Upload
ulhy-firstyanti
View
82
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jjjjj
Citation preview
1. Kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk
membunuh sel-sel tumor dengan menganggu fungsi dan reproduksi selular.
Kemoterapi terutama digunakan untuk mengobati penyakit sistematik daripada
lesi setempat dan dapat diatasi dan dapat diatasi dengan pembedahan atau
radiasi. Kemoterapi mungkin dikombinasi dengan pembedahan atau radiasi,
atau kedua-duanya, untuk menurunkan ukuran tumor sebelum operasi., untuk
merusak semua sel-sel tumor yang masih tertinggal pasca operasi, atau untuk
mengobati beberapa bentuk leukimia ( Smeltzer, Suzanne C & Brenda G.
Bare. 2002: 333).
Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan
obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel
kanker. Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan
memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat membunuh sel kanker atau
menghambat proliferasi sel-sel kanker dan diberikan secara sistematik.
Obat anti kanker yang artinya penghambat kerja sel (Munir, 2005).
2. Tujuan kemoterapi
Kemoterapi mempunyai tujuan akhir yaitu penyembuhan pasien dan untuk
jangka panjang berupa perpanjangan hidup yang bebas dari penyakit.
Penyembuhan memerluan penumpasan setiap sel kanker. Jika kesembuhan
tidak diperoleh, yujuan hanya sebatas palatif (yaitu, bebas gejala dan
menghindarkan intoksikasi yang membahayakan jiwa), sehingga
memungkinkan seseorang mempertahankna hidup secara normal. Dalam hal
ini, massa sel kanker semula dikurangi dengan cara bedah dan atau radiasi,
diikuti dengan kemoterapi, imunoterapi atau kombinasi berbagai jenis
pengobatan tersebut (Mycek, Mary J, dkk. 2001: 378-379).
Tujuan dari kemoterapi ( penyembuhan, pengontrolan, paliatif) harus
realistik, karena tujuan tersebut akan menetapkan medikasi yang dugunakan
dan keagresifan dari rencana pengobatan ( Smeltzer, Suzanne C & Brenda G.
Bare. 2002: 333)
3. Masalah yang berhubungan dengan kemoterapi
Obat-obat kanker merupakan toksin yang memberikan bahan yang letal
untuk sel. Karen aitu, tidak heran bahwa sel-sel yang bersangkutan akan
memberikan mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari toksisitas kimia
termasuk obat-obat kemoterapi:
a) Resistensi
Beberapa sel neoplasma, misalnya, melanoma dapat resisten terhadap
berbagai obat antikanker secra turunan. Tipe tumor lain secara terpilih akna
aatau mendapatkan resistensi terhadap efek sitotoksik medikasi, terutama
sesudah pengobatan jangka dari dosis obat rendah. Perkembangan resistensi
obat berkurang jika terapi jangka pendek, intensif, berkala intermiten dengan
kombinasi obat. Kombinasi obat juga efektif terhadap sel-sel resistensi
berbagai jenis dalam populasi tumor. Sejumlah mekanisme bertanggung jawab
terhadap resistensi obat; masing-masing akan dibicarakan secra terpisah dalam
pembicaraan obat-obat
b) Resistensi terhadap obat
Seleksi berjenjang dari gen yang menetapkan protein transmembran (P-
glikoprotein untuk glikoprotein “ permeabilitas” ) bertanggung jawab untuk
resistensi berbagai obat. Resistensi disebabkna oleh pompa yang bergantung
ATP dari obat keluar sel, ada kaitan dengan P-glikoprotein. Resistensi silang
diantaranya beberapa obat yang secara struktual tidak berhubungan dapat
terjadi. Misalnya sel ristensi terhadap efek sitotoksik vinka alkaloid juga
resistensi dengan daktinomisin.
c) Toksisitas
Terapi ditujukan untuk membunuh secara cepat sel-sel proliferasi dan juga
mempengaruhi sel-sel normal yang sedang berploferasi cepat, misalnya
mukosa bukal, sumsum tulang, mukosa pencernaan (GI) dan sel-sel rambut
ikut memperlihatkan intoksitasi kemoterapi.
d) Tumor-tumor akibat pengobatan
Karena kebanyakan obat antineoplasma bersifat mutagen, neoplasma
(misal leukiminonlimfositik akut) dapat terjadi 10 tahun atau lebih setelah
kanker asli sembuh. Neoplasma akibat pengobatan merupakan masalah setelah
pengobatan terapi dengan alkilator (Mycek, Mary J, dkk. 2001: 381-383).
4. Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker.
