Upload
napotnaidra
View
16
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laplas
Citation preview
BAB IIITINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.2
1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association
(ADA), 2005, yaitu :2
a. Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes Melitus ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang
terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol
adalah sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus,
sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus.
Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
b. Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes Melitus ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja
dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat
tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang.
Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi
hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM tipe 2 ini dengan obesitas atau
kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
c. Diabetes Melitus tipe lain
i. Defek Genetik fungsi sel Beta :
- Kromosom 12, HNF-1α (dahulu MODY 3)
- Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
- Kromosom 20, HNF-4α (dahulu MODY 1)
- Kromosom 13, insulin Promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY
- Kromosom 17, HNF-1β (dahulu MODY 5)
- Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
28
- DNA Mitochondria, dan lainnya
ii. Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A,
leprechaunism, sindrom Rhabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik,
lainnya
iii.Penyakit eksokrin Pankreas : Pankreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro
kalkulus, lainnya
iv. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromotositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya
v. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis β edrenergic,
tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya
vi. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya
vii. Imunologi (jarang) : sindrom “Stiff-man”, antibody anti reseptor
insulin lainnya
viii. Sindrom genetik lain : Sindrom Down, Sindrom Klinefelter,
sindrom Turner, sindrom Wolfram’s, Ataksia Friedreich’s, Chorea
Hutington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, Distrofi Miotonik,
Porfiria, Sindrom Prader Willi, lainnya
d. DM Gestasional
Tabel 3.1. Klasifikasi DM 2
1.3 Etiopastofisiologi
Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti,
namun dimungkinkan karena faktor :2,9,10,12
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
29
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal
dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Mellitus tipe II
disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
30
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya
DM tipe II, diantaranya adalah:
Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
Obesitas (80% pasien DM tipe 2)
Riwayat keluarga
Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa/produksi
glukosa yang melebihi kebutuhan kalori akan disimpan sebagai glikogen dalam
sel-sel hati dan sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemia
(kadar glukosa darah > 110 mg/dl). Pada pasien DM, kadar glukosa dalam darah
meningkat/tidak terkontrol, akibat rendahnya produk insulin, tubuh tidak dapat
menggunakannya, sehingga sel-sel akan starvasi. Bila kadar meningkat akan
dibuang melalui ginjal yang akan menimbulkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus sehingga pasien
banyak minum (polidipsi). Karena glukosa terbuang melalui urin maka tubuh
kehilangan banyak kalori sehingga nafsu makan meningkat (poliphagi). Akibat
sel-sel starvasi karena glukosa tidak dapat melewati membran sel, maka pasien
akan cepat lelah dan mengantuk.2
31
Gambar 3.1. Patofisiologi Diabetes Melitus
1.4 Diagnosis Diabetes Melitus
32
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.2
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah
ini:13
1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri.
TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena
membutuhkan persiapan khusus.
Cara pelaksanaan TTGO:2
a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan
sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa.
33
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit.
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untukpemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai.
f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah bebanglukosa.
g. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok
h. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,
bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT). Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan
TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 –199
mg/dL (7,8-11,0 mmol/L). Sedangkan diagnosis GDPT ditegakkan bila
setelah pemeriksaanglukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125
mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam <
140mg/dL.2
Tabel 3.2. Kriteria diagnosis Diabetes Melitus2
Ada perbedaan antar uji diagnostik diabetes mellitus dengan pemeriksaan
penyaring. Uji diagnostik diabetes mellitus dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala atau tanda diabetes mellitus. Sedangkan pemeriksaan
penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT,sehingga dapat ditangani
lebih dini secara tepat.14 Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau
kadar glukosa darah puasa. Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan
masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang
34
padaumumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang
diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada
saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.2
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan
penyaring dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM2
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk
menentukan diagnosis DM, TGT, dan GDPT. Berikut ini langkah-langkah
penegakan diagnosis DM, TGT dan GDPT.2
Gambar 3.2 Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa2
3.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan :2
1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas danmortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku2.
Manajemen Diabetes Melitus terdiridari:2
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien,keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku,dibutuhkan edukasi.
2. Terapi gizi medis atau Perencanaan Makan
35
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh
dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien
itu sendiri). Perencanaan makan pada pasien diabetes meliputi:2
a. Memenuhi kebutuhan energi padapasien Diabetes Melitus
b. Terpenuhinya nutrisi yang optimal pada makanan yang disajikan
seperti vitamin dan mineral
c. Mencapai dan memelihara berat badan yang stabil
d. Menghindari makan makanan yang mengandung lemak, karena pada
pasien Diabetes Melitus jika serum lipid menurun maka resiko komplikasi
penyakit makrovaskuler akan menurun
e. Mencegah level glukosa darah naik, karena dapat mengurangi komplikasi
yang dapat ditimbulkan dari Diabetes Melitus
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan Diabetes Melitus. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan
kaki kepasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan.
Selain untuk menjaga kebugaran juga, latihan jasmani dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Pasien yang relatif sehat,
intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi Diabetes Melitus dapat dikurangi.
4. Intervensi farmakologis
Pengobatan diabetes secara menyeluruh mencakup diet yang benar,
olahraga yang teratur, dan obat-obatan yang diminum atau suntikan
insulin. Pasien Diabetes tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin
setiaphari. Pasien Diabetes tipe 2, umumnya pasien perlu minum obat anti
diabetes secara oral atau tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan
36
insulin pada kondisi tertentu,atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan
tablet.
3.5.1 Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:2
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada PeroxisomeProliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel
otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa diperifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan
dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-
pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnyapenyakit
serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan
tersebut dapat diberikan pada saatatau sesudah makan. Selain itu
harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada
awal penggunaanakan memudahkan dokter untuk memantau efek
samping obat tersebut.
c. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
d. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
37
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia.
Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulens.
e. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida
yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptidaini disekresi oleh
sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin
dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun
demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-
amide yang tidak aktif.Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2,
sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk
aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat
yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau
memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1
agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu
menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi
yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan
insulin serta menghambat penglepasan glukagon.
f. Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan
baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1dapat bekerja sebagai
perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan
hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi
pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1
bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang
lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui
berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat
38
ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping
yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan
muntah.
Monitoring keton dan gula darah merupakan pilar kelima yang
dianjurkan kepada pasien Diabetes Melitus. Monitor level gula
darah sendiri dapat mencegah dan mendeteksi kemungkinan
terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia dan pasien dapat
melakukan keempat pilar diatas untuk menurunkan resiko komplikasi
dari Diabetes Melitus.
Tabel 3.4. Perbandingan Golongan OHO2
3.5.2 Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan
dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun fixed-combination dalam bentuk
tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai
mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat
pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi
OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO
dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.3
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,
kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah
puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi
kombinasi insulin.2
39
3.5.3 Cara Pemberian OHO
a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah,dapat diberikan sampai dosis optimal.
b. Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
c. Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
d. Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan.
e. Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama
f. Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
Insulin diperlukan pada keadaan:2
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.
3.5.4 Jenis –jenis Insulin
Adapun jenis dan lama kerja insulin berdasar lama kerja, insulin terbagi
menjadi empat jenis, yakni:2
1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin).
2. Insulin kerja pendek (short acting insuli).
3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)
5. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
40
3.5.5 Efek Samping Terapi Insulin
Adapun efek sampin terapi insulin antara lain:2
a) Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.
b) Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
3.5.6 Prinsip Terapi Insulin
Adapun prinsip pemikiran terapi insulin:2
a) Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial.
Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang
fisiologis.
b) Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulinprandial
atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkantimbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkandefisiensi insulin prandial
akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.
c) Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi
terhadap defisiensi yang terjadi.
d) Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikanglukosa darah
basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapatdicapai dengan terapi oral
maupun insulin. Insulin yangdipergunakan untuk mencapai sasaran
glukosa darah basaladalah insulin basal (insulin kerja sedang atau
panjang).
e) Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapatdilakukan
dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bilasasaran terapi belum
tercapai.
f) Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai,sedangkan A1C
belum mencapai target, maka dilakukanpengendalian glukosa darah
prandial (meal-related). Insulinyang dipergunakan untuk mencapai sasaran
glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau
insulinkerja pendek (short acting).
g) Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan
dalam bentuk 1 kaliinsulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau
41
1 kalibasal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3
kaliprandial (basal bolus).
h) Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untukmenurunkan
glukosa darah prandial seperti golongan obatpeningkat sekresi insulin
kerja pendek (golongan glinid), ataupenghambat penyerapan karbohidrat
dari lumen usus(acarbose).
i) Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengankebutuhan
pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah harian.
3.6 Komplikasi Diabetes Melitus
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai komplikasi.
Komplikasi pada Diabetes Melitus dibagi menjadi dua yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronis.9
3.6.1 Komplikasi akut
Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik, hiperosmolar non
ketotik, dan hipoglikemia.2
a) Ketoasidosis diabetik (KAD)
b) KAD Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya
tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 ms/mL) dan terjadi peningkatan anion gap
c) Hiperosmolar non ketotik (HNK)
d) Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darahsangat tinggi (600-1200
mg/dL), tanpa tanda dan gejalaasidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat
(330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap normal atau sedikit
meningkat.Catatan:kedua keadaan (KAD dan HNK) tersebut
mempunyaiangka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.Memerlukan
perawatan di rumah sakit gunamendapatkan penatalaksanaan yang memadai.
e) Hipoglikemia, yang ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60
mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandangdiabetes harus
selalu dipikirkan kemungkinanterjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling
42
seringdisebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia
akibat sulfonilurea dapat berlangsunglama, sehingga harus diawasi sampai
seluruh obatdiekskresi dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang
diperlukan waktu yang cukup lama untukpengawasannya (24-72 jam atau
lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau
yangmendapatkan terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada
usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari, mengingat dampaknya
yangfatal atau terjadinya kemunduran mental bermaknapada pasien.
Perbaikan kesadaran pada DM usialanjut sering lebih lambat dan
memerlukanpengawasan yang lebih lama. Gejala hipoglikemia terdiri dari
gejala adrenergik(berdebar-debar, banyak keringat, gemetar, dan rasalapar)
dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah,kesadaran menurun sampai
koma). Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.
Bagi pasien dengan kesadaran yangmasih baik, diberikan makanan yang
mengandungkarbohidrat atau minuman yang mengandung gulaberkalori atau
glukosa 15-20 gram melalui intra vena.Perlu dilakukan pemeriksaan ulang
glukosa darah 15menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikanpada
pasien dengan hipoglikemia berat.Untuk penyandang diabetes yang tidak
sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu
sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab menurunnya
kesadaran.
3.6.2 Komplikasi Kronis
Pada diabetes mellitus berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu:10,11
3.6.2.1 Komplikasi Mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular : retinopati dan nefropati, timbul akibat
penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler. Komplikasi mi
spesifik untuk diabetes melitus.2
A. Retinopati diabetik
i. Retinopati diabetik (RD) merupakan suatu komplikasi kronik
diabetes melitus karena mikroangiopati vaskular retina yang dapat
43
menimbulkan kebutaan dan umumnya dipengaruhi oleh beberapa
faktor risiko yang meliputi, usia dan lama menderita DM, kontrol
gula darah, tipe DM serta penyakit yang menyertai, misalnya
hipertensi dan nefropati.15
ii. Faktor resiko yang berpengaruh
Lama menderita diabetes
Bila diabetes didiagnosa sebelum usia 30 tahun, resiko
terjadinya retinopati diabetik sekitar 2%. Dan apabila sudah
menderita selama 7 tahun resiko untuk menderita retinopati
50% sedangkan apabila menderita selama 25 tahun
kemungkinan menderita retinopati diabetik 90%. Penderita
diabetes dengan durasi 25 sampai 50 tahun 26%
kemungkinan akan mengalami bentuk proliferatif. Penurunan
penglihatan dibawah 20/40 dijumpai pada penderita diabetes
tergantung insulin sekitar 10% pada penderita diabetes anak,
dan 38% pada penderita diabetes dewasa. Serta 24% pada
penderita diabetes tidak tergantung insulin.16
Kontrol kadar gula darah
Berdasarkan suatu penelitian pemberian insulin untuk
mengontrol kadar gula darah dengan ketat mengurangi resiko
terjadinya retinopati hingga sekitar 50%.16
Ibu hamil, hipertensi, merokok, hiperlipidemia dan anemia.
iii. Retinopati diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular paling
sering pada DM. Lama menderita DM merupakan faktor risiko
utama yang berkaitan dengan perkembangan retinopati diabetik.
Setelah lima tahun menderita DM tipe 1, sekitar 25% pasien
mengalami retinopati. Setelah 10 tahun hampir 60% menderita
retinopati dan setelah 15 tahun 80% akan menderita retinopati.17
Proliferatif retinopati diabetik (PRD) merupakan bentuk
retinopati yang sangat mengancam penglihatan dan biasanya
terdapat pada 25% pasien DM tipe 1 dengan durasi penyakit 15
tahun, timbul pada 2% pasien dengan durasi DM kurang dari 5
44
tahun. Mekanisme kelainan mikrovaskular pada retinopati
diabetik sampai saat ini belum jelas. Namun demikian diduga
paparan hiperglikemia dalam waktu yang lama mengakibatkan
perubahan biokimiawi dan fisiologi yang dapat menyebabkan
perubahan pada endotel vaskular. Perubahan vaskular pada retina
meliputi kehilangan perisit dan penebalan membrana basalis.
17Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang
terdapat pada membran sel yang terletak di antara keduanya.
Dalam keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel
endotel retina adalah 1:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan
struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu
mempertahankan fungsi barier, transportasi kapiler, dan
mengendalikan proliferasi endotel. Membrana basalis.16
Gambar 3.3 Patofisiologi Retinopati Diabetik
iv. Retinopati diabetik dapat diklasifikasikan dalam 2 jenis:17
Nonproliferatif retinopati diabetik (NPRD)
Pada nonproliferatif retinopati diabetik, perubahan
mikrovaskular retina hanya terbatas pada retina saja, tidak
menyebar ke membran limitan interna. Karakteristik NPRD
termasuk, mikroaneurisma, area kapiler nonperfusi, infark
dari nerve fibre layer, IRMAs, perdarahan dot and blot
intraretina, edema retina, hard eksudat, arteriol abnormalitas,
dilatasi dan beading vena retina.
Proliferatif retinopati diabetik (PRD)
Proliferasi fibrovaskular ekstra retina memperlihatkan variasi
stadium perkembangan PRD. Pembuluh darah baru
berkembang dalam 3 stadium:17
1) Pembuluh darah baru dengan jaringan fibrous
minimal yang melintasi dan meluas mencapai
membrana limitan interna.
2) Pembuluh darah baru meningkat ukurannya dan
meluas, dengan meningkatnya komponen fibrous.
45
3) Pembuluh darah baru mengalami regresi,
meninggalkan sisa proliferasi fibrovaskular di
sepanjang hialoid posterior.
