Upload
tami-diyah-nurani
View
35
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
aktivitas ekstrak etanol kina sebagai anti obesitas
Citation preview
AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG
KINA (Cinchona succirubra Pavon et. Klot) SEBAGAI
ANTI OBESITAS TERHADAP TIKUS TERINDUKSI
DIET TINGGI LEMAK
PROPOSAL USULAN PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kebutuhan mata kuliah
Metodologi Penelitian
Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran
TAMI DIYAH NURANI
260110120047
PROGRAM STUDI SARJANA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015
i
AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG KINA
(Cinchona succirubra Pavon et. Klot) SEBAGAI ANTI OBESITAS
TERHADAP TIKUS TERINDUKSI DIET TINGGI LEMAK
PROPOSAL USULAN PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kebutuhan mata kuliah
Metodologi Penelitian
Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran
TAMI DIYAH NURANI
260110120047
Jatinangor, Juni 2015
Menyetujui dan Mengesahkan
Dosen Pembimbing
Dr. Eli Halimah, M.Si., Apt.
NIP. 19631227 199003 2 002
ii
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan kepada Allah
SWT. Tuhan Yang Maha Esa pengayom segenap alam yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga dalam penulisan karya ilmiah ini saya tidak
mengalami kendala yang berarti hingga terselesaikannya karya ilmiah yang saya
beri judul “ Aktivitas Ekstrak Etanol Kulit Batang Kina (Cinchona succirubra
Pavon et.Klot) sebagai Antiobesitas terhadap Tikus Terinduksi Diet Tinggi
Lemak”.
Pada kesempatan ini, dalam penulisan karya ilmiah ini saya
mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karenanya dari hati yang
terdalam saya juga ingin mengungkapkan rasa terima kasih saya kepada :
1. Kedua orangtua saya yang selalu memberikan dukungan kepada saya baik itu
berupa dukungan moril maupun dukungan materil.
2. Ibu Dr. Keri Lestari Dandan, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran.
3. Bapak Muchtaridi, M.Si., Ph.D, Apt. selaku Dosen Mata Kuliah Metodologi
Penelitian yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan baik dalam
pembuatan karya ilmiah ini maupun dalam bidang lainnya.
4. Ibu Dr. Eli Halimah, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan masukan baik dalam pembuatan karya
ilmiah ini.
5. Teman-teman seperjuangan yang juga selalu memberikan motivasi baik berupa
sharing pendapat, motivasi dan hal-hal lainnya dalam rangka pembuatan karya
ilmiah ini.
6. Pihak-pihak terkait lainnya yang juga turut serta membantu saya dalam
pembuatan karya tulis ilmiah ini.
Saya sangat menyadari tidak ada manusia yang sempurna begitu juga
dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, apabila nantinya terdapat kekurangan,
kesalahan dalam karya tulis ilmiah ini, saya selaku penulis sangat berharap kepada
seluruh pihak agar dapat memberikan kritik dan juga saran.
Jatinangor, 7 Juni 2015
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan Dosen Pembimbing ..................................................... i
Kata Pengantar ............................................................................................... ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iii
Abstrak ........................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1.Latar Belakang Penelitian ............................................................. 1
1.2.Identifikasi Masalah ....................................................................... 2
1.3.Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.4.Manfaat Penelitian ........................................................................ 3
1.5.Metode Penelitian ......................................................................... 3
1.6.Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5
2.1. Tanaman Kina (Cinchona succirubra Pavon et. Klot) .......... 5
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Kina (Cinchona succirubra) ........ 5
2.1.2. Deskripsi Tanaman Kina (Cinchona succirubra) ........... 5
2.1.3. Sejarah Singkat Tanaman Kina
(Cinchona succirubra) .................................................... 5
2.1.4. Kandungan Kimia Tanaman Kina
(Cinchona succirubra) ................................................... 6
2.1.5. Khasiat Tanaman Kina (Cinchona succirubra) .............. 6
2.2. Obesitas ..................................................................................... 6
2.2.1. Deskripsi Obesitas ......................................................... 6
2.2.2 Penyakit-penyakit yang Berkaitan dengan Obseitas ....... 7
2.3. Ekstrak dan Ekstraksi ............................................................. 8
2.3.1. Pengertian Ekstrak dan Ekstraksi ................................... 8
2.3.2. Metode Ekstraksi ........................................................... 9
2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak .................... 10
2.4. Metode Pengukuran Lipid Plasma .......................................... 10
2.4.1. Metode Pengukuran Kolesterol Total ............................. 10
2.4.2. Metode Pengukuran Trigliserida .................................... 11
2.4.3. Metode Pengukuran HDL .............................................. 11
2.4.4. Metode Pengukuran LDL .............................................. 12
iv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 13
3.1. Alat ............................................................................................ 13
3.2. Bahan ........................................................................................ 13
3.3. Metode Penelitian ..................................................................... 13
3.3.1. Determinasi Tumbuhan dan Pengumpulan Bahan ............ 13
3.3.2. Ekstraksi Kulit Batang Kina ............................................ 13
3.3.3. Evaluasi Parameter Ekstrak ............................................. 13
3.3.4. Pengujian Ekstrak pada Hewan Uji ................................. 15
3.4. Tempat Penelitian .................................................................... 16
3.5. Analisis Data ............................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17
v
ABSTRAK
Obesitas merupakan suatu keadaan tubuh dimana terjadi penimbunan
jaringan lemak secara berlebih. Obesitas terkait erat dengan berbagai penyakit
kardiovaskular seperti diabetes mellitus tipe II, dislipidemia, hipertensi, batu
empedu, dan gout. Prevalensi obesitas di Indonesia termasuk dalam kategori
cukup tinggi, sehingga perlu perhatian khusus. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji aktivitas ekstrak etanol kina (Cinchona succirubra) sebagai anti obesitas.
