73
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Definisi Diabetes Melitus Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. 2 1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA), 2005, yaitu : 2 a. Diabetes Melitus tipe 1 Diabetes Melitus ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup. b. Diabetes Melitus tipe 2 Diabetes Melitus ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap 28

Tinjauan Pustaka Dm

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laplas

Citation preview

Page 1: Tinjauan Pustaka Dm

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya.2

1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association

(ADA), 2005, yaitu :2

a. Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes Melitus ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang

terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol

adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus,

sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus.

Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

b. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes Melitus ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja

dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat

tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang.

Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi

hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM tipe 2 ini dengan obesitas atau

kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.

c. Diabetes Melitus tipe lain

i. Defek Genetik fungsi sel Beta :

- Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3)

- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

- Kromosom 20, HNF-4α (dahulu MODY 1)

- Kromosom 13, insulin Promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY

- Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)

- Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)

28

Page 2: Tinjauan Pustaka Dm

- DNA Mitochondria, dan lainnya

ii. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A,

leprechaunism, sindrom Rhabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik,

lainnya

iii.Penyakit eksokrin Pankreas : Pankreatitis, trauma/pankreatektomi,

neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro

kalkulus, lainnya

iv. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromotositoma,

hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya

v. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,

glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β edrenergic,

tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya

vi. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya

vii. Imunologi (jarang) : sindrom “Stiff-man”, antibody anti reseptor

insulin lainnya

viii. Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter,

sindrom Turner, sindrom Wolfram’s, Ataksia Friedreich’s, Chorea

Hutington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, Distrofi Miotonik,

Porfiria, Sindrom Prader Willi, lainnya

d. DM Gestasional

Tabel 3.1. Klasifikasi DM 2

1.3 Etiopastofisiologi

Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti,

namun dimungkinkan karena faktor :2,9,10,12

1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi

mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah

29

Page 3: Tinjauan Pustaka Dm

terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada

individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)

tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas

antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini

merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan

normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai

contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu

dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β

pancreas.

2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya

mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan

dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak

terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-

mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,

kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa

menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan

dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh

berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada

membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek

reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal

dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan

sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi

memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Mellitus tipe II

disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non

30

Page 4: Tinjauan Pustaka Dm

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu

kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama

dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa

kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya

DM tipe II, diantaranya adalah:

Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65

tahun)

Obesitas (80% pasien DM tipe 2)

Riwayat keluarga

Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa/produksi

glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam

sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemia

(kadar glukosa darah > 110 mg/dl). Pada pasien DM, kadar glukosa dalam darah

meningkat/tidak terkontrol, akibat rendahnya produk insulin, tubuh tidak dapat

menggunakannya, sehingga sel-sel akan starvasi. Bila kadar meningkat akan

dibuang melalui ginjal yang akan menimbulkan diuresis osmotik yang

meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus sehingga pasien

banyak minum (polidipsi). Karena glukosa terbuang melalui urin maka tubuh

kehilangan banyak kalori sehingga nafsu makan meningkat (poliphagi). Akibat

sel-sel starvasi karena glukosa tidak dapat melewati membran sel, maka pasien

akan cepat lelah dan mengantuk.2

31

Page 5: Tinjauan Pustaka Dm

Gambar 3.1. Patofisiologi Diabetes Melitus

1.4 Diagnosis Diabetes Melitus

32

Page 6: Tinjauan Pustaka Dm

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan

diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan

darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan

memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan

oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan

glukometer.2

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah

ini:13

1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan

berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan

klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.

TTGO sulit untuk

dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena

membutuhkan persiapan khusus.

Cara pelaksanaan TTGO:2

a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan

sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan

jasmani seperti biasa.

33

Page 7: Tinjauan Pustaka Dm

b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75gram/kgBB (anak-

anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.

e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untukpemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai.

f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah bebanglukosa.

g. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok

h. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,

bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam

kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa

terganggu (GDPT). Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan

TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199

mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). Sedangkan diagnosis GDPT ditegakkan bila

setelah pemeriksaanglukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125

mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam <

140mg/dL.2

Tabel 3.2. Kriteria diagnosis Diabetes Melitus2

Ada perbedaan antar uji diagnostik diabetes mellitus dengan pemeriksaan

penyaring. Uji diagnostik diabetes mellitus dilakukan pada mereka yang

menunjukkan gejala atau tanda diabetes mellitus. Sedangkan pemeriksaan

penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak

menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk

menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT,sehingga dapat ditangani

lebih dini secara tepat.14 Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai

intoleransi glukosa. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk

terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan

penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau

kadar glukosa darah puasa. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan

masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang

34

Page 8: Tinjauan Pustaka Dm

padaumumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang

diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada

saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.2

Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan

penyaring dapat dilihat pada tabel 3 berikut:

Tabel 3.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM2

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk

menentukan diagnosis DM, TGT, dan GDPT. Berikut ini langkah-langkah

penegakan diagnosis DM, TGT dan GDPT.2

Gambar 3.2 Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa2

3.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan :2

1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan

rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

2. Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati

Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas danmortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,

tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara

holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku2.

Manajemen Diabetes Melitus terdiridari:2

1. Edukasi

Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan

partisipasi aktif pasien,keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai

keberhasilan perubahan perilaku,dibutuhkan edukasi.

2. Terapi gizi medis atau Perencanaan Makan

35

Page 9: Tinjauan Pustaka Dm

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes

secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh

dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien

itu sendiri). Perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi:2

a. Memenuhi kebutuhan energi padapasien Diabetes Melitus

b. Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan

seperti vitamin dan mineral

c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil

d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada

pasien Diabetes Melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi

penyakit makrovaskuler akan menurun

e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi

yang dapat ditimbulkan dari Diabetes Melitus

3. Latihan jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali

seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar

dalam pengelolaan Diabetes Melitus. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan

kaki kepasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan.

Selain untuk menjaga kebugaran juga, latihan jasmani dapat menurunkan

berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan

memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan

berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda

santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan umur dan status kesegaran jasmani. Pasien yang relatif sehat,

intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah

mendapat komplikasi Diabetes Melitus dapat dikurangi.

4. Intervensi farmakologis

Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,

olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan

insulin. Pasien Diabetes tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin

setiaphari. Pasien Diabetes tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti

diabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan

36

Page 10: Tinjauan Pustaka Dm

insulin pada kondisi tertentu,atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan

tablet.

3.5.1 Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:2

a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada PeroxisomeProliferator

Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel

otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan

resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut

glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa diperifer.

Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal

jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan

dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa

perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.

Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan

fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-

pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnyapenyakit

serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat

memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan

tersebut dapat diberikan pada saatatau sesudah makan. Selain itu

harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada

awal penggunaanakan memudahkan dokter untuk memantau efek

samping obat tersebut.

c. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

d. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.

37

Page 11: Tinjauan Pustaka Dm

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah

makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia.

Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan

flatulens.

e. DPP-IV inhibitor

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida

yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptidaini disekresi oleh

sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran

pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin

dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun

demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim

dipeptidyl  peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-

amide yang tidak aktif.Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2,

sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk

aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.

Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat

yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau

memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1

agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu

menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi

yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan

insulin serta menghambat penglepasan glukagon.

f. Agonis GLP-1

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan

baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1dapat bekerja sebagai

perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan

hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi

pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1

bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang

lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui

berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat

38

Page 12: Tinjauan Pustaka Dm

ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping

yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan

muntah.

Monitoring keton dan gula darah merupakan pilar kelima yang

dianjurkan kepada pasien Diabetes Melitus. Monitor level gula

darah sendiri dapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan

terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia dan pasien dapat

melakukan keempat pilar diatas untuk menurunkan resiko komplikasi

dari Diabetes Melitus.

