3
A. Tatalaksana Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama adalah mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama adalah sebuah akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi patologis penyebab persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode yang tepat dalam mengakhiri persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau akandilakukan per abdominam melalui seksio sesarea. Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan persalinan lamamerupakan indikasi utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor risiko panggul sempit (misal: tinggi badan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13 cm) atau janin diperkirakan berukuran besar (TBBJ > 4000gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat berat badan bayi sebelumnya yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi sefalopelvik, dapat dilakukan induksi persalinan. Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalh menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa sebagai fase laten

Tatalaksana distosia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama

Citation preview

Page 1: Tatalaksana distosia

A. Tatalaksana

Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama adalah

mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama adalah

sebuah akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi patologis

penyebab persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode yang tepat dalam

mengakhiri persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau

akandilakukan per abdominam melalui seksio sesarea.

Secara umum penyebab persalinan lama dibagi menjadi dua kelainan yaitu

disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi). Adanya

disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan persalinan lamamerupakan indikasi

utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi sefalopelvik dicurigai bila dari

pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor risiko panggul sempit (misal: tinggi

badan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13 cm) atau janin diperkirakan berukuran

besar (TBBJ > 4000gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat berat badan bayi

sebelumnya yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi sefalopelvik,

dapat dilakukan induksi persalinan.

Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalh menunggu. Hal

ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa sebagai fase laten

berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat menyebabkan induksi atau percepatan

persalinan yang tidak perlu yang mungkin gagal. Dan belakangan dapat menyebabkan

seksio sesaria yang tidak perlu. Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his

berhenti maka ibu dinyatakan mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur

dan bukaan serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien dikatakan berada dalam fase

laten. Pada akhir masa observasi 8 jam ini, bila terjadi perubahan dalam penipisan

serviks atau pembukaan serviks, maka pecahkan ketuban dan lakukan induksi

persalinan dengan oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase aktif setelah delapan jam

infus oksitosin, maka disarankan agar janin dilahirkan secara seksio sesarea.

Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan apakah kelainan yang

dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction disorder (partus lama) atau

arrest disorder (partus tak maju). Bila termasuk dalam kelompok partus tak maju,

maka besar kemungkinan ada disproporsi sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan

Page 2: Tatalaksana distosia

seksion sesarea. Bila yang terjadi adalah partus lama, maka dilakukan penilaian

kontraksi uterus. Bila kontraksi efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya

lebih dari 40 detik), curigai kemungkinan adanya obstruksi, malposisi dan

malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka penyebabnya kemungkinan adalah

kontraksi uterus yang tidak adekuat. Tatalaksana yang dianjurkan adalah induksi

persalinan dengan oksitosin.

Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya janin. Hal ini

dikarenakan upaya pengeluaran janin yang dilakukan oleh ibu dapat meningkatkan

risiko berkurangnya aliran darah ke plasenta. Yang pertama kali harus diyakini pada

kondisi kala II memanjang adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir.

Jika kedua hal tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dengan

oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan

janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut

tergantung pada posisi kepala janin. Bila kepala janin teraba tidak lebih dari 1/5 diatas

simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala janin berada di bawah station 0, maka

janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum atau dengan forseps. Bila kepala janin

teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisi pubis atau ujung penonjolan tulang kepala

janin berada diantara station ) dan station -2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi

vakum dan simfisiotomi. Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas simfisi

pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diatas station -2, maka janin

dilahirkan secara seksio sesaria.