Penelitian ini dilakukan secara in vivo menggunakan tikus obesitas terinduksi diet
tinggi lemak. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok ND (normal diet)
diberi makanan dan minuman standar, kelompok HFD (high-fat diet) diberi pakan
seperti kelompok ND dengan tambahan 200 g lemak/ kgBB, dan kelompok CID
(Cinchona-supplemented diet) dibagi lagi menjadi 3 kelompok, yaitu diberi pakan
seperti kelompok HFD dengan tambahan ekstrak kulit batang kina sebesar 100
mg/kgBB, 200mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB pada kelompok yang berbeda yang
ditambahkan dalam pakan selama 10 minggu. Parameter yang diamati meliputi
berat badan, kadar kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL, serta organ viseral
tempat melekatnya lemak seperti epididimal, perirenal, dan retroperirenal.
Kata kunci: Cinchona succirubra, anti obesitas, diet tinggi lemak
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir, organisasi kesehatan dunia menyatakan
bahwa jumlah penderita obesitas di seluruh dunia terus meningkat drastis dan
menjadikan permasalahan gizi perlu mendapat perhatian serius dari
pemerintah dan individu (Freitag, 2010). Orang-orang dengan obesitas
memiliki resiko lebih tinggi terserang penyakit degeneratif seperti hipertensi,
jantung koroner, diabetes mellitus, dan kanker (Wahyusari, 2011).
Indonesia juga termasuk dalam 10 negara yang memiliki penduduk
dengan masalah kelebihan berat badan terbesar di dunia. Pada tahun 2000,
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI mencatat jumlah
penduduk Indonesia kategori overweight diperkirakan 76,7 juta (17,5%) dan
penderita obesitas sejumlah lebih dari 9,8 juta (4,7%) dari total penduduk
Indonesia 210 juta pada tahun tersebut (Depkes RI, 2000).
Adapun definisi baku obesitas menurut WHO (1997) adalah suatu
keadaan dimana terjadi penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
Adanya penimbunan jaringan lemak di dalam tubuh akan mengakibatkan
kadar lemak darah, berat badan dan lingkar perut meningkat. Pada negara-
negara yang sedang berkembang, faktor yang mempengaruhi tingginya
prevalensi obesitas adalah adanya perubahan gaya hidup dan pola
makan. Pola makan terutama di kota besar, bergeser dari pola makan
tradisional ke pola makan barat (terutama dalam bentuk fast food), yaitu jenis
makanan yang mengandung tinggi energi, tinggi kolesterol, tinggi natrium
namun rendah serat. Hal ini ditunjang dengan tersedianya tempat-tempat
makan yang menyediakan makanan jenis fast food, kemudahan dalam hal
mendapatkan serta harga yang murah, sehingga menjadi alasan
makanan jenis fast food ini menjadi pilihan untuk dikonsumsi (Janssen et
al., 2004). Peningkatan pola hidup sedentary, seperti menonton televisi,
bermain komputer mengakibatkan dapat terjadinya penurunan aktivitas
fisik (Nicklas et al., 2004). Hal ini juga seperti yang dijelaskan oleh
Hadi (2004), yang menyatakan bahwa konsumsi makanan tinggi kalori
dan lemak serta pola hidup kurang gerak (sedentary lifesytles) berkaitan
erat dengan peningkatan prevalensi obesitas.
Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan erat antara
obesitas dengan penyakit-penyakit karidovaskular seperti diabetes mellitus
tipe II, dislipidemia dan hipertensi. Laporan WHO tahun 2003 menunjukkan
bahwa kematian akibat penyakit kardiovaskuler mencapai 29,2% dari seluruh
kematian di dunia atau 16,7 juta jiwa setiap tahun. Oleh karena itu, masalah
2
obesitas dirasa perlu mendapat perhatian khusus dari seluruh masyarakat
(Sartika, 2011).
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, telah banyak
beredar obat-obatan yang menyatakan diri mampu mengatasi masalah berat
badan. Obat-obat tersebut dijual dalam berbagai bentuk mulai dari berbentuk
krim hingga tablet. Namun, tingkat keamanan dari obat-obat yang banyak
beredar belum semuanya terstandardisasi. Bahkan, seringkali terdapat obat
diet dari bahan kimia berbahaya. Walaupun demikian, masyarakat mulai
menyadari bahwa obat dari bahan alam memiliki tingkat keamanan yang
lebih tinggi dibanding obat yang berbahan dasar zat kimia anorganik. Badan
Kesehatan Internasional (WHO) juga telah merekomendasikan penggunaan
obat herbal sebagai pilihan dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat,
pencegahan, dan pengobatan penyakit. Dengan demikian menunjukan bahwa
WHO mendukung sistem pengobata kembali ke alam atau lebih dikenal
dengan back to nature (Santoso, 1993).
Kina merupakan salah satu tanaman yang penting bagi Indonesia.
