25
Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan pesan kepada khalayak banyak (publik). Organisasi - organisasi media ini akan menyebarluaskan pesan-pesan yang akan memengaruhi dan mencerminkan kebudayaan suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di masyarakat. Dalam komunikasi massa, media massa menjadi otoritas tunggal yang menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak. Pentingnya komunikasi massa dalam kehidupan manusia modern dewasa ini, terutama dengan kemampuannya untuk menciptakan publik, menentukan isu, memberikan kesamaan kerangka pikir, dan menyusun perhatian publik, membuat ilmuwan-ilmuwan tertarik untuk meneliti dan mengembangkan teori-teori komunikasi massa. Karena lingkup komunikasi massa sangat luas dan banyak sekali teori yang ada, dalam penjelasan teori komunikasi masa ini dipilih teori-teori yang menonjol dan memengaruhi aliran pemikiran komunikasi massa dewasa ini. 1. Teori Peluru atau Jarum Hipodermik Teori Peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa yang oleh para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula Hypodermic Needle Theory (Teori Jarum Hipodermik). Teori ini ditampilkan tahun 1950-an setelah peristiwa penyiaran kaleidoskop stasiun radio siaran CBS di Amerika berjudul The Invansion from Mars (Effendy.1993:264-265). Istilah model hypodermic needle timbul pada periode ketika komunikasi massa digunakan secara meluas, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat, yaitu sekitar1930-an dan mencapai puncaknya menjelang Perang Dunia II. Pengaruh media sebagai

Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

iya

Citation preview

Page 1: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan menyebarkan

pesan kepada khalayak banyak (publik). Organisasi - organisasi media ini akan

menyebarluaskan pesan-pesan yang akan memengaruhi dan mencerminkan kebudayaan

suatu masyarakat, lalu informasi ini akan mereka hadirkan serentak pada khalayak luas

yang beragam. Hal ini membuat media menjadi bagian dari salah satu institusi yang kuat di

masyarakat. Dalam komunikasi massa, media massa menjadi otoritas tunggal yang

menyeleksi, memproduksi pesan, dan menyampaikannya pada khalayak.

Pentingnya komunikasi massa dalam kehidupan manusia modern dewasa ini, terutama

dengan kemampuannya untuk menciptakan publik, menentukan isu, memberikan kesamaan

kerangka pikir, dan menyusun perhatian publik, membuat ilmuwan-ilmuwan tertarik untuk

meneliti dan mengembangkan teori-teori komunikasi massa. Karena lingkup komunikasi

massa sangat luas dan banyak sekali teori yang ada, dalam penjelasan teori komunikasi

masa ini dipilih teori-teori yang menonjol dan memengaruhi aliran pemikiran komunikasi

massa dewasa ini.

1. Teori Peluru atau Jarum Hipodermik

Teori Peluru ini merupakan konsep awal efek komunikasi massa yang oleh

para pakar komunikasi tahun 1970-an dinamakan pula Hypodermic Needle Theory

(Teori Jarum Hipodermik). Teori ini ditampilkan tahun 1950-an setelah peristiwa

penyiaran kaleidoskop stasiun radio siaran CBS di Amerika berjudul The Invansion

from Mars (Effendy.1993:264-265).

Istilah model hypodermic needle timbul pada periode ketika komunikasi

massa digunakan secara meluas, baik di Eropa maupun di Amerika Serikat, yaitu

sekitar1930-an dan mencapai puncaknya menjelang Perang Dunia II. Pengaruh

media sebagai hypodermic injection (jarum suntik) didukung oleh munculnya

kekuatan propaganda Perang Dunia I dan Perang Dunia II.

Pada periode ini kehadiran media massa baik media cetak maupun media

elektronik mendatangkan perubahan-perubahan besar di berbagai masyarakat yang

terjangkau oleh allpowerfull media massa. Penggunaan media massa secara luas

untuk keperluan komunikasi melahirkan gejala-gejala mass society. Individu-individu

tampak seperti distandarisasikan, diotomatisasikan dan kurang keterikatannya di

dalam hubungannya antarpribadi (interpersonal relations). Terpaan media massa

(mass media exposure) tampak di dalam kecenderungan adanya homogenitas cara-

cara berpakaian, pola-pola pembicaraan, nilai-nilai baru yang timbul sebagai akibat

terpaan media massa, serta timbulnya produksi masa yang cenderung menunjukan

suatu kebudayaan masa.

Page 2: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Teori Peluru yang dikemukakan Schramm pada tahun 1950-an ini kemudian

dicabut kembali tahun 1970-an, sebab khalayak yang menjadi sasaran media massa

itu tenyata tidak pasif. Pernyataan Schramm ini didukung oleh Lazarsfeld dan

Raymond Bauer.

Lazarfeld mengatakan bahwa jika khalayak diterpa peluru komunikasi,

mereka tidak jatuh terjerembab, karena kadang-kadang peluru itu tidak

menembus.Ada kalanya efek yang timbul berlainan dengan tujuan si

penembak.Sering kali pula sasaran senang untuk ditembak.Sedangkan Bauer

menyatakan bahwa khalayak sasaran tidak pasif. Mereka secara aktif mencari yang

diinginkannya dari media massa, mereka melakukan interpretasi sesuai dengan

kebutuhan mereka.

