58
BAB I PENDAHULAUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalamipembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkanterhambatnya aliran urin keluar dari buli – buli. Bentuknya sebesar buah kenaridengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. McNeal (1976) membagikelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain : zona perifer, zona sentral,zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional. Hiperplasi prostat benigna merupakan penyakit pada pria tua dan jarangditemukan pada usia yang kurang dari 40 tahun. Keadaan ini dialami oleh 50%pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas. Pada waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yangkontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa kelima, prostat dapat mengalami perubahan hipertropi. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi. Etiologi pasti hipertropi prostat benigna belum jelas, walaupun tampaknya tidak terjadi pada pria yang dikastrasi sebelum pubertas, dan tidak berlanjutsetelah kastrasi. Kelainan ini bisa disertai dengan peningkatan dalam kandungandihidrotestoteron jaringan atau dengan perubahan rasio androgen terhadapestrogen, yang diketahui berubah dengan penuaan. 1

TA BPH Welly Print

Embed Size (px)

DESCRIPTION

oke

Citation preview

Page 1: TA BPH Welly Print

BAB I

PENDAHULAUAN

A. Latar Belakang

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah inferior

buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalamipembesaran, organ ini membuntu

uretra pars prostatika dan menyebabkanterhambatnya aliran urin keluar dari buli – buli.

Bentuknya sebesar buah kenaridengan berat normal pada orang dewasa ± 20 gram. McNeal

(1976) membagikelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain : zona perifer, zona

sentral,zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra. Sebagian besar

hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional.

Hiperplasi prostat benigna merupakan penyakit pada pria tua dan jarangditemukan pada

usia yang kurang dari 40 tahun. Keadaan ini dialami oleh 50%pria yang berusia 60 tahun dan

kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.Prostat normal pada pria mengalami

peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas. Pada waktu itu ada peningkatan

cepat dalam ukuran, yangkontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa kelima,

prostat dapat mengalami perubahan hipertropi. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan

terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi. Etiologi pasti hipertropi prostat

benigna belum jelas, walaupun tampaknya tidak terjadi pada pria yang dikastrasi sebelum

pubertas, dan tidak berlanjutsetelah kastrasi. Kelainan ini bisa disertai dengan peningkatan dalam

kandungandihidrotestoteron jaringan atau dengan perubahan rasio androgen terhadapestrogen,

yang diketahui berubah dengan penuaan. Sekitar 1 dalam 100 priaakan memerlukan pembedahan

untuk keadaan ini.

B. Batasan Penulisan

Pada penulisan referat ini pembahasan masalah dititik beratkan pada penatalaksanaan

pada penderita hiperplasia prostat.

C. Tujuan Penulisan

a. Mengetahui dan memahami tentang hiperplasia prostat secara umum.

b. Mengetahui dan memahami macam penatalaksanaan pada penderita hiperplasia

prostat.

c. Mengetahui dasar pemilihan terapi yang paling banyak dilakukan di RSUD

Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan.

1

Page 2: TA BPH Welly Print

d. Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan

profesi di bagian ilmu bedah RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan yang

bermakna maupun sebagai sumber pustaka yang berhubungan dengan penyakit

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).

2. Untuk Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi

petugas kesehatan khususnya di RSUD SYAMRABU dalam memberikan

pelayanan dan penyuluhan tentang penyakit Benigna Prostat Hiperplasia (BPH).

3. Untuk peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dasar dalam pengembangan

penelitian selanjutnya.

2

Page 3: TA BPH Welly Print

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Benign Prostate Hiperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan karena

hyperplasia beberapa atau semua komponen prostat, antara lain jaringan kelenjar dan jaringan

fibro-muskuler, yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika.

B. Anatomi

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul

fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal

uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah

kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke

apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.12

Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :

1. lobus medius

2. lobus lateralis (2 lobus)

3. lobus anterior

4. lobus posterior 8,12

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi

satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak

tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista

kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.8

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona

perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral.

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proximal dari

spincter externus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona

tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan

karsinoma prostat berasal dari zona perifer.7,11

3

Page 4: TA BPH Welly Print

Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara dikanan dari verumontanum

dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Disebelah depan didapatkan ligamentum pubo

prostatika, disebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan disebelah belakang

didapatkan fascia denonvilliers.

Gambar 1. Pembagian zona prostate. Anterior fibromuscular stroma (FM), central zone (CZ), posterior zone

(PZ), transition zone (TZ), prostatic urethra (PU), and a seminal vesicle (SV)

Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan

vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis dan

memisahkan prostat dengan rektum.

Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri

prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.8

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

1. Kapsul anatomi

2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler

3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian,

a. Bagian luar disebut kelenjar prostat sebenarnya.

b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga

sebagai adenomatous zone

c. Disekitar uretra disebut periurethral gland 12

4

Page 5: TA BPH Welly Print

Pada BPH kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :

1. kapsul anatomis

2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang

sebenarnya (outer zone) sehingga terbentuk kapsul

3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner

zone) dan bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.12

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak

jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada lobus

medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan suatu

keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena sedikit

mengandung jaringan kelenjar.8,12

C. Epidemiologi

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia

40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir

sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia

akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi.4

Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar

negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan

pengobatan untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan

umur. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai

sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi

menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan

gejala klinik.7

Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan

pada usia 30 – 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi

perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan

pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan

gejala dan tanda klinik.1

D. Etiologi

5

Page 6: TA BPH Welly Print

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia

prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya

dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).11

Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat

adalah:

1. Teori Hormonal

Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH,

juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT),

estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi

perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon

estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi

estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana

sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul

dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi

kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain

ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi

dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran

prostat.

Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam

keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon

androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin

bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang

akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini

mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon

estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian

yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak

bereaksi terhadap estrogen.

2. Teori Growth Factor (faktor pertumbuhan)

Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.

Terdapat empat peptic growth factor yaitu; basic transforming growth factor,

transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth

factor.

3. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-sel Prostat karena Berkuramgnya Sel yang Mati

4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)

6

Page 7: TA BPH Welly Print

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa

berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel

yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam

jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada

keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih

cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau

proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

5. Teori Dihydro Testosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar

adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin

menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan

testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target cell” yaitu

sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel,

testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang

kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi “hormone receptor complex”.

Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami transformasi reseptor, menjadi

“nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin

dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein

menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.

6. Teori Reawakening

Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada

kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme “glandular budding”

kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik.