Tabel 3.4. Perbandingan Golongan OHO2

3.5.2 Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,

untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa

darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan

dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi

dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk

tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai

mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat

pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi

OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana

insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO

dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak

dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah

atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.3

Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali

glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal

insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,

kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah

puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah

sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi

kombinasi insulin.2

39

Page 13: Tinjauan Pustaka Dm

3.5.3 Cara Pemberian OHO

a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai

respons kadar glukosa darah,dapat diberikan sampai dosis optimal.

b. Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan

c. Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan

d. Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan.

e. Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama

f. Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

Insulin diperlukan pada keadaan:2

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makan

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

3.5.4 Jenis –jenis Insulin

Adapun jenis dan lama kerja insulin berdasar lama kerja, insulin terbagi

menjadi empat jenis, yakni:2

1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin).

2. Insulin kerja pendek (short acting insuli).

3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)

5. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).

40

Page 14: Tinjauan Pustaka Dm

3.5.5 Efek Samping Terapi Insulin

Adapun efek sampin terapi insulin antara lain:2

a) Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

b) Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang

dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

3.5.6 Prinsip Terapi Insulin

Adapun prinsip pemikiran terapi insulin:2

a) Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.

Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang

fisiologis.

b) Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulinprandial

atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkantimbulnya

hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkandefisiensi insulin prandial

akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

c) Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi

terhadap defisiensi yang terjadi.

d) Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikanglukosa darah

basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapatdicapai dengan terapi oral

maupun insulin. Insulin yangdipergunakan untuk mencapai sasaran

glukosa darah basaladalah insulin basal (insulin kerja sedang atau

panjang).

e) Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapatdilakukan

dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bilasasaran terapi belum

tercapai.

f) Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,sedangkan A1C

belum mencapai target, maka dilakukanpengendalian glukosa darah

prandial (meal-related). Insulinyang dipergunakan untuk mencapai sasaran

glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau

insulinkerja pendek (short acting).

g) Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan

dalam bentuk 1 kaliinsulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau

41

Page 15: Tinjauan Pustaka Dm

1 kalibasal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3

kaliprandial (basal bolus).

h) Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untukmenurunkan

glukosa darah prandial seperti golongan obatpeningkat sekresi insulin

kerja pendek (golongan glinid), ataupenghambat penyerapan karbohidrat

dari lumen usus(acarbose).

i) Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengankebutuhan

pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar

glukosa darah harian.

3.6 Komplikasi Diabetes Melitus

Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.

Komplikasi pada Diabetes Melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan

komplikasi kronis.9

3.6.1 Komplikasi akut

Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non

ketotik, dan hipoglikemia.2

a) Ketoasidosis diabetik (KAD)

b) KAD Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan

kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya

tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma

meningkat (300-320 ms/mL) dan terjadi peningkatan anion gap

c) Hiperosmolar non ketotik (HNK)

d) Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darahsangat tinggi (600-1200

mg/dL), tanpa tanda dan gejalaasidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat

(330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit

meningkat.Catatan:kedua keadaan (KAD dan HNK) tersebut

mempunyaiangka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Memerlukan

perawatan di rumah sakit gunamendapatkan penatalaksanaan yang memadai.

e) Hipoglikemia, yang ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60

mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandangdiabetes harus

selalu dipikirkan kemungkinanterjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling

42

Page 16: Tinjauan Pustaka Dm

seringdisebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia

akibat sulfonilurea dapat berlangsunglama, sehingga harus diawasi sampai

seluruh obatdiekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang

diperlukan waktu yang cukup lama untukpengawasannya (24-72 jam atau

lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau

yangmendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada

usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya

yangfatal atau terjadinya kemunduran mental bermaknapada pasien.

Perbaikan kesadaran pada DM usialanjut sering lebih lambat dan

memerlukanpengawasan yang lebih lama. Gejala hipoglikemia terdiri dari

gejala adrenergik(berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, dan rasalapar)

dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah,kesadaran menurun sampai

koma). Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.

Bagi pasien dengan kesadaran yangmasih baik, diberikan makanan yang

mengandungkarbohidrat atau minuman yang mengandung gulaberkalori atau

glukosa 15-20 gram melalui intra vena.Perlu dilakukan pemeriksaan ulang

glukosa darah 15menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikanpada

pasien dengan hipoglikemia berat.Untuk penyandang diabetes yang tidak

sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu

sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya

kesadaran.

3.6.2 Komplikasi Kronis

Pada diabetes mellitus berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu:10,11

3.6.2.1 Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular : retinopati dan nefropati, timbul akibat

penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler. Komplikasi mi

spesifik untuk diabetes melitus.2

A. Retinopati diabetik

i. Retinopati diabetik (RD) merupakan suatu komplikasi kronik

diabetes melitus karena mikroangiopati vaskular retina yang dapat

43

Page 17: Tinjauan Pustaka Dm

menimbulkan kebutaan dan umumnya dipengaruhi oleh beberapa

faktor risiko yang meliputi, usia dan lama menderita DM, kontrol

gula darah, tipe DM serta penyakit yang menyertai, misalnya

hipertensi dan nefropati.15

ii. Faktor resiko yang berpengaruh

Lama menderita diabetes

Bila diabetes didiagnosa sebelum usia 30 tahun, resiko

terjadinya retinopati diabetik sekitar 2%. Dan apabila sudah

menderita selama 7 tahun resiko untuk menderita retinopati

50% sedangkan apabila menderita selama 25 tahun

kemungkinan menderita retinopati diabetik 90%. Penderita

diabetes dengan durasi 25 sampai 50 tahun 26%

kemungkinan akan mengalami bentuk proliferatif. Penurunan

penglihatan dibawah 20/40 dijumpai pada penderita diabetes

tergantung insulin sekitar 10% pada penderita diabetes anak,

dan 38% pada penderita diabetes dewasa. Serta 24% pada

penderita diabetes tidak tergantung insulin.16

Kontrol kadar gula darah

Berdasarkan suatu penelitian pemberian insulin untuk

mengontrol kadar gula darah dengan ketat mengurangi resiko

terjadinya retinopati hingga sekitar 50%.16

Ibu hamil, hipertensi, merokok, hiperlipidemia dan anemia.

iii. Retinopati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular paling

sering pada DM. Lama menderita DM merupakan faktor risiko

utama yang berkaitan dengan perkembangan retinopati diabetik.

Setelah lima tahun menderita DM tipe 1, sekitar 25% pasien

mengalami retinopati. Setelah 10 tahun hampir 60% menderita

retinopati dan setelah 15 tahun 80% akan menderita retinopati.17

Proliferatif retinopati diabetik (PRD) merupakan bentuk

retinopati yang sangat mengancam penglihatan dan biasanya

terdapat pada 25% pasien DM tipe 1 dengan durasi penyakit 15

tahun, timbul pada 2% pasien dengan durasi DM kurang dari 5

44

Page 18: Tinjauan Pustaka Dm

tahun. Mekanisme kelainan mikrovaskular pada retinopati

diabetik sampai saat ini belum jelas. Namun demikian diduga

paparan hiperglikemia dalam waktu yang lama mengakibatkan

perubahan biokimiawi dan fisiologi yang dapat menyebabkan

perubahan pada endotel vaskular. Perubahan vaskular pada retina

meliputi kehilangan perisit dan penebalan membrana basalis.

17Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang

terdapat pada membran sel yang terletak di antara keduanya.

Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel

endotel retina adalah 1:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan

struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu

mempertahankan fungsi barier, transportasi kapiler, dan

mengendalikan proliferasi endotel. Membrana basalis.16

Gambar 3.3 Patofisiologi Retinopati Diabetik

iv. Retinopati diabetik dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis:17

Nonproliferatif retinopati diabetik (NPRD)

Pada nonproliferatif retinopati diabetik, perubahan

mikrovaskular retina hanya terbatas pada retina saja, tidak

menyebar ke membran limitan interna. Karakteristik NPRD

termasuk, mikroaneurisma, area kapiler nonperfusi, infark

dari nerve fibre layer, IRMAs, perdarahan dot and blot

intraretina, edema retina, hard eksudat, arteriol abnormalitas,

dilatasi dan beading vena retina.

