengan stirrer selama 2 jam bertujuan untuk menghomogenkan

    larutan dan memaksimalkan ekstraksi polar.

    Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan endapan dan supernatan.

    Penambahan dekstrin dapat mengurangi kerusakan pigmen akibat oksidasi.

    Dekstrin merupakan polisakarida dari hidrolisis pati yang diatur oleh enzim-enzim

    tertentu atau hidrolisis oleh asam yang berwarna putih sampai kuning

    Optical Density(OD) atau absorbansi sangat dipengaruhi oleh kejernihan larutan.

    Semakin tinggi OD, maka konsentrasi danyieldfikosianin akan semakin tinggi.

    Adanya penambahan dekstrin dapat membuat warna dari fikosianin berubah.

    Penambahan konsentrasi dekstrin yang semakin tinggi akan membuat bubukfikosianin menjadi lebih pudar.

    Dekstrin bersifat larut air, lebih cepat terdispersi, tidak kental, dan lebih stabil

    daripada pati.

    Nilai absorbansi fikosianin yang diukur pada OD652 lebih rendah daripada nilai

    absorbansi pada OD615.

    Pengeringan dapat memudarkan warna fikosianin menjadi lebih muda.

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    13

    Ekstraksi fikosianin dapat dilakukan melalui homogenisasi sel; pembekuan dan

    thawing; ekstraksi dengan pelarut asam anorganik; ekstraksi dengan pelarut asam

    organik; penambahan lysozyme; serta perlakuan ultrasonik / sonikasi.

    Phycocyaninstabil pada pH 5, namun sensitif terhadap pH 3.

    Semarang, 22 September 2014 Asisten Dosen :-Agita Mustikahandini

    Melita Mulyani(12.70.0080)

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    14

    4. DAFTAR PUSTAKA

    Adams M. (2005). Superfood for Optimum Health: Chlorella and Spirulina. Truth

    Publishing International, Ltd. New York.

    Antelo, F. S.; Andreia A.; Jorge A. V. C. & Susana J. K. (2010). Extraction andPurification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional andIntegrated Aqueous Two-Phase Systems.Journal Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No.5, 921-926. Brazil.

    Arief, M. (1987). Ilmu Meracik Obat Berdasar Teori dan Praktek. UniversitasGajahmada Press. Yogyakarta.

    Boussiba S. & Richmond A. (1980). C-Phycocianin as a Storage Protein in The Blue-Green Algae Spirulina plantesis. Archives of Microbiology125, 143-147.

    Chandra, B. A. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformisyangDikeringkan dan Diamobilisasi [skripsi]. Departemen Teknologi Hasil Perairan,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

    Colla; Luciane M.; Eliana Badiale F. & Jorge A. V. (2007). Antioxidant Properties ofSpirulina platensis Cultivated Under Different Temperatures and Nitrogen

    Regimes.Z. Naturforsch 59c: 55-59.

    Day, R. A. & A. L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif Edisi kelima.Erlangga. Jakarta.

    Desmorieux H. & Decaen N. (2006). Convective Drying of Spirulina in Thin Layer.Journal of Food Engineering,77:64-70.

    Duangsee, R.; Natapas P. & Suwayd N. (2009). Phycocyanin Extraction from Spirulina

    plantensis and Extract Stability Under Various pH and Temperature. AsianJournal of Food and Agro-Industry, Vol 2 (04) : 819-826. Thailand.

    El-Baky H. H. A. (2003). Over Production of Phycocyanin Pigment in Blue GreenAlgae Spirulina sp. and its Inhibitory Effect on Growth of Ehrlich AschitesCarcinoma Cells.Journal Medical Science 3(4) : 314-324.

    Fennema, O. R. (1976). Principles of Foods Science. Marcel Dekker, Inc. New York.

    Fox, P. F. (1991). Food Enzymology Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    15

    Hadi, S. (1986). Analisa Kuantitatif. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

    Hirata, S.; Taya, M. & Tone, S. (1996). Characterization of Chlorella Cell Cultures inBatch and Continuos Operations Under a Photoautotrophic Condition. Journal ofChemical Engineering of JapanVol. 29(6) : 953-959.

    Kimball, J. W. (1992). Biologi Jilid 1 Edisi 5. Erlangga. Jakarta.

    Metting, B. & Pyne, J. W. (1986). Biologically Active Compounds from Microalgal.Journal of Enzyme Microb. Tech.Vol. 8. Butterworth and Co Publish.

    Mishra, S. K.; Shrivastav, A. & Mishra, S. (2008). Effect of Preservatives for FoodGrade C-PC from Spirulina platensis.Process Biochemistry 43:339-345.

    Mohammad, J. (2007). Produksi dan Karakteristik Biopigmen Fikosianin dari Spirulinafusiformis serta Aplikasinya Sebagai Pewarna Minuman. Program StudiTeknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.

    Moraes, C. C.; Luisa, S.; G. P. Cerveira & S. J. Kalil. (2011), C-Phycocyanin ExtractionFrom Spirulina platensis Wet Biomass. Brazilian Journal of Chemical

    Engineering, Vol. 28, No. 01, pp. 45-49. Brazil.

    Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis dan Konsentrasi Bahan PengisiTerhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis F. Edulis)[Tesis]. Pasca Sarjana Universitas Bawijaya. Malang.

    Muthulakshmi, M.; A. Saranya; M. Sudha & G. Selvakumar. (2012). Extraction, PartialPurification, and Antibacterial Activity of Phycocyanin from Spirulina Isolatedfrom Fresh Water Body Against Various Human Pathogens. Journal of AlgalBiomass Utilization, Vol. 3 (3) : 7-11. India.

