Upload
ngodiep
View
237
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HASIL BUDIDAYA
IKAN TAMBAK ( STUDI KASUS PRAKTEK JUAL BELI IKAN
DENGAN PENUNDAHAN PENENTUAN HARGA
DI DESA WARUK KEC. KARANGBINANGUN
KAB. LAMONGAN)
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
Guna memperoleh gelar strata 1
Dalam ilmu syari’ah
Oleh :
MOH NUR ABIDIN NIM : 62311022
FAKULTAS SAYRI’AH
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2012
ii
iii
iv
MOTTO
Artinya : dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui. (S. Al-Baqarah : 188)
v
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain kecuali, informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 14 Juni 2012
Deklarator
MOH NUR ABIDIN NIM : 62311022
vi
ABSTRAK
Desa Waruk terdapat jual beli hasil budidaya ikan tambak dan praktek jual beli ikan dengan penundahan penentuan harga di desa Waruk kecamatan karangbinangun kabupaten lamongon, yang terjadi antara penjual dan pembeli, mula-mula pembeli mau menjual ikannya, setelah itu penjual mau membeli ikannya semua, tapi dengan harga masih di rahasiakan dulu karena penjual ingin menjual ikannya ke pasar lamongan, di pasar setiap hari harga bisa naik dan bisa turun karena di pasar lamongan dalam penentuan harga tidak menentu sehingga penjual tidak berani mematok harga yang pasti dan tidak bisa menentukan secara langsung. Setelah dari pasar penjual mau memberi tahu harga ikan yang dibawahnya dan membayar secara kes/kontan.
Dalam jual beli ikan hasil budidaya ikan tambak merupakan salah satu kebutuhan masyarakat desa Waruk, untuk itu para penjual dan pembeli harus tahu apa yang diperjual belikan dan saling merelakan sesuai dengan ketentuan yang di benarkan syara’ dan di sepakati, dan harus memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lainnya yang ada kaitannya dengan jual beli, dan jika syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’. Akan tetapi dalam tradisi di desa waruk itu boleh-boleh saja karena dalam pandangan hukum islam itu termasuk bukan ketentuan yang di pakai oleh masyarakat desa Waruk, sehingga kyai di desa Waruk memiliki pendapat masing-masing dan kyai tersebut memiliki dasar-dasar yang bias membatalkan jual beli yang ada di Lamongan, akan tetapi para kyai sadar bahwa penjual dan pembeli itu saling membutuhkan antara satu sama lain. Jual beli yang ada di desa Waruk itu sah manakala jual beli yang dilakukan itu tidak ada yang dirugikan dan di sakiti, dan manakalah tidak sah jual beli yang tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun jual beli.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat dan Hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancer. Shalawat serta Salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Maka dengan terselesaikannya skripsi ini penulis telah melakukan usaha secara maksimal, sehingga usaha ini tidak akan berarti tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, baik berupa bantuan moral maupun bantuan spiritual. Oleh karena itu penulis merasa sangat berhutang budi atas bantuan, bimbingan saran serta kebaikan yang tidak ternilai harganya. Untuk itu selayaknya penulis mengucapkan terima kasih yang paling dalam kepada : 1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M. Ag, selaku rector IAIN Walisongo Semarang. 2. Drs. H. Imam Yahya, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang. 3. Drs. Moh Solek, M. A, selaku pembimbing yang senantiasa memberikan
saran dan koreksi kepada penulis. 4. Bapak dan Ibu dosen yang telah mendidik penulis selam belajar di IAIN
Walisongo Semarang. 5. Ayah dan Ibu serta saudara-saudaraku yang telah membimbing serta
memberikan restu dan do’a kepada penulis. 6. Semua teman-temenku yang telah banyak membantuku penulis baik
bantuan materiil maupun moral. Semoga kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan akan mendapatkan
balasan yang setimpal dari Allah SWT. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri, dan semoga apa
yang tertulis dalam skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya para pembaca. Amin Ya Rabbal ‘Alamin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Semarang,…………………..
Penulis
Moh Nur Abidin
viii
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mencari ridha Allah SWT yang tiada batas, dan
Rahmat-Nya untuk semua kehidupan, menerangi alam semesta, menggerakkan
semua yang ada dibawah kekuasaan-Nya, serta dengan penuh tetesan air mata
perjuangan kupersembahkan karya tulis “Skripsi” ini untuk orang-orang yang
selalu hadir dalam ruangan dalam waktu kehidupan, khususnya kupersembahkan
pada :
1. Ibu (almarhum) dan Ayah tercinta yang telah menuntun dan mengenalkanku
pada sebuah kehidupan dengan cinta dan kasih saying yang tak terhingga,
do’a dan ridhomu adalah nafas dalam perjalanan kehidupanku.
2. Untuk mbakku, adik-adikku dan saudaraku yang ada di rumah desa waruk
(Uswatin, Mohammad Hariyadi, Mohammad Khosi’in, Widia Astutik,
Aslikhatin Ni’mah, Ulin Zianantus Sakinah, Mohammad dan Khulukul
Adhim dst.) tersayang yang selalu memberikan motivasi dan dukungan
selama penulisan skripsi ini.
3. Buat temen-temen seperjuangan, seangkatan 2006 MUB/MUA (Fuji
Rizkiyono, Desma Khaisu Wiranata, Moh Anik, Moh Chairul Anwar,
Robiah, Nazil, Eni Musfauziyah, Istiqomah, Miftahul Jannah, Nur Hidayah,
Hendra Purnawan, Yusmanto dan Khoiruddin dst) dan masih banyak lagi
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, bersama mereka penulis jalani
hidup dalam suka maupun duka.
4. Untuk pamanku yang selalu memberikan dorongan dan semangat dalam
pembuatan skripsi ini, sehingga dapat selesai dengan lancer dan baik.
ix
DAFTAR ISI
JUDUL ....................................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. ii
PENGESAHAN .......................................................................................... iii
HALAMAN MOTTO ................................................................................ iv
HALAMAN DEKLARASI ........................................................................ v
HALAMAN ABSTRAKSI ......................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. ix
DAFTAR TEBEL ...................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Perumusan Masalah .......................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 5
D. Telaah Pustaka .................................................................. 6
E. Metode Penelitian ............................................................. 8
F. Sistematika Penulisan ....................................................... 13
BAB II : TINJAUAN UMUM JUAL BELI MENURUT HUKUM
ISLAM
A. Pengertian Jual Beli .......................................................... 14
B. Dasar-dasar Hukum Jual Beli ............................................ 16
C. Syarat dan Rukun Jual Beli ............................................... 18
BAB III : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI
HASIL BUDIDAYA IKAN TAMBAK DI DESA WARUK
KEC. KARANGBINANGUN KAB. LAMONGAN
A. Monografi dan Demografi desa Waruk Kec.
Karangbinangun Kab. Lamongan ...................................... 39
B. Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak Di Desa
Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan .................. 52
x
C. Istimbat Hukum Yang Di Pakai Ulama Terhadap Realita
Jual Beli hasil Budidaya Ikan Tambak Di Desa Waruk
Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan .............................. 53
BAB IV : ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI
HASIL BUDIDAYA IKAN TAMBAK DENGAN
PENUNDAHAN PENENTUAN HARGA DI DESA
WARUK KEC. KARANGBINANGUN KAB.
LAMONGAN
A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Jual Beli Hasil
Budidaya Ikan Tambak ..................................................... 55
B. Analisis Hukum Islam Terhadap Istimbat Jual Beli Ikan
Hasil Budidaya Ikan Tambak Dengan Penundaan
Penentuan Harga ............................................................... 71
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 83
B. Saran-saran ....................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I : Penduduk Desa Waruk Menurut Kelompok Umur Tahun
2012 ...................................................................................... 41
Tabel II : Data Mata Pencaharian Penduduk Desa Waruk ..................... 42
Tabel III : Penduduk Menurut Agama Di Desa Waruk ........................... 44
Tabel III : Penduduk Menurut Agama Di Desa Waruk ........................... 44
Tabel V : Data Pendidikan Penduduk Desa Waruk Tahun 2012 ............ 45
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun demikian
hidupnya harus bermasyarakat. Dalam hal ini Allah SWT telah menjadikan
manusia masing-masing berhajat kepada yang lain, agar mereka tolong
menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup
masing-masing, baik dengan jual beli, sewa menyewa, bercocok tanam,
dalam urusan diri sendiri maupun untuk kemaslahatan umum.
Keterangan di atas menjadi indikator bahwa manusia untuk memenuhi
kebutuhannya memerlukan orang lain. Salah satu kebutuhan yang
memerlukan interaksi dengan orang lain adalah akad jual beli. Peristiwa ini
terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang menimbulkan akibat hukum yaitu
akibat sesuatu tindakan hukum.1
Dalam hukum Islam, secara etimologi jual beli adalah menukarkan
sesuatu dengan sesuatu yang lain, sedangkan menurut syara’ ialah
menukarkan harta dengan harta.2 Syekh Muhammad ibn Qasyim al-Gazzi
menerangkan:
والبیع لغة مقابلة شیئ بشئ فدخل ما لیس بمال كخمر واماشرعافاحسن ماقیل وضة باذن شرعى اوتملیك منفعة مباحة فى تعریفھ انھ تملیك عین مالیة بمعا
1 Surojo Wignyodipuro, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Gunung Agung, 1983, Cet ke-3,
hlm. 38. 2 Syekh Zainuddin bin Abd al-Aziz al-Malibari, Fath al- Mu’in Bi Sarkh Qurrah al-
‘Uyun, Semarang: Karya Toha Putra, tth, hlm. 66.
2
٣ على التأبید بثمن مالى
Artinya: Jual beli itu menurut bahasanya ialah suatu bentuk akad penyerahan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Karena itu akad ini memasukkan juga segala sesuatu yang tidak berupa uang, seperti tuak. Sedangkan menurut syara’, maka pengertian jual beli yang paling benar ialah memiliki sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara’, atau sekedar memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara’untuk selamanya, dan yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang.
Dalam kitabnya, Sayyid Sabiq merumuskan, jual beli menurut
pengertian lughawinya adalah saling menukar (pertukaran), sedang menurut
pengertian syari’at, jual beli ialah pertukaran harta atas dasar saling rela atau
memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.4 Jual beli
dibenarkan oleh al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma umat. Landasan Qur’aninya,
firman Allah:
)٢٧٥: البقرة...( وأحل اللھ البیع وحرم الربا...Artinya: Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (al-
Baqarah: 275)5 Landasan sunnahnya sabda Rasulullah SAW. عن رفاعة ابن رافع ان النبي صلى اهللا علیھ وسلم سئل اى الكسب
رواه البزار وصححة (عمل الرجل بیده وكل بیع مبرور : اطیب؟ قال ٦ )الحاكم
Artinya: Dari Rifa’ah bin Rafi’ r.a. (katanya): Sesungguhnya Nabi
Muhammad SAW. pernah ditanya, manakah usaha yang paling baik? beliau menjawab : ialah amal usaha seseorang
3 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Juz III, Maktabah Dâr al-Turas, tth, hlm. 147. 4 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Juz III, Maktabah Dâr al-Turas, tth, hlm. 147. 5Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Depag RI: Surabaya, 1980, hlm. 69. 6Sayyid al-Imam Muhammad Ibn Ismail al-Kahlani Al-San’ani, Subul al-Salam, Kairo:
Juz III, Dâr Ikhya’ al-Turas al-Islami, 1960, hlm. 4
3
dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih. (HR. al-Bazzar, dan dinilai Shahih oleh al-Hakim).
Landasan ijmanya, para ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan
dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan
dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik
orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang
sesuai.7
Jual beli itu dihalalkan, dibenarkan agama, asal memenuhi syarat-
syarat yang diperlukan. Demikian hukum ini disepakati para ahli ijma (ulama’
Mujtahidin) tak ada khilaf padanya. Memang dengan tegas-tegas al-Qur’an
menerangkan bahwa menjual itu halal, sedang riba diharamkan.8 Sejalan
dengan itu dalam jual beli ada persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya
menyangkut barang yang dijadikan objek jual beli yaitu barang yang
diakadkan harus ada ditangan si penjual, artinya barang itu ada di tempat,
diketahui dan dapat dilihat pembeli pada waktu akad itu terjadi. Hal ini
sebagaimana dinyatakan Sayyid Sabiq:
) ٤(ملكیھ العاقد لھ ) ٣(اإلنتفاع بھ ) ٢(طھارة العین ) ١: (واماالمعقود علیھ فیشترط فیھ ستة شروط ٩كون المبیع مقبوضا ) ٦(العلم بھ ) ٥(سلیمة القدرة على ت
Artinya: Adapun tentang syarat barang yang diakadkan ada enam yaitu (1) bersihnya barang. (2) dapat dimanfaatkan. (3) milik orang yang melakukan akad. (4) mampu menyerahkannya. (5) mengetahui. (6) barang yang diakadkan ada di tangan.
Dalam kaitan ini Ibnu Rusyd menjelaskan, barang-barang yang
diperjual belikan itu ada dua macam: pertama, barang yang benar-benar sudah
7 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2001, hlm. 75. 8 T.M Hasbi ash-Shiddiqi, Hukum-hukum Fiqh Islam, Tinjauan Antar Mazhab, Semarang:
PT Pustaka Rizki Putra, 2001, Cet ke-2, hlm. 328. 9Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 150.
4
jadi barang sehingga diketahui sifat dan wujudnya. Kedua, barang yang belum
jadi barang atau belum dibuat sehingga belum bisa diketahui sifat dan
wujudnya. Menurut Imam Malik dibolehkan jual beli barang yang belum jadi
barang atau belum dibuat, namun harus bisa diketahui lebih dahulu sifat
wujudnya oleh pembeli. Menurut Abu Hanifah dibolehkan jual beli barang
yang belum jadi barang atau belum dibuat, dan belum bisa diketahui lebih
dahulu sifat wujudnya oleh pembeli.10
Pandangan kedua ulama tersebut (Imam Malik dan Abu Hanifah)
berbeda dengan pandangan Imam al-Syafi'i yang tidak membolehkan jual beli
barang yang tidak tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi.11
Sehubungan dengan itu, menariknya tema ini adalah karena di desa
Waruk Kecamatan Karangbinangun banyak terjadi jual beli ikan dengan
penundahan penentuan harga yang belu m di buat. Dengan perkataan lain, di
desa Waruk Kecamatan Karangbinangun sudah menjadi tradisi, dalam
penjualan hasil budidaya ikan tambak penjual pada waktu itu hendak menjual
hasil budidaya ikan tambak tersebut kepada agen (pembeli), namun pembeli
bersedia memberi perkeranjang untuk mendapat barang yang di inginkan dan
tidak mau memberitahu harganya perkeranjang kepada penjual. Sebelum di
tiba di pasar lamongan dia menjual semua hasil budidaya ikan tambak tersebut
kepada pembeli lain. Dan ketika itulah pembeli/agen tersebut baru mau
mengasih tahu berapa harga ikan yang di jual kepadanya.
10 Ibnu Rusyd, Bidâyah al Mujtahid Wa Nihâyah al Muqtasid, Juz II, Beirut: Dâr Al-Jiil,
1409 H/1989, hlm. 116 – 117. 11 Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. 3, Beirut: Dâr
al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 40.
5
Peristiwa ini meskipun sangat mengecewakan pembeli sebagai
(agen/juragan ikan), namun tampaknya tidak ada beban rasa bersalah pada diri
penjual, bahkan ada sebagian persepsi ulama di desa tersebut yang
membolehkan perbuatan penjual tersebut.
Berdasarkan keterangan itulah yang melatar belakangi penulis memilih
tema ini dengan judul: TINJAUAN HUYKUM ISLAM TERHADAP JUAL
BELI HASIL BUDIDAYA IKAN TAMBAK (Studi Kasus Praktek Jual Beli
Ikan Dengan Penundahan Penentuan Harga di Desa Waruk Kec.
Karangbinangun Kab. Lamongan).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak Di Desa
Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan ?
2. Bagaimana Pandangan Hukum Islam terhadap Praktek Jual Beli Hasil
Budidaya Ikan Tambak di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab.
Lamongan dengan Penundahan Penentuan Harga ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk Mengetahui Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan Tambak di Desa
Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan.
6
2. Untuk Mengetahui Pandangan Hukum Islam terhadap Praktek Jual Beli
Hasil Budidaya Ikan Tambak di Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab.
Lamongan dengan Penundahan Penentuan Harga.
D. Telaah Pustaka
Ada beberapa penelitian yang membahas persoalan jual beli namun
belum menyentuh persoalan jual beli barang seni ukir. Penelitian yang
dimaksud di antaranya sebagai berikut:
Skripsi yang berjudul: Tinjauan Hukum Islam terhadap Asas
Kebebasan Berkontrak dalam Jual Beli (Studi Analisis Terhadap Pasal 1493
KUH Perdata) yang disusun Sulistiyono. Menurut penyusun skripsi ini bahwa
asas kebebasan berkontrak dalam jual beli adalah suatu asas yang menyatakan
bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) jual
beli yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan undang-
undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Hal ini sebagaimana ditegaskan
dalam pasal 1493 KUH Perdata: Kedua belah pihak diperbolehkan dengan
persetujuan-persetujuan istimewa memperluas atau mengurangi kewajiban
yang ditetapkan oleh undang-undang ini; bahkan mereka diperbolehkan
mengadakan persetujuan bahwa si penjual tidak akan diwajibkan menanggung
sesuatu apapun.
