130
HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PERILAKU KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I KEMBARAN SKRIPSI Oleh TATIK NOERHAYATI G1D010040 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEPERAWATAN PURWOKERTO 2014

TATIKPDF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dm

Citation preview

  • HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PERILAKU KELUARGA

    DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES

    MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I

    KEMBARAN

    SKRIPSI

    Oleh

    TATIK NOERHAYATI

    G1D010040

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

    JURUSAN KEPERAWATAN

    PURWOKERTO

    2014

  • ii

  • iii

  • iv

    PERSEMBAHAN

    Kaki yang akan berjalan lebih jauh, tangan yang akan berbuat lebih banyak,

    mata yang akan menatap lebih lama, leher yang akan lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja, dan hati yang

    akan bekerja lebih keras, serta mulut yang akan selalu berdoa

    Allah SWT , terimakasih untuk semua anugerah-Mu yang menjadikanku seperti sekarang ini

    Dan untuk cahaya penuh kasih sayang & ketulusan, mamahku Ibu Sariningsih Untuk kekuatan penuh cinta & tanggungjawab, bapakku Bapak Darsim

    Untuk semangat & harapanku, adikku Diaz Erlangga

    Terimakasih selalu memberikan doa &dukungan yang tak ternilai harganya

    Untuk Ibu Eva Rahayu & Bapak Arif Zaenudin, terimakasih telah membimbing sepenuh hati hingga terselesainya skripsi ini. Untuk Bapak Endang Triyanto , terimakasih telah memberikan saran & dukungannya.

    Dan terimakasih untuk Ibu Luthfatul Latifah telah berkenan menjadi wakil komisi.

    Terimakasih teruntuk sixlable dan sahabat-sahabatku yang sampai saat ini

    selalu memberikan semangat, doa, dan motivasi. Terimakasih juga untuk seseorang yang telah memberikan semangat tiada tara (mas Fahmi F Fiqi).

    Terimakasih untuk para responden penelitianku di wilayah kerja Puskesmas I Kembaran

    Dan terimakasih untuk keluarga besar KEPERAWATAN UNSOED 2010 dan UFC yang takkan terganti, perjuangan kita belum berakhir hanya di

    skripsi ini. Seluruh orang-orang yang mungkin belum tersebutkan diatas, saya ucapkan

    terimakasih sebanyak-banyaknya.

    Dalam hidup pasti ada yg datang dan pergi Memberi cinta atau menebus luka

    Namun bukankah tuhan selalu punya rencana Setelah hujan selalu ada pelangi Setelah luka pasti ada bahagia

    Setelah menunggu kan ada yang datang jika kau mau menunggu, berusaha, dan berdoa.

  • v

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Tatik Noerhayati

    Alamat : Gembong Hilir RT 01 RW 06, Desa Malabar, Kecamatan

    Wanareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah 53265

    Tempat Tanggal Lahir : Cilacap, 09 September 1992

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Agama : Islam

    No Telp/Handphone : 085647866613

    Riwayat Pendidikan :

    1. SD Negeri 4 Malabar

    2. SMP Negeri 1 Wanareja

    3. SMA Negeri 1 Majenang

    4. Jurusan Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan

    Universitas Jenderal Soedirman

    Riwayat Organisasi :

    1. Bendahara I Unsoed Football Club (UFC) Tahun 2013

    2. Divisi Basket NSC 2011

  • vi

    PRAKATA

    Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

    rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    Hubungan antara Sikap dan Perilaku Keluarga dengan Kualitas Hidup Penderita

    Diabetes Mellitus tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran yang penulis

    ajukan pada Komisi Skripsi Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-

    Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman. Terima kasih penulis sampaikan

    kepada:

    1. Dr. Warsinah, MSi., Apt., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu

    Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.

    2. Dr. Saryono, S.Kp., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Keperawatan Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.

    3. Yunita Sari, S. Kep., Ns., MHS., Ph.D., selaku Ketua Komisi Skripsi Jurusan

    Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal

    Soedirman.

    4. Eva Rahayu, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku dosen pembimbing 1 skripsi, yang

    telah bersedia meluangkan waktu dan ketelatenannya dalam memberikan

    bimbingan sejak awal sampai akhir penulisan dan penyusunan skripsi ini.

    5. Arif Zaenudin, S.Kep., Ns., selaku dosen pembimbing 2 skripsi, yang telah

    bersedia meluangkan waktu serta ketelatenannya dalam memberikan bimbingan

    sejak awal sampai akhir penulisan dan penyusunan skripsi ini.

  • vii

    6. Endang Triyanto, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku dosen penguji yang telah berkenan

    memberikan pengarahan dan bimbingannya demi kesempurnaan penulisan dan

    penyusunan skripsi ini.

    7. Seluruh anggota keluarga, khususnya kedua orang tua, adikku tercinta atas semua

    dorongan, kasih sayang, perhatian dan doa dalam penulisan dan penyusunan

    skripsi ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan hidayah dan karunia-

    Nya.

    8. Teman-teman mahasiswa FKIK khususnya Keperawatan 2010 yang telah

    memberikan dukungan serta bantuan hingga dapat diselesaikannya skripsi ini.

    9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan moral

    maupun material dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini.

    Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam skripsi ini, oleh

    karena itu diharapkan kritik maupun saran demi hasil yang lebih baik, semoga skripsi

    ini mendapat ridho dari Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua.

    Purwokerto, Januari 2014

    Tatik Noerhayati

    G1D010040

  • viii

    HUBUNGAN ANTARA SIKAP DAN PERILAKU KELUARGA DENGAN

    KUALITAS HIDUP PENDERITA DM TIPE 2 DI WILAYAH KERJA

    PUSKESMAS I KEMBARAN

    Tatik Noerhayati1 Eva Rahayu

    2 Arif Zaenudin

    3

    1Mahasiswa Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan

    Universitas Jenderal Soedirman 2Departemen Keperawatan Komunitas, Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran

    dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman 3Puskesmas II Sokaraja

    ABSTRAK

    Latar Belakang: Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang

    disebabkan karena keadaan hiperglikemia (kadar gula dalam darah meningkat). DM

    dapat mengakibatkan komplikasi apabila tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi

    tersebut akan memberikan efek terhadap kualitas hidup penderita. Kualitas hidup

    penderita DM mempunyai hubungan dengan peran keluarga. Sikap dan perilaku

    keluarga dalam perawatan penderita DM juga merupakan komponen-komponen

    yang berasal dari keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatan penderita DM.

    Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap dan

    perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja

    Puskesmas I Kembaran

    Metode: Penelitian ini menggunakan metode analitik korelasi dengan pendekatan

    cross sectional terhadap 50 responden yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan

    sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.

    Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukan hubungan yang signifikan antara sikap

    keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 (p = 0,001), dan hubungan

    antara perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 (p = 0,000)

    Kesimpulan: Ada hubungan antara sikap dan perilaku keluarga dengan kualitas

    hidup penderita DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas I Kembaran

    Kata kunci : Diabetes Mellitus, keluarga, kualitas hidup.

  • ix

    Relationship Between Attitudes and Behaviour of Families with Quality of Life

    Type 2 DM Patients In The Region Work Kembaran I Community Health

    Center

    Tatik Noerhayati1 Eva Rahayu

    2Arif Zaenudin

    3

    1Student of Nursing Majority, Faculty of Medical and Health Sciences

    Jenderal Soedirman University 2Community Nursing Departement, Nursing Majority, Faculty of Medical

    and Health Sciences

    Jenderal Soedirman University 3Sokaraja II Comumunity Health Center

    ABSTRACT

    Background: Diabetes mellitus (DM) is metabolic diseases that caused by condition

    in hiperglikemia (increased blood sugar levels). DM can lead to complications if not

    treated appropriately. These complications will give the effect on the quality of life

    patients. Quality of life patients with DM relates to family role. Attitude and

    behavior of families in the treatment of DM patients is also the components which

    come from families to increase the health level of DM patients.

    Purpose: The purpose of this research was to determine the relation between

    attitudes and behaviors of families with quality of life type 2 DM patients in the

    region work Kembaran I Community Health Center.

    Method: This research used the analytic method correlation with the approach of

    cross sectional to 50 respondents which satisfies the criteria inclusion. The sample

    obtained with purposive sampling technique.

    Result: Bivariat analysis results showed a significant relation between attitudes of

    families with quality of life type 2 DM patients (p = 0.001), and behavior of families

    with quality of life type 2 DM patients (p = 0.000).

    Conclusion: There was a relationship between attitude and behavior of the family

    with quality of life type 2 DM patients in the region work Kembaran I community

    Health Center.

