tb paru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

keperawatan

Citation preview

  • 5/28/2018 tb paru

    1/22

    7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A.Tuberkulosis Paru1. Definisi

    Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

    kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

    menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (DepKes,

    2007). Mycobacterium tuberculosis menyebabkan TBC dan merupakanpatogen manusia yang sangat penting (Jawetz, Melnick & Adfcerg, 2008).

    Sebagian besar dinding kuman terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan

    dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap

    asam (asam alkohol) sehingga bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih

    tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat hidup dalam udara

    kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena kuman berada

    dalam sifat dormant. Sifat dormant inilah yang dapat menyebabkan penyakit

    tuberkulosis menjadi aktif lagi (Bahar, 2003).

    2. Cara PenularanSebagian besar basilMycobacterium masuk ke dalam jaringan paru melalui

    airborne infection). Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan

    kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang

    mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama

    beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke

    dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh

    manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru

    ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran

    limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh

    lainnya (Depkes, 2007).

    7

  • 5/28/2018 tb paru

    2/22

    8

    3. KlasifikasiBerdasarkan Depkes (2007) Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien

    tuberculosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal ,

    yaitu:

    a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;b. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif

    atau BTA negatif;

    c. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.d. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobatiManfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah untuk

    menentukan paduan pengobatan yang sesuai, registrasi kasus secara benar,

    menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif, dan analisis kohort hasil

    pengobatan. Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori

    diagnostik sangat diperlukan untuk menghindari terapi yang tidak adekuat

    (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya resistensi, menghindari

    pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan

    pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective) dan mengurangi

    efek samping.

    Ada beberapa klasifikasi TB yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:

    a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:1)Tuberkulosisparu

    Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar

    pada hilus.

    2)Tuberkulosis ekstra paruTuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

    pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,

    tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,

    dan lain-lain.

  • 5/28/2018 tb paru

    3/22

    9

    b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu padaTB Paru:

    1)Tuberkulosis paru BTA positif.a)Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

    positif.

    b)1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dadamenunjukkan gambaran tuberkulosis.

    c)1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TBpositif.

    d)1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimendahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif

    dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

    2)Tuberkulosis paru BTA negatifKasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

    Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

    a)Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.b)Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.c)Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.d)Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

    c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.1)TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat

    keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat

    bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paruyang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum

    pasien buruk.

    2)TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahanpenyakitnya, yaitu:

    a)TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritiseksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan

    kelenjar adrenal.

  • 5/28/2018 tb paru

    4/22

    10

    b)TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB

    usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

    d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadibeberapa tipe pasien, yaitu:

    1)Kasus baruAdalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

    pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

    2)Kasus kambuh (Relaps)Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

    pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau

    pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan

    atau kultur).

    3)Kasus setelah putus berobat (Default)Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

    dengan BTA positif.

    4)Kasus setelah gagal (Failure)Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

    kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

    pengobatan.

    5)Kasus Pindahan (Transfer In)Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB

    lain untuk melanjutkan pengobatannya.6)Kasus lain:

    Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam

    kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil

    pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

  • 5/28/2018 tb paru

    5/22

    11

    4. Gejala - gejala TuberkulosisGejala-gejala tuberkulosis terdiri atas gejala umum yaitu batuk terus-

    menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih dan gejala lain, yang

    sering dijumpai yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan

    rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun,

    malaise, berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, serta demam/ meriang

    lebih dari sebulan (Depkes, 2007).

    5. Komplikasi TuberculosisKomplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut menurut

    Depkes (2005):

    a. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapatmengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau

    tersumbatnya jalan nafas.

    b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkialc. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis

    (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau retraktif) pada

    paru.

    d. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan:kolapsspontan karena kerusakan jaringan paru.

    e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian,ginjaldan sebagainya.

    f. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap dirumah

    sakit. Penderita TBC paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah

    sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini

    seringkali dikelirukan dengan kasus sembuh. Pada kasus seperti

    ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup

    diberikan pengobatan simtomatis. Bila pendarahan berat, penderita harus

    dirujuk ke unit spesialistik (Depkes, 2005).