Tanaman ini memiliki kandungan senyawa utama berupa alkaloid. Alkaloid
adalah bahan baku yang banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetik,
makanan, minuman, dan argo kimia lainnya (Jhon, 2012). Baru-baru ini
penelitian Jung et al (2012) di Korea membuktikan bahwa isolat murni
sinkonin mampu menurunkan proses adipogenesis dan inflamasi sel adiposa,
sehingga dapat digunakan sebagai terapi obesitas. Isolat tersebut diambil dari
ekstrak toluen kulit batang kina. Toluen diketahui sebagai senyawa dengan
tingkat keamanan rendah. Menurut katalog BPOM (2013), toluen memiliki
toksisitas tinggi bagi kesehatan tubuh dan juga merupakan bahan yang sangat
mudah terbakar. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka perlu
dilakukan penelitian mengenai aktivitas ekstrak etanol kina sebagai
antiobesitas terhadap tikus terinduksi diet tinggi lemak.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini
dirumuskan:
1. Apakah ekstrak etanol kulit batang kina memiliki aktivitas sebagai
antiobesitas terhadap tikus terinduksi diet tinggi lemak?
2. Berapakah dosis optimal ekstrak etanol kulit batang kina sebagai
antiobesitas?
3
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui aktivitas ekstrak etanol kina sebagai antiobesitas terhadap
tikus terinduksi diet tinggi lemak.
2. Mengetahui dosis optimal ekstrak etanol kulit batang kina sebagai
antiobesitas
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang
aktivitas ekstrak etanol kina (Cinchona succirubra) sebagai antiobesitas
terhadap tikus terinduksi diet tinggi lemak. Hasil penelitian diharapkan dapat
menjadi dasar pengembangan tanaman kina sebagai alternatif untuk
mengatasi obesitas.
1.5. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan
melalui tahap-tahap berikut :
1. Pengumpulan bahan dan determinasi tumbuhan kina (Cinchona
succirubra).
2. Ekstraksi kulit batang kina (Cinchona succirubra) dengan menggunakan
alat refluks dan pelarut etanol.
3. Pengujian parameter ekstrak, meliputi uji organoleptik, pH, bobot jenis,
kadar air, kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol.
4. Pengelompokan hewan uji, meliputi :
- Kelompok ND (Normal Diet) diberi pakan normal sebagai kontrol
negatif.
- Kelompok HFD (High Fat Induced Diet) diberi pakan normal dan
tambahan lemak 200g/kgBB sebagai kontrol positif.
- Kelompok CID (Cinchona-Supplemented Diet) 1 diberi pakan seperti
kelompok HFD ditambah ekstrak kina 100 mg/kgBB.
- Kelompok CID 2 diberi pakan seperti kelompok HFD ditambah
ekstrak kina 200 mg/kgBB.
- Kelompok CID 3 diberi pakan seperti kelompok HFD ditambah
ekstrak kina 400 mg/kgBB.
5. Pengamatan parameter obesitas, meliputi berat badan, kadar kolesterol,
trigliserida, HDL, dan LDL, serta organ viseral tempat melekatnya lemak
seperti epididimal, perirenal, dan retroperirenal.
6. Pengolahan data.
4
1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di Laboratorium Bahan Alam dan
Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran,
Jatinangor. Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus hingga November
2015.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kina (Cinchona succirubra Pavon et. Klot)
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Kina (Cinchona succiruba)
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rabiaceae
Marga : Cinchona
Jenis : Cinchona succirubra Pavon et. Klot
(Ditjen POM, 1989)
2.1.2. Deskripsi Tanaman Kina (Cinchona succirubra)
C. succirubra merupakan tanaman berupa pohon dengan tinggi hingga
17m, cabang berbentuk galah yang bersegi 4 pada ujungnya, mula-mula
berbulu padat dan pendek kemudian agak gundul dan berwarna merah. Daun
letaknya berhadapan dan berbentuk elips, lama kelamaan menjadi lancip atau
bundar, warna hijau sampai kuning kehijauan, daun gugur berwarna merah.
Tulang daun terdiri dari 11 – 12 pasang, agak menjangat, berbentuk galah,
daun penumpu sebagian berwarna merah, sangat lebar. Ukuran daun panjang
24 – 25cm, lebar 17 – 19cm. Kelopak bunga berbentuk tabung, bundar,
bentuk gasing, bergigi lebar bentuk segitiga, lancip. Bunga wangi, bentuk
bulat telur sampai gelendong (Ditjen POM, 1989).
2.1.3. Sejarah Singkat Tanaman Kina (Cinchona succirubra)
Kina dipercaya berasal dari lereng pegunungan Andes di Amerika
Selatan. Nama cinchona berasal dari Putri Chinchon, istri seorang raja muda
6
Peru, yang pada tahun 1638 terkena penyakit malaria. Putri tersebut menjadi
sembuh setelah diobati menggunakan ramuan herbal dari kulit kayu
“quinquina”. Pada tahun 1639, di Spanyol obat tersebut kemudian diketahui
sebagai „Pulvo de la Condesa‟, metode penggunaannya dicatat dalam
Schedula Romana. Penyebarannya dilakukan oleh para pendeta Jesuit,
sehingga obat tersebut dikenal pula sebagai bubuk jesuit atau bubuk peruvian.
Pada tahun 1677 penggunaan kulit kayu kina tersebut dicatat dalam London
Pharmacopoeia dengan nama cortex peruanus (Trease, 1971).
2.1.4. Kandungan Kimia Tanaman Kina (Cinchona succirubra)
Kulit batang Kina mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol
(Sultoni, 1995), dan tanin (Grenish, 1920). Kulit kina mengandung 30 jenis
alkaloid, dimana hanya empat jenis alkaloid yang saat ini sudah diketahui
mempunyai nilai komersial, yaitu kinin, kinidin, sinkonin dan sinkonidin.