    Key words:.Diabetes Mellitus, Family, Quality of life

  • x

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN SAMPUL

    HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

    HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii

    HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ...................... iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................... v

    PRAKATA ................................................................................................. vi

    ABSTRAK ................................................................................................. viii

    DAFTAR ISI .............................................................................................. x

    DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv

    DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi

    DAFTAR SINGKATAN ........................................................................... xvii

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang .............................................................................. 1

  • xi

    B. Perumusan Masalah ..................................................................... 5

    C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6

    D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6

    E. Keaslian Penelitian ....................................................................... 7

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori ........................................................................... 12

    1. Diabetes Mellitus .................................................................. 12

    2. Kualitas Hidup penderita Diabetes Mellitus ......................... 24

    3. Keluarga ................................................................................ 28

    4. Sikap dan Perilaku ................................................................ 30

    B. Kerangka Teori ........................................................................... 40

    C. Kerangka Konsep ........................................................................ 41

    D. Hipotesis Penelitian .................................................................... 42

    BAB III. METODE PENELITIAN

    A. Desain Penelitian ........................................................................ 43

    B. Populasi dan Sampel ................................................................... 44

    C. Variabel Penelitian ...................................................................... 45

    D. Definisi Operasional Variabel ................................................... 46

    E. Instrumen Penelitian ................................................................... 47

    F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ........................................... 51

    G. Jalannya Penelitian ..................................................................... 55

    H. Analisis Data ............................................................................... 57

    I. Etika Penelitian ........................................................................... 59

  • xii

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian ........................................................................... 62

    B. Pembahasan ................................................................................. 69

    C. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 81

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan ................................................................................. 83

    B. Saran ........................................................................................... 84

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    2.1 Kadar gula darah sewaktu dan puasa ............................................... 13

    2.2 Kriteria diagnosis ............................................................................. 13

    3.1 Definisi Operasional ......................................................................... 46

    3.2 Kisi-kisi kuesioner sikap .................................................................. 48

    3.3 Kisi-kisi kuesioner perilaku ............................................................. 49

    3.5 Kisi-kisi kuesioner kualitas hidup .................................................... 50

    3.6 Nilai korelasi butir pernyataan variabel sikap keluarga ................... 53

    3.7 Nilai korelasi butir pernyataan variabel perilaku keluarga .............. 53

    4.1 Distribusi responden berdasarkan usia ............................................. 63

    4.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin .............................. 63

    4.3 Distribusi responden berdasarkan pendidikan ................................. 64

    4.4 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan .................................... 65

    4.5 Distribusi kualitas hidup .................................................................. 65

    4.6 Distribusi sikap dan perilaku keluarga ............................................. 66

  • xiv

    4.7 Hubungan sikap keluarga terhadap kualitas hidup

    penderita DM tipe 2 ......................................................................... 67

    4.8 Hubungan perilaku keluarga terhadap kualitas hidup

    penderita DM tipe 2 ......................................................................... 68

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    2.1 Konsepsi Skematik Rosenberg & Hovland mengenai Sikap ........... 32

    2.2 Skema Perilaku ................................................................................. 34

    2.3 Kerangka Teori ................................................................................. 40

    2.4 Kerangka Konsep ............................................................................. 41

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1.

    Lampiran 2.

    Lampiran 3.

    Lampiran 4.

    Surat Ijin Survey Pendahuluan

    Surat Ijin Validitas dan Reliabilitas

    Surat Ijin Penelitian

    Permohonan Menjadi Responden

    Lampiran 5. Persetujuan Menjadi Responden

    Lampiran 6. Lembar Observasi

    Lampiran 7.

    Lampiran 8.

    Lampiran 9.

    Lampiran 10.

    Lampiran 11.

    Lampiran 12.

    Lampiran 13.

    Lampiran 14.

    Lampiran 15.

    Kuesioner Kualitas Hidup

    Kuesioner Sikap dan Perilaku Keluarga Penderita DM

    Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sikap dan Perilaku Keluarga

    Data Hasil Penelitian

    Analisis Univariat

    Analisis Bivariat

    Jadwal Penelitian

    Blangko Bimbingan/Konsultasi Skripsi Pembimbing I

    Blangko Bimbingan/Konsultasi Skripsi Pembimbing II

  • xvii

    DAFTAR SINGKATAN

    DM : Diabetes Mellitus

    GODM : Gestasional Onset Diabetes Mellitus

    IMT : Indeks Massa Tubuh

    OHO : Obat Hipoglikemia Oral

    TNM : Terapi Nutrisi Medis

    IRT : Ibu Rumah Tangga

    SD : Sekolah Dasar

    SMP : Sekolah Menengah Pertama

    SMA : Sekolah Menengah Akhir

    PT : Perguruan Tinggi

    PNS : Pegawai Negeri Sipil

    ADH : Anti Diuretic Hormone

    PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

    IMT : Indeks Massa Tubuh

    TTGO : Test Toleransi Glukosa Oral

  • xviii

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit kronis yang

    menyebabkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas. Penyakit tersebut

    termasuk dalam gangguan metabolisme yang mempengaruhi produksi energi di

    dalam sel. Diabetes mellitus (DM) ditandai dengan hilangnya toleransi

    karbohidrat yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah atau

    hiperglikemia (Price & Wilson, 2006).

    Penyakit ini dibagi menjadi 4 tipe utama yaitu DM tipe 1, DM tipe 2,

    DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lain, dan DM gestasional.

    DM tipe 1 terjadi karena adanya proses autoimun yang menghancurkan sel-sel

    beta pankreas sehingga tidak mampu menghasilkan insulin (Ulbritch, 2009). DM

    tipe 2 terjadi karena tubuh tidak dapat memproduksi atau menggunakan insulin

    sebagaimana mestinya (Smeltzer & Bare, 2002). DM dengan keadaan atau

    sindrom terjadi karena adanya kelainan-kelainan lain seperti sindrom cushing dan

    akromegali. DM gestasional merupakan penyakit DM yang dialami pertama kali

    selama masa kehamilan (Price & Wilson, 2006).

    Angka kejadian DM di dunia khususnya di negara berkembang pada

    tahun 2025 akan muncul 80% kasus baru (American Diabetes Federation, 2012).

    Saat ini, DM di tingkat dunia diperkirakan lebih dari 371 juta (American

    Diabetes Federation, 2012). Angka kejadian DM di Indonesia pada tahun 2000,

  • 2

    menempati urutan keempat yaitu 8,4 juta penduduk dengan DM, dan pada tahun

    2030 diperkirakan akan mengalami peningkatan 2-3 kali lipat menjadi 21,3 juta

    penduduk dengan DM (Wild, 2004). Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar

    (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukan bahwa angka

    kejadian DM di daerah urban Indonesia untuk usia 15 tahun mengalami

    peningkatan sebesar 5,7%. Angka kejadian terkecil terdapat di Propinsi Papua

    sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang

    mencapai 11,1%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada

    tahun 2012, terdapat penderita DM sebanyak 509.319 orang.

    Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, pada tahun

    2012 data kunjungan penderita DM di Wilayah Kabupaten Banyumas sebesar

    6,91 % dengan DM tipe 2, dan 1,14% dengan DM tipe 1. Data kunjungan

    penderita di wilayah kerja Puskesmas I Kembaran pada tahun 2012 menduduki

    peringkat kedua diseluruh Puskesmas Kabupaten Banyumas, dengan data

    kunjungan penderita sebanyak 120 orang.

    Hasil studi pendahuluan penelitian di Puskesmas I Kembaran yang

    wilayah kerjanya meliputi Desa Tambaksari, Desa Bantarwumi, Desa

    Dukuhwaluh, Desa Karangsoka, Desa Karangsari, Desa Kembaran, Desa

    Purbadana, dan Desa Linggasari menunjukkan angka penderita DM tipe 2 tahun

    sejumlah 56 orang dengan kunjungan sebanyak 73 kali terhitung sejak bulan

    Maret hingga September tahun 2013. DM dapat mengakibatkan komplikasi

    apabila tidak ditangani dengan benar. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu

    nefropati, retinopati, penyakit arteri coroner, penyakit serebrovaskuler, dan

  • 3

    pembuluh vaskuler perifer (Smeltzer & Bare, 2002). Komplikasi penyakit DM

    tersebut akan memberikan efek pada kualitas hidup penderita. Kemudian kualitas

    hidup akan mempengaruhi kesehatan penderita secara umum (Odilli, 2010).

    Penurunan kualitas hidup mempunyai hubungan yang signifikan terhadap angka

    kesakitan dan kematian, serta mempengaruhi usia harapan hidup penderita DM

    (Isa & Baiyewu, 2006).

    Kualitas hidup merupakan suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh

    seseorang dan berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan dengan bidang

    kehidupan yang penting bagi mereka. Persepsi subyektif tentang kepuasan

    terhadap berbagai aspek kehidupan dianggap penentu utama dalam penilaian

    kualitas hidup, karena kepuasan merupakan pengalaman kognitif yang

    menggambarkan penilaian terhadap kondisi kehidupan yang stabil dalam jangka

    waktu lama. Kualitas hidup yang baik pada penderita DM merupakan perasaan

    puas dan bahagia akan hidupnya secara umum khususnya hidup dengan DM

    tersebut ( Kurniawan, 2008).

    Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 4

    Oktober 2013 pada 10 penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I

    Kembaran, terdapat 80 % penderita DM tipe 2 yang menunjukan kurangnya

    kepuasaan hidup terhadap hal-hal penting seperti kesehatan fisik, kesehatan

    psikologis, tingkat aktifitas, hubungan sosial, dan lingkungan. Hal tersebut

    ditandai dengan pernyataan penderita bahwa tidak puas dengan pengobatan yang

    sudah dilakukan, sering merasa lelah, tidak dapat melakukan aktivitas sesuai apa

    yang diinginkan oleh penderita, dan sering takut mengalami komplikasi.

  • 4

    Penelitian yang dilakukan oleh Karwaji (2013), memperlihatkan bahwa

    kualitas hidup penderita DM mempunyai hubungan dengan peran keluarga. Hal

    ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Steptoe et al. (2004) dalam Karwaji

    (2013) menyatakan bahwa tanpa adanya peran keluarga dan kesendirian

    merupakan faktor risiko terjadinya sakit mental dan fisik.

    Keluarga akan mempengaruhi kualitas hidup pada penderita DM tipe 2.

    Terdapat hubungan yang kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya

    dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek perawatan kesehatan

    anggota keluarga, mulai dari strategi-strategi pencegahan penyakit hingga fase

    rehabilitasi (Friedman, 1998 dalam Nadirawati, 2011).

