Upload
denanda-andini
View
534
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
ACARA III
UJI KERUSAKAN MINYAK
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara ”Uji Kerusakan Minyak” ini adalah:
1. Menentukan angka peroksida dari berbagai sampel minyak
2. Menentukan angka asam dan % FFA dari berbagai sampel minyak
3. Menentukan nilai TBA dari berbagai sampel minyak
B. Tinjauan Pustaka
Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa
oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatik maupun non enzimatik. Hasil yang
diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida, asam lemak, aldehid, dan
keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai
angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA). Angka asam
dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau
lemak. Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar
yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang
kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya
(Sudarmadji, dkk, 2010).
Indikator kualitas minyak yang rendah termasuk peningkatan asam
lemak bebas, perubahan warna, titik asap rendah, nilai yodium rendah, jumlah
total bahan polar, nilai peroksida, sifat berbusa tinggi dan peningkatan
viskositas. Parameter yang digunakan dalam mengukur kualitas minyak
goreng yang digunakan dalam penelitian adalah nilai peroksida. Nilai
peroksida adalah ukuran oksidasi atau ketengikan dan warna gelap juga
berpengaruh dari oksidasi (Wannahari, 2012).
Prinsip penentuan bilangan peroksida biasanya didasarkan pada
pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodida melalui reaksi
oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang di dalam medium asam asetat atau
kloroform. Bilangan peroksida dinyatakan dalam beberapa satuan yaitu
miliekuivalen per 1000 gram contoh, milimol per 1000 gram contoh, atau
miligram oksigen per 100 gram contoh minyak/lemak.
a. miliekuivalen per 1000 gram contoh = A x N 1000/gram
b. milimol per 1000 gram contoh = 0,5 x N x B 100/gram
c. miligram oksigen per 100 gram contoh = A x N x 8 100/gram
dimana, A: ml Na-tiosulfat yang dipakai contoh dikurangi oleh ml Na-
tiosulfat yang dipakai blanko, N: normalitas Na-tiosulfat, G: berat contoh
minyal/lemak dalam gram (Muchtadi, 1989).
Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida
adalah berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan
ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi
dengan natrium thiosulfat. Penentuan peroksida ini baik dengan cara iodometri
biasa meskipun peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini
disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di
samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali
iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986).
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya baudan rasa tengik
yang disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal
asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otoksidasi dimulai dengan
pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
dapat mempercepat reaksi, seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau
hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin
seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim
lipoksidase. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak
tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak
sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil
pemecahan hidroperoksida. Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan
jumlah iodin yang dibebaskan setelah lemak atau minyak ditambahkan KI.
Lemak direaksikan dengan KI dalam pelarut asam asetat dan kloroform (2:1),
kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan titrasi memakai Na2S2O3
(Winarno, 1984).
Hasil oksidasi lemak mempunyai bau dan rasa yang tidak disenangi
manusia atau ternak. Oksidasi lemak dapat berjalan lebih cepat dengan
adanya logam seperti tembaga (Cu), besi (Fe) atau penyinaran dengan sinar
ultra violet . Oksidasi dari asam-asam lemak jenuh menghasilkan keton-keton
dengan rasa manis dan bau keras yang disebut ketengikan keton. Untuk nilai
ambang batas bilangan peroksida (nilai ketengikan) suatu minyak adalah 100
ppm (Wildan, 2002).
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini
hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas.
Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen
tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk
radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh
lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru (Aminah, 2010).
Nilai peroksida menentukan tingkat oksidasi minyak serta memberikan
indikasi dari tingkat kerusakan pada minyak dan lemak. Nilai dari sampel
minyak sawit yang diperoleh dari penelitian ini sesuai dengan hasil Ekpa dan
Ekpe yang menyatakan bahwa tengik sering mulai akan terlihat ketika nilai
peroksida adalah antara 20 dan 40mEq/kg. Tengik merupakan indikasi
kerusakan lemak dan minyak. Nilai peroksida dan FFA yang tinggi
menunjukkan bahwa beberapa sampel minyak sawit telah mengalami
beberapa tingkat kerusakan (Okechalu, et al, 2011).