Menurut Munir (2005), sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang
digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang
berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka
semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya
semakin lambat proliferasinya maka kepekaannya semakin rendah , hal ini
disebut Kemoresisten. Kemoterapi bekerja dengan cara:
1. Merusak DNA dari sel-sel yang membelah dengan cepat, yang
dideteksi oleh jalur p53/Rb, sehingga memicu apoptosis
2. Merusak aparatus spindel sel, mencegah kejadian pembelahan sel.
3. Menghambat sintesis DNA
5. Efek samping kemoterapi (Herdata, 2008)
Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel normal
yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan Sel pada
traktus gastro intestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan, depresi
sum-sum tulang yang memudahkan terjadinya infeksi. Pada traktus gastro
intestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi saluran cerna.
Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan rambut.
Jaringan tubuh normal yang cepat proliferasi misalnya sumsum tulang,
folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat
sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal,
sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih
cepat pulih dari pada sel kanker.
Efek samping yang muncul pada jangka panjang adalah toksisitas
terhadap jantung, yang dapat dievaluasi dengan EKG dan toksisitas pada paru
berupa kronik fibrosis pada paru. Toksisitas pada hepar dan ginjal lebih sering
terjadi dan sebaiknya dievalusi fungsi faal hepar dan faal ginjalnya. Kelainan
neurologi juga merupakan salah satu efek samping pemberian kemoterapi.
Untuk menghindari efek samping intolerable, dimana penderita menjadi
tambah sakit sebaiknya dosis obat dihitung secara cermat berdasarkan luas
permukaan tubuh (m2) atau kadang-kadang menggunakan ukuran berat badan
(kg). Selain itu faktor yang perlu diperhatikan adalah keadaan biologik
penderita. Untuk menentukan keadaan biologik yang perlu diperhatikan adalah
keadaan umum (kurus sekali, tampak kesakitan, lemah sadar baik, koma,
asites, sesak, dll), status penampilan (skala karnofsky, skala ECOG), status
gizi, status hematologis, faal ginjal, faal hati, kondisi jantung, paru dan lain
sebagainya.
Penderita yang tergolong good risk dapat diberikan dosis yang relatif
tinggi, pada poor risk (apabila didapatkan gangguan berat pada faal organ
penting) maka dosis obat harus dikurangi, atau diberikan obat lain yang efek
samping terhadap organ tersebut lebih minimal. Intensitas efek samping
tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian, maupun dosis
kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda
walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga
mempunyai pengaruh bermakna. Efek samping kemoterapi dipengaruhi oleh :
1. Masing-masing agen memiliki toksisitas yang spesifik terhadap
organ tubuh tertentu.
2. Dosis.
3. Jadwal pemberian.
4. Cara pemberian (iv, im, peroral, per drip infus).
5. Faktor individual pasien yang memiliki kecenderungan efek
toksisitas pada organ tertentu.
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek amping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul
dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia
dan stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang
timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer,
neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang
timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Efek samping Kemoterapi timbul karena obat-obat kemoterapi sangat
kuat, dan tidak hanya membunuh sel-sel kanker, tetapi juga menyerang sel-sel
sehat, terutama sel-sel yang membelah dengan cepat. Karena itu efek samping
kemoterapi muncul pada bagian-bagian tubuh yang sel-selnya membelah
dengan cepat. Efek samping dapat muncul ketika sedang dilakukan pengobatan
atau beberapa waktu setelah pengobatan.
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala
gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala
gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi,
faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang
beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24
jam.
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel
darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah
(anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat
terjadi segera atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera,
penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari
ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar
laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian
penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu
kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian
naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam.
Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat
mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi
pada traktus gastrointestinal.
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai
pada kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting
adalah kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal,
kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan
hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker
baru.
Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit
diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis
paru umumnya iireversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan
pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir
dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif
kecil dan lebih mudah diatasi.
Kemoterapi dapat mempengaruhi sel normal di lambung, sel lambung
ini kemudian mengirim sinyal ke ” pusat muntah” di otak, karena sinyal ini
direspon berbeda sehingga memicu mual dan muntah. Ada kala kemoterapi
akan langsung bekerja di “pusat muntah” di otak. Mekanisme ini juga akan
memicu mual dan muntah.
