32
Teori belajar kognitif bruner Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap, dan ketrampilan. Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman,

Teori Belajar Kognitif Bruner

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Teori Belajar Kognitif Bruner

Teori belajar kognitif bruner

Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.

Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya

mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar

merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar

seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan

tingkah laku, sikap, dan ketrampilan.

Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran

behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada

pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu

yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti

yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses

usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.

Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu

proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996:

53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif

dan berbekas”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha

yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses

interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk

pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan

berbekas.

Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung

termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat

langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar

kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:

Page 2: Teori Belajar Kognitif Bruner

Teori Belajar Piaget

Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat

terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada

anak.

Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut

tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur

tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya.

Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:

a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)

Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami

lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan

menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta

motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut

mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya.

Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.

b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)

Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu

mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan

bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek

anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan

yang berbeda dengannya.

c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)

Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya

mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada

informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi

konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh

pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi

Page 3: Teori Belajar Kognitif Bruner

misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi

jarang mengetahui bila membuat kesalahan.

d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)

Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai

gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif

pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan

pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang

besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang

bersifat abstrak.

Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan

kognitif anak menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.

Taxonomy SOLO

Teori belajar Piaget memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan

teori pembelajaran kognitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya peneliti yang tertarik

melakukan analisis serta memperluas teori tersebut. salah satu kritik yang cukup tajam

terhadap teori Piaget adalah berkenaan dengan asumsi bahwa pengertian akan suatu struktur

yang sama akan diperoleh pada usia yang sama dalam berbagai domain intelektual. Implikasi

dari hal ini adalah ketika seorang anak sudah dapat mengawetkan besaran suatu unsur dengan

mengenali bahwa besaran dari benda tersebut sama terlepas dari bentuknya anak secara

rasional dapat diduga akan mengawetkan konsep berat, karena struktur antara konsep besaran

dan berat sama. Ternyata bersadar pada studi eksperimental yang dilakukan oleh para peneliti

hal ini tidak sepenuhnya benar. Hal ini dianggap sebagai sebuah penyimpangan.

Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya perbedaan cara dalam memperoleh sebuah

struktur yang sama oleh seorang individu. Dari beberapa hasil pengembangan penelitian

dalam teori ini ternyata penyimpangan ini lazim terjadi sebagaimana diungkapkan oleh Biggs

dan Collis (1982). Fakta ini memicu sebuah pengembangan teori dari teori Piaget yang

dikenal dengan neo-Piagetian theories.

Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar

Piaget. Salah satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur

Page 4: Teori Belajar Kognitif Bruner

kognitif. Teori mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO).

Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan antara “generalized cognitive structure” atau

struktur kognitif umum anak dengan “actual respon” atau respon langsung anak ketika

diberikan perintah-perintah. Mereka menerima kebeadaan konsep struktur kognitif umum

namun mereka menyakini bahwa hal tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu

mengacu pada sebuah “hypothesized cognitive structure” (HCS) atau struktur kognitif

hipotesis. Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari

pengaruh pembelajaran disaat anak diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam

menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat penting seperti

yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa penampilan seseorang sangatlah beragam

dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika

yang mendasarinya, selanjutnya asumsi ini juga meliputi penyimpangan yang dalam model

ini dikatakan:

Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada

pada level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada

level formal di matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang konkrit pada

topik yyang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan terdapatnya

“pertukaran” dalam perkembangan kognitif yang berlangsung, tetapi sedikit pertukaran

terjadi pada konstruksi yang lebih proximal , pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs

& Collis (1991:60)

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan

pada analisis terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir

rangsangan. Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk melihat

kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada melihat struktur alamiah dari respon siswa

dan perubahannya dari waktu ke waktu.

Untuk menjelaskan konsep “pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif

yang tidak biasa diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)menyediakan suatu

level tersendiri yang diberi nama “post formal mode”. Bagaimanapun juga terdapat satu

perbedaan penting dari teori yang dikemukakan Piaget yaitu ketika mode atau level baru

mulai muncul, ini tidak akan menggantikan level yang lama begitu saja melainkan dapat

berkembang bersamaan. Oleh karena itu mode-model tersebut tumbuh sejak lahir hingga

dewasa. Level terakhir adalah batas tertinggi dari proses abstraksi yang dapat ditunjukkan

Page 5: Teori Belajar Kognitif Bruner

anak, bukan seluruh penampilan yang harus menyesuaikan dengan level-nya. Secara khusus,

ketika semakin banyak mode yang memungkinkan maka multi-modal fungsioning menjadi

normanya.