Ketengikan ini timbul akibat jamur dengan adanya sedikit oksigen dan
air yang membebaskan asam lemak jenuh rantai pendek, yang kemudian akan
teroksidasi membentuk karbon non metil keton dan alkohol alifatik.
Ketengikan ini disebabkan hidrolisa trigliserida dengan adanya uap air dan
enzim sehingga membebaskan FFA (free fatty acids). FFA ini (kaprat, laurat,
mistirat) menyebabkan bau tidak enak. Berikut merupakan reaksi minyak laurat
dengan menjadi asam laurat dengan enzim lipase :
Minyak laurat + H2O → digliserida + asam laurat.
Oksidasi lemak dimulai dengan pembentukan produk intermediet termasuk
peroksida dan hidroperoksida. Setiap satu ikatan asam lemak tak jenuh dapat
mengabsorpsi dua atom oksigen sehingga terbentuk senyawa peroksida yang
labil. Akhirnya peroksida menjadi keton dan aldehid serta FFA. Aldehid ini
merupakan salah satu penyebab ketengikan. Pengukuran ketengikan secara
tidak langsung dapat didasarkan pada angka peroksida (Budhikarjono, 2007).
Perhitungan bilangan asam dilakukan dengan metode ekstraksi pelarut
menggunakan etanol 96%, karena kelarutan asam lemak bebas cukup baik.
Asam lemak yang pada mulanya berada di dalam fasa minyak bersama dengan
trigliserida akan terdistribusi ke fasa etanol, karena asam lemak mempunyai
gugus karboksilat yang bersifat polar. Sehingga berdasarkan perbedaan
kelarutan ini maka antara trigliserida dengan asam lemak bebas dalam etanol
dapat dipisahkan. Proses pemisahan fasa etanol dengan fasa minyak dapat
dilakukan dengan metode ekstraksi pelarut (Ismiyarto, 2006).
Uji asam thiobarbiturat (TBA) dipakai untuk menentukan adanya
ketengikan dimana lemak yang tengik akan bereaksi dengan asam TBA
menghasilkan warna merah dan intensitas warna ini menunjukkan derajat
ketengikan. Angka TBA dihitung dan dinyatakan dalam mg malonaldehid/kg
sampel. Perhitungan angka TBA sesuai rumus angka TBA = 3 x absorbansi x
7,8 / berat sampel (gram) (Kusrahayu, 2009).
Asam lemak jenuh rentan terhadap peroksidasi lipid tak jenuh
dibandingkan dengan yang lain. Dalam penelitian ini, asam lemak individu
C16 tersebut, keluarga C18 dan C20 diinterogasi dengan uji thiobarbiturat
(TBA). Asam lemak ini dipilih berdasarkan tingkat kejenuhan dan konfigurasi
ikatan ganda. Menariknya, uji ambang dicapai dimana peningkatan konsentrasi
asam lemak mengakibatkan tidak ada penurunan tambahan dalam konsentrasi
TBARS. Oleh karena itu, daerah linier inhibisi TBARS ditentukan untuk asam
lemak dalam ikatan C16 dan C20. Tingkat penghambatan TBARS lebih besar
untuk jenuh daripada asam lemak tak jenuh, yang diukur dari kemiringan
linier. Temuan ini menunjukkan perlunya standarisasi uji TBARS
menggunakan konsentrasi asam lemak beberapa saat menggunakan tes ini
untuk mengukur in vitro peroksidasi lipid (Rael, 2004).