  • 5/28/2018 tb paru

    6/22

    12

    6. Masalah Tuberkulosis di IndonesiaHasil evaluasi pada tahun 1998 menggambarkan bahwa cakupan penemuan

    penderita baru mencapai 9,8% dengan angka keberhasilan 89%, sehingga

    WHO menggolongkan Indonesia sebagai penyelenggara program yang baik

    tapi ekspansi sangat lambat (Depkes, 1999). Berdasarkan hasil Suskernas

    tahun 2004, prevalensi TB di DIY dan Bali sebesar 64 per 100.000

    penduduk, di Jawa 107 per 100.000, di Sumatra 160 per 100000, dan yang

    tertinggi daerah Indonesia Timur sebesar 210 per 100.000 penduduk.

    Keadaan ini masih memprihatinkan padahal Menteri Kesehatan melalui SK

    Menkes 2004 sudah menyatakan program TB di Indonesia menunjukkan

    hasil yang baik dan pemerintah telah mencanangkan program bebas biaya

    untuk pemberantasan TB.

    Peningkatan kembali morbiditas penyakit TB ini, ternyata diikuti oleh

    peningkatan prevalensi Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap

    banyak obat atau Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB). Batasan

    MDR-TB menurut American Thoracic Society (ATS) adalah strain M.

    tuberculosis yang secara in vitro resisten terhadap isoniazid (INH) dan

    rifampisin, dengan atau tanpa resisten terhadap OAT lain. MDR-TB

    seringkali disebabkan oleh pengawasan pengobatan yang tidak benar

    (Depkes, 2002).

    Masalah penanggulangan TB semakin pelik dengan adanya beberapa

    kondisi saat ini seperti ko-infeksi dengan HIV dan berkembangnya

    fenomena resistensi obat. Ko-infeksi TB dan HIV merupakan salah satu

    tantangan terbesar, sebab TB merupakan penyebab utama kematian pada

    orang dengan HIV/AIDS, dan sebaliknya HIV merupakan risiko terbesar

    mengubah TB laten menjadi TB aktif. Sebagai catatan diperkirakan 2,5-3

    juta ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) mengalami ko-infeksi dengan TB

    (Djoerban, 2005).

  • 5/28/2018 tb paru

    7/22

    13

    Menurut Permatasari (2005) hasil penelitian dan program yang dilakukan di

    Indonesia oleh berbagai pihak maka ada beberapa masalah dalam program

    TB yang harus diatasi bersama antara lain:

    a. Belum seragamnya definisi dari Tuberkulosisb. Penemuan penderita yang terkena TB (Deteksi Kasus)c. Ketidakmampuan petugas menurunkan angka DO terhadap OATd. Tidak tersedianya vaksin yang ampuh, yaitu yang bertahan dalam jangka

    waktu lama/ seumur hidup

    e. Angka Multi Drug Resisten (MDR)-TB yang tinggif. Obat pencegahan yang kurang memadai. (Saat ini hanya menyembuhkan

    penderita, tanpa memperhatikan anggota keluarga yang potensial untuk

    tertular)

    g. Kurangnya perhatian dari pihak-pihak terkaith. Lain-lain.

    7. Program DOTS dalam penanggulangan TB di IndonesiaSebagai salah satu program penanggulangan TB pada tahun 1994,

    pemerintah Indonesia bekerja sama dengan World Health Organization

    (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama yang menghasilkan

    rekomendasi, perlunya segera dilakukan perubahan mendasar yang

    kemudian disebut sebagai Strategi DOTS. Sejak saat itulah dimulailah era

    baru pemberantasan TB di Indonesia (Depkes, 1999).

    Upaya penurunan angka penderita TB paru yang telah dilakukan oleh pihak

    program pada tahun 1995 berupa pemberian obat intensif melalui

    puskesmas ternyata kurang berhasil. Survei pada tahun 1995 menunjukkan

    bahwa TB merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit

    kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan dan

    nomor satu dari golongan infeksi (Depkes, 2007).

