Tata-Myasthenia Gravis and Upper Airway Obstruction (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MG

Citation preview

MYASTHENIA GRAVIS DAN OBSTRUKSI SALURAN NAFAS ATAS

Maryann T. Putman, MD; and Robert A. Wise, MD, FCCPGangguan respirasi pada Myasthenia Gravis biasanya disebabkan oleh kelamahan otot diafragma dan dinding thorax, dan jarang dikarenakan oleh obstruksi saluran pernafasan atas. Myasthenia Gravis ditandai dengan kelemahan dari otot lurik dan biasanya mempengaruhi otot yang berinervasi di nervus cranialis bulbar. Kelemahan pada bulbar dan otot saluran pernafasan atas dapat menyebabkan obstruksi dari saluran pernafasan atas. Untuk informasi saja, terdapat lima laporan kasus pada literatur yang menhubungkan obstruksi saluran pernafasan atas dengan penyakit Myasthenia Gravis. Karena hal ini, peneliti berusaa untuk lebih lanjut menjelaskan tingkat kejadian obstruksi pada pasien Myasthenia Gravis dengan meninjau siklus aliran volume nafas (flow volume loops). Peneliti menyajikan kasus terkait obstruksi saluran pernafasan atas yang menyebabkan gejala respirasi pada pasien Myasthenia Gravis. Peneliti kemudian memantau total dari 61 pasien dengan Myasthenia Gravis yang diuji dalam Laboratorium untuk fungsi paru-paru antara Februari 1990 dan Agustus 1993. Dari 61 pasien ini, 12 pasien mempunyai flow volume loops, dan 7 dari 12 pasien ini menunjukan pola terjadinya obstruksi saluran pernafasan atas ekstra-thorakal. Data penelitian ini menunjukkan bahwa obstruksi saluran pernafasan atas lebih sering terjadi pada pasien dengan Myasthenia Gravis dibandingkan sebelumnya. Sebagai kesimpulan, peneliti menyarankan untuk dilakukan flow volume loops pada pasien dengan Myasthenia Gravis untuk memantau gangguan respirasi yang terjadi.Myasthenia Gravis merupakan gangguan pada neuromuscular junction yang didapat dan disebabkan oleh antibodi yang secara langsung menggaggu reseptor asetilkolin di striated muscle end-plate (end-plate otot lurik/rangka). Penyakit ini ditandai dengan kelemahan dari otot rangka dan rasa lelah, yang akan diperberat oleh kegiatan dan akan membaik pada saat istirahat. Otot yang berinervasi di nervus cranialis juga merupakan otot yang pertama dan sering terkena pada Myasthenia Gravis. Kelemahan pada otot bulbar biasanya dapat menyebbakan ptosis, dysphagia, dysarthria, dan dysphonia. Kebanyakan pasien juga mengalami kelemahan menyeluruh yang melibatkan otot ekstremitas dan truncal, atau keduanya. Pasien dengan penyakit neuromuskular biasanya akan mengeluhkan dyspneua, yang menandakan terjadinya kelemahan otot respirasi. Gangguan respirasi pada pasien Myasthenia Gravis biasanya ditandai dengan kelamahan dari diafragma dan otot lainnya yang menggerakkan dinding dada-thorax. Namun, penyebab lainnya dari gangguan pernafasan pada pasien Myasthenia Gravis adalah obstruksi saluran pernafasan atas. Hal ini jarang dilaporkan sebagai komplikasi dari Myasthenia Gravis, dan hasilnya menyebabkan komplikasi ini jarang disadari sebagai salah satu penyebab dari gangguan respirasi pada Myasthenia Gravis. Pengalaman dari peneliti menunjukkan bahwa komplikasi ini lebih sering terjadi dibandingkan sebelumnya. Dalam laporan ini, peneliti menampilkan kasus dari obstruksi saluran pernfasan atas yang menyebabkan gejala respirasi pada pasien dengan Myasthenia Gravis dan meninjau pengalaman peneliti terkait fungsi laboratorium paru untuk pasien Myasthenia Gravis.