Berikut adalah 5 mode yang diutarakan oleh Biggs dan Collis:

1. Mode Sensorimotor

Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak

membangun kemampuan untuk melakukan koordinasi dan mengatur interaksinya dengan

lingkungan sekitar. Perkembangan yang berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan oleh

kegiatan-kegiatan fisik ketika diperolehnya tacit knowledge.

2. Mode Iconic

Pada mode ini symbol-simbol dan gambar digunakan untuk merepresentasikan

elemen-elemen yang diperolehnya pada mode sensorimotor. Tanda-tanda tersebut digunakan

sebagai peran pengganti dari komunikasi oral. Cirri-ciri dari anak yang berada pada mode ini

antara lain sering menggunakan strategi menebak, senang menggunakan alat peraga dan

senang membuat gambaran-gambaran mental. Mode sensorimotor dan iconic adalah mode-

mode alamiah dari seorang manusia yang berkembang secara alamiah juga. Sedangkan target

pertama dari sekolah formal ada pada mode concrete symbolic.

3. Mode Concrete Symbolic

Pada mode ini anak mengalami “pertukaran” dalam proses abstraksi. Mereka mulai

merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk tulisan, yaitu sebuah

system symbol yang akan mereka gunakan dalam kehidupannya di dunia.

Sebuah system symbol memiliki tingkatan dan logika internal yang dapat

memfasilitasi sebuah hubungan antara sistem simbol dan lingkungan fisik di sekitarnya.

Sistem symbol yang digunakan di sekolah antara lain adalah matematika dan bahasa. Mode

concrete symbolic adalah mode terbesar sebagai target dari matematika sekolah. Karena

dalam matematika anak menggambarkan dan mengoperasikan objek-objek yang berada di

sekitarnya.

Page 6: Teori Belajar Kognitif Bruner

4. Mode Formal

Pada mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan

mengkonstruksi teori tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berpikir pada tahap

ini meliputi membuat formula hipotesis dan membuat penalaran yang proporsional. Oleh

karena itu kemampuan ini dituntut pada mahasiswa-mahasiswa di Perguruan Tinggi.

5. Mode Post Formal

Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara deduktif

dari pada penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris. Karakteristik terpenting dari

mode ini adalah kemampuan untuk bertanya tentang prinsip-prinsip mendasar dari sesuatu

hal.

Taksonomi SOLO ini terdiri dari lima tahap yang dapat menggambarkan

perkembangan kemampuan berpikir kompleks pada siswa dan dapat diterapkan di berbagai

bidang.

Berikut adalah tahapan respon berpikir berdasar taksonomi SOLO;

1. Tahap Pre-Structural.

Pada tahap ini siswa hanya memiliki sangat sedikit sekali informasi yang bahkan tidak saling

berhubungan, sehingga tidak membentuk sebuah kesatuan konsep sama sekali dan tidak

mempunyai makna apapun.

2. Tahap Uni-Structural.

Pada tahap ini terlihat adanya hubungan yang jelas dan sederhana antara satu konsep dengan

konsep lainnya tetapi inti konsep tersebut secara luas belum dipahami. Beberapa kata kerja

yang dapat mengindikasi aktivitas pada tahap ini adalah; mengindentifikasikan, mengingat

dan melakukan prosedur sederhana.

3. Tahap Multi-Structural.

Pada tahap ini siswa sudah memahami beberapa komponen namun hal ini masih bersifat

terpisah satu sama lain sehingga belum membentuk pemahaman secara komprehensif.

Page 7: Teori Belajar Kognitif Bruner

Beberapa koneksi sederhana sudah terbentuk namun demikian kemampuan meta-kognisi

belum tampak pada tahap ini. Adapun beberapa kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan

siswa pada tahap ini antara lain; membilang atau mencacah, mengurutkan,

mengklasifikasikan, menjelaskan, membuat daftar, menggabungkan dan melakukan

algoritma.

4. Tahap relational.

Pada tahap ini siswa dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta tindakan dan

tujuan. Pada tahap ini siswa dapat menunjukan pemahaman beberapa komponen dari satu

kesatuan konsep, memahami peran bagian-bagian bagi keseluruhan serta telah dapat

mengaplikasikan sebuah konsep pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun kata kerja yang

mengidikasikan kemampuan pada tahap ini antara lain; membandingkan, membedakan,

menjelaskan hubungan sebab akibat, menggabungkan, menganalisis, mengaplikasikan,

menghubungkan.