Dalam hukum Islam, para ulama menyatakan, jual beli dengan syarat
berakibat batalnya jual beli itu. Di antara fuqaha yang berpendapat demikian
ialah Imam Syafi’i dan Abu Hanifah. Dengan demikian perjanjian jual beli
7
yang dibuat di luar ketentuan hukum Islam atau bertentangan dengan
ketentuan hukum Islam, maka jual belinya menjadi batal. Jadi bila misalnya
penjual meminta dikurangi kewajibannya seperti lepas tangan terhadap cacat
barang atau kerusakan barang maka perjanjian jual beli dengan syarat seperti
itu menjadi batal meskipun pembeli sepakat. Implikasinya maka bagi
produsen dan konsumen dapat menarik kembali perjanjian atau membatalkan
perjanjian jual beli, manakala menyimpang dari ketentuan hukum Islam,
apalagi jika hukum Islam melarangnya.
Skripsi yang berjudul "Studi Analisis Pendapat Sayyid Sabiq Tentang
Jual Beli Jizaf'' yang dikaji oleh Tati Nurjanah, lebih memfokuslan pada
pendapat Sayyid Sabiq tentang jual beli jizaf yaitu jual beli yang
serampangan, tidak memakai timbangan atau ukuran (taksiran atau dikira-kira
saja).12
Skripsi yang berjudul "Persepsi Ulama terhadap Jual Beli Kodok di
Purwodadi Kabupaten Grobogan" yang dikaji oleh Slamet Sholikhin, lebih
memfokuskan pada pendapat ulama terhadap jual beli kodok yaitu
menjualbelikan kodok hukumnya haram, karena memakannya haram, tapi ada
kalanya Islam membolehkan terhadap sesuatu yang diharamkan, karena
mengambil manfaatnya.13
Skripsi yang berjudul "Studi Analisis Pendapat Imam Syafi'i tentang
Hukum Jual Beli Anjing dalam Kitab Al-Umm" yang dikaji oleh Fauzul
12 Tati Nurjanah, Studi Analisis Pendapat Sayyid Sabiq Tentang Jual Beli Jizaf, (Tidak
dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo, 2002) 13 Slamet Sholikhin, Persepsi Ulama Terhadap Jual Beli Kodok Di Purwodadi
Kabupaten Grobogan, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo, 2003)
8
Muna, lebih memfokuskan pada pendapat Imam Syafi'i tentang hukum jual
beli anjing dan memelihara anjing adalah tidak boleh, namun Imam Syafi'i
mengecualikan pada orang yang menggunakan anjing itu untuk menjaga
ternak dan untuk berburu, dan apabila telah selesai kegunaan anjing itu untuk
menjaga dan berburu maka tidak diperbolehkan memelihara anjing.14
Skripsi yang berjudul "Studi Analisis Pendapat Imam Nawawi tentang
Syarat Manfaat Benda yang Diperjualbelikan" yang ditulis oleh Sawidi, dalam
skripsi ini dijelaskan bahwa Imam Nawawi mengharuskan adanya manfaat
dalam benda yang diperjualbelikan, tetapi benda yang bermanfaat itu juga
harus suci, halal di makan, tidak menjijikkan, tidak sedikit jumlahnya dan
manfaatnya tidak di larang oleh syara.15
Sejauh penelusuran penulis belum ada yang membahas jual beli hasil
budidaya ikan tambak dalam konteksnya dengan persepsi ulama di Desa
Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan mengenai jual beli hasil
budidaya ikan tambak dan praktek jual beli ikan dengan penundahan
penentuan harga yang di buat dan diketahui sifat wujudnya.
E. Metode Penelitian
Metode penelitan bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-
langkah sistematis dan logis dalam mencari data yang berkenaan dengan
masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya
14 Fauzul Muna, Studi Analisis Pendapat Imam Syafi'i Tentang Hukum Jual Beli Anjing
Dalam Kitab Al-Umm, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo, 2003) 15 Sawidi, Studi Analisis Pendapat Imam Nawawi Tentang Syarat Manfaat Benda Yang
Diperjualbelikan, (Tidak dipublikasikan. Skripsi IAIN Walisongo, 2003)
9
dicarikan cara pemecahannya. Metode penelitian dalam skripsi ini dapat
dijelaskan sebagai berikut:16
Dalam usaha penulis memperoleh data yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan seputar permasalahan di atas, maka dalam penelitian
ini penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif artinya data-data
yang disajikan dalam bentuk kata, bukan dalam bentuk angka-angka.
2. Sumber Data
a. Data Primer
Yaitu data yang langsung yang segera diperoleh dari sumber
data oleh penyelidik untuk tujuan yang khusus itu.17 Sebagai data
primer penelitian ini field research. Dalam penelitian ini data
dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Jadi, semua keterangan untuk
pertama kalinya dicatat oleh peneliti. Pada permulaan penelitian belum
ada data.18 Dalam penelitian ini data primer yang dimaksud yaitu
wawancara dengan penjual ikan, beberapa ulama dan tokoh
masyarakat Desa Waruk Kec. Karangbinangun Kab. Lamongan
mengenai jual beli hasil jual beli ikan tambak
b. Data Sekunder
16 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1991, hlm. 24. 17 Winarno Surahmad, Pengantar Penelitian-Penelitian Ilmiah, Dasar Metoda Teknik,
Edisi 7, Bandung: Tarsito, 1989, hlm. 134-163. 18 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007, hlm. 37.
10
Yaitu data yang telah lebih dahulu dikumpulkan oleh orang
diluar diri penyelidik sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu
sesungguhnya adalah data yang asli.19 Dengan demikian data sekunder
yang relevan dengan judul di atas, di antaranya: Kitab Bidayah al-
Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, Kifayah al-Akhya,; Tafsir Ayat
Ahkam, Mazahib al-Arba'ah, I'anah al-Talibin, Subul al-Salam, Nail
al-Autar; Sahih Bukhari dan Muslim, al-Umm, al-Muwatta' dan lain-
lain.
3. Metode Pengumpulan Data
a. Interview (wawancara)
Wawancara ini menggunakan snowball sampling yaitu teknik
penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian
membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama
menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu
atau dua orang, kemudian dua orang ini disuruh memilih teman-
temannya untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah
sampel semakin banyak.20
Wawancara atau interview adalah percakapan dengan maksud
tertentu, percakapan ini dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu
pewawancara (interview) dan yang memberikan jawaban atas
pernyataan itu.21 Adapun pihak-pihak yang dimaksud adalah :
19 Ibid., hlm. 37 20 Sugiono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabetha, 2003, hlm. 78. 21 Lexy J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000, hlm. 135
11
1) Penjual hasil budidaya ikan tambak di Desa Waruk Kec.
Karangbinangun Kab. Lamongan
2) Beberapa ulama dan tokoh masyarakat Desa Waruk Kec.
Karangbinangun Kab. Lamongan
b. Observasi
Observasi adalah metode penelitian dengan pengamatan yang
dicatat dengan sistematik phenomena-phenomena yang diselidiki.22
Dalam melakukan observasi peneliti menggunakan observasi non
partisipan, dalam hal ini observer (peneliti) tidak masuk dalam obyek
penelitian, bahkan tinggal di luar, di sini peneliti tidak perlu tinggal
bersama-sama dengan orang-orang yang diobservasi (observees).
Yang menjadi titik tolak observasi adalah jual beli hasil budidaya ikan
tambak di Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun dan pembeli dari
Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun Kab. Lamongan. Sedangkan
sebagai alat observasi adalah catatan berkala. Dalam pencatatan
berkala ini peneliti tidak mencatat macam-macam kejadian khusus
melainkan hanya jangka waktu tertentu saja, menulis kesan-kesan
umum saja, selanjutnya peneliti berhenti dan pada jangka waktu
tertentu mengadakan penelitiannya kembali.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,
22 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, jilid 1, Yogyakarta: Andi, 2002, hlm. 136
12
prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.23 Dalam hal ini penulis
menggunakan dokumentasi yang langsung diambil dari obyek
pengamatan (Desa Waruk Kec. Karangbinangun) berupa arsip desa.
4. Analisis Data
Analisis data menggunakan analisis deskriptif yang menurut Lexy
J. Moleong bahwa data ini dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode
kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi
kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian laporan
penelitian akan berisi kutipan-kutipan, data untuk memberi gambaran
penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan
atau memo dan dokumen resmi lainnya.24
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab dan dalam satu
kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi.
Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
23 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1998, hlm. 237 24 Lexy J Moleong, op.cit, hlm. 6.
13
Bab kedua, berisi tinjauan umum jual beli menurut hukum Islam yang
meliputi pengertian jual beli, dasar hukum jual beli, syarat dan rukun jual beli,
macam-macam jual beli.
Bab ketiga berisi tinjauan hukum islam terhadap jual beli budidaya
ikan tambak di desa waruk kecamatan karangbinangun kabupaten lamongan
meliputi geografi desa waruk, praktek jual beli hasil budidaya ikan tambak di
desa waruk dan pendapat tokoh masyarakat terhadap praktek jual beli ikan.
Bab keempat berisi analisis terhadap praktek jual beli hasil budidaya
ikan tambak dan jual beli ikan dengan penundahan penentuan harga di desa
waruk kec. karangbinangun kab. lamongan yang meliputi tinjauan hukum
islam terhadap jual beli ikan hasil budidaya ikan tambak, analisis terhadap jual
beli ikan hasil budidaya ikan tambak, analisis terhadap jual beli dengan
penundahan penentuan harga.
Bab kelima berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan, saran-
saran, dan penutup.
14
BAB II
TINJAUAN UMUM JUAL BELI MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Jual Beli
Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-ba’i yang berarti
menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-
ba’i dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya,
yakni kata asy-syira (beli). Dengan demikian, kata al-ba’i berarti jual, tetapi
sekaligus juga berarti beli.25 Menurut bahasa, jual beli berarti "menukarkan
sesuatu dengan sesuatu".26 .
Secara terminologi, para fuqaha mendefinisikan yang berbeda-beda
antara lain, sebagai berikut:
Menurut Syekh Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malîbary, jual beli adalah
٢٧وشرعا مقابلة مال مبال على وجه خمصوص
Artinya: menurut syara jual beli ialah menukarkan harta dengan harta
dengan cara tertentu Menurut Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi, 28
فأحسن ما قيل ىف تعريفة انه متليك مالية مبعاوضة باذنشرعي واما شرعا أومتليك منفعة مباحة على التأبيد بثمن مايل
25Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, hlm. 111. 26Abd Arrahmân al-Jazirî, Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah, Beirut: Dâr al-Fikr,
1972, Juz III, hlm. 123 27Syekh Zainuddin Ibn Abd Aziz al-Malîbary, Fath al-Mu’în, Beirut: Dâr al-Kutub al-
Ilmiah, tth, hlm. 66 28Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi, Fath al-Qarîb al-Mujîb, Dâr al-Ihya al-Kitab,
al-Arabiah, Indonesia, tth, hlm. 30
15
Artinya: menurut syara, pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang.
Menurut Sayyid Sabiq
البيع معناه لغة مطلق املبادلة ولفظ البيع والشرأ يطلق كل منهما املشتركة بني املعاين على مايطلق عليه االخر فهما من االلفاظ
٢٩املضادة
Artinya: Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar
(pertukaran), dan kata al-ba’i (jual) dan asy Syiraa (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian yang sama. Dua kata ini masing-masing mempunyai makna dua yang satu sama lain bertolak belakang.
Menurut pengertian syara, Sayyid Sabiq merumuskan yaitu pertukaran
harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat
dibenarkan.30 Sementara menurut Ibrahim Muhammad al-Jamal, jual beli
ialah tukar menukar harta secara suka sama suka atau memindahkan milik
dengan mendapat pertukaran menurut cara yang diizinkan agama.31
Sedangkan Imam Taqi al-Din mendefinisikan jual beli adalah saling tukar
harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan kabul,
dengan cara yang sesuai dengan syara.32
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pengertian jual
beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai
29Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, tth, Juz III, hlm. 147. 30Ibid 31Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqh al-Mar’ah al-Muslimah, Terj. Anshori Umar
Sitanggal, “Fiqih Wanita”, Semarang: CV Asy-Syifa, 1986, hlm. 490. 32Imam Taqi al-Din Abu Bakr ibn Muhammad Al-Hussaini, Kifâyah Al Akhyâr, Beirut:
Dâr al-Kutub al-Ilmiah, tth, Juz, I, hlm. 239.
16
nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-
benda dan pihak lain sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
dibenarkan syara' dan disepakati.
Jual beli dalam perspektif hukum Islam harus sesuai dengan ketetapan
hukum ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal
lainnya yang ada kaitannya dengan jual beli, maka bila syarat-syarat dan
rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara'. Yang
dimaksud dengan benda dapat mencakup pada pengertian barang dan uang,
sedangkan sifat benda tersebut harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang
berharga dan dapat dibenarkan penggunaannya menurut syara', benda itu
adakalanya bergerak (bisa dipindahkan) dan adakalanya tetap (tidak dapat
dipindahkan), ada benda yang dapat dibagi-bagi, adakalanya tidak dapat
dibagi-bagi, harta yang ada perumpamaannya (mitsli) dan tak ada yang
menyerupainya (qimi) dan yang lain-lainnya, penggunaan harta tersebut
dibolehkan sepanjang tidak dilarang syara'.33
B. Dasar Hukum Jual Beli
Jual-beli disyariatkan berdasarkan Al-Qur'an, sunnah, dan ijma', yakni:
1. Al-Qur'an
a. Al-Qur'an, surat Al-Baqarah ayat 275
)٢٧٥: البقرة(وأحل الله البيع وحرم الربا
33Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 69.
17
Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah : 275).34
b. Al-Qur'an, surat Al-Baqarah ayat 282
متعايبا إذا توهدأش٢٨٢: البقرة(و( Artinya: Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli. (QS. Al-
Baqarah: 282).35
c. Al-Qur'an, surat An-Nisa'ayat 29
إال أن ت نكماض مرن تة عارج٢٩: النساء(كون ت( Artinya: Kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama
suka. (QS. An-Nisa': 29).36
2. Al-Sunnah, di antaranya:
a. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh HR. Bajjar
عن رفاعة بن رافع أن النبى صلى الله عليه وسلم سئل أى الكسب ٣٧) رواه البزار (أطيب؟ قال عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور
Artinya: Rifa'ah bin Rafi', sesungguhnya Nabi SAW. ditanya tentang
mata pencaharian yang paling baik. Nabi SAW menjawab: seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur. (HR. Bajjar).
Maksud mabrur dalam hadis di atas adalah jual-beli yang terhindar dari
usaha tipu-menipu dan merugikan orang lain,
b. Hadist Nabi yang diriwayatkan oleh HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah
34Yayasan Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya:
DEPAG RI, 1978, hlm. 69. 35Ibid., hlm. 70. 36Ibid., hlm. 122. 37Muhammad bin Ismail al-Kahlani as-San'ani, Subul as-Salam, Kairo: Syirkah Maktabah
Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950, hlm. 4.
18
عيا البمإن لمسو هليلى الله عص هنه عاجابن مان وبح ناب جرأخو ٣٨) رواه البيهقى وابن ماجه(عن تراض
Artinya: Dan dikeluarkan dari Ibnu Hibban dan Ibnu Majah bahwa Nabi SAW, sesungguhnya jual-beli harus dipastikan harus saling meridai." (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah).
3. Ijma'
Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa
bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain
yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang
sesuai.39
C. Syarat dan Rukun Jual Beli
Dalam melaksanakan suatu perikatan, terdapat rukun dan syarat yang
harus dipenuhi. Untuk memperjelas syarat dan rukun jual beli maka lebih
dahulu dikemukakan pengertian syarat dan rukun baik dari segi etimologi
maupun terminologi. Secara etimologi, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, rukun adalah "yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu
pekerjaan,"40 sedangkan syarat adalah "ketentuan (peraturan, petunjuk) yang
harus diindahkan dan dilakukan."41 Menurut Satria Effendi M. Zein, bahwa
38Ibid., 39Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 147. 40Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2004, hlm. 966. 41Ibid., hlm. 1114.
19
menurut bahasa, syarat adalah sesuatu yang menghendaki adanya sesuatu
yang lain atau sebagai tanda,42 melazimkan sesuatu.43
Secara terminologi, yang dimaksud dengan syarat adalah segala sesuatu
yang tergantung adanya hukum dengan adanya sesuatu tersebut, dan tidak
adanya sesuatu itu mengakibatkan tidak ada pula hukum, namun dengan
adanya sesuatu itu tidak mesti pula adanya hukum.44 Hal ini sebagaimana
dikemukakan Abd al-Wahhab Khalaf, syarat adalah sesuatu yang keberadaan
suatu hukum tergantung pada keberadaan sesuatu itu, dan dari ketiadaan
sesuatu itu diperoleh ketetapan ketiadaan hukum tersebut. Yang dimaksudkan
adalah keberadaan secara syara’, yang menimbulkan efeknya.45 Hal senada
dikemukakan Muhammad Abu Zahrah, asy-syarth (syarat) adalah sesuatu
yang menjadi tempat bergantung wujudnya hukum. Tidak adanya syarat
berarti pasti tidak adanya hukum, tetapi wujudnya syarath tidak pasti
wujudnya hukum.46 Sedangkan rukun, dalam terminologi fikih, adalah sesuatu
yang dianggap menentukan suatu disiplin tertentu, di mana ia merupakan
bagian integral dari disiplin itu sendiri. Atau dengan kata lain rukun adalah
penyempurna sesuatu, di mana ia merupakan bagian dari sesuatu itu.47
Sebagai contoh, rukuk dan sujud adalah rukun shalat. la merupakan
bagian dari shalat itu sendiri. Jika tidak ada rukuk dan sujud dalam shalat,
maka shalat itu batal, tidak sah. Salah satu syarat shalat adalah wudhu. Wudhu
42Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2005, hlm. 64 43Kamal Muchtar, Ushul Fiqh, Jilid 1, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm. 34 44Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004,
hlm. 50 45Abd al-Wahhab Khalaf, ‘Ilm Usul al-Fiqh, Kuwait: Dâr al-Qalam, 1978, hlm. 118. 46Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh, Cairo: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, 1958, hlm. 59. 47Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta: Pilar
Media, 2006, hlm. 25.