6. Prinsip pemberian kemoterapi:
a) Kombinasi kemoterpi jauh lebih superior dan pada kemoterapi agen tunggal
b) Remisi yang total adalah keharusan minimum untuk penyembuhan dan
lintasan jangka panjang.
c) Pengobatan pertama yang tuntas yang dapat memberi kesempatan yang
terbaik untuk memperoleh manfaat yang berarti, maka dari itu terapi
pertama harus dapat memberikan manfaat yang maksimal
d) Dosis maksimum obat yang digunakan untuk memusnahkna sel-sel tumor
dengan maksimal. Penurunan dosis mengurangi toksisitas adalah seperti
“killing the patients with kindness”, ( membunuh pasien dengan kasih).
e) Kemoterapi neo-adjuvan (pemberi kemoterapi sebelum pembedahan) selalu
dianjurkan untuk pengobatan kanker tertentu, seperti kanker payudara
(Handayani, Gemy Nastity. 2011: 179).
7. Terapi farmakologi
Obat-obat antelmintik (anti cacing: anthelmintic) digunakan untuk untuk
membasmi (mengeradikasi) atau mengurangi jumlah parasit-parasit cacing
(helmint) dalam saluran atau jaringan intestinal dalam tubuh (Katzung. 2004:
259).
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu matoda,
trematoda, dan cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik
ditujukan pada target metabolic yang terdapat dalam parasite tetapi tidak
mempengaruhi atau berfungsi lain untuk pejamu. (Mycek. 2001: 363).
Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda
1. Mebendazol
Mebendazol merupakan obat cacing yang paling luas spektrumnya.Obat ini
tidak larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan
terbuka (Ganirwarna, 1995).Mebendazol adalah obat cacing yang efektif terhadap
cacing Toxocara canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina.Trichuris vulpis,
Uncinaria stenocephala, Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis, Taenia
hydatigena, Echinococcus granulosus dan aeniaformis hydatigena (Tennant,
2002).Senyawa ini merupakan turunan benzimidazol, obat ini berefek pada
hambatan pemasukan glukosa ke dalam cacing secara ireversibel sehingga terjadi
pengosongan glikogen dalam cacing.Mebendazol juga dapat menyebabkan
kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing
(Ganirwarna, 1995). Nama kimia mebendazole yaitu methyl [(5-benzoyl-3H-
benzoimidazol-2-yl)amino]formate. Rumus kimia : C16H13N3O3
Farmakokinetika
Mebendazol tidak larut dalam iar dan rasanya enak.Pada pemberian oral
absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang rendah yang
disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami first pass hepatic
metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin dalam bentuk yang utuh dan
metabolit sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu 48 jam. Absorbsi mebendazol
akan lebih cepat jika diberikan bersama lemak (Ganirwarna, 1995).
Efek Nonterapi dan Kontraindikasi
Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik mungkin karena
absorbsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada penderita dengan anemia
maupun malnutrisi.Efek samping yang kadang-kadang timbul berupa diare dan
sakit perut ringan yang bersifat sementara.Dari studi toksikologi obat ini memiliki
batas keamanan yang lebar.Tetapi pemberian dosis tunggal sebesar 10 mg/kg BB
pada tikus hamil memperlihatkan efek embriotoksik dan teratogenik (Ganirwarna,
1995).
2. pirantel pamoat
Pirantel pamoat bersamaan mebendazole bermanfaat dalam pengobatan
cacing bulat, cacing kremi dan cacing tambang. Pirantel apmoat sulit diabsorbsi
oral dan memberikan efek dalam saluran pencernaan. Obat ini bekerja sebagai
penghambat depolarisasi neuromuskular parasit, menyebabkan reseptor nikotinik
mendapat pacu yang kontinu. Cacing menjadi lumpuh dan dikeluarkan dari
saluran pencernaan pejamu. Efek samping bersifat ringan termasuk mual, muntah
dan diare Mycek. 2001: 364). Selain itu pirantel pamoat bekerja dengan
menimbulkan depolarisasi neuromuskuler sehingga menimbulkan paralisis spastik
cacing ( Theodorus. 1996 :220)
Cara kerja pirantel pamoat adalah dengan melumpuhkan cacing. Cacing
yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh,
cacing akan segera mati. Pirantel pamoat dapat diminum dengan keadaan perut
kosong, atau diminum bersama makanan, susu atau jus. (Drugs.Com, 2007).
Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum.Dosis
biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg / kgBB.Walaupun demikian,
dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau
tablet (125 mg /tablet).Bagi orang yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya,
membutuhkan 500 mg pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4
tablet pirantel (125 mg) sekali minum.Nama dagang pirantel pamoat yang beredar
di Indonesia bermacam-macam, ada Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan lain-
lain (MIMS,1998) .