C. Metode Praktikum
1. Alat
a. Timbangan analitik
b. Erlenmeyer
c. Buret
d. Pipet
e. Gelas ukur
f. Gelas beker
g. Pengaduk
h. Spektrofotometer
i. Tabung reaksi
j. Labu destilasi
k. Alat destilasi
2. Bahan
a. Sampel minyak (minyak kelapa parut basah, minyak kelapa parut
kering, minyak kacang tanah, minyak kemiri, lemak ayam, lemak sapi)
b. Larutan asam asetat- kloroform ( 3:2 )
c. Larutan KI jenuh
d. Aquades
e. NaS2O3 0,1 N
f. Larutan pati 1 %
g. Alkohol netral
h. Phenolphthalein (PP)
i. NaOH 0,1 N
j. KOH 0,1 N
k. Pereaksi TBA
l. HCl
4. Cara Kerja
a. Penentuan Angka Peroksida
Ditimbang sampel minyak sebanyak 5 gr, dimasukkan erlenmeyer
Ditambahkan 30 ml asam asetat-kloroform (3:2), di goyang
Didiamkan 1 menit kemudian ditambah 30ml aquades
Ditambah 0,5ml larutan KI jenuh
Dititrasi dengan 0,1 N NaS2O3 sampai warna kuning pucat
Ditambahkan 0,5 ml larutan pati1%, titrasi sampai warna biru hilang
Dicatat volume NaS2O3 yang digunakan dan dihitung angka peroksidanya
b. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Ditimbang 20 gr minyak, masukkan dalam erlenmeyer
Ditambahkan 50 ml alkohol netral yang panas dan 3 tetes indikator PP
Dititrasi dengan NaOH 0,1N yang telah distandarisasi sampai warna merah jambu
Dicatat volume NaOH yang digunakan
c. Penentuan Bilangan TBA
Ditimbang 10 gr minyak, masukkan dalam waring blender ditambahkan 50 ml aquades, hancurkan selama 2 menit
Pindahkan ke labu destilasi sambil dicuci dengan 97,5 ml aquades
Tambahkan 2,5 ml HCl 4 M sampai pH menjadi 1,5
Destilasi sehingga diperoleh 50 destilat
Ambil 5 ml destilat ke dalam tabung reaksi
Tambahkan 5 ml pereaksi TBA, tutup, campur merata lalu panaskan selama 30 menit
Buat blanko dengan menggunakan 5 ml aquades dan 5 ml pereaksi, lakukan seperti penetapan sampel
Dinginkan tabung reaksi dengan air pendingin selama 10 menit kemudian ukur absorbansinya (D) dengan panjang gelombang 528
nm dengan larutan blanko sebagai titik nol
Hitung bilangan TBA, yang dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg sampel.
D. Hasil dan Pembahasan
1. Penentuan Angka Peroksida
Tabel 3.1 Penentuan Angka Peroksida
Kel Sampelml
Na2S2O3
Angka Peroksida (meq/kg)
Sesudah pemanasan
1 Kelapa parut basah 1,1 222 Kelapa parut kering 0,9 183 Kacang tanah 0,3 64 Kemiri 0,2 3,775 Lemak ayam 1 18,536 Lemak sapi 0,2 4
Sebelum pemanasan
7 Kelapa parut basah - -8 Kelapa parut kering - -9 Kacang tanah 2,3 4,6 x 10-2
10 Kemiri - -11 Lemak ayam 1,5 3 x 10-3
12 Lemak sapi - -Sumber: Laporan Sementara
Mutu dari suatu minyak dapat diketahui dari rasa dan aromanya. Salah
satunya adalah ketengikan atau adanya peroksida. Peroksida merupakan
suatu tanda adanya pemecahan atau kerusakan pada minyak karena terjadi
oksidasi (kontak dengan udara). yang menyebabkan bau/aroma tengik pada
minyak. Ukuran dari ketengikan dapat diketahui dengan menentukan
bilangan peroksida. Menurut Muchtadi (1989), prinsip penentuan bilangan
peroksida biasanya didasarkan pada pengukuran sejumlah iod yang
dibebaskan dari kalium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida pada
suhu ruang di dalam medium asam asetat atau kloroform.
Dalam Budhikarjono (2007), oksidasi lemak dimulai dengan
pembentukan produk intermediet termasuk peroksida dan hidroperoksida.
Setiap satu ikatan asam lemak tak jenuh dapat mengabsorpsi dua atom
oksigen sehingga terbentuk senyawa peroksida yang labil. Akhirnya
peroksida menjadi keton dan aldehid serta FFA.
Menurut Aminah (2010), peroksida terbentuk pada tahap inisiasi
oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasikan
radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses
pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil
hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal
bebas yang baru.
