16
Teori Anomi Teori kontrol sosial mempunyai pendekatan Berbeda: teori ini berdasarkan suatu asumsi bahwa motifasi melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Sebagai konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba menemukan jawaban mengapa orang tidak melakukan kejahatan. Teori-teori kontrol sosial mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga sosial membuat aturan-aturannya efektif. Teori-teori strain dan penyimpangan budaya keduanya berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para penganut teori strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilai-nilai budaya yaitu nilai- nilai budaya kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan ekonomi. Karena orang-orang dari kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana yang sah (legitimate means) untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan sarana-sarana yang tidak sah (illegitimate means) di dalam keputusan tersebut. Sangat berbeda dengan itu, teori-teori penyimpangan budaya mengklaim bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai-nilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya, manakala orang-orang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma konvensional. 1. Konsep Anomie 1

Teori_Anomi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

anomi theori now

Citation preview

Page 1: Teori_Anomi

Teori Anomi

Teori kontrol sosial mempunyai pendekatan Berbeda: teori ini berdasarkan suatu asumsi

bahwa motifasi melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Sebagai

konsekuensinya, teori kontrol sosial mencoba menemukan jawaban mengapa orang tidak

melakukan kejahatan. Teori-teori kontrol sosial mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan

lembaga-lembaga sosial membuat aturan-aturannya efektif.

Teori-teori strain dan penyimpangan budaya keduanya berasumsi bahwa kelas sosial dan

tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para

penganut teori strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilai-

nilai budaya yaitu nilai-nilai budaya kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah

keberhasilan ekonomi. Karena orang-orang dari kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana

yang sah (legitimate means) untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan

beralih menggunakan sarana-sarana yang tidak sah (illegitimate means) di dalam keputusan

tersebut. Sangat berbeda dengan itu, teori-teori penyimpangan budaya mengklaim bahwa orang-

orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik

dengan nilai-nilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya, manakala orang-orang kelas

bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma

konvensional.

1. Konsep Anomie

Teori Anomi lahir, tumbuh,dan berkembang berdasarkan kondisi social Pada

tahun 1930-an telah terjadi perubahan besar khususnya masyarakat Eropa pada struktur

masyarakat sebagai akibat depresi yaitu, tradisi yang menghilang dan telah terjadi

“deregulasi” di dalam masyarakat. Anomie adalah sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Emile Durkheim untuk

menggambarkan keadaan yang kacau, tanpa peraturan. Kata ini berasal dari bahasa

Yunani  “tanpa”, dan nomos: “hukum” atau “peraturan.1 Dalam buku the division of

labor in society Emile Durkheim mempergunakan istilah Anomi untuk mendeskripsikan

keadaan “deregulation” di dalam masyarakat yang di artikan sebagai tidak di taatinya

aturan-aturan yang terdapat pada masyarakat sehingga orang tidak tahu apa yang di

harapkan dari orang lain dan keadaan ini menyebabkan deviasi.

1 http://bantuanhukumfakhrazi.wordpress.com/2012/05/08/kriminologi-teori-anomi/

1

Page 2: Teori_Anomi

Riset Durkheim tentang “suicide” (1897) atau bunuh diri dilandaskan pada

asumsi bahwa rata-rata bunuh diri yang terjadi di masyarakat yang merupakan tindakan

akhir puncak dari suatu anomi: bervariasi atas dua keadaan sosial, yaitu social integration

dan social regulation

Durkheim mengemukakan bahwa bunuh diri atau suicidie berasal dari dari 3 kondisi

sosial yang menakan (strees) yaitu;2

a. deregulasi kebutuhan atau anomi,

b. regulasi yang keterlaluan atau fatalisme,

c. kurangnya integrasi struktural atau egoisme.