3. Tiabendazol
Tiabendazol adalah suatu benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif terhadap
strongilodiasis yang disebabkan Strongyloides stercoralis (cacing benang), larva
migrans pada kuliat (atau erupsi menjalar) dan tahap awal trikinosis (disebabkan
Trichinella spinalis).Obat juga menganggu agregasi mikrotubular. Meskipun
hamper tidak larut dalam air, obat mudah diabsorbsi pada pemberian per oral.
Obar dihidroksilasi dalam hati dan dikeluarkan dalam urine. Efek samping yang
dijum[pai ialah pusing, tidak mau makan, mual dan muntah. Terrdapat beberapa
laporan tentang gejala SSP. Diantara kasus eritema multiforme dan sindrom
Stevens Johnson yang dilaporkan akibat tiabendazol, terdapat beberapa kematian.
(Mycek. 2001: 364)
4. Invermektin
Invermektin adalah obat pilihan untuk pengobatan onkoserkiasis (buta
sungai) disebabkan Onchocerca volvulus dan terbukti pula efektif untuk
scabies.Ivermektin bekerja pada reseptor GABA (asam ɣ-amionobutirat)
parasite.Aliran klorida dipacu keluar dan terjadi hiperpolarisasi, menyebabkan
paralisis cacing.Obat diberikan oral.Tidak menembus sawar darah otak dan tidak
memberikan efek farmakologik.Namun, tidak boleh diberikan pada pasien
meningitis karena sawar tak darah lebih permiabel dan terjadi pengaruh SSP.
Ivermektin juga tidak boleh untuk orang hamil.Tidak boleh untuk pasien
yangmenggunakan benzodiasepin atau barbiturate – obat bekerja pada reseptor
GABA. Pembunuhan mikrofilia dapat menyebabkan reaksi seperti ’’Mozatti’’
(demam, sakit kepala, pusing, somnolen, hipotensi dan sebagainya) (Mycek,
2001: 364).
Obat Untuk Pengobatan Trematoda
Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan yang
diinfeksi.Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah.
1. Prazikuantel
Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel.Obat ini merupakan obat
pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi cestoda seperti
sistisercosis.Permeabilitas membrane sel terhadap kalsium meningkat
menyebabkan parasite mengalami kontraktur dan paralisis.Prazikuantel mudah
diabsorbsi pada pemberian oral dan tersebar sampai ke cairan serebrospinal.Kadar
yang tinggi dapat dijumpai dalam empedu.Obat dimetabolisme secara oksidatif
dengan sempurna, meyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit tidak
aktif dan dikeluarkan melalui urin dan empedu (Mycek, 2001: 366)
Efek samping yang biasa termasuk mengantuk, pusing, lesu, tidak mau
makan dan gangguan pencernaan.Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita
hamil atau menyusui. Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan metabolisme
telah dilaporkan jika diberikan bersamaan deksametason, fenitoin, dan
karbamazepin, simetidin yang dikenal menghambat isozim sitokrom P-450,
menyebabkan peningkatan kadar prazikuantel. Prazikuantel tidak boleh diberikan
untuk mengobati sistiserkosis mata karena penghancuran organisme dalam mata
dapat merusak mata (Mycek. 2001: 364;366).
Obat Untuk Pengobatan Cestoda
Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada
usus pejamu.Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan
usus selama siklusnya.
1. Niklosamid
Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada
umumnya.Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite
terhadap ADP yang menghasilkan energy untuk pembentukan ATP.Obat
membunuh skoleks dan segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya.Laksan
diberikan sebelum pemberian niklosamid oral. Ini berguna untuk membersihkan
usus dari segmen-segmen cacing yang mati agar tidak terjadi digesti dan
pelepasan telur yang dapat menjadi sistiserkosisi. Alcohol harus dilarang selama
satu hari ketika niklosamid diberikan (Mycek. 2001: 366)
Karakteristik dan terapi untuk infeksi nematoda yang sering ditemukan
Pemberian obat-obat antelmintik
Obat-obat oral harus diminum dengan air pada saat sedang atau sesudah
makan, kecuali jika diindikasikan lain. Dalam tindak lanjut pascapengobatan
untuk infeksi-infeksi nematoda usus, feses harus diperiksa ulang sekitar dua
minggu setelah berakhirnya pengobatan.
Dosis untuk Anak
Dosis untuk bayi dan anak berada pada basis yang kurang aman
dibandingkan dengan basis pada orang dewasa. Jika tidak diberikan pada dosis
mg/kg berat badan (atau disfesikasikan), dosis dapat didasarkan pada luas
permukaan tubuh atau dihitung sebagai pembagian dosis dewasa berdasarkan
hukum Clark atau Hukum Young.