20
merupakan bagian di luar shalat, tetapi dengan tidak adanya wudhu, shalat
menjadi tidak sah. Rukun jual beli ada tiga, yaitu aqid (penjual dan pembeli),
ma'qud alaih (obyek akad), shigat (lafaz ijab kabul).
1. aqid (penjual dan pembeli) yang dalam hal ini dua atau beberapa orang
melakukan akad, adapun syarat-syarat bagi orang yang melakukan akad
ialah:
a. Baligh berakal agar tidak mudah ditipu orang maka batal akad anak
kecil, orang gila dan orang bodoh, sebab mereka tidak pandai
mengendalikan harta, oleh karena itu anak kecil, orang gila, dan orang
bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya, Allah berfirman:
الكمواء أمفهوا الستؤال ت٥: النساء...( و( Artinya: Dan janganlah kamu berikan hartamu kepada orang-
orang yang bodoh (al-Nisa: 5).
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh
diserahkan kepada orang bodoh, 'illat larangan tersebut ialah karena
orang bodoh tidak cakap dalam mengendalikan harta, orang gila dan
anak kecil juga tidak cakap dalam mengelola harta, maka orang gila
dan anak kecil juga tidak sah melakukan ijab dan kabul.48
b. Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-
benda tertentu, seperti seseorang dilarang menjual hambanya yang
beragama Islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan
merendahkan abid yang beragama Islam, sedangkan Allah melarang
48Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, hlm. 75
21
orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk
merendahkan mukmin,49 firman-Nya;
: النساء...( ولن يجعل الله للكافرين على المؤمنني سبيال...١٤١(
Artinya: Dan Allah sekali-kali tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk menghina orang mukmin" (al-Nisa: 141).
2. Ma'qud alaih (obyek akad). Syarat-syarat benda yang menjadi obyek akad
ialah:
a. Suci atau mungkin untuk disucikan, maka tidak sah penjualan benda-
benda najis seperti anjing, babi dan yang lainnya, Rasulullah SAW.
bersabda:
حدثناقتبة حدثنا الليث عن يزيد بن اىب حبيب هن عطاء بن اىب م يقول ان اهللا حرم بيع .انه مسع رسول اهللا ص: رباح عن جابر
اخلمروامليتة واخلرتيرواالصنام فقيل يارسول اهللا ارايت شحوم امليتة فانه يطلى به السقن ويدهب ا اجللودويستصبح ا الناس فقال هو
م عند ذلك قاتل اهللا اليهود ان اهللا ملا .قال رسول اهللا صحرم مث ٥٠حرم سحومهامجلوه مث باعوا
Artinya: Dari Yaziz bin Abi Habib dari Ata bin Abi Rubah dari Jabir bin Abdillah ra, sesungguhnya dia pernah mendengar Nabi SAW bersabda: sesungguhnya Allah mengharamkan menjual khamr, bangkai, babi dan patung berhala. Ditanyakan: ya Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang
49Ibid, hlm. 76. 50Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn al-Mugirah ibn Bardizbah al-
Bukhari, Sahih al-Bukhari, juz 2, Beirut Libanon: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M, hlm. 29.
22
lemak bangkai karena ia dipergunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit-kulit dan dijadikan penerangan oleh manusia? Beliau menjawab: ia adalah haram. Kemudian Rasulullah SAW bersabda saat itu: mudah-mudahan Allah memusuhi orang-orang Yahudi. Sesungguhnya ketika Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka malahan mencairkannya lalu mereka jual kemudian mereka makan harganya (HR.Bukhari).
Menurut riwayat lain dari Nabi dinyatakan "kecuali anjing untuk
berburu" boleh diperjualbelikan. Menurut Syafi'iyah bahwa sebab
keharaman arak, bangkai, anjing, dan babi karena najis, berhala bukan
karena najis tapi karena tidak ada manfaatnya, menurut Syara', batu
berhala bila dipecah-pecah menjadi batu biasa boleh dijual, sebab dapat
digunakan untuk membangun gedung atau yang lainnya. Abu Hurairah,
Thawus dan Mujahid berpendapat bahwa kucing haram diperdagangkan
alasannya Hadits shahih yang melarangnya, jumhur ulama
membolehkannya selama kucing tersebut bermanfaat, larangan dalam
Hadits shahih dianggap sebagai tanzih (makruh tanzih).51
b. Memberi manfaat menurut Syara', maka dilarang jual beli benda-benda
yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut Syara', seperti menjual
babi, cecak dan yang lainnya.
c. Jangan dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain, seperti; jika
ayahku pergi kujual motor ini kepadamu.
d. Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan saya jual motor ini kepada
Tuan selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah, sebab jual
51Hendi Suhendi, op. cit, 72.
23
beli adalah salah satu sebab pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi
apa pun kecuali ketentuan syara'.
e. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat, tidak sah menjual
binatang yang sudah lari dan tidak dapat ditangkap lagi, barang-barang
yang sudah hilang atau barang yang sulit diperoleh kembali karena
samar, seperti seekor ikan jatuh ke kolam, maka tidak diketahui dengan
pasti sebab dalam kolam tersebut terdapat ikan-ikan yang sama.
f. Milik sendiri, tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak
seizin pemiliknya atau barang-barang yang baru akan menjadi
miliknya.52
g. Diketahui (dilihat), barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui
banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran yang lainnya,
maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu
pihak.
Ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli dapat
dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi
tiga bentuk: ketiga bentuk jual beli sebagai berikut: 1) jual beli benda yang
kelihatan 2) jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji dan 3) jual
beli benda yang tidak ada.53
Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad
jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan
52Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Membahas Ekonomi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002, hlm. 72-73 53Imam Taqiyuddin Abubakar ibn Muhammad Al-Hussaini, Kifayat Al Akhyar Fii Halli
Ghayatil Ikhtishar, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 329.
24
pembeli, hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak, seperti membeli
beras di pasar dan boleh dilakukan.
Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual
beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah
untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya berarti
meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu,
maksudnya ialah perjanjian sesuatu yang penyerahan barang-barangnya
ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah
ditetapkan ketika akad.
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual
beli yang dilarang oleh agama Islam, karena barangnya tidak tentu atau
masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian
atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu
pihak.
3. Shigat (lafaz ijab kabul)
Ijab dan kabul terdiri dari qaulun (perkataan) dan fi'lun
(perbuatan). Qaulun dapat dilakukan dengan lafal sharih (kata-kata yang
jelas) dan lafal kinayah (kata kiasan/sindiran).
Lafal sharih ialah sighat jual beli yang tidak mengandung makna
selain dari jual beli. Misalnya: بعتك ھذه السلعة بكذا (saya menjual
25
kepadamu ini barang dengan harga sekian), dan kemudian dijawab
54.(saya membelinya dari kamu dengan harga sekian) استریتھا منك بكذا
Lafal kinayah ialah lafal yang di samping menunjukkan makna
jual beli juga dapat menunjukkan kepada arti selain jual beli. Misalnya
perkataan si penjual اعطیتك ھذا الثوب بذالك الثوب (saya memberi kamu
baju ini dengan baju itu) atau تلك الدبة بتلك اعطیتك (saya memberi kamu
binatang itu dengan itu). Lafal (اعطیتك) tersebut dapat mengandung
makna "jual beli" dan makna "pinjam meminjam." Apabila lafal tersebut
dimaksudkan jual beli, niat tersebut sah. Apabila lafal kinayah tersebut
disertai penyebutan harga, maka lafal kinayah tersebut menjadi lafal
sharih. Misalnya: وھبتك ھذه الدار بمائة دینار (saya beri kamu rumah ini
dengan uang pengganti seratus dinar). Lafal الھبھ di atas apabila tidak disertai
penyebutan harga, maka menunjukkan makna hibah, tetapi jika disertai
penyebutan harga seperti di atas maka menunjukkan makna jual beli.
Demikian juga setiap lafal yang mempunyai makna tamlik apabila disertai
penyebutan harga, maka lafal tersebut menjafi lafal yang sharih.55
Adapun shighat berupa fi'lun (perbuatan) adalah berwujud serah
terima yaitu menerima dan menyerahkan dengan tanpa disertai sesuatu
perkataan pun. Misalnya: seseorang membeli sesuatu barang yang
harganya sudah dia ketahui, kemudian ia (pembeli) menerimanya dari
54Abd al-Rahman al-Jaziri, op. cit, hlm. 325 55Ibid, hlm. 326
26
penjual dan dia (pembeli) menyerahkan harganya kepada penjual, maka
dia (pembeli) sudah dinyatakan memiliki barang tersebut karena dia
(pembeli) telah menerimanya. Sama juga barang itu sedikit (barang kecil)
seperti roti, telur dan yang sejenis menurut adat dibelinya dengan sendiri-
sendiri, maupun berupa barang yang banyak (besar) seperti baju yang
berharga.56
Shighat berupa fi'lun (perbuatan) merupakan cara lain untuk
membentuk 'akad dan paling sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, sorang pembeli menyerahkan sejumlah uang; kemudian penjual
menyerahkan barang kepada pembeli. Cara ini disebut jual beli dengan
saling menyerahkan harga dan barang atau disebut juga mu'athah.
Demikian pula ketika seseorang naik bus menuju ke suatu tempat; tanpa
kata-kata atau ucapan (sighat) penumpang tersebut langsung menyerahkan
uang seharga karcis sesuai dengan jarak yang ditempuh.
Sewa menyewa ini disebut juga dengan mu'athah. Selanjutnya,
dalam dunia modern sekarang ini, 'akad jual beli dapat terjadi secara
otomatis dengan menggunakan mesin. Dengan memasukkan uang ke
mesin, maka akan keluar barang sesuai dengan jumlah uang yang
dimasukkan. Demikian juga, pembelian barang dengan menggunakan
credit card (kartu kredit), transaksi dengan pihak bank melalui mesin
otomatis, dan sebagainya. Perlu dicatat bahwa yang terpenting dalam cara
56Ibid, hlm. 319
27
mu'athah ini, untuk menumbuhkan akad maka jangan sampai terjadi
pengecohan atau penipuan.
Segala sesuatu harus diketahui secara jelas; atau transparan. Suatu
'akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya. Dalam 'akad
jual beli, misalnya, 'akad dipandang telah berakhir apabila barang telah
berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik
sipenjual. Sedangkan 'akad dalam pegadaian dan kafalah (pertanggungan)
dianggap telah berakhir apabila utang telah dibayar.57
Rukun yang pokok dalam akad (perjanjian) jual-beli itu adalah
ijab-kabul yaitu ucapan penyerahan hak milik di satu pihak dan ucapan
penerimaan di pihak lain. Adanya ijab-kabul dalam transaksi ini
merupakan indikasi adanya saling ridha dari pihak-pihak yang
mengadakan transaksi.
Transaksi berlangsung secara hukum bila padanya telah terdapat
saling ridha yang menjadi kriteria utama dan sahnya suatu transaksi.
Namun suka saling ridha itu merupakan perasaan yang berada pada bagian
dalam dari manusia, yang tidak mungkin diketahui orang lain. Oleh
karenanya diperlukan suatu indikasi yang jelas yang menunjukkan adanya
perasaan dalam tentang saling ridha itu. Para ulama terdahulu menetapkan
ijab-kabul itu sebagai suatu indikasi.58
57Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),
Yogyakarta: UII Press, 2000, hlm. 65. 58Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana, 2003, hlm. 195
28
اال اليفترقن اثنان: عن ايب هريرة رضي اهللا عنه عن النيب صلعم قال ٥٩ عن تراض
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: janganlah dua orang yang jual beli berpisah, sebelum saling meridhai" (Riwayat Abu Daud danTirmidzi).
Ijab-kabul adalah salah satu bentuk indikasi yang meyakinkan
tentang adanya rasa suka sama suka. Bila pada waktu ini dapat
menemukan cara lain yang dapat ditempatkan sebagai indikasi seperti
saling mengangguk atau saling menanda tangani suatu dokumen, maka
yang demikian telah memenuhi unsur suatu transaksi. Umpamanya
transaksi jual-beli di supermarket, pembeli telah menyerahkan uang dan
penjual melalui petugasnya di counter telah memberikan slip tanda terima,
sahlah jual-beli itu.60
Dalam literatur fiqih muamalah terdapat pengertian ijab dan kabul
dengan berbagai rumusan yang bervariasi namun intinya sama. Misalnya
dalam buku fiqih muamalah susunan Hendi Suhendi dijelaskan bahwa ijab
adalah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad
sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad, sedangkan kabul
ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan
setelah adanya ijab.61 Menurut madzhab Hanafi, ijab ialah sesuatu yang
keluar pertama kali dari salah satu dari dua orang yang mengadakan akad.
59Al-Imam Abu Daud Sulaiman ibn al-Asy’as al-Azdi as-Sijistani, Sunan Abi Daud,
Kairo: Tijarriyah Kubra, 1354 H/1935 M, hlm. 324. 60Ibid 61Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 47.
29
Baik dari si penjual, seperti ucapan: “saya menjual kepadamu barang ini”
maupun dari si pembeli, seperti ucapan: “saya membeli barang ini dengan
harga seribu”, kemudian si penjual menjawab: “barang itu aku jual
kepadamu”. Sedangkan “kaul” ialah sesuatu yang keluar kedua (sesudah
ijab).62
Dalam buku Etika Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam,
terdapat penjelasan, dalam akad jual beli, ijab adalah ucapan yang diucapkan
oleh penjual, sedangkan kabul adalah ucapan setuju dan rela yang berasal dari
pembeli.63 Rachmat Syafe’i dengan mengutip ulama Hanafiyah dalam redaksi
yang berbeda dengan di atas mengatakan: ijab adalah penetapan perbuatan
tertentu yang menunjukkan keridaan yang diucapkan oleh orang pertama,
baik yang menyerahkan maupun yang menerima, sedangkan kabul adalah
orang yang berkata setelah orang yang mengucapkan ijab, yang menunjukkan
keridaan atas ucapan orang pertama.64
Dari rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa ijab adalah
suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu pernyataan menerima dari
pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama.
Dalam hubungannya dengan ijab kabul, bahwa syarat-syarat sah ijab
kabul ialah:
62Abd al-Rahman al-Jaziri,, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut: Dar al-
Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 320. 63Muhammad Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam,
Yogyakarta: BPFE, 2004, hlm. 155. 64Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2004, hlm. 45.
30
1. Jangan ada yang memisahkan, janganlah pembeli diam saja setelah penjual
menyatakan ijab dan sebaliknya.
2. Jangan diselangi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul.
3. Beragama Islam,
Syarat beragama Islam khusus untuk pembeli saja dalam benda-
benda tertentu, seperti seseorang dilarang menjual hambanya yang
beragama Islam kepada pembeli yang tidak beragama Islam, sebab besar
kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama
Islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan
kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin.
Menurut fuqaha Hanafiyah terdapat empat macam syarat yang harus
jual beli.65
Fuqaha Malikiyah merumuskan tiga macam syarat jual beli: berkaitan
dengan 'aqid, berkaitan dengan sighat dan syarat yang berkaitan dengan
obyek jual beli. Syarat yang berkaitan dengan 'aqid: (a) mumayyiz, (b) cakap
hukum, (c) berakal sehat, (d) pemilik barang.
Syarat yang berkaitan dengan shigat: (a) dilaksanakan dalam satu
majlis, (b) antara ijab dan kabul tidak terputus. Syarat yang berkaitan dengan
obyeknya: (a) tidak dilarang oleh syara', (b) suci, (c) bermanfaat, (d)
diketahui oleh 'aqid, (e) dapat diserahterimakan.66
Menurut mazhab Syafi'iyah, syarat yang berkaitan dengan 'aqid: (a)
al-rusyd, yakni baligh, berakal dan cakap hukum, (b) tidak dipaksa, (c) Islam,
65Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, Juz, IV, Beirut: Dar al-Fkr, 1989, hlm. 149
66Ibid, hlm. 387 – 388.
31
dalam hal jual beli Mushaf dan kitab Hadis, (d) tidak kafir harbi dalam hal
jual beli peralatan perang. Fuqaha Syafi'iyah merumuskan dua kelompok
persyaratan: yang berkaitan dengan ijab-kabul dan yang berkaitan dengan
obyek jual beli.
Syarat yang berkaitan dengan ijab-kabul atau shigat akad:
1. Berupa percakapan dua pihak (khithobah)
2. Pihak pertama menyatakan barang dan harganya
3. Kabul dinyatakan oleh pihak kedua (mukhathab)
4. Antara ijab dan kabul tidak terputus dengan percakapan lain,
5. Kalimat kabul tidak berubah dengan kabul yang baru
6. Terdapat kesesuaian antara ijab dan kabul
7. Shighat akad tidak digantungkan dengan sesuatu yang lain
8. Tidak dibatasi dalam periode waktu tertentu
Syarat yang berkaitan dengan obyek jual-beli:
1. Harus suci
2. Dapat diserah-terimakan
3. Dapat dimanfaatkan secara syara'
4. Hak milik sendiri atau milik orang lain dengan kuasa atasnya
5. Berupa materi dan sifat-sifatnya dapat dinyatakan secara jelas.67
Fuqaha Hambali merumuskan dua kategori persyaratan: yang berkaitan
dengan 'aqid (para pihak) dan yang berkaitan dengan shighat, dan yang
berkaitan dengan obyek jual-beli. Syarat yang berkaitan dengan para pihak:
67Ibid., hlm. 389 – 393.