Pada praktikum ini digunakan beberapa macam minyak, yaitu
minyak kelapa parut basah, minyak kelapa parut kering, minyak kacang
tanah, minyak kemiri, lemak ayam, lemak sapi. Dari hasil praktikum,
diperoleh angka peroksida dengan satuan meq/kg pada sampel minyak
kelapa parut basah sebelum pemanasan angka peroksidanya 0 sedangkan
sesudah pemanasan 22. Pada sampel minyak kelapa parut kering sebelum
pemanasan angka peroksidanya 0 sedangkan sesudah pemanasan 18. Pada
sampel minyak kacang tanah sebelum pemanasan angka peroksidanya 4,6 x
10-2 sedangkan sesudah pemanasan 6. Pada sampel minyak kemiri sebelum
pemanasan angka peroksidanya 0 sedangkan sesudah pemanasan 3,77. Pada
sampel lemak ayam sebelum pemanasan angka peroksidanya 3 x 10-3
sedangkan sesudah pemanasan 18,52. Pada sampel lemak sapi sebelum
pemanasan angka peroksidanya 0 sedangkan sesudah pemanasan angka
peroksidanya 4.
Batas maksimal bilangan peroksida dalam spesifikasi SNI untuk
angka peroksida minyak adalah maksimal 2 meq/kg. Dari hasil praktikum
sampel sebelum pemanasan secara keseluruhan memenuhi standar karena
angka peroksidanya dibawah batas maksimal yaitu dibawah 2 meq/kg
semuanya dan bahkan ada 4 sampel yang angka peroksidanya 0 atau tidak
dapat terdeteksi angka peroksidanya yang menandakan minyak tersebut
belum rusak. Sedangkan sampel setelah pemanasan secara keseluruhan tidak
sesuai standar karena semuanya melebihi batas maksimal angka peroksida
yaitu diatas 2 meq/kg hal ini menandakan keseluruhan sampel setelah
pemanasan mengalami kerusakan.
Angka peroksida yang tinggi menunjukkan kerusakan minyak yang
tinggi pula. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau
minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah
bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka
peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih
kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain,
mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan
zat lain.
Minyak (nabati) terdiri dari persenyawaan trigliserida dan
nontrigliserida. Komponen utama trigliserida terdiri dari gliserol yang
berikatan dengan asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Trigliserida dapat
terhidrolisis sehingga membebaskan asam lemak bebas dan otooksidasi
asam lemak tidak jenuh yang kemudian menghasilkan radikal bebas yang
membentuk peroksida aktif yang selanjutnya dapat membentuk
hidroperoksida yang menjadi penyebab ketengikan.
Lemak hewani termasuk lemak sapi dan lemak ayam terdiri dari
trigliserida, yang paling dominan adalah asam oleat. Asam oleat pada lemak
ayam lebih tinggi dari lemak sapi. Namun asam lemak trans pada lemak sapi
lebih tinggi daripada lemak ayam. Oksidasi trigliserida menghasilkan
hidroperoksida dan aldehid, yang terbentuk dari asam oleat, linoleat,
linolenat dan arakidonat.
2. Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Tabel 3.2 Penentuan Asam Lemak Bebas (FFA)
Kel Sampel PerlakuanmL
NaOHAngka asam
%FFA
1 Kelapa parut basah
Sesudah pemanasan
3,2 0,8976 0,322 Kelapa parut kering 4,4 1,2342 0,443 Kacang tanah 2,5 0,70125 0,354 Kemiri 37,25 10,44863 5,185 Lemak ayam 2,5 0,70125 0,356 Lemak sapi 3,05 0,07 Kelapa parut basah
Sebelum pemanasan
1,8 0,5049 0,188 Kelapa parut kering 3,5 0,98175 0,359 Kacang tanah 5,5 1,54275 0,775510 Kemiri 39,05 10,95353 5,44711 Lemak ayam 3,7 1,03785 3,6815x10-3
12 Lemak sapi 4 1,122 0,4001Sumber: Laporan Sementara
Cara kerja dari penentuan angka asam dan bilangan FFA adalah
penambahan 50 mL alkohol netral yang panas dan 3 tetes indikator
phenolphthalein (PP) pada 20 gram bahan dalam erlenmeyer (bahan kelompok
7 adalah minyak kelapa parut basah) kemudian dititrasi dengan larutan 0,1 N
NaOH yang telah distandarisasi ke dalam bahan yang akan diuji sampai warna
menjadi merah jambu. Dalam Ismiyarto, dkk (2006), penentuan bilangan asam
ini dilakukan dengan metode ekstraksi pelarut menggunakan etanol 96%,
karena kelarutan asam lemak bebas cukup baik. Asam lemak yang pada
mulanya berada di dalam fasa minyak bersama dengan trigliserida akan
terdistribusi ke fasa etanol, karena asam lemak mempunyai gugus karboksilat
yang bersifat polar. Sehingga berdasarkan perbedaan kelarutan ini maka antara
trigliserida dengan asam lemak bebas dalam etanol dapat dipisahkan. Proses
pemisahan fasa etanol dengan fasa minyak dapat dilakukan dengan metode
ekstraksi pelarut.
Dalam Sudarmadji (2010), prinsip penentuan angka asam adalah
penentuan jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam
lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam
yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang berasal dari
hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin
tinggi angka asam makin rendah kualitasnya.
Pada praktikum uji angka asam ini menggunakan 6 sampel, yaitu kelapa
parut basah, kelapa parut kering, kacang tanah, kemiri, lemak ayam, dan lemak
sapi. Karena sampel minyak dan lemak ini telah diuji kandungan asam lemak
bebasnya maka dapat diketahui angka asamnya. Angka asam adalah jumlah
miligram NaOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam
satu gram minyak atau lemak. Serta dapat juga dinyatakan sebagai ukuran dari
jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam
lemak atau campuran asam lemak. Karena telah diketahui kandungan asam
lemak bebasnya (%FFA) maka angka asam diperoleh dengan %FFA dikalikan
faktor konversi. Dimana faktor konversi diperoleh dari berat molekul NaOH
dibagi dengan berat molekul asam lemak/10. Dalam hal ini faktor konversi dari
minyak kelapa adalah 2,8.
Dari tabel 3.2 dapat kita lihat, pada perlakuan sebelum penggorengan dan
setelah penggorengan, pada sampel kelapa parut, baik kelapa parut basah
maupun kelapa parut kering mengalami penurunan, yaitu pada kelapa parut
basah dengan angka asam 0,50 menjadi 0,89 dan pada kelapa parut kering
dengan angka asam sebelum pemasakan yaitu 0,98 menjadi 1,23. Sedangkan
pada sampel kacang tanah, kemiri, dan lemak ayam, angka asam setelah
penggorengan meningkat dibandingkan sebelum penggorengan yaitu masing-
masing 1,5 menjadi 0,7, 10,95 menjadi 10,44,dan 1,03 menjadi 0,7. Karena
angka asam berbading lurus dengan %FFA, maka %FFA sebelum dan sesudah
pemasakan mengalami kenaikan/kenurukan yang sama, yaitu masing-masing
pada kelapa parut basah yaitu 0,18 menjadi 0,32, kelapa parut kering 0,35
menjadi 0,44, kacang tanah 0,77 menjadi 0,35, kemiri 5,44 menjadi 5,18, dan
lemak ayam 3,6815x10-3 menjadi 0,35. Peningkatan bilangan asam disebabkan
adanya dekomposisi minyak atau lemak dan kemungkinan terbentuknya asam
karboksilat yang menyebabkan bertambahnya jumlah asam pada minyak atau
lemak bahan tersebut. Hal ini belum sesuai teori karena data yang dihasilkan
tidak konstan (tidak naik semua atau turun semua). Bahkan ada yang %FFA
sesudah pemanasan lebih rendah dari %FFA sebelum pemanasan, yaitu pada
sampel minyak kacang tanah dan minyak kemiri.