5. Tahap Extended Abstract

Pada tahap ini siswa melakukan koneksi tidak hanya sebatas pada konsep-konsep

yang sudah diberikan saja melainkan dengan konsep-konsep diluar itu. Dapat

membuat generalisasi serta dapat melakukan sebuah perumpamaan-perumpamaan

pada situasi-situasi spesifik. Kata-kerja yang merefleksikan kemampuan pada tahap

ini antara lain, membuat suatu teori, membuat hipotesis, membuat generalisasi,

melakukan refleksi serta membangun suatu konsep.

Teori Belajar Van Hiele

Dalam belajar pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh

Van Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam belajar

geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam

pegajaran geometri. Hasil penelitiannya itu, yang dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh

dari kegiatan tanya jawab dan pengamatan.

Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu,

materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan

dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.

Page 8: Teori Belajar Kognitif Bruner

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahapan berpikir dalam belajar

geometri yaitu;

a.Tahap Pengenalan

Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri secara keseluruhan,

namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu.

Sebagai contoh jika kepada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui

sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus itu. Ia belum menyadari bahwa kubus

mempunyai sisi-sisi yang berupa bujur sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah.

b.Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah mulai dapat mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geomeri yang

diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri

tersebut. Misalnya disaat dia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat

dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap

ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri

dengan benda geometri lainnya. Misalnya, anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar

adalah persegi panjang, bahwa bujur sangkar adalah belah ketupat dan sebagainya.

c.Tahap Pengurutan

Pada tahap ini anak telah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang dikenal dengan

sebutan berpikir deduktif, namun kemapuan ini belum berkembang secara penuh. Pada tahap

ini anak telah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mulai mengenali bahwa bujur

sangkar adalah jajargenjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula

dalam pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga,

dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. Pola pikir anak

pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang

itu sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari

dua segitiga yang kongruen.

d.Tahap Deduksi

Page 9: Teori Belajar Kognitif Bruner

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan

kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Mereka juga telah

mengerti peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang telah

didefinisiskan. Misalnya anak telah mampu memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak

telah mampu menggunakan postulat atau aksioma yang digunakan dalam pembuktian.

Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-

sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa

postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara

pebuktian dua segitiga yang sama dan sebangun(kongruen).

e.Tahap Akurasi

Dalam tahap ini anak telah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip

dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma-

aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berpikir

yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua anak,

meskipun sudah duduk dibangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap

berpikir ini.

Paparan di atas baru beberapa teori pembelajaran kognitif, selain itu masih banyak teori

belajar konitif yang diungkapkan oleh beberapa pakar seperti Bruner, Bloom, Freudenthal

dan lain-lain.

Referensi:

Ahmadi, Abu dan Supriono, Widodo. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Atherton J S (2005) Learning and Teaching: SOLO Taxonomy [On-line] UK: Available: http://www.learningandteaching.info/learning/solo.htm Accessed: diakses tanggal 17 January 2009.

Biggs, J.B & Collis, K.F. (1982). Evaluating the Quality of Learning: the SOLO Taxonomy. New York: Academic Press

Biggs, J. B. and Collis, K. F. (1991). Multimodal learning and the quality of intelligent behaviou. In H.Rowe (ed.).

Page 10: Teori Belajar Kognitif Bruner

Crowley, L Mary.(1987). “The Van Hiele Model of the development of Geometric Thought.” Dalam Learning and teaching Geometry, K-12. National of Teacher of mathematics (NCTM). United State of America.

Karso, et.al.(1993). Dasar-Dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: Depdikbud.

Suherman, Erman & Winataputra, Udin S. (1992). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Depdikbud. Jakarta.

Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar

sebagai sebuah proses hubungan stimulus-response-reinforcement. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku

seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement. Menurut mereka tingkah laku seseorang

senantiasa didasarkan pada kognitif, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu

terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk

pemecahan masalah. Jadi kaum kognitifis berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung

kepada pemahaman terhadap hubungan – hubunganyang ada didalam suatu situasi. Mereka memberi tekanan

pada organisasi pegamatan atas stimuli di dalam lingkungan serta pada factor yang mempengaruhi

pengematran tersebut.

A. Teori kognitif Gestalt

Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar teori gestalt adalah Merx

Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh

Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hokum-hukum pengamatan, kemudian

Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa

pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua

kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan antara bagian

dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam

situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan

ganjaran.