32
1. Al-Rusyd (baligh dan berakal sehat) kecuali dalam jual-beli barang-barang
yang ringan
2. Ada kerelaan
Syarat yang berkaitan dengan shighat
1. Berlangsung dalam satu majlis
2. Antara ijab dan kabul tidak terputus
3. Akadnya tidak dibatasi dengan periode waktu tertentu
Syarat yang berkaitan dengan obyek
1. Berupa mal (harta)
2. Harta tersebut milik para pihak
3. Dapat diserahterimakan
4. Dinyatakan secara jelas oleh para pihak
5. Harga dinyatakan secara jelas
6. Tidak ada halangan syara.68
Seluruh fuqaha sepakat bahwasanya jual beli bangkai, khamer dan
babi adalah batal atau tidak sah. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Sabda
Rasullullah SAW.
حدثنا قتيبة حدثنا الليث عن يزيد بن أبي حبيب عن عطاء بن أبي رباح يه عن جابر بن عبدالله رضي الله عنه أنه سمع رسول الله صلى الله عل
ةتيالمر ومالخ عيب مرح ولهسرو ح إن اللهالفت امكة عبم وهقول وي لمسووالخنزير والأصنام فقيل يا رسول الله أرأيت شحوم الميتة فإنها يطلى بها
68Ibid., hlm. 393 – 397.
33
نهديو فنالس امرح وفقال لا ه اسا النبه بحصتسيو لودا الجرواه (به ٦٩) البخاري
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Qutaibah dari al-Laits dari Yazid bin Abi Habib dari 'Atha' bin Abi Rabah dari Jabir bin 'Abdullah ra telah mendengar Rasulullah Saw. Bersabda: tahun pembukaan di Makkah: sesungguhnya Allah mengharamkan jual-beli khamer (minuman keras), bangkai, babi dan berhala" Kemudian seseorang bertanya: "Bagaimana tentang lemak bangkai, karena banyak yang menggunakannya sebagai pelapis perahu dan, meminyaki kulit dan untuk bahan bakar lampu?" Rasulullah SAW. menjawab: "Tidak boleh, semua itu adalah haram". (H.R. al-Bukhari)
Mengenai benda-benda najis selain yang dinyatakan di dalam hadis di
atas fuqaha berselisih pandangan. Menurut Mazhab Hanafiyah dan
Dhahiriyah, benda najis yang bermanfaat selain yang dinyatakan dalam hadis
di atas, boleh diperjualbelikan sepanjang tidak untuk dimakan sah
diperjualbelikan, seperti kotoran ternak. Kaidah umum yang populer dalam
mazhab ini adalah:
٧٠ان كل مافية منفعة حتل شرعا فإن بيعه جيوز
Artinya: Segala sesuatu yang mengandung manfaat yang dihalalkan oleh syara' boleh dijual-belikan.
Dalam Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah, mazhab Hanafi
menegaskan:
جيوز بيع الدهن املتنجس واالنتفاع به ىف غري األكل كما : لواقا –احلنفية جيوز بيع العذرة املخلوطة بالتراب واالنتفاع ا وبيع الزبل وإن كان جنس
69Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn al-Mugirah ibn Bardizbah al-
Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz 3, Beirut Libanon: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M, hlm. 35. 70Muhammad bin Ismail al-Kahlani as-San'ani, Subul as-Salam, Jilid III, Cairo: Syirkah
Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950, hlm. 17.
34
العني وإمنا الذي مينعونه بيع امليتة وجلدها قبل الدبغ وبيع اخلرتير وبيع ٧١ اخلمر
Artinya: Mereka berkata: Boleh menjualbelikan minyak yang terkena najis
dan memanfaatkannya selain untuk makan. Sebagaimana boleh memperjualbelikan kotoran yang tercampur dengan debu dan memanfaatkannya dan kotoran binatang atau pupuk meskipun dia najis barangnya. Bahwasanya yang mereka larang adalah memperjual belikan bangkai, kulit bangkai sebelum disamak, babi dan arak.
D. Macam-Macam Jual Beli
1. Jual Beli Benda yang Kelihatan
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi
hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum
dan batal menurut hukum, dari segi obyek jual beli, dan dari segi pelaku
jual beli. Ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli dapat
dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin72 bahwa jual beli dibagi menjadi
tiga bentuk: 1) jual beli benda yang kelihatan 2) jual beli yang disebutkan
sifat-sifatnya dalam janji dan 3) jual beli benda yang tidak ada.
Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad
jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada di depan penjual dan
pembeli, hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak, seperti membeli
beras di pasar dan boleh dilakukan.
71Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, Juz 2, Beirut: Dar al-Fikr,
1972, hlm. 137. 72 Imam Taqiyuddin Abubakar ibn Muhammad Al-Hussaini, Kifayat Al Akhyar Fii Halli
Ghayatil Ikhtishar, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 329.
35
Jual beli itu dihalalkan, dibenarkan agama, asal memenuhi syarat-
syarat yang diperlukan. Demikian hukum ini disepakati para ahli ijma
(ulama’ Mujtahidin) tak ada khilaf padanya. Memang dengan tegas-tegas
al-Qur’an menerangkan bahwa menjual itu halal, sedang riba
diharamkan.73 Sejalan dengan itu dalam jual beli ada persyaratan yang
harus dipenuhi, di antaranya menyangkut barang yang dijadikan objek jual
beli yaitu barang yang diakadkan harus ada di tangan si penjual, artinya
barang itu ada di tempat, diketahui dan dapat dilihat pembeli pada waktu
akad itu terjadi. Hal ini sebagaimana dinyatakan Sayyid Sabiq:
) ٢(طهارة العني ) ١: (وامااملعقود عليه فيشترط فيه ستة شروطالعلم به ) ٥(القدرة على تسليمة ) ٤(ملكيه العاقد له ) ٣(إلنتفاع به ا ٧٤ املبيع مقبوضا كون) ٦(
Artinya: Adapun tentang syarat barang yang diakadkan ada enam yaitu (1) bersihnya barang. (2) dapat dimanfaatkan. (3) milik orang yang melakukan akad. (4) mampu menyerahkannya. (5) mengetahui. (6) barang yang diakadkan ada di tangan.
2. Jual Beli yang Disebutkan Sifat-Sifatnya dalam Janji
Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual
beli salam (pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah
untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya berarti
meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu,
maksudnya ialah perjanjian sesuatu yang penyerahan barang-barangnya
73T.M Hasbi ash-Shiddiqi, Hukum-hukum Fiqh Islam, Tinjauan Antar Mazhab,
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001, Cet ke-2, hlm. 328. 74Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 150
36
ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah
ditetapkan ketika akad.
Dasar hukum jual beli salam dapat dilihat dalam hadis sebagai
berikut:
عن نجيح أبي ابن عن سفيان حدثنا النفيلي محمد بن الله عبد حدثنادبع ن اللهري بكث نال أبي عهنن المن عاس اببضي عقـال عنه اهللا ر
كيل في فليسلف شيئ في أسلف من وسلم عليه الله صلى الله رسول ٧٥)ماجة ابن رواه( معلوم أجل إلى معلوم ووزن معلوم
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Abdullah bin Muhammad
al-Nufaily dari Sufyan dari Ibnu Abi Najih dari Abdullah bin Kasir dari Abi al-Minhal dari Ibnu Abbas ra. Telah berkata Rasulullah Saw: jika kamu melakukan jual beli salam, maka lakukanlah dalam ukuran tertentu, timbangan tertentu, dan waktu tertentu. (HR Ibn Majah).
Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat
tambahannya ialah:
1. Ketika melakukan akad salam disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin
dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar,
ditimbang maupun diukur.
2. Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi
dan memperendah harga barang itu, umpamanya benda tersebut
berupa kapas, sebutkanlah jenis kapas saclarides nomor satu, nomor
75Al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Yazid ibnu Majah al-Qazwini, hadis No. 2065
dalam CD program Mausu'ah Hadis al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company).
37
dua dan seterusnya, kalau kain, maka sebutkanlah jenis kainnya, pada
intinya sebutkanlah semua identitasnya yang dikenal oleh orang-orang
yang ahli di bidang ini, yang menyangkut kualitas barang tersebut.
3. Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa
didapatkan di pasar.
4. Harga hendaknya dipegang di tempat akad berlangsung.76
3. Jual Beli Benda yang Tidak ada
Menurut Abu Bakr al-Jazairi, seorang muslim tidak boleh menjual
sesuatu yang tidak ada padanya atau sesuatu yang belum dimilikinya,
karena hal tersebut menyakiti pembeli yang tidak mendapatkan barang
yang dimilikinya.77
Dalam kaitan ini Ibnu Rusyd menjelaskan, barang-barang yang
diperjual belikan itu ada dua macam: pertama, barang yang benar-benar
ada dan dapat dilihat, ini tidak ada perbedaan pendapat. Kedua, barang
yang tidak hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat
akad itu terjadi, maka untuk hal ini terjadi perbedaan pendapat di antara
para ulama. Menurut Imam Malik dibolehkan jual beli barang yang tidak
hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu
terjadi, demikian pula pendapat Abu Hanifah. Namun demikian dalam
pandangan Malik bahwa barang itu harus disebutkan sifatnya, sedangkan
dalam pandangan Abu Hanifah tidak menyebutkan sifatnya pun boleh.78
76Hendi Suhendi, op.cit., hlm. 76. 77Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim: Kitab Aqa'id wa Adab wa Ahlaq wa
Ibadah wa Mua'amalah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, 2004, hlm. 297. 78Ibnu Rusyd, Bidâyah al Mujtahid Wa Nihâyah al Muqtasid, Juz II, Beirut: Dâr Al-Jiil,
38
Pandangan kedua ulama tersebut (Imam Malik dan Abu Hanifah)
berbeda dengan pandangan Imam al-Syafi'i yang tidak membolehkan jual
beli barang yang tidak hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di
tempat akad itu terjadi.
Menurut Sayyid Sabiq, boleh menjualbelikan barang yang pada
waktu dilakukannya akad tidak ada di tempat, dengan syarat kriteria
barang tersebut terperinci dengan jelas. Jika ternyata sesuai dengan
informasi, jual beli menjadi sah, dan jika ternyata berbeda, pihak yang
tidak menyaksikan (salah satu pihak yang melakukan akad) boleh
memilih: menerima atau tidak. Tak ada bedanya dalam hal ini, baik
pembeli maupun penjual.79
1409 H/1989, hlm. 116 – 117.
79Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 155.
39
BAB III
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HASIL
BUDIDAYA IKAN TAMBAK DI DESA WARUK KEC.
KARANGBINANGUN KAB. LAMONGAN
A. Monografi dan Demografi Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun
Kabupaten Lamongan
1. Monografi Desa Waruk
Desa Waruk adalah termasuk salah satu di antara desa-desa yang
berada di wilayah kecamatan Karangbinangun yang letaknya kurang lebih
5 kilo meter dari Ibukota Kabupaten Lamongan.
Adapun batas-batas desa Waruk yaitu:
a. Sebelah utara dibatasi dengan ladang/sawah/tambak
b. Sebelah selatan dibatasi Dusun Pudi Wetan
c. Sebelah barat dibatasi Dusun Wedeng
d. Sebelah timur dibatasi Dusun Wates
Luas tanah desa Waruk ialah 274 ha. Kondisi tanahnya cukup
subur untuk bercocok tanam, beternak. Desa Waruk terletak di sebelah
utara kota Lamongan, termasuk daerah dataran rendah, yang apabila
musim hujan tiba, semua wilayah sawah dan tambak menjadi tergenang air
hingga mencapai 2 meter, namun apabila musim kemarau dating,
perlahan-lahan air tersebut menyusut hingga habis, kemudian para petani
dapat bercocok tanam.
40
Pada musim kemarau masyarakat desa Waruk mengunakan saluran
air (sungai) untuk mengairi sawahnya yang terdapat tanam padi dengan
cara mendeselnya (menggunakan alat tehnik mesin pompa air) dan dipakai
untuk menyirami tanaman yang sedang kekeringan.
Untuk kebutuhannya sehari-hari, pada mulanya masyarakat
kesulitan air di musim kemarau, namun sekarang karena sudah ada sumur
artetis, sehingga kebutuhan masyarakat terdapat air bersih sudah tercukupi.
Dalam Dokumen Rencana Pembangunan Desa dijelaskan bahwa
masalah tenaga kerja merupakan persoalan yang paling sering dibicarakan
dalam setiap rembuk desa dan masih dicarikan jalan keluarnya oleh aparat
desa. Tinggihnya pertumbuhan penduduk desa Waruk dan terbatasnya
lapangan pekerjaan yang tersedia menyebabkan semakin banyaknya
pengangguran di Desa Waruk.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikemukakan data tentang
mata pencarian penduduk Desa Waruk dimulai dari usia 10 tahun ke atas.
Namun sebelumnya, akan didahului dengan data penduduk berdasarkan
kelompok umur sebagai berikut :
41
TABEL I
PENDUDUK DESA WARUK
MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 201280
No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0 –4 th
5-9 th
10-14 th
15-19 th
20-24
25-29 th
30-39
40-49 th
50-50
60 +
39
40
45
36
56
28
72
50
38
46
30
34
37
30
43
25
67
60
46
50
69
74
82
66
99
53
139
110
84
96
450 422 872
Berdasarkan pada tabel di atas dapat di simpulkan bahwa
penduduk desa Waruk dapat kelompokkan menjadi 4 (empat) golongan:
1. Golongan anak berumur 0-14 tahun berjumlah 225 jiwa
2. Golongan anak muda berumur 15-19 tahun berjumlah 66 jiwa
3. Golongan setengah tua berumur 20-39 tahun berjumlah 291 jiwa
4. Golongan tua berumur 40-60 tahun berjumlah 290 jiwa
Sedangkan penduduk desa Waruk apabila ditinjau dari segi mata
pencaharian adalah terdiri dari berbagai macam pekerjaan, sebagaimana
terinci dalam tabel di bawah ini:
80Data Dari buku Monografi desa Waruk Bulan Maret 2012
42
TABEL II
DATA MATA PENCAHARIAN PENDUDUK DESA WARUK 81
No Mata Pencaharian Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Wiraswasta
Tani/tambak
Buruh tani/buruh tambak
Pertambangan/galian
Industri kecil/rumah tangga
Bangunan dan kontruksi
Perdagangan
Angkutan dan jasa
Pegawai negeri
TNI/POLRI
Pensiunan/purnawirawan
Pengusaha
Lain-lain
65
300
250
-
57
8
34
15
3
-
-
2
132
Tabel tersebut di atas memperlihatkan komposisi mata pencaharian
penduduk desa Waruk pada tahun 2012, lapangan pekerjaan jual beli hasil
budidaya ikan tambak sudah dominan jika dibandingkan dengan tenaga
lapangan pekerjaan lainnya.
2. Kondisi Sosial Masyarakat yang Berkaitan dengan Ekonomi, Budaya
dan Keagamaan
a. Ditinjau dari Aspek Ekonomi
Pada era 1970’an, masyarakat Desa Waruk tergolong
masyarakat yang miskin atau dapat disebut sebagai desa miskin.
81Data Dari buku Monografi desa Waruk Maret 2012
43
Masyarakat hanya bias bertani dengan bercocok tanam satu kali
selama satu tahun pada musim kemarau, yang biasanya mulai
bercocok tanam sekitar bulan Juli-Oktober saja. Mengingat daerah
tersebut termasuk daerah dataran rendah, yang apabila dating musim
hujan semua lahan pertanian menjadi tergenang air hingga mencapai
ketinggian 2 meter dan baru asat/meyurut/terkikis habis pada waktu
musim panas.
Masyarakat Desa Waruk mayoritas pencariannya sebagai tani
tambak air tawar atau budidaya ikan tawar. Ikan yang dibudidayakan
terdiri dari ikan bandeng, udang windu, udang panama, ikan lele,
gurami, ikan kakap, ikan mas/tombro, ikan bader, nila dan mujaher.
Penduduk desa Waruk berdasarkan hasil registrasi penduduk
tahun 2012 berjumlah 5.772 penduduk, mayoritas masyarakat
beragama islam, dan memiliki beraneka ragam pekerjaan namun
sebagian besar di bidang tani tambak hasil budidaya ikan tambak.
b. Ditinjau dari Aspek Agama
Dalam bidang agama masyarakat Desa Waruk adalah
mayoritas beragama Islam. Hal itu dapat dilihat pada catatan buku
monografi desa Waruk yang merupakan data jumlah penduduk
pemeluk agama, yaitu sebagai berikut:
44
TABEL IV
PENDUDUK MENURUT AGAMA DI DESA WARUK 82
No Agama Jumlah
1
2
3
4
5
Islam
Katholik
Kristen Protestan
Budha
Hindu
872
-
-
-
-
Selanjutnya untuk menampung kegiatan bagi para penganut
agama dan kepercayaan di desa Waruk tersedia 6 sarana tempat
peribadatan. Rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL V
BANYAKNYA TEMPAT IBADAH DI DESA WARUK 201283
No Nama Tempat Ibadah Jumlah
1
2
3
4
5
Masjid
Mushalla
Gereja
Wihara
Pura
1
4
-
-
-
Jumlah 5
Tempat peribadatan tersebut setiap tahun mengalami
perubahan, yaitu semakin banyak anak-anak ke mesjid dan mushalla.