Batas maksimal %FFA dalam spesifikasi SNI untuk %FFA minyak goreng
adalah maksimal 0,3%. Sedangkan pada praktikum, %FFA pada sampel
sebelum pemanasan sudah ada yang melebihi standar (melebihi 0,3%) yaitu
pada minyak kelapa parut kering, minyak kacang tanah, minyak kemiri, dan
minyak lemak sapi. Sedangkan pada sampel sesudah pemanasan, %FFA secara
keseluruhan semua sampel melebihi batas standar (melebihi 0,3%).
Hubungan %FFA dengan kerusakan minyak adalah semakin besar %FFA
maka semakin besar pula kerusakan minyak, begitu pula sebaliknya, semakin
kecil %FFA maka semakin kecil kerusakan minyak. Seperti dalam Sudarmadji
(2010), angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar
yang berasal dari hidrolisa minyak ataupun karena proses pengolahan yang
kurang baik. Makin tinggi angka asam atau %FFA makin rendah kualitasnya.
Karena yang mempengaruhi angka asam adalah jenis minyak atau lemak yang
digunakan sebagai sampel, kandungan asam lemak terbanayak pada sampel,
volume dan normalitas titran, dan berat sampel.
3. Penentuan Bilangan TBA
Tabel 3.3 Penentuan Bilangan TBA
Kel Sampel Perlakuan
AbsorbansiRata-rata
absorbansi
TBA (mg
malonaldehid/kg minyak)
1 2 3
1 Kelapa parut basah
Sesudah pemanasan
0,1583 0,1594 0,0595 0,0583 0,1364
2 Kelapa parut kering
0,3207 0,3209 0,3208 0,3208 0,7506
3 Kacang tanah
0,3178 0,3178 0,3178 0,31780,7436
4 Kemiri 0,7804 0,7817 0,782 0,7814 1,82845 Lemak
ayam0,3945 0,3945 0,3945 0,3945
0,9231
6 Lemak sapi 0,1708 0,1708 0,1708 0,1708 0,39967 Kelapa
parut basah
Sebelum pemanasan
0,0521 0,0536 0,0537 0,0531 0,1242
8 Kelapa parut kering
0,0168 0,0178 0,0197 0,01810,0423
9 Kacang tanah
0,1128 0,1130 0,1132 0,11300,2644
10 Kemiri 0,1128 0,1130 0,1132 0,1130 0,264411 Lemak
ayam0,2423 0,2423 0,2423 0,2423
0,5669
12 Lemak sapi 0,0798 0,0798 0,0798 0,0798 0,1867Sumber: Laporan Sementara
Uji asam tiobarbiturat (TBA) dipakai untuk menentukan adanya
ketengikan dimana lemak yang tengik akan bereaksi dengan asam TBA
menghasilkan warna merah dan intensitas warna ini menunjukkan derajat
ketengikan. Pada buku panduan praktikum, rumus TBA = 7,8 x absorbansi.
Sedangkan menurut Kusrahayu (2009), rumus menentukan nilai TBA adalah 3
x absorbansi x 7,8 / berat sampel.
Cara kerja dari uji nilai TBA adalah sebanyak 10 gram minyak ditimbang
kemudian ditambah 50mL aquades. Lalu ditambahkan 2,5 mL HCl 4 M sampai
pH 1,5, lalu destilasi sampai mendapatkan 5 mL destilat. Ditambah 5 mL
pereaksi TBA dan dipanaskan selama 30 menit dalam air mendidih, kemudian
didinginkan selama 10 menit kemudian diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 528 nm.
Prinsip pengujian TBA adalah menentukan banyak mg malonaldehid
pada sampel minyak. Lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan
sebagai malonaldehid. Banyaknya malonaldehid dapat ditentukan dengan jalan
destilasi lebih dahulu. Malonaldehid kemudian direaksikan dengan
thiobarbiturat sehingga terbentuk kompleks berwarna merah. Intensitas warna
merah sesuai dengan jumlah malonaldehid dan absorbansi dapat ditentukan
dengan spektofotometer pada panjang gelombang 528 nm.