Berdasarkan luasnya proliferasi, PRD dibagi dalam tingkatan
early, high-risk, atau advance.
v. Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala
berkurangnya ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada
mata yang dapat mengarah pada kebutaan.Retinopati diabetes
dibagi dalam 2 kelompok,yaitu Retinopati nonproliferatif dan
Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupakan stadium
awal dengan ditandaiadanya mikroaneurisma, sedangkan retino
proliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh
darah kapiler, jaringanikat dan adanya hipoksia retina. Pada
stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula
darah yang baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir
tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula darah,
malahan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan
penurunan kadar gula darah yang terlalusingkat.16
vi. Prinsip utama penatalaksanaan medikal adalah memperlambat
dan mencegah komplikasi. Ini bisa dicapai oleh pelaksanaan
pemeriksaan lokal dan menyeluruh yang mempengaruhi onset
NPRD dan progresifitasnya menjadi PRD. Hipertensi, bila tidak
terkontrol selama beberapa tahun sering menyebabkan
progresifitas menjadi lebih tinggi dari DME dan retinopati
diabetik. Penyakit oklusi arteri karotis berat dapat menimbulkan
PRD advance sebagai bagian dari sindroma iskemik okular. 16
Kehamilan dapat berkaitan dengan memburuknya retinopati,
oleh karena itu, wanita diabetes yang hamil memerlukan evaluasi
retina yang lebih sering. Faktor yang paling penting dalam
penatalaksanaan medikal pada retinopati diabetik adalah
mempertahankan kontrol gula yang baik.17
B. Nefropati diabetic
46
i. Definisi klasik dari nefropati diabetik adalah peningkatan progresif
eksresi albumin di dalam urin disertai dengan peningkatan tekanan
darah, yang mengarah pada penurunan filtrasi glomerulus dan
akhirnya menjadi gagal ginjal.18
ii. Secara ringkas, faktor-faktor terjadinya penyakit nefropati diabetik
adalah sebagai berikut :18
Kurang terkendalinya kadar gula darah (GDP > 140-160 mg/dl
[7,7-8,8 mmol/l); A1C>7-8 %)
Faktor genetis
Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan
GFR, peningkatan tekanan intraglomerulus)
Hipertensi sistemik
Sindroma metabolik
Peradangan
Perubahan permeabilitas pembuluh darah
Asupan protein berlebih
Gangguan metabolik (gangguan metabolisme polyiol,
pembentukan AGEs, peningkatan sitokin.
iii. Saat ini hiperfiltrasi masih dianggap sebagai awal dari mekanisme
patogenik dari kerusakan ginjal. Saat nefron mengalami
pengurangan yang berkelanjutan, filtrasi dari nefron yang sehat akan
meningkat sebagai kompensasi. Hiperfiltrasi dari nefron yang sehat
tersebut lambat laun akan menyebabkan sklerosis. Mekanisme dari
peningkatan laju filtrasi glomerulus ini masih belum jelas benar, tapi
mungkin disebabkan oleh dilatasi arteriol afere oleh efek yang
tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, IGF-1,
nitrit oxide, prostaglandin dan glukagon. Efek langsung dari
hiperglikemia adalah ransangan hipertrofi sel, sintesis matriks
ekstraseluler, serta TGF β yang diperantarai oleh protein kinase-C
(PKC) yang termasuk serine-threonin kinase yang memiliki fungsi
pada vaskular seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan
permeabilitas kapiler. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan
47
terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein.
Padanawalnya, glukosa akan mengikat residu amino secara non-
enzimatik menjadi basa schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang
untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan
disebut sebagai produk amadori, jika proses ini berlanjut terus akan
terbentuk Adcanced Glycation End-Products (AGEs) yang
ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa
kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang berperan
dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi
sel, sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis nitrit oxide.
Proses ini akan terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium
dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis sesuai
denga tahap dari mogensen. Hipertensi yang timbul bersama dengan
bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan mendorong sklerosis pada
ginjal pasien diabetes. Penelitian pada hewan diabetes menunjukkan
adanya vasokonstriksi arteriol sebagai akibat kelainan sistem renin-
angiotensin.Diperkirakan bahwa hipertensi pada diabetes terutama
disebabkan oleh spasme arteriol eferen intrarenal atau
intraglomerulus.18
iv. Diagnosis nefropati diabetik dimulai dari dikenalinyabi;a didapatkan
kadar albumin ≥ 30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan, tanpa penyebab
albuminuria lainnya. Bila jumlah protein/albumin didalam urin
masih sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode
pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah > 30 mg/24 jam
ataupun >20 mikrogram/menit, disebut juga sebagai
mikroalbuminuria. Derajat albuminuria/proteinuria juga ditentukan
dengan rasionya terhadap kreatinin urin yang diambil sewaktu yang
dikenal dengan albumin/kreatinin tario (ACR). Tingginya eksresi
albumin/protein dalam urin selanjutnya akan menjadi petunjuk
tingkatan kerusakan ginjal.
Tabel 3.5 Karakteristik albumin dalam urin18
Kategori Kumpulan urin Kumpulan urin Urin sewaktu
48
24 jam (mg/24
jam)
sewaktu
(µg/min)
(µg/mg creat)
Normal <30 <20 <30
Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299
Albuminuria klinis ≥300 ≥200 ≥300
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan 2-3 spesimen urin dalam 3-6
bulan. Hati-hati terhadap proteinuria yang timbul pada latihan fisik
dalam 24 jam jam terakhir, infeksi, demam, payah jantung,
hiperglikemia berat, tekanan darah yang sangat tinggi,piuria dan
hematuria.8
v. Rasio albumin/kreatinin dengan urin sewaktu
Kadar albumin dallam urin 24 jam
Micral test untuk mikroalbuminuria
Disptik/reagen tablet untuk makroalbuminuria
Urin dalam waktu tertentu (4 jam atau urin semalam)2
vi. Klasifikasi nefropati diabetik menurut Mogensen (IPD)
1) Tahap 1
Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat diagnosis
ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan ekskresi albumin dalam
urin meningkat.
2) Tahap 2
Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, laju filtrasi
glomerulus tetap meningkat, eksresi albumin dalam urin dan
tekanan darah normal. Terdapat perubahan histologis awal
berupa penebalan membran basalis yang tidak spesifik. Terdapat
pula penebalan volume mesangium fraksional (peningkatan
matriks mesangium)
3) Tahap 3
Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria atau nefropati
insipien. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun
sampai derajat normal.Laju eksresi albumin dalam urin adalah
49
20-200 ig/menit (30-300 mg/24jam).Tekanan darah mulai
meningkat.Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan
membrana basalis dan volume mesangium fraksional dalam
glomerulus.
4) Tahap 4
Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut. Perubahan
histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar
pasien.sindroma nefrotik sering ditemukan pada tahap ini. Laju
filtrasi glomerulus menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan
kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya tekanan
darah.
5) Tahap 5
Timbulnya gagal ginjal terminal.17
vii. Terapi dasar adalah kendali kendali kadar gula darah, kendali
tekanan darah dan kendali lemak darah.
Evaluasi
Pemantauan yang dianjurkan oleh American Diabetes
Association (ADA) adalah pemeriksaan terhadap adanya
mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens
kreatinin.
Tabel 3.6 Pemantauan Fungsi Ginjal 8
50
Pemantauan Fungsi Ginjal Pada Pasien Diabetes
Tes Evaluasi Awal Follow Up
Penentuan mikroalbuminuria
Sesudah pengendalian gula darah awal (dalam 3 bulan diagnosis ditegakkan
Diabtes tipe 1 : tiap 5 tahunDiabetes tipe 2 : tiap tahun setelah diagnosis ditegakkan
Klirens kreatinin Saat awal diagnosis ditegakkan Tiap 1-2 tahun sampai laju filtrasi glomerulus <100ml/men/1,73 m2, kemudian tiap tahun atau lebih sering
Kreatinin serum Saat awal diagnosis ditegakkan Tiap tahun atau lebih sering tergantung dari laju penurunan fungsi ginjal
Untuk mempermudah evaluasi, NKF menganjurkan perhitungan
laju filtrasi glomerus dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault
yaitu :
Sebagian besar kasus proteinuria yang timbul pada pasien diabetes adalah
diabetik nefropati. Tetapi harus tetap disadari bahwa ada kasus-kasus
tertentu yang memerlukan evaluasi lebih lanjut, terutama jika ada
gambaran klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium yang mengarah
kepada penyakit-penyakit glomerulus nondiabetik (hematuria
makroskopik, cast sel darah merah dll), atau kalau timbul azotermia
bermakna dengan proteinuria derajat sangat rendah, tidak ditemukannya
retinopati (terutama DM tipe I), atau pada kasus proteinuria yang timbul
mendadak serta tidak melalui tahapan perkembangan nefropati. Pada
kasus-kasus seperti ini, dianjurkan pemeriksaan melalui biopsi ginjal.18
viii. Pada prinsipnya, pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah
melalui
1. Pengendalian gula darah
Pengendalian yang baik dapat mencegah komplikasi kronik.