Sejak tahun 1960-an banyak penelitian yang dilakukan oleh para pakar

komunikasi yang ternyata tidak mendukung teori ini. Hasil dari serangkaian penelitian

itu menghasilkan suatu model lain tentang proses komunikasi massa, sekaligus

menumbangkan model Hipodermic Needle. Kemudian muncullah teori limited effect

model (model efek terbatas).

2. Teori Kultivasi

Menurut teori kultivasi, media, khsusunya televisi, merupakan sarana utama

kita untuk belajar tentang masyarakat dan kultur kita. Melalui kontak kita dengan

televisi (dan media lain), kita belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya

serta adat kebiasaannya.

Teori kultivasi berpendapat bahwa pecandu berat televisi membentuk suatu

citra realitas yang tidak konsisten dengan kenyataan. Sebagai contoh, pecandu berat

televisi menganggap kemungkinan seseorang untuk menjadi korban kejahatan

adalah 1 berbanding 10. Dalam kenyataan angkanya adalah 1 berbanding 50.

Pecandu berat mengira bahwa 20% dari total penduduk dunia berdiam di Amerika

Serikat. Kenyataannya hanya 6%. Pecandu berat percaya bahwa persentase

karyawan dalam posisi manjerial atau prodesial adalah 25%. Kenyataannya hanya

5%.

Williams mengomentari penelitian yang sama, “Orang yang merupakan

pecandu berat televisi seringkali mempunyai sikap stereotip tentang peran jenis

kelamin, dokter, bandit atau tokoh-tokoh lain yang biasa muncul dalam serial televisi.

Dalam dunia mereka, ibu rumah tangga mungkin digambarkan sebagai orang yang

paling mengurusi kebersihan kamar kecil. Suami adalah orang yang selalu menjadi

korban dalam kisah lucu. Perwira polisi menjalani hari-hari yang menyenangkan.

Orang meninggal tanpa mengalami sekarat dan semua bandit berwajah seram”.

Page 3: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Tentu saja, tidak semua pecandu berat televisi terkultivasi secara sama.

Beberapa lebih mudah dipengaruhi televisi daripada yang lain (Hirsch, 1980).

Sebagai contoh, pengaruh ini bergantung bukan saja pada seberapa banyak

seseorang menonton televisi melainkan juga pada pendidikan, penghasilan dan jenis

kelamin pemirsa. Misalnya, pemirsa ringan berpenghasilan rendah melihat kejahatan

sebagai masalah yang serius sedangkan pemirsa ringan berpenghasilan tinggi tidak

demikian. Wanita pecandu berat melihat kejahatan sebagai masalah yang lebih

serius ketimbang pria pecandu berat. Artinya, ada faktor-faktor lain di luar tingkat

keseringan menonton televisi yang memengaruhi persepsi kita tentang dunia serta

kesiapan kita untuk menerima gambaran dunia di televisi sebagai dunia yang

sebenarnya.

Jadi, meskipun televisi bukanlah satu-satunya sarana yang membentuk

pandangan kita tentang dunia, televisi merupakan salah satu media yang paling

ampuh, terutama bila kontak dengan televisi sangat sering dan berlangsung dalam

waktu lama.

3. Teori Komunikasi Banyak Tahap

Teori efek media lainnya adalah the multi step flow (atau banyak tahap).

Survei dalam teori ini dilakukan tahun 1940-an berkenaan dengan proses pengaruh

sosial, yang menunjukkan model yang sangat berbeda dari model jarum hipodermik.

Banyak bukti penelitian yang mendukung model banyak tahap ini. sebagian besar

orang menerima efek media dari tangan kedua, yaitu opinion leaders (para pemuka

pendapat) yang memiliki akses lebih dahulu pada media massa.

Pada tahap pertama, para pemuka pendapat di bidang politik mengakses The

New Republic, sebuah majalah politik untuk khalayak elit. Dalam tahap kedua, para

pemuka pendapat berbagi opini dengan anggota lingkaran dalam sosial mereka.

Anggota yang tergabung dalam lingkaran sosial itu memiliki kelompok sosial lainnya,

termasuk keluarga, bawahan, dan anggota kelompok lain, yang akan dipengaruhi

oleh mereka. Mereka memiliki pengaruh sosial untuk orang-orang yang tidak pernah

membaca majalah The New Republic.

Setiap tahapan dalam proses pengaruh sosial dimodifikasi oleh norma-norma

dan kesepakatan dari setiap lingkaran sosial baru itu. Opini-opini itu akan dicampur

dengan opini-opini lain yang asli dari sumber elit lainnya dan secara perlahan

melebihi informasi yang disampaikan mahjalah The New Republic itu.

4. Teori Proses Selektif

Page 4: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Teori proses selektif (selective processes theory) ini merupakan hasil

penelitian lanjutan tentang efek media massa pada Perang Dunia II yang

mengatakan bahwa penerimaan selektif media massa mengurangi sejumlah dampak

media. Teori ini menilai orang-orang cenderung melakukan selective exposure

(terpaan selektif). Mereka menolak pesan yang berbeda dengan kepercayaan

mereka.

Tahun 1960 Joseph Klapper menerbitkan kajian penelitian efek media massa

yang tergabung dalam penelitian pascaperang tentang persuasi, pengaruh persona

dan proses selektif. Klapper menyimpulkan bahwa pengaruh media itu lemah,

persentase pengaruhnya kecil bagi pemilih dalam pemilihan umum, pasar saham,

dan para pengiklan.