Laporan Kasus

Pasien merupakan wanita kulit putih berusia 54 tahun dengan riwayat terkena Myasthenia Gravis selama 5 tahun yang dirujuk pada bulan July 1993 karena keluhan sesak nafas episodik dalam waktu 3 bulan terakhir. Gejala respirasi ini dimulai pada bulan April 1993 dengan keluhan batu persisten yang berat, diikuti dengan kesulitan bernafas serta wheezing pada saat berkebun. Gejala ini sering terjadi di malam hari; semua keluhan dimulai dengan batuk persisten, diikuti sesak nafas, dan wheezing. Pasien menjelaskan bahwa wheezing akibat rasa terikat di tenggorokan dan ketidakmampuan untuk inspirasi.Pasien didiagnosa Myasthenia Gravis di tahun 1988 ketika pasien mengalami onset suara sengau dari hidung, dan kesulitan untuk mengunyah, menelan, dan berbicara. Semua dari gangguan ini menetap pada otot bagian facial, faring, dan phonasi. Myasthenia gravis kemudian diobati dengan pyridostigmine bromide, cyclosporine, prednisone, dan plasmapheresis setiap minggunya. Gangguan kesehatan lain yang dialami pasien adalah hipertensi dan glaukoma.Temuan pemeriksaan fisik juga menunjukkan adanya facies cushingoid yang ringan. Tidak ada bukti terjadinya distress pernafasan, dimana respiratory ratenya adalah 16x/menit pada saat duduk. Ekskursi diafragma normal dan simetris serta tidak ada gerakan pernafasan paradoksal pada posisi supine. Tidak terdapat bunyi wheezing atau stridor pada saat auskultasi paru. Hasil dari pemeriksaan neurologis dalam batas normal kecuali adanya ptosis dan dysarthria. Uji Fungsi Paru (Tabel 1) menunjukkan FVC dan FEV1 yang normal dalam posisi supine, duduk, dan setelah hiperventilasi selama 1 menit. Tekanan inspirasi maksimal berkurang secara konsisten dengan keseluruhan tiga manuver (-25, -29, dan -24 H2O). Bronkospasme tidak terpicu oleh provocative methacholine test. Aliran dari siklus volume udara pada posisi supine dan duduk serta setelah hiperventilasi selama 1 menit menunukkan adanya penurunan dari aliran volume ekspirasi paksa, yang sesuai dengan gambaran adanya obstruksi saluran nafas ekstrathorax.

*FEVC= forced expiratory vital capacity; PEFR= peak expiratory flow rate; FEF= forced expiratory flow rate at various percentage of aVC; FIVC= forced inspiratory vital capacity; PIFR= peak inspiratory flow rate; FIF= forced inspiratory flow rate at various percentages of vital capacity.

Bahan dan Metode

Pengalaman eneliti dengan pasien ini menyebabkan peneliti untuk menentukan apakah obstruksi saluran nafas ekstrathroax juga dapat terjadi pada pasien Myasthenia Gravis dengan flow volume loops yang diikur di institusi peneliti. Psien dengan myasthenia gravis diidentifikasi dengan melakukan survey dari database komputer di John Hopkins Hospital Pulmonary Function Laboratory dari bulan Februari 1990 hingga Agustus 1993. Pemantauan fungsi paru pada pasien ini kemudian diperiksa lagi untuk kriteria inkulsi terkait flow volume loos. Dari semua pasien yang dilakukan pemeriksaan flow volume loops, usia dan jenis kelamin dari setiap pasien dicatat kemudian hasil spirogram untuk volume ekspirasi paksa dan flow volume loops kemudian ditinjau ulang. Hasil dari flow volume loop merupakan hasil yang diharapkan, dijelaskan sebagai pola yang konsisten setidaknya dalam tiga kali dilakukan flow volume loops untuk setiap pasien. Kriteria untuk terjadinya obstruksi saluran nafas ekstrathorax dijelaskan sebagai rasio dari volume ekspirasi paksa berkisar 50% dari kapasitas vital (vital capacity/VC) pada saat ekspirasi dibandingkan dengan volume inspirasi paksa berkisar 50% dari VC pada saat inspirasi yang lebih dari 1 (FEF50%/FIF50%>1) dan/atau puncak dari aliran (flow peak), dijelaskan sebagai bagian dari kurva aliran volume inspirasi yang sejajar dengan sumbu x yang menunjukkan aliran inspirasi tetap konstan. Hasil