82Data Dari buku Monografi desa Waruk Maret 2012 83Data Dari buku Monografi desa Waruk Maret 2012
45
c. Ditinjau dari Aspek Pendidikan
Penduduk Desa Waruk ditinjau dari segi pendidikannya terdiri
dari beberapa tingkat, sebagaimana dalam tabel berikut ini:
TABEL VI
DATA PENDIDIKAN PENDUDUK
DESAWARUK TAHUN 201284
No Jenis Pendidikan Jumlah
1
2
3
4
5
6
Tidak sekolah
Belum tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Sarjana
97
75
200
-
126
5
Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Desa
Waruk, apabila ditinjau dari pendidikannya, maka terlihat bahwa
jumlah yang tamat SD lebih besar yaitu 200 dibandingkan dengan
yang lainnya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dan dapat
digunakan sebagai acuan lebih meningkatkan taraf pendidikan
masyarakat Desa Waruk.
d. Ditinjau dari aspek Sosial Budaya
Desa Waruk termasuk desa di daerah pelosok dan mayoritas
mata pencaharian penduduknya adalah jual beli hasil budidaya ikan
tambak, wiraswasta, petani dan tukang, memiliki jarak tempuh yang
84Data Dari buku Monografi desa Waruk Maret 2012
46
relatif jauh dari pusat pemerintahan. Namun kondisi desa ini ditunjang
dengan sarana dan prasarana kegiatan masyarakat pedesaan pada
umumnya, dan memiliki kehidupan sosial budaya yang sangat kental.
Hal ini yang membedakan antara kondisi sosial masyarakat desa
dengan masyarakat kota pada umumnya, yang terkenal dengan
individualistik dan hedonis yang merupakan corak terhadap
masyarakat kota.85
Di Desa Waruk, nilai-nilai budaya, tata dan pembinaan
hubungan antar masyarakat yang terjalin di lingkungan masyarakatnya
masih merupakan warisan nilai budaya, tata dan pembinaan hubungan
nenek moyang yang luhur. Di samping itu masih kuatnya tepo selero
(tenggang rasa) dengan sesama manusia terlebih tetangga di sekitarnya
serta lebih mengutamakan asas persaudaraan di atas kepentingan
pribadi yang menjadi bukti nyata keberlangsungan nilai-nilai sosial
asli masyarakat jawa.86
Keberhasilan dalam melestarikan dan penerapan nilai-nilai
sosial budaya tersebut karena adanya usaha-usaha masyarakat untuk
tetap menjaga persatuan dan persaudaraan melalui kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan yang secara langsung maupun tidak langsung
mengharuskan masyarakat yang terlibat untuk terus saling
berhubungan dan berinteraksi dalam bentuk persaudaraan. Kegiatan-
85Hasil Wawancara dengan Bapak Hartono, selaku tokoh masyarakat Desa Waruk,
wawancara dilakukan tgl. 25 Maret 2012. 86Hasil Wawancara dengan Bapak Sumiyono, selaku tokoh masyarakat Desa Waruk,
wawancara dilakukan tgl. 26 Maret 2012.
47
kegiatan kemasyarakatan itu dapat dibedakan secara kelompok umur
dan tujuannya antara lain adalah sebagai berikut:
a. Perkumpulan secara arisan kelompok bapak-bapak yang diadakan
setiap RT. Dalam perkumpulan ini sangat sering dibahas tentang
segala yang bersangkutan dengan kehidupan dan kebutuhan
masyarakat ditingkat RT untuk kemudian dicari solusi secara
bersama-sama.
b. Perkumpulan Ibu-ibu PKK secara rutin, kelompok ibu-ibu yang
terdiri dari arisan RT dan perkumpulan arisan dasawisma.
Perkumpulan dan arisan ibu-ibu dilaksanakan ditingkat RT,
memiliki fungsi dan manfaat seperti pada perkumpulan arisan
bapak-bapak. Perkumpulan arisan dasawisma dan ibu-ibu PKK
diadakan di tingkat RW. Perkumpulan PKK memiliki fungsi untuk
meningkatkan kemampuan dan peran serta yang positif bagi ibu-
ibu dalam keluarga. Sedangkan arisan dasawisma merupakan
arisan kelompok yang lebih cenderung berorientasi pada nilai
ekonomi, meskipun di dalamnya juga terdapat nilai-nilai sosial
budaya juga.
c. Perkumpulan remaja yang ada disetiap RT/RW dan kelurahan.
Perkumpulan remaja atau lebih dikenal dengan nama lain Karang
Taruna merupakan pertemuan yang dibentuk dan diadakan bagi
kalangan remaja dengan tujuan antara lain :
48
(1). Untuk menjaga persatuan dan memupuk rasa persatuan antar
remaja.
(2). Sebagai sarana pelatihan remaja untuk mengeluarkan pendapat
serta terbiasa untuk memecahkan masalah dengan jalan
musyawarah.
(3). Sarana pelatihan berorganisasi dan hidup bermasyarakat bagi
remaja.
(4). Sebagai sarana transformasi segala informasi dari pemerintah
kelurahan yang perlu diketahui oleh para remaja di Desa
Waruk kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan.
(5). Sebagai sarana untuk mengembangkan minat dan bakat para
remaja yang nantinya akan bermanfaat bagi remaja pada usia
selanjutnya sebagai penerus keberlangsungan kehidupan
bermasyarakat di Desa Waruk.87
Sedangkan kegiatan-kegiatan ritual yang masih membudaya di
tengah-tengah masyarakat adalah:
1) Upacara perkawinan. Sebelum diadakan upacara perkawinan
biasanya terlebih dahulu diadakan upacara peminangan (tukar
cincin menurut adat jawa), yang sebelumnya didahului dengan
permintaan dari utusan calon mempelai laki-laki atau orang tuanya
sendiri terhadap calon mempelai perempuan. Kemudian akan
dilanjutkan ke jenjang peresmian perkawinan yang diisi dengan
87Hasil Wawancara dengan Bapak Abdu Somad M Hum, selaku Kepala Desa Waruk,
wawancara dilakukan tgl. 26 Maret 2012 di Balai Desa Waruk.
49
kegiatan yang Islami seperti Tahlilan dan Yasinan yang bertujuan
untuk keselamatan kedua mempelai, dengan dihadiri oleh seluruh
sanak keluarga, tetangga maupun para sesepuh setempat.
2) Upacara anak dalam kandungan. Dalam upacara mi meliputi
beberapa tahap, di antaranya adalah: acara Anak Dalam
Kandungan a). Ngepati, yaitu suatu upacara yang di adakan pada
waktu anak dalam kandungan berumur kurang lebih 4 bulan,
karena dalam masa 4 bulan ini, menurut kepercayaan umat Islam
malaikat mulai meniupkan roh kepada sang janin. b) Mitoni atau
Tingkepan, yaitu upacara yang di adakan pada waktu anak dalam
kandungan berumur kurang lebih 7 (tujuh) bulan dan upacara ini
dilaksanakan pada waktu malam hari, yang dihadiri oleh sanak
keluarga, tetangga, para sesepuh serta para tokoh agama guna
membaca surat Taubat
3) Upacara Kelahiran Anak (Babaran atau Brokohan) Upacara ini
dilaksanakan ketika sang anak berusia 7 hari dari hari
kelahirannya , yaitu berupa selamatan yang biasa disebut dengan
istilah "Brokohan". Upacara ini diisi dengan pembacaan kitab Al
Barjanzi. Kemudian jika anak itu laki-laki maka harus
menyembelih dua ekor kambing sedangkan untuk anak perempuan
hanya satu ekor kambing.
4) Upacara Tudem/anak mulai jalan. Selama anak mulai lahir dan
belum bisa berjalan, setiap hari kelahirannya (selapanan,
50
tigalapan, limalapan. tujuhlapan dan sembilanlapan) biasanya
diadakan selamatan berupa nasi gungan dan lauk-pauk sekedamya
untuk dibagikan kepada tetangga terdekat. Sedangkan ketika sang
anak berusia 7 bulan akan diadakan selamatan lebih besar lagi.
5) Upacara Khitanan/Tetakan. Upacara ini diadakan terutama bagi
anak laki-laki. Upacara mi biasanya diadakan secara sederhana
atau besar-besaran, tergantung pada kemampuan ekonomi
keluarga. Namun kalau hanya mempunyai anak tunggal/ontang-
anting, kepercayaan dari orang jawa adalah anak tersebut harus di
"Ruwat" dengan menanggap wayang kulit yang isi ceritanya
menceritakan Batara Kala dengan memberi sesaji berupa
tumpengan atau panggang daging agar tidak dimakan rembulan.
6) Selamatan menurut Penanggalan (Kalender Jawa). Di antara
kalender-kalender umat Islam yang biasanya dilakukan selamatan
antara lain: 1 Syura, 10 Syura untuk menghormati Hasan dan
Husein cucu Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Maulud (Robi'ul
Awal) untuk merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW,
tanggal 27 Rajab untuk memperingati Isra' dan Mi'raj Nabi
Muhammad SAW, tanggal 29 Ruwah (dugderan), 17 Ramadhan
(memperingati Nuzul Qur'an), 21, 23, 27 dan 29 maleman, 1
Syawal (hari raya Idul Fitri), 7 Syawal (katupatan) biasanya
diramaikan dengan membuat ketupat dan digunakan untuk
selamatan di mushala terdekat dan dibulan Apit bagi masyarakat
51
mengadakan upacara sedekah bumi dan kepala desa menanggap
gong/wayang sebagai syarat untuk mengingatkan warga
masyarakat desa untuk masak-masak. Setelah magrib menyiapkan
sebagian untuk selametan di mushala terdekat dan begitu juga
dibulan 10 Besar (Hari Raya Idul Qurban), masyarakat yang
dianggap mampu dianjurkan untuk berkorban.88
Keterangan dari ibu Nur Azizah:
Menurut saya, jual beli ikan hasil budidaya ikan tambak
masyarakat Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun memang bagus
tapi yaitu kadang mengecewakan saya, janji yang sudah disepakati,
namun kenyataan barang baru jadi setelah melewati beberapa hari
kemudian. Nah inikan bikin kita ega enak dengan pemwesan barang
langganan saya. Ya saya harap cobalah tepati janji.89
B. Praktek Jual Beli Ikan Hasil Budidaya Ikan Tambak di Desa Waruk
Kecamatan Karangbinangun
Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun terkenal dengan jual beli
ikan dan dikenal tidak hanya di dalam Desa Waruk tetapi sudah sampai ke
luar Jawa Timur. Di dalam negeri untuk pulau Jawa, banyak orang yang tahu
bahwa jual beli ikan di Desa Waruk itu sangat memuaskan bagi orang yang
membelinya. Karena itu tidak aneh kalau misalnya di luar Jawa Timur seperti
88Hasil Wawancara dengan Bapak Hartono, Selaku pembeli atau pelanggan hasil
budidaya ikan tambak, wawancara dilakukan tgl. 26 Januari 2012. 89Hasil Wawancara dengan Ibu Nur Azizah Selaku pembeli atau pelangan hasil budidaya
ikan tambak, wawancara dilakukan tgl. 26 Maret 2012.
52
Indramanyu, Subang, Sumedang, Bandung, Sukabumi, Bogor dan sebagainya
sengaja datang ke Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun sekedar untuk
membeli ikan yang sangat berkualitas dan membedakan dari ikan lainnya.
Demikian pula di manca negara, jual beli ikan sering dipamerkan dalam
pameran terbesar bersama para pedagang yang terkenal dari berbagai Negara.
Sehingga tidak heran jika jual beli ikan di Desa Waruk Kecamatan
Karangbinangun ini diekspor ke luar negeri.
Sebabnya terkenal dalam jual beli ikan yang sangat memuaskan
pelanggan karena kualitas, harganya mudah terjangkau, dan jual belinya
mampu bersaing dengan jual beli ikan yang lainnya. Dari segi kualitasnya,
barang tersebut tidak diragukan lagi karena mempunyai kualitas dalam jangka
waktu yang sangat lama dengan kondisi yang sangat bagus dan selalu
terjamin mutunya.
Jika dibandingkan dengan penjual hasil budidaya ikan tambak di
daerah lain maka sangat jauh. Demikian pula masyarakat selalu
menyesuaikan dengan kebutuhan yang di inginkan oleh konsumen. Para
penjual ikan hasil budidaya ikan tambak di Desa Waruk Kecamatan
Karangbinangun Kabupaten Lamongan senantiasa memantau bersaing dan
menduduki peringkat utama dalam sistem jual beli.
Di dalam proses jual beli terdapat suatu fenomena yang unik yaitu
manakala seseorang hendak membeli ikan hasil budidaya ikan tambak di
Desa Waruk itu tidak bisa langsung seketika itu dalam waktu yang sangat
singkat untuk mendapatkan yang sesuai dengan pesanannya melainkan
53
konsumen atau pembeli harus lebih dahulu memesannya. Sebelum ikan itu
diterima oleh penjual, maka pembeli harus lebih dahulu memberikan
perjanjian bahwa pembelian harus dilakukan dengan sejelas-jelasnya dan
dengan jumlah harga yang di sepakati. Barang tersebut pada dasarnya sudah
ada dan diketahui sifat wujudnya, namun pembeli sudah percaya dengan
penjual untuk menjual ikannya di pasar Lamongan.
Keunikannya pada saat waktu yang sudah ditentukan tiba dan pembeli
hendak mengambil barang tersebut ternyata barang yang sudah dimiliki sudah
di jual kepada pembeli lain. Pembeli tersebut anehnya tidak merasa kecewa
dan jera bahkan pembeli bersedia bersabar untuk memberikan ikan hasil
budidaya ikan tambak. Tradisi ini sudah berlangsung demikian lama dan
hampir semua pembeli tahu terhadap tradisi yang demikian.
C. Istimbat Hukum yang Dipakai Ulama terhadap Realita Jual Beli Ikan
Hasil Budidaya Ikan Tambak di Desa Waruk Kecamatan
Karangbinangun
Tanggapan ulama yaitu menurut K.H. Abdullah bahwa jual beli
seperti itu mengandung tipu muslihat karena membohongi dan mungkin
membuat kecewa pembeli.90 Ulama dari Desa Waruk yaitu K. Kasman
menganggap persoalan jual beli semacam itu sebagai jual beli yang haram
mutlak. Artinya apapun alasannya penjual tetap berdosa karena itu menurut
kyai tersebut, tidak mampu memenuhi janjinya, maka sebaiknya jangan janji
90Wawancara dengan K.H. Abdullah (ulama NU), tanggal 25 Maret 2012
54
karena janji itu adalah hutang yang jika tidak dibayar di dunia maka di akhirat
akan ditagih.91 Kedua kelompok ulama ini pada prinsipnya menggunakan
istinbath hukum yang sama yaitu hadis riwayat Muslim dari Yahya bin Yahya
ath-Tamimiy.
حدثنا يحيى بن يحيى التميمي عن نافع عن ابن عمرقال قلت يا رسـول عيألني البسل يجيني الرأتي الله سا لـيم بعفقال لا ت ها أبيعي مدنع سلي
كدن٩٢)رواه مسلم(ع
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Yahya ath-Tamimiy dari Nafi' dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah Saw telah bersabda: datang seorang laki-laki yang menanyakan tentang jual beli yang tidak ada padanya pada waktu menjual, kemudian Rasulullah menjawab: janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (HR. Muslim).
Adapun ulama NU yaitu Mohammad Makrus menggunakan istimbat
hukum yaitu hadis yang berbunyi:
ـنع ـعيا البمإن لمسو هليلى الله عص هنه عاجابن مان وبح ناب جرأخو ٩٣) رواه البيهقى وابن ماجه(تراض
Artinya: Dan dikeluarkan dari Ibnu Hibban dan Ibnu Majah bahwa Nabi SAW, sesungguhnya jual-beli harus dipastikan harus saling meridai." (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah).
91Wawancara dengan K. Kasman tanggal 26 Maret 2012 92Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi,, hadis No. 1087
dalam CD program Mausu'ah Hadis al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company). Hlm. 120
93Wawancara dengan Mohammad Makrus pada tanggal 26 Maret 2012
55
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HASIL BUDIDAYA
IKAN TAMBAK DENGAN PENUNDAHAN PENENTUAN HARGA DI
DESA WARUK KEC. KARANGBINANGUN KAB. LAMONGAN
A. Analisis Hukum Islam terhadap Praktek Jual Beli Hasil Budidaya Ikan
Tambak
Di desa Waruk Kecamatan Karangbinangun Kabupaten Lamongan
mayoritas bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani tanaman padi
maupun sebagai petani tambak ikan air tawar di lahan yang sama, dengan kata
lain lahan tersebut difungsikan untuk dua jenis usaha, yaitu tambak dan
pertanian padi. Dan ada juga sebagian masyarakat yang bekerja disektor home
industri, pedagang dan pegawai, namun jumlahnya tidak banyak.
Perfungsian lahan menjadi dua wilayah atau lahan pertanian Desa
Waruk terletak di dataran rendah, sehingga apabila musim hujan tiba semua
lahan tergenang air, menjadi rawa-rawa, namun apabila musim panas tiba air
surut dan habis, sehingga masyarakat mulai bercocok tanam padi, musim
bercocok tanam padi biasanya terjadi pada bulan Juli sampai dengan bulan
Nopember setiap tahunnya, kemudian apabila masuk musim penghujan pada
bulan Desember hingga Juni setiap tahunnya, masyarakat mulai mengubah
lahan pertanian menjadi lahan tambak, dengan cara memperbaiki tanggul
kemudian setelah tanggul selesai diperbaiki, masyarakat mulai menebar
benih/benur ikan, yang terdiri dari ikan bandeng, ikan nila, ikan emas, ikan
56
bader, udang windu, udang panami, dan lain-lainnya menurut selera dan
keinginan masyarakat masing-masing.
Sistem pergantian pengunaan lahan pertanian dari lahan untuk
bercocok tanam ke lahan perikanan/tambak mulai dirintis pada tahun 1970 an,
dimanan sebelum tambak air tawar ditemukan, masyarakat di Desa Waruk
hanya bisa panen padi satu kali dalam satu tahun, itupun baru dinikmati
apabila tidak gagal panen, namun setelah ditemukan tambak air tawar,
masyarakat Desa Waruk dapat panen 3 kali dalam satu tahun, satu kali panen
padi dan dua kali panen ikan, bahkan bisa lebih tiga kali panen.