5. Teori Pembelajaran Sosial

Selama beberapa tahun kesimpulan Klapper dirasakan kurang

memuaskan.penelitian dimulai lagi dengan memakai pendekatan baru. Yang dapat

menjelaskan pengaruh media yang tak dapat disangkal lagi, terutama televisi,

terhadap remaja. Muncullah teori baru efek media massa yaitu social learning theory

(teori pembelajaran sosial). Teori ini kini diaplikasikan pada perilaku konsumen,

kendati pada awalnya menjadi bidang penelitian komunikasi massa. Berdasarkan

hasil penelitian Albert Bandura, teori ini menjelaskan bahwa pemirsa meniru apa

yang mereka lihat di televisi, melalui suatu proses observational learning

(pembelajaran hasil pengamatan). Klapper menganggap bahwa “ganjaran” dari

karakter TV diterima mereka sebagai perilaku antisosial, termasuk menjadi toleran

terhadap perilaku perampokan dan kriminalitas, menggandrungi kehidupan glamor

seperti di televisi.

6. Teori Difusi Inovasi

Model difusi inovasi akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai pendekatan

dalam komunikasi pembangunan, terutama di negara-negara sedang berkembang

seperti Indonesia atau dunia ketiga. Tokohnya Everett M. Rogers mendefinisikan

difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu

dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suaru sistem sosial. Difusi

adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-

pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai proses di

mana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukar informasi tersebut

untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan itu terdapat ketermasaan

(newness) yang memberikan ciri khusus kepada difusi yang menyangkut

Page 5: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

ketidakpastian (uncertainity). Derakat ketidakpastian seseorang akan dapat dikurangi

dengan jala memperoleh informasi (lihat Effendy, 1993; Severin dan Tankard, 1988;

McQuail dan Windahl, 1993; Liliweri, 1991).

Unsur utama difusi adalah (a) inovasi; (b) yang dikomunikasikan melalui

saluran tertentu; (c) dalam jangka waktu tertentu; (d) di antara para anggota suatu

sistem sosial. Inovasi adalah suatu ide, karya atau objek yang dianggap baru oleh

seseorang. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota suatu sistem sosial

menentukan tingkat adopsi: (a) relative advantage (keuntungan relatif); (b)

compatibility (kesesuaian); (c) complexity (kerumitan); (d) trialability (kemungkinan

dicoba); (e) observability (kemungkinan diamati).

Everett M. Rogers dan Floyd G. Shoemaker mengemukakan bahwa teori

difusi inovasi dalam prosesnya ada 4 (empat) tahap, yaitu: pengetahuan, persuasi,

keputusan, dan konfirmasi.

7. Teori Komunikasi Dua Tahap dan Pengaruh Antar Pribadi

Teori ini berawal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld dan

kawan-kawannya mengenai efek media massa dalam suatu kampanye pemilihan

Presiden Amerika Serikat pada tahun 1940. Studi lersebut dilakukan dengan asumsi

bahwa proses stimulus respons bekerja dalam menghasilkan efek media massa.

Namun basil penelitian menunjukkan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah,

dan asumsi stimulus-respons tidak cukup menggambarkan realitas audience media

massa dalam penyebaran arus informasi dan pembentukan pendapat umum.

Dalam analisisnya terhadap hasil penelitian tersebut, Lazarsfeld kemudian

mengajukan gagasan mengenai `komunikasi dua tahap' (two step flow) dan konsep

`pemuka pendapat'. Temuan mereka mengenai kegagalan media massa

dibandingkan dengan pengaruh kontak antarpribadi telah membawa kepada

gagasan bahwa `sering kali informasi mengalir dari radio dan surat kabar kepada

para pemuka pendapat, dan dari mereka kepada orang-orang lain yang kurang aktif

dalam masyarakat'. Pemikiran ini kemudian dilanjutkan dengan penelitian yang lebih

serius dan re-evaluasi terhadap teori stimulus – respons dalam konteks media

masssa. Perbandingan antara teori awal komunikasi massa dengan teori yang

mereka kembangkan digambarkan dalam model berikut:

Page 6: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

= Pemuka pendapat

= Individu dolam masyarakat

Teori dan penelitian-penelitian komunikasi dua tahap memiliki asumsi-asumsi

sebagai berikut :

1. Individu tidak terisolasi dari kehidupan sosial, tetapi merupakan anggota

dari kelompok-kelompok sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.

2. Respons dan reaksi terhadap pesan dari media tidak akan terjadi secara

langsung dan segera, tetapi melalui perantaraan dan dipengaruhi oleh

hubungan-hubungan sosial tersebut.

3. Ada dua proses yang berlangsung, yang pertama mengenai penerimaan

dan perhatian, dan yang kedua berkaitan dengan respons dalam bentuk

persetujuan atau penolakan terhadap upaya mempengaruhi atau

penyampaian informasi.

4. Individu tidak bersikap sama terhadap pesan/kampanye media,

melainkan memiliki berbagai peran yang berbeda dalam proses

komunikasi, dan khususnya, dapat dibagi atas mereka yang secara aktif

menerima dan meneruskan/menyebarkan gagasan dari media, dan

mereka yang semata-mata hanya mengandalkan hubungan personal

dengan orang lain sebagai panutannya.

