25
BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN TENSION PNEUMOTHORAX DISUSUN OLEH: Delvina Tandiari C111 11 140 PEMBIMBING: dr. Billy Jonatan SUPERVISOR: dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B, Sp.BTKV BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 1

Tension Pneumothorax

Embed Size (px)

DESCRIPTION

,,

Citation preview

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2015

UNIVERSITAS HASANUDDIN

TENSION PNEUMOTHORAX

DISUSUN OLEH:

Delvina Tandiari

C111 11 140

PEMBIMBING:

dr. Billy Jonatan

SUPERVISOR:

dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B, Sp.BTKV

BAGIAN ILMU PENYAKIT BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

1

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Delvina Tandiari

Nim : C111 11 140

Judul Laporan Kasus : Tension Pneumothorax

Universitas : Universitas Hasanuddin

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu Bedah Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

Makassar, Oktober 2015

Mengetahui,

Dokter Muda Pembimbing

Delvina Tandiari dr. Billy Jonatan

Supervisor

dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B, Sp.BTKV

2

BAB 1

LAPORAN KASUS

TENSION PNEUMOTHORAX

I. ABSTRAK

Pneomothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.

Pneumothorax dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumothorax

spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumothorax

traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.(1) Tension pneumotoraks adalah

jenis pneumothorax traumatik non iatrogenik yang terjadi karena bertambahnya udara

dalam ruang pleura secara progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang

memungkinkan udara untuk masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau

tertahan didalam rongga pleura.

Dilaporkan seorang laki-laki berusia 15 tahun masuk UGD RS Wahidin

Sudirohusodo dengan keluhan sesak napas yang dialami 3 jam sebelum masuk rumah

sakit akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien mengendarai sepeda motor dengan kecepatan

sedang dan bertabrakan dengan pengendara motor dari arah berlawanan. Sehingga dada

pasien terbentur stang motor dengan keras.Tidak ada riwayat pingsan. Tidak ada riwayat

mual atau muntah. Pada pemeriksaan fisis thoraks tampak pengembangan hemithoraks

kanan tertinggal dibandingkan hemithoraks kiri, sela iga tidak melebar, terdapat

penggunaan otot bantu nafas, palpasi vocal fremitus hemithoraks kanan lebih redup

daripada hemithoraks kiri, terdapat emfisema subkutis. Perkusi pada hemithoraks kanan

hipersonor. Auskultasi bunyi pernapasan hemithoraks kanan menurun dibanding

hemithoraks kiri. Pada pemeriksaan penunjang foto thoraks AP memberikan gambaran

tidak tampaknya corakan bronchovascular pada hemithorax dextra disertai dan kolaps

paru yang mendesak trachea dan jantung ke arah yang sehat, kesan adalah tension

pneumothorax dextra

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang maka

pasien ini didiagnosis sebagai tension pneumothorax dextra dan direncanakan untuk

pemasangan chest tube dan water sealed drainage (WSD).

Kata kunci: tension pneumothorax, chest tube dan water sealed drainage (WSD)

3

II. PENDAHULUAN

Pneumothorax merupakan keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga

pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan

penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan

maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.

Menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (2), (3):

1. Pneumothorax spontan

Yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumothorax tipe ini dapat

diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba

tanpa diketahui sebabnya.

b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi dengan

didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya

fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,

dan infeksi paru.

2. Pneumothorax traumatik

Yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma penetrasi

maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.

Pneumothorax tipe ini diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi karena

jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat

komplikasi dari tindakan medis. Pneumothorax jenis inipun masih dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1) Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena

kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis

thorax, biopsi pleura.

2) Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan

udara ke dalam rongga pleura.

4

Berikut dilaporkan satu kasus tension pneumothorax yang dilakukan tindakan

pemasangan chest tube dan water sealed drainage (WSD).