Diperlukan pengendalian DM yang baik yang merupakan sasaran
terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai
kadar yang diharapkan sera kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar
yang diharapkan. Dengan demikian pula status dizi dan tekanan darah.2
Tabel 3.7 Kriteria Keberhasilan Terapi Nefropati Diabetik
2. Pengendalian tekanan darah
Indikasi pengobatan tekanan darah bila Tekanan Darah (TD) sistolik >
130 mmHg dan/atau TD diastolik > 80 mmHg. Sasaran tekanan darah
< 130/80 mmHg namun pada nefropati diabetik dimana terjadi
proteinuria ≥ 1 gram / 24 jam yaitu < 123/75 mmHg. Pengelolaan
tekanan darah meliputi menurunkan berat badan menjadi berat badan
51
ideal, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok, alkohol
serta mengurangi konsumsi garam.
beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat memberikan terapi
farmakologis adalah :2
Pengaruh OAH terhadap profil lipid
Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
OAH yang dapat digunakan pada DM adalah :2
Penghambat ACE (ACEi)
Penyekat receptor angiotensin II (ARB)
Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
Diuretik dosis rendah
Penghambat reseptor alfa
Antagonis kalsium (CA)
Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139
mmHg atau tekanan diastoli antara 80-89 diharuskan
melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila ggal
mencapai target dapat ditambahkan terap farmakologis
Pasien dengan tekanan darah sistolok >140 mmHg atau
tekanan diastolik >90 mHg, dapat diberikan terapi
farmakologis langsung.
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat
dicapai dengan monoterapi.
Catatan :2
Pada Nefropati diabetik obat yang digunakan adalah ARB dan
ACEi
ACEi, ARB, CA golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki
mikroalbuminuria
ACEi dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular
Diuretik HCR dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti
memperburuk toleransi glukosa.
52
Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah
dicapai
Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapa dicoba
menurunkan dosis secara bertahap
Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap.2
Perbaikan fungsi ginjal:2
diet protein 0,8 gram/kgBB perhari. Jika terjadi penurunan fungsi
ginjal yang bertambah berat, diet protein diberikan 0,6-0,8
gram/kg BB per hari.
Jika kreatinin >2,0 mg/dL sebaiknya ahli nefrologi ikut dilibatkan
Idealnya bila klirens kreatinin <15 mmL/menit sudah merupakan
indikasi terapi pengganti (dialisis, transplantasi) (PERKENI, 2011
; Hendromartono, 2009).
ix. Rujukan kepada seorang yang ahli dalam perawatan nefropati diabetik
jika laju filtrasi glomerulus mencapai < 60 ml/men/173m2, atau lebih
awal jika pasien berisiko mengalami penurunan fungsi ginjal yang
cepat atau diagnosis dan prognosis pasien diragukan.17
C. Neuropati diabetik
i. International Consensus Meeting for the Outpatient Management of
Neuropathy menyetujui definisi sederhana dari neuropati diabetik
dalam praktek klinis sebagai adanya gejala dan/atau tanda disfungsi
saraf perifer pada pasien diabetes setelah eksklusi penyebab lainnya.
Diagnosis tidak dapat dibuat tanpa pemeriksaan klinis yang seksama
pada anggota gerak, hilangnya gejala bukan berarti mengindikasikan
hilangnya tanda.19
ii. Adapun klasifikasi dari neuropati diabetik adalah:19
a. Neuropati simetris
- Neuropati diabetik perifer
Neuropati diabetik perifer merupakan sindrom neuropati yang
paling umum ditemukan. Secara klinis didapatkan kehilangan
sensoris pola length-related dengan bermula dari jari kaki dan
meluas ke telapak kaki dan tungkai dalam distribusi kaus kaki.
53
Dalam kasus yang berat sering juga didapatkan keterlibatan pada
anggota gerak atas. Neuropati otonom subklinis biasanya
didapatkan timbul bersamaan. Tetapi jarang ditemukan neuropati
otonom klinis yang jelas. Manifestasi motorik secara klinis tidak
tampak jelas pada tahap awal penyakit. Tetapi, seiring
perkembangan penyakit, manifestasi motorik akan semakin
tampak seperti berkurangnya otot kecil tangan dan kelemahan
anggota gerak. Gambaran klinis utama dari neuropati diabetik
perifer adalah kehilangan rasa sensorik yang tidak disadari oleh
pasien, atau digambarkan sebagai mati rasa. Beberapa pasien
mengalami gejala sensoris progresif seperti :
- Mengelitik (parestesia)
- Nyeri yang membakar
- Nyeri tungkai bawah paroksismal
- Nyeri seperti ditusuk atau diiris pisau
- Nyeri kontak, sering diasosiasikan dengan wearing day-time
clothes and bedclothes (stimulus tidak menyakitkan tetapi
sering diasosiasikan sebagai menyakitkan, dikenal sebagai
alodinia)
- Stimulus nyeri ringan dipersepsikan sebagai nyeri yang
sangat menyakitkan (hiperalgesia)
- Nyeri waktu jalan, sering digambarkan sebagai ‘berjalan
tanpa alas kaki di atas kelereng’, atau ‘berjalan tanpa alas
kaki pada pasir panas’
- Sensasi panas atau dingin pada telapak kaki
- Rasa gatal yang persisten pada telapak kaki dan sensasi
cramp-like pada betis.
Nyeri dapat meluas ke dorsum pedis dan menyebar ke seluruh
tungkai. Beberapa pasien mungkin hanya mengeluhkan
kesemutan pada satu atau dua jari kaki, yang lain mungkin
mengalami komplikasi lebih seperti kaki mati rasa atau nyeri
neuropati berat dan tidak dapat respon dengan terapi obat.19
54
Neuropati diabetik perifer yang menyakitkan sering ditemukan,
mempengaruhi sekitar 16-26% dari pasien diabetes, semakin
terasa pada malam hari dan menyebabkan gangguan tidur.