2. Pemikiran Teori Anomie

Berikut beberapa ungkapan teori anomie menurut beberapa ilmuwan;

“a condition of hopelessness caused by a breakdown of rules of conduct, and loss of

belief and sense of purpose in society or in an individual” (Chambers 20th Century

Dictionary)

“as state of lawlessness existing at times of abrupt social change, and affecting in

particular the state of ‘normlessness’, which exists when the insatiable desires of

humans are no longer controlled by society”  (Durkheim, E., 1933, The Division of

Labour in Society, Glencoe, Illinois: Free Press).

a. Pemikiran Emile Durkheim tentang Anomie

Salah satu cara dalam mempelajari suatu masyarakat dengan melihat pada

bagian-bagian komponennya dalam mengetahui bagaimana masing-masing

berhubungan satu sama lain, contoh kita melihat kepada struktur dari suatu

masyarakat guna melihat bagaimana ia berfungsi. Jika masyarakat stabil, maka

bagian-bagiannya beroperasi lancar, susunan-susunan sosial berfungsi. Masyarakat

seperti itu ditandai oleh kepaduan, kerja sama, dan kesepakatan. Namun, jika bagian-

bagian komponennya tertata dalam satu keadaan yang membahayakan

keteraturan/ketertiban sosial, susunan masyarakat itu disebut dysfunctional (tidak

berfungsi). Demikianlah perspektif struktural functionalist yang dikembangkan oleh

Emile Durkheim sebelum akhir abad ke-19.3 

2 http://oviefendi.wordpress.com/makalah/teori-anomie/3 Santoso, Topo dan Achjani, Eva, “Kriminologi”, Rajawali Press, jakarta, 2005, Hal. 58

2

Page 3: Teori_Anomi

Durkheim meyakini bahwa jika sebuah masyarakat sederhana berkembang

menuju satu masyarakat modern dan kota maka, kedekatan (intimacy) yang

dibutuhkan untuk melanjutkan satu satu set norma-norma umum (a common set of

ruise) akan merosot. Kelompok-kelompok menjadi terpisah-pisah, dan dalam

ketiadaan satu set aturan-aturan umum, tindakan-tindakan dan harapan-harapan orang

di satu sektor mungkin bertentangan dengan tindakan dan harapan orang lain.

Dengan tidak dapat di prediksinya perilaku, sistem tersebut secara bertahap akan

runtuh, dan masyarakat itu berada dalam kondisi anomie.4

Ilustrasi terbaik dari konsep Durkheim tentang anomie adalah dalam satu diskusi

tentang bunuh diri (suicide) yang terjadi di negaranya, Prancis, dan bukan tentang

kejahatan. Ketika Durkheim menganalisa data statistik ia mendapati bahwa angka

bunuh diri meningkat selama perubahan ekonomi yang tiba-tiba (sudden economic

change), baik perubahan. Itu depresi hebat ataupun kemakmuran yang tidak terduga.

perubahan yang cepat orang tiba-tiba terhempas kedalam salah satu cara /jalan hidup

yang tidak dikenal (unfimiliar). Aturan-aturan (rules) yang pernah membimbing

tingkah laku tidak lagi dipegang. 

Adalah titik sulit untuk mengerti mengapa dalam keadaan seperti diatas

(kejatuhan ekonomi tiba-tiba) angka bunuh diri meningkat, tapi mengapa orang juga

jatuh dalam keputusannya seperti itu ketika terjadi kemakmuran mendadak? Menurut

Durkheim faktor-faktor yang sama telah bekerja dalam kedua situasi itu. Bukanlah

jumlah uang yang ada yang menyebabkan hal itu, melainkan sudden change

(perubahan mendadak). Orang yang tiba-tiba mendapatkan kekayaan lebih banyak

dari yang pernah mereka impikan memiliki kecenderungan meyakini bahwa tiada

satupun yang mustahil.

Menurut Emile, teori Anomi terdiri dari tiga perspektif, yaitu:

Manusia adalah mahluk social

Keberadaan manusia sebagai mahluk social

Manusia cenderung hidup dalam masyarakat dan keberadaannya sangat

tergantung pada masyarakat tersebut sebagai koloni

Durkheim berpendapat bahwa kondisi Anomi dapat menjelaskan setidaknya 3

jenis fenomena bunuh diri;4 Ibid, hal. 59

3

Page 4: Teori_Anomi

Durkheim menemukan bahwa kenaikan tajam atau penurunan kesejahteraan

ekonomi masyarakat dikaitkan dengan tingkat peningkatan bunuh diri. Tingkat

bunuh diri terendah selama masa stabilitas ekonomi

Salah satu lingkup kehidupan sosial bidang perdagangan dan industri sebenarnya

dalam keadaan kronis anomie (1951: 254., penekanan ditambahkan).