Persamaan epiteleal budding dan “glandular morphogenesis” yang terjadi pada embrio

dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya “reawakening” yaitu

jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga

jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan sekitarnya, sehingga teori ini

terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic induction potential of prostatic

stroma during adult hood.

Selain teori-teori di atas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab

terjadinya BPH seperti; teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari

zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks,

teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas

hubungan sebab-akibatnya.3,7,8,12

7

Page 8: TA BPH Welly Print

E. Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk

dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.

Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa

hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase

penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran

kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan

gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase

dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.

Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan

aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika

berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat

jatuh ke dalam gagal ginjal.2,11

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala yaitu

komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini berhubungan dengan

adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak uretra pars prostatika sehingga

terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi

tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi

pada alpha adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun

kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga

tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.8

F. Gambaran Klinis

1. Gejala

8

Page 9: TA BPH Welly Print

Gejala hiperplasia prostat menurut Boyarsky dkk pada tahun 1977 dibagi atas gejala

obstruktif dan gejala iritatif.

Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika karena

didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup

kuat dan atau cukup lama saehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).2,3

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih tergantung

tiga faktor yaitu :

1. Volume kelenjar periuretral

2. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Tidak semua prostat yang membesar akan menimbulkan gejala obstruksi, sehingga

meskipun volume kelenjar periuretal sudah membesar dan elastisitas leher vesika, otot polos

prostat dan kapsul prostat menurun, tetapi apabila masih dikompensasi dengan kenaikan daya

kontraksi otot detrusor maka gejala obstruksi belum dirasakan.7

Pemeriksaan derajat beratnya obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur

:

a. Residual urine yaitu jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan. Sisa urin ini

dapat dihitung dengan pengukuran langsung yaitu dengan cara melakukan

kateterisasi setelah miksi spontan atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi

setelah miksi, dapat pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu

membuat IVP. Pada orang normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi

urin total sisa urin dapat melebihi kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100

cc biasanya dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada

penderita prostat hipertrofi.

b. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan

menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau

dengan alat uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Untuk

dapat melakukan pemeriksaan uroflow dengan baik diperlukan jumlah urin minimal

9

Page 10: TA BPH Welly Print

di dalam vesika 125 sampai 150 ml. Angka normal untuk flow rata-rata (average

flow rate) 10 sampai 12 ml/detik dan flow maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.

Pada obstruksi ringan flow rate dapat menurun sampai average flow antara 6-8

ml/detik, sedang maksimal flow menjadi 15 mm/detik atau kurang. Dengan

pengukuran flow rate tidak dapat dibedakan antara kelemahan detrusor dengan

obstruksi infravesikal.

Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal

ginjal karena hidronefrosis, menyebabkan infeksi dan urolithiasis. Tindakan untuk

menentukan diagnosis penyebab obstruksi maupun menentukan kemungkinan penyulit harus

dilakukan secara teratur.1,3,11

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang tidak sempurna

pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran

prostat menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun

belum penuh., gejalanya ialah :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi) (P/UI)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat

berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing < 50 ml

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa

urin > 150 ml 7

Terdapat suatu metode penilaian berdasarkan gejala klinis untuk membantu menentukan

terapi yang dapat diberikan yaitu dengan metode penilaian International Prostate Symptom

Score (IPSS)

10

Page 11: TA BPH Welly Print

Derajat berat gejala klinik prostat hiperplasia ini dipakai untuk menentukan derajat berat

keluhan subyektif, yang ternyata tidak selalu sesuai dengan besarnya volume prostat. Gejala

iritatif yang sering dijumpai ialah bertambahnya frekuensi miksi yang biasanya lebih

dirasakan pada malam hari. Sering miksi pada malam hari disebut nocturia, hal ini disebabkan

oleh menurunnya hambatan kortikal selama tidur dan juga menurunnya tonus spingter dan

uretra. Simptom obstruksi biasanya lebih disebabkan oleh karena prostat dengan volume

besar. Apabila vesica menjadi dekompensasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada

akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam vesica, hal ini menyebabkan rasa tidak bebas

pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total,

sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Oleh karena produksi urin akan terus terjadi maka

pada suatu saat vesica tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesica akan

naik terus dan apabila tekanan vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan spingter akan

terjadi inkontinensia paradoks (over flow incontinence). Retensi kronik dapat menyebabkan

terjadinya refluk vesico uretra dan meyebabkan dilatasi ureter dan sistem pelviokalises ginjal

dan akibat tekanan intravesical yang diteruskam ke ureter dari ginjal maka ginjal akan rusak

dan terjadi gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dapat dipercepat bila ada infeksi. Disamping

11

Page 12: TA BPH Welly Print

kerusakan tractus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik penderita harus selalu

mengedan pada waktu miksi, maka tekanan intra abdomen dapat menjadi meningkat dan lama

kelamaan akan menyebabkan terjadinya hernia, hemoroid. Oleh karena selalu terdapat sisa

urin dalam vesica maka dapat terbentuk batu endapan didalam vesica dan batu ini dapat

menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Disamping pembentukan batu, retensi

kronik dapat pula menyebabkan terjadinya infeksi sehingga terjadi systitis dan apabila terjadi

refluk dapat terjadi juga pielonefritis.3

G. Tanda

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat penting.

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter ani,

reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan pada di dalam

rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

b. Adakah asimetris

c. Adakah nodul pada prostate

d. Apakah batas atas dapat diraba

e. Sulcus medianus prostate

f. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti

meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan

pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus

prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-

kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai sakit

pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi

retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia.

Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain

yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,

fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.

Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba

masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra

simfisis.

12

Page 13: TA BPH Welly Print

2. Pemeriksaan laboratorium

Darah :

o Ureum dan Kreatinin

o Elektrolit

o Blood urea nitrogen

o Prostate Specific Antigen (PSA)

o Gula darah

Urin :

o Kultur urin + sensitifitas test

o Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

o Sedimen

3. Pemeriksaan pencitraan

Foto polos abdomen (BNO)

Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya batu

saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat untuk

menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat.

Pielografi Intravena (IVP)

o pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras (filling

defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter

membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked fish).

o mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter

ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada buli – buli yaitu

adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli.

o foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

Sistogram retrograde

Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka

sistogram retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.

Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

o deteksi pembesaran prostat

o mengukur volume residu urin

MRI atau CT jarang dilakukan

Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam – macam

potongan.

13

Page 14: TA BPH Welly Print

4. Pemeriksaan lain

Uroflowmetri

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh

:

o daya kontraksi otot detrusor

o tekanan intravesica

o resistensi uretra

Angka normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju

pancaran mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah

menjadi 6 – 8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat

derajat obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.

Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri

tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya

kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut

dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths

Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran

urin dapat diukur.

Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat

sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin

yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang

akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.1,2,3,7,8

H. Diagnosis

Diagnosis hiperplasia prostat dapat ditegakkan melalui :

1. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif

2. Pemeriksaan fisik : terutama colok dubur ; hiperplasia prostat teraba sebagai prostat

yang membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, asimetri dan menonjol ke

dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat batas atas semakin sulit

untuk diraba.

3. Pemeriksaan laboratorium : berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.

4. Pemeriksaan pencitraan :

14

Page 15: TA BPH Welly Print

Pada pielografi intravena terlihat adanya lesi defek isian kontras pada dasar kandung

kemih atau ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk seperti mata kail.

Dengan trans rectal ultra sonography (TRUS), dapat terlihat prostat yang membesar.

5. Uroflowmetri : tampak laju pancaran urin berkurang.

6. Mengukur volume residu urin : Pada hiperplasi prostat terdapat volume residu urin

yang meningkat sesuai dengan beratnya obstruksi (lebih dari 150 ml dianggap

sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi).2

I. Diagnosis Banding

1. Kelemahan detrusor kandung kemih

a. kelainan medula spinalis

b. neuropatia diabetes mellitus

c. pasca bedah radikal di pelvis

d. farmakologik

2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :

a. kelainan neurologik

b. neuropati perifer

c. diabetes mellitus

d. alkoholisme

e. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)

3. Obstruksi fungsional :

a. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor

dengan relaksasi sfingter

b. ketidakstabilan detrusor

4. Kekakuan leher kandung kemih :

a. fibrosis

5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :

a. hiperplasia prostat jinak atau ganas

b. kelainan yang menyumbatkan uretra

c. uretralitiasis

d. uretritis akut atau kronik

e. striktur uretra

6. Prostatitis akut atau kronis 1,2

J. Kriteria Pembesaran Prostat

15

Page 16: TA BPH Welly Print

Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa

cara, diantaranya adalah :

1. Rektal grading

Berdasarkan penonjolan prostat ke dalam rektum :

derajat 1 : penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum

derajat 2 : penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum

derajat 3 : penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum

derajat 4 : penonjolan > 3 cm ke dalam rektum

2. Berdasarkan jumlah residual urine

derajat 1 : < 50 ml

derajat 2 : 50-100 ml

derajat 3 : >100 ml

derajat 4 : retensi urin total

3. Intra vesikal grading

derajat 1 : prostat menonjol pada bladder inlet

derajat 2 : prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter

derajat 3 : prostat menonjol sampai muara ureter

derajat 4 : prostat menonjol melewati muara ureter

4. Berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi :

derajat 1 : kissing 1 cm

derajat 2 : kissing 2 cm

derajat 3 : kissing 3 cm

derajat 4 : kissing >3 cm 8

K. Komplikasi

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat

menimbulkan komplikasi sebagai berikut :

1. Inkontinensia Paradoks

2. Batu Kandung Kemih

3. Hematuria

4. Sistitis

5. Pielonefritis

6. Retensi Urin Akut Atau Kronik

7. Refluks Vesiko-Ureter16

Page 17: TA BPH Welly Print

8. Hidroureter

9. Hidronefrosis

10. Gagal Ginjal 2

L. Penatalaksanaan

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan

penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi

berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin. Derajat satu, apabila

ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas

mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml. Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan

gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba

dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Derajat tiga, seperti derajat dua,

hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml, sedangkan derajat

empat, apabila sudah terjadi retensi urin total. Organisasi kesehatan dunia (WHO)

menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS

(WHO prostate symptom score). Skor ini berdasarkan jawaban penderita atas delapan

pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila WHO PSS tetap dibawah 15.

Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah

dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.1,2

Di dalam praktek pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan

untuk menentukan cara penanganan. Pada penderita dengan derajat satu biasanya belum

memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan pengobatan secara konservatif.

Pada penderita dengan derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi

operatif, dan yang sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral

resection (TUR). Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi,

dalam keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif. Pada derajat tiga,

TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman melakukan TUR

oleh karena biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila

diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam

maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Pada hiperplasia prostat derajat empat tindakan

pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total,

dengan jalan memasang kateter atau memasang sistostomi setelah itu baru dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan

TUR P atau operasi terbuka.1,2

17

Page 18: TA BPH Welly Print

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas

hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan bedah

masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun

demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang

mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala

klinik hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral,

menurunnya elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan

gejala klinik ditujukan untuk :

1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat

2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor 2,7

Terdapat beberapa pilihan tindakan terapi didalam penatalaksanaan hiperplasia

prostat benigna yang dapat dibagi kedalam 4 macam golongan tindakan, yaitu :

1. Observasi (Watchful waiting)

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-

kadang mereka yang mengeluh pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) ringan

dapat sembuh sendiri dengan observasi ketat tanpa mendapatkan terapi apapun. Tetapi

diantara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan

medik yang lain karena keluhannya semakin parah.11

2. Medikamentosa

a. Penghambat adrenergik

Seperti kita ketahui persyarafan trigonum leher vesika, otot polos prostat dan kapsul

prostat terutama oleh serabut-serabut saraf simpatis, terutama mengandung reseptor alpha,

jadi dengan pemberian obat golongan alpha adrenergik bloker, terutama alpha 1

adrenergik bloker maka tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat akan

berkurang, sehingga sehingga menghasilkan peningkatan laju pancaran urin dan

memperbaiki gejala miksi. Bila serangan prostatismus memuncak menjurus kepada

retensio urin ini adalah pertanda bahwa tonus otot polos prostat meningkat atau

berkontraksi sehingga pemberian obat ini adalah sangat rasional. Episode serangan

biasanya cepat teratasi.

Contoh obatnya adalah Phenoxy benzanmine (Dibenyline) dosis 2x10 mg/hari.

Sekarang telah tersedia obat yang lebih selektif untuk alpha 1 adrenergik bloker yaitu

Prazosine, dosisnya adalah 1-5 mg/hari, obat lain selain itu adalah Terazosin dosis 1

mg/hari, Tamzulosin dan Doxazosin. Pengobatan dengan penghambat alpha ini pertama

kali dilakukan oleh Caine dan kawan-kawan yang dilaporkan pada tahun 1976. Dengan

pengobatan secara ini ditemukan perbaikan sekitar 30-70% pada symptom skore dan kira-

18

Page 19: TA BPH Welly Print

kira 50% pada flow rate. Tetapi kelompok obat ini tidak dapat digunakan berkepanjangan

karena efek samping obat ini berupa hipotensi ortostatik, palpitasi, astenia vertigo dan

lain-lain yang sangat mengganggu kualitas hidup kecuali bagi penderita hipertensi.