Proliferatif retinopati diabetik (PRD)

Proliferasi fibrovaskular ekstra retina memperlihatkan variasi

stadium perkembangan PRD. Pembuluh darah baru

berkembang dalam 3 stadium:17

1) Pembuluh darah baru dengan jaringan fibrous

minimal yang melintasi dan meluas mencapai

membrana limitan interna.

2) Pembuluh darah baru meningkat ukurannya dan

meluas, dengan meningkatnya komponen fibrous.

45

Page 19: Tinjauan Pustaka Dm

3) Pembuluh darah baru mengalami regresi,

meninggalkan sisa proliferasi fibrovaskular di

sepanjang hialoid posterior.

Berdasarkan luasnya proliferasi, PRD dibagi dalam tingkatan

early, high-risk, atau advance.

v. Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala

berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada

mata yang dapat mengarah pada kebutaan.Retinopati diabetes

dibagi dalam 2 kelompok,yaitu Retinopati nonproliferatif dan

Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupakan stadium

awal dengan ditandaiadanya mikroaneurisma, sedangkan retino

proliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh

darah kapiler, jaringanikat dan adanya hipoksia retina. Pada

stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula

darah yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir

tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula darah,

malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan

penurunan kadar gula darah yang terlalusingkat.16

vi. Prinsip utama penatalaksanaan medikal adalah memperlambat

dan mencegah komplikasi. Ini bisa dicapai oleh pelaksanaan

pemeriksaan lokal dan menyeluruh yang mempengaruhi onset

NPRD dan progresifitasnya menjadi PRD. Hipertensi, bila tidak

terkontrol selama beberapa tahun sering menyebabkan

progresifitas menjadi lebih tinggi dari DME dan retinopati

diabetik. Penyakit oklusi arteri karotis berat dapat menimbulkan

PRD advance sebagai bagian dari sindroma iskemik okular. 16

Kehamilan dapat berkaitan dengan memburuknya retinopati,

oleh karena itu, wanita diabetes yang hamil memerlukan evaluasi

retina yang lebih sering. Faktor yang paling penting dalam

penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik adalah

mempertahankan kontrol gula yang baik.17

B. Nefropati diabetic

46

Page 20: Tinjauan Pustaka Dm

i. Definisi klasik dari nefropati diabetik adalah peningkatan progresif

eksresi albumin di dalam urin disertai dengan peningkatan tekanan

darah, yang mengarah pada penurunan filtrasi glomerulus dan

akhirnya menjadi gagal ginjal.18

ii. Secara ringkas, faktor-faktor terjadinya penyakit nefropati diabetik

adalah sebagai berikut :18

Kurang terkendalinya kadar gula darah (GDP > 140-160 mg/dl

[7,7-8,8 mmol/l); A1C>7-8 %)

Faktor genetis

Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan

GFR, peningkatan tekanan intraglomerulus)

Hipertensi sistemik

Sindroma metabolik

Peradangan

Perubahan permeabilitas pembuluh darah

Asupan protein berlebih

Gangguan metabolik (gangguan metabolisme polyiol,

pembentukan AGEs, peningkatan sitokin.

iii. Saat ini hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme

patogenik dari kerusakan ginjal. Saat nefron mengalami

pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi dari nefron yang sehat akan

meningkat sebagai kompensasi. Hiperfiltrasi dari nefron yang sehat

tersebut lambat laun akan menyebabkan sklerosis. Mekanisme dari

peningkatan laju filtrasi glomerulus ini masih belum jelas benar, tapi

mungkin disebabkan oleh dilatasi arteriol afere oleh efek yang

tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, IGF-1,

nitrit oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari

hiperglikemia adalah ransangan hipertrofi sel, sintesis matriks

ekstraseluler, serta TGF β yang diperantarai oleh protein kinase-C

(PKC) yang termasuk serine-threonin kinase yang memiliki fungsi

pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan

permeabilitas kapiler. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan

47

Page 21: Tinjauan Pustaka Dm

terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein.

Padanawalnya, glukosa akan mengikat residu amino secara non-

enzimatik menjadi basa schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang

untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan

disebut sebagai produk amadori, jika proses ini berlanjut terus akan

terbentuk Adcanced Glycation End-Products (AGEs) yang

ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa

kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang berperan

dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi

sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis nitrit oxide.

Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium

dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis sesuai

denga tahap dari mogensen. Hipertensi yang timbul bersama dengan

bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada

ginjal pasien diabetes. Penelitian pada hewan diabetes menunjukkan

adanya vasokonstriksi arteriol sebagai akibat kelainan sistem renin-

angiotensin.Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama

disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau

intraglomerulus.18

iv. Diagnosis nefropati diabetik dimulai dari dikenalinyabi;a didapatkan

kadar albumin ≥ 30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali

pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan, tanpa penyebab

albuminuria lainnya. Bila jumlah protein/albumin didalam urin

masih sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode

pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah > 30 mg/24 jam

ataupun >20 mikrogram/menit, disebut juga sebagai

mikroalbuminuria. Derajat albuminuria/proteinuria juga ditentukan

dengan rasionya terhadap kreatinin urin yang diambil sewaktu yang

dikenal dengan albumin/kreatinin tario (ACR). Tingginya eksresi

albumin/protein dalam urin selanjutnya akan menjadi petunjuk

tingkatan kerusakan ginjal.

Tabel 3.5 Karakteristik albumin dalam urin18

Kategori Kumpulan urin Kumpulan urin Urin sewaktu

48

Page 22: Tinjauan Pustaka Dm

24 jam (mg/24

jam)

sewaktu

(µg/min)

(µg/mg creat)

Normal <30 <20 <30

Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299

Albuminuria klinis ≥300 ≥200 ≥300

Sebaiknya dilakukan pemeriksaan 2-3 spesimen urin dalam 3-6

bulan. Hati-hati terhadap proteinuria yang timbul pada latihan fisik

dalam 24 jam jam terakhir, infeksi, demam, payah jantung,

hiperglikemia berat, tekanan darah yang sangat tinggi,piuria dan

hematuria.8

v. Rasio albumin/kreatinin dengan urin sewaktu

Kadar albumin dallam urin 24 jam

Micral test untuk mikroalbuminuria

Disptik/reagen tablet untuk makroalbuminuria

Urin dalam waktu tertentu (4 jam atau urin semalam)2

vi. Klasifikasi nefropati diabetik menurut Mogensen (IPD)

1) Tahap 1

Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis

ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan ekskresi albumin dalam

urin meningkat.

2) Tahap 2

Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi

glomerulus tetap meningkat, eksresi albumin dalam urin dan

tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal

berupa penebalan membran basalis yang tidak spesifik. Terdapat

pula penebalan volume mesangium fraksional (peningkatan

matriks mesangium)

3) Tahap 3

Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati

insipien. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun

sampai derajat normal.Laju eksresi albumin dalam urin adalah

49

Page 23: Tinjauan Pustaka Dm

20-200 ig/menit (30-300 mg/24jam).Tekanan darah mulai

meningkat.Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan

membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam

glomerulus.

4) Tahap 4

Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan

histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar

pasien.sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju

filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan

kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya tekanan

darah.

5) Tahap 5

Timbulnya gagal ginjal terminal.17

vii. Terapi dasar adalah kendali kendali kadar gula darah, kendali

tekanan darah dan kendali lemak darah.

Evaluasi

Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes

Association (ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya

mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens

kreatinin.