Nyeri neuropati yang berat dan menyakitkan biasanya ditandai
dengan pembatasan kegiatan fisik sehari-hari sehingga tidak
mengejutkan jika gejala depresif merupakan hal yang umum
terjadi. Pada neuropati lanjut terjadi ataxia sensoris, yang
menimbulkan gangguan kemampuan berjalan dan sering
terjatuh terutama jika ada gangguan penglihatan karena
retinopati.19 Penderita neuropati diabetik perifer bisa saja tidak
memiliki berbagai gejala diatas, tetapi datang dengan ulkus
kaki. Keadaan ini memaksa perlunya pemeriksaan kaki semua
penderita diabetes secara seksama untuk mengidentifikasi
berkembangnya ulserasi kaki. Kaki yang mati rasa merupakan
risiko terjadinya luka karena suhu atau mekanik, karena itu
pasien harus diingatkan akan hal ini dan diberikan nasehat
untuk perawatan kaki.19
- Nyeri neuropati akut
Nyeri neuropati akut merupakan suatu sindrom neuropati
sementara yang ditandai dengan nyeri akut pada tungkai
bawah. Neuropati akut tampak dalam bentuk simetris dan
relatif jarang terjadi. Nyeri selalu membuat stres penderita dan
kadang membuat tidak mampu bekerja. Terdapat dua sindrom
yang berbeda, pertama yang terjadi dalam kontrol glikemik
yang buruk dan kedua akibat perbaikan cepat kontrol
metabolik setelah memulai insulin (neuritis insulin). Biasanya
gejala sembuh dalam waktu 12 bulan. 20
- Neuropati otonom
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung,
tekanan darah dan kadar gula darah. Selain itu mengenai organ
dalam yang menyebabkan gangguan pada pencernaan, miksi,
respon seksual dan penglihatan. Juga mempengaruhi sistem
55
yang memperbaiki kadar gula darah ke normal, sehingga
tanda-tanda hipoglikemia seperti keringat dingin, gemetar dan
palpitasi menghilang. Secara keseluruhan kerusakan terjadi
difus pada saraf parasimpatik dan simpatik terutama pada
penderita diabetes dengan neuropati perifer difus. 19
b. Neuropati asimetris
Neuropati asimetris atau neuropati fokal adalah komplikasi yang
sudah dikenal pada komplikasi diabetes. Biasanya onsetnya cepat
dan cepat pula sembuh. Hal ini berbeda dengan neuropati diabetik
perifer kronis, dimana tidak ada perbaikan atas gejala pada
beberapa tahun setelah onset.19
c. Amiotrofi diabetik (neuropati motorik proksimal)
Sindrom dari kelemahan dan atropi tungkai asimetris proksimal
progresif pertama kali digambarkan oleh Garland sebagai
amiotrofi diabetik. Istilah ini juga dikenal sebagai “neuropati
motorik proksimal, neuropati diabetik lumbosakral
radikulopleksus atau neuropati femoral”. Penderita merasakan
nyeri yang berat pada paha bagian dalam, kadang dirasakan
seperti terbakar dan meluas sampai ke lutut. Penderita diabetes
melitus tipe 2 diatas usia 50 tahun sering terkena.
Pada pemeriksaan ditemukan kerusakan otot quadriceps ditandai
kelemahan fungsi kelompok otot ini meskipun otot fleksor dan
abduktor panggul dapat juga terpengaruh. Adductor paha, gluteus,
dan otot hamstring juga terkait. Gerakan lutut biasanya berkurang
atau tidak ada. Kelemahan dapat berakibat pada kesulitan untuk
bangkit dari kursi yang randah atau menaiki tangga. Gangguan
sensorik jarang terjadi dan jika ada biasanya bersamaan dengan
neuropati diabetik perifer.19
iii. Banyak etiologi berperan serta dalam berbagai sindrom neuropati pada
penderita diabetes. Hiperglikemia sangat jelas memegang peranan
dalam perkembangan dan progresi neuropati diabetik sama seperti
komplikasi mikrovaskuler diabetes lainnya. Penelitian patofisiologi
56
molekuler dan biokimia neuropati diabetik difokuskan pada jalur
metabolisme glukosa.20 Jalur utama yang dipengaruhi metabolisme
adalah fluks glukosa melalui jalur poliol, jalur hexosamine; aktivasi
isoform protein kinase C (PKC) yang berlebihan; akumulasi dari
advanced glycation endproducts (AGEs). Peningkatan stres oksidatif
dalam sel menyebabkan aktivasi jalur polimerase (PARP) dengan
meregulasi ekspresi gen yang terlibat dalam promosi reaksi inflamasi
dan disfungsi neuronal. Neuropati diabetik terjadi karena
hiperglikemia yang menyebabkan penurunan aliran neurovaskuler
mulai dari iskemia sampai kerusakan neuronal.
Gambar 3.4 Skema efek hiperglikemia terhadap jalur biokimia pada neuropati diabetes19
iv. Melalui anamnesis dapat dicari keluhan atau gejala yang berhubungan
dengan neuropati diabetik seperti :19
- Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa baal, rasa
geli, seperti memakai sarung tangan, sering menyerang distal
anggota gerak, terutama anggota gerak bawah. Rasa nyeri dapat
timbul bersama-sama atau tanpa gejala di atas.
- Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan
diagnosis nyeri neuropati diabetik. Pada tahap awal diperlukan
riwayat nyeri, lokasi nyeri, kualitas nyeri, distribusi nyeri,
bagaimana pengaruh terhadap rabaan atau sentuhan, faktor yang
meringankan atau memperberat.Untuk menentukan tingkat
beratnya nyeri atau yang berhubungan dengan karakteristik, pola
nyeri dapat menggunakan kuesioner nyeri McGill (MPQ).
Sementara untuk menentukan ada atau tidaknya nyeri dapat
menggunakan Visual Analog Scale.
- Gangguan motorik dapat berupa gangguan koordinasi, parese
proksimal dan atau distal, manifestasinya berupa sulit naik
tangga, sulit bangkit dari kursi atau lantai, sering terjatuh, sulit
bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu, Gejala otonom
berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada posisi
57
berdiri, sinkop saat buang air besar, batuk atau bersin, impotensi,
sulit ejakulasi, ejakulasi retrograde, sulit menahan buang air besar
atau kecil, diare saat malam hari, konstipasi, gangguan adaptasi
dalam gelap dan terang.19
v. Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada
semua sistem tubuh, berkaitan dengan komplikasi yang mungkin
terjadi pada DM. termasuk pemeriksaan tekanan darah dan denyut
jantung. Pasien dengan gejala atau tanda gangguan pada ekstremitas
perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi perifer karena
ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan
lapang pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan
kulit dilakukan terutama pada daerah kaki, apakah ada luka yang
sembuhnya lambat atau ulkus.
vi. Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus
otot, kekuatan, adanya fasikulasi, atrofi, pemeriksaan refleks tendon
dalam patella dan Achilles. Observasi mengenai cara berjalan,
berjalan di tempat, berjalan dengan jari kaki dan tumit. Pemeriksaan
sensorik dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi, temperatur, raba dan
pemeriksaan propioseptif.
vii. Semua pasien dengan neuropati diabetik harus dilakukan pemeriksaan
gula darah, urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol HDL
dan LDL, trigliserida, asam urat, serta pemeriksaan lain bila ada
indikasi seperti elektrolit, hitung jenis sel darah, serum protein
elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin kinase, laju endap darah,
antibodi antinuclear, fungsi tiroid dan elektrokardiografi.19
viii. Pemeriksaan radiologis dapat berupa pemeriksaan MRI servikal,
torakal dan atau lumbal untuk menyingkirkan kausa sekunder dari
neuropati, CT mielogram merupakan suatu pemeriksaan alternatif
untuk menyingkirkan lesi kompresi dan keadaan patologis lain di
kanalis spinal pada radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati
torakoabdominal, MRI otak digunakan untuk menyingkirkan
aneurisma intrakranial lesi kompresi dan infark pada kelumpuhan
58
nervus okulomotorius.20Consensus Development Conference pada
Standarized Measure in Diabetic Neuropathy merekomendasikan lima
pengukuran yang dilakukan dalam diagnosis neuropati diabetik
sebagai berikut :
- Pengukuran klinis
- Analisis morfologi
- Pengukuran elektrodiagnostik
- Tes kuantitatif sensoris dan
- Tes sistem saraf otonom
Elektromiografi digunakan untuk membedakan penyakit otot dari
gangguan neurologis. Pada tes ini, beberapa jarum diletakkan pada
otot kemudian dilakukan pencatatan sewaktu istirahat dan kontraksi.