Penelitian terakhir di Amerika Serikat menyebutkan bahwa Doxazosin terbukti efektif

dalam pengobatan hiperplasia prostat jangka panjang pada pasien hipertensi dan

normotensi. Prazosine diketahui lebih selektif sebagai alpha 1 adrenergik bloker, sedang

phenoxy benzanmine meskipun lebih kuat tetapi tidak selektif untuk reseptor alpha 1 dan

alpha 2, dan sekarang ditakutkan phenoxy benzanmine bersifat karsinogenik. Jadi

kelompok obat penghambat adrenoreseptor alpha ini hanya dapat digunakan untuk jangka

pendek dan akan lebih fungsional pada terapi tahap awal, obat ini mempunyai efek positif

segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikitpun.

Bila respon dari pengobatan ini baik maka ini merupakan indikator untuk masuk kedalam

tahap perawatan “Watch and wait”.2,3,5,6,7,8,9

b. Fitoterapi

Kelompok kemoterapi pada umumnya telah mempunyai informasi farmakokinetik dan

farmakodinamik terstandar secara konvensional dan universal. Kelompok obat ini juga

disebut dengan “obat modern”. Tidak semua penyakit dapat diobati secara tuntas dengan

kemoterapi ini. Banyak penyakit kronis, degeneratif, gangguan metabolisme, dan penuaan

yang belum ada obatnya seperti: kanker, hepatitis, HIV, demensia, dll. Banyak pula yang

belum bisa dituntaskan pengobatannya. Termasuk ini adalah: BPH, DM, hipertensi,

rematik, dll. Sehingga diperlukan terapi komplementer atau alternatif. Kelompok terapi ini

disebut Fitoterapi. Disebut demikian karena berasal dari tumbuhan. Bahan aktifnya belum

diketahui dengan pasti, masih memerlukan penelitian yang panjang.

Namun secara empirik, manfaat sudah lama tercatat dan semakin diakui. Diantara

sekian banyak fitoterapi yang sudah masuk pasaran, diantaranya yang terkenal adalah

Serenoa repens atau Saw Palmetto dan Pumpkin seeds yang digunakan untuk pengobatan

BPH. Keduanya, terutama Serenoa repens semakin diterima pemakaiannya dalam upaya

pengendalian prosatisme BPH dalam kontek “watchfull waiting strategy”. Di Jerman 90%

kasus BPH di terapi dengan Serenoa repens tunggal atau kombinasi, dan di negara-negara

Eropa dan Amerika pemakaiannya terus meningkat dengan cepat.

a. Saw Palmetto Berry (SPB) yang disebut juga Serenoa repens adalah suatu obat

tradisional Indian. Catatan empiriknya tentang manfaat tumbuhan ini untuk gangguan

urologis sudah ada sejak tahun 1900. Isu back to nature memberikan iklim yang

kondusif bagi pemakaian obat ini.

Bukti-bukti empirik lapangan dan empirik uji klinik semakin banyak mencatat

efektifitas dan keamanannya. Dalam Current Medical Diagnosis and Treatment (2001)

dinyatakan bahwa Saw Palmetto Berry (SPB) ini didalam 18 RCT (Randomized

19

Page 20: TA BPH Welly Print

Clinical Trial) dengan 2939 subyek adalah superior terhadap placebo dan

efektifitasnya sama dengan finasteride. Efek samping obat berupa disfungsi ereksi =

1,1% sedangkan finasteride = 4,9%. Dalam Life Extension Update dimuat, dari

sebanyak 32 publikasi studi terdapat catatan bahwa extract dari SPB ini secara

signifikan menunjukan perbaikan klinis dalam hal :

Frekuensi nokturia berkurang

Aliran kencing bertambah lancar

Volume residu dikandung kencing berkurang

Gejala kurang enak dalam mekanisme urinoir berkurang

Mekanisme kerja obat ini belum dapat dipastikan tetapi diduga kuat ia :

Menghambat aktifitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor androgen

Bersifat anti inflamasi dan anti udem dengan cara menghambat aktifitas enzim

cycloxygenase dan 5 lipoxygenase.

b. Pumpkin seeds (Cucurbitae peponis semen)

Testimoni empirik tradisional bahan ini telah digunakan di Jerman dan Austria sejak

abad 16 untuk gangguan “urinoir” dan belakangan ini ekstraknya dipakai untuk

mengatasi gejala yang berhubungan dengan BPH didalam konteks farmakoterapi

maupun uji klinis kombinasi dengan ekstraks serenoa repens. Penelitian di Jerman

melakukan studi terhadap preparat yang mengandung komponen utama beta-sitosterol

dengan sedikit campuran campesterot dan stigmasterol untuk mengobati hiperplasia

prostat. Hasilnya, terjadi perbaikan seperti halnya terapi menggunakan penghambat

reseptor alpha dan 5-alpha reduktase, tetapi dengan efek samping yang lebih minimal.

Walaupun mekanisme kerja dari preparat campuran fitosterol ini belum dapat

dibuktikan, penelitian terus dikembangkan untuk keperluan di masa depan.9,10

c. Hormonal

Pada tingkat supra hypofisis dengan obat-obat LH-RH (super) agonist yaitu obat yang

menjadi kompetitor LH-RH mempunyai afinitas yang lebih besar dengan reseptor bagi

LH-RH, sehingga obat ini akan “menghabiskan” reseptor dengan membentuk LH-RH

super agonist reseptor kompleks. Sehingga mula-mula oleh karena banyaknya LH-RH

super agonist yang menangkap reseptor, pada permulaan justru akan terjadi kenaikan

produksi LH oleh hypofisis. Tetapi setelah reseptor “habis”maka LH-RH tidak dapat

lagi mencari reseptor , maka LH akan menurun. Contoh obat adalah Buserelin, dengan

dosis minggu I 3dd 500 g s.c. (7 hari) dan minggu II intra nasal spray 200 g, 3 kali

sehari.

20

Page 21: TA BPH Welly Print

Pemberian obat-obat anti androgen yang dapat mulai pada tingkat hipofisis misalnya

dengan pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan produksi LH, yang

menyebabkan produksi testosteron oleh sel leydig berkurang. Cara ini tentu saja

menyebabkan penurunan libido oleh karena penurunan kadar testosteron darah.

Pada tingkat infra hipofisis pemberian estrogen dapat memberikan umpan balik

dengan menekan produksi FSH dan LH, sehingga produksi testosteron juga menurun.