Tabel 3.6 Pemantauan Fungsi Ginjal 8

50

Pemantauan Fungsi Ginjal Pada Pasien Diabetes

Tes Evaluasi Awal Follow Up

Penentuan mikroalbuminuria

Sesudah pengendalian gula darah awal (dalam 3 bulan diagnosis ditegakkan

Diabtes tipe 1 : tiap 5 tahunDiabetes tipe 2 : tiap tahun setelah diagnosis ditegakkan

Klirens kreatinin Saat awal diagnosis ditegakkan Tiap 1-2 tahun sampai laju filtrasi glomerulus <100ml/men/1,73 m2, kemudian tiap tahun atau lebih sering

Kreatinin serum Saat awal diagnosis ditegakkan Tiap tahun atau lebih sering tergantung dari laju penurunan fungsi ginjal

Page 24: Tinjauan Pustaka Dm

Untuk mempermudah evaluasi, NKF menganjurkan perhitungan

laju filtrasi glomerus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault

yaitu :

Sebagian besar kasus proteinuria yang timbul pada pasien diabetes adalah

diabetik nefropati. Tetapi harus tetap disadari bahwa ada kasus-kasus

tertentu yang memerlukan evaluasi lebih lanjut, terutama jika ada

gambaran klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mengarah

kepada penyakit-penyakit glomerulus nondiabetik (hematuria

makroskopik, cast sel darah merah dll), atau kalau timbul azotermia

bermakna dengan proteinuria derajat sangat rendah, tidak ditemukannya

retinopati (terutama DM tipe I), atau pada kasus proteinuria yang timbul

mendadak serta tidak melalui tahapan perkembangan nefropati. Pada

kasus-kasus seperti ini, dianjurkan pemeriksaan melalui biopsi ginjal.18

viii. Pada prinsipnya, pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah

melalui

1. Pengendalian gula darah

Pengendalian yang baik dapat mencegah komplikasi kronik.

Diperlukan pengendalian DM yang baik yang merupakan sasaran

terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai

kadar yang diharapkan sera kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar

yang diharapkan. Dengan demikian pula status dizi dan tekanan darah.2

Tabel 3.7 Kriteria Keberhasilan Terapi Nefropati Diabetik

2. Pengendalian tekanan darah

Indikasi pengobatan tekanan darah bila Tekanan Darah (TD) sistolik >

130 mmHg dan/atau TD diastolik > 80 mmHg. Sasaran tekanan darah

< 130/80 mmHg namun pada nefropati diabetik dimana terjadi

proteinuria ≥ 1 gram / 24 jam yaitu < 123/75 mmHg. Pengelolaan

tekanan darah meliputi menurunkan berat badan menjadi berat badan

51

Page 25: Tinjauan Pustaka Dm

ideal, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok, alkohol

serta mengurangi konsumsi garam.

beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat memberikan terapi

farmakologis adalah :2

Pengaruh OAH terhadap profil lipid

Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa

Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin

Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung

OAH yang dapat digunakan pada DM adalah :2

Penghambat ACE (ACEi)

Penyekat receptor angiotensin II (ARB)

Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah

Diuretik dosis rendah

Penghambat reseptor alfa

Antagonis kalsium (CA)

Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139

mmHg atau tekanan diastoli antara 80-89 diharuskan

melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila ggal

mencapai target dapat ditambahkan terap farmakologis

Pasien dengan tekanan darah sistolok >140 mmHg atau

tekanan diastolik >90 mHg, dapat diberikan terapi

farmakologis langsung.

Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat

dicapai dengan monoterapi.

Catatan :2

Pada Nefropati diabetik obat yang digunakan adalah ARB dan

ACEi

ACEi, ARB, CA golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki

mikroalbuminuria

ACEi dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular

Diuretik HCR dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti

memperburuk toleransi glukosa.

52

Page 26: Tinjauan Pustaka Dm

Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah

dicapai

Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapa dicoba

menurunkan dosis secara bertahap

Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.2

Perbaikan fungsi ginjal:2

diet protein 0,8 gram/kgBB perhari. Jika terjadi penurunan fungsi

ginjal yang bertambah berat, diet protein diberikan 0,6-0,8

gram/kg BB per hari.

Jika kreatinin >2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan

Idealnya bila klirens kreatinin <15 mmL/menit sudah merupakan

indikasi terapi pengganti (dialisis, transplantasi) (PERKENI, 2011

; Hendromartono, 2009).

ix. Rujukan kepada seorang yang ahli dalam perawatan nefropati diabetik

jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 60 ml/men/173m2, atau lebih

awal jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang

cepat atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.17

C. Neuropati diabetik

i. International Consensus Meeting for the Outpatient Management of

Neuropathy menyetujui definisi sederhana dari neuropati diabetik

dalam praktek klinis sebagai adanya gejala dan/atau tanda disfungsi

saraf perifer pada pasien diabetes setelah eksklusi penyebab lainnya.

Diagnosis tidak dapat dibuat tanpa pemeriksaan klinis yang seksama

pada anggota gerak, hilangnya gejala bukan berarti mengindikasikan

hilangnya tanda.19

ii. Adapun klasifikasi dari neuropati diabetik adalah:19

a. Neuropati simetris

- Neuropati diabetik perifer

Neuropati diabetik perifer merupakan sindrom neuropati yang

paling umum ditemukan. Secara klinis didapatkan kehilangan

sensoris pola length-related dengan bermula dari jari kaki dan

meluas ke telapak kaki dan tungkai dalam distribusi kaus kaki.

53

Page 27: Tinjauan Pustaka Dm

Dalam kasus yang berat sering juga didapatkan keterlibatan pada

anggota gerak atas. Neuropati otonom subklinis biasanya

didapatkan timbul bersamaan. Tetapi jarang ditemukan neuropati

otonom klinis yang jelas. Manifestasi motorik secara klinis tidak

tampak jelas pada tahap awal penyakit. Tetapi, seiring

perkembangan penyakit, manifestasi motorik akan semakin

tampak seperti berkurangnya otot kecil tangan dan kelemahan

anggota gerak. Gambaran klinis utama dari neuropati diabetik

perifer adalah kehilangan rasa sensorik yang tidak disadari oleh

pasien, atau digambarkan sebagai mati rasa. Beberapa pasien

mengalami gejala sensoris progresif seperti :

- Mengelitik (parestesia)

- Nyeri yang membakar

- Nyeri tungkai bawah paroksismal

- Nyeri seperti ditusuk atau diiris pisau

- Nyeri kontak, sering diasosiasikan dengan wearing day-time

clothes and bedclothes (stimulus tidak menyakitkan tetapi

sering diasosiasikan sebagai menyakitkan, dikenal sebagai

alodinia)

- Stimulus nyeri ringan dipersepsikan sebagai nyeri yang

sangat menyakitkan (hiperalgesia)

- Nyeri waktu jalan, sering digambarkan sebagai ‘berjalan

tanpa alas kaki di atas kelereng’, atau ‘berjalan tanpa alas

kaki pada pasir panas’

- Sensasi panas atau dingin pada telapak kaki

- Rasa gatal yang persisten pada telapak kaki dan sensasi

cramp-like pada betis.

Nyeri dapat meluas ke dorsum pedis dan menyebar ke seluruh

tungkai. Beberapa pasien mungkin hanya mengeluhkan

kesemutan pada satu atau dua jari kaki, yang lain mungkin

mengalami komplikasi lebih seperti kaki mati rasa atau nyeri

neuropati berat dan tidak dapat respon dengan terapi obat.19

54

Page 28: Tinjauan Pustaka Dm

Neuropati diabetik perifer yang menyakitkan sering ditemukan,

mempengaruhi sekitar 16-26% dari pasien diabetes, semakin

terasa pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur.