Enam puluh satu pasien dengan myasthenia gravis yang dirujuk ke John Hopkins Hospital Pulmonary Function Laboratory antara Februari 1990 dan Agustus 1993. 12 dari 61 pasien ini menunjukkan adanya hasil positif pada flow volume loops. Satu pasien myasthenia gravis lagi juga diukur flow volume loops, namun pola loop tidak menunjukkan hasil sehinga tidak dimasukkan ke dalam analisis. Tujuh dari 12 pasien (58%) mempunyai pola flow volume loops yang beragam atau menetap terkait obstruksi saluran pernafasan ekstrathoracic (Tabel 3). Pengukuran FVC tersedia untuk semua pasien dan hasilnya lebih dari 80% dari yang diperkirakan pada 5 dari 7 pasien.

Pembahasan

Kebanyakan penyakit otot juga mempengaruhi otot pernafasan dan penyakit neuromuscular dapat menyebabkan kematian dini akibat gangguan pernafasan. Myasthenia gravis merupakan penyakit neuromuskular dengan berbagai tingkatan yang dapat menyebabkan kelemahan otot pernafasan. Gangguan respirasi dapat disebabkan oleh kelemahan diafragma dan otot bantu untuk inspirasi dan ekspirasi. Biasnaya hal ini dikaitkan dengan kelamahan otot pada umumnya, namun terkadang otot pernafasan juga bisa terlibat. Kelemahan tertentu dari otot pernafasan ini dapat menyebabkan hasil pola spirometri menunjukkan adanya gangguan ventilasi restriktif dengan tingkat volume ekspirasi paksa sebagai patokannya. Serupa dengan hal ini, pasie dengan myasthenia gravis mempunyai tingkat VC yang rendah, kapasitas paru total yang rendah, dan residual volume yang normal atau meningkat. Hasil dari gangguan kompliens paru dapat berupa atelectasis, dengan ketidaksamaan hasil ventilasi perfusi, dan kegagalan nafas, yang membutuhkan ventilasi mekanis. Kelemahan otot ekspirasi berat dapat menyebabkan batuk yang tidak efektif untuk membersihkan sekret dari airway. Faktor predisposisi dari pasien myasthenia gravis dapat menyebabkan infeksi paru.Gangguan respirasi dari pasien myasthenia gravis juga dapat disebabkan oleh otot bulbar yang berperan dalam mempertahankan patensi dan stabilitas dari saluran pernafasan atas. Hal ini biasanya dihubungkan dengan gejala kelemahan otot bulbar lainnya seperti disfagia dan dysarhtria. Otot saluran pernafasan atas dapat meregulasi bagian orofaring yang bersilangan, resistansi, dan aliran dan kelemahan dari otot ini dapat menyebabkan obstruksi saluran pernafasan atas. Kehilangan patensi dari saluran pernafasan atas juga dapat menyebabkan gagal nafas atau menyebabkan beban tambahan pada otot ekspirasi yang sudah lemah, sehingga dapat meningkatkan resiko terjadinya kegagalan ventilasi. Gangguan yang paling penting dari saluran pernafasan atas yang dapat menyebabka kegagalan pernafasan adalah kelemahan otot laring yang akan meyebabkan adduksi abnormal pada pita suara pada saat inspirasi hingga terjadi paralisis.Cormier et al di tahun 1979 menjelaskan sebuah Sail Phenomenon yang menunjukkan bahwa adanya onbstruksi saluran pernafasan atas yang ditunjukkan dalam flow volume loops pada beberapa pasien dengan paralisis pita suara. Pita suara yang mengalmai paralisa tidak dapat berfungsi normal pada saat inspirasi seperti biasanya. Sehingga, karena posisi dan kelengkungan dari saluran ini, hal ini dapat menyebabkan turbulensi pada aliran udara pada saat inspirasi