Kontraindikasi
Kehamilan dan ulkus saluran cerna merupakan kontraindikasi untuk
sebagian besar obat-obat yang tedaftar.
a) ALBENDAZOLE
Albendazole, suatu antelmintik oral berspektrum luas, merupakan obat
pilihan dan telah diakui di Amerika Serikat untuk pengobatan penyakit hydatid
dan cysticercosis. Obat ini juga merupakan obat utama untuk pengobatan
infeksi pinworm, ascariasis, trichuriasis, strogyloidiasis, dan infeksi-infeksi
yang disebabkan oleh kedua spesies cacing tambang (hookworn). Namun
albendazole tidak dikategorikan untuk kondisi-kondisi ini.
1) Kerja antelmintik
Albendazole dan metabolitnya, albendazole sulfoxide, diperkirakan
bekerja dengan jalan menghambat snintesis mikrotubulus dalam nematoda, dan
dengan demikian mengurangi ambilan glukosa secara ireversible. Akibatnya,
parasit-parasit usus dilumpuhkan atau mati perlahan-lahan. Pembersihan mereka
dari saluran cerna belum dapat menyeluruh hingga beberapa hari setelah
pengobatan. Obat ini juga memiliki efek larvicid (membunuh larva) pada penyakit
hydatid, cysticercosis, ascariasis, dan infeksi cacing tambang serta efek ovicid
(membunuh telur) pada ascariasis, ancylostomiasis, dan trichuriasis (Katzung.
2004: 259-262).
Albendazole terutama dianjurkan pada echinococciosis (cacing pita
anjing). Resorbsinya dari usus buruk, tetapi masih lebih baik daripada
mebendazole. Di dalam hati, zat ini segera diubah menjadi sulfoksidannya, yang
disekresikan melalui empedu dan urin (Tjay, Tan Hoan. 2006: 203).
2) Efek farmakologis
Albendazole tidak mempunyai efek farmakologis pada manusia. Obat ini
(yang bersifat teratogenik dan embriotoksik pada beberapa spesies hewan) tidak
diketahui tingkat keamanannya pada wanita hamil.
3) Penggunaan klinis
Albendazole diberikan pada saat perut kosong untuk penanganan parasit-
parasit intraluminal. Namun untuk penanganan terhadap parasit-parasit jaringan,
obat ini harus diberikan bersama dengan makanan berlemak.
a. Ascariasis, trichuriasis, serfta infeksi-infeksi cacing tambang dan
pinworm
Untuk infeksi-infeksi pinworm, ancylostomiasis, dan ascariasis ringan,
necatoriasis, atau tricuariasis, pengobatan untuk orang dewasa dan anak-anak
diatas usia dua tahun adalah dosis tunggal 400 mg secara oral. Untuk infeksi
pinworm, dosis harus diulang selama dua minggu. Tindakan ini menghasilkan
tercapainya angka kesembuhan 100% dalam infeksi pinworm dan angka
kesembuhan tinggi untuk infeksi-infeksi lain, atau pengurangan besar terhadap
jumlah telur bagi yang tidak tersembuhkan. Untuk mencapai angka kesembuhan
tinggi dalam ascariasis atau untuk mengurangi jumlah cacing sevara memuaskan
untuk meringankan necatoriasis berat, ulangi pemberian 400 mg/hari dalam 2-3
hari.
b. Strongyloidiasis
Sasaran pengobatan dalam strongyloidiasis adalah kesembuhan. Efikasi
albendazole adalah sebesar 38% setelah pemberian 400 mg/hari selama tiga hari.
Dapat dicoba memberikan 400 mg dua kali sehari selama 7-14 hari ( dengan
makanan berlemak).
c. Penyakit hydatid
Dalam pengobatan medis, albendazole dan mebendazole telah digunakan
karena keduanya efektif terhadap membran germinal dan scoleces, sementara
praziquanted hanya aktif terhadap scoleces. Pengobatan terpilih adalah
albendazole 400 mg dua kali sehari dengan makanan selama 3 bulan;
mebendazole tidak lagi digunakan. Pengobatan kemungkinan perlu dilanjutkan,
tergantung pad ahasil klinis. Kista tulang dapat memerlukan hingga satu tahun
pengobatan. Apabila pasien menjalani pembedahan, dua obat diberikan secra
preoperatif selama satu bulan untuk mengurangi risiko kekambuhan yang
diakibatkan oleh melubernya ciran kista: albendazole (400 mg dua kali sehari) dan
praziquanted (25 mg sekali sehari). Setelah pembedahan, albendazole harus terus
diberikan selama satu bulan. Perlu tidaknya praziquanted turut disertakan
tergantung pada evaluasi. Durasi pengobatan untuk infeksi E multilocularis tidak
ditetapkan, namun kemungkinan lima tahun selama masa hidup (Katzung. 2004:
262-263).