Contoh preparatnya ialah Diaethyl Stilbestrol (DES) dosis satu kali 1-5 mg sehari.

Pada tingkat testikular, orchiectomi untuk pengobatan pembesaran prostat jinak hanya

dikenal pada sejarah, sekarang cara pengobatan ini untuk hiperplasia prostat telah

ditinggalkan. Untuk karsinoma prostat tentu saja orchiectomi masih dikerjakan oleh

karena pertimbangan kemungkinan penyebaran ca prostat dan juga biasanya penderita

telah tua.

Pada tingkat yang lebih rendah dapat pula diberikan obat anti androgen yang

mekanisme kerjanya mencegah hidrolise testosteron menjadi DHT dengan cara

menghambat 5 alpha reduktase, suatu enzim yang diperlukan untuk mengubah

testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT), suatu hormon androgen yang

mempengaruhi pertumbuhan kelenjar prostat, sehingga jumlah DHT berkurang tetapi

jumlah testosteron tidak berkurang, sehingga libido juga tidak menurun. Penurunan

kadar zat aktif dehidrotestosteron ini menyebabkan mengecilnya ukuran prostat.

Contoh obat tersebut ialah Finesteride, Proscar dengan dosis 5 mg/hari dalam jangka

waktu lebih dari 3 bulan, Finasteride mengurangi volume prostat sampai 30%.

Penelitian lain di Kanada menyatakan bahwa Finasteride mengurangi volume prostat

pada 613 pria dengan angka rata-rata 21%, mengurangi gejala dan memperbaiki laju

pancaran urin sampai 12%. Obat ini mempunyai toleransi baik dan tidak mempunyai

efek samping yang bermakna.

Obat anti androgen lain yang juga bekerja pada tingkat prostat ialah obat yang

mempunyai mekanisme kerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap reseptor DHT

sehingga DHT tidak dapat membentuk kompleks DHT-Reseptor. Contoh obatnya

ialah : Cyproterone acetate 100 mg 2 kali/hari, Flutamide, medrogestone 15 mg2

kali/hari dan Anandron. Obat ini juga tidak menurunkan kadar testosteron pada darah,

sehingga libido tidak menurun. Golongan gestagen dan ketokonazole, obat-obat ini

mempunyai khasiat : mengurangi enzim dehidrogenase dan isomerase yang berguna

untuk metabolisme steroid, menekan LH dan FSH, menjadi saingan testosteron untuk

5 alpha reduktase sehingga DHT tidak terbentuk. Contoh obatnya adalah Megestrol

acetat 160 mg empat kali sehari dan MPA 300-500 mg/hari. Kesulitan pengobatan

konservatif ini adalah menentukan berapa lama obat harus diberikan dan efek samping

dari obat.2,3,7,8

21

Page 22: TA BPH Welly Print

1. Prostatektomi terbuka

a. Retropubic infravesica (Terence Millin)

Keuntungan :

- Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada subservikal

- Mortaliti rate rendah

- Langsung melihat fossa prostat

- Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

- Perdarahan lebih mudah dirawat

- Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu selama bila

membuka vesika

Kerugian :

- Dapat memotong pleksus santorini

- Mudah berdarah

- Dapat terjadi osteitis pubis

- Tidak bisa untuk BPH dengan penyulit intravesikal

- Tidak dapat dipakai kalau diperlukan tindakan lain yang harus dikerjakan dari

dalam vesika

Komplikasi :

- Perdarahan

- Infeksi

- Osteitis pubis

- Trombosis

b. Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)

Keuntungan :

- Baik untuk kelenjar besar

- Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

- Operasi banyak dipergunakan pada hiperplasia prostat dengan penyulit :

1. Batu buli

2. Batu ureter distal

3. Divertikel

4. Uretrokel

5. Adanya sistsostomi

6. Retropubik sulit karena kelainan os pubis

- Kerusakan spingter eksterna minimal

22

Page 23: TA BPH Welly Print

Kerugian :

- Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada dinding vesica

sembuh

- Sulit pada orang gemuk

- Sulit untuk kontrol perdarahan

- Merusak mukosa kulit

- Mortality rate 1 -5 %

Komplikasi :

- Striktura post operasi (uretra anterior 2 – 5 %, bladder neck stenosis 4%)

- Inkontinensia (<1%)

- Perdarahan

- Epididimo orchitis

- Recurent (10 – 20%)

- Carcinoma

- Ejakulasi retrograde

- Impotensi

- Fimosis

- Deep venous trombosis

c. Transperineal

Keuntungan :

- Dapat langssung pada fossa prostat

- Pembuluh darah tampak lebih jelas

- Mudah untuk pinggul sempit

- Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

- Impotensi

- Inkontinensia

- Bisa terkena rektum

- Perdarahan hebat

- Merusak diagframa urogenital

2 Prostatektomi Endourologi

a. Trans urethral resection (TUR)

23

Page 24: TA BPH Welly Print

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir

seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan

bersama kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi

ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Hasil

terbaik diperoleh pasien yang sungguh membutuhkan tindakan bedah. Untuk

keperluan tersebut, evaluasi urodinamik sangat berguna untuk membedakan pasien

dengan obstruksi dari pasien non-obstruksi. Evaluasi ini berperan selektif dalam

penentuan perlu tidaknya dilakukan TUR. Suatu penelitian menyebutkan bahwa

hasil obyektif TUR meningkat dari 72% menjadi 88% dengan mengikutsertakan

evaluasi urodinamik pada penilaian pra-bedah dari 152 pasien. Mortalitas TUR

sekitar 1% dan morbiditas sekitar 8%.

Saat ini tindakan TUR P merupakan tindakan operasi paling banyak dikerjakan di

seluruh dunia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan

mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan direseksi

tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah

berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada

saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O

steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan

ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka

pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif

atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TUR P. Sindroma ini

ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah

meningkat, dan terdapat bradikardi.

Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh

dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TUR P ini adalah

sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya sindroma TUR P dipakai

cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal daripada aquades, antara

lain adalah cairan glisin , membatasi jangka waktu operasi tidak melebihi 1 jam,

dan memasang sistostomi suprapubik untuk mengurangi tekanan air pada buli-buli

selama reseksi prostat.

Keuntungan :

- Luka incisi tidak ada

- Lama perawatan lebih pendek

- Morbiditas dan mortalitas rendah

24

Page 25: TA BPH Welly Print

- Prostat fibrous mudah diangkat

- Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

- Tehnik sulit

- Resiko merusak uretra

- Intoksikasi cairan

- Trauma spingter eksterna dan trigonum

- Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

- Alat mahal

- Ketrampilan khusus

b. Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran

prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan

pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau

incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini

juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti

yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat

penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter sampai dekat ke

verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul prostat. Kelebihan

dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan menurunnya kejadian

ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.

c. Pembedahan dengan laser (Laser prostatectomy)

Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk mengangkat prostat

yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang pengobatan dengan

TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang sebaik dengan operasi

maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir tanpa perdarahan.