III. PRESENTASI KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 15 tahun

Alamat : Jl. Malino

No. Rekam Medik : 724868

Tgl. Masuk RS : 6 September 2015

B. Anamnesis

Keluhan Utama : Sesak nafas

Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak 3 jam sebelum masuk UGD RS Wahidin

Sudirohusodo akibat kecelakaan lalu lintas. Sesak napas dirasakan semakin

memberat dalam 1 jam terakhir. Sesak napas dirasakan terus menerus dan tidak

dipengaruhi oleh aktifitas. Sesak napas juga disertai nyeri dada. Nyeri dada dirasakan

seperti rasa panas dan tertusuk-tusuk Tidak ada riwayat pingsan. Tidak ada riwayat

mual dan muntah dan tidak ada riwayat kesadaran menurun. Pasien dirawat di RS

Bhayangkara sebelum akhirnya dirujuk ke RS Wahisin Sudirohusodo tanpa

dilakukan pemasangan chest tube

Mekanisme trauma : Pasien mengalami kecelakaan saat mengendarai motor dan

bertabrakan dengan pengendara motor dengan kecepatan sedang dari arah

berlawanan. Sehingga dada pasien terbentur keras dengan stang motor.

C. Pemeriksaan Fisis

Primary Survey

Airway : Clear

Breathing : Pernapasan : 30 x/menit

5

Thoraks

Inspeksi : Pergerakan hemithoraks kanan tertinggal dibandingkan

hemithoraks kiri, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, sela iga tidak

melebar, terlihat gelembung di permukaan kulit

Palpasi : Ada nyeri tekan dan krepitasi pada hemithorax kanan, tidak ada

massa tumor, taktil fremitus hemithoraks kanan kesan melemah dibanding

hemithoraks kiri.

Perkusi : Hipersonor pada hemithoraks kanan setinggi ICS I- ICS IV, batas

sonor ke pekak pada ICS V hemithoraks kiri.

Auskultasi : Bunyi pernafasan hemithoraks kanan melemah dibanding

hemithoraks kiri, bunyi pernafasan tipe vesikuler, tidak ada ronkhi dan

wheezing.

Circulation : Tekanan Darah 70/50 mmHg

Nadi 104 x / menit

Lemah angkat

Disability : GCS 14 (E3M6V5) pupil isokor 2,5mm/2,5mm

Esposure : Suhu 37,7oC (axilla)

Secondary Survey

Regio orbita dextra

Inspeksi : Tampak hematoma periorbita

Palpasi : Nyeri tekan ada

Regio supraclavicula dextra

Inspeksi : Tampak ekskoriasi ukuran 10x5cm, tampak hematoma

Palpasi : Nyeri tekan ada, krepitasi tidak ada

Regio infraclavicular bilateral

Inspeksi : Tampak udem

Palpasi : Teraba emfisema subkutis

6

D. Foto Klinis

7

E. Pemeriksaan Penunjang

Foto Thoraks AP tanggal 5 September 2015

Ekspertise :

Tidak tampak corakan bronchovascular pada hemithorax kanan

Tampak parenkim paru kolaps

Tampak organ trakea dan jantung terdorong ke arah yang sehat

Tampak bayangan radiolusen pada soft tissue

Kesan : Tension pneumothorax dextra disertai kolaps paru

Emfisema subkutis

8

Laboratorium 6 September 2015

Kesan: Leukositosis, peningkatan enzim transaminase

9

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

WBC 16,7 4.0 - 10.0

RBC 4,38 4.00 - 6.00

HGB 12,9 12.0 - 16.0

HCT 39 37.0 - 48.0

PLT 33 150 – 400

MCV 88 80-97

MCH 29 27-32

MCHC 33 32-36

SGOT 89 < 38

SGPT 52 < 41

GDS 132 80-180

Natrium 136 136 – 145

Kalium 4,6 3.5 - 5.1

Klorida 111 97 – 111

Ureum 26 10 – 50

Kreatinin 0,65 < 1,3

CT 7 4 – 10

BT 3’00 1 – 7

PT 12,3 10 – 14

APTT 26,8 22 – 30

F. Diagnosa Utama

Tension pneumothorax dextra

G. Diagnosa Sekunder

Emfisema subkutis

H. Penatalaksanaan

Rencana pemasangan chest tube dan water sealed drainage (WSD) dekstra

dilanjutkan multiple insision

I. Follow up

Pasien setuju untuk dilakukan pemasangan chest tube dan water sealed drainage.

Setelah dilakukan pemasangan chest tube dan water sealed drainage terlihat bubble

dan undulasi pada botol drain. Saat ini keadaan pasien jauh lebih baik, sesak nafas

dan nyeri dada mulai berkurang.