    Lima kunci utama dalam strategi DOTS yaitu: (1) Komitmen; (2) Diagnosis

    yang benar dan baik; (3) Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat; (4)

  • 5/28/2018 tb paru

    8/22

    14

    Pengawasan penderita minum obat; (5) Pencatatan dan pelaporan penderita

    dengan sistem kohort (WHO, 2006). Kunci sukses penanggulangan TB

    adalah menemukan penderita dan mengobati penderita sampai sembuh.

    WHO menetapkan target global Case Detection Rate (CDR) atau penemuan

    kasus TB menular sebesar 70%, dan Cure Rate (CR) atau angka

    kesembuhan/ keberhasilan pengobatan sebesar 85%.

    Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan angka kesakitan

    TB menular yaitu pada tahun 2001 sebesar 122 per 100.000 penduduk dan

    pada tahun 2005 menjadi 107 per 100.000 penduduk. Hasil yang dicapai

    Indonesia dalam menanggulangi TB hingga saat ini telah meningkat. Angka

    penemuan kasus TB menular yang ditemukan pada tahun 2004 sebesar

    128.981 orang (54%) meningkat menjadi 156.508 orang (67%) pada tahun

    2005. Keberhasilan pengobatan TB dari 86,7 % pada kelompok penderita

    yang ditemukan pada tahun 2003 meningkat menjadi 88,8 % pada tahun

    2004 (Depkes, 2004). Selain itu mulai tahun 2003 dipergunakan Obat Anti

    Tuberkulosis (OAT) dalam bentuk Kombipak bagi penderita dewasa dan

    anak dan didukung pula dalam kebijakan pemerintah melalui Surat

    Keputusan tentang pemberian gratis Obat Anti Tuberkulosis dan Obat Anti

    Retro Viral untuk HIV/AIDS (Depkes, 2005).

    8. Pengobatan Tuberkulosisa. Tujuan Pengobatan

    Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

    kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan

    mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

    b.Jenis, sifat dan dosis OATJenis, sifat dan dosis OAT diuraikan dalam tabel 2.1

  • 5/28/2018 tb paru

    9/22

    15

    Tabel 2.1.

    Jenis, sifat dan dosis OAT

    Jenis OAT Sifat

    Dosis yang direkomendasikan

    (mg/kg)

    Harian 3x seminggu

    Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)

    Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)

    Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)

    Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

    c. Prinsip pengobatanPengobatan tuberkulosis menurut Depkes (2007) dilakukan dengan

    prinsip - prinsip sebagai berikut:

    1)OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

    pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian

    OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan

    sangat dianjurkan.

    2)Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

    pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh

    seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

    3)Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif danlanjutan.

    a)Tahap awal (intensif)(1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari

    dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

    resistensi obat.

    (2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun

    waktu 2 minggu.

    (3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif(konversi) dalam 2 bulan.

  • 5/28/2018 tb paru

    10/22

    16

    (4) Jika setelah pengobatan 2 bulan pasien TB BTA positif belummenjadi BTA negatif (tidak konversi), maka diberikan OAT

    sisipan (HRZE) sama seperti paduan paket untuk tahap intensif

    kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

    b)Tahap Lanjutan(1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

    namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

    (2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistersehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

    d.Paduan OAT yang digunakan di Indonesia1)Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

    Tuberkulosis di Indonesia:

    a) Kategori 1 : 2(HRZE)/ 4(HR)3b) Kategori 2 : 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3

    Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan

    (HRZE)

    c) Kategori Anak: 2HRZ/ 4HR2)Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

    berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori

    anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet

    OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu

    tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini

    dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.3)Paket Kombipak.

    Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,

    Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.

    Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam

    pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

    Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,

    dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin

  • 5/28/2018 tb paru

    11/22

    17

    kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket

    untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. Adapun paket

    obat KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

    1)Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjaminefektifitas obat dan mengurangi efek samping.

    2)Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resikoterjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan

    resep.

    3)Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obatmenjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien

    e. Paduan OAT dan peruntukannya.1)Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

    Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

    a) Pasien baru TB paru BTA positif.b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positifc) Pasien TB ekstra paruTabel 2.2 dan 2.3 menjelaskan dosis untuk paduan OAT KDT dan

    kombipak kategori 1.