Durkheim menganalisis bagaimana regulasi yang tidak memadai hasrat

seksualjuga bisa menghasilkan tingkat tinggi bunuh diri anomik antara

kelompok-kelompok sosial tertentu.

Durkheim mempercayai bahwa hasrat-hasrat manusia adalah tak terbatas, satu

"insatiable and bottomless abyss" (jurang yang tak pernah puas dan tak berdasar).

Karena alam tidak mengatur batas-batas biologis yang ketat untuk kemampuan

manusia sebagaimana ia mengatur makhluk lain. Akan tetapi, dengan satu ledakan

kemakmuran yang tiba-tiba, harapan-harapan orng menjadi berubah. Manakala

aturan-aturan lama tidak lagi menentukan bagaimana ganjaran/penghargaan

didistribusikan kepada anggota-anggota masyarakat itu, maka disana sudah tidak ada

lagi pengekang/pengendali atas apa yang orang inginkan. Sekali lagi sistem itu

menjadi runtuh. Jadi, "whether sudden change cause Great prosperity or a Great

depresion, the result is the same-anomie."

Adapun pemikiran Durkheim sebagai berikut:

Kejahatan itu normal ada di semua masyarakat. Tidak mungkin menghilangkan kejahatan

Terdapat tingkat kriminalitas tertentu yang akan sehat bagi kualitas organisasi sosial

masyarakat

Kriminalitas menjadi tidak sehat apabila hukum tidak cukup lagi mengatur interaksi

antar berbagai elemen masyarakat

Anomi selalu menghasilkan tingkat kejahatan yang berlebihan

Umumnya, anomi terjadi akibat faktor pembagian kerja yang tidak seimbang antara

lain karena:

i. Kombinasi konflik industrial & finansial

ii. Pembagian kelas yg ketat dan tidak alamiah

iii. Pembagian kerja yang abnormal; pekerja menjadi teralienasi dari pekerjaannya

Saat terjadi gejolak industrial & finansial, anomi terjadi, sebagai hasil dari kurangnya

norma atau aturan sosial terkait aspirasi dan kemauan manusia

4

Page 5: Teori_Anomi

Kejahatan lalu dikaitkan dengan hilang atau melemahnya norma dan aturan sosial

selaku kontrol social

b. Pemikiran Robert K. Merton tentang Anomie

Seperti halnya Durkheim, Robert Merton mengaitkan masalah kejahatan dengan

anomie. Tetapi konsepsi Merton tentang anomie agak berbeda dengan konsepsi

anomie dari Durkheim. Masalah sesungguhnya, menurut Merton, tidak di ciptakan

oleh sudden social change (perubahan sosial yang cepat) tetapi oleh social structure

(structure social) yang menawarkan tujuan-tujuan yang sama untuk semua

anggotanya tanpa memberi sarana yang merata untuk mencapainya. Kekurangpaduan

antara apa yang diminta oleh budaya (yang mendorong kesuksesan) dengan apa yang

diperbolehkan oleh struktur (yang mencegahnya memperoleh kesuksesan), dapat

menyebabkan norma-norma runtuh karena tidak lagi efektif untuk membimbing

tingkah laku. Merton meminjam istilah "anomie" dari Durkheim guna menjelaskan

keruntuhan sistem norma ini.

. Konsep Merton tentang Anomie berbeda dengan apa yang digunakan oleh

Durkheim, yang memberi batasan Anomie sebagai suatu keadaan tanpa norma atau

tanpa harapan (Normless). Tipologi. Merton tentang adaptasi pada Anomie dikenal

sebagai teori ketegangan. Teori ini menganggap bahwa kejahatan muncul. Sebagai

akibat apabila individu tidak dapat mencapai tujuan-tujuan mereka.melalui saluran

legal atau menarik diri dari pergaulan sosial karena kemarahannya (Agnew, 1991;

273)5

Merton berpendapat, bahwa dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan

tertentu yang ditanamkan kepada seluruh warganya, untuk mencapai tujuan tersebut

terdapat sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Karena dalam kenyataannya tidak

setiap orang dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia sehingga menimbulkan

keadaan yang tidak merata dalam sarana dan kesempatan untuk mencapai tujuan

tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya Merton tidak lagi menekankan pada tidak

meratanya sarana-sarana yang tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaan-

perbedaan struktur kesempatan. Menurut Merton dalam setiap Masyarakat terdapat.