dan akan tertarik ke dalam di bagian tengah sehingga bebentuk seperti layar pada kapal (Sail). Aliran eksirasi akan menjauh dari garis tengah.Gangguan yang lebih minimal pada saluran pernafasan atas adalah adnaya kelemahan pada lidah, yang dapat menghambat rongga orofaringeal. Malfungsi dari otot pernafasan atas juga dapat menyebabkan pneumonia aspirasi, dimana otot-otot pernafasan biasanya akan melindungi saluran pernafasan bawah agar tidak terjadi aspirasi.Pada pasien ini, pemantauan fungsi paru pada obstruksi saluran pernfasan atas dapat menyeabkan gejala pada respirasi pasien. Pasien dengan temuan spirometri yang tidak menunjukkan obstruksi saluran nafas akan mengalami bronkospasme setelah dilakukan methacoline challenge test. Pasien ini mempunyai VC yang normal, bahkan pada posisi supine atau setelah hiperventilasi. Namun, tekanan inspirasi maksimal pada pasien ini menurun, yang menunjukkan adanya kelemahan otot pernafasan. Perbedaan antara VC yang normal dan penurunan Pimax, dimana keduanya menunjukkan kekuatan otot respirasi, bukanlah hal yang aneh. Pengukuran VC berguna untuk memantau kegagalan pernafasan awal, sementara pengukuran tekanan maksimal statis inspirasi dan ekspirasi lebih sensitif untuk menilai kelemahan otot yang jarang menunjukkan gejala pada pasien. Flow volume loops yang berulang menunjukkan adanya pola dari berbagai gambaran obsruksi saluran nafas ekstrathorakal dan jarang menyebabkan keluhan pada pasien. Hal in tidak mengejutkan karena kebanyakan pasien mempunyai gejala lainnya yang juga disebabkan kelemahan otot bulbar. Hubungan antara obstruksi saluran pernafasan atas juga dijelaskan sebelumnya oleh penelitia prospektif terhadap penyakit neuromuskular oleh Vincken et al. Mereka menemukan adanya obstruksi pada 90% pasien dengan gambaran klinis terjadi gangguan otot bulbar dan hanya 15% pasien tanpa gangguan otot bulbar.Penjelasan pasien penelitian terkait kesulitan bernafas pada saat tidur mungkin disebabkan oleh sleep apneu syndrome. Gangguan tidur seperti sleep apneu syndrome yang biasanya disebabkan oleh kelemahan otot saluran pernafasan akibat myasthenia gravis. Untuk informasi saja, hanya terdapat dua artikel yang menjelaskan tentang sleep apneu syndrome pada Myasthenia Gravis yang dipublikasikan dalam literatur di tahun 1965. Pada penelitian Quera Salva et al, 11 dari 20 pasien dengan myasthenia gravis yang terkendali mepunyai bukti akan terjadinya central apneu dan hypopnea pada saat penelitian pola tidur dalam semalam. Pasien yang lebih tua dengan peningkatan indeks massa tubuh sedang, dapat menurunkan kapasitas total paru dan mempunyai kosentrasi gas darah yang abnormal di siang hari yang merupakan penyebab utama terjadinya central sleep apneu. Pergerakan mata yang cepat pada saat tidur (rapid eye movoment sleep) merupakan waktu dimana terjadinya gangguan pernafasan yang paling sering pada saat tidur. Penelitian lainnya oleh Shintani et al menyatakan bahwa bukti polysomnographic dari kedua tipe obstruksi dan central pada sleep apneu ditemukan pada enam dari sepuluh pasien dengan myasthenia gravis terkontrol.Sekadar untuk pengetahuan, hanya terdapat 5 laporan kasus di literatur Inggris sejak 1965 yang menjelaskan tentang obstruksi saluran pernafasan atas