    Tabel 2.2.

    Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

    Berat

    Badan

    Tahap Intensif

    tiap hari selama 56 hari

    RHZE (150/75/400/275)

    Tahap Lanjutan

    3 kali seminggu selama 16

    minggu

    RH (150/150)

    3037 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT3854 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

    5570 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

  • 5/28/2018 tb paru

    12/22

    18

    Tabel 2.3.

    Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

    Tahap

    Pengobatan

    Lama

    Pengobatan

    Dosis per hari / kaliJumlah

    hari/kali

    menelan

    obat

    Tablet

    Isoniasid

    @ 300

    mgr

    Kaplet

    Rifampisin

    @ 450

    mgr

    Tablet

    Pirazinamid

    @ 500 mgr

    Tablet

    Etambutol

    @ 250

    mgr

    Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56

    Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48

    2)Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah

    diobati sebelumnya:

    a) Pasien kambuhb) Pasien gagalc) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)Tabel 2.4 dan tabel 2.5 menjelaskan dosis untuk paduan OAT KDT

    dan Kombipak kategori 2

    Tabel 2.4.

    Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2

    Berat

    Badan

    Tahap Intensif

    tiap hari

    RHZE (150/75/400/275) + S

    Tahap Lanjutan

    3 kali seminggu

    RH (150/150) + E(400)

    Selama 56 hariSelama 28

    hariselama 20 minggu

    30-37 kg 2 tab 4KDT

    +500 mg Streptomisininj.

    2 tab 4KDT 2 tab 2KDT

    + 2 tabEtambutol

    38-54 kg 3 tab 4KDT+ 750 mg Streptomisininj. 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT+ 3 tabEtambutol

    55-70 kg 4 tab 4KDT

    + 1000 mg Streptomisininj.

    4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

    + 4 tabEtambutol

    71 kg 5 tab 4KDT

    + 1000mg Streptomisininj.

    5 tab 4KDT 5 tab 2KDT

    + 5 tabEtambutol

  • 5/28/2018 tb paru

    13/22

    19

    Tabel 2.5.

    Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

    Tahap

    Pengobatan

    Lama

    Pengobata

    n

    Tablet

    I soniasid

    @ 300

    Mgr

    Kaplet

    Rifampisin

    @ 450

    Mgr

    Tablet

    Pirazinamid

    @ 500 mgr

    EtambutolStrepto

    misin

    injeksi

    Jumlah

    hari/kali

    menelan

    obat

    Tablet

    @ 250

    Mgr

    Tablet

    @ 400

    mgr

    Tahap

    Intensif(dosis

    harian)

    2 bulan1 bulan

    11

    11

    33

    33

    --

    0,75 gr-

    5628

    TahapLanjutan

    (dosis 3xSeminggu)

    4 bulan 2 1 - 1 2 - 60

    3)OAT Sisipan (HRZE)Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap

    intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Tabel 2.6

    dan 2.7 menjelaskan dosis KDT dan Kombipak untuk sisipan

    Tabel 2.6.

    Dosis KDT untuk Sisipan

    Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari

    RHZE (150/75/400/275)

    3037 kg 2 tablet 4KDT

    3854 kg 3 tablet 4KDT

    5570 kg 4 tablet 4KDT 71 kg 5 tablet 4KDT

    Tabel 2.7.

    Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

    Tahap

    Pengobatan

    Lamanya

    Pengobatan

    Tablet

    Isoniasid

    @ 300

    mgr

    Kaplet

    Ripamfisin

    @ 450 mgr

    Tablet

    Pirazinamid

    @ 500 mgr

    Tablet

    Etambutol

    @ 250

    mgr

    Jumlah

    hari/kali

    menelan

    obat

    Tahap

    intensif

    (dosisharian)

