24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan anugerah terindah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia, namun dalam kenyataannya manusia sering mengabaikannya. Hidup bersih merupakan langkah yang paling penting untuk mencegah penyakit dan menjaga kesehatan tubuh. Oleh karena itu kebersihan harus dijaga baik dari dalam diri manusia itu sendiri, lingkungan tempat tinggal agar terhindar dari segala penyakit. Lingkungan yang kotor ini bisa menyebabkan berbagai mikroorganisme penyakit yang setiap saat dapat menyerang siapapun tanpa memandang usia dan status sosial, sehingga orang yang sebenarnya dapat menikmati kesehatan terpaksa harus menderita berbagai macam penyakit salah satunya adalah tifoid dan paratifoid akibat dari ulah manusia itu sendiri. Penyakit tifoid ini selain infeksinya berasal dari 5F (food, fluid, finger, faeces, flies, fomites) juga ditularkan oleh carrier. B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini: 1. Memperoleh pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan tifoid dan paratifoid. 1

Tifoid Dan Paratifoid

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tifoid Dan Paratifoid

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan anugerah terindah yang diberikan oleh Tuhan

kepada manusia, namun dalam kenyataannya manusia sering

mengabaikannya. Hidup bersih merupakan langkah yang paling penting

untuk mencegah penyakit dan menjaga kesehatan tubuh. Oleh karena itu

kebersihan harus dijaga baik dari dalam diri manusia itu sendiri, lingkungan

tempat tinggal agar terhindar dari segala penyakit.

Lingkungan yang kotor ini bisa menyebabkan berbagai

mikroorganisme penyakit yang setiap saat dapat menyerang siapapun tanpa

memandang usia dan status sosial, sehingga orang yang sebenarnya dapat

menikmati kesehatan terpaksa harus menderita berbagai macam penyakit

salah satunya adalah tifoid dan paratifoid akibat dari ulah manusia itu

sendiri. Penyakit tifoid ini selain infeksinya berasal dari 5F (food, fluid,

finger, faeces, flies, fomites) juga ditularkan oleh carrier.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini:

1. Memperoleh pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien dengan tifoid dan paratifoid.

2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor resiko penyebab, pencegahan

dan penanganan pada pasien tifoid dan paratifoid.

3. Meningkatkan kemampuan perawat dalam menciptakan hubungan yang

terapeutik pada pasien tifoid dan keluarga.

C. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini:

1. Studi kepustakaan dengan mengambil beberapa literatur yang

berhubungan dengan penyakit tifoid dan paratifoid.

2. Pengamatan kasus secara langsung, di unit Elisabeth kamar 403 2 untuk

membandingkan dengan studi kepustakaan, yang meliputi pengkajian,

1

Page 2: Tifoid Dan Paratifoid

penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, penatalaksanaan dan

evaluasi.

D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini diawali dengan Bab I Pendahuluan,

yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan

sistematika penulisan. Bab II Tinjauan teoritis yang mencakup konsep dasar

medik yang terdiri dari definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi,

tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik, terapi dan pengelolaan medik,

komplikasi dan konsep asuhan keperawatan, menguraikan tentang

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, perencanaan

pulang serta patoflowdiagram. Bab III Kesimpulan serta ditutup dengan

daftar pustaka.

2

Page 3: Tifoid Dan Paratifoid

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik

1. Definisi

Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut pada

saluran pencernaan pada usus halus (Noer Syaifullah, dkk. Ilmu Penyakit

Dalam hal 435).

Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi bakteri hebat yang diawali

di selaput lendir usus halus (dr Jan Tambayong, Patofisiologi untuk

Keperawatan, hal 143).

Demam tifoid dan paratifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus.

Sinonim dari demam tifoid dan paratifoid adalah typoid dan paratypid

fever, enteric fever, tifus dan paratifus abdominalis. Demam paratifoid

menunjukkan manifestasi yang sama dengan tifoid, namun biasanya lebih

ringan (Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, hal. 421).