pada pasien Myasthenia Gravis. Hanya beberapa tinjauan terbaru yang membahas terkait masalah pernafasan pada Myasthenia Gravis yang menjelaskan tentang obstruksi saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh gangguan paru dan kegagalan nafas. Perbandingannya dengan penelitian ini dilakukan pada 5 laporan kasus sebelumnya, yang menunjukkan terdapat persamaan atau perbedaan. Pada tiga laporan, gejala lainya dari kelemahan otot bulbar juga dapat terlihat pada saat diagnosis obstruksi saluran pernafasan atas ditegakkan. Tidak seperti kasus ini, ibstruksi saluran pernafasan mempunyai gejala penyerta awal pada saat didiagnosis myasthenia gravis pada 5 laporan kasus sebelumnya, dan pada tiga laporan hal ini dinyatakan terjadi akibat kegagalan pernafasan. Tujuan awal didiagnosisnya obstruksi saluran pernafasan langsung dilakukan pada semua kasus dengan laringoskop direk, yang menunjukkan adanya paresi vocal chord atau paralisis pada saat posisi adduksi pada 4 pasien. Fungsi paru dipantau pada keempat pasien, namun hanya laporan dari Schmidt Nowara et al yang membahas terkait pola flow volumw loops terhadap obstruksi saluran pernafasa atas pada pasien myasthenia gravis, yang dipastikan dengan temuan paresis pita suara oleh pemeriksaan laringoskop direk. Peneliti tidak melakukan fiberoptic laryngoscopy, namun pasien dengan gejala respirasi biasnaya menunjukkan perbaikan dengan peningkatan dosis dari obat myasthenia dan frekuensi dilakukannya plasmapharesis. Perbaikan serupa terhadap obstruksi saluran pernafasan atas setelah terapi antikolenestrase juga ditunjukkan pada keseluruhan 5 laporan kasus.Penelitian ini menyatakan bahwa obstruksi saluran pernafasn atas merupakan komplikasi yang lebih serig terjadi dibandingkan komplikasi yang dijelaskan sebelumnya. Dari 12 pasien myasthenia gravis yang dipantau dengan flow volume loops pada pulmonary function laboratory, 58% mempunyai pola yang konsisten terhadap pola obstruksi saluran pernafasan ekstrathoracic. Terkait bias pemeilihan terhadap reerensi dari pulmonary function laboratory yang merupakan pusat pelayana kesehatan tersier, tingkat dari temuan yang tinggi cukup mengejutkan dimana peneliti menemukan sejumlah obstruksi saluran pernafasan ekstrathoracic yang melebihi jumlah total laporan pada literatur. Walaupun peneliti tidak mengekslusikan kemungkinan terjadinya penurunan aliran inspirasi yang disebabkan gangguan fungsi otot inspirasi thorax dibandingkan obstruisi fungsional pada saluran pernafasan, nilai normal FVC pada kebanyakan pasien myasthenia gravis menunjukkan adanya keterlibatan terhadap inervasi otot terhadap saraf cranial dengan disgunsi yang lebih sering pada bagian laring dan faring, sehingga menyebabkan obstruksi fungsional pada saluran pernafasan atas yang lbih sering dibandingkan penjelasan dari penurunan aliran inspirasi pada penelitian ini. Dengan melakukan pendekatan rutin untuk pemantauan dari gangguan respirasi pada pasien myasthenia fravis, obstruksi saluran pernafasan ekstrathoracic biasanya lebih jarang disadari sebagai komplikasi yang sering terjadi di Myasthenia Gravis. Spirometri konvensional, VC dan maximal static inspiratory mouth pressure (Pimax) dan maximal static expiratory mouth pressure (Pemax), sering