Nyeri neuropati yang berat dan menyakitkan biasanya ditandai

dengan pembatasan kegiatan fisik sehari-hari sehingga tidak

mengejutkan jika gejala depresif merupakan hal yang umum

terjadi. Pada neuropati lanjut terjadi ataxia sensoris, yang

menimbulkan gangguan kemampuan berjalan dan sering

terjatuh terutama jika ada gangguan penglihatan karena

retinopati.19 Penderita neuropati diabetik perifer bisa saja tidak

memiliki berbagai gejala diatas, tetapi datang dengan ulkus

kaki. Keadaan ini memaksa perlunya pemeriksaan kaki semua

penderita diabetes secara seksama untuk mengidentifikasi

berkembangnya ulserasi kaki. Kaki yang mati rasa merupakan

risiko terjadinya luka karena suhu atau mekanik, karena itu

pasien harus diingatkan akan hal ini dan diberikan nasehat

untuk perawatan kaki.19

- Nyeri neuropati akut

Nyeri neuropati akut merupakan suatu sindrom neuropati

sementara yang ditandai dengan nyeri akut pada tungkai

bawah. Neuropati akut tampak dalam bentuk simetris dan

relatif jarang terjadi. Nyeri selalu membuat stres penderita dan

kadang membuat tidak mampu bekerja. Terdapat dua sindrom

yang berbeda, pertama yang terjadi dalam kontrol glikemik

yang buruk dan kedua akibat perbaikan cepat kontrol

metabolik setelah memulai insulin (neuritis insulin). Biasanya

gejala sembuh dalam waktu 12 bulan. 20

- Neuropati otonom

Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung,

tekanan darah dan kadar gula darah. Selain itu mengenai organ

dalam yang menyebabkan gangguan pada pencernaan, miksi,

respon seksual dan penglihatan. Juga mempengaruhi sistem

55

Page 29: Tinjauan Pustaka Dm

yang memperbaiki kadar gula darah ke normal, sehingga

tanda-tanda hipoglikemia seperti keringat dingin, gemetar dan

palpitasi menghilang. Secara keseluruhan kerusakan terjadi

difus pada saraf parasimpatik dan simpatik terutama pada

penderita diabetes dengan neuropati perifer difus. 19

b. Neuropati asimetris

Neuropati asimetris atau neuropati fokal adalah komplikasi yang

sudah dikenal pada komplikasi diabetes. Biasanya onsetnya cepat

dan cepat pula sembuh. Hal ini berbeda dengan neuropati diabetik

perifer kronis, dimana tidak ada perbaikan atas gejala pada

beberapa tahun setelah onset.19

c. Amiotrofi diabetik (neuropati motorik proksimal)

Sindrom dari kelemahan dan atropi tungkai asimetris proksimal

progresif pertama kali digambarkan oleh Garland sebagai

amiotrofi diabetik. Istilah ini juga dikenal sebagai “neuropati

motorik proksimal, neuropati diabetik lumbosakral

radikulopleksus atau neuropati femoral”. Penderita merasakan

nyeri yang berat pada paha bagian dalam, kadang dirasakan

seperti terbakar dan meluas sampai ke lutut. Penderita diabetes

melitus tipe 2 diatas usia 50 tahun sering terkena.

Pada pemeriksaan ditemukan kerusakan otot quadriceps ditandai

kelemahan fungsi kelompok otot ini meskipun otot fleksor dan

abduktor panggul dapat juga terpengaruh. Adductor paha, gluteus,

dan otot hamstring juga terkait. Gerakan lutut biasanya berkurang

atau tidak ada. Kelemahan dapat berakibat pada kesulitan untuk

bangkit dari kursi yang randah atau menaiki tangga. Gangguan

sensorik jarang terjadi dan jika ada biasanya bersamaan dengan

neuropati diabetik perifer.19

iii. Banyak etiologi berperan serta dalam berbagai sindrom neuropati pada

penderita diabetes. Hiperglikemia sangat jelas memegang peranan

dalam perkembangan dan progresi neuropati diabetik sama seperti

komplikasi mikrovaskuler diabetes lainnya. Penelitian patofisiologi

56

Page 30: Tinjauan Pustaka Dm

molekuler dan biokimia neuropati diabetik difokuskan pada jalur

metabolisme glukosa.20 Jalur utama yang dipengaruhi metabolisme

adalah fluks glukosa melalui jalur poliol, jalur hexosamine; aktivasi

isoform protein kinase C (PKC) yang berlebihan; akumulasi dari

advanced glycation endproducts (AGEs). Peningkatan stres oksidatif

dalam sel menyebabkan aktivasi jalur polimerase (PARP) dengan

meregulasi ekspresi gen yang terlibat dalam promosi reaksi inflamasi

dan disfungsi neuronal. Neuropati diabetik terjadi karena

hiperglikemia yang menyebabkan penurunan aliran neurovaskuler

mulai dari iskemia sampai kerusakan neuronal.

Gambar 3.4 Skema efek hiperglikemia terhadap jalur biokimia pada neuropati diabetes19

iv. Melalui anamnesis dapat dicari keluhan atau gejala yang berhubungan

dengan neuropati diabetik seperti :19

- Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa baal, rasa

geli, seperti memakai sarung tangan, sering menyerang distal

anggota gerak, terutama anggota gerak bawah. Rasa nyeri dapat

timbul bersama-sama atau tanpa gejala di atas.

- Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan

diagnosis nyeri neuropati diabetik. Pada tahap awal diperlukan

riwayat nyeri, lokasi nyeri, kualitas nyeri, distribusi nyeri,

bagaimana pengaruh terhadap rabaan atau sentuhan, faktor yang

meringankan atau memperberat.Untuk menentukan tingkat

beratnya nyeri atau yang berhubungan dengan karakteristik, pola

nyeri dapat menggunakan kuesioner nyeri McGill (MPQ).

Sementara untuk menentukan ada atau tidaknya nyeri dapat

menggunakan Visual Analog Scale.

- Gangguan motorik dapat berupa gangguan koordinasi, parese

proksimal dan atau distal, manifestasinya berupa sulit naik

tangga, sulit bangkit dari kursi atau lantai, sering terjatuh, sulit

bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu, Gejala otonom

berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada posisi

57

Page 31: Tinjauan Pustaka Dm

berdiri, sinkop saat buang air besar, batuk atau bersin, impotensi,

sulit ejakulasi, ejakulasi retrograde, sulit menahan buang air besar

atau kecil, diare saat malam hari, konstipasi, gangguan adaptasi

dalam gelap dan terang.19

v. Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada

semua sistem tubuh, berkaitan dengan komplikasi yang mungkin

terjadi pada DM. termasuk pemeriksaan tekanan darah dan denyut

jantung. Pasien dengan gejala atau tanda gangguan pada ekstremitas

perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi perifer karena

ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan

lapang pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan

kulit dilakukan terutama pada daerah kaki, apakah ada luka yang

sembuhnya lambat atau ulkus.

vi. Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus

otot, kekuatan, adanya fasikulasi, atrofi, pemeriksaan refleks tendon

dalam patella dan Achilles. Observasi mengenai cara berjalan,

berjalan di tempat, berjalan dengan jari kaki dan tumit. Pemeriksaan

sensorik dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi, temperatur, raba dan

pemeriksaan propioseptif.

vii. Semua pasien dengan neuropati diabetik harus dilakukan pemeriksaan

gula darah, urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol HDL

dan LDL, trigliserida, asam urat, serta pemeriksaan lain bila ada

indikasi seperti elektrolit, hitung jenis sel darah, serum protein

elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin kinase, laju endap darah,

antibodi antinuclear, fungsi tiroid dan elektrokardiografi.19

viii. Pemeriksaan radiologis dapat berupa pemeriksaan MRI servikal,

torakal dan atau lumbal untuk menyingkirkan kausa sekunder dari

neuropati, CT mielogram merupakan suatu pemeriksaan alternatif

untuk menyingkirkan lesi kompresi dan keadaan patologis lain di

kanalis spinal pada radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati

torakoabdominal, MRI otak digunakan untuk menyingkirkan

aneurisma intrakranial lesi kompresi dan infark pada kelumpuhan

58

Page 32: Tinjauan Pustaka Dm

nervus okulomotorius.20Consensus Development Conference pada

Standarized Measure in Diabetic Neuropathy merekomendasikan lima

pengukuran yang dilakukan dalam diagnosis neuropati diabetik

sebagai berikut :

- Pengukuran klinis

- Analisis morfologi

- Pengukuran elektrodiagnostik

- Tes kuantitatif sensoris dan

- Tes sistem saraf otonom

Elektromiografi digunakan untuk membedakan penyakit otot dari

gangguan neurologis. Pada tes ini, beberapa jarum diletakkan pada

otot kemudian dilakukan pencatatan sewaktu istirahat dan kontraksi.