2. Anatomi Fisiologi

Susunan saluran pencernaan terdiri dari:

a. Mulut, merupakan organ pertama dari saluran pencernaan yang

letaknya meluas dari bibir sampai ke isthmus fausian yaitu perbatasan

antara mulut dengan faring.

b. Faring, menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan. Pada

saat menelan faring mencegah masuknya makanan ke jalan pernafasan

dengan menutup sementara hanya beberapa detik dan mendorong

makanan masuk ke dalam esofagus agar tidak membahayakan

pernafasan.

c. Esofagus/kerongkongan, merupakan saluran yang menghubungkan

faring dengan lambung.

d. Lambung, merupakan sebuah kantong muskular yang letaknya antara

esofagus dan usus halus. Lambung merupakan saluran yang dapat

mengembang karena adanya gerakan peristaltik terutama di daerah

epigaster. Lambung menampung makanan yang masuk melalui

3

Page 4: Tifoid Dan Paratifoid

esofagus, menghancurkan dan menghaluskan makanan dengan

peristaltik lambung dan getah lambung.

e. Usus halus, panjangnya + 2,5 meter. Usus halus terletak di daerah

umbilikus terdiri dari beberapa bagian:

1) Duodenum

Sekresi dalam duodenum datang dari pankreas, hepar, dan kelenjar

dinding usus itu sendiri. Pada bagian kanan duodenum terdapat

bagian yang merupakan tempat bermuaranya saluran empedu

(ductus koleductus) dan saluran pankreas (ductus pancreatikus)

yang dinamakan papila vateri. Dinding duodenum mempunyai

lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar Brunner

memproduksi getah intestinum. Sekresi pankreas mempunyai pH

alkali yang berfungsi menetralisir asam lambung yang memasuki

duodenum. Empedu disekresikan oleh hepar dan disimpan dalam

kandung empedu, berfungsi untuk mengemulsikan lemak yang

dicerna.

2) Jejunum

Panjangnya 2-3 meter, berkelok-kelok, terdapat di sebelah kiri atas

intestinum minor dengan perantaraan lipatan peritoneum yang

berbentuk kipas (mesenterium). Akar mesenterium memungkinkan

keluar masuknya arteri dan vena mesenterika superior dan

pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara lapisan peritoneum yang

membentuk mesenterium. Penampang jejenum lebih lebar,

dindingnya tebal, dan banyak mengandung pembuluh darah.

3) Ileum

Ujung batas antara ileum dan jejenum tidak jelas, panjangnya

lebih kurang 4-5 meter. Ileum merupakan usus halus yang terletak

di sebelah kanan bawah yang berhubungan dengan sekum

perantaraan lubang yang disebut orifisium ileosekalis yang

diperkuat oleh sfingter dan dilengkapi oleh sebuah katup valvula

ceicalis yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam colon

asendens agar tidak masuk kembali ke dalam ileum.

Lapisan usus halus:

1) Tunika Mukosa

4

Page 5: Tifoid Dan Paratifoid

Lapisan ini banyak memiliki lipatan yang membentuk plika

sirkularis dan villi intestinal (jonjot-jonjot) yang selalu bergerak

karena pengaruh hormon jaringan villi kinnin. Villi ini banyak

mengandung pembuluh darah dan limfe. Pada bagian ini terjadi

penyerapan lemak yang telah diemulsi.

2) Tunika Propia

Pada bagian dalam dari tunika mukosa terdapat jaringan limfoid

noduli limpatisi dalam bentuk sendiri-sendiri dan berkelompok.

Tiap kelompok kurang 20 noduli lipatisi. Kumpulan ini disebut

plaque peyeri yang merupakan tanda khas dari ileum.

3) Tunika Submukosa

Pada lapisan ini terdapat anyaman pembuluh darah dan saraf yang

merupakan anyaman saraf simpatis.

4) Tunika Muskularis

Lapisan ini terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan otot sirkuler dan

otot longitudinal. Diantara keduanya terdapat anyaman serabut

saraf yang disebut pleksus mienterikus Auerbachi.

5) Tunika Serosa (adventisia)

Lapisan ini meliputi seluruh jejenum dan ileum.