B. Teori belajar Cognitive-field dari Lewin

Kurt Lewin (1892-1947) mengembangkan suatu teori belajar kognitiv-field dengan menaruh perhatian kepada

kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing-masing individu berada di dalam suatu medan

kekuatan yang bersifat psikologis. Medan dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencankup

perwujudan lingkungan di mana individu bereaksi, misalnya ; orang – orang yang dijumpainya, objek material

Page 11: Teori Belajar Kognitif Bruner

yang ia hadapi serta fungsi kejiwaan yang ia miliki. Jadi menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari

perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan sruktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu

dari stuktur medan kognisi itu sendiri, yang lainya dari kebutuhan motivasi internal individu. Lewin memberikan

peranan lebih penting pada motivasi dari reward.

C. Teori Belajar Cognitive Developmental dari Piaget

Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari

konkret menuju abstrak.

Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi

serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Menurut Piaget, pertumbuhan

kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan

intelektuan adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif. Pada intinya, perkembangan kognitif bergantung

kepada akomodasi. Kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar,

karena ia tak daapat belajar dari apa yang telah diketahuinya.

D. Jerome Bruner dengan Discovery Learningnya

Yang menjadikan dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan

secara aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery

learning, yaitu dimana murid mengorganisasi bahan pelajaran yang dipelajarai dengan suatu bentuk akhir yang

sesuai dengan tingkat kemajuan anak tersebut. Bruner menyebutkan hendaknya guru harus memberikan

kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historian atau ahli

matematika. Biarkan murid kita menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka

mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang mereka mengerti

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1  Teori Belajar Bruner

Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard,

Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan  agar pendidikan memberikan

perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan

kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan.

Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner

menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar

informasi yang diberikan kepada dirinya.

Page 12: Teori Belajar Kognitif Bruner

Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) prose perolehan informasi baru, (2) proses

mentransformasikan informasi yang diterima  dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.Perolehan

informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang

diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain.Proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses

bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.Informasi yang

diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.

Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika

yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur

matematika itu,(dalam Hudoyo, 1990:48) Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai

dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).Dengan mengajukan masalah

kontekstual,peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan

keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan tekhnologi informasi dan komunikasi seperti komputer,

alat peraga atau media lainnya.

Bruner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak baiknya diberi kesempatan

memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam

memahami suatu konsep matematika.Melalui alat peraga yang ditelitinya anak akan melihat langsung bagaiman

keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya.Peran guru adalah :

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->perlu memahami struktur pelajaran

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-

konsep sebagai dasar  untuk memahami dengan benar

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->pentingnya nilai berfikir induktif.

Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar secara optimal) jika

pengetahuan yang dipelajari itu dalam 3 model yaitu :

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Model Tahap Enaktif

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi

(mengotak atik)objek.

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Model Tahap Ikonik

Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan

melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang

merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.

 

 

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Model Tahap Simbolis

Page 13: Teori Belajar Kognitif Bruner

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang

objek tertentu.

Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif ,Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil

berkaitan dengan pengajaran matematika.Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh

Bruner pada tahun 1963 mengemukakan empat teorema /dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang

masing-masing disebut “teorema atau dalil” .Keempat dalil tersebut adalah :

<!--[if !supportLists]-->a.      <!--[endif]-->Dalil Konstruksi / Penyusunan ( Contruction theorem)

Didalam teorema konstruksi dikatakan cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk mempelajari sesuatu  atau

prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebuah representasi dari

konsep atau prinsip tersebut.

<!--[if !supportLists]-->b.      <!--[endif]-->Dalil Notasi (Notation Theorem)

Menurut teorema notasi representase dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila

didalam representase itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.

<!--[if !supportLists]-->c.      <!--[endif]-->Dalil Kekontrasan dan Variasi ( Contras and Variation Theorem)

Menurut teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah

dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain sehingga perbedaan antar

konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas.

<!--[if !supportLists]-->d.      <!--[endif]-->Dalil Konektivitas dan Pengaitan (Conectivity Theorem)

Didalam teorema konektivitas disebut bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketramplan dalam

matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan lain.

 

<!--[if !supportLists]-->2.2    <!--[endif]-->Metode Penemuan

            Satu hal yang membuat Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar,

menurutnya belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan perolehan khusus,

yaitu metode penemuan (dicovery).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang melambangkan

berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dalam prinsip konstruksitivis dan discovery learning siswa

didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.

Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Stimulus ( pemberian perangsang)

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Problem Statement (mengidentifikasi masalah)

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Data collection ( pengumpulan data)

Page 14: Teori Belajar Kognitif Bruner

<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Data Prosessing (pengolahan data)

<!--[if !supportLists]-->5.      <!--[endif]-->Verifikasi

<!--[if !supportLists]-->6.      <!--[endif]-->Generalisasi

 

2.3 Teori Belajar Gagne

            Teori yang diperkenalkan Robert M.Gagne  pada tahun 1960-an pembelajaran harus dikondisikan untuk

memunculkan respons yang diharapkan.Menurut Gagne (dalam Ismail 1998), belajar matematika terdiri dari objek

langsung dan objek tak langsung.

<!--[if !supportLists]-->2.3.1       <!--[endif]-->Objek-objek langsung pembelajaran matematika terdiri atas :

<!--[if !supportLists]-->a.      <!--[endif]-->Fakta-fakta matematika

<!--[if !supportLists]-->b.      <!--[endif]-->Ketrampilan-ketrampilan matematika

<!--[if !supportLists]-->c.      <!--[endif]-->Konsep-konsep matematika

<!--[if !supportLists]-->d.      <!--[endif]-->Prinsip-prinsip matematika

 

 

<!--[if !supportLists]-->2.3.2       <!--[endif]-->Objek-objek tak langsung pembelajaran matematika adalah :

<!--[if !supportLists]-->a.      <!--[endif]-->Kemampuan berfikir logis

<!--[if !supportLists]-->b.      <!--[endif]-->Kemampuan memecahkan masalah

<!--[if !supportLists]-->c.      <!--[endif]-->Sikap positif terhadap matematika

<!--[if !supportLists]-->d.      <!--[endif]-->Ketekunan

<!--[if !supportLists]-->e.      <!--[endif]-->Ketelitian

 

<!--[if !supportLists]-->2.4             <!--[endif]-->Taksonomi Gagne

            Menurut Gagne tingkah laku manusia sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar. Kita dapat

mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses

belajar.Gagne mengemukakan bahwa ketrampilan-ketrampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut

kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas.

Page 15: Teori Belajar Kognitif Bruner

<!--[if !supportLists]-->2.4.1       <!--[endif]-->Lima Macam Hasil Belajar Gagne

Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan

satu bersifat psikomotor.Hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut :

<!--[if !supportLists]-->1.      <!--[endif]-->Informasi verbal

Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisan

pengetahuannya tentang fakta-fakta.

<!--[if !supportLists]-->2.      <!--[endif]-->Ketrampilan Intelektual

Kapabilitas ketrampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat membedakan, menguasai

konsep aturan, dan memecahkan masalah.

Kapabilitas Ketrampilan Intelektual oleh Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu :

 

<!--[if !supportLists]-->a.      <!--[endif]-->Belajar Isyarat

<!--[if !supportLists]-->b.      <!--[endif]-->Belajar stimulus Respon

<!--[if !supportLists]-->c.      <!--[endif]-->Belajar Rangkaian Gerak

<!--[if !supportLists]-->d.      <!--[endif]-->Belajar Rangkaian Verbal

<!--[if !supportLists]-->e.      <!--[endif]-->Belajar membedakan

<!--[if !supportLists]-->f.        <!--[endif]-->Belajar Pembentukan konsep

<!--[if !supportLists]-->g.      <!--[endif]-->Belajar Pembentukan Aturan

<!--[if !supportLists]-->h.     <!--[endif]-->Belajar Memecahkan Masalah

<!--[if !supportLists]-->3.      <!--[endif]-->Strategi Kognitif

Kapabilitas Strategi Kognitif adalah Kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan

proses berfikir dengan cara merekam, membuat analisis dan sintesis.

<!--[if !supportLists]-->4.      <!--[endif]-->Sikap

Kapabilitas Sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus atas dasar

penilaian terhadap stimulus tersebut.

<!--[if !supportLists]-->5.      <!--[endif]-->Ketrampilan motorik

Page 16: Teori Belajar Kognitif Bruner

Untuk dapat mengetahui seseorang memiliki kapabilitas ketrampilan motorik dapat dilihat dari segi

kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot serta anggota badan yang diperlihatkan orang

tersebut.