    Sikap dan perilaku keluarga dalam perawatan penderita DM juga

    merupakan komponen-komponen yang berasal dari keluarga untuk meningkatkan

    derajat kesehatan penderita DM. Sikap merupakan sindrom atau kumpulan gejala

    dalam merespons stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2010). Newcomb salah

    seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah kesiapan atau

    kesediaan untuk bertindak. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan

    tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

    perilaku (tindakan) sehingga sikap dikatakan sebagai reaksi tertutup

    (Notoatmodjo, 2010). Sedangkan perilaku itu sendiri merupakan semua kegiatan

    atau aktivitas manusia (Notoatmodjo, 2007). Sikap dan perilaku keluarga

    dimungkinkan dapat berhubungan dengan kualitas hidup pada penderita DM tipe

    2.

  • 5

    Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 4 Oktober 2013

    pada 10 keluarga penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran,

    terdapat 80 % keluarga penderita memiliki sikap keluarga yang kurang yaitu

    sering kali membiarkan penderita memilih makanan sesuka hati yang tidak sesuai

    terapi diit yang dilakukan, dan meyakini bahwa olahraga teratur tidak membawa

    pengaruh yang besar terhadap kesembuhan penderita. Keluarga penderita

    memiliki perilaku keluarga yang kurang yaitu keluarga tidak mengingatkan jika

    penderita tidak melakukan pengecekan kesehatan secara rutin ke pelayanan

    kesehatan.

    Keluarga merupakan sistem dasar dimana perilaku sehat dan perawatan

    kesehatan menjadi fokus utama untuk meningkatkan derajat kesehatan para

    anggotanya (Friedman, 2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang

    sikap dan perilaku keluarga terhadap kualitas penderita DM tipe 2.

    B. Rumusan Masalah

    Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit kronik yang sulit untuk

    disembuhkan secara total. Angka kejadian di setiap tahunnya mengalami

    peningkatan. Jika tidak ada penanganan pada penderita DM, maka akan

    mengakibatkan terjadinya komplikasi seperti retinopati, neuropati, dan nefropati.

    Kualitas hidup penderita DM dapat mengalami penurunan akibat komplikasi

    tersebut. Sikap dan perilaku keluarga dimungkinkan dapat berhubungan dengan

    kualitas hidup penderita DM tipe 2. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah

  • 6

    Apakah ada hubungan antara sikap dan perilaku keluarga dengan kualitas hidup

    penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran ?

    C. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Tujuan umum

    Tujuan umum penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara sikap dan

    perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja

    Puskesmas I Kembaran.

    2. Tujuan Khusus

    a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia, jenis kelamin, pendidikan,

    dan pekerjaan).

    b. Mengetahui sikap keluarga penderita DM Tipe 2.

    c. Mengetahui perilaku keluarga penderita DM Tipe 2.

    d. Mengetahui kualitas hidup penderita DM Tipe 2.

    e. Menganalisis hubungan sikap keluarga dengan kualitas hidup penderita

    DM Tipe 2.

    f. Menganalisis hubungan perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita

    DM Tipe 2.

    D. Manfaat Penelitian

    Penelitian yang dilakukan memiliki manfaat teoritis dan praktis sebagai

    berikut:

  • 7

    a. Bagi instansi pelayanan kesehatan

    Sebagai pedoman bagi pengelolaan penderita DM tipe 2 agar melibatkan

    keluarga.

    b. Bagi masyarakat

    Sebagai informasi bahwa keluarga menjadi faktor penting dalam mengelola

    masalah DM tipe 2.

    c. Bagi bidang penelitian

    Sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya, khususnya penelitian-penelitian

    untuk meningkatkan kualitas hidup penderita DM tipe 2.

    d. Bagi pendidikan

    Dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan

    khususnya dalam keperawatan keluarga untuk lebih memahami sikap dan

    perilaku keluarga terhadap penderita DM dalam peningkatan kualitas hidup

    penderita.

    E. Keaslian Penelitian

    Beberapa penelitian tentang kualitas hidup penderita DM yang sudah

    dilakukan sebagai berikut:

    1. Penelitian Yusra (2011), hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas

    hidup pasien DM tipe 2 di poliklinik penyakit dalam di Rumah Sakit Umum

    Pusat Fatmawati Jakarta, subyeknya yaitu penderita DM yang menjalani

    rawat jalan di RS Umum Fatmawati Jakarta. Penelitian menjelaskan bahwa

    dukungan keluarga diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM

  • 8

    tipe 2. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara dukungan

    keluarga ditinjau dari 4 dimensi (emosional, penghargaan, instrumental,

    informasi) dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum

    Pusat Fatmawati Jakarta.

    Desain dalam penelitian ini adalah analitik crossectional dengan

    jumlah sampel 120 pasien DM tipe 2. Analisis data menggunakan koefisien

    korelasi pearson, uji t-independen dan regresi linier berganda. Hasil

    penelitian didapatkan variabel yang berkaitan dengan kualitas hidup yaitu

    usia (p value 0,034; 0,05), pendidikan (p value 0,001; 0,05) dan

    komplikasi (p value 0,001; 0,05). Terdapat hubungan antara dukungan

    keluarga yang ditinjau dari empat dimensi dengan kualitas hidup (p value

    0,001; 0,05). Peningkatan satu satuan dukungan keluarga akan

    meningkatkan kualitas hidupnya sebesar 35% setelah dikontrol oleh

    pendidikan dan komplikasi DM.

    Persamaan penelitian ini dengan penelitian Yusra (2011) adalah

    penggunaan kualitas hidup penderita DM tipe 2 sebagai variabel terikat.

    Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yusra (2011) yaitu variabel bebas

    yang digunakan. Variabel bebas dalam penelitian Yusra (2011) yaitu

    dukungan keluarga, sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini yaitu sikap

    dan perilaku keluarga. Perbedaan lainnya yaitu dalam hal tempat dan

    responden dalam penelitian.

    2. Penelitian Nidya (2008) tentang hubungan antara sikap, perilaku, dan

    partisipasi keluarga terhadap kadar gula darah penderita DM tipe 2 di RS

  • 9

    PKU Muhammadiyah Yogyakarta bulan Januari-Juli 2008. Penelitian tersebut

    dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran dari sikap, perilaku, dan

    partisipasi keluarga penderita DM tipe 2 terhadap penatalaksanaan kadar gula

    darah penderita DM tipe 2. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-

    analitik dan menggunakan rancangan dengan pendekatan cross-sectional.

    Populasi penelitian adalah pasien DM tipe 2 RS PKU Muhammadiyah

    Yogyakarta dari bulan Januari-Juli 2008 sebanyak 70 orang. Jumlah

    responden dalam penelitian sebanyak 35 orang. Pengumpulan data dengan

    kuesioner dan rekam medik. Analisa data menggunakan uji statistik Chi-

    Square dengan taraf signifikan p

  • 10

    tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan uji

    statistik Chi-Square yang menghubungkan antara sikap, perilaku, dan

    partisipasi keluarga penderita DM tipe 2 terhadap kadar gula darah, ternyata

    masing-masing memberikan hasil yang tidak bermakna. Pada tabel 8

    diperoleh X2=3,157 dan p>0,05, pada tabel 9 diperoleh X

    2=1,446 dan p>0,05

    dan pada tabel 10 diperoleh X2=2,485 dan p>0,05. Dengan demikian dapat

    dikatakan bahwa pengendalian kadar gula darah pada penderita DM tipe 2

    tidak dapat diprediksi berdasarkan sikap, perilaku, dan partisipasi keluarga.

    Persamaan penelitian ini dengan penelitian Nidya (2008) adalah penggunaan

    sikap dan perilaku keluarga sebagai variabel bebasnya. Perbedaan penelitian

    ini dengan penelitian Nidya (2008) yaitu variabel terikat yang digunakan.

    Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kualitas hidup penderita DM tipe 2,

    sedangkan variabel terikat dalam penelitian Nidya (2008) adalah kadar gula

    darah penderita DM tipe 2. Perbedaan lainnya adalah tempat dan responden

    pada masing-masing penelitian.

    3. Penelitian Karwaji (2013) tentang hubungan peran keluarga terhadap kualitas

    hidup penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas Purwokerto II Utara.

    Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan antara peran keluarga

    terhadap kualitas hidup pasien penderita DM tipe 2 di Wilayah kerja

    Puskesmas Purwokerto Utara II. Dengan menggunakan desain crossectional,

    menggunakan purposive sampling, yaitu 34 keluarga dengan DM. Instrumen

    yang digunakan adalah kuesioner Quality of Life (QoL) yaitu secara luas

    terpakai dan divalidasi kemudian dianalisis oleh WHO. Analisis data

  • 11

    menggunakan uji Chi-Square. Hasil menunjukan bahwa karakteristik dari

    jenis kelamin adalah perempuan, rata-rata 59,47 tahun usia, pekerjaan rata-

    rata adalah ibu rumah tangga (35,3%), pendidikan rata-rata adalah sekolah

    dasar (41,2), tidak ada komplikasi (79,4%), dan lama menderita DM 5,71

    tahun, diketahui bahwa value = 0,016 (

  • 12

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Landasan Teori

    1. Diabetes Mellitus

    a. Definisi Diabetes Mellitus

    Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

    metabolik yang disebabkan karena keadaan hiperglikemia (kadar gula

    dalam darah meningkat). Penyakit ini sendiri sering disebut sebagai the

    great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh

    dan menimbulkan berbagai macam keluhan (Sherwood, 2011).

    DM disebabkan oleh kelainan sekresi insulin atau kerja insulin.

    Insulin adalah hormon atau cairan kimia yang mengatur dan

    mengendalikan fungsi tubuh tertentu. Insulin dihasilkan oleh pankreas,

    sebuah kelenjar buntu yang kecil terdapat tepat di bawah lambung. Di

    dalam pankreas itu, terdapat sel-sel beta yang khas disebut pulau-pulau

    Langerhans mengeluarkan insulin langsung ke aliran darah

    mengendalikan jumlah glukosa di dalam darah (Johnson, 1998).

    Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis

    (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan

    glukosa baru dari asam-asam amin), namun pada penderita DM proses ini

    akan menimbulkan hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa darah

    (Smeltzer & Bare, 2002).

  • 13

    Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan

    penyaring dan diagnosis DM

    (dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta :

    Balai Penerbit FK UI, 2009)

    Adanya kadar glukosa yang meningkat secara abnormal

    merupakan kriteria yang menjadi penegakan diagnosis DM. Uji

    diagnostik DM dilakukan pada individu yang menunjukkan gejala atau

    tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

    mengidentifikasi pasien yang tidak bergejala yang mempunyai risiko DM

    (Smeltzer & Bare, 2002).

    Tabel 2.2 Kriteria diagnosis Diabetes Mellitus

    No. Kriteria Diagnosis Keterangan

    1. Gejala klasik DM dan

    glukosaplasma

    sewaktu 200 mg/dl

    Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil

    pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

    memperhatikan waktu makan terakhir.

    2. Gejala klasik DM dan

    glukosa plasma puasa 126 mg/dl

    Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

    tambahan sedikitnya 8 jam

    3. Glukosa plasma 2 jam

    pada TTGO 200 mg/dl

    TTGO dilakukan dengan standar WHO,

    menggunakan beban glukosa yang setara

    dengan 75 gram glukosa anhidrus yang

    dilarutkan ke dalam air

    (dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta :

    Balai Penerbit FK UI, 2009).

    Jenis Pengukuran Jenis Sampel Darah Bukan

    DM

    Belum

    Pasti DM

    DM

    Kadar glukosa darah

    sewaktu (mg/dl)

    Plasma vena

    Darah kapiler

    < 110

    < 90

    110-199

    90-199

    200 200

    Kadar glukosa darah

    puasa (mg/dl)

    Plasma vena

    Darah kapiler

    < 110

    < 90

    110-125

    90-105

    126 110

  • 14

    Tanda dan gejala pada penyakit DM menurut Perkumpulan

    Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011 adalah sebagai berikut:

    1) Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)

    2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat

    besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi

    intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan

    berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke

    plasma yang hipotonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang

    pengeluaran Anti Diuretic Hormone (ADH) dan menimbulkan rasa

    haus.

    3) Polifagia (peningkatan rasa lapar)

    4) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan

    pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi

    mucus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada

    penderita diabetes kronik.

    5) Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul

    Kelainan kulit berupa gatal-gatal, biasanya terjadi di lipatan kulit

    seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya

    jamur.

    6) Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati

    7) Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

    Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari

    protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita DM bahan

  • 15

    protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga

    bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak

    mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat

    diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada

    penderita DM.

    8) Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi

    Penderita DM mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat

    kerusakan testoteron dan sistem yang berperan.

    9) Mata kabur

    Disebabkan oleh katarak atau gangguan refraksi perubahan pada lensa

    oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan pada korpus vitreum.

    b. Klasifikasi DM

    Menurut Smeltzer & Bare (2002), diabetes mellitus ini terdapat

    beberapa klasifikasinya yakni sebagai berikut:

    1) DM tergantung insulin (DM tipe 1). Diabetes mellitus ini dikenal

    sebagai tipe juvenileonist dan tipe dependen insulin yang dapat terjadi

    disembarang usia. DM tipe ini terjadi akibat tubuh tidak mampu

    memproduksi insulin sama sekali. Hal tersebut dikarenakan adanya

    disfungsi proses autoimun dengan kerusakan sel-sel beta. Kemudian

    penyebab lainnya yaitu idiopatik, tidak ada bukti adanya autoimun

    dan tidak diketahui sumbernya.

    2) DM tak tergantung insulin (DM tipe 2). Dikenal sebagai tipe non

    dependen insulin. Dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin

  • 16

    sebagaimana mestinya. Pada diabetes ini terdapat dua masalah utama

    yang berhubungan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan

    sekresi insulin. Insulin yang dihasilkan tidak terikat oleh reseptor

    khusus pada permukaan sel. Pada tipe ini tidak terjadi ketoasidosis

    diabetikum karena masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat

    untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang

    menyertainya.

    3) DM kehamilan atau Gestasional Onset Diabetes Mellitus (GODM).

    GODM ini terjadi pada wanita yang tidak menderita DM sebelum

    kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi

    hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani

    skrining pada usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi

    kemungkinan diabetes. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah

    pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali

    normal. Walaupun begitu, banyak wanita yang mengalami diabetes

    gestasional ternyata kemudian hari menderita diabetes tipe 2. Oleh

    karena itu, semua wanita yang menderita diabetes gestasional harus

    mendapatkan konseling guna mempertahankan berat badan idealnya

    dan melakukan latihan secara teratur sebagai upaya untuk

    menghindari awitan diabetes tipe 2.

    4) DM tipe lain dapat disebabkan oleh sindrom atau kelainan lain,

    infeksi, obat atau zat kimia, pankreatektomi, insufisiensi pankreas

    akibat pankreatitis, dan gangguan endokrin.

  • 17

    c. Faktor risiko terjadinya DM

    1) Usia

    Penelitian antara umur terhadap kejadian DM menunjukan adanya

    hubungan yang signifikan. Kelompok umur dibawah 40 tahun

    merupakan kelompok yang kurang berisiko menderita DM tipe 2.

    Risiko pada kelompok ini 72,0% lebih rendah dibandingkan

    kelompok umur 40 tahun. Hal ini disebabkan adanya peningkatan

    intoleransi glukosa. Selain itu pada individu usia lebih tua terdapat

    penurunan aktivitas mitokondria di sel-sel otot sebesar 35,0%. Hal ini

    berhubungan dengan peningkatan kadar lemak di otot sebesar 30,0%,

    dan memicu terjadinya resistensi insulin (Potter & Perry, 2006).

    2) Jenis kelamin

    Berdasarkan penelitian Santono, Lian & Yudi (2006) dalam Karwaji

    (2013), angka kejadian DM tipe 2 pada wanita lebih tinggi dari laki-

    laki. Wanita lebih berisiko mengalami peningkatan indeks massa

    tubuh yang lebih besar. Selain itu pada perempuan memiliki tingkat

    kecemasan atau stress yang lebih tinggi dari laki-laki. Pada kondisi

    stres, hormon stres yang berada dalam tubuh akan dikeluarkan yang

    kemudian dapat mempengaruhi peningkatan kadar gula darah

    (Smeltzer & Bare, 2001).

    3) Pendidikan

    Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian DM tipe 2.

    Orang dengan pendidikan yang tinggi biasanya akan memiliki

  • 18

    pengetahuan tentang kesehatan yang memadai. Dengan adanya

    pengetahuan tersebut orang akan memiliki kesadaran dalam menjaga

    kesehatannya. Penelitian yang dilakukan oleh Yusra (2011)

    mengatakan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku

    seseorang dalam mencari perawatan dan pengobatan penyakit yang

    dideritanya, serta memilih dan memutuskan tindakan terapi yang akan

    dijalani untuk mengatasi masalah kesehatannya. Dalam penelitian

    Gautam et al (2009) dalam Yusra (2011) juga didapatkan bahwa

    tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan kejadian DM.

    4) Aktifitas

    Menurut Trisnawati (2012), kurangnya aktifitas fisik juga menjadi

    salah satu faktor risiko terjadinya DM tipe 2, dikarenakan aktifitas

    fisik yang rendah tidak dapat mengontrol gula darah dengan baik.

    Aktifitas fisik yang rendah dapat mengakibatkan penurunan jumlah

    reseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin, sehingga dapat

    meningkatkan kadar gula dalam darah yang nantinya dapat

    menyebabkan terjadinya DM (Kurniawan, 2010).

    5) Obesitas

    Menurut Wiardani (2007) menyatakan bahwa kelompok obesitas

    mempunya risiko DM lebih besar dibandingkan dengan kelompok

    yang memiliki IMT normal.

    d. Komplikasi kronik DM dapat menyerang semua sistem organ dalam

    tubuh. Kategori komplikasi kronik DM meliputi:

  • 19

    1) Mikrovaskuler

    a) Nefropati

    Penyakit DM turut menyebabkan kurang lebih 25% dari pasien-

    pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang memerlukan

    dialisis atau transplantasi setiap tahunnya di Amerika Serikat.

    Penderita DM memiliki risiko sebesar 20% hingga 40% menderita

    penyakit ginjal. Penderita DM tipe 1 sering memperlihatkan

    tanda-tanda permulaan penyakit ginjal setelah 15 hingga 20 tahun

    kemudian, sementara pasien DM tipe 2 dapat terkena penyakit

    ginjal dalam waktu 10 tahun sejak diagnosis diabetes ditegakkan.

    Banyak pasien DM tipe 2 ini sudah menderita diabetes selama

    bertahun-tahun sebelum penyakit tersebut didiagnosis dan diobati.

    b) Retinopati

    Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah

    kecil pada retina mata. Retina mata merupakan bagian yang

    menerima bayangan dan mengirimkan informasi tentang bayangan

    tersebut ke otak. Retinopati diabetik bukan merupakan satu-

    satunya komplikasi DM yang dapat mengganggu penglihatan.

    Katarak, hipoglikemia dan hiperglikemia, neuropati, dan

    glaukoma dapat mengganggu penglihatan juga.

    c) Neuropati

    Neuropati dapat menyerang semua tipe saraf bergantung pada

    lokasi sel saraf yang terkena. Dua tipe neuropati yang paling

  • 20

    sering dijumpai yaitu polineuropati sensorik (gejalanya rasa

    tertusuk, kesemutan, kaki terasa baal dan rasa terbakar) dan

    neuropati otonom (kardiovaskuler, gastrointestinal, urinarius,

    kelenjar adrenal, neuropati sudomotorik, dan disfungsi seksual).