Kelenjar-kelenjar usus halus terdiri dari:

1) Kelenjar Lieberkum

Merupakan kelenjar yang terdapat di seluruh selaput lendir usus

halus fungsi mengeluarkan getah usus halus untuk

menyempurnakan pencernaan makanan.

2) Kelenjar Brunner

Mensekresi zat alkali yang berfungsi untuk melindungi duodenum

dari pengaruh asam lambung.

3) Kelenjar Suliter

Terdapat di seluruh permukaan usus halus yang berfungsi sebagai

perlindungan terhadap serangan bakteri.

4) Kelenjar Payer

Merupakan kelompok soliter yang panjangnya 20-30 cm di

permukaan mukosa ileum.

f. Usus besar, merupakan saluran pencernaan berupa usus

berpenampang luas atau berdiameter besar. Merupakan lanjutan dari

5

Page 6: Tifoid Dan Paratifoid

usus halus yang tersusun seperti huruf U terbalik yang terbagi menjadi

colonasendens, transversum dan desendens serta sigmoid. Usus ini

berfungsi menyerap air dan makanan, tempat inggal bakteri E. Coli

dan faeces.

g. Rectum, merupakan lanjutan dari sigmoid yang menghubungkan usus

besar dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan tulang

sacrum dan koksigis.

h. Anus, bagan yang menghubungkan rectum dengan udara luar yang

terletak di dasar pelvis dan dindingnya diperkuat oleh sfingter ani.

3. Etiologi

Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhi. Sdangkan demam

paratifoid disebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies

Salmonella enteritidis, yaitu S. enteritidis bioserotipe paratyphi A, S.

enteritidis bioserotipe paratyphi B, S. enteritidis bioserotipe paratifi C.

Kuman ini mempunyai 3 antigen yaitu:

a. Antigen O: antigen pada bagian soma/tengah

b. Antigen H: antigen pada bagian flagel.

c. Antigen VI: antigen pada bagian kapsul.

Cara perpindahan kuman melalui cara 5 F, yaitu;

a. Food and fluid, yaitu melalui makanan dan minuman yang tercemar.

b. Flies, melalui lalat yang membawa kuman tersebut.

c. Finger, melalui jari atau tangan yang kotor atau terkontaminasi

kuman.

d. Faeces, melalui kuman yang terdapat pada faeces.

e. Fomites, kontaminasi melalui alat makan/minum yang kurang bersih.

Penularan yang paling sering di daerah endemik adalah melalui makanan

yang tercemar oleh karier, yaitu orang yang sembuh dari demam typoid

dan masih mengekskresi kuman salmonella dalam tinja dan urine selama

lebih dari 1 tahun. Karier ini terjadi akibat pengobatan yang tidak tuntas

selama menderita demam typhoid.

4. Patofisiologi

Kuman salmonella masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan

minuman yang tercemar oleh Salmonella dikarenakan oleh faktor 5F.

6

Page 7: Tifoid Dan Paratifoid

asam lambung merupakan penghambat masuknya salmonella ke dalam

usus. Sekresi asam klorida mampu menghancurkan sebagian dari

salmonella, tetapi karena masuknya kuman bersama dengan makanan dan

minuman maka terjadi pengenceran asam lambung, yang mengurangi

daya hambat terhadap mikroorganisme yang masuk. Daya hambat asam

lambung ini juga akan menurun pada waktu terjadi pengosongan

lambung, sehingga bakteri dapat lebih leluasa masuk ke dalam usus.

Kuman Salmonella kemudian memasuki folikel-folikel limfe yang

terdapat pada lapisan mukosa atau submukosa usus halus dan

memperbanyak diri dengan cepat. Kemudian memasuki saluran limfe dan

akhirnya mencapai ke aliran darah, dengan melewati kapiler-kapiler pada

dinding kantung empedu atau secara tidak langsung melalui kapiler-

kapiler hepar, maka kuman sampai ke empedu dan larut di sana. Melalui

empedu yang efektif, masuklah kuman ke dalam usus untuk kedua

kalinya, yang lebih berat daripada invasi tahap pertama. Invasi kedua ini

akan menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil disertai

dengan gejala-gejalanya. Apabila infeksi ini tidak segera ditangani maka

akan menimbulkan komplikasi yang lebih berat, yakni perdarahan,

peritonitis dan ileus paralitik sedangkan kuman yang masih ada dalam

darah akan terus mengikuti aliran darah. Kerusakan yang terjadi

tergantung dari tempat dimana kuman Salmonella tersebut berada

(bersarang).