<!--[if !supportLists]-->2.4.2       <!--[endif]-->Fase-fase kegiatan Belajar menurut Gagne

Robert M.Gagne adalaha seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian diantaranya fase-fase

kegiatan belajar yang dibagi dalam empat fase yaitu :

<!--[if !supportLists]-->a.      <!--[endif]-->Fase Aprehensi

<!--[if !supportLists]-->b.      <!--[endif]-->Fase Akuisisi

<!--[if !supportLists]-->c.      <!--[endif]-->Fase Penyimpanan

<!--[if !supportLists]-->d.      <!--[endif]-->Fase Pemanggilan

 

<!--[if !supportLists]-->2.5             <!--[endif]-->Keunggulan Teori Belajar Bruner dan Teori Belajar Gagne.

<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Bruner menjadi sangat terkenal karena dia lebih peduli terhadap

proses belajar daripada hasil belajar,metode yang digunakannya adalah metode Penemuan (discovery

learning).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan

pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivitas.

<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Gagne berpendapat bahwa objek belajar matematika meliputi objek

langsung dan objek tak langsung dan sasaran pembelajaran adalah penguasaan atas sesuatu

pengetahuan atau kemampuan yang harus dikuasai. Urut-urutan pengetahuan atau kemampuan

prasyarat disebut hirarki belajar (learning hierarchy).

 

<!--[if !supportLists]-->2.6             <!--[endif]-->Kekurangan Teori Belajar Bruner

<!--[if !supportLists]-->          <!--[endif]-->Dalam Teori Bruner dengan metode Penemuan (discovery learning),

kekurangannya tidak bisa digunakan pada semua materi dalam matematika hanya beberapa materi saja yang

dapat digunakan dengan metode penemuan.

Teori Belajar Bruner

 

Menurut Bruner, agar proses mempelajari sesuatu pengetahuan atau kemampuan berlangsung secara optimal,

dalam arti pengetahuan taua kemampuan dapat diinternalisasi dalam struktur kognitif orang yang

bersangkutan.Kemampuan tersebut dibagi dalam 3 tahap yaitu, tahap enaktif, tahap ikonik, dan tahap

simbolik.Bruner juga mengemukakan  4 teorema tentang cara belajar dan mengajar matematika yaitu, teorema

konstruksi, teorema notasi, teorema kekaontrasan dan variasi, serta teorema konektivitas.

Page 17: Teori Belajar Kognitif Bruner

<!--[if !supportLists]-->3.1.2       <!--[endif]-->Teori Belajar Gagne

Menurut Gagne objek belajar matematika adalah objek langsung dan tak langsung dan sasaran pembelajaran

matematika adalah kemampuan yang disebut kapabilitas dibagi menjadi 5 bagian yaitu, informasi verbal,

ketrampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan ketrampilan motorik.Ketrampilan intelektual dikelompokkan

pada 8 tipe belajar yaitu belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian

verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah.

 

<!--[if !supportLists]-->3.2    <!--[endif]-->Saran

Berdasarkan uraian diatas, dalam pembelajaran matematika kita sebagai guru pengajar harus lebih jeli dalam

menggunakan teori belajar yang tepat sehingga dalam penerapannya kepada peserta didik dapat meningkatkan

mutu pendidikan .

DAFTAR PUSTAKA

 

Aisyah Nyimas, et.Al., Pengembangan Pembelajaran Matematika SD, Konsorsium PJJ S1 PGSD.

 

Hudoyo, Herman,1998, Mengajar Belajar Matematika, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK.

 

Ismail, 1998, Kapita Selekta Pembelajaran Matematika, Universitas terbuka.

 

DR.Y.Marpaung, et.Al., 2002, Teori-Teori Perkembangan Kognitif Dan Proses Pembelajaran yang Relevan untuk Pembelajaran Matematika, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. 

TEORI TAHAP-TAHAP BELAJAR: JEROME BRUNER

Menurut Bruner (dalam Sumardi, 2008) bahasa adalah alat yang paling penting bagi pertumbuhan kognitif anak. Bruner meneliti bagaimana orang dewasa menggunakan bahasa untuk menjembatani dunia sekitar dengan anak-anak dan membantu mereka memecahkan masalah. Pembicaraan atau “omongan” yang mendukung anak dalam melakukan kegiatan disebut scaffolding talk. Scaffolding talk atau omongan guru yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan di kelas, dapat berlangsung mulai dari memeriksa presensi sampai membubarkan kelas. Ketika scaffolding talk itu terjadi dalam pembelajaran bahasa Inggris, maka semua itu juga harus dilakukan dalam bahasa Inggris pula. Dalam sebuah ekxperimen yang dilakukan terhadap ibu-ibu dan anak-anak di Amerika, orang tua yang melakukan scaffolding talk secara efektif biasa melakukan hal-hal sebagai berikut:• Mereka membuat anak tertarik kepada tugas-tugas yang diberikan;• Mereka membuat tugas menjadi lebih sederhana, seringkali dengan memecah-mecah tugas