Pertumbuhan ikan di area tambak selang-seling, dengan arti lain
tambak setelah ditanami padi ditebar benih ikan, pertumbuhan ikannya sangat
maksimal, karena bekas tanaman padi seperti jerami itu menjadi makanan
ikan, sehingga masyarakat tidak membutuhkan tambahan makanan ikan,
makanan tambahan tersebut baru diberikan ketika usia ikan rata-rata sudah 1
tahun atau 2 bulan, tergantung jenis ikan yang dikelolahnya.
Dalam kurun waktu 2 bulan, petani tambak di Desa Waruk sudah dapat
mirik/(panen ikan) untuk jenis udang windu dan udang panami, namun untuk
jenis ikan bandeng danikan-ikan yang lain baru dapat dipenen ketika usia ikan
mencapai 3-4 bulan.
Musim panen adalah musim yang sangat dinanti-nantikan oleh petani
tambak. Musim panen bersifat fleksibel artinya dapat dipanen kapan saja, pada
masa ikan kecil dengan dijual ikan hidup-hidup, atau ikan sedang, dan atau
ikan bear. Dengan demikian musim panen dapat dilakukan kapan saja
57
tergantung keinginan petani tambak.
Haisil panen ikan dijual oleh petani tambak kepada para tengkulak atau
bakul dengan tahapan-tahapan sebagai berikut : pertama, setelah ikan
tertangkap, kemudian diorganisir sesuai dengan jenis ikannya dan besar
kecilnya pun dikelompok-kelompokan, kedua ikan dimasukan ke dalam
keranjang setelah itu ikan ditimbang, ketiga ikan dibawah ke pasar oleh
pembeli tanpa terlebih dahulu ada kesepakatan harga antara pemilik ikan
dengan tengkulak, keempat setelak ikan terjual dipasar kemudian pedagang
baru memberikan atau menentukan harga yang diberikan atau menentukan
harga yang diberikan kepada pemilik ikan. Kondisi yang demikian sudah
menjadi tradisi beberapa tahun belakangan ini.94
Para pemilik ikan tidak sependapat dengan sistem jual beli yang
harganya menunggu setelah ikan tersebut laku dijual oleh tengkulak, mereka
masih ragu-ragu dan belum ada kepastian harga ikan yang dijual belikan.
Hanya saja mereka tidak kuasa untuk menolak sistem tersebut, walaupun
sebenarnya mereka tidak setuju, ketidak beranian itu muncul karena
merekaterikat dengan modal yang diberikan pembeli kepada petani tambak,
seperti pemberian benur, pemberian pupuk, pemberian pakan dan lain
sebagainya. Kondisi yang demikian itu membuat para petani mengikuti apa
saja yang dikehendaki oleh pembeli.
Peristiwa ini meskipun sangat mengecewakan pembeli, namun
tampaknya tidak ada beban rasa bersalah pada diri penjual, karena dengan
94Wawancara dengan Muslimin pada tanggal 26 Maret 2012
58
sistem jual beli yang demikian itu pembeli ikan tidak akanpernah menderita
kerugian, dan selalu untung, karena harga yang diberikan kepada pemilik ikan
adalah harga jual dipasar setelah dikurangi biaya akomodasi atau biaya
transportasi, biaya angkut barang dan ditambah laba/keuntungan untuk
pembeli.
Berdasarkan hasil wawancara bahwa beberapa ulama dan kyai di Desa
Waruk, yang pada asasnya mereka mengatakan tidak sependapat dengan
sistem jual beli yang ada. Diantara ulama dimaksud adalah menurut K. Hasan
Qomari bahwa jual beli seperti itu mengandung tipu muslihat karena
membohongi dan mungkin membuat kecewa pembeli.95 Pendapat ini juga
diperkuat oleh Mohammad Makrus, bahkan beliau menyamakan jual beli yang
demikian itu sama dengan jual beli terhadap barang yang diketahui sifat dan
wujudnya sehingga diharamkan. Keharoman itu terwujud karena pembeli
merasa dibohongi dan di sakiti dan sakit hati, akan tetapi jika pembeli
menerima kenyataan itu dan memakluminya karena memang itu sudah
menjadi tradisi penjualan hasil budidaya ikan tambak di Desa Waruk maka
jual beli itu boleh saja.96 Sedangkan Bapak K. Kasman menganggap persoalan
jual beli semacam itu sebagai jual beli yang haram mutlak. Artinya apapun
alasannya penjual tetap berdosa karena itu menurut kyai tersebut kalau
memang perjanjian jual beli tidak mampu memenuhi janjinya, maka sebaiknya
jangan janji karena janji itu adalah hutang yang jika tidak dibayar di dunia
95 Wawancara dengan Bapak K. Hasan Qomari pada tanggal 25 Maret 2012, jam 16:30 96Wawancara dengan Bapak Mohammad Makrus pada tanggal 25 Maret 2012, jam 19:15
59
maka di akhirat akan ditagih.97
Sistem jual beli yang tidak ditentukan berapa harga suatu barang
termasuk jual beli yang tidak sah dan dilarang, karena hal itu tidak memenuhi
syarat dan rukun jual beli sebagaimana telah disepakati oleh para ulam.
Untuk itu perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Jual Beli yang Dilarang dan Tidak Sah
a. Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi,
berhala, bangkai dan khamar, Rasulullah SAW. bersabda:
قتبة حدثنا اللیث عن یزید ابى حبیب عن عطأ ابى رباح حدثنا م قال ان اهللا ورسولھ حرم .عن جابررضي اهللا رسول اهللا ص
٩٨بیع الخمروالمیتة والخنزیرواالصنام
Artinya: Dari Jabir RA, Rasulullah SAW. bersabda; sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi dan berhala" (Riwayat Bukhari dan Muslim).
b. Jual beli sesuatu yang tidak ada. Para ulama fiqh sepakat menyatakan
jual beli seperti ini tidak sah/batil. Misalnya, memperjual belikan
buah-buahan yang putiknya pun belum muncul di pohonnya sekalipun
di perut ibunya telah ada.99
c. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya, jual
beli seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak
tampak.
d. Jual beli dengan muhaqalah, haqalah mempunyai arti tanah, sawah
97Wawancara dengan K.Kasman Ulama, pada tanggal 24 Maret 2012, jam 16:00 98Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih Muslim,
Mesir: Tijariah Kubra, tth, hlm. 354. 99Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, hlm. 122.
60
dan kebun, maksud muhaqalah di sini ialah menjual tanam-tanaman
yang masih di ladang atau di sawah, hal ini dilarang agama, sebab ada
persangkaan riba di dalamnya.
e. Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang
belum pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih
hijau, mangga yang masih kecil-kecil dan yang lainnya. Hal ini
dilarang karena barang tersebut masih samar, dalam artian mungkin
saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang atau yang lainnya,
sebelum diambil oleh si pembelinya.
f. Jual beli dengan mulamasah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh,
misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di
waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti
telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung
tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu
pihak.
g. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar,
seperti seseorang berkata; "lemparkanlah kepadaku apa yang ada
padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku",
setelah terjadi lempar-melempar, maka terjadilah jual beli, hal ini
dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan kabul.
h. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan
buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi
basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo, maka akan merugikan
61
pemilik padi kering. Hal ini dilarang oleh Rasulullah SAW.
i. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan,
menurut Syafi'i penjualan seperti ini mengandung dua arti, yang
pertama seperti seseorang berkata, "kujual buku ini seharga $ 10,-
dengan tunai atau $ 15,- dengan cara hutang". Arti kedua ialah seperti
seseorang berkata, "aku jual buku ini padamu dengan syarat kamu
harus menjual tasmu padaku".
j. Jual beli dengan syarat (iwadh majhul), jual beli seperti ini, hampir
sama dengan jual beli dengan menentukan dua harga, hanya saja di
sini dianggap sebagai syarat, seperti seseorang berkata, "aku jual
rumahku yang jelek ini kepadamu dengan syarat kamu mau menjual
mobilmu padaku", lebih jelasnya jual beli ini sama dengan jual beli
dengan dua harga arti yang kedua menurut al-Syafi'i.
k. Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga kemungkinan
adanya penipuan, seperti penjualan ikan yang masih di kolam atau
menjual kacang tanah yang atasnya kelihatan bagus tapi di bawahnya
jelek. Penjualan seperti ini dilarang.
2. Jual beli Barang yang Dilarang, Tetapi Sah
Ada beberapa macam jual beli yang dilarang oleh agama tetapi sah
hukumnya, namun orang yang melakukannya mendapat dosa. Jual beli
tersebut antara lain:
a. Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar, untuk
membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya,
62
sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga
yang setinggi-tingginya. Perbuatan ini sering terjadi di pasar-pasar
yang berlokasi di daerah perbatasan antara kota dan kampung. Akan
tetapi apabila orang kampung sudah mengetahui harga pasaran, jual
beli seperti ini tidak apa-apa.
b. Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain, seperti
seseorang berkata, "tolaklah harga tawarannya itu, nanti aku yang
membeli dengan harga yang lebih mahal". Hal ini dilarang karena akan
menyakitkan orang lain.
c. Jual beli dengan Najasyi, ialah seseorang menambah atau melebihi.
harga temannya, dengan maksud memancing-mancing orang, agar
orang itu mau membeli barang kawannya, hal ini dilarang agama.
d. Menjual di atas penjualan orang lain, umpamanya seseorang berkata:
"Kembalikan saja barang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja
kau beli dengan harga yang lebih murah dari itu.100
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi
hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan
batal menurut hukum; dari segi obyek jual beli; dan dari segi pelaku jual beli.
Merugikan dan menghancurkan harta benda seseorang tidak
diperbolehkan, seperti yang dijelaskan oleh Muhammad Syarbini Khatib
bahwa penjualan bawang merah dan wortel serta yang lainnya yang berada di
dalam tanah adalah batal, sebab hal tersebut adalah perbuatan gharar.101
100Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 82. 101Ibid., hlm. 76-77
63
Ditinjau dari segi pelaku akad (subyek) jual beli terbagi tiga bagian,
dengan lisan, dengan perantara dan dengan perbuatan. Akad jual beli yang
dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang,
bagi orang bisu diganti dengan isyarat, isyarat merupakan pembawaan alami
dalam menampakkan kehendak, yang dipandang dalam akad adalah maksud
atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan pernyataan.102
Apabila memperhatikan landasan dari jual beli, maka jual beli
dibenarkan oleh al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma umat. Landasan Qur’aninya,
firman Allah:
)٢٧٥: البقرة...( وأحل اللھ البیع وحرم الربا... Artinya: Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (al-
Baqarah: 275)103 Landasan sunnahnya sabda Rasulullah SAW.
ي صلى اهللا علیھ وسلم سئل اى الكسب عن رفاعة ابن رافع ان النبرواه البزار وصححة (عمل الرجل بیده وكل بیع مبرور : اطیب؟ قال
١٠٤ )الحاكمArtinya: Dari Rifa’ah bin Rafi’ r.a. (katanya): Sesungguhnya Nabi
Muhammad SAW. pernah ditanyai, manakah usaha yang paling baik? beliau menjawab : ialah amal usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua jual beli yang bersih. (HR. al-Bazzar, dan dinilai Shahih oleh al-Hakim).
Landasan ijmanya, para ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan
dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan
102Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, tth, Juz III, hlm. 127 103Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Depag RI: Surabaya, 1980, hlm. 69. 104Sayyid al-Imam Muhammad Ibn Ismail al-Kahlani Al-San’ani, Subul al-Salam, Kairo:
Juz III, Dâr Ikhya’ al-Turas al-Islami, 1960, hlm. 4
64
dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang
milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya
yang sesuai.105
Jual beli itu dihalalkan, dibenarkan agama, asal memenuhi syarat-
syarat yang diperlukan. Demikian hukum ini disepakati para ahli ijma (ulama’
Mujtahidin) tak ada khilaf padanya. Memang dengan tegas-tegas al-Qur’an
menerangkan bahwa menjual itu halal; sedang riba diharamkan.106 Sejalan
dengan itu dalam jual beli ada persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya
menyangkut barang yang dijadikan objek jual beli yaitu barang yang
diakadkan harus ada ditangan si penjual, artinya barang itu ada di tempat,
diketahui dan dapat dilihat pembeli pada waktu akad itu terjadi. Hal ini
sebagaimana dinyatakan Sayyid Sabiq bahwa syarat barang yang diakadkan
ada enam yaitu (1) bersihnya barang. (2) dapat dimanfaatkan. (3) milik orang
yang melakukan akad. (4) mampu menyerahkannya. (5) mengetahui. (6)
barang yang diakadkan ada di tangan.107
Dalam kaitan ini, Ibnu Rusyd menjelaskan, barang-barang yang
diperjualbelikan itu ada dua macam: pertama, barang yang benar-benar sudah
jadi barang sehingga diketahui sifat dan wujudnya. Kedua, barang yang
belum jadi barang atau belum dibuat sehingga belum bisa diketahui sifat dan
wujudnya. Menurut Imam Malik dibolehkan jual beli barang yang belum jadi
barang atau belum dibuat, namun harus bisa diketahui lebih dahulu sifat
105Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2001, hlm. 75. 106T.M Hasbi ash-Shiddiqi, Hukum-hukum Fiqh Islam, Tinjauan Antar Mazhab,
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001, Cet ke-2, hlm. 328. 107Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 150.
65
wujudnya oleh pembeli. Menurut Abu Hanifah dibolehkan jual beli barang
yang belum jadi barang atau belum dibuat, dan belum bisa diketahui lebih
dahulu sifat wujudnya oleh pembeli.108
Pandangan kedua ulama tersebut (Imam Malik dan Abu Hanifah)
berbeda dengan pandangan Imam al-Syafi'i yang tidak membolehkan jual beli
barang yang tidak tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu
terjadi.109
Dari pendapat para imam maka tampaknya lebih tepat pendapat atau
tanggapan ulama yaitu menurut K.H. Abdullah bahwa jual beli seperti itu
mengandung tipu muslihat karena membohongi dan mungkin membuat
kecewa pembeli.110 Alasan dikatakan lebih tepat karena pendapat ini sesuai
dengan pandangan Imam al-Syafi'i.
Menurut Abu Bakr al-Jazairi, seorang muslim tidak boleh menjual
sesuatu yang tidak ada padanya atau sesuatu yang belum dimilikinya, karena
hal tersebut menyakiti pembeli yang tidak mendapatkan barang yang
dimilikinya.111
Dalam kaitan ini Ibnu Rusyd menjelaskan, barang-barang yang
diperjual belikan itu ada dua macam: pertama, barang yang benar-benar ada
dan dapat dilihat, ini tidak ada perbedaan pendapat. Kedua, barang yang tidak
hadir (gaib) atau tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi,
108Ibnu Rusyd, Bidâyah al Mujtahid Wa Nihâyah al Muqtasid, Juz II, Beirut: Dâr Al-Jiil,
1409 H/1989, hlm. 116 – 117. 109Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. 3, Beirut: Dâr
al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 40. 110Wawancara dengan K.H. Abdullah (ulama NU), tanggal 5 Januari 2009 111Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim: Kitab Aqa'id wa Adab wa Ahlaq wa
Ibadah wa Mua'amalah, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, 2004, hlm. 297.
66
maka untuk hal ini terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Menurut
Imam Malik dibolehkan jual beli barang yang tidak hadir (gaib) atau tidak
dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi, demikian pula pendapat
Abu Hanifah. Namun demikian dalam pandangan Malik bahwa barang itu
harus disebutkan sifatnya, sedangkan dalam pandangan Abu Hanifah tidak
menyebutkan sifatnya pun boleh.112
Kemudian si pembeli dibolehkan melakukan khiyar (pilihan) sesudah
meihatnya. Jika suka, ia boleh meneruskan pembeliannya. Dan jika tidak
suka, ia boleh menolaknya. Begitu pula pendapatnya terhadap barang yang
dijual berdasarkan sifat-sifat tertentu dengan syarat dilakukan khiyar ru'yah
(pilihan sesudah melihat) meskipun barang tersebut ternyata sesuai dengan
sifat-sifat yang disebutkan itu.
Menurut Malik, jika barang tersebut ternyata sesuai dengan sifat-
sifatnya, maka jual beli itu terjadi. Sedang Syafi'i berpendapat bahwa jual beli
pada dua keadaan tersebut sama sekali tidak dibolehkan. Diriwayatkan dalam
mazhab Maliki bahwa menjual barang yang gaib tanpa menyebutkan sifat-
sifatnya dengan syarat dilakukan khiyar ru'yah, itu dibolehkan. Pendapat ini
tertuang dalam kitab al-Mudawanah. Tetapi pendapat ini ditentang oleh
Abdul Wahhab. Abdul Wahhab mengatakan, "Pendapat itu berlawanan
dengan dasar-dasar aturan kami."
Silang pendapat ini berangkat dari pertanyaan, apakah minimnya
pengetahuan terhadap kondisi barang dagangan yang disebabkan
112Ibnu Rusyd, Bidâyah al Mujtahid Wa Nihâyah al Muqtasid, Juz II, Beirut: Dâr Al-Jiil,
1409 H/1989, hlm. 116 – 117.
67
ketidakpekaan indera itu masuk dalam kategori "ketidaktahuan yang
berpengaruh terhadap kelangsungan proses jual beli, karena dianggap
penipuan atau itu tidak berpengaruh? Atau hal itu termasuk penipuan yang
dapat dimaafkan?" Syafi'i menganggapnya sebagai penipuan besar. Sedang
Malik menganggapnya sebagai penipuan kecil. Sedangkan Abu Hanifah
berpendapat, jika si pembeli mempunyai 'khiyar ru'yah, berarti tidak ada
penipuan meski ru'yah itu sendiri tidak terjadi.