5. Individu-individu yang berperan lebih aktif (pemuka pendapat) ditandai

oleh penggunaan media massa yang lebih besar, tingkat pergaulan yang

lebih tinggi, anggapan bahwa dirinya berpengaruh terhadap orang-orang

lain, dan memiliki peran sebagai sumber informasi dan panutan.

Secara garis besar, menurut teori ini media massa tidak bekerja dalamsuatu

situasi kevakuman sosial, tetapi memiliki suatu akses ke dalam jaringan hubungan

Page 7: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

sosial yang sangat kompleks, dan bersaing dengan sumber-sumber gagasan,

pengetahuan, dan kekuasaan, yang lainnya.

8. Teori Ko-Orientasi

Dengan mendasarkan pada prinsip keseimbangan kognitif yang dikemukakan

oleh psikolog Heider (1946), dan penerapannya oleh Newcomb (1953) pada

keseimbangan antara dua individu dalam proses komunikasi ketika menanggapi

suatu topik tertentu, McLeod dan Chaffee (1973) mengemukakan teorinya yang

disebut Ko-orientasi. Fokus dari teori ini adalah komunikasi antarkelompok dalam

masyarakat yang berlangsung secara interaktif dan dua arah. Pendekatan ini

memandang sumber informasi, komunikator, dan penerima dalam suatu situasi

komunikasi yang dinamis. Hubungan antara elemen-elemen tersebut dituangkan

dalam bagan yang menyerupai layang-layang, sebagai berikut.

Bagan tersebut menggambarkan bahwa 'elite' biasanya diartikan sebagai

kekuatan politik yang ada dalam masyarakat. 'Peristiwa' atau topik/isu adalah

perbincangan/ perdebatan mengenai suatu kejadian yang terjadi dalam masyarakat,

di mana dari sini akan muncul berbagai informasi (seperti digambarkan dengan

deretan X). 'Publik' adalah kelompok/komunitas dalam masyarakat yang

berkompeten dengan peristiwa yang diinformasikan dan sekaligus sebagai audience

dari media. Sementara itu 'media' mengacu pada unsur-unsur yang ada di dalam

media, seperti wartawan, editor, reporter, dan sebagainya. Garis yang

menghubungkan berbagai elemen tersebut memiliki sejumlah interpretasi. Dapat

berupa hubungan, sikap, ataupun persepsi. Demikian pula arah dari garis tersebut

dapat dianggap sebagai komunikasi searah ataupun dua arah.

Page 8: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Teori ini menjelaskan bahwa informasi mengenai suatu peristiwa dicari dari

atau didapat oleh anggota masyarakat dengan mengacu pada pengalaman pribadi,

sumber dari kalangan elite, media massa, atau kombinasi ketiganya. Relevansi dari

teori ini terletak pada situasi yang dinamis yang dihasilkan oleh hubungan antara

publik dan kekuatan politik (elite) tertentu, pada sikap publik terhadap media, dan

pada hubungan antara elite dan media. Perbedaan atau pertentangan antara publik

dan elite dalam mempersepsi suatu peristiwa. akan membawa pada upaya mencari

informasi dari media massa dan sumber-sumber informasi lainnya. Perbedaan ini

dapat pula membawa ke arah upaya elite untuk memanipulasi persepsi publik

dengan secara langsung mencampuri peristiwa tersebut atau dengan cara

mengendalikan media massa.

Kerangka acuan yang digunakan teori ini dapat diperluas dengan melibatkan

sejumlah variabel dari elemen-elemen utama teori ini (publik, elite, media, dan

peristiwa). Jadi, kita dapat membedakan peristiwa, berdasarkan relevansinya, nilai

pentingnya, aktualitasnya, atau tingkat kontroversinya. Kita dapat menggolongkan

publik atas segmen atau sektor, memberikan kategori atas sumber-sumber informasi

dalam elite berdasarkan posisi mereka dalam struktur sosial masyarakat.

9. Teori Uses and Effect

Pemikiran yang pertama kali dikemukakan oleh Sven Windahl (1979) ini

merupakan sintesis antara pendekatan uses and gratifications dan teori tradisional

mengenai efek. Konsep 'use' (penggunaan) merupakan bagian yang sangat penting

atau pokok dari permikiran ini. Karena pengetahuan mengenai penggunaan media

dan penyebabnya, akan memberikan jalan bagi pemahaman dan perkiraan tentang

hasil dari suatu proses komunikasi massa. Penggunaan media massa' dapat

memiliki banyak arti. Ini dapat berarti exposure' yang semata-mata menunjuk pada

tindakan mempersepsi.

Dalam konteks lain, pengertian tersebut dapat menjadi suatu proses yang

lebih kompleks, di mana isi tertentu dikonsumsi dalam kondisi tertentu, untuk

memenuhi fungsi tertentu dan terkait harapan-harapan tertentu untuk dapat dipenuhi.

Fokus dari teori ini lebih kepada pengertian yang kedua. Dalam uses and

gratifications, penggunaan media pada dasarnya ditentukan oleh kebutuhan dasar

individu, Sementara pada uses and effects kebutuhan hanya salah satu dari faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya penggunaan media. Karakteristik individu,

harapan dan persepsi terhadap media, dan tingkat akses kepada media, akan

membawa individu kepada keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan

isi media massa.