d. Neurocysticercosis
Pengobatan medis umumnya condong pada pembedahan paling efektif
untuk kista parenkimal, kurang efektif untuk kista intraventrikuler, subarakhnoid,
atau racemose, dan kemungkinan tidak memiliki efek terhadap kista yang
menunjukkan tanda-tanda pembesaran atau pengapuran. Sekalipun albendazole
dan prazikuantel sama-sama efektif dalam pengobatan dengan albendazole
menjadi obat pilihan atas alasan-alasan: (1) massa pengobatan dengan albendazole
(satu minggu) lebih pendek dibandingkan dengan praziquantel (dua minggu); (2)
harga albendazole lebih murah; (3) pemberian albendazole bersama dengan suatu
steroid (untuk menangani peradangan) menghasilkan peningkatan penyerapan
albendazole sementara pemberian praziquantel bersama dengan suatu steroid
menurunkan kadar plasma praziquantel secara drastis; (4) albendazole dapat
menembus rongga arakhnoid lebih baik dibandingkan dengan praziquantel.
Pendekatan yang dianjurkan adalah pemberian sejumlah albendazole disertai
dengan steroid; jika respon tidak memadai, ikuti dengan sejumlah praziquantel.
Untuk pasien-pasien tertentu beberapa klinisi menunggu tig abulan untuk melihat
apakah kista benar-benar tela hilang. Pengobatan haru sdilaksanakan di rumah
sakit.
e. Infeksi-infeksi lain
Pada dosis 200-400 mg dua kali sehari, albendazole merupakan obat
pilihan dalam pengobatan cutaneous larva migrans (diberikan setiap hari selama
3-5 hari) dan dalam intestinal capillariasis (selama 10 hari). Dalam infeksi-infeksi
microporidial AIDS ( Enterocytozoon bieneusi dan Septata intestinalis), 400 mg
dua kali sehari selama satu bulan ditambah terapi rumatan sering ali menghasilkan
perbaikan klinis pada diare kronis tanp amelenyapkna organismenya. Pad adosis
400 mg dua kali sehari, albendazole dapat bermanfaat dalam gnathostomiasis
(selama 21 hari) dan tricinosis (selama 15 hari). Untuk gejala-gejala berat pada
trinicosis, harus diberikan prednisone (selama 15 hari). Untuk gejala-gejala berat
pada trichinosis harus diberikan prednisone 40 mg/hari secara bersamaan selama
kurang lebih 3 hari, kemudian secra bertahap dihentikan.
Efek-efek yang tidak diinginkan
Saat digunakan selama 1-3 hari, albendazole hampir sepenuhnya bebas
dari efek-efek yang tidak diinginkan yang berarti. Gangguan epigastrik ringan dan
sementara, diare, sakit kepala, rasa mual, pusing, kelesuhan, insomnia merupakan
gejala-gejala yang ditimbulkan oleh obat ini pada 6% pasien. Namun pada dua
studi terkendali plasebo, munculnya efek yang tidak diinginkan adalah sama
dalam group perawatan maupun kontrol.
Kontraindikasi dan peringatan
Hitung darah harus dilakukan setiap dua minggu selama terapi jangka
panjang. Obat ini tidak boleh digunakan selama masa kehamilan kecuali apabila
pengobatan alternatif tidak tersedia. Selain itu, obat ini juga tidak boleh diberikan
pada pasien-pasien yang memiliki hipersensitivitas terhadap obat-obat
benzimidazole lain. Tingkat keamanan albendazole pada anak-anak di bawah usia
2 tahun masih belum ditetapkan. Obat ini dapat dikontraindikasikan apabila
terdapat sirosis (katzung, Bertram G. 2004: 261-265).
Mebendazole
Mebendazole merupakan benzimidazole sintetis yang memiliki aktifitas
antelmintik brspektrum luas dan mempunyai tingkat kemunculan efek yang tidak
diinginkan yang rendah. (Katzung, 2004: 272).