digunakan pada praktik klinis untuk memantau gangguan pernafasan pada pasien dengan myasthenia gravis. Penelitian sebelumnya dari mekanisme pernafasan pad apasien myasthenia gravis dan responnya terhadap FVC, VC, Pimax, dan Pemax, tekanan transdiafragmatik serta puncak aliran ekspirasi. Namun pemeriksaan ini gagal untuk mendeteksi kelemahan daripada otot saluran pernafasan atas dan tidak menjelaskan adanya gangguan pernafasan atau kemungkinan terjadi kegagalan pernafasan. Selain itu otot laryngeal intrinsik biasanya sulit diperiksa secara klinis, tidak seperti otot bulbar seperti lidah dan palatum.Pola aliran inspirasi dan ekspirasi volume loop merupakan cara diagnosis untuk obstruksi saluran pernafasan atas pada berbagai setting klinis. Cormier et al di tahun 1979 menyatakan bahwa paralisis vocal cord bilateral akibat berbagai macam etiologi dapat menyebabkan obstruksi saluran pernafasan atas ekstrathoracic. Hasil dari tes fungsi respirasi menunjukkan adanya penurunan dari aliran inspirasi, dengan peturbasi dari aliran ekspirasi yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan adanya mean ratio dari FEF50%/FIF50% dari 1.650.77 dan karakteristik dari pola flow volume loops. Penelitian prospektif oleh Vincken et al di tahun 1966 yang menilai tingkat kejaian dan nilai dari flow volume loops sebagai pemeriksaan kelemahan otot bulbar dan saluran pernafasan atas pada penyakit neuromuskular, memasukkan lima pasien dengan Myasthenia Gravis. Pola flow volume loops yang abnormal (flow oscillation atau puncak aliran inspirasi) dapat memprediksikan keterlbatan otot bulbar dan saluran pernafasan atas dengan tingkat sensitifitas, spesifisitas, dan efisiensi yang tinggi (90%, 85%, 87%). Karenanya, flow volume loops inspirasi dan ekspirasi baik untuk memantau adanya obstruksi saluran pernfasan atas dan harus lebih sering digunakan secara rutin untuk memantau gejala respirasi dan tingkat dari gangguan respirasi pada pasien Myasthenia Gravis. Berdasarka temuan peneliti, tinjauan sebelumnya dari Zulueta dan Fanburg terkait gangguan pernafasan pada pasien myasthenia gravis menyimpulkan bahwa adanya peningkatan tambahan dari Pimax dan Pemax dan VC, flow volume loops juga dapat mengukur pada semua pasien dengan myasthenia gravis. Reistensi aliran udara pada saat inspirasi dan ekspirasi dapat diukur dengan menggunakan body plethymosgraphicmerupakan cara lain untuk mendiagnosis obstruksi saluran pernafasan atas. Dengan adanya obstruksi saluran pernafasan ekstrathoracic, terdapat perbedaan yang tajam antara pola dari kurva resistensi saluran pernafasan saat inspirasi. Namun, prosedur ini memakan waktu dan membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan lengkap

Kesimpulan

Obtruksi saluran pernafasan atas jarang dikenal sebagai komplikasi dari myasthenia gravis dan pengalaman peneliti menyatakan bahwa komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien Masythenia gravis dibandingkan yang disaari sebelumnya. Peneliti meyakini bahwa flow volume loops inspirasi dan ekspirasi harus lebih runtin dimasukkan sebagai pemantauan respirasi pada pasien myashtenia gravis. Hal ini penting terhadap pasien myasthenia gravis dengan kelemahan otot bulbar dan gangguan respirasi yang sulit dijelaskan.