    2) Makrovaskuler

    a) Penyakit arteri koroner

    Penyakit DM cenderung untuk mengalami komplikasi akibat

    infark miokard. Penyakit arteri koroner menyebabkan 50% hingga

    60% dari semua kematian pada pasien DM .

    b) Penyakit Serebrovaskuler

    Perubahan arterosklerosis dalam pembuluh darah serebral akan

    menimbulkan serangan iskemia dan stroke. Kesembuhan serangan

    stroke dapat menjadi hambatan pada pasien dengan kadar glukosa

    darah yang tinggi.

    c) Pembuluh vaskular perifer

    Tanda dan gejala penyakit ini seperti berkurangnya denyut nadi

    perifer dan nyeri pantat atau betis ketika berjalan (Smeltzer &

    Bare, 2002).

    Berbagai komplikasi dapat terjadi lebih buruk lagi jika tidak

    diberikan penanganan DM tersebut. Penanganan DM memiliki tujuan

    akhir yaitu turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

  • 21

    e. Penatalaksanaan DM

    Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan

    jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa

    darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan

    obat hipoglikemia oral (OHO), dan atau suntikan insulin. Pada keadaan

    tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung

    kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik

    berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun

    dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan

    (PERKENI, 2011).

    Menurut PERKENI (2011), penatalaksanaan DM terdiri dari 4

    pilar mencakup edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan terapi

    farmakologis.

    1) Edukasi

    DM tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku

    telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang DM

    memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakat. Tim

    kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku,

    dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan

    motivasi. Edukasi yang dapat diberikan yaitu tentang pemantauan

    glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hiperglikemia serta cara

    mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan kadar

  • 22

    glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri setelah mendapat

    pelatihan khusus.

    2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)

    TNM merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.

    Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari

    anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta

    pasien dan keluarganya). Setiap penyandang DM sebaiknya mendapat

    TNM sesuai kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip

    pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran

    makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan

    sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.

    Pada penyandang DM perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan

    dalam hal jadwal makan jenis, dan jumlah makanan, terutama pada

    mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

    3) Latihan jasmani

    Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4

    kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu

    pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti

    berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap

    dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga

    dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,

    sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani

    yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti

  • 23

    jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani

    sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.

    Untuk mereka yang relative sehat, intensitas latihan jasmani bisa

    ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat

    dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau

    bermalas-malasan.

    4) Terapi farmakologis

    a) Berdasarkan cara kerjanya, obat hiperglikemia oral (OHO) dibagi

    menjadi 5 golongan yaitu pemicu sekresi insulin (insulin

    secretagogue) : sulfoniurea dan ginid, peningkat sensitivitas

    terhadap insulin : metformin dan tiazolidindion, penghambat

    gluconeogenesis: metformin, penghambat absorpsi glukosa:

    penghambat glukosidase alfa, dan DPP-IV inhibitor.

    b) Terapi insulin

    Pada DM tipe 1, tubuh kehilangan kemampuan untuk

    memproduksi insulin. Dengan demikian, insulin eksogenus harus

    diberikan dalam jumlah tak terbatas. Pada DM tipe 2, insulin

    mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk

    mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan OHO tidak

    berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien DM tipe

    2 yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet

    dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer

  • 24

    selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau

    beberapa kejadian stress lainnya.

    Selain itu terdapat program dari Asuransi Kesehatan yang

    terbilang masih baru yang disebut Program Penanggulangan Penyakit

    Kronis (Prolanis) (PERKENI, 2011). Dalam program ini lebih berfokus

    dalam promotif dan preventif untuk pemeliharaan kesehatan. Pasien yang

    memenuhi kriteria akan menjalani pemeriksaan kesehatan (medical

    check-up) terseleksi. Semua penyakit, khusunya DM yang ditemukan

    pada peserta Asuransi Kesehatan akan ditata laksana. Untuk penanganan

    jangka panjang, peserta tersebut akan dialihkan ke dokter keluarga yang

    akan memberikan penyuluhan, memberikan obat yang efektif,

    memastikan pengobatan teratur, memberika informasi, serta melakukan

    pengawasan lebih lanjut.

    2. Kualitas Hidup Penderita DM

    Menurut WHO dalam Skevington (2004), kualitas hidup merupakan

    persepsi seseorang tentang posisinya dalam hidup dalam kaitannya dengan

    budaya dan sistem tata nilai dimana ia tinggal dalam hubungannya dengan

    tujuan, harapan, standar, dan hal-hal menarik lainnya. Selain itu, menurut

    WHO dalam Skevington (2004) juga mendefinisikan kualitas hidup sebagai

    suatu kesejahteraan yang dirasakan oleh seseorang dan berasal dari kepuasan

    atau ketidakpuasan dengan bidang kehidupan yang penting bagi mereka.

    Kualitas hidup yang baik pada penderita DM merupakan perasaan puas dan

  • 25

    bahagia akan hidupnya secara umum khususnya hidup dengan DM tersebut

    (Kurniawan, 2008).

    Menurut Post, Witte, dan Schrijvers (1999), ada tiga cara yang dapat

    digunakan untuk mengoperasionalkan konsep dari kualitas hidup yaitu

    melihat kualitas hidup sebagai kesehatan, sebagai kesejahteraan, dan sebagai

    konstruk yang bersifat global (superordinate construct).

    Secara umum terdapat 5 bidang (domain) yang dipakai untuk

    mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh

    WHO dalam Silitonga (2007), bidang tersebut adalah kesehatan fisik,

    kesehatan psikologik, keleluasaan aktifitas, hubungan sosial dan lingkungan,

    sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasuk kualitas hidup adalah

    sebagai berikut:

    a. Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan

    vitalitas, aktifitas seksual, tidur dan istirahat.

    b. Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir, belajar

    memori dan konsentrasi.

    c. Tingkat aktifitas (level of independence): mobilitas, aktifitas sehari-hari,

    komunikasi, kemampuan kerja.

    d. Hubungan sosial (sosial relationship): hubungan sosial, dukungan sosial.

    e. Lingkungan (environment), keamanan, lingkungan rumah, kepuasan

    kerja.

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita

    DM tipe 2 yaitu sebagi berikut:

  • 26

    a. Usia

    DM tipe 2 merupakan jenis DM yang paling banyak jumlahnya yaitu

    sekitar 90-95% dari seluruh penyandang DM dan banyak dialami oleh

    dewasa diatas 40 tahun. Hal ini disebabkan resistensi insulin pada DM

    tipe 2 cenderung meningkat pada lansia 40-65, riwayat obesitas dan

    adanya faktor ketutunan. Setelah memasuki tahap usia pertengahan, lansia

    mempunyai kebutuhan dalam menjaga kesehatan. Sehingga usia

    mempengaruhi seseorang dalam menerima perubahan kondisi sakit dan

    datang ke pelayanan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2002).

    b. Jenis kelamin

    DM memberikan efek yang kurang baik terhadap kualitas hidup. Wanita

    mempunyai kualitas hidup yang lebih rendah dengan penderita laki-laki

    secara bermakna (Gutam et al, 2009 dalam Yusra 2011). Dalam penelitian

    Wu (2007) dalam Yusra (2011), penderita DM laki-laki lebih banyak

    mendapatkan dukungan dari keluarga, sehingga penderita DM laki-laki

    memiliki kualitas hidup yang lebih baik dari penderita wanita.

    c. Tingkat pendidikan

    Kualitas hidup yang rendah juga signifikan berhubungan dengan tingkat

    pendidikan yang rendah dan kebiasaan aktifitas fisik yang kurang baik.

    Tingkat pendidikan akan mempengaruhi penderita dalam mengatur

    dirinya sendiri (Gautman et al, 2009 dalam Yusra 2011).

  • 27

    d. Status sosial ekonomi

    Menurut Isa & Baiyewu (2006), pendapatan yang rendah berhubungan

    secara bermakna dengan kualitas hidup penderita DM.

    e. Lama menderita DM

    Pada penelitian Fisher (2005) dalam Yusra (2011), responden yang baru

    menderita DM selama 4 bulan sudah menunjukan efikasi diri yang baik

    tentunya perawatan diri pasien juga akan baik sehinga mampu

    mempertahankan kualitas hidup yang lebih baik juga. Sedangkan

    penelitian Wu et al (2006) dalam Yusra (2011) menemukan bahwa pasien

    yang menderita DM 11 tahun memiliki efikasi diri yang baik daripada

    pasien yang menderita DM

  • 28

    3. Keluarga

    Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,

    kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan

    budaya dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial

    dari setiap anggota keluarga. Peran keluarga diharapkan dapat meningkatkan

    perawatan bagi penderita DM memenuhi kebutuhannya sehari-hari

    (Friedman, 2010).

    Penggolongan keluarga didasarkan kepada pemenuhan kebutuhan

    primer, sekunder, dan tersier (Triyanto, 2011). Lebih jelasnya akan diuraikan

    berikut ini:

    a. Keluarga Sejahtera

    Keluarga yang dibentuk atas dasar perkawinan sah mampu memenuhi

    kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak bertaqwa kepada Tuhan

    Yang Maha Esa, memiliki hubungan serasi selaras, dan seimbang

    antaranggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Tujuan

    keperawatan pada keluarga ini adalah meningkatkan pengetahuan keluarga

    tentang masalah yang dihadapi, kemampuan keluarga dalam menganalisis

    potensi dan peluang yang dimilikinya, kemauan masyarakat dalam

    memecahkan masalahnya secara mandiri, kegotongroyongan dan

    kesetiakawanan sosial dalam membantu keluarga, khususnya keluarga

    prasejahtera untuk meningkatkan kesejahteraannya.