Prosedur ini terasa sangat nyeri untuk beberapa pasien dan mungkin

memerlukan analgesik pasca-prosedur. Pemeriksaan kecepatan hantar

saraf menyempurnakan pemeriksaan elektromiografi (EMG),

membantu pemeriksa untuk mengevaluasi keberadaan dan luasnya

patofisiologi saraf perifer. 19

ix. Langkah pertama dalam pengobatan neuropati diabetik adalah

menurunkan gula darah ke kadar normal untuk mencegah terjadinya

kerusakan saraf lebih lanjut; karena itu diperlukan monitoring gula

darah, pengaturan diet, latihan atau olahraga dan anti diabetika oral

atau insulin untuk mengontrol gula darah. Perubahan gula darah yang

fluktuatif dianggap dapat memperburuk dan menyebabkan nyeri

neuropati sehingga stabilitas nilai kontrol glikemik lebih penting

untuk menghilangkan nyeri neuropati diabetik. Kontrol glikemik

yang ketat dapat menurunkan resiko neuropati sebesar 60% dalam

waktu 5 tahun pada penelitian Diabetes Control and Complication

Trial.19 adapun . penatalaksanaan simptomatik adalah: 19

- Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik

Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik dianggap sebagai

pengobatan first line nyeri neuropati. Antidepresan mengontrol

nyeri dan gejala akibat nyeri seperti insomnia dan depresi.

59

Page 33: Tinjauan Pustaka Dm

Kerja terapeutik agen ini adalah melalui inhibisi reuptake

norepinefrin dan serotonin.

- Inhibitor reuptake serotonin selektif dan inhibitor reuptake

serotonin-norepinefrin Inhibitor reuptake serotonin selektif

(SSRI) merupakan antidepresan paling baru dalam

menggantikan antidepresan trisiklik untuk pengobatan depresi

karena ditoleransi lebih baik. Kebalikan dengan antidepresan

trisiklik, efek SSRI sangat terbatas dalam pengobatan

polineuropati diabetik. Dosis fluoexetine 40 mg/hari dan

citalopram 40 mg/hari.

- Antikonvulsan mengontrol eksibilitas neuronal dengan

penghambatan saluran natrium dan/atau kalsium. Secara luas

obat ini digunakan untuk mencegah kejang tetapi dapat juga

digunakan dalam pengobatan nyeri neuropati. Fenitoin dan

karbamazepin secara primer memblok voltage gated sodium

channel. Dengan dosis antara 200 dan 600 mg/hari, keduanya

dapat mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan

plasebo.

- Calcium channel α2-δ ligan, Gabapentin digunakan secara

luas untuk nyeri neuropati karena efektivitasnya dan efek

samping yang lebih sedikit dibandingkan antidepresan trisiklik

dan antikonvulsan lainnya. Gabapentin menghasilkan efek

analgesia dengan terikat pada α2-δ L-type voltage gated

calcium channel dan menurunkan influks kalsium. Gabapentin

≤400mg lebih efektif dalam mengobati polineuropati diabetik

dibandingkan amitriptilin (≤ 90 mg/hari). Gabapentin dapat

ditoleransi dengan baik pada titrasi lambat. Efek samping

gabapentin termasuk dizziness, ataksia, sedasi, euforia, edema

ankle dan pertambahan berat badan. Biasanya dibutuhkan

titrasi berminggu-minggu untuk mencapai dosis maksimal

yang efektif hingga 3 g/hari.

60

Page 34: Tinjauan Pustaka Dm

- Metixiline merupakan anti-aritmia dan telah digunakan untuk

mengobati berbagai macam nyeri neuropati termasuk

polineuropati diabetik. Beberapa uji klinis plasebo kontrol

acak telah dilakukan tetapi tidak satupun penelitian

menunjukkan pengurangan skor nyeri lebih dari 50%. Tetapi

pasien dengan keluhan nyeri yang menusuk dan membakar dan

sensasi panas dapat dikurangi dengan terapi metixiline.

- Opioid

Oxycodon lepas lambat 20mg/hari mengurangi polineuropati

diabetik pada periode 6 minggu. Walaupun opioid efektif

terhadap polineuropati diabetik, penggunaan jangka panjang

akan mempunyai efek samping termasuk konstipasi, retensio

urin, gangguan fungsi kognitif, gangguan fungsi imun dan

masalah yang berhubungan dengan toleransi dan adiksi. Baru-

baru ini penelitian menggunakan kombinasi terapi opioid dan

gabapentin membuktikan bahwa ada efek pengurangan nyeri.

- Non-steroidal anti inflamatory drug (NSAID) merupakan

kelompok pengobatan yang menghambat siklooksigenase dan

mencegah pembentukan prostaglandin. Biasanya NSAID tidak

direkomendasikan untuk pengobatan polineuropati diabetik

akibat efeknya terhadap fungsi gastrointestinal, ginjal dan

jantung. Resiko overdosis juga tinggi pada pasien nyeri kronik.

Pada penelitian kecil didapatkan ibuprofen 2400 mg/hari dan

sulindac 400 mg/hari secara signifikan mengurangi skor

parestesia polineuropati diabetik pada 24 minggu.

- N-methyl D-aspartate receptor antagonist, dekstrometrofan

dan mematine telah diuji pada polineuropati diabetik.

Dekstrometrofan mempunyai efek penurunan polineuropati

diabetik signifikan yang tergantung pada dosis. Walaupun

begitu inhibitor NMDA mempunyai efek samping termasuk

sedasi, mulut kering dan distres gastrointestinal

61

Page 35: Tinjauan Pustaka Dm

- Capsaicin merupakan ekstrak dari capsicum. Capsaicin terikat

pada reseptor TRPV1 dan memakai substansi P pada saraf

perifer untuk mendapatkan efek analgesiknya. Pada penelitian

oleh Capsaicin Study Group, 0.075 krim capsaicin dioleskan

tiga kali sehari selama 6 minggu lebih efektif dalam

mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Rasa

terbakar merupakan efek samping paling sering yang

cenderung menurun jika terapi diteruskan. Efek terapeutik

capsaicin dimulai mingguan setelah pemakaian krim. Baru-

baru ini patch yang mengandung capsaicin dosis tinggi

menunjukkan efek menjanjikan dalam pengobatan nyeri

diabetic

- Karena gangguan pembentukan NO menyebabkan penurunan

aliran darah terlibat dalam polineuropati diabetik, penelitian

kecil menggunakan isosorbid dinitrat dilakukan. Pada 12

minggu penelitian crossover, double-blind, placebo controlled

dengan 22 pasien didapatkan semprotan isosorbid dinitrat

secara signifikan mengurangi polineuropati diabetik. Pasien

dalam percobaan ini melaporkan nyeri kepala ringan dan

dibutuhkan penelitian lebih besar untuk mengevaluasi efek

potensial pengobatan ini dalam polineuropati diabetic

- Patch lidokain topikal 5% dilaporkan pada beberapa penelitian

mengurangi nyeri polineuropati diabetik. Pada penelitian open

label hingga empat patch lidokain 5% diberikan hingga 18

jam/hari dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan

nyeri diabetik polineuropati. Patch lidokain secara signifikan

memperbaiki nyeri dan angka kualitas hidup.