Prosedur ini terasa sangat nyeri untuk beberapa pasien dan mungkin
memerlukan analgesik pasca-prosedur. Pemeriksaan kecepatan hantar
saraf menyempurnakan pemeriksaan elektromiografi (EMG),
membantu pemeriksa untuk mengevaluasi keberadaan dan luasnya
patofisiologi saraf perifer. 19
ix. Langkah pertama dalam pengobatan neuropati diabetik adalah
menurunkan gula darah ke kadar normal untuk mencegah terjadinya
kerusakan saraf lebih lanjut; karena itu diperlukan monitoring gula
darah, pengaturan diet, latihan atau olahraga dan anti diabetika oral
atau insulin untuk mengontrol gula darah. Perubahan gula darah yang
fluktuatif dianggap dapat memperburuk dan menyebabkan nyeri
neuropati sehingga stabilitas nilai kontrol glikemik lebih penting
untuk menghilangkan nyeri neuropati diabetik. Kontrol glikemik
yang ketat dapat menurunkan resiko neuropati sebesar 60% dalam
waktu 5 tahun pada penelitian Diabetes Control and Complication
Trial.19 adapun . penatalaksanaan simptomatik adalah: 19
- Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik
Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik dianggap sebagai
pengobatan first line nyeri neuropati. Antidepresan mengontrol
nyeri dan gejala akibat nyeri seperti insomnia dan depresi.
59
Kerja terapeutik agen ini adalah melalui inhibisi reuptake
norepinefrin dan serotonin.
- Inhibitor reuptake serotonin selektif dan inhibitor reuptake
serotonin-norepinefrin Inhibitor reuptake serotonin selektif
(SSRI) merupakan antidepresan paling baru dalam
menggantikan antidepresan trisiklik untuk pengobatan depresi
karena ditoleransi lebih baik. Kebalikan dengan antidepresan
trisiklik, efek SSRI sangat terbatas dalam pengobatan
polineuropati diabetik. Dosis fluoexetine 40 mg/hari dan
citalopram 40 mg/hari.
- Antikonvulsan mengontrol eksibilitas neuronal dengan
penghambatan saluran natrium dan/atau kalsium. Secara luas
obat ini digunakan untuk mencegah kejang tetapi dapat juga
digunakan dalam pengobatan nyeri neuropati. Fenitoin dan
karbamazepin secara primer memblok voltage gated sodium
channel. Dengan dosis antara 200 dan 600 mg/hari, keduanya
dapat mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan
plasebo.
- Calcium channel α2-δ ligan, Gabapentin digunakan secara
luas untuk nyeri neuropati karena efektivitasnya dan efek
samping yang lebih sedikit dibandingkan antidepresan trisiklik
dan antikonvulsan lainnya. Gabapentin menghasilkan efek
analgesia dengan terikat pada α2-δ L-type voltage gated
calcium channel dan menurunkan influks kalsium. Gabapentin
≤400mg lebih efektif dalam mengobati polineuropati diabetik
dibandingkan amitriptilin (≤ 90 mg/hari). Gabapentin dapat
ditoleransi dengan baik pada titrasi lambat. Efek samping
gabapentin termasuk dizziness, ataksia, sedasi, euforia, edema
ankle dan pertambahan berat badan. Biasanya dibutuhkan
titrasi berminggu-minggu untuk mencapai dosis maksimal
yang efektif hingga 3 g/hari.
60
- Metixiline merupakan anti-aritmia dan telah digunakan untuk
mengobati berbagai macam nyeri neuropati termasuk
polineuropati diabetik. Beberapa uji klinis plasebo kontrol
acak telah dilakukan tetapi tidak satupun penelitian
menunjukkan pengurangan skor nyeri lebih dari 50%. Tetapi
pasien dengan keluhan nyeri yang menusuk dan membakar dan
sensasi panas dapat dikurangi dengan terapi metixiline.
- Opioid
Oxycodon lepas lambat 20mg/hari mengurangi polineuropati
diabetik pada periode 6 minggu. Walaupun opioid efektif
terhadap polineuropati diabetik, penggunaan jangka panjang
akan mempunyai efek samping termasuk konstipasi, retensio
urin, gangguan fungsi kognitif, gangguan fungsi imun dan
masalah yang berhubungan dengan toleransi dan adiksi. Baru-
baru ini penelitian menggunakan kombinasi terapi opioid dan
gabapentin membuktikan bahwa ada efek pengurangan nyeri.
- Non-steroidal anti inflamatory drug (NSAID) merupakan
kelompok pengobatan yang menghambat siklooksigenase dan
mencegah pembentukan prostaglandin. Biasanya NSAID tidak
direkomendasikan untuk pengobatan polineuropati diabetik
akibat efeknya terhadap fungsi gastrointestinal, ginjal dan
jantung. Resiko overdosis juga tinggi pada pasien nyeri kronik.
Pada penelitian kecil didapatkan ibuprofen 2400 mg/hari dan
sulindac 400 mg/hari secara signifikan mengurangi skor
parestesia polineuropati diabetik pada 24 minggu.
- N-methyl D-aspartate receptor antagonist, dekstrometrofan
dan mematine telah diuji pada polineuropati diabetik.
Dekstrometrofan mempunyai efek penurunan polineuropati
diabetik signifikan yang tergantung pada dosis. Walaupun
begitu inhibitor NMDA mempunyai efek samping termasuk
sedasi, mulut kering dan distres gastrointestinal
61
- Capsaicin merupakan ekstrak dari capsicum. Capsaicin terikat
pada reseptor TRPV1 dan memakai substansi P pada saraf
perifer untuk mendapatkan efek analgesiknya. Pada penelitian
oleh Capsaicin Study Group, 0.075 krim capsaicin dioleskan
tiga kali sehari selama 6 minggu lebih efektif dalam
mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Rasa
terbakar merupakan efek samping paling sering yang
cenderung menurun jika terapi diteruskan. Efek terapeutik
capsaicin dimulai mingguan setelah pemakaian krim. Baru-
baru ini patch yang mengandung capsaicin dosis tinggi
menunjukkan efek menjanjikan dalam pengobatan nyeri
diabetic
- Karena gangguan pembentukan NO menyebabkan penurunan
aliran darah terlibat dalam polineuropati diabetik, penelitian
kecil menggunakan isosorbid dinitrat dilakukan. Pada 12
minggu penelitian crossover, double-blind, placebo controlled
dengan 22 pasien didapatkan semprotan isosorbid dinitrat
secara signifikan mengurangi polineuropati diabetik. Pasien
dalam percobaan ini melaporkan nyeri kepala ringan dan
dibutuhkan penelitian lebih besar untuk mengevaluasi efek
potensial pengobatan ini dalam polineuropati diabetic
- Patch lidokain topikal 5% dilaporkan pada beberapa penelitian
mengurangi nyeri polineuropati diabetik. Pada penelitian open
label hingga empat patch lidokain 5% diberikan hingga 18
jam/hari dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan
nyeri diabetik polineuropati. Patch lidokain secara signifikan
memperbaiki nyeri dan angka kualitas hidup.
x. Terapi yang dibahas sebelumnya terbukti dapat mencegah atau
memperlambat neuropati diabetik (kontrol glikemia) atau
menghilangkan efeknya (terapi simptomatik). Seperti telah diketahui
pendekatan yang terbukti dalam mengobati penyebab neuropati
diabetik adalah kontrol glikemik, farmakologis dan neutraceutical
62
yang bertujuan menekan patogenesis neuropati diabetik seperti
dibahas berikut ini. Terapi potensial ini berusaha untuk mengurangi
penyimpangan biokimia yang menginduksi kerusakan saraf. Beberapa
obat banyak digunakan dalam kontrol tekanan darah, penyakit
kardivaskuler dan nefropati pada DM tipe 2. Terapi first line keadaan
di atas adalah angiotensin-converting enzim inhibitor atau
angiotensin receptor blocker. Secara spesifik, pencegahan penyakit
kardiovaskuler adalah mencegah komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler. Pada penelitian eksperimental enalapril menurunkan
defisit neurologis termasuk aliran darah dan kecepatan konduksi saraf
motorik. Perindropril mencegah kehilangan photo-receptor, sebuah
indikator neuropati. Pada uji klinis kecil, trandolapril memberikan
perbaikan signifikan pada neuropati perifer. Pasien neuropati otonom
diabetik jangka panjang mengalami perbaikan dengan pemberian
quinapril dan atau losartan. Karena tidak ada farmakoterapi yang
memuaskan dalam terapi nyeri diabetik, plihan pengobatan non-
farmakologis harus dipertimbangkan. Pembahasan sistematik terbaru
menilai bukti uji klinis yang nyata dan meta-analisis terapi
komplementer dan alternatif dalam pengobatan nyeri neuropati dan
neuralgia. Pengobatan komplementer dan alternatif diidentifikasi
sebagai akupuntur, elektrostimulasi, obat herbal, magnet, suplemen
makanan dan penyembuhan spritual.