5. Tanda dan Gejala

a. Minggu I (fase prodormal/intermiten)

1) Demam (suhu naik turun, khususnya meningkat pada malam hari

dan turun menjelang pagi dan siang) selama 3-7 hari.

2) Merasa kedinginan.

3) Sakit kepala, pusing, nyeri otot, lemas, malaise.

4) Anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak enak pada abdomen.

5) Konstipasi selanjutnya diare.

b. Minggu II (fase fibris continue/remitten)

1) Demam tinggi terus menerus dan konstan.

2) Bradikardi

7

Page 8: Tifoid Dan Paratifoid

3) Lidah kotor di tengah tapi di bagian tepi dan ujungnya merah dan

tremor, stomatitis, mulut bau.

4) Distensi abdomen.

5) Hepatomegali dan splenomegali.

6) Penurunan kesadaran

7) Gangguan mental: psikosis

8) Hipoperistaltik/hiperperistaltik usus bila terjadi ileus

c. Minggu III (fase penyembuhan)

1) Panas dan tanda gejala lainnya berangsur mulai turun.

6. Test Diagnostik

a. Kultur/gaal:

1) Darah: kuman Salmonella (+) selama minggu I

2) Feses dan urine: Kuman Salmonella (+) bila sudah terkena pada

ginjal dan saluran pencernaan pada minggu II.

b. Liver Fungsi Tes meningkat bila sudah terjadi gangguan pada hepar

dan lien.

c. Pada pemeriksaan USG ditemukan adanya pembesaran hepar dan lien.

d. Pemeriksaan widal: Titer O dan H tinggi selama 10 hari-2 minggu.

Didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih,

sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak

bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetap

tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama

sembuh.

7. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan demam typoid terbagi atas 3 bagian yaitu:

a. Perawatan

Pasien demam typoid perlu istirahat/dirawat untuk isolasi dan

observasi. Pasien harus tirah baring selama minimal 7 hari bebas

demam atau selama 14 hari. Untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya

kekuatan pasien.

b. Diit

8

Page 9: Tifoid Dan Paratifoid

Diit tinggi kalori, tinggi protein, tidak mengandung lemak, dalam

bentuk lunak.

c. Obat

Dengan pemberian antibiotika dan antipiretik.

8. Komplikasi

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus: terjadi karena melepasnya kerak-kerak ulkus

pada dinding usus halus.

2) Peritonitis: terjadi karena peradangan pada usus halus menembus

ke dalam peritoneum (rongga abdomen) dengan gejala: nyeri di

atas daerah yang meradang, denyut nadi meningkat, mual, muntah

dan perut tegang.

3) Ileus paralitik: muncul pada awal peritonitis akibat respon

otot/neurogenik terhadap peradangan.

b. Komplikasi ekstra intestinal

1) Kardiovaskuler: peradangan pada otot jantung (miokarditis).

2) Paru: pleuritis.

3) Hepar dan kandung empedu: hepatitis dan kolesistitis.

4) Ginjal: glomerulonefritis.

5) Tulang: osteomyelitis.

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.

- Higiene lingkungan yang kurang baik.

- Higiene perorangan yang buruk.

- Higiene kebersihan alat-alat makan/minum yang kurang baik.

- Tingkat pengetahuan tentang kesehatan yang kurang.

- Ada anggota keluarga yang pernah menderita sakit yang sama.

- Pengobatan tidak tuntas.

b. Pola nutrisi metabolik.

- Kebiasaan makan: jajan sembarang.

- Cara pengobatan dan penyimpanan makanan yang kurang baik.

- Demam tinggi terutama sore hari.

9

Page 10: Tifoid Dan Paratifoid

- Anoreksia, mual, muntah.