Alkaloid ini mengandung cincin kuinolin dan cincin kuinuklidin dengan
golongan vinil yang terikat menyertainya. Alkaloid dibentuk di tengah-tengah
lapisan dari parenchyma jaringan dari kulit kayu. Kulit kayu juga
mengandung beberapa senyawa glycoside. Beberapa diantaranya berbentuk
amorphous seperti quinicine dan cinchonicine(Wibisana, 2010).
2.1.5. Khasiat Tanaman Kina (Cinchona succirubra)
Kulit batang Kina berkhasiat sebagai antimalaria, antipiretik,
antiperiodik, obat sakit perut, tonik, astringent (Grenish, 1920). Selain itu,
dua alkaloid yang sangat penting yaitu kinin untuk penyakit malaria dan
kinidin untuk penyakit jantung. Manfaat lain dari kulit kina ini antara lain
adalah untuk depuratif, influenza, disentri, dan diare (Sultoni, 1995).
2.2. Obesitas
2.2.1. Deskripsi Obesitas
Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya
ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan
kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya. Obesitas merupakan
keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan
akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan
yang melampaui ukuran ideal (Misnadierly, 2007).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan obesitas secara langsung,
diantaranya faktor genetik, hormonal, dan obat-obatan (Purwati, 2001).
Namun, terjadinya obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyaknya
7
asupan makanan, terlalu sedikitnya aktivitas atau latihan fisik, maupun
keduanya (Misnadierly, 2007).
Asupan makanan adalah banyaknya makanan yang dikonsumsi
seseorang. Asupan Energi yang berlebih secara kronis akan menimbulkan
kenaikan berat badan, berat badan lebih (over weight), dan obesitas.
Makanan dengan kepadatan Energi yang tinggi (banyak mengandung
lemak dan gula yang ditambahkan dan kurang mengandung serat) turut
menyebabkan sebagian besar keseimbangan energi yang positip ini
(Gibney, 2009). Perlu diyakini bahwa obesitas hanya mungkin terjadi jika
terdapat kelebihan makanan dalam tubuh, terutama bahan makanan sumber
energi. Kelebihan asupan makanan itu sering tidak disadari oleh
penderita obesitas (Moehyi, 1997).
Aktivitas fisik dapat berpengaruh terhadap terjadinya obesitas
dikarenakan aktivitas fisik yang berkurang sehingga terjadi kelebihan energi.
Beberapa hal yang mempengaruhi berkurangnya aktivitas fisik antara lain
adanya berbagai fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan yang
menyebabkan aktivitas fisik menurun. Faktor lainnya adalah adanya
kemajuan teknologi diberbagai bidang kehidupan yang mendorong
masyarakat untuk menempuh kehidupan yang tidak memerlukan kerja
fisik yang berat. Hal ini menjadikan jumlah penduduk yang melakukan
pekerjaan fisik sangat terbatas menjadi semakin banyak, sehingga
obesitas menjadi lebih merupakan masalah kesehatan (Moehyi, 1997).
2.2.2. Penyakit-penyakit yang Berkaitan dengan Obesitas
Orang dengan obesitas akan lebih mudah terserang penyakit
degeneratif. Penyakit – penyakit tersebut antara lain :
a) Hipertensi
Orang dengan obesitas akan mempunyai resiko yang tinggi terhadap
penyakit hipertensi. Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pada usia
20 – 39 tahun orang obesitas mempunyai resiko dua kali lebih besar terserang
hipertensi dibandingkan dengan orang yang mempunyai berat badan normal
(Wirakusumah, 1994).
b) Jantung koroner
Penyakit jantung koroner adalah penyakit yang terjadi akibat
penyempitan pembuluh darah koroner. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
dari 500 penderita kegemukan, sekitar 88 % mendapat resiko terserang
penyakit jantung koroner. Meningkatnya factor resiko penyakit jantung
koroner sejalan dengan terjadinya penambahan berat adan seseorang.
Penelitian lain juga menunjukkan kegemukan yang terjadi pada usia 20 - 40
tahun ternyata berpengaruh lebih besar terjadinya penyakit jantung
8
dibandingkan kegemukan yang terjadi pada usia yang lebih tua (Purwati,
2010).
c) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dapat disebut penyakit keturunan, tetapi kondisi
tersebut tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Lebih
dari 90 % penderita diabetes mellitus tipe serangan dewasa adalah penderita
kegemukan. Pada umumnya penderita diabetes mempunyai kadar lemak yang
abnormal dalam darah. Maka, dianjurkan bagi penderita diabetes yang ingin
menurunkan berat badan sebaiknya dilakukan dengan mengurangi konsumsi
bahan makanan sumber lemak dan lebih banyak mengkonsumsi makanan
tinggi serat (Purwati, 2001).
d) Gout
Penderita obesitas mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit radang
sendi yang lebih serius jika dibandingkan dengan orang yang berat badannya
ideal. Penderita obesitas yang juga menderita gout harus menurunkan berat
badannya secara perlahan - lahan (Purwati, 2001).
e) Batu Empedu
Penderita obesitas mempunyai resiko terserang batu empedu lebih
tinggi karena ketika tubuh mengubah kelebihan lemak makanan menjadi
lemak tubuh, cairan empedu lebih banyak diproduksi didalam hati dan
disimpan dalam kantong empedu. Penyakit batu empedu lebih sering terjadi
pada penderita obesitas tipe buah apel. Penurunan berat badan tidak akan
mengobati penyakit batu empedu, tetapi hanya membantu dalam
pencegahannya. Sedangkan untuk mengobati batu empedu harus
menggunakan sinar ultrasonic maupun melalui pembedahan (Andrianto,
1990).