Penggunaan laser untuk operasi prostat pertamakali diusulkan oleh Sander (1984).

Untuk mengobati ca prostat yang masih lokal dengan memakai Nd YAG

(Neodymium, Yttrium Aluminium Garnet) Solid state Nd YAG ini pertamakali

diperkenalkan tahun 1964 tapi baru tahun 1975 baru dicoba dibidang urologi untuk

mengablasi tumor buli superficial (Hoffstetter). Pc Phee menulis mengenai

penggunaan YAG laser untuk photo irradiasi segmental pada mukosa buli.

YAG laser ini mempunyai panjang gelombang yang cocok untuk pengobatan

prostat oleh karena mempunyai daya penetrasi yang cukup dalam. Mula-mula laser

untuk prostat ini hanya dipakai untuk pengobatan tambahan setelah TUR P pada ca

25

Page 26: TA BPH Welly Print

prostat, yang biasanya diberikan 3 minggu setelah TUR P (Shanberg 1985, Mc

Nicholas 1990).

Kemudian Shenberg mengajukan pemakaian Nd YAG ini untuk melaser prostat

pada penderita yang tidak dapat mentoleransi perdarahan apabila dilakukan TUR.

Roth dan Aretz (1991) menjadi pelopor penggunaan laser Transuretral Ultrasound

Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP), yang dibimbing dengan pemakaian

USG untuk dapat menembak prostat yang disempurnakan dengan menggunakan

alat pembelok (deflektor) sinar laser dengan sudut 90 derajat sehingga sinar laser

dapat diarahkan ke arah kelenjar prostat yang membesar.

Nd YAG mempunyai panjang gelombang 1064 nm sehingga gelombang ini tidak

banyak diserap oleh air seperti laser CO2 dan mempunyai sifat divergensi tetapi

masih mempunyai daya penetrasi yang cukup dalam. Apabila laser Nd YAG ini

mengenai jaringan prostat energinya akan berubah menjadi energi termal yang

dapat menguapkan jaringan dengan Nd YAG tanpa kontak dengan jaringan

mempunyai efek laser maksimal pada kedalaman 3mm dibawa mukosa dan efek

termal dapat mencapai 100C sehingga pada kekuatan 40 – 60 watts akan

menyebabkan koagulasi pada kedalaman 3mm sehingga akan terjadi letusan kecil

yang disebut “pop corn effect”. Nd YAG ini aman untuk pengobatan prostat oleh

karena pembuluh darah yang agak besar dan pembuluh darah pada kapsul prostat

akan menjadi penahan panas (heat sink) sehingga tidak akan terjadi penjalaran

panas keluar dari prostat.

Tahun 1989 Johnson menemukan alat pembelok Nd YAG sehingga sinar laser

tersebut dapat dibelokkan 90 dengan menggunakan pembelok dari emas yang

ditempelkan diujung serat laser, sehingga sinar laser dapat diarahkan ke jaringan

prostat dari dalam uretra. Dengan alat pembelok ini 92% dari energi laser masih

dapat mencapai jaringan preostat. Costello (1992) mempelopori penggunaan laser

ini utnuk ablasi pembesaran prostat jinak menggunakan laser yang dibelokkan 90

melalui sistoskopi.

Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit untuk

masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius). Pada waktu

ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui sistoskop terjadi

ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika akan segera akan

menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi ikutan yang kan

menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24 minggu sehingga hasil

26

Page 27: TA BPH Welly Print

akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat menyerupai rongga yang terjadi

sehabis TUR.

Keuntungan bedah laser ialah :

1. Tidak menyebabkan perdarahan sehingga tidak mungkin terjadi retensi akibat

bekuan darah dan tidak memerlukan transfusi

2. Teknik lebih sederhana

3. Waktu operasi lebih cepat

4. Lama tinggal di rumah sakit lebih singkat

5. Tidak memerlukan terapi antikoagulan

6. Resiko impotensi tidak ada

7. Resiko ejakulasi retrograd minimal

Kerugian :

Penggunaan laser ini masih memerlukan anestesi (regional) 1,2,3,7,8,11

4. Invasif Minimal

a. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Cara memanaskan prostat sampai 44,5C – 47C ini mulai diperkenalkan dalam

tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral yang

membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan gelombang

ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi dan nekrosis

jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos dan kapsul prostat

sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. Prinsip cara ini ialah

memasang kateter semacam Foley dimana proximal dari balon dipasang antene

pemanas yang baru dipanaskan dengan gelombang mikro melalui kabel kecil yang

berada didalam kateter. Pemanasan dilakukan antara 1-3 jam. Dengan cara pengobatan

ini dengan mempergunakan alat THERMEX II diperoleh hasil perbaikan kira-kira 70-

80% pada symptom obyektif dan kira-kira 50-60% perbaikan pada flow rate

maksimal. Mekanisme yang pasti mengenai efek pemanasan prostat ini belum

semuanya jelas, salah satu teori yang masih harus dibuktikan ialah bahwa dengan

pemanasan akan terjadi perusakan pada reseptor alpha yang berada pada leher vesika

dan prostat.

Di Jakarta telah tersedia dua macam alat yaitu Prostatron yang menggunakan

gelombang mikro dan dipanaskan selama satu jam. Cara ini disebut dengan Trans

Urethral Microwave Treatment (TUMT). Sedangkan alat yang lain menggunakan 27

Page 28: TA BPH Welly Print

radio capacitive frequency yang dapat memanaskan prostat sampai 44,5C - 47C

selama 3 jam (TURF). Pengobatan di RS. Pondok Indah pada 112 kasus yang diobati

dengan cara ini didapatkan hasil : perbaikan “symptom score” pada 79 penderita

(75%) dan perbaikan pada sisa kencing pada 62 penderita (60%) tetapi perbaikan pada

maximal flow rate hanya ditemukan pada 55 penderita (50%).

Cara pengobatan hypertermia ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut

mengenai cara kerja dasar klinikal, efektifitasnya serta side efek yang mungkin timbul.

Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat memancarkan

microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada antene akan tinggi

maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak merusak mucosa ureter.

Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak rusak tetapi penetrasi juga

berkurang.

Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan

gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada

tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh

elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat

menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter yang ada

alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan selama

pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.2,7,8

b. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan dengan

jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan melalui operasi

terbuka (transvesikal). Pertama kali dikerjakan oleh Hollingworth 1910 dan Franck

1930. Kemudian Deisting 1956 melakukan dengan dilator transuretral. Tetapi

sebenarnya pelopor penggunaan balon adalah H.Joachus Burhenne yang mula-mula

mencoba pada anjing dan cadaver, akhirnya dicoba di klinik.

Castaneda bersama-sama Reddy dan Hulbert kemudian menyempurnakan

tehnik Burhenne tersebut. Konsep dilatasi dengan balon ini ialah mengusahakan agar

uretra pars prostatika menjadi lebar melalui mekanisme:

1. Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar

2. Kapsul prostat diregangkan

3. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut

4. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak

28

Page 29: TA BPH Welly Print

Prosedur ini meskipun bisa dilakukan dengan anestesi topikal, sebaiknya dilakukan

dengan narkose. Balon mempunyai diameter 30 mm kemudian dengan alat

dikembangkan sampai 4 atm yang sama dengan 58,8 psi atau 3040 mmHg dan

kaliber uretra menjadi 30 mm atau 90 F. Kemudian setelah balon dikempeskan

kembali kateter dilepaskan dengan menggunakan guide wire dan kateter dilepas

memutar kebalikan dari arah jarum jam sementara dapat dipasang cystostomi dengan

trocard. TUBD ini biasanya memberikan perbaikan yang bersifat sementara.2,7,8

c. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)

Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk

menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik guna

mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal, tidak

invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.2,7,8

d. Stent Urethra

Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya saja

kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang spiral

dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter (Prostacath). Stents

ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang ditempatkan dengan bantuan

endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk memasangnya, panjang uretra pars

prostatika diukur dengan USG dan kemudian dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu

alat tersebut dimasukkan dengan kateter pendorong dan bila letak sudah benar di

uretra pars prostatika maka spiral tersebut dapat dilepas dari kateter pendorong.

Pemasangan stent ini merupakan cara mengatasi obstruksi infravesikal yang juga

kurang invasif, yang merupakan alternatif sementara apabila kondisi penderita belum

memungkinkan untuk mendapatkan terapi yang lebih invasif. Akhir-akhir ini

dikembangkan juga stent yang dapat dipertahankan lebih lama, misalnya Porges

Urospiral (Parker dkk.) atau Wallstent (Nording, A.L. Paulsen).

Bentuk lain ialah adanya mesh dari logam yang juga dipasang di uretra pars

prostatika dengan kateter pendorong dan kemudian didilatasi dengan balon sampai

mesh logam tersebut melekat pada dinding uretra.2,7,8,11

29

Page 30: TA BPH Welly Print

BAB III

OBJEK DAN METODE

A. Jenis dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah “Deskriptif”.

B. Populasi

Pada penelitian ini, populasinya adalah 28 pasien yang didiagnosis Benigna Prostate

Hiperplasia (BPH) tanpa memandang domisili (tempat tinggal) di RSUD Syarifah Ambami

Rato Ebu Bangkalan periode Februari-April 2013.

C. Klasifikasi Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Usia

2. Derajat berdasarkan International Prostate Symptom Score (IPSS)

3. Penatalaksanaan Benigna Prostate Hiperplasia (BPH)

D. Definisi Operasional

Tabel Definisi Operasional angka kejadian Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) di

RSUD. Syamrabu Bangkalan periode Februari – April 2013.

NO Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skala data

1. Usia Umur adalah rentang

kehidupan yang diukur

dengan tahun pada pasien

Benigna Prostate

Hiperplasia (BPH) di

RSUD Syarifah Ambami

Rato Ebu

Data Rekam

Medik RSUD

Syarifah

Ambami Rato

Ebu

Nominal

2. Tempat Tinggal

(Domisili)

tempat kediaman yang sah

(tempat tinggal resmi) dari

pasien Benigna Prostate

Hiperplasia (BPH) di

Data Rekam

Medik RSUD

Syarifah

Ambami Rato

-

30

Page 31: TA BPH Welly Print

RSUD Syarifah Ambami

Rato Ebu

Ebu

3. Derajat IPSS Derajat BPH berdasarkan

gejala klinis dengan

metode International

Prostate Symptom Score

(IPSS)

Data Rekam

Medik dan

data pasien

Dokter Muda

RSUD

Syarifah

Ambami Rato

Ebu data

Dokter Muda

Nominal

4. Penatalaksanaan

Benigna Prostate

Hiperplasia (BPH)

Jenis Penatalaksanaan

Benigna Prostate

Hiperplasia (BPH) di

RSUD Syarifah Ambami

Rato Ebu antara lain :

a. Medikamentosa

b. TURP

c. Open Prostatectomi

Data Rekam

Medik RSUD

Syarifah

Ambami Rato

Ebu

E. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder dokumentasi rekam

medis RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu Bangkalan.

F. Analisis Data.

Tehnik analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa univariate dengan

menggunakan tabel distribusi frekuensi yang dilakukan terhadap masing-masing variabel.

G. Masalah Etik

Dalam melakukan penelitian, penelitian menggunakan manusia sebagai objek, maka

penelitian dilakukan dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :

a. Lembar persetujuan Menjadi Responden (Informed Concent)

Lembar persetujuan akan diberikan kepada subjek yang akan diteliti,penelitian

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi

sesudah dan sebelum pengumpulan data. Jika menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.

b. Tanpa Nama (Anonimity)

31

Page 32: TA BPH Welly Print

Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar

pengumpulan data, cukup memberikan initial pada masing-masing lembar tersebut.

c. Kerahasiaan (Comfidentiality).

Kerahasiaan data yang di gunakan oleh peneliti kelompok tertentu saja yang akan di

sajikan atau di laporkan sebagai hasil riset.