5 Irawan, Benny, “Mekanisme Penerimaan Penghukuman dan Pembinaan oleh terpidana Penjara (analogi terhadap mekanisme penyesuian diri pada teori Anomie dan struktur social Robert K. Merton terhadap 2 orang Terpidana dan 2 Orang Bekas Terpidana”, Universitas indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan ilmu Politik Jurusan Kriminologi Program Pasca Sarjana, Depok, 2002. Hal 15

5

Page 6: Teori_Anomi

Struktur sosial yang berbentuk kelas-kelas dan ini menyebabkan perbedaan-

perbedaan kesempatan dalam mencapai tujuan (Lower class) mempunyai kesempatan

yang Lebih kecil dalam mencapai tujuan bila dibandingkan dengan mereka yang

mempunyai kelas yang lebih tinggi (Uper Class). Keadaan ini menimbulkan

ketidakpuasan, frustasi dan munculnya penyimpangan-penyimpangan dikalangan

warga yang tidak mempunyai kesempatan mencapai tujuan tersebut. Situasi ini akan

menimbulkan keadaan para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap

sarana-sarana/kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat. Keadaan ini

yang dinamakan anomie.

Kondisi ini kemudian menimbulkan suatu pilihan dari para warga masyarakat

tersebut untuk menyesuaikan diri tunduk kepada kenyataan atau menolak salah satu

antara tujuan dan cara yang tersedia di dalam masyarakat yang bersangkutan.

Robert Merton mengemukakan 5 (lima) model alternatif penyesuaian diri terhadap

keadaan anomie. Secara skema akan di sajikan dalam tabel berikut; tanda - (negatif /

min) sama dengan menolak, tanda +(tanda positif /plus) sama dengan menerima, dan

tanda ± (plus min) berarti tidak saja menolak selain itu juga menghendaki

perombakan menyeluruh/mengubah sistem yang ada.

Tipologi Adaptasi Individual Robert K. Merton

No Model Adaptasi Tujuan

Kebudayaan

Cara yang

melembaga

1. Conformity + +

2. Inovation + -

3. Ritualism - +

4. Retreatism - -

5. Rebelion ± ±

1. Conformity (conformitas), yaitu suatu keadaan dimana warga masyarakat tetap

menerima tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat karena adanya

tekanan moral.

2. Inovation (Inovasi), yaitu keadaan dimana tujuan yang terdapat di masyarakat

diakui dan dipelihara tetapi mereka mengubah sarana-sarana yang dipergunakan

untuk mencapai tujuan tersebut.

6

Page 7: Teori_Anomi

3. Ritualism (Ritualisme), yakni keadaan di mana warga masyarakat menolak

tujuan yang telah di tetapkan dan memilih sarana-sarana yang telah di tentukan.

4. Retreatism (Penarikan diri), yakni keadaan dimana warga masyarakat menolak

tujuan dan sarana-sarana yang telah tersedia dalam masyarakat.

5. Rebellion (Pemberontakan), yakni suatu keadaan di mana tujuan dan sarana-

sarana yang terdapat dalam $asyarakat ditolak dan berusaha untuk mengganti atau

mengubah seluruhnya.

Adapun Pemikiran Robert K. Merton mengennai anomie:

Anomie terjadi ketika kebutuhan dan keinginan melampaui apa yang dapat dipenuhi

melalui “socially acceptable ways”

Keinginan manusia sebenarnya didefinisikan oleh masyarakat itu sendiri. Setiap

masyarakat menciptakan hal-hal yang dianggap berharga dan layak diupayakan

pemenuhannya

Bila masyarakat ingin tetap sehat, kesediaan seseorang untuk tetap mempergunakan

cara-cara yang sah perlu dihargai.

Jika tekanannya pada tujuan tanpa kendali pada bagaimana mencapainya, situasi

anomik terjadi

Selain kesenjangan antara cara dan tujuan, kriminalitas juga disebabkan oleh

perasaan diperlakukan tidak adil atau karena kesempatan berbeda

Merton secara tematis mengarahkan perhatian orang terhadap situasi aktual di mana

terjadi krisis dalam suatu konteks sosial budaya tertentu. Kontek yang melingkupi ini

dipisahkan secara analitis atas aspek struktur kultural di satu sisi, dan aspek struktur sosial

disisi lain. Di sini struktur kultural didefinisikan sebagai seperangkat nilai-nilai normatif

yang terorganisir yang mengatur perilaku umum bagi para anggota masyarakat atau

kelompok tertentu. Sedangkan struktur sosial adalah seperangkat hubungan sosial yang

terorganisir di dalam mana para anggota masyarakat atau kelompok tersebut terlibat.