2.3. Ekstrak dan Ekstraksi
2.3.1. Pengertian Ekstrak dan Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku
yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Ada beberapa jenis ekstrak yakni:
ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil
ekstraksi masih bisa dituang, biasanya kadar air lebih dari 30%. Ekstrak
kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak kering jika mengandung
kadar air kurang dari 5% (Voigt, 1994).
9
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair
(Harborne, 1987).
2.3.2. Metode Ekstraksi (Depkes RI, 2000)
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari dua cara,
yaitu cara dingin dan cara panas.
1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruang (kamar).Maserasi kinetik berarti dilakukan
pengadukan yang kontinu (terus-menerus), sedangkan remaserasi
berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksidengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnyadilakukan pada
temperatur ruang.
2. Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut sampai pada temperatur titik
didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga
dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Sokhletasi
Sokhletasiadalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
berkelanjutan dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, secara umum
dilakukan pada temperatur 40 – 50 oC.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejanainfus tercelup dalan penangas air mendidih), temperatur terukur
96-98 oC selama waktu tertentu (15-20 menit).
10
e. Dekok
Dekok adalah infus ada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air.
2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak
Faktor yang mempengaruhi ekstrak yaitu faktor biologi dan faktor
kimia. Faktor biologi meliputi: spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu
pemanenan, penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan dan bagian yang
digunakan. Sedangkan faktor kimia yaitu: faktor internal (Jenis senyawa aktif
dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantitatif
senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif) dan faktor eksternal
(metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan dan
kekeringan bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam
berat, kandungan pestisida) (Depkes RI, 2000).
Selain faktor yang mempengaruhi ekstrak, ada faktor penentu mutu
ekstrak yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu; kesahihan tanaman, genetik,
lingkungan tempat tumbuh, penambahan bahan pendukung pertumbuhan,
waktu panen, penangan pasca panen, teknologi ekstraksi, teknologi
pengentalan dan pengeringan ekstrak, dan penyimpanan ekstrak (Saifudin
dkk., 2011).
2.4. Metode Pengukuran Lipid Plasma
2.4.1. Metode Pengukuran Kolesterol Total
A. Metode Modifikasi Abell
Metode yang dapat dilakukan untuk mengukur kolesterol total
adalah metode kolorimetri modifikasi Acell yang dikembangkan oleh
Lipid Standardisation Laboratory of the Centers for Disease Control
and Prevention (CDC; Atlanta, Georgia, USA). Prosedur kimia
manual ini membutuhkan perhatian yang sangat teliti terhadap
protokol terperinci untuk mencapai akurasi dan presisi yang
diperlukan. Metode ini meliputi beberapa tahap, yaitu : (1) Hidrolisis
alkali kolesterol ester dan pelarut ekstraksi yang digunakan bebas
kolesterol; (2) Evaporasi pelarut ekstrak; (3) kolesterol yang
terekstraksi direaksikan dengan asam sulfurat dan asetat anhidrida di
dalam asam asetat (reaksi Liebermann-Burchard) sampai terbentuk
warna biru-hijau dan diukur dengan spektrofotometer UV-VIS pada
panjang gelombang maksimum 620 nm (Winder, Richmond, dan
Vallance, 1997).
B. Metode Kolorimetri Enzimatik
11
Metode ini mengkombinasikan semua reaktannya dalam
reagen tunggal. Rangkaian reaksi tersebut, yaitu : (1) Kompleks
lipoprotein diganggu dengan menghidrolisis kolesterol ester oleh aksi
dari detergen, lipase, dan kolesterol esterase; (2) Oksidasi kolesterol
bebas menjadi 4-kolestenon oleh kolesterol oksidase dan hidrogen
peroksida sebagai produksi stoikiometro; (3) Kopling 4-aminofenazon
dan fenol dioksidasi oleh hidrogen peroksida menjdai bentuk
kuionimin yang dapai dukur secara fotometri pada panjang gelombang
maksimum 500 nm (Winder, Richmond, dan Vallance, 1997).
2.4.2. Metode Pengukuran Trigliserida
Pengukuran trigliserida dalam plasma membutuhkan hidrolisis dan
kemudian pengukuran dilakukan pada gliserol yang dibebaskan atau asam
lemak. Metode referensi sementara telah diterima oleh National Committee
untuk Laboratory Standard, berdasarkan metode CDC. Metode adalah
metode kimia, hanya sesuai untuk referensi laboratorium, dan meliputi
sampel ekstraksi asam silikat-koloform, alkalin hidrolisis trigliserida, dan
reaksi pembebasan gliserol dengan metaperiodat-asam kromotropik ke bentuk
produk yang berwarna (Winder, Richmond, dan Vallance, 1997).
Metode pengukuran trigliserida yang dapat dilakukan yaitu metode
enzimatik dengan prosedur sebagai berikut: (1) Triasilgliserol dihidrolisis
secara enzimatik oleh lipase; (2) Gliserol yang bebas difosforilasi secara
enzimatik oleh gliserol kinase dan gliserol-3-fosfat dioksidasi secara
enzimatik oleh gliserofosfat oksidase menjadi dihidroksiaseton fosfat dan
hidrogen peroksida; (3) Seperti kolesterol, kopling 4-aminofenazon dan fenol
(atau analog komponen ini) dioksidasi oleh hidrogen peroksida yang
dikatalisis oleh peroksidase menjadi bentuk kuinonimin yang dapat diukur
secara fotometri dengan panjang gelombang maksimum 500 nm. Formasi
produk berwarna, 4-(p-benzokuinon-monoimino)- fenazon dimonitor pada
panjang gelombang 500 nm yang berlawanan dengan reagen blanko (Winder,
Richmond, dan Vallance, 1997).