3.6.1.2 Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskular yaitu penyakit kardiovaskuler/ Stroke/ Dislipidemia2
A. Penyakit pembuluh darah perifer
B. Hipertensi
Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah
besar,khususnya arteri akibat timbunan plakateroma. Makroangioatitidak
spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih sering
terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis menunjukkan
bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita
diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi
63
makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar
gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa
hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas
kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko
kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin puasa >15mU/mL
akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat.
Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga
berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.
C. Penyakit Jantung Koroner
Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan suatu faktor
risiko koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada 50-70% penderita
diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul insufisiensi koroner atau
angina pektoris (nyeri dada paroksismal seperti tertindih benda berat
dirasakan didaerah rahang bawah, bahu, lengan hingga pergelangan
tangan) yang timbul saat beraktifiras atau emosi dan akan mereda se
etlah beristirahat atau mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling
serius adalah infark miokardium, dimana nyeri menetap dan lebih hebat
dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala ini dapat
tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih
teliti.
D. Stroke
E. Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering
pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga
menderita diabetes. Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang
lebih serius untuk penderita diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri
karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibati
skemia,berupa:
Pusing,sinkop
Hemiplegia: parsial atau total
Afasia sensorik dan motorik
Keadaan pseudo-dementia
F. Penyakit pembuluh darah
64
Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis,
yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada
pembuluh darah koronaria, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark
miokar, dan pada akhirnya terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi
2-5 kali lebih besar pada diabetes dibanding pada orang normal. Risiko
ini akan meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti
dislipidemia, obes, hipertensi atau merokok. Penyakit pembuluh darah
pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita diabetes
dan biasanya mengenai arteri distal (dibawah lutut). Pada diabetes,
penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila
sudah mencapai fase IV. Faktor factor neuropati, makroangiopati dan
mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya
proses gangrene diabetik. Pada penderita dengan ganggrene dapat
mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai factor pencetus koma,ataupun
kematian.
G. Selulitis
i. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan
jarin subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu
area yang robek pada kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi
tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada ekstrimitas bawah.21
Jadi selulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
stapilokokus aureus, streptokokus grup Adan streptokokus piogenes.
ii. Penyebab dari selulitis menurut adalah bakteri streptokokus grup. A,
streptokokus piogenes dan stapilokokus aureus.21
iii. Patofisiologi menurut Isselbacher (1999; 634) yaitu : Bakteri patogen
yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan
kulit atau menimbulkan peradangan, penyakit infeksi sering berjangkit
pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan
pada orang kencing manis yang pengobatannya tidak adekuat.21
iv. Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan system vena dan limfatik
pada kedua ektrimitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan
kemerahan yang karakteristik hangat, nyeri tekan, demam dan
65
bakterimia.21
v. Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh
streptokokus grup A, sterptokokus lain atau staphilokokus aureus,
kecuali jika luka yang terkait berkembang bakterimia, etiologi
microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk absses lokalisata yang
mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi
diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus,
abses ini kadang disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob
yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan gram pus
menunjukkan adanya organisme campuran. 21
vi. Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan
berindurasi dan dapat mengalami super infeksi. Etiologinya tidak
jelas, tetapi mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda
asing, nekrosis, dan infeksi derajat rendah.
vii. Manifestasi klinis selulitis adalah kerusakan kronik pada kulit sistem
vena dan limfatik pada kedua ekstrimitas, kelainan kulit berupa
infiltrat difus subkutan, eritema local, nyeri yang cepat menyebar dan
infitratif ke jaringan dibawahnya, Bengkak, merah dan hangat nyeri
tekan, Supurasi dan lekositosis. 21
viii. Pemeriksaan laboratorium 21
1. Pemeriksaan darah, menunjukkan peningkatan jumlah sel
darah putih, eosinofil dan peningkatan laju sedimentasi
eritrosit.21
2. Pewarnaan gram dan kultur pus atau bahan yang diaspirasi
diperlukan, menunjukkan adanya organisme campuran.21
3. Rontgen Sinus-sinus para nasal (selulitis perioribital).21
ix. Rawat inap di rumah sakit, Insisi dan drainase pada keadaan terbentuk
abses. Pemberian antibiotik intravena seperti oksasilin atau nafsilin,
obat oral dapat atau tidak digunakan, infeksi ringan dapat diobati
dengan obat oral pada pasien diluar rumah sakit, analgesik, antipretik.
Posisi dan imobilisasi ekstrimitas, Bergantian kompres lembab
hangat.21
66
H. Kaki Diabetik
Definisi Kaki diabetik adalah infeksi, ulkus, dan atau kerusakan pada
jaringan yang berhubungan dengan gangguan pada saraf dan aliran darah
pada kaki. Gangguan pada saraf dan aliran darah ini disebabkan karena
hiperglikemia. Terjadinya kaki diabetic diawali dengan adanya
hiperglikemi yang menyebabkan gangguan saraf dan gangguan aliran
darah. Perubahan ini menyebabkan perubahan distribusi tekanan pada
telapak kaki. Kerentanan terhadap infeksimeluas ke jaringan sekitar.
Faktor aliran darah yang kurang membuat ulkus sulit sembuh. Jika sudah
terjad iulkus, infeksi akan mudah sekali terjadi dan meluas ke jaringan
yang lebih dalam sampai ke tulang. Dibawah ini adalah etiologi dari kaki
diabetic.4 , 5 Tanda dan gejala kaki diabetik yaitu sering kesemutan, nyeri
kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan
(nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan
poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal, kulitkering.4
ii. Diagnosis kaki diabetik harus dilakukan secara teliti. Diagnosis kaki
diabetik ditegakkan oleh riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang.
iii.Riwayat kesehatan pasien dan keluarga meliputi: lama diabetes;
managemen diabetes dan kepatuhan terhadap diet, olahraga dan obat-
obatan; evaluasi dari jantung, ginjal dan mata; alergi; pola hidup,
medikasi terakhir; kebiasaan merokok dan minum alkohol. Selain itu,
yang perlu diwawancara adalah tentang pemakaian alas kaki, pernah
terekspos dengan zat kimia, adanya kallus dan deformitas, gejala
neuropati dan gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus. Pengkajian
pernah adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan
kedalaman, penampakan ulkus, temperaturdan bau.
iv. Pemeriksaan fisik
Inspeksi meliputi kulit dan otot. Inspeksi pada kulit yaitu status
kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah; berkeringat; adanya
infeksi dan ulserasi; ada kalus atau bula; bentuk kuku; adanya
rambut pada kaki. Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari
67
tungkai kaki; deformitas pada kaki membentuk claw toe atau
charcotjoint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara berjalan;
kekuatan kaki.
Pemeriksaan neurologis yang dapat menggunakan
monofilamen ditambah dengan tunningfork 128-Hz,pinprick
sensation, reflek kaki untuk mengukur getaran, tekanan dan
sensasi.
Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut
nadi pada arterikaki, capillaryrefilingltime, perubahan warna,
atropi kuit dan kuku dan pengukuran ankle-brankhial index.
Pengukuran alas kaki meliputi bentuk alas kaki yang sesuai dan
nyaman, tipe sepatu dan ukurannya.
v. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis
pasien, yaitu: pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau
sewaktu, glycohemoglobin (HbA1c), Complete blood Count (CBC),
urinalisis, dan lain-lain.
vi. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi X-ray, EMG dan pemeriksaan
laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi
dan menentukan kuman penyebabnya..
I. Charcot Foot13
Charcot foot adalah pelunakan mendadak tulang di kaki yang dapat
terjadi pada orang yang memiliki signifikasi kerusakan saraf (neuropati).
Tulang yang melemah cukup rentang terhadap fraktur, dan dengan terus
berjalan kaki akhirnya menyebabkan deformitas. Sebagai gangguan
berlangsung, lengkungan runtuh dan kaki mengambil bentuk cembung,
yang memberi gambaran penampilan rocker-botton apperance, sehingga
sangat sulit untuk berjalan. Pada kondisi yang berat dapat menyebabkan
cacat, dan bahkan amputasi. Karena keseriusannya, adalah penting bahwa
pasien dengan penyakit diabetes yang sering dikaitkan dengan neuropati
68
dapat melakukan langkah-langkah pencegahan dan mencari perawatan
segera jika tanda-tanda atau gejala Charcot Foot muncul
Gejala-gejala Charcot Foot dapat muncul setelah trauma mendadak atau
bahkan trauma kecil berulang. Sebuah trauma tiba-tiba termasuk
kecelakaan seperti menjatuhkan sesuatu di kaki, atau keseleo atau patah
kaki. Gejala-gejala Charcot Foot mirip dengan infeksi. Meskipun Charcot
Foot dan infeksi adalah kondisi yang berbeda, keduanya adalah masalah
serius yang memerlukan perawatan medis. Gejala Charcot Foot dapat
mencakup :
Hangat ketika disentuh (kaki terasa lebih hangat dari yang lain)
Kemerahan di kaki
Pembengkakan di daerah tersebut
Rasa sakit atau nyeri
Charcot Foot berkembang sebagai akibat dari neuropati, yang mengurangi
sensasi dan kemampuan untuk merasakan suhu, rasa sakit, atau trauma.
Neuropati yang parah sering terjadi pada kaki. Karena neuropati, rasa sakit
dari cedera terjadi tanpa disadari dan pasien terus berjalan sehingga
membuat cedera makin parah. Orang dengan neuropati (terutama mereka
yang menderita penyakit ini selama waktu yang lama) beresiko untuk
mengembangkan Charcot Foot.Selain itu, pasien neuropati dengan tendon
Achilles yang tegang telah terbukti memiliki kecenderungan untuk
menghasilkan Charcot Foot.
Diagnosis dini Charcot Foot sangat penting bagi suksesnya terapi. Dokter
bedah akan memeriksa kaki dan pergelangan kaki dan bertanya tentang
peristiwa yang mungkin telah terjadi sebelum gejala. Sinar-X juga penting
untuk diagnosis. Dalam beberapa kasus pencitraan, studi lainnya dan tes
laboratorium dapat dilakukan. Setelah pengobatan dimulai, x-rays dapat
dilakukan secara periodik untuk membantu dalam mengevaluasi status
kondisi pasien.
Gambar 3.3 Gambaran charcot Foot dan Kaki Normal13
Pengobatan dilakukan mengikuti rencana perawatan Charcot Foot oleh
dokter bedah. Kegagalan untuk melakukannya dapat mengarah pada
69
kehilangan kaki atau bahkan menyebabkan kematian. Perawatan untuk
Charcot Foot terdiri dari:
Imobilisasi. Karena kaki dan pergelangan kaki sangat rapuh selama
tahap awal Charcot, mereka harus dilindungi sehingga tulang bisa
memperbaiki dirinya sendiri. Control berat badan diperlukan untuk
menjaga kondidi kaki dimana menhindari fraktur. Pasien tidak
akan dapat berjalan menggunakan kaki yang terkena sampai ahli
bedah menentukan aman untuk memakainya. Selama periode ini,
pasien mungkin dipasang dengan cor, boot dilepas, atau penjepit,
dan mungkin diperlukan untuk menggunakan kruk atau kursi roda.
Ini dapat dilakukan selama beberapa bulan untuk memberi
penyembuhan pada tulang, meskipun dapat mengambil beberapa
keputudsan lain lagi pada beberapa pasien.
Custom shoes and bracing. Sepatu dengan sisipan khusus
mungkin diperlukan setelah tulang sembuh untuk memungkinkan
pasien kembali melalukan kegiatan hariannya serta membantu
mencegah terulangnya Charcot Foot, mencegah ulkus, dan
mungkin amputasi. Dalam kasus dengan deformitas yang
signifikan, bracing juga diperlukan.
Activity modifcation. Sebuah modifikasi dalam aktivitas mungkin
diperlukan untuk menghindari trauma berulang untuk kedua kaki.
Seorang pasien dengan Charcot di satu kaki lebih mungkin untuk
berkembang di kaki yang lain, sehinggaharus dipirkan bagaimana
caramelindungi kaki lainya.
Surgery. Dalam beberapa kasus, operasi mungkin diperlukan. Ahli
bedah kaki dan pergelangan kaki akan menentukan Prosedur
operasi paling cocok untuk pasien berdasarkan beratnya deformitas
dan kondisi fisik pasien.
Pasien dapat memainkan peran penting dalam mencegah Charcot Foot dan
komplikasinya dengan mengikuti langkah-langkah ini:
Pasien Diabetes harus menjaga tingkat gula darah tetap terkendali. Ini
telah terbukti mengurangi perkembangan kerusakan saraf pada kaki.
70
Melakukan pemeriksaan rutin dari kaki dan pergelangan kaki ke dokter
bedah.
Periksa kedua kaki setiap hari dan segera ke dokter bedah jika ada tanda-
tanda Charcot Foot .
Hati-hati dan hindari cedera, seperti menabrak kaki atau program latihan
berlebihan.
Ikuti petunjuk dokter bedah untuk pengobatan jangka panjang untuk
mencegah kambuhnya ulkus dan amputasi.
3.7 Pencegahan Diabetes Melitus
3.7.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan padakelompok yang
memiliki faktor risiko, yakni merekayang belum terkena, tetapi berpotensi untuk
mendapatDM dan kelompok intoleransi glukosa.
3.7.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah ataumenghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderitaDM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dantindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM.Dalam upaya pencegahan sekunder program penyuluhanmemegang
peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasiendalam menjalani program
pengobatan dan dalam menuju perilakusehat
Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakitkardiovaskular,
yang merupakan penyebab utama kematian padapenyandang diabetes. Selain
pengobatan terhadap tingginyakadar glukosa darah, pengendalian berat badan,
tekanan darah,profil lipid dalam darah serta pemberian antiplatelet
dapatmenurunkan risiko timbulnya kelainan kardiovaskular padapenyandang
diabetes.
3.7.3 Pencegahan Tersier
a) Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandangdiabetes yang
telah mengalami penyulit dalam upaya mencegahterjadinya kecacatan
lebih lanjut.
71
b) Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin,sebelum
kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosisrendah (80-325 mg/hari)
dapat diberikan secara rutin bagipenyandang diabetes yang sudah
mempunyai penyulitmakroangiopati.
c) Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhanpada pasien dan
keluarga. Materi penyuluhan termasuk upayarehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk mencapai kualitas hidupyang optimal.
d) Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik
danterintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit
rujukan.Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung
dan ginjal,mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi
medis, gizi,podiatris, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencega
72