32

Page 33: TA BPH Welly Print

BAB IV

PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan yang dilakukan di Rumah Sakit Syarifah Ambami Rato Ebu

dalam rentang waktu Februari – April 2013 telah didapatkan data :

Tabel 3.1. Jumlah Pasien Benigna Prostat Hiperplasia Di Rumah Sakit Syarifah

Ambami Rato Ebu Berdasarkan Umur

Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Pasien Presentase (%)

≤ 50 2 7.14

51-60 10 35.71

61-70 10 35.71

71-80 6 21.42

Total 28 100.0

Tabel 3.2. Jumlah Pasien Benigna Prostat Hiperplasia Di Rumah Sakit Syarifah

Ambami Rato Ebu Berdasarkan IPPS Score

Derajat Jumlah Pasien Presentase (%)

Ringan (0-7) 0 0.0

Sedang (8-18) 16 14.28

Berat (19-35) 96 85.71

Total 112 100.0

33

Page 34: TA BPH Welly Print

Tabel 3.2. Jumlah Pasien Benigna Prostat Hiperplasia Di Rumah Sakit Syarifah

Ambami Rato Ebu Berdasarkan Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Jumlah Pasien Presentase (%)

Watchfull Waiting 0 0.0

Medikamentosa 16 14.28

TURP 68 60.71

Open Prostatectomi 28 25.00

Total 112 100.0

Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, penatalaksanaan yang paling

sering dilakukan di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu adalah dengan transuretra resecstion

of the prostate (TURP). Yang menjadi dasar pemilihan terapi pada pasien di RSUD Syarifah

Ambami Rato Ebu adalah keluhan pasien (gejala klinis) dengan bantuan International Prostate

Symptom Score (IPSS). Rectal Grading lebih bersifat untuk membantu menegakkan diagnose,

namun untuk menentukan penatalaksanaan lebih mengacu pada seberapa berat keluhan

pasien. Karena terkadang ada pasien dengan derajat berat IPSS namun rectal grading

menunjukan grade 1, sehingga penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan transuretra

resecstion of the prostate (TURP). Yang menjadi dasar mengapa IPSS menjadi acuan dalam

menentukan terapi karena di Indonesia IPSS merupakan standart diagnosis dan terapi BPH.

TURP adalah reseksi endoskopik malalui uretra. Jaringan yang direseksi hampir

seluruhnya terdiri dari jaringan kelenjar sentralis. Jaringan perifer ditinggalkan bersama

kapsulnya. Metode ini cukup aman, efektif dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd

dan pada sebagaian kecil dapat mengalami impotensi. Reseksi kelenjar prostat dilakukan

trans-uretra dengan mempergunakan cairan irigan (pembilas) agar supaya daerah yang akan

direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa

larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi.

Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades). Cara ini

memiliki beberapa keuntungan dan kelebihan,

34

Page 35: TA BPH Welly Print

Keuntungan :

- Luka incisi tidak ada

- Lama perawatan lebih pendek

- Morbiditas dan mortalitas rendah

- Prostat fibrous mudah diangkat

- Perdarahan mudah dilihat dan dikontrol

Kerugian :

- Tehnik sulit

- Resiko merusak uretra

- Intoksikasi cairan

- Trauma spingter eksterna dan trigonum

- Tidak dianjurkan untuk BPH yang besar

- Alat mahal

- Ketrampilan khusus

35

Page 36: TA BPH Welly Print

BAB V

KESIMPULAN

1. Benign Prostate Hiperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan karena

hyperplasia beberapa atau semua komponen prostat, antara lain jaringan kelenjar dan

jaringan fibro-muskuler, yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

prostatika.Hiperplasia prostat mempunyai angka kejadian yang bermakna pada populasi

pria lanjut usia.

2. Etiologi dari hiperplasia prostat hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti,

beberapa teori menyebutkan hal ini berkaitan dengan meningkatnya kadar DHT dan

karena proses aging (menjadi tua).

3. Hiperplasia prostat menyebabkan gejala obstruksi dan iritasi saluran kemih.

4. Tanda-tanda obyektif hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat, pengurangan laju

pancaran urin, dan volume residu urin yang besar.

5. Derajat beratnya obstruksi pada hiperplasia prostat tidak bergantung pada ukuran besar

prostat melainkan ditentukan oleh volume residu urin dan laju pancaran urin waktu miksi.

6. Guna menentukan derajat pembesaran prostat dapat dilakukan dengan beberapa cara ,

seperti rektal grading, berdasarkan jumlah residual urin, intra vesikal grading dan

berdasarkan pembesaran kedua lobus lateralis yang terlihat pada uretroskopi.

7. Derajat berat gejala klinik hiperplasia prostat dapat ditentukan dengan metode

International Prostate Symptom Score (IPSS). Sedangkan dari pemeriksaan fisik dapat

dibagi menjadi empat gradasi berdasarkan penemuan pada pemeriksaan colok dubur dan

sisa volume urin yang digunakan untuk menentukan cara penanganan atau

penatalaksanaannya.

8. Penatalaksanaan terapi pada hiperplasia prostat dapat dibagi menjadi empat macam,

yaitu :

a. Observasi (Watchful waiting)

b. Medikamentosa

c. Operatif

d. Invasif minimal

9. Tindakan bedah baik itu prostatektomi terbuka maupun prostatektomi endourologi masih

merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (>90%) meskipun akhir-akhir ini

dikembangkan beberapa terapi non-bedah yang kurang invasif.

10. transuretra resecstion of the prostate (TURP) masih merupakan prosedur bedah yang lebih

disukai untuk penanganan hiperplasia prostat.

36

Page 37: TA BPH Welly Print

11. Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher

buli-buli.

12. Terapi yang paling sering dilakukan di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu adalah dengan

transuretra resecstion of the prostate (TURP).

13. Yang menjadi dasar pemilihan terapi pada pasien di RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu

adalah keluhan pasien (gejala klinis) dengan bantuan International Prostate Symptom

Score (IPSS). Rectal Grading dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti IVP, Foto Polos

Abdome lebih bersifat untuk membantu menegakkan diagnose, namun untuk menentukan

penatalaksanaan lebih mengacu pada seberapa berat keluhan pasien. Dikarenakan

terkadang ada pasien dengan pembesaran prostat grade 3-4 namun tidak memberikan

gejala obstruktif dan atau iritatif (LUTS) berarti atau bila dirangkum dalam IPSS <19.

14. International Prostate Symptom Score (IPSS) merupakan standart acuan dalam membantu

diagnosis dan penatalaksanaan pada BPH di Indonesia.

37

Page 38: TA BPH Welly Print

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.

2. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah

Kedokteran Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.

3. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama,

Jakarta : Binarupa Aksara, 1995.

4. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,

1994.

5. Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI, Jakarta : EGC, 1997.

6. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat - Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek – Efek

Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002.

7. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan,

Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto

Mangunkusumo, 1993.

8. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK

UNDIP.

9. Nasution I. Pendekatan Farmakologis Pada Benign Prostatic Hyperplasia (BPH),

Semarang : Bagian Farmakologi dan Terapeutik FK UNDIP.

10. Soebadi D.M. Fitoterapi Dalam Pengobatan BPH, Surabaya : SMF/Lab. Urologi RSUD

Dr. Soetomo-FK Universitas Airlangga, 2002.

11. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.

12. Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.

13. Hugh. A.F. Dudley. Hamilton Bailey’s Emergency Surgery 11 th edition, Gadjah Mada

University Press, 1992.

38