2.4.3. Metode Pengukuran HDL
Teknik yang bervariasi telah digunakan untuk mengisolasi HDL
termasuk ultrasentrifugasi, elektroforesis, filtrasi gel, imunoafinitas
kromatografi kolom, dan teknik presipitasi spesifik. Ultrasentrifugasi dan
teknik presipitasi adalah metode yang paling banyak digunakan. Fraksi utama
lipoprotein, termasuk partikel HDL, diklasifikasi secara konvensional
berdasarkan sifat mengambang dalam larutan garam selama ultrasentrifugasi.
Ketika hal ini dipertimbangkan sebagai calon metode referensi, metode
12
tersebut menghasilkan perolehan kembali HDL yang tidak lengkap,
kontaminasi fraksi HDL oleh apoB yang bergabung dengan kolesterol,
kebanyakan Lp(a), dan kehilangan apo A-I dari HDL. Pada dasarnya,
presipitasi Lp(a) secara menyeluruh dengan menggunakan polietilen glikol
PEG 6000 (Winder, Richmond, dan Vallance, 1997).
Metode CDC mengkombinasikan ultrasentrifugasi dengan presipitasi
selektif, menggunakan heparin-mangan klorida metode: (1) Hilangkan
kilomikron dan VLDL dengan ultrasentrifugasi, (2) Endapkan LDL dan IDL
dari fraksi bawah dengan menggunakan metode heparin-mangan klorida, (3)
Ukur kolesterol HDL di dalam supernatan dengan menggunakan metode
referensi Abell-Kendall untuk kolesterol. Teknik presipitasi hampir selalu
digunakan untuk pengukuran rutin kolesterol HDL sebagai prosedur yang
cepat, tidak mahal, dan tidak membutuhkan ultrasentrifugasi (Winder,
Richmond, dan Vallance, 1997).
2.4.4. Metode Pengukuran LDL
Kolesterol LDL dapat diukur secara langsung dengan homogeneous
assays setelah kelas lipoprotein lain diblokir atau dilarutkan. Metode ini tidak
atau hanya sedikit mempengaruhi adanya kilomikron dan kilomikron remnant
dan oleh karena itu secara teori tidak akan mempengaruhi pada keadaan
puasa. Pengukuran dengan Homogeneous assays secara langsung mempunyai
keterbatasan, termasuk (a) fraksi khusus kolesterol LDL bermacam-macam
sehingga konsentrasi kolesterol LDL ditaksir rendah secara umum (perolehan
kembali kolesterol LDL 87%-105%); dan (b) terkadang kolesterol VLDL
terdapat pada fraksi LDL (Nordestgaard dan Benn, 2009).
Kolesterol LDL dapat juga diperoleh secara tidak langsung melalui
persamaan Friedewald sebagai kolesterol total dikurangi kolesterol VLDL
dikurangi kolesterol HDL. Kolesterol VLDL dihitung sebagai trigliserida
dibagi faktor 5 ketika lipid diukur dalam miligram per desiliter dan dibagi
faktor 2,22 ketika diukur dalam milimol per liter. Rasio trigliserida/5 sebagai
wakil kolesterol VLDL berdasarkan observasi bahwa rasio massa trigliserida
terhadap kolesterol VLDL relatif konstan (Nordestgaard dan Benn, 2009).
Namun, estimasi kolesterol VLDL yang diperkenalkan oleh persamaan
Friedewald memiliki keterbatasan. Pertama, konsentrasi trigliserida yang
dapat diukur >400 mg/dL. Kedua, pada pasien dengan hiperlipidemia tipe III
yang mempunyai kolesterol-kaya β-VLDL, konsentrasi kolesterol VLDL
akan ditaksir rendah dan kolesterol LDL akan ditaksir terlalu tinggi
(Nordestgaard dan Benn, 2009).
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat refluks,
alumunium foil, beaker glass , bejana kromatografi, boiling chip, botol
bening, cawan penguap, cawan petri, corong, gelas ukur, kertas saring
whatman, plastik wrap, piknometer, pipa kapiler, pipet, spatel, neraca digital,
timbangan, dan kandang hewan uji.
3.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu simplisia kulit
batang kina (Cinchona succirubra), etanol, vaselin, simplisia kulit batang
kina, hewan uji berupa tikus putih jantan galur wistar, pakan tikus, lemak
ayam, dan minyak jagung.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Determinasi Tanaman dan Pengumpulan Bahan
Bahan yang digunakan untuk determinasi adalah tumbuhan kina
(Cinchona Succirubra) yang didapat dari perkebunan kina milik PT Sinkona
Indonesia Lestari di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung. Proses determinasi
dilaksanakan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran.
3.3.2. Ekstraksi Kulit Batang Kina
Proses ekstraksi dilakukan terhadap simplisia kulit batang kina.
Pelarut yang digunakan adalah etanola. Untuk setiap 1 kg kulit batang kina,
dibutuhkan sekitar 3 Liter etanola. Proses ekstraksi dilakukan dalam alat
refluks selama 3 jam pada suhu 90oC untuk setiap kali prosesnya. Setelah itu,
dilakukan evaluasi terhadap ekstrak cair. Ekstrak cair lalu dievaporasi hingga
didapatkan ekstrak kental, kemudian dilakukan proses evaluasi terhadap
ekstrak kental.