Page 18: Teori Belajar Kognitif Bruner

menjadi langkah-langkah yang lebih kecil;• Mereka mampu mengarahkan anak kepada penyelesaian tugas dengan mengingatkan anak tentang tujuan utamanya;• Mereka menunjukkan apa-apa yang penting untuk dikerjakan, atau menunjukkan bagaimana melakukan bagian-bagian dari tugas itu;• Mereka menunjukkan bagaimana tugas itu dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.Jerome Bruner berpendapat (dalam Ernawati, 2007) bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan teori belajar menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:(1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,(2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain,(3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.Bruner berpendapat (dalam Ernawati, 2007) bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan (dalam Ernawati, 2007) bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dididik berdasarkan kurikulum yang berisi tema-tema hidup.Menurut Ernawati (2007) pada teori belajar Bruner terdapat tiga tahap proses belajar, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.Menurut Bruner (dalam Royama, 2009) dalam proses belajar dapat dibedakan dalam tiga fase yaitu : informasi, transpormasi dan evaluasi. Bruner mengemukan empat tema pendidikan, tema pertama mengemukan pentingnya arti struktur pengetahuan, tema kedua ialah tentang kesiapan (readines) untuk belajar, tema ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan, tema keempat ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar, dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.Bruner menyimpulkan (dalam Royama, 2009) bahwa pendidikan bukan sekedar persoalan teknik pengelolaan informasi, bahkan bukan penerapan teori belajar dokelas atau menggunakan hasil ujian prestasi yang berpusat pada mata pelajaran.Penerapan Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran dapat dilakukan dengan:1. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang Anda ajarkan2. Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep3. Berikan satu pertanyaan dan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri4. Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mancari jawaban yang sebenarnya.5. Tidak semua materi yang ada dalam matematika sekolah dasar dapat dilakukan dengan metode penemuan.Menurut Budi (2008) Ada tiga tahap dalam belajar menurut Bruner, yaitu (1) tahap enaktif, (2) Tahap ikonik, (3) Tahap simbolis.Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat (dalam Budi, 2008) bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apaha hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu

Page 19: Teori Belajar Kognitif Bruner

saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu: (1) mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan, (2) kesiapan (readiness) siswa untuk belajar, (3) nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi, (4) motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan curu untuk memotivasinya. Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan, yaitu: Berdasarkan uraian di atas teori belajar Bruner, dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa. Pembelajaran PKn seyogyanya juga dapat memberikan informasi yang jelas dan evaluasi hasil belajar siswa.

TEORI PERMAINAN: TEORI DIENESZoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya bertumpu pada teori pieget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak-anak, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi anak yang mempelajari matematika (Kristiyanto, 2007).Menurut Kristiyanto (2007) bahwa Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan mengkatagorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.Menurut Kristiyanto (2007) bahwa Menurut Dienes konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:1. Permainan Bebas (Free Play)Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-poladan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya.

Page 20: Teori Belajar Kognitif Bruner

Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).4. Permainan Representasi (Representation)Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.Segitiga Segiempat Segilima Segienam Segi dua puluh tiga0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ….. diagonal ……. diagonal5. Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.6. Permainan dengan Formalisasi (Formalization)Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampumerumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.Menurut http://fip.uny.ac.id/pjj/wp-content/uploads/2008/03/semester_2_inisiasi_2_pengembangan_m