- Lidah khas (putih di tengah dan kotor) tepi dan ujungnya merah.

- Mulut bau dan stomatitis.

c. Pola eliminasi

- Konstipasi/diare (hipo/hiperperistaltik usus).

- Jumlah urine output menurun.

d. Pola aktivitas dan latihan

- Nyeri pada persendian.

- Pusing, lemah, lesu.

e. Pola tidur dan istirahat

- Sulit tidur karena demam, nyeri daerah abdomen.

- Waktu dan kebiasaan lamanya tidur.

f. Pola persepsi kognitif

- Sakit kepala.

- Nyeri abdomen dan nyeri sendi.

2. Tumbuh kembang pada anak usia 6 – 12 tahun

Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran berbagai

organ fisik berkaitan dengan masalah perubahan dalam jumlah, besar,

ukuran atau dimensi tingkat sel. Pertambahan berat badan 2 – 4 Kg /

tahun dan pada anak wanita sudah mulai mengembangkan cirri sex

sekundernya.

Perkembangan menitik beratkan pada aspek diferensiasi bentuk

dan fungsi termasuk perubahan sosial dan emosi.

a. Motorik kasar

1) Loncat tali

2) Badminton

3) Memukul

4) motorik kasar di bawah kendali kognitif dan berdasarkan secara

bertahap meningkatkan irama dan keleluasaan.

10

Page 11: Tifoid Dan Paratifoid

b. Motorik halus

1) Menunjukan keseimbangan dan koordinasi mata dan tangan

2) Dapat meningkatkan kemampuan menjahit, membuat model dan

bermain alat musik.

c. Kognitif

1) Dapat berfokus pada lebih dan satu aspek dan situasi

2) Dapat mempertimbangkan sejumlah alternatif dalam pemecahan

masalah

3) Dapat membelikan cara kerja dan melacak urutan kejadian kembali

sejak awal

4) Dapat memahami konsep dahulu, sekarang dan yang akan datang

d. Bahasa

1) Mengerti kebanyakan kata-kata abstrak

2) Memakai semua bagian pembicaraan termasuk kata sifat, kata

keterangan, kata penghubung dan kata depan

3) Menggunakan bahasa sebagai alat pertukaran verbal

4) Dapat memakai kalimat majemuk dan gabungan

3. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi oleh kuman

salmonella.

b. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, muntah, anoreksia.

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

output yang berlebihan.

d. Gangguan pola eliminasi faeces : diare/konstipasi berhubungan

dengan hipo/hiper peristaltik usus akibat infeksi saluran pencernaan

usus halus.

11

Page 12: Tifoid Dan Paratifoid

4. Perencanaan Keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi oleh kuman

salmonella.

HYD: Suhu tubuh dalam batas normal (36o-37oC).

Intervensi:

1) Observasi TTV (S, N, P, T) setiap 3-4 jam selama demam.

R/ Mengetahui proses perjalanan infeksi dan terapi selanjutnya.

2) Beri banyak minum (2-3 liter/hari) bila tidak ada kontraindikasi.

R/ Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat panas.

3) Beri kompres hangat.

R/ Membantu menurunkan suhu tubuh.

4) Beri baju tipis dan menyerap keringat.

R/ Memberi kenyamanan dan menurunkan panas.

5) Anjurkan klien untuk banyak beristirahat di tempat tidur.

R/ Aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan metabolisme.

6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antipiretik.

R/ Membantu proses penyembuhan.

b. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual, muntah, anoreksia.

HYD: Kebutuhan nutrisi terpenuhi yang ditandai dengan:

5. Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan.

6. Kadar Hb dan Ht dalam batas normal.

7. IMT dalam batas normal.

Intervensi:

1) Beri makan porsi sedikit tapi sering dan hangat (4-6 kali perhari).

R/ Menghindari muntah.

2) Beri makanan yang lunak.

R/ Makanan yang keras dapat meningkatkan kerja usus.

3) Kaji jumlah makanan yang dihabiskan.

R/ Mengetahui intake nutrisi klien.

4) Bantu dan dampingi klien saat makan, beri support untuk

menghabiskan makanan.