3.3.3. Evaluasi Parameter Ekstrak
A. Uji Organoleptis
14
Pengujian organoleptik ekstrak dilakukan dengan
menggunakan panca indera. Dimana meliputi bentuk dari ekstrak,
warna ekstrak, bau ekstrak, serta rasa dari ekstrak.
B. Pengujian pH
Pengujian kedua yaitu pH ekstrak. Penetapan pH ekstrak cair
dilakukan dengan menggunakan kertas indikator pH universal.
Ekstrak cair ditambahkan ke dalam cawan petri dan kertas indikator
pH dicelupkan ke dalamnya. Didiamkan sebentar dan dibandingkan
dengan warna pada wadah indikator pH universal.
C. Pengujian Bobot Jenis
Bobot jenis ekstrak ditetapkan dengan cara menentukan
kerapan air dengan menimbang piknometer dalam keadaan kosong
dan terisi air. Kemudian tentukan kerapatan ekstrak dengan
menimbang piknometer dalam keadaan kosong dan terisi ekstrak.
Sehingga dapat ditetapkan nilai kerapatan ekstrak.
D. Pengujian Kadar Air Ekstrak
Kadar air ekstrak ditetapkan dengan cara ke dalam labu bersih
dimasukkan 2 g ekstrak kental kemudian tambahkan 200 ml etanol,
lalu hubungkan alat. Panaskan labu dan setelah semua tersuling,
biarkan tabung penerima mendingin hingga suhu kamar. Setelah air
dan etanol memisah sempurna, baca volume air dan dihitung kadar air
dalam persen terhadap berat ekstrak semula.
E. Pengujian Kadar Sari Larut Air
Pemeriksaan parameter selanjutnya adalah kadar sari larut air.
Sebanyak 2 g ekstrak dimaserasi dengan 40 ml air-kloroform LP
selama 24 jam, menggunakan botol kaca sambil sekali-kali dikocok
selama 6 jam pertama. Kemudian diamkan selama 18 jam dan
disaring. Filtrat air sebanyak 20 ml diuapkan dalam cawan penguap
yang telah dikalibrasi sebelumnya. Sedangkan residu yang tertinggal
pada kertas saring dipanaskan pada oven bersuhu 1050C hingga
bobotnya tetap. Lalu, kadar sari dihitung dalam persen massa filtrat
sari kering yang didapat terhadap massa ekstrak yang digunakan.
F. Pengujian Kadar Sari Larut Etanol
Pemeriksaan parameter selanjutnya adalah kadar sari larut
etanol. Sebanyak 2 g ekstrak dimaserasi dengan 40 ml etanol 95%
selama 24 jam, menggunakan botol kaca sambil sekali-kali dikocok
selama 6 jam pertama. Kemudian diamkan selama 18 jam dan
disaring. Filtrat sebanyak 20 ml diuapkan dalam cawan penguap
yang telah dikalibrasi sebelumnya. Sedangkan residu yang tertinggal
pada kertas saring dipanaskan pada oven bersuhu 1050C hingga
15
bobotnya tetap. Lalu, kadar sari dihitung dalam persen massa filtrat
sari kering yang didapat terhadap massa ekstrak yang digunakan.
G. Penentuan Rendemen Ekstrak
Rendemen ekstrak ditetapkan dengan sejumlah tertentu ekstrak
kental dalam cawan penguap ditimbang kemudian diuapkan diatas
penangas air dengan temperatur 40-50°C sampai bobot tetap.
Tentukan berat ekstrak setelah penguapan dengan mengurangkan
bobot cawan kosong, kemudian hitung rendemen ekstrak.
3.3.4. Pengujian Aktivitas Antiobesitas Ekstrak pada Hewan Uji
Pada metode pengujianini digunakan lemak ayam dan minyak jagung
sebagai penginduksi terjadinya obesitas. Selama pengujian tikus diberikan
minuman dan makanan standar.
Pengujian dilakukan pada 5 kelompok tikus jantan galur wistar yang
sehat dan beraktivitas normal. Pengelompokan tersebut dipilih secara acak
dan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus, yaitu:
1. Kelompok ND (Normal Diet) : Kelompok kontrol negatif, diberikan
minuman dan makanan standar.
2. Kelompok HFD (High-fat Induced Diet) : Kelompok kontrol positif,
diberikan pakan seperti kelompok ND dengan tambahan 200 g lemak/
kgBB yang terdiri dari 170 g lemak ayam dan 30 g minyak jagung.
3. Kelompok CID (Cinchona-Supplemented Diet) I : Kelompok uji I, diberi
pakan seperti kelompok HFD dan suspensi ekstrak uji 100 mg/kgBB
tikus.
4. Kelompok CID (Cinchona-Supplemented Diet) II : Kelompok uji II, diberi
pakan seperti kelompok HFD dan suspensi ekstrak uji 200 mg/kgBB
tikus.
5. Kelompok CID (Cinchona-Supplemented Diet) III : Kelompok uji III,
diberi pakan seperti kelompok HFD dan suspensi ekstrak uji 400
mg/kgBB tikus.
Sebelum percobaan tikus dipuasakan terlebih dahulu terhadap makan
selama 18 jam dan hanya diberi minum. Pemberian penginduksi lemak
200g/kgBB pada kelompok HFD, CID I, CID II, dan CID III diberikan setiap
hari pada waktu yang relatif sama mulai hari pertama selama 10 minggu.