Kerja Antelmintik dan Efek-Efek Farmakologis
Mebendazole menghalangi sintesis-mikrotubulus dalam nematoda, dan dengan
demikian menghentikan ambilan glukosa secara irreversible.Parasit-parasit
intestinal dilumpuhkan atau mati perlahan-lahan, dan pembersihannya dari saluran
gastrointestinal belum dapat terpenuhi hingga beberapa hari setelah
pengobatan.Kemanjuran obat berbeda-beda, tergantung masa transit
gastrointestinal, intensitas infeksi, dikunyah/tidaknya obat, dan kemungkinan juga
dengan rantai parasit.Mebendazole membasmi cacing tambang, ascaris, dan telur-
telur trichuris (Katzung, 2004: 273)
Pada manusia, mebendazole cenderung tidak giat.Tidak ditemukan bukti
adanya teratogenesitas atau karsinogenisitas.Sekalipun demikian, pada tikus-tikus
hamil telah dijumpai aktivitas embriotoksik dan teratogenik pada dosis oral
tunggal serendah 10 mg/kg (Katzung, 2004: 273)
Penggunaan Klinis
Di Amerika Serikat, penggunaan mebendazole telah diakui untuk penanganan
ascariasis, trichuriasis, serta infeksi cacing tambang dan pinworm. Kegunaan lain
obat ini masih diselidiki. Obat ini dapat dikonsumsi sebelum dan sesudah makan;
tablet harus dikunyah sebelum ditelan.Tidak diperlukan pembersihan sebelum
ataupun sesudah pengobatan.Angka kesembuhan menurun pada pasien pengidap
hipermotilitas gastrointestinal.Untuk penanganan trichinosis dan dracontiasis, obat
harus dikonsumsi dengan makanan berlemak untuk meningkatkan absorbsi.
(Katzung, 2004: 273)
1. Pinworm
Berikan 10 mg sekaligus dan ulangi dosis dalam 2-4 minggu. Dosis yang
diberikan pada anak sama dengan orang dewasa. Angka kesembuhan berkisar
antara 90-100%. (Katzung, 2004: 273).
1. B. Ascaris lumbricoides, Trichura trichiura, Cacing tambang, dan
Trichostrongylus
Satu dosis 100 mg dua kali sehari selama tiga hari diberikan bagi orang dewasa
dan anak diatas usia dua tahun. Pengobatan dapat diulang dalam 2-3
minggu.Angka kesembuhan untuk ascaris dan trichuriasis adalah 90-
100%.Sekalipun angka kesembuhan dari kedua spesies cacing tambang lebih
rendah (70-95%), namun terdapat penurunan drastis pada muatan cacing pada
mereka yang tidak sembuh.Mebendazole secara khusus bermanfaat untuk infeksi
gabungan yang ditimbulkan oleh ketiga parasit tersebut. (Katzung, 2004: 273).
Efek-Efek yang Tidak Diinginkan
Mebendazol dosis rendah untuk terai nematoda usus selama 1-3 hari
hampir bebas dari efek yang tidak diinginkan, bahkan pada pasien-pasien yang
lemah. Rasa sebah, muntah-muntah, diare, dan nyeri perut jarang dilaporkan, dan
justru lebih sering timbul pada anak-anak yang terjangkit ascaris berat. Jarang
pula terjadi sakit kepala ringan, pusing, dan reaksi-reaksi hipersensitivitas (seperti
ruam dan urtikaria). Telah dilaporkan pula penyaluran oral atau nasal ascarid pada
balita.
Efek-efek yang tidak diinginkan tertentu yang terkait dengan pengobatan
penyakit hydatid dengan mebendazole dosis tinggi berupa: ruam, pruritus,
eosinofilia, neutropenia reversibel, nyeri otot-rangka, demam, dan nyeri akut pada
daerah kista. Beberapa temuan ini dapat disebabkan oleh kebocoran atau pecahnya
kista bersama rilis antigen. Hal-hal lain yang jarang dilaporkan adalah peradangan
lambung, batuk, abnormalitas fungsi hati sementara, alopesia, glomerulonefritis,
dan beberapa kasus agranulositosis yang dipicu obat (dengan satu kematian)
( Katzung. 2004: 274).