Menurut Malik, ketidaktahuan yang terkait dengan keadaan sifat
barang berpengaruh pada terjadinya jual beli. Malik berpendapat bahwa sifat-
sifat tersebut berfungsi sebagai ganti penyaksian (penglihatan dengan mata)
karena kegaiban (ketiadaan) barang yang dijual, atau karena adanya kesulitan
dalam membeberkannya dan kekhawatiran akan terjadinya kerusakan jika
pembeberan diulang-ulang. Karena itu, Malik membolehkan penjualan yang
didasarkan atas keterangan sifat-sifatnya. Selanjutnya, ia tidak membolehkan
penjualan pedang dalam sarungnya atau kain yang berlipat hingga dilihat isi
sarungnya atau dibeber lipatannya.
Menurut Sayyid Sabiq, boleh menjualbelikan barang yang pada waktu
dilakukannya akad tidak ada di tempat, dengan syarat kriteria barang tersebut
terperinci dengan jelas. Jika ternyata sesuai dengan informasi, jual beli
menjadi sah, dan jika ternyata berbeda, pihak yang tidak menyaksikan (salah
satu pihak yang melakukan akad) boleh memilih: menerima atau tidak. Tak
ada bedanya dalam hal ini, baik pembeli maupun penjual.113
113Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 155.
68
Pandangan kedua ulama tersebut berbeda dengan pandangan Imam al-
Syafi'i yang tidak membolehkan jual beli barang yang tidak hadir (gaib) atau
tidak dapat dilihat dan tidak ada di tempat akad itu terjadi.
Pendapat Imam al-Syafi'i tersebut dapat dilihat dalam kitabnya al-
Umm:
ا ھ غائب دا ل ل عب ن الرج ل م اع الرج ھ اهللا وإذا ب افعي رحم ال الش قو بذھب دینا لھ على آخر أو غائبة عنھ ببلد فالبی ذلك ل ال وك ع باطل ق
ى ة عل ر بحوال ى اآلخ ھ ویرض باعھ عبدا ودفعھ إلیھ إال أن یدفعھ إلیدھا رجل فإما أن یبیعھ إیاه ویقول خذ ذھبي الغائبة على أنھ إن لم یجفالمشتري ضامن لھا فالبیع باطل ألن ھذا أجل غیر معلوم وبیع بغیر
ا فاشترى منھ مدة ومحوال في ذمة أخرى قال الشافعي ومن أتى حائكھ ده ألن ثوبا على منسجھ قد بقي منھ بعضھ فال خیر فیھ نقده أو لم ینقفة ا وال ص ین یراھ ع ع ذا ال بی وب وھ ال یدري كیف یخرج باقي الث
١١٤مضمونةArtinya: "Apabila seseorang menjual kepada seseorang hambanya yang jauh,
dengan emas sebagai hutang baginya atas orang lain. Atau budak wanita yang jauh dari padanya di suatu negeri. Maka penjualan itu batal. Seperti demikian juga, kalau dijualnya seorang budak dan diserahkannya budak itu kepada si pembeli. Kecuali bahwa diserahkannya budak itu kepadanya dan yang penghabisan ini setuju dengan dipindahkan (di-hawalah-kan) kepada orang lain. Adapun bahwa dijualnya budak itu kepada orang tersebut dan orang itu mengatakan : "Ambillah emas saya yang jauh itu, dengan syarat kalau tidak diperolehnya emas itu, maka si pembeli menjamin baginya. Maka penjualan itu batal. Karena ini adalah tangguhan yang tidak diketahui dan penjualan dengan tidak berwaktu. Dan yang dipindahkan itu dalam tanggungan yang lain. Siapa yang datang sebagai tukang jahit, lalu ia membeli dari orang itu kain pada tenunannya, yang masih tinggal sebahagiannya. Maka tiada kebajikan padanya, ia tunaikan atau tidak ia tunaikan harganya.
114Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. 3, Beirut: Dâr
al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 40.
69
Karena ia tidak tahu, bagaimana ia mengeluarkan sisa kain, dan ini bukan penjualan benda yang dilihatnya dari tiada sifat yang terjamin".
Dengan memperhatikan pendapat-pendapat tersebut, maka penulis
berpendapat bahwa jual beli barang yang tidak ada di tempat bisa dilarang
bisa juga dibolehkan. Dilarang manakala informasi yang diberikan pada
waktu akad berbeda dengan kenyataan setelah suatu barang itu ditunjukkan
sehingga pembeli menjadi kecewa. Jika misalnya dalam praktek terjadi
kondisi yang selalu mengecewakan pembeli maka menurut penulis sebaiknya
jual beli ini dilarang. Jul beli yang hanya mengecewakan pembeli maka jual
beli ini menunjukkan tidak adanya unsur saling meridloi, hal ini jelas bahwa
Islam sangat melarang jual beli yang hanya terpaksa, karena dalam Islam
bahwa jual beli itu harus aling meridlai. Hal in i sebagaimana Hadist Nabi
yang diriwayatkan oleh HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah
وأخرج ابن حبان وابن ماجھ عنھ صلى اللھ علیھ وسلم إنما البیع عن ١١٥ )رواه البیھقى وابن ماجھ(تراض
Artinya: Dan dikeluarkan dari Ibnu Hibban dan Ibnu Majah bahwa Nabi
SAW, sesungguhnya jual-beli harus dipastikan harus saling meridai." (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah).
Akan tetapi manakala dalam praktek sehari-hari misalnya antara
informasi pada waktu akad sesuai dengan realita pada waktu dikemudian hari
barang itu diserahkan maka jual beli yang demikian sebaiknya dibolehkan.
Meskipun mungkin saja penyerahan barang itu sedikit terlambat, namun jika
115Muhammad bin Ismail al-Kahlani as-San'ani, Subul as-Salam, Kairo: Syirkah
Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950, hlm. 4
70
memang ada unsur ketidak sengajaan maka pembeli pun dapat
memakluminya.
الیفترقن : عن ابي ھریرة رضي اهللا عنھ عن النبي صلعم قال ١١٦ اثنان اال عن تراض
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra. dari Nabi SAW. bersabda: janganlah dua
orang yang jual beli berpisah, sebelum saling meridhai" (Riwayat Abu Daud danTirmidzi).
Apabila dihubungkan dengan praktek jual beli saat ini, penulis
melihat bahwa banyak jual barang yang tidak ada di tempat misalnya penjual
hanya menampilkan barang yang sejenis tetapi yang diinginkan pembeli
belum bisa dilihat tetapi kemudian pembeli menyerahkan sejumlah uang
secara tunai. Di kemudian hari setelah barang pesanan pembeli itu
ditunjukkan pada pembeli maka pembeli akan menerima bila sesuai dengan
pesanan. Jika tidak sesuai dengan pesanan pembeli maka pembeli boleh
mengklaim dan membatalkan jual beli itu.
Dalam prakteknya sistem jual beli seperti ini tampaknya sering
disepakati pembeli meskipun di antaranya ada juga pembeli yang kecewa
tetapi kasus kecewanya pembeli terbilang sangat sedikit karena itu tadi yaitu
pembeli bisa mengklaim, dan apabila penjual melakukan kecurangan maka
untuk di era modern ini penjual yang demikian tidak akan bertahan lama dan
harus siap gulung tikar.
Meskipun demikian bahwa dalam prakteknya, jual beli seni ukir di
Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun dapat dikatakan suatu realita yang
116Ibid., hlm. 324.
71
masih bisa diterima oleh para pembeli, karena pembeli menyadari bahwa
barang seni ukir hasil karya Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun
mempunyai kualitas yang baik dengan mode atau model yang selalu
mengikuti perkembangan pasar serta selera konsumen. Karena itu jarang
sekali konsumen yang melakukan klaim atas penundaan jadinya barang seni
ukir tersebut. Dengan kata lain, konsumen merasa puas dengan hasilnya
meskipun ada pula beberapa kelemahan, khususnya sering terjadinya
keterlambatan pesanan barang yang dijanjikan, namun pembeli dapat
memaklumi karena masih dalam batas yang bisa dimengerti dan ditolerir
semua pihak.
B. Analisis Hukum Islam terhadap Istinbath Hukum Jual Beli Hasil
Budidaya Ikan Tambak Dengan Penundahan Pennetuan Harga
Untuk mengetahui hokum jual beli hasil budidaya ikan tambak dengan
penundahan penentuan harga di Desa Waruk perlu kiranya dikemukakan hasil
penelitian lapangan yang telah dilakukan. Bahwa menurut Kyai/ulama yaitu
K.Hasan Qomari bahwa jual beli dengan penundahan penentuan harga adalah
tidak diperkenankan seperti yang terjadi selam ini di Desa Waruk, karena hal
itu mengandung tipu muslihat, karena membohongi dan mungkin membuat
kecewa pembeli.117
Pendapat tersebut juga di dukung oleh K Kasman dia mengatakan
117Wawancara dengan K.Hasan Qomari (ulama NU), tanggal 26 Maret 2012
72
bahwa persoalan jual beli semacam itu dianggap sebagai jual beli yang haram
mutlak. Artinya apapun alasanya penjual tetap berdosa karena itu menurut
Kyai tersebut kalau memang ada perjanjian jual beli ikan antara petani tambak
dengan pembeli, kemudian petaninya tidak mampu memenuhi kesepakatan
perjanjian maka sebaiknya petani tidak boleh diperlakukan tidak adil dengan
cara hasil pertanian tambaknya dibeli dengan tanpa menentukan harganya.118
Bapak K. Hasan Qomari dan K. Kasman dalam menentukan hukum
jual beli ikan dengan penundahan penentuan harga sampai jual beli terlaksana,
ada pihak ketiga. Ulama ini pada prinsipnya menggunakan istimbat pada hadis
Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Yahya bin
Yahya ath-Tamimiy, sebagai berikut :
ت ال قل ن عمرق ن اب افع ع حدثنا یحیى بن یحیى التمیمي عن نھ ا أبیع دي م یس عن ع ل ألني البی یا رسول اللھ یأتیني الرجل یس
١١٩)رواه مسلم(بع ما لیس عندك فقال لا ت Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Yahya ath-
Tamimiy dari Nafi' dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah Saw telah bersabda: datang seorang laki-laki yang menanyakan tentang jual beli yang tidak ada padanya pada waktu menjual, kemudian Rasulullah menjawab: janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak ada padamu. (HR. Muslim).
Hadis tersebut sebenarnya secara teks menerangkan tentang jual beli
barang yang tidak diketahui jenisnya, ukurannya dan bentuknya, sehingga
menjadi objek jual beli mejadi kabur/tidak jelas. Penelitian tidak adanya objek
118Wawancara dengan K. kasman (ulama NU) tanggal 26 Maret 2012 119Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi,, hadis No. 1087
dalam CD program Mausu'ah Hadis al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company).
73
jual beli yang jelas tersebut juga mengandung makna adanya ketidak jelasan
dalam menentukan harga barang yang dijual belikan, sehingga menurut
mereka hal itu termasuk jual beli yang dilarang.
Pendapat diatas berbeda dengan kyai Mohammad Makrus, dia
mengatakan bahwa hal yang terpenting dalam muamalah adalah saling ridha,
saling merelakan satu dengan lainnya, antara penjual dan pembeli saling
ikhlas, artinya penjual mau melepaskan barang yang akan dibeli dan pembeli
siap membeli barang dan membayar barang tersebut sesuai dengan keinginan
penjual. Dalam menentukan hokum jual beli yang demikian ini beliau
mendasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
ا لم إنم ھ وس ھ علی لى الل ھ ص ھ عن ن ماج وأخرج ابن حبان واب ١٢٠) رواه البیھقى وابن ماجھ(البیع عن تراض
Artinya: Dan dikeluarkan dari Ibnu Hibban dan Ibnu Majah bahwa Nabi
SAW, sesungguhnya jual-beli harus dipastikan harus saling meridai." (HR. Baihaqi dan Ibnu Majjah).
Dengan melihat dasar hukum yang digunakan ulama/kyai di Desa
Waruk tersebut di atas yaitu K. Kasman, menulis setuju dengan pengambilan
dalil-dalil yang dipakai tersebut. Alasannya hadis tersebut sudah jelas isinya.
Sedangkan hadis yang digunakan ulama Kyai Mohammad Makrus itu sifatnya
umum sehingga tidak tepat dijadikan sandaran hukum untuk menyikapi tradisi
jual beli hasil budidaya ikan tambak, dimanan harganya, jual belinya ditunda
hingga barang tersebut terjual kepada pihak ketiga di Desa Waruk Kec.
120Ibid., Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, hadis No.
1087
74
Karangbinangun Kab. Lamongan.
Untuk menentukan kriteria atau kualitas hadis yang digunakan
ulama/kyai tersebut di atas, maka dapat dilakukan melalui metode takhrij.
Secara etimologis, takhrij berasal dari kharraja yang berarti tampak
atau jelas.121 Dapat juga berarti mengeluarkan sesuatu dari sesuatu tempat.122
Sedangkan secara terminologi, takhrij adalah menunjukkan tempat hadis pada
sumber aslinya yang mengeluarkan hadis tersebut dengan sanadnya dan
menjelaskan derajatnya ketika diperlukan.123
Dapat juga dikatakan, takhrij berarti mengembalikan (menelusuri
kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di dalam berbagai kitab yang
tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan
pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dan segi Shahih atau Dha'if,
ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada
padanya, atau hanya sekedar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal
(sumbernya).124
Al-Thahhan sebagaimana dikutip Nawir Yuslem setelah menyebutkan
beberapa macam pengertian takhrij di kalangan Ulama Hadis,
menyimpulkannya sebagai berikut: takhrij yaitu menunjukkan atau
mengemukakan letak asal Hadist pada sumber-sumbernya yang asli yang
didalamnya dikemukakan Hadist itu secara lengkap dengan sanad-nya masing-
121Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, Metode Takhrij Hadits, Alih bahasa: Said Agil Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Semarang: Dina Utama, 1994, hlm. 2.
122T.M. Hasbi al-Shiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1990, hlm. 194.
123Syeikh Manna' al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, Terj. Mifdhol Abdurrahman, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005, hlm. 189.
124 Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001, hlm. 393.
75
masing, kemudian, manakala .diperlukan, dijelaskan kualitas Hadist yang
bersangkutan.
Yang dimaksud dengan menunjukkan letak hadis dalam definisi di
atas, adalah menyebutkan berbagai kitab yang di dalamnya terdapat Hadis
tersebut. Seperti, Hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari di dalam kitab
Shahih-nya, atau oleh Al-Thabrani di dalam Mu'jam-nya, atau oleh Al-Thabari
di dalam Tafsir-nya, atau kitab-kitab sejenis yang memuat Hadis tersebut.125
Dalam hubungannya dengan jual beli barang yang tidak ada di tempat,
ulama NU dan ulama dari pesantren (kyai pesantren) menggunakan dasar
istinbat hukum yaitu: hadis riwayat Muslim dari Yahya bin Yahya ath-
Tamimiy dari Nafi'. Atas dasar ini, maka penulis mentahrij hadis di atas
dengan menempuh prosedur sebagai berikut:
1. Jalur Muslim
a. Tokoh ini lahir pada 204 H. Keramahannya kepada orang lain telah
membuat dirinya sebagai seorang pedagang yang sukses. Ia dikenal
sebagai dermawan Naisabur. Seperti pada umumnya ulama lain, ia
belajar semenjak kecil, tahun 218 H. Pelajaran dimulai dari kampung
halamannya di hadapan para Syeikh di sana. Hampir semua negeri pusat
kajian hadis tidak luput dari persinggahannya, seperti, Irak (Bagdad),
Hijaz, Mesir, Syam, dan lain-lain. Imam Muslim wafat pada 26 Rajab
261 H) di dekat Naisabur. Banyak ulama ditemui untuk periwayatan
hadis, seperti Imam Ahmad ibn Hanbal, Ishaq ibn Rahawaih (guru al-
125Ibid, hlm. 394.
76
Bukhari juga) dan lain-lain. Di antara mereka al-Bukhari lah yang paling
berpengaruh terhadap dirinya dalam metodologi penelitian hadisnya.
Demikian juga. Imam Muslim mempunyai banyak murid terkenal,
seperti. Imam al-Turmudzi, Ibn Khuzaimah, Abdurrahman ibn Abi
Hatim.
Kitab Shahih Muslim
Ada lebih dari dua puluh buku telah ditulis oleh Imam Muslim.
Yang terkenal adalah Shahih Muslim itu sendiri, nama singkat dari judul
aslinya. Di dalam kitabnya ini termuat 3.030 hadis (tidak termasuk di
dalamnya yang ditulis berulang-ulang). Jumlah hadis seluruhnya ada
lebih kurang 10.000 buah.
Dengan sebutan Shahih Muslim, penulisnya bermaksud
menjamin bahwa semua hadis yang terkandung di dalamnya shahih.
Menurut penelitian para ulama, persyaratan yang ditetapkan Imam
Muslim bagi shahihnya suatu hadis pada dasarnya sama dengan
persyaratan yang ditetapkan oleh Al-Bukhari. Ibnu Shalah mengatakan
bahwa persyaratan Muslim dalam kitab shahihnya adalah:
1. Hadis itu bersambung sanadnya,
2. Diriwayatkan oleh orang kepercayaan (tsiqat), dari generasi
permulaan hingga akhir,
3. Terhindar dari syudzudz dan 'illat.
Persyaratan ini pun dipergunakan oleh Imam al-Bukhari. Hanya,
apa yang dimaksud dengan "bersambung sanadnya", ada sedikit
77
perbedaan antara kedua tokoh ini.126
b. Yahya bin Yahya ath-Tamimiy
Disebutkan oleh al-Asqalani bahwa ia hanya meriwayatkan hadis
kepada A'masy, dan menerima hadis dari Ibn 'Abbas, itu pun hanya
tentang kisah wafatnya Ali ibn Abi Thalib. Agaknya, bukan ini orang
yang dimaksud dalam sanad. Yang tepat adalah Yahya bin Yahya ath-
Tamimiy. Tidak ada informasi dari al-Asqalani, kapan ia lahir dan kapan
pula ia wafat. Beberapa shahabat disebut oleh al-Asqalani sebagai
penyalur hadis kepadanya, termasuk Abu Sa'id al-Khudri. 'Ummarah ibn
Ghaziyyah juga disebut sebagai salah seorang penerima hadis dari
Yahya ini. Dengan demikian persambungan sanad ke atas dan ke bawah
telah terjadi.