Pada praktikum uji TBA ini, didapat angka TBA (mg malonaldehid/kg
minyak) kelapa parut basah sebelum pemanasan 0,1242 dan setelah pemanasan
0,1364, kelapa parut kering sebelum pemanasan 0,0423 dan setelah pemanasan
0,7506, kacang tanah sebelum pemanasan 0,2644 dan setelah pemanasan
0,7436, kemiri sebelum pemanasan 0,2644 dan setelah pemanasan 1,8284,
lemak ayam sebelum pemanasan 0,5669 dan setelah pemanasan 0,9231, lemak
sapi sebelum pemanasan 0,1867 dan setelah pemanasan 0,3996. Terjadi
kenaikan nilai TBA dari keseluruhan sampel antara sebelum pemanasan dan
setelah pemanasan, hal ini disebabkan karena setelah pemanasan, lemak dan
minyak akan tengik, lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan
sebagai malonaldehid.
Batas maksimum nilai TBA pada sampel yaitu 0,5-6,3 mg
malonaldehid/kg bahan. Jadi sampel pada praktikum ini secara kesuluruhan
masih sesuai standar karena nilai TBA nya dibawah batas maksimum semua.
Hal ini menunjukkan semua sampel minyak belum mengalami ketengikan
karena belum munculnya bau dan rasa tidak enak yang disebabkan oleh
malonaldehid. Namun malonaldehid dari oksidasi lemak ternyata bersifat tidak
stabil. Malonaldehid ini bersifat sangat reaktif terhadap protein dan asam
amino, sehingga kadar malonaldehid sulit digunakan sebagai penentu tingkat
oksidasi lemak yang terjadi. Malonaldehid hanya digunakan sebagai indikator
terjadinya penurunan kualitas asam lemak.
Hubungan nilai TBA dengan kerusakan minyak adalah berbanding lurus,
jadi semakin tinggi nilai TBA mengindikasikan minyak yang semakin rusak
karena mengalami ketengikan yang ditandai adanya malonaldehid. Apabila
nilai TBA mengalami kenaikan atau menunjukkan terjadinya oksidasi lemak
diduga disebabkan tingginya kecepatan reaksi dekomposisi hidroperoksida
menjadi malonaldehide. Namun apabila terjadi penurunan nilai TBA, ini bukan
berarti kadar ketengikan pada produk menurun, tetapi sebaliknya yaitu
menunjukkan terjadinya reaksi antara malonaldehide dengan asam amino
berjalan lebih cepat untuk membentuk warna coklat yang berarti ketengikan
sudah berjalan lebih lanjut dengan terbentuknya senyawa yang berflourescent.
Hal yang mempengaruhi nilai TBA adalah perlakuan pada minyak (dipanaskan
atau tidak), suhu, jenis minyak atau bahan yang digunakan.
E. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum acara III “Uji Kerusakan
Minyak” adalah sebagai berikut :
1. Prinsip penentuan bilangan peroksida biasanya didasarkan pada
pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari kalium iodida melalui
reaksi oksidasi oleh peroksida pada suhu ruang di dalam medium asam
asetat atau kloroform.
2. Angka peroksida (meq/kg minyak) pada perlakuan sebelum dan sesudah
pemanasan pada sampel secara berturut-turut adalah minyak kelapa parut
basah 0 menjadi 22; kelapa parut kering 0 menjadi 18; kacang tanah 4,6 x
10-2 menjadi 6; kemiri 0 menjadi 3,77; lemak ayam 3 x 10-3 menjadi 18,53
dan lemak sapi 0 menjadi 4.
3. Prinsip penentuan angka asam adalah penentuan jumlah miligram KOH
yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam
satu gram minyak atau lemak, penentuan bilangan asam ini dilakukan
dengan metode ekstraksi pelarut menggunakan etanol 96%, karena
kelarutan asam lemak bebas cukup baik.
4. Angka asam pada perlakuan sebelum dan sesudah pemanasan pada sampel
secara berturut-turut adalah minyak kelapa parut basah 0,5049 menjadi
0,8976; kelapa parut kering 0,98175 menjadi 1,2342; kacang tanah 1,542
menjadi 0,70125; kemiri 10,953 menjadi 10,4486; lemak ayam 1,0378
menjadi 0,70125 dan lemak sapi 1,122 menjadi 0,70125.