Page 9: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Hasil dari proses komunikasi massa dan kaitannya dengan penggunaan

media akan membawa pada bagian penting berikutnya dari teori ini. Hubungan

antara penggunaan dan hasilnya, dengan memperhitungkan pula isi media, memiliki

beberapa bentuk yang berbeda, yaitu:

1. Pada kebanyakan teori efek tradisional, karakteristik isi media

menentukan sebagian besar dari hasil. Dalam hal ini, penggunaan media

hanya dianggap sebagai faktor perantara, dan hasil dari proses tersebut

dinamakan efek. Dalam pengertian ini pula, uses and gratifications hanya

akan dianggap berperan sebagai perantara, yang memperkuat atau

melemahkan efek dari isi media.

2. Dalam berbagai proses, hasil lebih merupakan akibat penggunaan

daripada karakteristik isi media. Penggunaan media dapat

mengecualikan, mencegah atau mengurangi aktivitas Iainnya, di samping

dapat pula memiliki konsekuensi psikologis seperti ketergantungan pada

media tertentu. Jika penggunaan merupakan penyebab utama dari hasil

maka is disebut konsekuensi.

3. Kita dapat juga beranggapan bahwa hasil ditentukan sebagian oleh isi

media (melalui perantaraan penggunaannya) dan sebagian lain oleh

penggunaan media itu sendiri. Oleh karenanya ada dua proses yang

bekerja secara serempak, yang bersama-sama menyebabkan terjadinya

suatu hasil yang kita sebut `conseffects' (gabungan antara konsekuensi

dan efek). Proses pendidikan biasanya menyebabkan hasil yang

berbentuk 'conseffects'. Di mana sebagian dari hasil disebabkan oleh isi

yang mendorong pembelajaran (efek), dan sebagian lain merupakan

hasildari suatu proses penggunaan media yang secara otomatis

mengakumulasikan dan menyimpan pengetahuan.

Ilustrasi mengenai hubungan-hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar

berikut:

Page 10: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Hasil-hasil ini dapat ditemukan pada tataran individu maupun tataran

masyarakat. Gambaran selengkapnya dapat disimak pada diagram berikut:

10. Teori Information Seeking

Dalam masyarakat kita, informasi dalam berbagai bentuknya dan dalam

jumlah yang sangat besar diproduksi, didistribusikan, disimpan, dan diterima. Pada

saat yang bersamaan, akan menjadi semakin sulit bagi individu untuk menemukan

informasi yang relevan. Kondisi ini telah mengarahkan perhatian para ahli untuk

memahami bagaimana orang mencari informasi.

Information seeking inemiliki beberapa keterkaitan dengan teori sebelumnya,

Teori difusi Bering kali menyentuh proses pencarian informasi. Uses and

Gratifications dianggap memberikan kerangka bagi studi mengenai proses pencarian

informasi. Demikian pula dengan teori-teori `congruence' yang menjelaskan

pengorganisasian sikap, seperti misalnya teori disonansi kognitif yang dikemukakan

oleh Festinger.

Teori information seeking yang dikemukakan di sini, yaitu dari Donohew dan

Tipton (1973), yang menjelaskan tentang pencarian, penghindaran, dan pemrosesan

informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tentang kesesuaian

sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang cenderung untuk

menghindari informasi yang tidak sesuai dengan image of reality-nya karena terasa

membahayakan.

Page 11: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Beberapa konsep utama dari teori ini antara lain adalah image atau image of

reality. Pertama-tama, konsep image ini mengacu pada pengalaman yang diperoleh

sepanjang hidup seseorang dan terdiri dari berbagai tujuan, keyakinan, dan

pengetahuan yang telah diperolehnya. Bagian kedua dari image terdiri dari konsep

diri seseorang, termasuk evaluasinya terhadap kemampuan dirinya dalam mengatasi

berbagai situasi. Ketiga, image of reality terdiri dari suatu perangkat penggunaan

informasi yang mengatur perilaku seseorang dalam mencari dan memproses

informasi. Ketika mencari informasi, individu dapat memilih di antara berbagai

strategi yang dalam teori ini dibedakan antara strategi luas dan sempit. Pada strategi

yang luas, individu pertama-tama akan membuat suatu daftar mengenai sumber-

sumber informasi yang memungkinkan, mengevaluasinya, dan memilih sumber

mana yang akan digunakannya. Dalam strategi yang sempit, satu sumber digunakan

sebagai titik awal, dan pencarian Iebih lanjut dilakukan dengan menempatkan

sumber tersebut sebagai basisnya. Pencarian informasi akan dilakukan sampai pada

tahap yang disebut `closure' di mana seseorang akan berhenti mencari lebih banyak

informasi.

Proses pencarian informasi oleh Donohew dan Tipton dijelaskan dalam

beberapa tahapan. Proses dimulai ketika individu diterpa oleh sejumlah stimuli.

Kepada stimuli tersebut, individu dapat memperhatikan atau tidak memperhatikan,

dan pilihan pada salah satunya sebagian ditentukan oleh karakteristik dari stimuli

tersebut. Pada tahap berikutnya, terjadi suatu perbandingan antara stimuli

(informasi) dan `image of reality' yang dimiliki individu tersebut. Di sini diuji tingkat

relevansi dan konsistensi antara image dan stimuli. Materi/informasi yang terlalu

berbahaya atau tidak penting akan tersaring keluar, demikian pula dengan stimuli

yang dianggap monoton karena tingkat konsistensinya yang tinggi. Jika stimuli

diabaikan maka proses ini otomatis berhenti.