    1 bulan 1 1 3 3 28

    Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida

    (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan

  • 5/28/2018 tb paru

    14/22

    20

    kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut

    jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga

    meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua (Depkes,

    2007)

    f. Permasalahan pengobatan TBProses penyembuhan akan berhasil jika penderita TBC mengkonsumsi

    anti-TB (OAT) secara teratur sampai selesai dengan pengawasan yang

    ketat Keteraturan berobat yaitu diminum tidaknya obat-obat tersebut,

    penting karena ketidakteraturan berobat menyebabkan timbulnya

    masalah resistensi (Taufan, 2008). Walaupun telah ada cara pengobatan

    tuberkulosis dengan efektivitas yang tinggi, angka sembuh masih lebih

    rendah dari yang diharapkan. Penyakit utama terjadinya hal tersebut

    adalah pasien tidak mematuhi ketentuan dan lamanya pengobatan secara

    teratur untuk mencapai kesembuhan. Terutama pemakaian obat secara

    teratur pada 2 bulan fase inisial sering kali tidak tercapai, sementara itu

    dengan mempersingkat lamanya pengobatan menjadi 6 bulan telah

    menunjukkan penurunan angka drop out. Hal ini mudah dimengerti,

    karena kalau penderita tidak tekun meminum obat-obatnya, hasil akhir

    hanyalah kegagalan penyembuhan ditambah dengan timbulnya basil-

    basil TB yang multiresisten. Resistensi obat anti tuberkulosis terjadi

    akibat pengobatan tidak sempurna, putus berobat atau karena kombinasi

    obat anti tuberkulosis tidak adekuat.

    Kondisi seorang penderita penyakit tuberkulosis sering berada dalam

    kondisi rentan dan lemah, baik fisik maupun mentalnya. Kelemahan itu

    dapat menyebabkan penderita tidak berobat, putus berobat, dan atau

    menghentikan pengobatan karena berbagai alasan. TB dapat

    disembuhkan dengan berobat secara teratur sampai selesai dalam waktu

    6-8 bulan.

  • 5/28/2018 tb paru

    15/22

    21

    Masa pemberian obat memang cukup lama yaitu 6-8 bulan secara terus-

    menerus agar dapat mencegah penularan kepada orang lain. Oleh sebab

    itu, para penderita TB jika ingin sembuh harus minum obat secara teratur.

    Tanpa adanya keteraturan minum obat penyakit sulit disembuhkan. Jika

    tidak teratur minum obat penyakitnya sukar diobati kuman TB dalam

    tubuh akan berkembang semakin banyak dan menyerang organ tubuh lain

    akan membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat sembuh biaya

    pengobatan akan sangat besar dan tidak ditanggung oleh pemerintah

    (Ainur, 2008).

    g. Efek samping pemberian OATTabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan

    pendekatan gejala menurut Depkes (2007).

    Tabel 2.8 Efek samping OAT

    Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan

    1) Efek Samping RinganTidak ada nafsu makan,mual, sakit perut

    Rifampisin Semua OAT diminum malam sebelum tidur

    Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin

    Kesemutan s/d rasa

    terbakar di kaki

    INH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100 mg per hari

    Warna kemerahan padaair seni (urine)

    Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa, tapi perlupenjelasan kepada pasien.

    2) Efek Samping BeratGatal dan kemerahan

    kulit

    Semua jenis OAT Berikan dulu anti-histamin, sambil

    meneruskan OAT dengan pengawasan ketat.Jika tidak mereda, hentikan semua OAT.

    Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol.

    Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, ganti Etambutol.

    Ikterus tanpa penyebablain

    Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampaiikterus menghilang.

    Bingung dan muntah-

    muntah (permulaan

    ikterus karena obat)

    Hampir semua OAT Hentikan semua OAT, segeralakukan tes

    fungsi hati

    Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol.Purpura dan renjatan

    (syok)

    Rifampisin Hentikan Rifampisin.