Krisisnya muncul manakala nilai-nilai kultural yang mengatur pemilihan tujuan dan alat

yang ada terancam karena dalam kapasitas yang terstruktur. Secara sosial para anggota

masyarakat tidak mampu bertindak sesuai dengan nilai-nilai normatif tersebut.

7

Page 8: Teori_Anomi

Kesenjangan di ataslah yang kemudian dipahami sebagai penyebab gejala anomie,

yaitu suatu kondisi relatif kekaburan norma di dalam suatu masyarakat. Yang terjadi

adalah kerusakan atau distorsi pada struktur kultural dalam mengatur perilaku umum

anggota masyarakat. Pemahaman praktisnya, dengan demikian, mengacu pada kehadiran

kendala-kendala dalam kondisi aktual sedemikian rupa sehingga mengakibatkan

pemilihan tujuan dan alat yang sesuai dengan aturan-aturan dan nilai-nilai normatif

cenderung tidak bisa dioreintasikan ataupun di wujudkan dalam tindakan orang-orang

yang bersangkutan.6

Orientasi subjektif individu, sementara itu, telah menjelaskan hubungan antara

variabel tindakan voluntaristik dan variabel-variabel sosiologis lain, seperti strata sosial,

jenis kelamin dan lain-lain. Herbert H. Hyam menyebutkannya dengan istilah sistem nilai.

Individu, manakala dia menganalisa hubungan antara posisi yang rendah (lapisan sosial)

dan kelangkaan mobilitas ke atas, karena orang-orang lapisan kebawah pada gilirannya

justru malah mereduksi tindakan-tindakan voluntaristik yang akan memperbaiki posisinya

yang rendah, karena secara responsif mereka menurunkan tingkat orientasi mobilitas ke

atas. Proses pengambilan keputusan ini terjadi dalam orientasi subjektif yang melibatkan

segala dimensinya, atau dalam perekayasaan sistem nilai individu, sehingga pada

akhirnya melahirkan tindakan praktis yang mungkin tipikal lapisan sosial tertentu. 

Hyman mencoba merevisi analisa Merton yang menekankan bahwa gejala anomie

lebih cenderung terjadi pada orang-orang lapisan bawah karena frustasi mereka dalam

mengejar tujuan kultural sukses ekonomis, sementara aksesibilitas atas dasar pemilikan

alat untuk itu terbatas. Hyman menyoroti asumsi Merton yang menyebutkan bahwa tujuan

kultural keberhasilan dalam aktualitasnya diserap dan dioreintasikan oleh individu-

individu lapisan bawah, sementara itu juga sepatutnya jika mereka sendiri menyadari

bahwa alat untuk tujuan itu tak tersedia pada mereka. Pada satu titik waktu tertentu, kata

Hyman menanggapi,hal itu memang benar. Namun tampaknya juga benar bahwa dalam

perseptif waktu yang lebih luas jika individu terus meyakini bahwa alat-alat untuk

keberhasilan di masa depan tetap tersedia atau menunggunya, maka frustasinya akan

berkurang dan perilaku menyimpannya mungkin tak terjadi. Sebaliknya jika individu

menekankan perhatian pada peluang-peluangnya sejauh yang bisa dimilikinya, dan

menyesuaikan tingkat penyerapan tujuan kultural tentang keberhasilan,maka tekanan ke

arah perilaku menyimpang juga berkurang. Relevansinya,dengan demikian,adalah pada 6 Khanafi Zain, Imam, “Gejala Anomie dalam Orientasi Okupasional (Menelusuri Orientasi koneksi Anomik Pelajar dan Lulusan beberapa SMA di Jakarta dalam menghadapi Krisis Transisi Status)”, Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Depok 1992, hal 27 - 31

8

Page 9: Teori_Anomi

diferensial yang mungkin terjadi dalam tingkat penyerapan tujuan kultural tentang

keberhasilan diantara lapisan-lapisan sosial yang berbeda, juga diferensial dalam

aksebilitas relatif yang bisa diharapkan,berdasarkan perekayasaan. Orientasi subjektif atau

sistem nilai individual yang di lakukan dalam perspektif waktu tertentu.