Berikutnya muncul persoalan tentang apakah stimuli tersebut menuntut suatu

tindakan. Jika jawabnya adalah tidak, maka efek dari stimuli mungkin adalah

membentuk suatu bagian tambahan dari image. Sedangkan jika jawabnya adalah

`ya', maka perangkat dari image of reality, seperti pengalaman, konsep diri, dan

gaga pemrosesan informasi akan mempengaruhi tindakan apa yang harus dilakukan.

Seandainya dalam menilai suatu situasi, seseorang memberikan prioritas lebih pada

suatu stimuli dibandingkan stimuli lainnya, maka dia dapat memilih untuk

mencukupkan pencarian informasinya atau mencari informasi lebih jauh. Dalam hal

yang kedua, orang tersebut harus menentukan kebutuhan-kebutuhan informasinya

dan menilai sumber-sumber yang potensial untuk menjawab kebutuhannya.

Page 12: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Seandainya terdapat lebih dari satu sumber informasi yang potensial, orang

tersebut harus memikirkan strategi informasi apa yang dipilih (luas atau sempit). Apa

pun pilihan strateginya, seseorang akan mencapai titik di mana dia sudah merasa

cukup mendapatkan informasi, yang biasanya akan dilanjutkan dengan dilakukannya

suatu tindakan. Dalam kedua strategi tersebut, seseorang mungkin akan melalui

sejumlah `information-seeking loops' sebelum dia merasa cukup (closure).

Setelah melakukan tindakan, seseorang mungkin akan memerlukan umpan

balik (feedback) dari tindakannya, yang memungkinkan untuk mengevaluasi

efektivitas tindakannya. Di sini dia juga dapat menilai apakah informasi yang

diperolehnya berguna dan relevan bagi tindakan yang dia lakukan. Pada bagian

terakhir, proses ini dapat menghasilkan revisi pada image of reality seseorang.

Pengalaman barunya dapat mengubah persepsinya terhadap lingkungan dan konsep

diri yang telah dimiliki. Sebagai hasil dari suatu proses yang bekerja secara utuh,

gaya/cara pencarian informasinya dapat juga dimodifikasi atau diperkuat.

Untuk memudahkan pemahaman, kita akan mencoba menerapkan teori ini

dalam contoh berikut: Seorang petani menemukan adanya gejala hama yang

menyerang padi di sawahnya (stimuli). Dia akan menganggap hal ini relevan dan

memberikan prioritas tinggi pada informasi mengenai hama tersebut. Melihat situasi

seperti itu, dia merasa bahwa informasi yang dimilikinya belum cukup dan

mempertimbangkan sumber-sumber informasi apa yang dapat dipergunakannya. Dia

memutuskan untuk menggunakan strategi sempit, di mana dia lalu menghubungi

Dinas Pertanian setempat. Selanjutnya oleh Dinas tersebut dia disarankan untuk

menghubungi seorang ahli hama pertanian yang kemudian memberikan informasi

yang dia butuhkan. Ketika sekali lagi dia mengevaluasi situasi yang dihadapinya, dia

merasa telah mendapatkan cukup informasi (closure), dan dia lalu bertindak sesuai

dengan informasi yang telah diperolehnya. Persoalan hama teratasi dan petani

tersebut menganggap tindakan yang dia lakukan adalah tepat, demikian pula dengan

informasi yang diperolehnya. Akhirnya, image of reality-nya telah sedikit berubah,

sesuai dengan pengalaman barunya.

11. Teori Stimulus – Respons

Prinsip stimulus-respons pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar

yang sederhana, di mana efek merupakan reaksi terhadap stimuli tertentu. Dengan

demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat

antara pesan-pesan media dan reaksi audience. Elemen-elemen utama dari teori ini

adalah: (a) pesan (stimulus); (b) seorang penerima /receiver (organisme); dan (c)

efek (respons).

Page 13: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Prinsip stimulus-respons ini merupakan dasar dari teori jarum hipodermik,

teori klasik mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh.

Dalam teori ini isi media dipandang sebagai obat yang disuntikkan ke dalam

pembuluh darah audience, yang keniudian diasumsikan akan bereaksi seperti yang

diharapkan. Di balik konsepsi ini sesungguhnya terdapat dua pemikiran yang

mendasarinya:

1. Gambaran mengenai suatu masyarakat modern yang merupakan

agregasi dari individu-individu yang relatif terisolasi (atomized) yang

bertindak berdasarkan kepentingan pribadinya, yang tidak terlalu

terpengaruh oleh kendala dan ikatan sosial.

2. Suatu pandangan yang dominan mengenai media massa yang seolah-

olah sedang melakukan kampanye untuk memobilisasi perilaku sesuai

dengan tujuan dari berbagai kekuatan yang ada dalam masyarakat (biro

iklan, pemerintah, parpol dan sebagainya).