    Ngakou; Albert, R.; Wague, M. M. & Namba F. (2012). Changes in The Physico-

    Chemical Properties of Spirulina platensisfrom Three Production Sites in Chad.Journal of Animal & Plant Sciences, Vol. 13, Issue 3: 1811-1822. Chad.

    Carra P. & Heocha C. (1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW,Editor. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. Academic Press, Inc.London.

    Pomeranz, Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John Wileyand Sons, Inc. New York.

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    16

    Reynolds, J. E. F. (1982). Martindale The Extra Pharmacopolia, 28 th Edition. ThePharmacentical Press. London.

    Ribut, S. & S. Kumalaningsih. (2004). Pembuatan Bubuk Sari Buah Sirsak dari BahanBaku Pasta dengan Metode Foam-Mat Drying. Kajian Suhu Pengeringan,Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta.http://www.pustaka-deptan.go.id.Diakses pada tanggal 21 September 2014 pukul19.12 WIB.

    Richmond, A. (1988). Spirulina. In: Micro-Algal Biotechnology. Cambridge UniversityPress. Cambridge.

    Romay, C.; Armesto, J.; Remirez, D.; Gonzlez, R.; Ledn, N. & Garca, I. (1998).

    Antioxidant and Anti-Inflammatory Properties of C-phycocyanin from Blue-Green Algae.Inflammation Research 47 : 36-41.

    Sarada, R.; Manoj G. Pillai & G. A. Ravishankar. (1998). Phycocyanin from Spirulinasp.: Influence of Processing of Biomass on Phycocyanin Yield, Analysis ofEfficacy of Extraction Methods and Stability Studies on Phycocyanin. Process

    Biochemistry34: 795-801.

    Silveira, S. T.; Burkert, J. F. M.; Costa, J. A. V.; Burkert, C. A.V. & Kalil, S. J. (2007).Optimization of Phycocyanin Extraction from Spirulina platensisUsing Factorial

    Design.Bioresour Technol., 98, 1629-1634.

    Song, W; Zhao, C & Wang, S. (2013). A Large-Scale Preparation Method of HighPurity C-Phycocyanin. International Journal of Bioscience, Biochemistry and

    Bioinformatics, Vol. 3, No. 4.

    Spolaroe, P.; Joanis, C. C.; Duran, E. & Isambert, A. (2006). Comercial Application ofMicroalgae Review.J Biosci and Bioeng, Vol. 101 (2) : 87-96.

    Suparti, W. (2000). Pembuatan Pewarna Bubuk dari Ekstrak Angkak: Pengaruh Suhu,Tekanan dan Konsentrasi Dekstrin [Tesis]. Program Pascasarjana UniversitasBrawijaya. Malang.

    Tietze, H. W. (2004). Spirulina Micro Food Macro Blessing 4th Edition. Haralz W.Tietze Publishing. Australia.

    Tri-Panji, S.; Achmadi & Tjahjadarmawan, E. (1996). Produksi Asam Gammalinolenatdari Ganggang Mikro Spirulina platensis Menggunakan Limbah Lateks Pekat.

    Menara Perkebunan Vol. 64 (1) : 34-44.

    http://www.pustaka-deptan.go.id/http://www.pustaka-deptan.go.id/http://www.pustaka-deptan.go.id/
  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    17

    Ungsethaphand, T.; Yuwadee, P.; Niwoot, W. & Uraporn, S. (2010) Effect of FeedingSpirulina platensison Growth and Carcass Composition of Hybrid Red Tilapia(Oreochromis mossambicus O. niloticus). Maejo International Journal ofScience and Technology, Vol. 4(02) : 331-336. Thailand.

    Walter, A.; Julio Cesar de C.; Vanete, T. S.; Ana, B. B.; Vanessa, G. & Carlos, R. S.(2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under

    Different Light Spectra, Vol. 54, pp 675-682.

    Wiyono, R. (2011). Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcumaxanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu Pengering, Konsentrasi Dekstrin, KonsentrasiAsam Sitrat dan Na-Bikarbonat. Fakultas Pertanian Universitas YudhartaPasuruan. Pasuruan.

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    18

    5. LAMPIRAN

    5.1. Perhitungan

    Rumus :

    ()( ) ()

    ( ) ( )

    ( )

    Keterangan:Berat biomassa = 8 gramVolume total filtrat = 50 ml

    Kelompok A1

    ()( ) ()

    ()( )

    ( )

    ( )

    Kelompok A2

    ()( ) ()

    ()( )

    ( )

    ( )

    Kelompok A3

    ()( ) ()

    ()( )

    ( )

    ( )

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    19

    Kelompok A4

    ()( ) ()

    ()( )

    ( )

    ( )

    Kelompok A5

    ()( ) ()

    ()( )

    ( )

    ( )

    Kelompok A6

    ()( ) ()

    ()( )

    ( )

    ( )

    5.2. Foto

    Gambar 2. Fikosianin Sebelum Dioven(Kelompok A1-A3)

    Gambar 3. Fikosianin Sebelum Dioven(Kelompok A4-A6)

  • 5/19/2018 FIKOSIANIN_Melita Mulyani_12.70.0080_A1_Unika Soegijapranata

    20

    Gambar 4. Fikosianin Setelah Dioven (Kelompok A1-A6)

    5.3. Diagram Alir

    5.4. Laporan Sementara