Di atas masalah diferensiasi penyerapan tujuan kultural dan aksesibilitas

relatifnya,gejala anomie pada dasarnya tetap relevan diungkap sejauh norma-norma

umum yang ada dikalahkan oleh kepentingan pribadi yang mengejar kepuasan dengan

jalan apa pun asal efektif. Lebih-lebih dalam masyarakat perkotaan yang cenderung

terkotak-kotak dan penuh persaingan,pribadi-pribadi itu hidup dalam iklim yang sulit

untuk mempercayai satu sama lain dan tidak menunjang pada hubungan-hubungan antar

manusia yang stabil. Situasi anomik juga mengarah pada sulitnya untuk untuk bisa

meramalkan perilaku-perilaku orang lain, di samping munculnya keyakinan yang kuat

akan faktor keberuntungan. 

Gagasan tentang anomie justru telah secara berlebihan diperluas hingga mencakup

banyak variasi baik dari kondisi-kondisi sosial maupun keadaan-keadaan psikis:

disorganisasi personal, keretakan kultural, hilangnya saling percaya antar manusia

(reciprocal distrust), dan sebagainya.7

 ANOMIE SEBAGAI KEKACAUAN PADA DIRI INDIVIDUAnomie sangat umum terjadi apabila masyarakatsekitarnya mengalami perubahan-

perubahan yang besar dalam situasi ekonomi, entah semakin baik atau semakin buruk, dan lebih

umum lagi ketika ada kesenjangan besar antara teori-teori dan nilai-nilai ideologis yang

umumnya diakui dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pandangan Durkheim, agama-agama tradisional seringkali memberikan dasar

bagi nilai-nilai bersama yang tidak dimiliki oleh individu yang mengalami anomie. Lebih jauh ia

berpendapat bahwapembagian kerja yang banyak terjadi dalam kehidupan ekonomi modern

sejak Revolusi Industri menyebabkan individu mengejar tujuan-tujuan yang egois ketimbang

kebaikan komunitas yang lebih luas.

Robert King Merton juga mengadopsi gagasan tentang anomie dalam karyanya. Ia

mendefinisikannya sebagai kesenjangan antara tujuan-tujuan sosial bersama dan cara-cara yang

7 Leo Srole, “Socila Integration and Certain colloaries: An exploratory Study,” dalam American Sociological Review Vol. 30, hal 712-713

9

Page 10: Teori_Anomi

sah untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dengan kata lain, individu yang mengalami anomie

akan berusaha mencapai tujuan-tujuan bersama dari suatu masyarakat tertentu, namun tidak

dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut dengan sah karena berbagai keterbatasan sosial.

Akibatnya, individu itu akan memperlihatkan perilaku menyimpang untuk memuaskan dirinya

sendiri.

ANOMIE SEBAGAI KEKACAUAN MASYARAKAT

Kata anomie telah digunakan untuk masyarakat atau kelompok manusia di dalam suatu

masyarakat, yang mengalami kekacauan karena tidak adanya aturan-aturan yang diakui bersama

yang eksplisit ataupun implisit mengenai perilaku yang baik, atau, lebih parah lagi, terhadap

aturan-aturan yang berkuasa dalam meningkatkan isolasi atau bahkan saling memangsa dan

bukan kerja sama.

Friedrich Hayek dikenal menggunakan kata anomie dengan makna ini.Anomie sebagai

kekacauan sosial tidak boleh dikacaukan dengan “anarkhi“. Kata “anarkhi” menunjukkan tidak

adanya penguasa, hierarkhi, dan komando, sementara “anomie” menunjukkan tidak adanya

aturan, struktur dan organisasi. Banyak penentanganarkhisme mengklaim bahwa anarkhi dengan

sendirinya mengakibatkan anomi. Namun hampir semua anarkhis akan mengatakan bahwa

komando yang hierarkhis sesungguhnya menciptakan kekacauan, bukan keteraturan (lih.

misalnya Law of Eristic Escalation).

10