Tidak banyak komentar ulama terhadap tokoh ini. Ibn Ishaq, al-
Nasa'i dan Ibn Kharrasy memujinya kendati tidak luar biasa dengan nilai
tsiqah, begitu juga Ibn Hibban. Komentar lain tidak ada. Maka, tidak
ada pertentangan antara penilaian 'adil dan cacatnya. Dengan demikian,
hadisnya tergolong shahih.
c. Nafi'
Nama lengkapnya adalah Nafi' Abu 'Abd Allah al-Madani, dan
dia adalah Mawla Ibn 'Umar. Masa hidupnya. Dia meninggal dunia
pada tahun 117 H. Abu Ubaid mengatakan bahwa Nafi' meninggal pada
tahun 119 H, dan pendapat ini didukung oleh Ibn 'Uyaynah dan Ahmad
126Muh Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta: tiara Wacana
Yogya, 2003, hlm. 171-172.
78
ibn Hanbal. Pendapat lain mengatakan, dan didukung oleh Abu 'Umar
al-Thorir, .bahwa Nafi' meninggal pada tahun 120 H. Berkata Ahmad
ibn Shalih al-Miishri, bahwa Nafi' adalah seorang hafiz, jelas
keadaannya, dan dia lebih tua dari Ikrimah di kalangan penduduk
Madinah. Menurut Al-Khalil, Nafi' adalah salah seorang imam dari
Tabi'in di kota Madinah. Dari segi ilmu, telah disepakati bahwa riwayat
adalah Shahih, dari tidak didapati adanya kesalahan dalam seluruh
riwayatnya.
Gurunya. Nafi' berguru dan menerima Hadis dari sejumlah
ulama', di antaranya 'Abd Allah ibn 'Umar sebagai maualanya, Abu
Hurairah, Abu Lubabah ibn Abd al-Mundzir, Abu.Sa'id al-Khudri,
Aisyah dan lainnya.
Pernyataan para kritikus hadis tentang diri Nafi', di antaranya:
1. Ibn Sa'd mengatakan, bahwa Nafi' adalah seorang yang tsiqat dan
banyak meriwayatkan hadis. Al-Bukhari mengatakan, bahwa Ashahh
al-Asaniid adalah Malik dari Nafi' Ibnu Umar.
2. Berkata Basyar ibn 'Amr dari Malik, "Apabila aku mendengar sebuah
hasdis dari Nafi ibnu Umar, maka aku tidak perlu mendengarkannya
lagi dari yang lainnya"
3. Al-'Ajali Madini, Ibu Kharasy, dan al-Nasa'i mengatakan bahwa Nafi'
adalah seorang yang tsiqat
Para kritikus Hadis menyatakan bahwa Nafi' adalah seorang yang
tsiqat, bagian dari ashahh al-asanid (yaitu Malik dari Nafi' dari Ibn
79
'Umar), maka dengan demikian pernyataan Nafi' bahwa dia telah
menerima riwayat Hadis dari 'Abd Allah ibn 'Umar dapat dipercaya; dan
karenanya dapat kita katakan bahwa sanad antara dia dengan Ibn 'Umar
adalah bersambung.127
Setelah menelaah sanad hadis, maka kriteria kesahihan sanad hadis
yaitu di antara syarat qabul (diterimanya) suatu hadis adalah berhubungan
erat dengan sanad hadis tersebut yaitu (1) Sanad-nya bersambung; (2)
bersifat adil; (3) dhabit.128
Adapun kriteria kesahihan matan hadis dapat dijelaskan sebagai
berikut: kriteria kesahihan matan hadis menurut muhadditsin tampaknya
beragam. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan latar
belakang, keahlian alat bantu, dan persoalan, serta masyarakat yang
dihadapi oleh mereka. Salah satu versi tentang kriteria kesahihan matan
hadis adalah seperti yang dikemukakan oleh Al-Khatib Al-Bagdadi (w.
463 H/1072 M) bahwa suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbul
(diterima) sebagai matan hadis yang sahih apabila memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:129
1. Tidak bertentangan dengan akal sehat,
2. Tidak bertentangan dengan hukum Al-Qur'an yang telah muhkam
(ketentuan hukum yang telah tetap),
3. Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir,
127Nawir Yuslem, op.cit., hlm. 429. 128Ibid.,, hlm. 160. 129Bustamin dan M. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: PT Raja Grapindo
Persada, 2004, hlm. 62.
80
4. Tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan
ulama masa lalu (ulama salaf),
5. Tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti, dan
6. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas kesahihannya
lebih kuat.130
Tolok ukur yang dikemukakan di atas, hendaknya tidak satupun matan
hadis yang bertentangan dengannya. Sekiranya ada, maka matan hadis
tersebut tidak dapat dikatakan matan hadis yang sahih.
Ibn Al-Jawzi (w. 597 H/1210 M) memberikan tolok ukur kesahihan
matan secara singkat, yaitu setiap hadis yang bertentangan dengan akal
ataupun berlawanan dengan ketentuan pokok agama, pasti hadis tersebut
tergolong hadis mawdhu', karena Nabi Muhammad Saw. tidak mungkin
menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat, demikian pula
terhadap ketentuan pokok agama, seperti menyangkut aqidah dan ibadah.131
Salah Al-Din Al-Adabi mengambil jalan tengah dari dua pendapat di
atas, ia mengatakan bahwa kriteria kesahihan matan ada empat:
1. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur'an,
2. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat,
3. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, sejarah, dan
4. Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Kalau disimpulkan, definisi kesahihan matan hadis menurut mereka,
adalah sebagai berikut: pertama, sanadnya sahih (penentuan kesahihan sanad
130M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, hlm. 126.
131Bustamin dan M. Isa Salam, op.cit., hlm. 63.
81
hadis didahului dengan kegiatan takhrij al-hadits dan dilanjutkan dengan
kegiatan penelitian sanad hadis), kedua, tidak bertentangan dengan hadis
mutawatir atau hadis ahad yang sahih, ketiga, tidak bertentangan dengan
petunjuk Al-Qur'an, keempat, sejalan dengan alur akal sehat, kelima, tidak
bertentangan dengan sejarah, dan keenam, susunan pernyataannya
menunjukkan ciri-ciri kenabian. Definisi kesahihan matan hadis di atas
sekaligus menjadi langkah-langkah penelitian matan hadis.132
Apabila memperhatikan kriteria kesahihan matan hadis seperti telah
diterangkan di atas, maka matan hadis yang dijadikan istinbat hukum oleh
ulama NU dan ulama pesantren tidak bertentangan dengan kriteria yang
diajukan oleh Salah Al-Din Al-Adabi. Matan hadis juga tidak bertentangan
dengan Al-Qur’an. Kriteria kesahihan matan yang dijelaskan Salah Al-Din
Al-Adabi di atas adalah kriteria yang umum untuk digunakan pada sanad hadis
manapun. Dalam hal ini penulis akan mencoba untuk menerapkannya untuk
mengkaji kesahihan matan hadis yang digunakan oleh ulama Nu dan ulama
pesantren
Matan hadis yang digunakan sebagai istinbat hukum oleh ulama Nu
dan ulama pesantren, tidak mengalami pertentangan jika diukur dari parameter
akal (rasio) karena Nabi Saw memerintahkan sesuatu hal yang bisa diterima
oleh akal pikiran manusia.
Disamping itu, tidak ada nas Al-Qur’an maupun hadis yang isinya
bertentangan dengan matan hadis di atas, sehingga hadis tersebut dijadikan
132Ibid, hlm. 63 – 64.
82
pedoman oleh ulama Nu dan ulama pesantren. Dengan demikian hadis yang
dijadikan istinbat hukum ulama Nu dan ulama pesantren masuk dalam kriteria
hadis sahih.
Dari sudut konteks jual beli saat ini maka apabila dihubungkan dengan
praktek jual beli di era modern dan globalisasi ini, penulis melihat bahwa
banyak jual barang yang tidak ada di tempat misalnya penjual hanya
menampilkan barang yang sejenis tetapi yang diinginkan pembeli belum bisa
dilihat tetapi kemudian pembeli menyerahkan sejumlah uang secara tunai. Di
kemudian hari setelah barang pesanan pembeli itu ditunjukkan pada pembeli
maka pembeli akan menerima bila sesuai dengan pesanan. Jika tidak sesuai
dengan pesanan pembeli maka pembeli boleh mengklaim dan membatalkan
jual beli itu.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan memperhatikan uraian bab pertama sampai bab kelima, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Praktek jual beli ikan hasil budidaya ikan tambak di Desa Waruk Kec.
Karangbinangun Kab. Lamongan di lakukan dengan cara para pedagang
datang ke lokasi dimana masyarakat petani tambaksedang panen ikan,
kemudian ikannya dibeli dengan terlebih dahulu dipilah-pilah sesuai
dengan jenis ikan dan besar-kecilnya ikan, kemudian ikan ditimbang
bersama-sama, setelah itu ikan di bawah oleh pembeli untuk dijual kepada
pihak ketiga, setelah itu ikan terjual baru kemudian pembeli menentukan
harga terhadap petani tambak.
2. Dalam pandangan hukum islam jual beli ikan di desa Waruk itu
diperbolehkan karena tidak ada yang merasa dirugikan oleh penjual dan
pembeli, mereka saling merelakan satu sama lain dalam jual beli tersebut
tidak ada unsur-unsur syarat-syarat dan rukun jual beli. Sedangkan
menurut hukum Islam yang dipakai ulama Desa Waruk Kecamatan
Karangbinangun Kabupaten Lamongan dalam menentukan hukum jual
beli dengan penundahan penentuan harga ikan hasil budidaya ikan tambak
di dasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang melarang jual beli
terhadap barang yang tidak jelas dan tidak dapat digunakan oleh semua
84
orang, karena barang tersebut tidak kelihatan atau tidak ada kejelasannya,
hadis ini didasarkan pada hadis Nabi yang menyatakan keutamaan
keabsahan jual beli itu di dasarkan pada saling merelakan.
B. Saran-saran
Apabila jual beli hasil budidaya ikan tambak, masyarakat Desa Waruk
ingin tetap mengikuti apa yang tertera di dalam masyarakat tersebut sehingga
tidak ada persaingan dengan penjual ikan yang ada di daerah lain. Hasilnya
akan mengagumkan, harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan, karena jual
beli ikan itu kebutuhan oleh semua masyarakat Desa Waruk. Hendaknya para
penjual ikan hasil budidaya ikan tambak mentaati apa yang sudah di
syari’atkan islam karena jika ingin jual beli itu berkah maka harus menjauhi
unsur-unsur yang dapat merusak sahnya jual beli. Berdasarkan hal tersebut,
hendaknya para masyarakat di Desa Waruk Kecamatan Karangbinangun
Kabupaten Lamongan bias melaksanakan dengan baik karena jual beli yang
sah itu sesuai dengan syari’at islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mahdi, Abu Muhammad bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi. Metode Takhrij Hadis, Ali bahasa, Said Agil Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Semarang, Dinau Utama, 1994
Abi Abdullah, Al-Imam Muhammad ibn Idris al-SYafi’I, Al-Umm, Juz 3, Beirut, Dar al-Kutub, al-Imah tth
Abu Zahra, Muhammad, Ushul Fiqh, Cairo, dar al-Fikr al-A’rabi, 1958
al-Imam, Sayyid Muhammad ibn Ismail al-Kahlani Al-San’ani, Subul al-Salam, Kairo, Juz III, Dar Ikhya’ al-Turas al-Islami, 1960
Alimin, Muhammad, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta, BPFE, 2004
Al-jaziri, Abd Arrahman, Kitab Al-Fiqih Ala Al-Mazahib Al-Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1972, juz III
Al-Rahman al-Jaziri, Abd, Kitab al-Fiqh a’ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiah, tth
Anshori, Abdul Ghofur, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, Yogyakarta, Pilar Media, 2006
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek ), Jakarta: PT . Rineka cipta,1998
Basyir, Ahamad Azhar, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Yogyakarta, UII Press, 2000
Bustami dan M. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2004
Effendi, Satria M. zein , Ushul Fiqh , jakarata : prenada media ,2005
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research , jilid 1Yogyakarta : Andi, 2002
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000
Hasbi, T.M ash-shiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Semarang, Pustak Rizki Putra, 1990
___________, Hukum-hukum fiqh islam, tinjauan antar mazhab, semarang: PT Pustaka rizki putra,2001,Cet ke-2
Hasil Wawancara dengan Bapak Abdul Shomad M Hum, selaku Kepala Desa Waruk, wawancara dilakukan pada tanggal 25 Maret 2012
Ismail, M. Syuhudi, Metodelogi Penelitian Hadis, Jakarta, Bulan Bintang, 1992
Ismail, Muhammad bin al-Kahlani as-San’ani, Subul as-Salam, Jilid III, Kairo, Syirkah Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950
Jabir al-Jaziri, Abu Bakar, Minhaj al-Muslim, Kitab Aqa’id wa Adab wa Ahlaq wa Ibadah wa Mua’amalah, kairo, Maktabah Dar al-Turas, 2004
Khalaf, Abd al-Wahhab, Ilm Usul al-Fiqh, Kuwait, Dar al-Qalam, 1978
Koto, Alaiddin, ILmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004
Manna’, Syekh al-Qathhan, Pengantar studi Ilmu Hadis, terjemahan Mifdhol Abdurrahman, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2005
Moelong, Lexi J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2000
Mohammad, Syekh ibn qasim al-ghazzi,fath al-qorib al-mujib,Dar Al-Ihya Al-Kitab, Al-Arabiyah,Indonesia,tth
Muchtar, Kamal, Ushul Fiqh, Jilid 1, Yogyakarta, PT Dana Bhakti Wakaf, 1995
Muhammad, al-jamal Ibrahim, Fiqh Al-Mar’ah Al-Muslimah, terj. Anshori Umar Sitanggal, ” Fiqih Wanita”,semarang:CV Asy-syifa,1986
Muna, Fauzul, Studi Analisis Pendapat Imam Syafi’i tentang hukum jual beli anjing dalam kitab al-umm,(Tidak di publikasikan . skripsi IAIN Walisongo,2003 )
Nawawi, Hadari ,metode penelitihan bidang sosial ,Yogyakarta : Gajah mada University press , 1991
Nurjannah, Tati, studi analisis pendapat sayyid sabiq tentang jual beli jizaf , (tidak dipublikasikan , skripsi IAIN Walisongo , 2002
Rusyd, Ibnu, Bidayah al Mujtahid Wa Nihaya al Muqtasid , juz II , Beirut: Dar Al-jilid , 1409 H/1989
Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Kairo, Maktabah, Dar al-Turas, tth, Juz III
Syafe’I, Rachmat , Fiqih Muamalah , bandung: CV .Pustaka setia,2001
_______, Fiqih Muamalah, Bandung, Pustaka Setia, 2004
Sawidi, Studi Analisis pendapat imam nawawi tentang syarat manfaat benda yang di perjualbelikan , (tidak di publikasikan .skripsi IAIN Walisongo , 2003
Sholikhin, Slamet, persepsi ulama terhadap jual beli kodok di purwodadi kabupaten grobogan,(Tidak di publikasikan. Skripsi IAIN Walisongo, 2003)
Suhendi, Fiqqh Muamalah, Membahas Ekonomi Islam, Jakarata, PT Raja Grafindo Persada, 2002
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003
Sunggono, Bambang ,Metodologi Penelitihan Hukum ,Jakarta :PT Raja grafindo persada ,2007
Surahmad, Winarso ,pengantar penelitian-penelitian ilmiah, Dasar Metode Teknik ,Edisi 7, Bandung : Tarsio ,1989
Syarifuddin, Amir, Garis-garis besar Fiah, Jakarta, Kencana, 2003
Taqi al-Din, Imam Abu Bakr ibn Muhammad al-Hussaini, Kifayah al Akhyar, Beirut: Dar al- kutub al-ilmiah,tth,juz I
Wignyodiputro, Surojo, pengantar ilmu hukum ,Jakarta:Gunung Agung ,1983,Cet ke-3
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Pentafsir al-Qur’an dan Terjemahnya, Depag RI, Surabaya, 1980
Yuslem, Nawir, Ulumul HAdis, Jakarta, Mutiara Sumber Widya, 2001
Zainuddin, Syekh bin abd al-aziz al-malibari, fath al-mu’in bi sarkh qurrah al-uyun, Semarang, karya toha putra,1996
Zuhri, Muh, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta, tiara wacana Yogyakarta, 2003.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Moh Nur Abidin
Tempat Tanggal Lahir : Lamongan, 07 Pebruari 1987
Alamat Asal : Desa Waruk RT. 007 RW. 004 Kec. Karangbinangun
Kab. Lamongan
Pendidikan :
SDN Negeri Waruk Lulus tahun 1999
MTsN Negeri Denanyar Jombang Lulus tahun 2002
MA Futuhiyyah Mrangen Demak Lulus tahun 2006
Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang Angkatan 2006
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya untuk
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Semarang,
Moh Nur Abidin