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

II. EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan terdapat 20.000 kasus pneumothorax traumatik setiap tahunnya di

Amerika Serikat. Insidensi umum dari tension pneumotoraks pada Unit Gawat Darurat

(UGD) tidak diketahui. Literatir-literatur medis hanya menyediakan gambaran singkat

mengenai frekuensi terjadinya tension pnemothorax. Sejak tahun 2000, insidensi yang

dilaporkan kepada Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17 pasien yang diduga

menderita pneumotoraks, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai tension pneumotoraks.

Pada tinjauan yang lebih lanjut, angka kematian prajurit militer dari trauma dada

menunjukan hingga 5% dari korban pertempuran dengan adanya trauma dada mempunyai

tension pneumotoraks pada saat waktu kematiannya(3). Sedangkan di Indonesia,

dilaporkan oleh Instalasi Gawat Darurat (IGD) Persahabatan Jakarta pada tahun 2010,

sebesar 253 penderita pneumothorax dan angka ini merupakan 5,5 % kunjungan dari

seluruh kasus respirasi yang datang.(4)

Insidensinya pria lebih banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan

6:1. Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan meningkat pada perokok berat

dibanding non perokok. Pneumothorax spontan sering terjadi pada usia muda, dengan

insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun). Sementara itu,

pneumothorax traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung

pada dinding dada. Pneumothorax iatrogenik merupakan tipe pneumothorax yang sangat

sering terjadi.(4)

III. ETIOLOGI

Menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu :(2), (3)

1. Pneumothorax spontan

Yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumothorax tipe ini

dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

11

a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara

tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.

b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi

dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki

sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis

(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.

2. Pneumothorax traumatik

Yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma

penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada

maupun paru. Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua

jenis, yaitu :

a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi

karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat

komplikasi dari tindakan medis. Pneumothorax jenis inipun masih dibedakan

menjadi dua, yaitu :

1. Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena

kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada

parasentesis dada, biopsi pleura.

2. Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothorax dapat diklasifikasikan ke

dalam tiga jenis, yaitu (5) :

1. Pneumothorax Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding

dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga

pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena

diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami

re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah

12

kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga

pleura tetap negatif.

2. Pneumothorax Terbuka (Open Pneumothorax)

Yaitu pneumothorax dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan

bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).

Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada

pneumothorax terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai

dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. (5)

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan

menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,

tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka

(sucking wound). (2)

3. Pneumothorax Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumothorax dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin lama

makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada

waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan

selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di

dalam rongga pleura tidak dapat keluar.(5) Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura

makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam

rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.(2)

Pada kasus ini terjadi pneumothorax traumatik tipe tension pneumothorax akibat

kecelakaan lalu lintas.

IV. PATOFISIOLOGI

Pneumothorax terjadi disebabkan adanya kebocoran dibagian paru yang berisi

udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan

bronchus. Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli yang kemudian

membentuk suatu bula di dekat suatu daerah proses non spesifik atau granulomatous

fibrosis adalah salah satu sebab yang sering terjadi pneumothorax, dimana bula tersebut

berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema.

13

Pada kasus ini terjadi pneumothorax akibat kecelakaan yang menyebabkan

terjadinya emfisema subkutis. Luka tembus dada merupakan penyebab umum

pneumothorax traumatik. Ketika udara masuk ke dalam rongga pleura, dalam keadaan

normal bertekanan lebih rendah daripada tekanan atmosfer, maka paru akan kolaps

sampai batas tertentu. Sebagai contoh, jika terbentuk saluran terbuka (pneumothorax

terbuka) maka kolaps masif akan terjadi sampai tekanan di dalam rongga pleura sama

dengan tekanan atmosfer.

Sebaliknya, jika selama inspirasi saluran tetap terbuka dan menutup saat ekspirasi

maka banyak udara yang akan tertimbun dalam rongga pleura sehingga tekanannya akan

melebihi tekanan atmosfer. Keadaan ini akan akan menyebabkan paru mengalami kolaps

total dan disebut sebagai tension pneumothorax.Tekanan di dalam rongga pleura, pada

keadaan tension pneumothorax, akan semakin meningkat karena penderita akan

memaksakan diri untuk inspirasi.

V. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis pneumothorax berdasarkan anamnesa, gejala klinis,

pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada anamnesa perlu diketahui adanya riwayat

penyakit paru sebelumnya (seperti TB paru, PPOK dll) serta adanya riwayat trauma

sebelumnya. Dari gejala klinis yang dirasakan pasien adalah sesak napas, batuk dan nyeri

dada.

A. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan:(3), (5)

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi dinding dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

14

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan

intrapleura tinggi

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif

B. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Röntgen

Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumothorax antara

lain:(8)

a. Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan

tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps

tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus

paru.

b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang

berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.

Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang

dikeluhkan.

c. Jantung dan trakea terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals melebar,

diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung

atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi

pneumothorax ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.

d. Pada pneumothorax perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai

berikut:(5)

1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,

mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel

mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak

di mediastinum.

2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.

Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara

15

yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju

daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat

banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila

jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan

ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.

3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak

permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

2. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun pada

kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang

berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan

pneumothorax, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk

membedakan antara pneumothorax spontan primer dan sekunder.

VI. PENATALAKSANAAN

Pada penderita ini, penatalaksanaan pneumothorax dilakukan tindakan pemasangan

chest tube dan WSD; untuk penatalaksanan emfisema subkutis dilakukan multipel insisi..

16

Pada kasus tension pneumotoraks, tidak ada pengobatan non-invasif yang dapat

dilakukan untuk menangani kondisi yang mengancam nyawa ini. Pneumotoraks adalah

kondisi yang mengancam jiwa yang membutuhkan penanganan segera. Jika diagnosis

tension pneumotoraks sudah dicurigai, jangan menunda penanganan meskipun diagnosis

belum ditegakkan.

Pada kasus tension pneumotoraks, langsung hubungkan pernafasan pasien dengan

100% oksigen. Lakukan dekompresi jarum tanpa ragu. Hal-hal tersebut seharusnya sudah

dilakukan sebelum pasien mencapai rumah sakit untuk pengobatan lebih lanjut. Setelah

melakukan dekompresi jarum, mulailah persiapan untuk melakukan torakostomi tube.

Kemudian lakukan penilaian ulang pada pasien, perhatikan ABCs (Airway, breathing,

cirvulation) pasien. Lakukan penilaian ulang foto toraks untuk menilai ekspansi paru,

posisi dari torakostomi dan untuk memperbaiki adanya deviasi mediastinum. Selanjutnya,

pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan.

BAB III

KESIMPULAN

Suatu pneumotoraks merupakan salah satu kegawatdaruratan pada cedera dada.

Keadaan ini terjadi akibat kerusakan yang menyebabkan udara masuk kedalam rongga

pleura dan udara tersebut tidak dapat keluar, keadaan ini disebut dengan fenomena ventil .

Akibat udara yang terjebak didalam rongga pleura ssehingga menyebabkan tekanan

intrapleura meningkat akibatnya terjadi kolaps pada paru-paru, hingga menggeser

mediastinum ke bagian paru-paru kontralateral, penekanan pada aliran vena balik

sehingga terjadi hipoksia. Pneumothorax juga terjadi disebabkan adanya kebocoran

17

dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan

berhubungan dengan bronchus. Pelebaran dari alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli

yang kemudian membentuk suatu bula di dekat suatu daerah proses non spesifik atau

granulomatous fibrosis adalah salah satu sebab yang sering terjadi pneumothorax, dimana

bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi emfisema.

Diharapkan dengan laporan kasus ini, kasus-kasus pneumothorax akibat traumatic

dengan komplikasi emfisema subkutis dapat didiagnosa dengan tepat melalui anamnesis,

pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang agar penanganan yang tepat dapat segera

diberikan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut, sehingga memberikan prognosis yang

lebih baik. Tujuan utama terapi pneumothorax adalah untuk mengeluarkan udara dari

rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi, dengan berbagai cara

seperti torakosentesis, pemasangan chest tube dan water sealed drainage.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.

Jakarta : EGC; 1997. p. 598.

2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.

Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2006. p. 1063.

19