R/ Menambah motivasi klien untuk makan.

12

Page 13: Tifoid Dan Paratifoid

5) Timbang BB seminggu sekali pada jam dan timbangan yang sama.

R/ Memantau status nutrisi klien.

6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi antiemetik.

R/ Mengurangi mual dan muntah.

7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian nutrisi perental.

R/ Untuk pemenuhan nutrisi.

c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

output yang berlebihan.

HYD: Kebutuhan cairan terpenuhi dengan baik ditandai dengan

turgor kulit elastis, mukosa lembab.

Intervensi:

1) Kaji turgor kulit dan mukosa mulut.

R/ Turgor kulit yang kering merupakan tanda kekurangan cairan.

2) Anjurkan klien banyak minum (2-3 liter/hari) bila tidak ada

kontraindikasi.

R/ Untuk mengganti cairan yang hilang.

3) Catat intake dan output dalam 24 jam.

R/ Mengetahui keseimbangan cairan.

4) Anjurkan klien untuk istirahat di tempat tidur.

R/ Aktivitas yang berlebihan menyebabkan kehilangan cairan.

5) Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan parental bila peroral

tidak memungkinkan.

d. Gangguan pola eliminasi faeces : diare/konstipasi berhubungan

dengan hipo/hiper peristaltik usus akibat infeksi saluran pencernaan

khususnya usus halus.

HYD: - Peristaltik usus dalam batas normal 5-35 x/menit.

8. Pasien dapat BAB 1x sehari.

9. Konsistensi faeces lunak.

Intervensi:

1) Observasi bising usus.

R/ Memantau fungsi usus.

2) Observasi cairan masuk dan keluar pasien.

R/ Memantau hidrasi.

13

Page 14: Tifoid Dan Paratifoid

3) Observasi konsistensi faeces.

R/ Mengetahui adanya kelainan.

4) Observasi keluhan pasien.

R/ Menentukan intervensi yang akan diberikan.

5) Berikan makanan dalam bentuk lunak.

R/ Mencegah perdarahan pada usus.

14

Page 15: Tifoid Dan Paratifoid

BAB III

KESIMPULAN

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi saluran pencernaan bagian

bawah yang menular dan dapat menyerang siapa saja. Timbulnya penyakit ini

erat hubungannya dengan kebiasaan hidup dan gaya hidup yang kurang menjaga

kebersihan seperti sanitasi lingkungan yang kurang diperhatikan kebersihannya,

makanan dan minuman yang tidak dijaga kebersihan, jajan sembarang tempat,

tidak cuci tangan sebelum dan sesudah makan.

Masyarakat baru sadar bila sudah terkena penyakit tersebut. Padahal

penularan penyakit ini dapat dicegah sebelumnya. Intervensi tentang cara

pencegahan dan penularan dari penyakit tifoid dan paratifoid perlu diberikan

secara tepat dan benar seta berasal dari sumber yang dapat

dipertanggungjawabkan. Begitu pula dengan asuhan keperawatan yang diberikan

harus tepat dan benar, karena penyakit ini dapat menyebabkan kematian.

Peran perawat sangatlah diperlukan dalam memberikan asuhan

keperawatan pada penderita dengan tifoid dan paratifoid secara benar dan tepat

serta memberikan penyuluhan pada klien dan keluarga tentang pencegahan

berulangnya kembali penyakit tersebut. Bagi penderita sendiri, yang terpenting

adanya niat dan kemauan disertai upaya dalam perubahan kebiasaan dan gaya

hidupnya. Keluarga juga hendaknya mampu menjadi fasilitator pada masa

rehabilitasi.

15

Page 16: Tifoid Dan Paratifoid

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.

Mansjoer, Arif. M. Kapita Selekta Kedokteran . (2000). Edisi 3 jilid 2. Jakarta,

FKUI.

Noer Prof. Dr. Hm. Sjaifoellah (1996). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3 jilid I.

Jakarta FKUI.

Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi. Edisi 4. Alih bahasa: Dr. Peter. Jakarta.

Penerbit Buku Kedokteran E

16

Page 17: Tifoid Dan Paratifoid

15