Page 21: Teori Belajar Kognitif Bruner

atematika_sd_2.pdf. bahwa Untuk mengawali penyampaian materi matematika yang abstrak melalui konkret itu dapat berpedoman pada Teori Belajar Dienes. Pada teori belajar Dienes, ditekankan pembentukan konsep-konsep melalui permainan yang mengarah pada pembentukkan konsep yang abstrak. Dengan demikian teori belajar Dienes sangatlah cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika. Teori belajar Dienes ini sangat terkait dengan teori belajar yang dikemukakan oleh Piaget, yaitu mengenai teori perkembangan intelektual. Jean Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode. Urutan periode itu tetap bagi setiap orang, namun usia atau kronologis pada setiap orang yang memasuki setiap periode berpikir yang lebih tinggi berbeda-beda tergantung kepada masing-masing individu.Menurut Basuki (2008) bahwa Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara sruktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pelajaran matematika.Yang dimaksud Dienes dengan konsep adalah stuktur matematika yang terdiri dari 3 macam konsep, yaitu konsep murni matematika (pare matematical concepts), konsep notasi (notation concepts), konsep murni matematika berkenaan dengan mengelompokan bilangan dan hubungan antara bilangan antara bilangan tanpa mempertimbangkan bagaimana bilangan itu disajikan, sedangkan konsep terapan adalah aplikasi konsep murni dan konsep notasi dalam pemecahan soal-soal matematika dan dalam bidang studi lain yang berhubungan.Menurut Basuki (2009) bahwa Dienes juga percaya bahwa semua abstraksi yang berdasarkan pada situasi dan pengamatan konkret, prinsip penjelmaan bentuk (multiple embodiment principle) adalah suatu prinsip yang bila diterapkan oleh guru untuk setiap konsep yang diajarkan akan menyempurnakan penghayatan siswa terhadap konsep itu. Ada beberapa alasan mengapa untuk memahami suatu amanat perlu diberikan beranekaragam materi konkret sebagai model (representatif) konkret dari konsep itu.Menurut http://www.my-rummy.com/Kanak-kanak_belajar_matematik.html bahwa Professor Zolton P. Dienes, seorang ahli matematik, ahli psikologi dan pendidik, pernah memberi banyak sumbangan dalam teori pembelajaran. Beliau telah merancang satu sistem yang berkesan untuk pengajaran matematik untuk menjadikan matematik lebih mudah dan berminat untuk mempelajari. Mengikut Dienes konsep matematik boleh dipelajari melalui enam peringkat iaitu permainan bebas, permainan berstruktur, mencari ciri-ciri, perwakilan gambar, perwakilan simbol dan akhirnya formalisasi.Teori Dienes mengariskan beberapa prinsip bagaimana kanak-kanak mempelajari matematik iaitu:1: Prinsip KonstruktivitisPelajar haruslah memahami konsep sebelum memahaminya dengan analisa yang logik.2: Prinsip Perubahan PerspeptualKanak-kanak didedahkan pelbagai keadaan supaya dapat memaksimakan konsep Matematik.3: Prinsip DinamikKanak-kanak mempelajari sesuatu melalui pendedahan dan eksperimen untuk membentuk satu konsep.

DAFTAR PUSTAKABasuki, dkk. Dasar-Dasar Proses Pembelajaran Matematika (Teori Belajar Dienes). Makalah. (online) http://ukiakih.blogspot.com/2009/03/teori-belajar.html (diakses 11 Maret 2009)

Page 22: Teori Belajar Kognitif Bruner

Budi. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran serta PKn Sebagai Pendidikan Nilai, Moral, dan Norma. (online) http://72.14.235.132/search?q=cache:Xd1Qy_lzAy8J:budimeeong.files.wordpress.com/2008/05/inisiasi_pkn_1.pdf+teori+belajar+bruner&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id (diakses 10 Maret 2009)Ernawati, Nanik. 2007. Membandingkan pendapat ketiga tokoh pada proses terjadinya interaksi antar informasi yang masuk dengan kondisi intern siswa yang belajar. (online) http://swa2007pjj.blogspot.com/2008/02/nanik-ernawati-282007012-to-1-pkn.html (diakses 10 Maret 2009)Kristiyanto, A.L. 2007. Pembelajaran Matematika Berdasar Teori Dienes. (online) http://kris-21.blogspot.com/2007/12/pembelajaran-matematika-berdasar-teori_04.html (diakses 11 Pebruari 2009)Royama, Sam. 2009. Dasar Pendidikan dalam Konsep dan Makna Belajar. (online) http://mjieschool.multiply.com/journal/item/36 (diakses 10 Maret 2009)Sumardi, Robert. 2008. Relevansi Teori Psikologi Piaget, Vigotsky, dan Bruner dalam Pembelajaran Bahasa Inggris. (online) http://robertsumardi.wordpress.com/2008/09/11/implikasi-teori-psikologi-piaget-vygotsky-dan-bruner-dalam-pembelajaran-bahasa-inggris/ (diakses 10 Maret 2009)………………….2008. Teori Belajar Dienes. (online) http://fip.uny.ac.id/pjj/wp-content/uploads/2008/03/semester_2_inisiasi_2_pengembangan_matematika_sd_2.pdf. (diakses 11 Maret 2009)……………….. 2009. Bagaimana kanak-Kanak Belajar Matematika?. (online) http://www.my-rummy.com/Kanak-kanak_belajar_matematik.html (diakses 11 Maret 2009)