  • 29

    b. Keluarga Pra Sejahtera

    Keluarga prasejahtera adalah keluarga yang belum dapat memenuhi

    kebutuhan dasarnya secara minimal. Pada keluarga prasejahtera,

    kebutuhan dasar belum sepenuhnya terpenuhi, yaitu melaksanakan ibadah

    menurut agamanya oleh masing-masing anggota keluarga, umumnya

    seluruh anggota keluarga dalam sehari makan dua kali atau lebih, seluruh

    anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas di rumah,

    bekerja, sekolah, dan berpergian, lantai rumah terluas lantai tanah, dan bila

    ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke pelayanan kesehatan.

    c. Keluarga Sejahtera II

    Keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah

    dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat

    memenuhi kebutuhan pengembangannya, misalnya kebutuhan untuk

    menabung dan perolehan informasi.

    d. Keluarga Sejahtera III

    Keluarga sejahtera III adalah keluarga yang telah dapat memenuhi

    kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi

    belum dapat memberikan sumber yang teratur bagi masyarakat, misalnya

    sumbangan materi dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.

    e. Keluarga Sejahtera III Plus

    Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang telah dapat

    memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan pengembangan

    serta telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif

  • 30

    dalam kegiatan kemasyarakatan. Kebutuhan fisik, sosial psikologis, dan

    pengembangan telah terpenuhi, serta memiliki kepedulian sosial yang

    tinggi.

    4. Sikap dan Perilaku

    a. Sikap

    Sikap manusia atau sikap telah didefinisikan dalam berbagai versi

    oleh para ahli. Berkowitz bahkan menemukan adanya lebih dari 30

    definisi sikap. Puluhan definisi dan pengertian itu pada umumnya dapat

    dimasukkan ke dalam salah satu diantara tiga kerangka pemikiran

    (Azwar, 2007).

    Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli

    psikologi seperti Louis Thurstone (1928; salah seorang tokoh terkenal

    dibidang pengukuran sikap), Rensis Likert (1932; seorang pionir di

    bidang pengukuran sikap), dan Charles Osgood (Azwar, 2007). Menurut

    mereka, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap

    seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau

    memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak

    memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Azwar, 2007).

    Kelompok pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli seperti

    Chave (1928), Bogardus (1931), LaPierre (1934), Mead (1934), dan

    Gordon Allport ( 1935), sikap merupakan semacam kesiapan untuk

    bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu (Azwar, 2007).

    Kelompok ketiga menurut Secord & Backman (1964), sikap sebagai

  • 31

    keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afektif), pemikiran (kognitif),

    dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di

    lingkungan sekitarnya (Azwar, 2007).

    Menurut Alloprt (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu

    terdiri dari 3 komponen pokok yakni:

    1). Kepercayaan atau keyakinan ide, dan konsep terhadap objek, artinya

    bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

    objek. Sikap orang terhadap penyakit DM misalnya, berarti

    bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit

    DM.

    2). Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya

    bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang

    tersebut terhadap objek. Seperti contoh, bagaimana orang menilai

    terhadap penyakit DM, apakah DM yang biasa saja atau penyakit

    yang membahayakan.

    3). Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah

    komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap

    adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka

    (tindakan). Misalnya tentang contoh sikap terhadap penyakit DM di

    atas, adalah apa yang dilakukan seseorang jika ia menderita penyakit

    DM.

  • 32

    Gambar 2.1. Konsepsi Skematik Rosenberg & Hovland mengenai Sikap

    (diadaptasi dari Fishbein & Ajzen, 1975 hal 340 dalam Azwar, 2007)

    Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang di alami

    oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar

    adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota

    kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling

    mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi

    hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-

    masing individu sebagai anggota masyarakat. Interaksi sosial yaitu

    meliputi hubungan antar individu dengan lingkungan fisik maupun

    lingkungan psikologis di sekelilingnya (Azwar, 2007).

    Stimulus Sikap

    Afek

    Perilaku

    Kognisi

    Respon saraf

    simpatik

    Pernyataan lisan

    tentang afek

    Respon perseptual

    Pernyataan lisan

    tentang keyakinan

    Tindakan yang

    tampak

    Pernyataan lisan

    mengenai perilaku

  • 33

    Berbagai tingkatan sikap yaitu sebagai berikut :

    a) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subjek mau dan

    memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

    b) Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,

    mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

    indikasi dari sikap ini, karena dengan suatu usaha untuk menjawab

    suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas

    pekerjaan ini benar atau salah bahwa orang menerima ide tersebut.

    c) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan suatu

    masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.

    d) Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah

    dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi

    dalam tingkatan sikap.

    b. Perilaku

    Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

    organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut

    pandang biologis semua mahkluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,

    binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka

    mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan

    perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari

    manusia yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain:

    berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

    membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang

  • 34

    dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas

    manusia, baik yang dapat diamati langsung (Notoatmodjo, 2007)

    Faktor penentu perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena

    perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor. Faktor-faktor yang

    membentuk perilaku tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar. 2.2. Skema Perilaku (Notoatmodjo, 2010)

    Faktor pengalaman, keyakinan, lingkungan fisik, sarana prasarana,

    dan sosio budaya akan menimbulkan pengetahuan, sikap, persepsi,

    keinginan, kehendak, dan motivasi yang pada gilirannya akan membentuk

    perilaku manusia (Notoatmodjo, 2010). Beberapa teori lain yang

    merupakan turunan dari konsep umum tersebut telah dicoba

    dikembangkan oleh para ahli lain, diantaranya yaitu:

    Pengalaman

    Fasilitas

    Sosiobudaya

    EKSTERNAL INTERNAL

    Persepsi

    Pengetahuan

    Keyakinan

    Keinginan

    Motivasi

    Niat

    Sikap

    RESPONS

    PERILAKU

  • 35

    1). Teori ABC (Sulzer, Azaroff, Mayer, 1977 dalam Notoatmodjo, 2010)

    Teori ABC atau lebih dikenal dengan model ABC ini mengungkapkan

    bahwa perilaku adalah merupakan suatu proses dan sekaligus hasil

    interaksi antara: Antacedent, Behaviour, Concequences.

    a) Antacendent

    Merupakan suatu pemicu yang menyebabkan seorang berperilaku,

    yakni kejadian-kejadian dilingkungan kita.

    b) Behavior

    Reaksi atau tindakan terhadap adanya pemicu tersebut.

    c) Concequences

    Kejadian selanjutnya yang mengikuti perilaku atau tindakan

    tersebut.

    2). Teori Thoughs and Feeling

    World Health Organization atau WHO (1984) menganalisis bahwa

    yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena 4

    alasan pokok, yaitu:

    a). Pengetahuan

    Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman

    orang lain.

    b). Kepercayaan

    Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.

    Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan

    tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

  • 36

    c). Sikap

    Sikap menggambarkan kesiapan seseorang dikarenakan suka atau

    tidak sukanya terhadap objek.

    d). Orang penting sebagai referensi

    apabila perilaku seseorang dianggap penting, maka apa yang ia

    katakan atau perbuatan cenderung untuk dicontoh.

    e). Sumber-sumber lain

    Sumber daya disini mencakup fasilitas, materiil, waktu, tenaga,

    dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku suatu

    kelompok masyarakat.

    Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), merumuskan bahwa

    perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus

    (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

    adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut

    merespons, maka teori Skinner ini disebut teori S-O-R atau Stimulus

    Organisme Respons. Skinner membedakan adanya dua respons:

    1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan

    oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini

    disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons respons

    yang relative tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan

    keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup,

    dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku

    emosional misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau

  • 37

    menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan

    pesta, dan sebagainya.

    2. Operant respons dan instrumental respons, yakni respons yang timbul

    dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang

    tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation dan reinforce,

    karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas

    kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons terhadap

    uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan

    dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan

    lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

    Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku

    kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus

    atau objek yang berkaitan dengan sakit, dan penyakit, sistem pelayanan

    kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.

    Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi

    3 kelompok yaitu:

    a) Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)

    Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau

    menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan

    bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini

    terdiri dari 3 aspek yaitu perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan

    penyakit bila sakit, dan pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh

    dari penyakit. Kemudian perilaku peningkatan kesehatan, apabila

  • 38

    seseorang dalam keadaan sehat. Yang terakhir yaitu perilaku gizi atau

    makanan dan minuman.

    b) Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan

    kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (Health

    seeking behavior)

    Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada

    saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku

    ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari

    pengobatan ke luar negeri.

    c) Perilaku kesehatan lingkungan

    Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik

    maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut

    tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana

    seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak

    mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya.

    Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat

    pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan sebagainya

    (Notoatmodjo, 2007).

    Soewondo (2005) dalam Nidya (2008) menyatakan bahwa stres-

    stres yang dialami penderita fisik maupun mental berhubungan dengan

    sakitnya dan secara tidak disadari atau tidak langsung dirasakan oleh

    orang tua dan keluarga penderita, maka akan timbul suatu kesalahan-

    kesalahan sikap keluarga dan penderita. Lingkungan yang mempengaruhi

  • 39

    perilaku tidak hanya terbatas pada lingkungan fisik saja, tetapi juga

    lingkungan psikologis, sosial, ekonomi, dan budaya. Hal ini selanjutnya

    akan mempengaruhi cara hidup sehat manusia. Sehingga peran keluarga

    seperti sikap dan perilaku keluarga dipandang sebagai naluri untuk

    melindungi anggota keluarga yang sakit. Ada semacam hubungan yang

    kuat antara keluarga dan status kesehatan anggotanya setiap aspek

    perawatan kesehatan anggota keluarga mulai dari segi strategi

    pencegahan sampai fase rehabilitasi (Sundari & Setyawati, 2006).