Pemberian suspensi ekstrak pada kelompok CID I, CID II, dan CID III
diberikan 1 jam setelah pemberian penginduksi.
Monitoring berat badan tikus dilakukan setiap minggu selama 10
minggu masa pemberian pakan. Pada akhir penelitian, hewan uji dipuasakan
selama 12 jam lalu darahnya diambil untuk diukur kadar koleterol
16
,trigliserida, HDL, dan LDL. Selain itu, organ viseral tempat melekatnya
lemak seperti epididimal, perirenal, dan retroperirenal diambil dan diamati
banyaknya lemak yang melekat.
3.4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan Alam Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran, mulai dari Bulan Agustus sampai Bulan November
2015.
3.5. Pengolahan Data
Data yang dioeroleh dianalisis secara statistika dengan menggunakan
uji ANAVA untuk melihat apakah dosis ekstrak yang diberikan mempunyai
pengaruh berbeda terhadap berbagai parameter dibandingkan terhadap
kontrol. Selanjutnya, untuk melihat apakah setiap dosis uji yang diberikan
mempunyai efek terhadap penurunan berbagai parameter maka dilakukan uji
rentang Newman-Keuls.
17
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, P. 1990. Gangguan Fisiologis Manusia dan Mekanisme Penyakit.
Jakarta : ECG.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Derektorat Jendral Pengawasan Obat dan makanan : Jakarta. Hal: 7, 1221-
1223.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Derektorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan. Hal :7-8; 10-11; 13-17.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1989. Materia Medika
Indonesia Jilid V. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan. Hal: 22-24.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2000. Gizi Dalam Angka. Jakarta
Derektorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Gibney, M.J., 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
Freitag H. 2010. Bebas Obesitas Tanpa Diet Menyiksa. Yogyakarta : Media
Pressindo. Hal: 9-11.
Grenish, Henry G. 1920. A Text Book of Materia Medica: Being an Account of the
More Important Crude Drugs of Vegetable and Animal Origin. J. & A.
Churchill.
Hadi, H. 2004. Gizi Lebih sebagai Tantangan Baru dan Implikasinya
terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Natioanal. Jurnal Gizi
Klinik Indonesia 1. 2: 151-101.
Han, L.K., Zheng, N.Y., Yoshikawa, M., Okuda, H. & Kimura, Y. 2005. Anti-
obesity effects of chikusetsusaponins isolated from Panax japonicus
rhizomes. BioMed Central 5: 1-10.
Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung : Penerbit ITB. Hal: 21.
Janssen, I., Katzmarzyk, P.T., Boyce, W.F., King, M.A., dan Pickett, W.
2004. Overweight and obesity in Canadian adolescents and their
associations with dietary habits and physical activity patterns. J Adolesc
Health 35: 360–367.
Jhon, N. 2012. Analisis dan Karakerisasi Senyawa Alkaloid dari Tanaman Kina
(Chinchona ledgeriana). Jurnal Penelitian Universitas Jambi seri SAINS.
14 (2): 59-64.
Jung, S. A., Miseon C., Sohee K., Rina Y., dan Taesun P. 2012. Chinchonine
Prevents High-Fat-Diet-Induced Obesity through Downregulation of
18
Adipogenesis and Adipose Inflammation. Hindawi Publishing Corporation:
PPAR Research. 20 (12) : 1-11.
Misnadierly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Berbagai penyakit. Jakarta :
Pustaka Obor Populer.
Moehyi, S. 1997. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Nicklas, T.A., Demory-Luce, D., Yang, S.J., Baranowski, T., Zakeri, I., dan
Berenson, G. 2004. Children‟s food consumption patterns have
changed over two decades (1973–1994): The Bogalusa Heart Study. J Am
Diet Assoc. 104: 1127–1140.
Nordestgaard, B. G., dan Marianne, B. 2009. Fasting and Nonfasting LDL
Cholesterol: To Measure or Calculate. Clin. Chem. 55 (5), 845-847.
Purwati, S. 2001. Perencanaan Menu Untuk Penderita Kegemukan. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Saifudin, A., Rahayu., Teruna. 2011. Standardisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Santoso, S.O. 1993. Perkembangan Obat Tradisional dan Ilmu Kedokteran di
Indonesia dan Upaya Pengembangannya sebagai Obat Alternatif . Pidato
Pengukuhan pada Upacara Penerima Jabatan sebagai Guru Besar dan
Farmakologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Sartika, R. A. D. 2011. Faktor Risiko Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun di
Indonesia. Makara Kesehatan. Jurnal Universitas Indonesia. 35: 37-43.
Sultoni, A. 1995. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Kina. Jakarta: Asosiasi
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia.
Sumanto, A. 2009. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta: Argo
Media Pustaka.
Trease, George E., and William Charles Evans. 1971. Pharmacognosy 4th ed.
London: Baillière Tindall. Hal: 141-144, 549-555.
Voigt, T. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi V. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Pers. Hal: 564.
Wahyusari. 2011. Hubungan Pengetahuan Tentang Obesitas Dengan Kejadian
Obesitas Pada Ibu Rumah Tangga di Desa Meteseh, Kecamatan Boja
Kabupaten Kendal. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang.
[SKRIPSI]
WHO, 1997. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic: report of a
WHO Consultation on Obesity. Geneva: Word Health Organization.
Winder, A F., Richmond, W., dan Vallance, D T. (1997). Investigation of
Dyslipidaemias. Journal of Clinical Pathology. 50: 721-734.