5. %FFA pada perlakuan sebelum dan sesudah pemanasan pada sampel
secara berturut-turut adalah minyak kelapa parut basah 0,18 menjadi 0,32;
kelapa parut kering 0,35 menjadi 0,44; kacang tanah 0,7755 menjadi 0,35;
kemiri 5,447 menjadi 5,18; lemak ayam 3,6815x10-3 menjadi 0,35 dan
lemak sapi 0,4001 menjadi 0,35.
6. Prinsip pengujian TBA adalah menentukan banyak mg malonaldehid pada
sampel minyak, karena lemak yang tengik mengandung aldehid dan
kebanyakan sebagai malonaldehid.
7. Angka TBA (mg malonaldehid/kg minyak) pada perlakuan sebelum dan
sesudah pemanasan pada sampel secara berturut-turut adalah minyak
kelapa parut basah 0,1242 menjadi 0,1364; kelapa parut kering 0,0423
menjadi 0,7506; kacang tanah 0,2644 menjadi 0,7436; kemiri 0,2644
menjadi 1,8284; lemak ayam 0,5669 menjadi 0,9231 dan lemak sapi
0,1867 menjadi 0,3996.
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, S. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Tempe Pada Pengulangan Penggorengan. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 No. 01. Semarang.
Budhikarjono, K. 2007. Perbaikan Kualitas Minyak Sawit Sebagai bahan Baku Sabun melalui Proses Pemucatan Dengan Oksidasi. Jurnal Teknik Kimia Vol 1 No 2. Surabaya.
Ismiyarto, S, Anisah Halim dan Pratama Jujur Wibawa. Identification of Fatty Acid Compotition in Turi Seed Oil (Sesbania grandiflora (L) Pers). JSKA.Vol.IX.No.1.Tahun.2006. Semarang.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit UI Press. Jakarta.
Kusrahayu, H.R dan S. Mulyani, 2009. Pengaruh Lama Penyimpanan Krim Susu Yang Ditambah Ekstrak Kecambah Kacang Hijau Terhadap Angka Thiobarbituric Acid (TBA), Kadar Lemak Dan Kadar Protein. Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Semarang.
Muchtadi, D, dkk. 1989. Metode Kimia Biokimia&Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. IPB. Bogor.
Okechalu, J.N, et al. 2011. Microbiological Quality and Chemical Characteristic of Palm Oil Sold Within Jos Metropolis, Plateau State, Nigeria. Journal of Microbiology and Biotechnology Research. Nigeria.
Rael, L.T, et al. 2004. Lipid Peroxidation and the Thiobarbituric Acid Assay: Standardization of the Assay When Using Saturated and Unsaturated Fatty Acids. Journal of Biochemistry and Molecular Biology, Vol. 37, No. 6. Inggris.
Sudarmaji, S, dkk. 2010. Analisis Bahan Pangan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Wannahari, R. 2012. Reduction of Peroxide Value in Used Palm Cooking Oil Using Bagasse Adsorbent. American International Journal of Contemporary Research Vol 2 No 1. Malaysia.
Wildan, F. 2002. Penentuan Bilangan Peroksida dalam Minyak Nabati dengan Cara Titrasi. Jurnal Teknis Fungsional Non Peneliti. Bogor.
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
LAMPIRAN
Sumber : Laporan Sementara
Angka asam = A x N x56,1
G
Keterangan
A: jumlah mL NaOH titrasi
N: normalitas larutan NaOH
G: bobot sampel (gram)
Angka asam = 1,8 x 0,1 x56,1
20 = 0,5049
%FFA = mL NaOH x N NaOH x BM asam lemak (Laurat )
berat sampel x1000 =
1,8 x 0,1 x20020 x1000
= 0,18
Faktor = BM KOH
BM asamlemak /10
28= 56,1 x 10 / berat molekul asam lemak
BM = 200
TBA = 3 x absorbansi x 7,8 / berat sampel
TBA = 3 x 0,0531 x 7,8 / 10= 0,1242