    Selain itu berdasarkan penelitian Norhayati (2009) tentang

    Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga terhadap Tindakan

    Dukungan Kontrol Gula Darah pada Penderita DM di Kabupaten

    Ponorogo menyatakan bahwa sikap keluarga berhubungan dan

    memberikan dampak terhadap dukungan kontrol gula darah pada

    penderita DM. Hasil penelitian Hariyadi (2010) menyatakan bahwa

    perilaku keluarga sadar gizi mempunyai hubungan yang signifikan

    terhadap status gizi balita dilihat dari TB/U.

  • 40

    B. Kerangka Teori

    Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dijelaskan maka dibentuk

    kerangka teori penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

    Gambar 2.3. Kerangka teori

    ( Smeltzer & Bare, 2002; Trisnawati, 2012; Sherwood, 2011; Novelia, 2008; WHO

    2004 dalam Sari 2013; Notoatmodjo, 2010 )

    Faktor risiko: usia,

    jenis kelamin,

    pendidikan,

    aktivitas, dan

    obesitas.

    DM tipe 1

    dan tipe 2

    Gangguan

    metabolisme

    hiperglikemi

    Kualitas hidup

    Faktor-faktor yang

    mempengaruhi

    Kualitas Hidup:

    Usia, Jenis kelamin,

    pendidikan, sosek,

    lama menderita DM,

    komplikasi.

    Sikap dan perilaku

    keluarga

    Komplikasi DM

  • 41

    C. Kerangka Konsep

    Kerangka konsep merupakan fokus penelitian yang akan diteliti, kerangka

    konsep ini terdiri dari variabel bebas (independen) dan variabel terikat

    (dependen). Adapun kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

    Keterangan:

    : diteliti

    : variabel pengganggu

    Gambar 2.4. Kerangka konsep penelitian

    Variabel pengganggu

    Faktor yang mempengaruhi kualitas

    hidup:

    1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Pendidikan 4. Lama menderita 5. Sosial Ekonomi 6. Komplikasi DM

    Sikap dan perilaku

    keluarga

    DM

    Tipe 2 Kualitas Hidup

    Variabel Bebas Variabel terikat

  • 42

    D. Hipotesis Penelitian

    Arikunto (2002) mengartikan hipotesis sebagai suatu teori sementara

    yang kebenarannya perlu diuji. Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep

    tersebut, maka peneliti menggunakan rumusan hipotesis alternatif (Ha) dalam

    penelitian yaitu:

    1. Ada hubungan antara sikap keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe

    2.

    2. Ada hubungan antara perilaku keluarga dengan kualitas hidup penderita DM

    tipe 2.

  • 43

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Desain Penelitian

    1. Jenis penelitian

    Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan

    pendekatan cross-sectional. Penelitian Crossectional merupakan salah

    satu desain penelitian observasional. Peneliti hanya melakukan observasi

    dan melakukan pengukuran variabel pada satu saat tertentu saja.

    Pengukuran variabel tidak terbatas harus tepat pada satu waktu

    bersamaan, namun mempunyai makna bahwa setiap subyek hanya

    dikenai satu kali pengukuran, tanpa dilakukan tindak lanjut atau

    pengulangan pengukuran (Saryono, 2011).

    Penelitian yang dilakukan meneliti hubungan sikap dan perilaku

    keluarga dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2.

    2. Lokasi penelitian

    Lokasi penelitian yaitu posisi geografis dimana responden berada

    sehingga proses penelitian dapat dilakukan. Penelitian ini dilaksanakan

    pada penderita DM tipe 2 yang merupakan pasien di Wilayah kerja

    Puskesmas I Kembaran yang terdiri dari 8 desa yaitu desa Kembaran,

    Linggasari, Purbadana, Karangsari, Karangsoka, Dukuhwaluh,

    Bantarwuni, dan Tambaksari. Adapun peneliti memilih pasien DM di

    Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran karena berdasarkan data Dinas

  • 44

    Kesehatan Kabupaten Banyumas, Puskesmas I Kembaran termasuk

    peringkat kedua dalam hal angka kejadian penderita DM tipe 2. Selain

    itu, di Wilayah kerja Puskesmas I Kembaran juga belum pernah

    dilakukan penelitian tentang hubungan sikap dan perilaku keluarga

    dengan kualitas hidup penderita DM tipe 2.

    3. Waktu penelitian

    Waktu penelitian merupakan rentang waktu yang dibutuhkan

    untuk dilakukan penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan September-

    Desember 2013.

    B. Populasi dan Sampel

    1. Populasi

    Santjaka (2009) mendefiniskan populasi yaitu keseluruhan subjek

    dimana sebagian dari padanya akan dilakukan pengukuran. Hasil

    pengukuran menjadi dasar untuk generalisasi penelitian. Berdasarkan

    studi pendahuluan di Puskesmas I Kembaran, populasi penderita DM

    yang mendapatkan pelayanan rawat jalan sebanyak 56 penderita DM tipe

    2.

    2. Sampel

    Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dengan

    menggunakan suatu teknik pengambilan sampel. Pengambilan sampel

    dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling (Saryono,

  • 45

    2011). Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah

    sejumlah 50 penderita.

    Adapun pemilihan sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan

    eksklusi sebagai berikut:

    a. Kriteria Inklusi

    1) Usia penderita DM tipe 2 40 tahun

    2) Lama menderita

  • 46

    1. Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang

    menstimulasi target (Saryono, 2011). Variabel bebas dalam penelitian

    yang dilakukan yaitu sikap dan perilaku keluarga.

    2. Variabel terikat (dependent variable) merupakan variabel yang

    dipengaruhi dan menjadi akibat dari variabel bebas (Hidayat, 2003).

    Variabel terikat dalam penelitian yang akan dilakukan yaitu kualitas

    hidup.

    D. Definisi Operasional Variabel

    Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data

    dan menghindari perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup

    variabel (Saryono, 2011). Adapun definisi operasional dalam penelitian ini

    adalah sebagai berikut:

    Tabel 3.1 Definisi Operasional

    No Variabel Definisi

    operasional

    Alat ukur Hasil Ukur Skala data

    1. Sikap

    Keluarga

    Kesiapan

    keluarga

    untuk

    bereaksi

    terhadap

    suatu objek

    atau

    perawatan

    dan

    pengobatan

    penderita

    DM dengan

    cara-cara

    tertentu

    Menggunakan

    kuesioner yang

    dimodifikasi dari

    penelitian Nidya

    (2008)

    Sikap

    kurang :

    9-22

    Sikap baik :

    23-36

    b

    a

    Ordinal

    2. Perilaku

    keluarga

    Semua

    kegiatan

    atau

    aktivitas

    Menggunakan

    kuesioner yang

    dimodifikasi dari

    penelitian Nidya

    Perilaku

    kurang :9-

    22

    Ordinal

  • 47

    keluarga

    yang dapat

    diamati

    langsung

    oleh pihak

    luar dalam

    perawatan

    dan

    pengobatan

    penderita

    DM

    (2008)

    Perilaku

    baik : 23-36

    4. Kualitas

    hidup

    Persepsi

    atau

    pandangan

    subjektif

    pasien DM

    tipe 2

    terhadap

    kepuasan

    dan dampak

    yang

    dirasakan,

    baik

    terhadap

    kemampuan

    fisik,

    psikologis,

    hubungan

    sosial dan

    lingkungan.

    Menggunakan

    kuesioner

    DQOL

    (Diabetes

    Quality of Life)

    dari (Munoz

    &Thiagarajan,

    1998)

    dimodifikasi

    oleh Tyas (2008)

    kemudian diuji

    validitas dan

    reliabilitas oleh

    Yusra (2010).

    Kualitas

    hidup buruk

    : 28-69

    Kualitas

    hidup baik :

    70-112

    Ordinal

    E. Instrumen penelitian

    Saryono (2011) menyebutkan bahwa instrumen merupakan suatu alat

    ukur yang dikembangkan untuk menerjemahkan variabel yang dipergunakan

    dalam mengungkap data suatu penelitian. Instrumen penelitian merupakan

    hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian karena menentukan

    keakuratan data yang diperoleh.

    Pada setiap individu dilakukan pencatatan data demografi yaitu

    dengan melengkapi kuesioner karakteristik individu berisi pertanyaan pada

  • 48

    penderita DM yaitu tanggal lahir, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, dan

    pekerjaan.

    1. Kuesioner karakteristik demografi responden yaitu usia, pendidikan, dan

    pekerjaan penderita.

    2. Kuesioner sikap dan perilaku keluarga

    Kuesioner sikap dan perilaku keluarga ini dimodifikasi dari

    penelitian yang dilakukan oleh Nidya (2008) tentang hubungan sikap,

    perilaku, dan partisipasi keluarga terhadap kadar gula darah penderita DM

    tipe 2 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta bulan Januari-Juli 2008.

    Kuesioner ini terdapat tiga bagian yaitu kuesioner sikap dan perilaku

    keluarga dengan kisi-kisi sebagai berikut:

    Tabel 3.2. Kisi-kisi kuesioner sikap

    No. Sub Variabel Pernyataan

    Favorable

    Pernyataan

    Unfavorable

    1. Diit penderita DM 2, 1

    2. Pengobatan 3, 5, 8 - 3. Informasi DM 9 7

    4. Keterlibatan Keluarga 4 -

    5. Motivasi keluarga 6

    Kuesioner sikap terdapat 9 pernyataan terdiri dari 7 pernyataan

    favorable dan 2 pernyataan unfavorable dengan jawaban (A) = selalu, (B)

    = sering, (C) =kadang-kadang, (D) = tidak pernah. Pada pernyataan

    favorable jawaban selalu memilki nilai tertinggi yaitu 4, dan jawaban tidak

    pernah memiliki nilai terendah yaitu 1. Untuk pernyataan unfavorable

    yaitu sebaliknya. Rentang jawaban menggunakan skala likert. Jumlah

    kumulatif jawaban dengan nilai tertinggi dari kuesioner sikap yaitu 36, dan

  • 49

    nilai terendah 9. Kemudian dikategorikan yaitu 9-22 dikategorikan sikap

    kurang dan 23-36 dikategorikan sikap baik.