Dari pemikiran tersebut, dikenal apa yang disebut `masyarakat massa', di

mana prinsip stimulus-respons mengasumsikan bahwa pesan dipersiapkan dan

didistribusikan secara sistematik dan dalam skala yang luas. Sehingga secara

serempak pesan tersebut dapat tersedia bagi sejumlah besar individu, dan bukannya

ditujukan pada orang per orang. Penggunaan teknologi untuk reproduksi dan

distribusi diharapkan dapat memaksimalkan jumlah penerimaan dan respons oleh

audience. Dalam hal ini tidak diperhitungkan kemungkinan adanya intervensi dari

struktur sosial atau kelompok dan seolah-olah terdapat kontak langsung antara

media dan individu. Konsekuensinya, seluruh individu yang menerima pesan

dianggap sama/seimbang. Jadi, hanya agregasi jumlah yang dikenal, seperti

konsumen, suporter, dan sebagainya. Selain itu diasumsikan pula bahwa terpaan

pesan-pesan media, dalam tingkat tertentu, akan menghasilkan efek. Jadi kontak

dengan media cenderung diartikan dengan adanya pengaruh tertentu dari media,

sedangkan individu yang tidak terjangkau oleh terpaan media tidak akan

terpengaruh.

Pada tahun 1970, Melvin DeFleur melakukan modifikasi terhadap teori

stimulus-respons dengan teorinya yang dikenal sebagai perbedaan individu dalam

komunikasi massa (individual differences). Di sini diasumsikan bahwa pesan-pesan

media berisi stimulus tertentu yang berinteraksi secara berbeda- beda dengan

karakteristik pribadi dari para anggota audience. Teori DeFleur ini secara eksplisit

telah mengakui adanya intervensi variabel-variabel psikologis yang berinteraksi

dengan terpaan media massa dalam menghasilkan efek.

Page 14: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Berangkat dari teori perbedaan individu dan stimulus-respons ini, DeFleur

mengembangkan model psikodinamik yang didasarkan pada keyakinan bahwa kunci

dari persuasi yang efektif terletak pada modifikasi struktur psikologis internal dari

individu. Melalui modifikasi inilah respons tertentu yang diharapkan muncul dalam

perilaku individu akan tercapai. Esensi dari model ini adalah fokusnya pada variabel-

variabel yang berhubungan dengan individu sebagai penerima pesan, suatu

kelanjutan dari asumsi sebab-akibat, dan mendasarkan pada perubahan sikap

sebagai ukuran bagi perubahan perilaku.

12. Teori Uses and Gratification

Model komunikasi media terintegrasi sebagai pemenuhan kebutuhan

Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan (bahasa Inggris: Uses and

Gratification Theory) adalah salah satu teori komunikasi dimana titik-berat penelitian

dilakukan pada pemirsa sebagai penentu pemilihan pesan dan media.

Pemirsa dilihat sebagai individu aktif dan memiliki tujuan, mereka

bertanggung jawab dalam pemilihan media yang akan mereka gunakan untuk

memenuhi kebutuhan mereka dan individu ini tahu kebutuhan mereka dan

bagaimana memenuhinya. Media dianggap hanya menjadi salah satu cara

pemenuhan kebutuhan dan individu bisa jadi menggunakan media untuk memenuhi

kebutuhan mereka, atau tidak menggunakan media dan memilih cara lain.

Latar belakang

Page 15: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan menggunakan pendekatan ini

berfokus terhadap audiens member. Dimana Teori ini mencoba menjelaskan tentang

bagaimana audiens memilih media yang mereka inginkan. Dimana mereka

merupakan audiens / khalayak yang secara aktif memilih dan memiliki kebutuhan

dan keinginan yang berbeda – beda di dalam mengkonsumsi media.

Menurut para pendirinya, Elihu Katz, Jay G. Blumlerm dan Michael Gurevitch

uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial,

yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain ,

yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan, dan menimbulkan

pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain.

Pendekatan ini secara kontras membandingkan efek dari media dan bukan

‘apa yang media lakukan pada pemirsanya’ (kritik akan teori jarum hipodermik,

dimana pemirsa merupakan obejk pasif yang hanya menerima apa yang diberi

media).

Sebagaimana yang diketahui, bahwa kebutuhan manusia yang memiliki motif

yang berbeda – beda. Dengan kata lain, setiap orangm emiliki latar belakang,

pengalaman dan lingkungan yang berbeda. Perbedaan ini, tentunya berpengaruh

pula kepada pemilihan konsumsi akan sebuah media. Katz, Blumler, Gurevitch

mencoba merumuskan asumsi dasar dari teori ini , yaitu : Khalayak dianggap aktif,

dimana penggunaan media massa diasumsikan memiliki tujuan. Point kedua ialah,

dalam proses komunikasi massa banyak inisiatif yang mengaitkan pemuasan

kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada anggota khalayak. Point ketiga,

media massa harus bersaing dengan sumber – sumber lain untuk memuaskan

kebutuhannya. Dimana kebutuhannya ialah untuk memuaskan kebutuhan manusia,

hal ini bergantung kepada khalayak yang bersangkutan. Point keempat, banyak

tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak.

Point kelima adalah Nilai pertimbangan seputar keperluan audiens tentang media

secara spesifik.

Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan dapat dilihat sebagai

kecenderungan yang lebih luas oleh peneliti media yang membuka ruang untuk

umpan balik dan penerjemahan prilaku yang lebih beragam. Namun beberapa

komentar berargumentasi bahwa pemenuhan kepuasan seharusnya dapat dilihat

sebagai efek, contohnya film horror secara umum menghasilkan respon yang sama

pada pemirsanya, lagipula banyak orang sebenarnya telah menghabiskan waktu di

depan TV lebih banyak daripada yang mereka rencanakan. Menonton TV sendiri

telah membentuk opini apa yang dibutuhkan pemirsa dan membentuk harapan-

harapan.