  • 5/28/2018 tb paru

    16/22

    22

    Pada UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) Rujukan penanganan kasus-kasus

    efek samping obat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    a. Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, makapemberian kembali OAT harus dengan cara drug challenging

    dengan menggunakan obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk

    menentukan obat mana yang merupakan penyebab dari efek samping

    tersebut.

    b. Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksihipersensitivitas atau karena kelebihan dosis. Untuk membedakannya,

    semua OAT dihentikan dulu kemudian diberi kembali sesuai dengan

    prinsip dechallenge-rechalenge. Bila dalam proses rechallenge yang

    dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti

    hepatotoksisitas karena reaksi hipersensitivitas.

    c. Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui,misalnyapirasinamid, etambutolatau streptomisin, maka pengobatan

    TB dapat diberikan lagi dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin,

    ganti obat tersebut dengan obat lain. Lamanya pengobatan mungkin

    perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan risiko terjadinya

    kambuh.

    d. Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas(kepekaan) terhadap Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini

    merupakan jenis OAT yang paling ampuh sehingga merupakan obat

    utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek. Bila pasien

    dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin

    tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun,

    jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif

    sebab mempunyai risiko besar terjadi keracunan yang berat.

    B.Kinerja Pengawas Menelan Obat (PMO)Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka

    pendek dengan pengawasan langsung. Sejak tahun 1995, manajemen

  • 5/28/2018 tb paru

    17/22

    23

    operasional yang menyesuaikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment

    Shortcourse) menekankan adanya pengawas menelan obat (PMO) untuk setiap

    penderita TB paru dengan harapan dapat menjamin keteraturan minum obat

    bagi setiap penderita selama masa pengobatan.

    1. Persyaratan/ kriteria PMOa. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas

    kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani dan dihormati

    oleh penderita.

    b. Seseorang yang tinggal dekat penderita.c. Bersedia membantu penderita dengan sukarela.d. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

    penderita.

    2. Siapa yang bisa jadi PMOSebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,

    Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada

    petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader

    kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau

    anggota keluarga (Depkes, 2007).

    3. Tugas seorang PMOMenurut PDPI (2006), tugas PMO antara lain:

    a. Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.b. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.c. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal

    yang telah ditentukan yaitu akhir bulan kedua, 1 bulan sebelum akhir

    pengobatan dan atau akhir bulan pengobatan.

    d. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teraturhingga selesai.

    e. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetapmau menelan obat serta merujuk pasien bila efek samping memberat.

    f. Melakukan kunjungan rumah (jika PMO bukan anggota keluarga)

  • 5/28/2018 tb paru

    18/22

    24

    g. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yangmempunyai gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri

    kepada petugas kesehatan.

    Kinerja PMO yang optimal akan meningkatkan keberhasilan pngobatan TBC.

    Ada beberapa pengertian tentang kinerja yaitu:

    1. Menurut Sulistiyani (2003) pengertian kinerja adalah kombinasi darikemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.

    Sedangkan menurut Bernardin dan Russel dalam Sulistiyani (2003)

    menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan

    dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode

    waktu tertentu.

    2. Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaanseseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan

    menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti

    yang diharapkan.

    Adapun Kinerja Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah hasil kerja yang

    dicapai oleh PMO melalui aktivitas kerja yang telah ditentukan menurut

    kriteria yang berlaku bagi pekerjaan tersebut. Kinerja PMO dipengaruhi

    beberapa variabel antara lain usia, jenis kelamin, pendidikan, keluarga, tingkat

    sosial, pengalaman, kemampuan, dll (Sukamto, 2002).

    C.Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB1. Pemantauan kemajuan pengobatan TB

    Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan

    dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak

    secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis

    dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak

    digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik

    untuk TB. Pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan

    spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan

  • 5/28/2018 tb paru

    19/22

    25

    dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu

    spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak

    tersebut dinyatakan positif.

    Selain pemantauan kemajuan pengobatan dan pemeriksaan dahak, telah

    ditetapkan tata laksana pemantauan pasien dengan berobat tidak teratur.