    Tabel 3.3. Kisi-kisi kuesioner perilaku

    No. Sub Variabel Pernyataan

    Favorable

    Pernyataan

    Unfavorable

    1. Diit penderita DM 2 1

    2. Pengobatan 3, 6 7, 8

    3. Informasi DM 5 -

    4. Aktifitas fisik penderita 4 -

    5. Meminimalkan resiko 9

    Kuesioner perilaku terdapat 9 pernyataan terdiri dari 6 pernyataan

    favorable dan 3 pernyataan unfavorable dengan jawaban (A) = selalu, (B)

    = sering, (C) = kadang-kadang, (D) = tidak pernah. Pada pernyataan

    favorable jawaban selalu memilki nilai tertinggi yaitu 4, dan jawaban tidak

    pernah memiliki nilai terendah yaitu 1. Untuk pernyataan unfavorable

    yaitu sebaliknya. Rentang jawaban menggunakan skala likert. Jumlah

    kumulatif jawaban dengan nilai tertinggi dari kuesioner perilaku yaitu 36,

    dan nilai terendah 9. Kemudian dikategorikan yaitu 9-22 dikategorikan

    perilaku kurang dan 23-36 dikategorikan perilaku baik.

    3. Kuesioner kualitas hidup

    Kuesioner ini untuk menilai variabel dependen yaitu kualitas

    hidup. Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang

    dimodifikasi oleh Tyas (2008) dari (Munoz &Thiagarajan, 1998) yang

    kemudian diuji validitas dan reliabilitas oleh Yusra (2010), yaitu DQOL

    (Diabetes Quality of Life) guna mengukur kualitas hidup pada pasien

    diabetes. Awalnya kuesioner terdiri atas 30 item pertanyaan dengan

  • 50

    rentang jawaban menggunakan skala likert. Nilai validitas instrument

    adalah 0,3 dan nilai reliabilitas adalah Alpha Cronbach 0,9.

    Kemudian kuesioner yang dimodifikasi oleh Tyas (2008) diuji

    validitas dan reliabilitas oleh Yusra (2011). Hasil uji coba validitas dan

    reliabilitas pada kuesioner kualitas hidup yang dilakukan oleh Yusra

    (2011) kepada 20 responden, terdapat 6 pertanyaan yang kurang valid, dan

    pertanyaan tersebut diperbaiki redaksi kalimatnya menjadi lebih spesifik.

    Selanjutnya instrumen kualitas hidup yang telah diperbaiki digunakan

    untuk pengambilan data dengan jumlah responden 30 yang diambil secara

    random. Hasil uji validitas dan reliabilitas dengan degree of freedom 30-

    2=28 (r tabel 0,361), pada kualitas hidup terdapat 2 item pertanyaan yang

    tidak valid yaitu nomor 44 dan 53. Kedua pertanyaan tersebut dikeluarkan

    dari instrumen, sehingga pertanyaan yang valid dan reliabel adalah 28 item

    dengan nilai validitas (r= 0,428-0,851) dan nilai reliabelnya (Alfha

    Cronbach = 0,963).

    Tabel 3.5. Kisi-kisi kuesioner kualitas hidup

    No. Sub Variabel Pernyataan

    Favorable

    Pernyataan

    Unfavorable

    1. Kesehatan fisik 1, 2, 3, 6, 8, 10,

    12

    14, 15, 16

    2. Kesehatan psikologis 5, 13, 18 19, 20, 23, 25,

    26, 27, 28

    3. Tingkat aktivitas 9, 11 21, 22

    4. Hubungan sosial 4, 7 17

    5. Lingkungan - 24

    Kuesioner terdiri atas 28 item pertanyaan dengan rentang jawaban

    menggunakan skala likert. Rentang untuk pertanyaan kepusasan adalah

  • 51

    4=sangat puas, 3=puas, 2=tidak puas, 1=sangat tidak puas. Sedangkan

    untuk dampak pada pertanyaan positif rentangnya adalah 1=tidak pernah,

    2=jarang, 3=sering, 4=selalu dan pada pertanyaan negative rentangnya

    adalah 4=tidak pernah, 3=jarang, 2=sering, 1=setiap saat. Jumlah

    kumulatif dari jawaban dengan nilai tertinggi 112 dan nilai terendah 28,

    kemudian dikategorikan yaitu 28-69 dikategorikan kualitas hidup buruk

    dan 70-112 dikategorikan kualitas hidup baik.

    F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

    1. Uji Validitas

    Validitas adalah indeks yang menunjukan alat ukur tersebut benar-

    benar mengukur apa yang diukur, pengukuran validitas kuesioner

    dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan dan kecermatan alat ukur

    untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Notoatmodjo, 2010).

    Rumus yang digunakan yaitu pearson product moment:

    Keterangan:

    r : Koefisien korelasi

    X : Jumlah skor pertanyaan

    Y : Jumlah skor total

    n : Jumlah responden

  • 52

    Kriteria pengujian :

    Apabila r hitung > r tabel, maka item pertanyaan valid

    Apabila r hitung < r tabel, maka item pertanyaan adalah tidak

    valid

    Bila sudah ada kuesioner atau instrumen pengumpul data yang

    standar, maka bisa digunakan oleh peneliti (Saryono, 2011). Peneliti tidak

    melakukan uji validitas dan reliabilitas pada kuesioner kualitas hidup

    penderita DM. Hal tersebut berdasarkan penelitian Yusra (2011) guna

    mengukur kualitas hidup pada pasien DM kuesioner ini terdiri 28 item

    pertanyaan dengan rentang jawaban menggunakan skala likert. Nilai

    validitas instrumen ini adalah r=0,428-0,851.

    Kuesioner sikap dan perilaku keluarga dimodifikasi dari penelitian

    yang dilakukan oleh Nidya (2008) tentang hubungan sikap, perilaku, dan

    partisipasi keluarga terhadap kadar gula darah penderita DM tipe 2 di RS

    PKU Muhammadiyah Yogyakarta bulan Januari-Juli 2008.

    Dan diuji validitas oleh peneliti kepada penderita DM tipe 2 di

    Wilayah kerja Puskesmas II Baturaden. Jumlah responden pada uji

    validitas yaitu sebanyak 30 penderita DM tipe 2. Berdasarkan hasil uji

    validitas pada kuesioner sikap keluarga terdapat 9 pernyataan yang

    dinyatakan valid yaitu pernyataan nomor 2, 3, 9, 13, 14, 15, 16, 17, 18

    dan pernyataan yang dinyatakan tidak valid berjumlah 9 yaitu nomor 1, 4,

    5, 6, 7, 8, 10, 11, 12. Pernyataan yang tidak valid dikeluarkan dari

    kuesioner tersebut.

  • 53

    Tabel 3.6. Nilai korelasi butir pertanyaan pada variabel sikap keluarga

    Pertanyaan p value Nilai r Kesimpulan

    1 0,090 0,315 Tidak Valid

    2 0.034 0.388 Valid

    3 0.000 0.709 Valid

    4 0.316 0.189 Tidak Valid

    5 0.831 0.041 Tidak Valid

    6 0.065 0.341 Tidak Valid

    7 0.502 0.128 Tidak Valid

    8 0.108 0.300 Tidak Valid

    9 0.001 0.557 Valid

    10 0.419 0.153 Tidak Valid

    11 0.165 0.260 Tidak Valid

    12 0.170 0.257 Tidak Valid

    13 0,004 0,516 Valid

    14 0.000 0.597 Valid

    15 0,009 0,470 Valid

    16 0,015 0,441 Valid

    17 0,000 0,696 Valid

    18 0,000 0,620 Valid

    Berdasarkan hasil uji validitas pada kuesioner perilaku keluarga

    terdapat 9 pernyataan yang dinyatakan valid yaitu pernyataan nomor 2, 3,

    5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan pernyataan yang dinyatakan tidak valid sebanyak

    2 yaitu pernyataan nomor 1 dan 4. Pernyataan yang tidak valid

    dikeluarkan dari kuesioner tersebut.

    Tabel 3.7. Nilai korelasi butir pertanyaan pada variabel perilaku keluarga

    Pertanyaan p value Nilai r Kesimpulan

    1 0,057 0,352 Tidak Valid

    2 0.000 0.668 Valid

    3 0.000 0.694 Valid

    4 0.125 0.287 Tidak Valid

    5 0.000 0.637 Valid

    6 0.005 0.500 Valid

    7 0.000 0.700 Valid

    8 0.000 0.689 Valid

    9 0.000 0.739 Valid

    10 0.000 0.637 Valid

    11 0.002 0.534 Valid

  • 54

    2. Uji Reliabilitas Instrumen

    Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat

    dipercaya dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap

    kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama.

    Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut pengukuran yang

    reliabel. Walaupun reliabilitas mempunyai berbagi makna lain seperti

    keterpercayaan, keterandalan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya,

    namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah

    sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya.

    Rumus untuk melakukan uji reliabilitas adalah sebagai berikut:

    Keterangan:

    : Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach

    K : Jumlah item pertanyaan yang diuji

    s 2 : Jumlah varians skor item

    SX2 : Varians skor-skor tes (seluruh item K)

    Peneliti tidak melakukan uji reliabilitas pada kuesioner kualitas

    hidup penderita DM. Hal tersebut berdasarkan penelitian Yusra