Kontraindikasi dan Peringatan
Pada penyakit parenkim hepatis yang parah, mebendazole dimetabolisme
dengan sangat lambat dan harus digunakan dengan hati-hati. Obat ini
dikontraindikasikan untuk trimester pertama dalam kehamilan; obat-obat alternatif
lebih dipilih untuk tahap lanjut dalam kehamilan. Mebendazole harus diberikan
dengan hati-hati pada anak-anak dibawah usia dua tahn karen aterbatasnya
pengalaman dan adanya sedikit laporan mengenai timbulnya konvulsi pada
kelompok usia ini. Penggunaan bersama carbamazepine atau phenytoin dapat
menurunkan kadar plasma dan efektivitas mebendazol; penggunaan bersama
cimetidine dapat meningkatkan kadar plasma. Dalam terapi penyakit hydatid
dengan dosis tinggi, hitung darah lengkap harus dilakukan setiap minggu
(Katzung.2004: 274-275)
Pirantel Pamoate
Pirantel Pamoate merupakan anthelmentik berspektrum luas yang sangat efektif
untuk penanganan infeksi-infeksi pinworm dan ascaris.Obat ini cukup efektif
terhadap kedua spesies cacing tambang, namun tidak seberapa untuk N.
americanus.Obat ini tidak efektif dalam trichuriasis atau strongyloidiasis.Oxantel
pamoate, suatu analog dari pirantel, telah berhasil digunakan dalam pengobatan
trichuriasis, kedua obat tersebut telah dikombinasikan atas dasar aktivitas
antelmentik mereka yang berspektrum luas. (Katzung, 2004: 286)
Kerja Antelmentik dan Efek-Efek Farmakologis
Pirantel efektif terhadap wujud dewasa ataupun imatur dari helminth yang rentan
dalam saluran intestinalObat ini merupakan agen penyekat neuromuscular yang
sifatnya mendepolarisasi, sehingga menimbulkan rilis acetylcholine dan
penghambatan cholinesterase, hal ini menyebabkan stimulasi reseptor-reseptor
ganglionik dan pelumpuhan cacing-cacing yang diikuti dengan pembuangan dari
saluran intestinal manusia. (Katzung, 2004: 286)
Penggunaan Klinis
Dosis standar adalah 11 mg (base)/kg (maksimum 1 g), diberikan dengan atau
tanpa makanan.
1. Enterobius vermicularis
Pirantel diberikan sebagai dosis tunggal dan diulang dalam 2 dan 4 minggu.
(Katzung, 2004)
1. Ascaris lumbricoides
Pirantel diberikan sebagai dosis tunggal.Pengobatan harus dilanjutkan apabila
masih dijumpai telur-telur dua minggu sesudahnya. (Katzung, 2004: 287)
Efek yang Tidak Diinginkan; Kontraindikasi, dan Peringatan
Efek-efek yang tidak diinginkan yang timbul pada 4-20% pasien adalah
jarang; ringan dan sementara. Reaksi-reaksi ini meliputi rasa mual, muntah-
muntah, diare, kram perut, pusing, berkurangnya kesadaran, sakit kepala,
insomnia, ruam, demam, dan rasa lemah. Tidak dilaporkan adanya efek-efek
penting pada fungsi hati, ginjal, atau hematologi ((Katzung, 2004: 287).
Thiabendazole
Thiabendazole merupakan obat alternatif untuk pengobatan strongyloidiasis dan
cutaneous larva migrans.Boleh juga dicoba untuk trichinosis dan visceral larva
migrans apabila tidak tersedia obat yang efektif.Obat ini tidak seharusnya
digunakan untuk mengobati infeksi-infeksi pinworm, ascaris, trichuris, atau
cacing tambang, kecuali apabila tidak tersedia obat pilihan yang lebih aman.
(Katzung, 2004: 288)
Kerja antelmintik dan efek-efek farmakologis
Sifat antiperadangan thiabendazole bisa jadi penting menyangkut kemampuannya
menyembuhkan gejala-gejala dalam beberapa penyakit parasit, khususnya
dracontiasis.Obat ini juga memiliki efek-efek imunomodulasi yang menunjukkan
pada fungsi sel T – tampaknya, thiabendazole merupakan agen imunorestoratif
yang menunjukkan imunopotensiasi maksimum pada individu yang tersupresi
imunnya.Thiabendazole juga mempunyai kerja skabisid, antijamur ringan, dan
antipiretik.Obat ini tampaknya bebas efek-efek karsinogenik dan mutagenik.Kerja
vermisid thiabendazole kemungkinan merupakan hasil pengaruh terhadap agregasi
mikrotubulus yang bekerja melalui penghambatan enzim fumarate reductase.Obat
ini mempunyai efek-efek ovisid terhadap beberapa parasit.(Katzung, 2004: 288).
Penggunaan klinis
Dosis standar 25 mg/kg (maksimum 1,5 g) dua kali sehari harus diberikan sesudah
makan. Jika digunakan formulasi tablet, maka harus dikunyah baik-baik.
(Katzung, 2004: 288)