    Adapun tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur adalah:

    a. Tindakan pada pasien yang putus berobat kurang dari 1 bulan1) Lacak pasien2) Diskusikan dengan pasien untuk mencari penyebab berobat tidak

    teratur

    3) Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesaib. Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan:

    1) Lacak pasien2) Diskusikan dan cari masalah3) Periksa 3 kali dahak (SPS) dan lanjutkan pengobatan sementara

    menunggu hasilnya

    Adapun tindakan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan BTA:

    1) Bila hasil BTA negatif atau Tb extra paru:Lanjutkan pengobatan sampai seluruhbdosis selesai

    2) Bila satu atau lebih hasil BTA positif:a) Lama pengobatan sebelumnya kurang dari 5 bulan:

    Lanjutkan pengobatan dulu sampai seluruh dosis selesai dan 1

    bulan sebelum akhir pengobatan harus diperiksa dahak.b) Lama pengobatan sebelumnya lebih dari 5 bulan

    i. Kategori-1: mulai kategori-2ii. Kategori-2: rujuk, mungkin kasus kronik.

    c. Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default)1) Periksa 3 kali dahak SPS2) Diskusikan dan cari masalah3)

    Hentikan pengobatan sambil menunggu hasil pemeriksaan dahak.

  • 5/28/2018 tb paru

    20/22

    26

    Adapun tindakan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan BTA:

    1) Bila hasil BTA negatif atau Tb extra paru:Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi bila gejalanya semakin

    parah perlu pemeriksaan kembali (SPS dan atau biakan)

    2) Bila satu atau lebih hasil BTA positif:i. Kategori-1: mulai kategori-2

    ii. Kategori-2: rujuk, mungkin kasus kronik.

    2. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positifHasil pengobatan TB BTA positif menurut Depkes (2007) dikategorikan

    menjadi:

    a. Sembuh: Adalah pasien telah menyelesaikan pengobatannya secaralengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada

    AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.

    b. Pengobatan Lengkap: Adalah pasien yang telah menyelesaikanpengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan

    sembuh atau gagal.

    c. Meninggal: Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatankarena sebab apapun.

    d. Pindah: Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.

    e.Default (Putus berobat): Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulanberturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

    f. Gagal: Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif ataukembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

    3. Angka Keberhasilan PengobatanAngka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR) ditunjukkan dari

    angka kesembuhan yang ditentukan menurut target WHO sebesar 85%.

    Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru

    TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh

  • 5/28/2018 tb paru

    21/22

    27

    maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTA positif

    yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari

    angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Cara perhitungan untuk

    pasien baru BTA positif dengan pengobatan kategori menurut Depkes,

    (2007) dapat dilihat dalam rumus berikut:

    D.Kerangka Teori

    Skema 2.1.

    Kerangka Teori

    Sumber: Depkes (2007)

    SR = Jumlah pasien baru TB BTA positif (sembuh + pengobatan lengkap) x 100%

    Jumlah pasien baru TB BTA positif yang diobati

    Regimen Pengobatan

    Sarana & Prasarana

    Kesehatan

    Tingkat Pendidikan

    Usia

    Jenis Kelamin

    Hubun an keluar a

    Pendidikan

    Keberhasilan Pengobatan

    Penderita TB

    Deteksi Kasus

    Kinerja Pengawas

    Menelan Obat (PMO)

    Distribusi Obat

    Komitmen Politik

    Strategi DOTS

    Tingkat sosial

    Keteraturan

    Berobat

    Efek Samping Obat

    Pengobatan TB

    Pencatatan dan Pelaporan

    Mutu Pelayanan

    Pengalaman

    Kemampuan

  • 5/28/2018 tb paru

    22/22

    28

    E.Kerangka KonsepSkema 2.2.

    Kerangka Konsep

    Variabel Bebas Variabel Terikat

    F.Variabel Penelitian1. Variabel bebas

    Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

    menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2006).

    Variabel bebas yang diteliti adalah kinerja Pengawas Menelan Obat (PMO).

    2. Variabel terikatVariabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

    karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006). Variabel terikat dalam

    penelitian ini adalah keberhasilan pengobatan penderita TB Paru denganstrategi DOTS di RSUP Dr Kariadi Semarang.

    G.HipotesisHipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kinerja Pengawas

    Menelan Obat (PMO) terhadap keberhasilan pengobatan penderita TB Paru

    dengan strategi DOTS di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

    Kinerja Pengawas

    Menelan Obat (PMO)

    Keberhasilan Pengobatan

    Penderita TB