x. Terapi yang dibahas sebelumnya terbukti dapat mencegah atau

memperlambat neuropati diabetik (kontrol glikemia) atau

menghilangkan efeknya (terapi simptomatik). Seperti telah diketahui

pendekatan yang terbukti dalam mengobati penyebab neuropati

diabetik adalah kontrol glikemik, farmakologis dan neutraceutical

62

Page 36: Tinjauan Pustaka Dm

yang bertujuan menekan patogenesis neuropati diabetik seperti

dibahas berikut ini. Terapi potensial ini berusaha untuk mengurangi

penyimpangan biokimia yang menginduksi kerusakan saraf. Beberapa

obat banyak digunakan dalam kontrol tekanan darah, penyakit

kardivaskuler dan nefropati pada DM tipe 2. Terapi first line keadaan

di atas adalah angiotensin-converting enzim inhibitor atau

angiotensin receptor blocker. Secara spesifik, pencegahan penyakit

kardiovaskuler adalah mencegah komplikasi makrovaskuler dan

mikrovaskuler. Pada penelitian eksperimental enalapril menurunkan

defisit neurologis termasuk aliran darah dan kecepatan konduksi saraf

motorik. Perindropril mencegah kehilangan photo-receptor, sebuah

indikator neuropati. Pada uji klinis kecil, trandolapril memberikan

perbaikan signifikan pada neuropati perifer. Pasien neuropati otonom

diabetik jangka panjang mengalami perbaikan dengan pemberian

quinapril dan atau losartan. Karena tidak ada farmakoterapi yang

memuaskan dalam terapi nyeri diabetik, plihan pengobatan non-

farmakologis harus dipertimbangkan. Pembahasan sistematik terbaru

menilai bukti uji klinis yang nyata dan meta-analisis terapi

komplementer dan alternatif dalam pengobatan nyeri neuropati dan

neuralgia. Pengobatan komplementer dan alternatif diidentifikasi

sebagai akupuntur, elektrostimulasi, obat herbal, magnet, suplemen

makanan dan penyembuhan spritual.

3.6.1.2 Komplikasi makrovaskular

Komplikasi makrovaskular yaitu penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia2

A. Penyakit pembuluh darah perifer

B. Hipertensi

Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah

besar,khususnya arteri akibat timbunan plakateroma. Makroangioatitidak

spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih sering

terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan

bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita

diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi

63

Page 37: Tinjauan Pustaka Dm

makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar

gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa

hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas

kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko

kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin puasa >15mU/mL

akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat.

Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga

berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.

C. Penyakit Jantung Koroner

Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor

risiko koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita

diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau

angina pektoris (nyeri dada paroksismal seperti tertindih benda berat

dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan

tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda se

etlah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling

serius adalah infark miokardium, dimana nyeri menetap dan lebih hebat

dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala ini dapat

tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih

teliti.

D. Stroke

E. Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering

pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga

menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang

lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri

karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibati

skemia,berupa:

Pusing,sinkop

Hemiplegia: parsial atau total

Afasia sensorik dan motorik

Keadaan pseudo-dementia

F. Penyakit pembuluh darah

64

Page 38: Tinjauan Pustaka Dm

Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis,

yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada

pembuluh darah koronaria, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark

miokar, dan pada akhirnya terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi

2-5 kali lebih besar pada diabetes dibanding pada orang normal. Risiko

ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti

dislipidemia, obes, hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh darah

pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes

dan biasanya mengenai arteri distal (dibawah lutut). Pada diabetes,

penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila

sudah mencapai fase IV. Faktor factor neuropati, makroangiopati dan

mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya

proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan ganggrene dapat

mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma,ataupun

kematian.

G. Selulitis

i. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

jarin subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu

area yang robek pada kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi

tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada ekstrimitas bawah.21

Jadi selulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri

stapilokokus aureus, streptokokus grup Adan streptokokus piogenes.

ii. Penyebab dari selulitis menurut adalah bakteri streptokokus grup. A,

streptokokus piogenes dan stapilokokus aureus.21

iii. Patofisiologi menurut Isselbacher (1999; 634) yaitu : Bakteri patogen

yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan

kulit atau menimbulkan peradangan, penyakit infeksi sering berjangkit

pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan

pada orang kencing manis yang pengobatannya tidak adekuat.21

iv. Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan system vena dan limfatik

pada kedua ektrimitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan

kemerahan yang karakteristik hangat, nyeri tekan, demam dan

65

Page 39: Tinjauan Pustaka Dm

bakterimia.21

v. Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh

streptokokus grup A, sterptokokus lain atau staphilokokus aureus,

kecuali jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi

microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk absses lokalisata yang

mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi

diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus,

abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob

yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus

menunjukkan adanya organisme campuran. 21

vi. Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan

berindurasi dan dapat mengalami super infeksi. Etiologinya tidak

jelas, tetapi mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda

asing, nekrosis, dan infeksi derajat rendah.

vii. Manifestasi klinis selulitis adalah kerusakan kronik pada kulit sistem

vena dan limfatik pada kedua ekstrimitas, kelainan kulit berupa

infiltrat difus subkutan, eritema local, nyeri yang cepat menyebar dan

infitratif ke jaringan dibawahnya, Bengkak, merah dan hangat nyeri

tekan, Supurasi dan lekositosis. 21

viii. Pemeriksaan laboratorium 21

1. Pemeriksaan darah, menunjukkan peningkatan jumlah sel

darah putih, eosinofil dan peningkatan laju sedimentasi

eritrosit.21

2. Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan yang diaspirasi

diperlukan, menunjukkan adanya organisme campuran.21

3. Rontgen Sinus-sinus para nasal (selulitis perioribital).21

ix. Rawat inap di rumah sakit, Insisi dan drainase pada keadaan terbentuk

abses. Pemberian antibiotik intravena seperti oksasilin atau nafsilin,

obat oral dapat atau tidak digunakan, infeksi ringan dapat diobati

dengan obat oral pada pasien diluar rumah sakit, analgesik, antipretik.

Posisi dan imobilisasi ekstrimitas, Bergantian kompres lembab

hangat.21

66

Page 40: Tinjauan Pustaka Dm

H. Kaki Diabetik

Definisi Kaki diabetik adalah infeksi, ulkus, dan atau kerusakan pada

jaringan yang berhubungan dengan gangguan pada saraf dan aliran darah

pada kaki. Gangguan pada saraf dan aliran darah ini disebabkan karena

hiperglikemia. Terjadinya kaki diabetic diawali dengan adanya

hiperglikemi yang menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran

darah. Perubahan ini menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada

telapak kaki. Kerentanan terhadap infeksimeluas ke jaringan sekitar.

Faktor aliran darah yang kurang membuat ulkus sulit sembuh. Jika sudah

terjad iulkus, infeksi akan mudah sekali terjadi dan meluas ke jaringan

yang lebih dalam sampai ke tulang. Dibawah ini adalah etiologi dari kaki

diabetic.4 , 5 Tanda dan gejala kaki diabetik yaitu sering kesemutan, nyeri

kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan

(nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan

poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal, kulitkering.4

ii. Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti. Diagnosis kaki

diabetik ditegakkan oleh riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang.

iii.Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi: lama diabetes;

managemen diabetes dan kepatuhan terhadap diet, olahraga dan obat-

obatan; evaluasi dari jantung, ginjal dan mata; alergi; pola hidup,

medikasi terakhir; kebiasaan merokok dan minum alkohol. Selain itu,

yang perlu diwawancara adalah tentang pemakaian alas kaki, pernah

terekspos dengan zat kimia, adanya kallus dan deformitas, gejala

neuropati dan gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus. Pengkajian

pernah adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan

kedalaman, penampakan ulkus, temperaturdan bau.

iv. Pemeriksaan fisik

Inspeksi meliputi kulit dan otot. Inspeksi pada kulit yaitu status

kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat; adanya

infeksi dan ulserasi; ada kalus atau bula; bentuk kuku; adanya

rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari

67

Page 41: Tinjauan Pustaka Dm

tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau

charcotjoint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan;

kekuatan kaki.

Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan

monofilamen ditambah dengan tunningfork 128-Hz,pinprick

sensation, reflek kaki untuk mengukur getaran, tekanan dan

sensasi.

Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut

nadi pada arterikaki, capillaryrefilingltime, perubahan warna,

atropi kuit dan kuku dan pengukuran ankle-brankhial index.

Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan

nyaman, tipe sepatu dan ukurannya.

v. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis

pasien, yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau

sewaktu, glycohemoglobin (HbA1c), Complete blood Count (CBC),

urinalisis, dan lain-lain.

vi. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi X-ray, EMG dan pemeriksaan

laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi

dan menentukan kuman penyebabnya..

I. Charcot Foot13

Charcot foot adalah pelunakan mendadak tulang di kaki yang dapat

terjadi pada orang yang memiliki signifikasi kerusakan saraf (neuropati).

Tulang yang melemah cukup rentang terhadap fraktur, dan dengan terus

berjalan kaki akhirnya menyebabkan deformitas. Sebagai gangguan

berlangsung, lengkungan runtuh dan kaki mengambil bentuk cembung,

yang memberi gambaran penampilan rocker-botton apperance, sehingga

sangat sulit untuk berjalan. Pada kondisi yang berat dapat menyebabkan

cacat, dan bahkan amputasi. Karena keseriusannya, adalah penting bahwa

pasien dengan penyakit diabetes yang sering dikaitkan dengan neuropati

68

Page 42: Tinjauan Pustaka Dm

dapat melakukan langkah-langkah pencegahan dan mencari perawatan

segera jika tanda-tanda atau gejala Charcot Foot muncul

Gejala-gejala Charcot Foot dapat muncul setelah trauma mendadak atau

bahkan trauma kecil berulang. Sebuah trauma tiba-tiba termasuk

kecelakaan seperti menjatuhkan sesuatu di kaki, atau keseleo atau patah

kaki. Gejala-gejala Charcot Foot mirip dengan infeksi. Meskipun Charcot

Foot dan infeksi adalah kondisi yang berbeda, keduanya adalah masalah

serius yang memerlukan perawatan medis. Gejala Charcot Foot dapat

mencakup :

Hangat ketika disentuh (kaki terasa lebih hangat dari yang lain)

Kemerahan di kaki

Pembengkakan di daerah tersebut

Rasa sakit atau nyeri

Charcot Foot berkembang sebagai akibat dari neuropati, yang mengurangi

sensasi dan kemampuan untuk merasakan suhu, rasa sakit, atau trauma.

Neuropati yang parah sering terjadi pada kaki. Karena neuropati, rasa sakit

dari cedera terjadi tanpa disadari dan pasien terus berjalan sehingga

membuat cedera makin parah. Orang dengan neuropati (terutama mereka

yang menderita penyakit ini selama waktu yang lama) beresiko untuk

mengembangkan Charcot Foot.Selain itu, pasien neuropati dengan tendon

Achilles yang tegang telah terbukti memiliki kecenderungan untuk

menghasilkan Charcot Foot.

Diagnosis dini Charcot Foot sangat penting bagi suksesnya terapi. Dokter

bedah akan memeriksa kaki dan pergelangan kaki dan bertanya tentang

peristiwa yang mungkin telah terjadi sebelum gejala. Sinar-X juga penting

untuk diagnosis. Dalam beberapa kasus pencitraan, studi lainnya dan tes

laboratorium dapat dilakukan. Setelah pengobatan dimulai, x-rays dapat

dilakukan secara periodik untuk membantu dalam mengevaluasi status

kondisi pasien.

Gambar 3.3 Gambaran charcot Foot dan Kaki Normal13

Pengobatan dilakukan mengikuti rencana perawatan Charcot Foot oleh

dokter bedah. Kegagalan untuk melakukannya dapat mengarah pada

69

Page 43: Tinjauan Pustaka Dm

kehilangan kaki atau bahkan menyebabkan kematian. Perawatan untuk

Charcot Foot terdiri dari:

Imobilisasi. Karena kaki dan pergelangan kaki sangat rapuh selama

tahap awal Charcot, mereka harus dilindungi sehingga tulang bisa

memperbaiki dirinya sendiri. Control berat badan diperlukan untuk

menjaga kondidi kaki dimana menhindari fraktur. Pasien tidak

akan dapat berjalan menggunakan kaki yang terkena sampai ahli

bedah menentukan aman untuk memakainya. Selama periode ini,

pasien mungkin dipasang dengan cor, boot dilepas, atau penjepit,

dan mungkin diperlukan untuk menggunakan kruk atau kursi roda.

Ini dapat dilakukan selama beberapa bulan untuk memberi

penyembuhan pada tulang, meskipun dapat mengambil beberapa

keputudsan lain lagi pada beberapa pasien.

Custom shoes and bracing. Sepatu dengan sisipan khusus

mungkin diperlukan setelah tulang sembuh untuk memungkinkan

pasien kembali melalukan kegiatan hariannya serta membantu

mencegah terulangnya Charcot Foot, mencegah ulkus, dan

mungkin amputasi. Dalam kasus dengan deformitas yang

signifikan, bracing juga diperlukan.

Activity modifcation. Sebuah modifikasi dalam aktivitas mungkin

diperlukan untuk menghindari trauma berulang untuk kedua kaki.

Seorang pasien dengan Charcot di satu kaki lebih mungkin untuk

berkembang di kaki yang lain, sehinggaharus dipirkan bagaimana

caramelindungi kaki lainya.

Surgery. Dalam beberapa kasus, operasi mungkin diperlukan. Ahli

bedah kaki dan pergelangan kaki akan menentukan Prosedur

operasi paling cocok untuk pasien berdasarkan beratnya deformitas

dan kondisi fisik pasien.

Pasien dapat memainkan peran penting dalam mencegah Charcot Foot dan

komplikasinya dengan mengikuti langkah-langkah ini:

Pasien Diabetes harus menjaga tingkat gula darah tetap terkendali. Ini

telah terbukti mengurangi perkembangan kerusakan saraf pada kaki.

70

Page 44: Tinjauan Pustaka Dm

Melakukan pemeriksaan rutin dari kaki dan pergelangan kaki ke dokter

bedah.

Periksa kedua kaki setiap hari dan segera ke dokter bedah jika ada tanda-

tanda Charcot Foot .

Hati-hati dan hindari cedera, seperti menabrak kaki atau program latihan

berlebihan.

Ikuti petunjuk dokter bedah untuk pengobatan jangka panjang untuk

mencegah kambuhnya ulkus dan amputasi.

3.7 Pencegahan Diabetes Melitus

3.7.1 Pencegahan Primer 

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan padakelompok yang

memiliki faktor risiko, yakni merekayang belum terkena, tetapi berpotensi untuk

mendapatDM dan kelompok intoleransi glukosa.

3.7.2 Pencegahan Sekunder 

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah ataumenghambat timbulnya

penyulit pada pasien yang telah menderitaDM. Dilakukan dengan pemberian

pengobatan yang cukup dantindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan

penyakit DM.Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhanmemegang

peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasiendalam menjalani program

pengobatan dan dalam menuju perilakusehat

Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakitkardiovaskular,

yang merupakan penyebab utama kematian padapenyandang diabetes. Selain

pengobatan terhadap tingginyakadar glukosa darah, pengendalian berat badan,

tekanan darah,profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet

dapatmenurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular padapenyandang

diabetes.

3.7.3 Pencegahan Tersier 

a) Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandangdiabetes yang

telah mengalami penyulit dalam upaya mencegahterjadinya kecacatan

lebih lanjut.

71

Page 45: Tinjauan Pustaka Dm

b) Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin,sebelum

kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosisrendah (80-325 mg/hari)

dapat diberikan secara rutin bagipenyandang diabetes yang sudah

mempunyai penyulitmakroangiopati.

c) Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhanpada pasien dan

keluarga. Materi penyuluhan termasuk upayarehabilitasi yang dapat

dilakukan untuk mencapai kualitas hidupyang optimal.

d) Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik

danterintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit

rujukan.Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung

dan ginjal,mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi

medis, gizi,podiatris, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang

keberhasilan pencega

72