Page 16: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan pada awalnya muncul ditahun

1940 dan mengalami kemunculan kembali dan penguatan pada tahun 1970an dan

1980an. Para teoritis pendukung Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan

berargumentasi bahwa kebutuhan manusialah yang memengaruhi bagaimana

mereka menggunakan dan merespon saluran media. Zillman sebagaimana dikutip

McQuail telah menunjukkan pengaruh mood seseorang saat memilih media yang

akan ia gunakan, pada saat seseorang merasa bosan maka ia akan memilih isi yang

lebih menarik dan menegangkan dan pada saat seseorang merasa tertekan ia akan

memilih isi yang lebih menenangkan dan ringan. Program TV yang sama bisa jadi

berbeda saat harus kepuasan pada kebutuhan yang berbeda untuk individu yang

berbeda. Kebutuhan yang berbeda diasosiasikan dengan kepribadian seseorang,

tahap-tahap kedewasaannya, latar belakang, dan peranan sosialnya. Sebagai

contoh menurut Judith van Evra anak-anak secara khusu lebih menyukai untuk

menonton TV untuk mencari informasi dan disaat yang sama lebih mudah

dipengaruhi.

Kritik akan teori ini

Pada derajat tertentu laporan penggunaan media oleh para pemirsanya

memiliki keterbatasan-keterbatasan. Banyak orang tidak benar-benar tahu alasan

mengapa mereka memilih media atau saluran tertentu, contohnya anak-anak hanya

tahu bahwa mereka menghindari menonton saluran yang menayangkan bincang-

bincang orang dewasa, atau film berbahasa asing karena mereka tidak mengerti,

tetapi anak-anak tersebut tidak benar-benar sadar mereka berakhir di saluran mana.

Walaupun teori ini menekankan pemilihan media oleh para pemirsanya,

namun ada penelitian-penelitian lain yang mengungkapkan bahwa penggunaan

media sebenarnya terkait dengan kebiasaan, ritual, dan tidak benar-benar diseleksi.

Teori ini mengesampingkan kemungkinan bahwa media bisa jadi memiliki pengaruh

yang tidak disadari pada kehidupan pemirsanya dan mendikte bagaimana

seharusnya dunia dilihat dari kacamata para perancang kandungan isi dalam media.

Sebagai contoh saat anak-anak pulang sekolah, sudah menjadi

kebiasaannya untuk mengambil makan siang dan duduk dikursi sembari menyetel

TV. Tidak ada alasan yang benar-benar nyata mengapa ia menyetel TV dan

bukannya membaca majalah atau koran, hanya kebiasaan, atau justru sebaliknya,

bagi orang dewasa mungkin ia langsung membaca koran dan bukannya menyetel

TV saat meminum kopinya dipagi hari. Pada banyak hal kejadian ini merupakan

kejadian alamiah sehari-hari dan tidak dilakukan secara sadar. Walaupun begitu

Page 17: Teori Komunikasi Kontekstual - Komunikasi Massa

menonton TV dapat juga menjadi pengalaman seni dan menggugah motivasi

seseorang untuk melakukan sesuatu.

Namun sebuah teori yang menyatakan bahwa pemirsa media sebenarnya

hanya menggunakan media untuk menyalurkan pemenuhan akan kepuasannya

sejujurnya tidak secara penuh dapat menilai kekuatan media dalam lingkup sosial di

masa kini. Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan dapat dikatakan tidak

sempurna saat digunakan untuk menilai media yang telah digunakan secara ritual

(kebiasaan). Namun teori ini tetap tepat untuk digunakan untuk menilai hal-hal

spesifik tertentu yang menyangkut pemilihan pribadi saat menggunakan media.

Relevansi teori penggunaan dan pemenuhan kepuasan

Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kepuasan memiliki relevansi tinggi saat

digunakan untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:

1. Pemilihan musik sesuai selera. Saat memilih musik kita tidak hanya

mengandalkan mood tertentu, namun juga berusaha untuk menunjukkan

jati diri dan kesadaran sosial lainnya. Banyak jenis musik yang dapat

dipilih dan pilihan kita menunjukkan kebutuhan tertentu yang spesifik.

2. Penerimaan akan media-media baru (seperti internet) dan penggunaan

media-media lama , bahkan dengan adanya media baru pengganti.

Inovasi diadopsi saat media baru pengganti memiliki dan dapat

menggantikan fungsi-fungsi media lama tradisional. Contohnya alat

komunikasi pager yang tergantikan dengan telepon selular. Atau media

TV yang tetap tidak tergantikan oleh telepon selular walaupun telepon

selular kini dapat berfungsi seperti TV. Di lain pihak pengguna lama mulai

menggunakan internet dan terpaksa mempelajarinya saat ada informasi-

informasi yang disalurkan hanya dapat dilihat melalui internet. Contohnya

seperti detik.com saat kerusuhan 1998. Koran jelas kurang cepat dan TV

terlalu seragam penayangannya, sementara detik.com menawarkan

berita yang lebih spesifik, dituangkan tertulis dan dapat diulang.

Sumber :

Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala dan Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa : Suatu

Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_massa

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_penggunaan_dan_pemenuhan_kepuasan