34
TINJAUAN PUSTAKA VISUM ET REPERTUM Oleh: Cokorda Agung Arbi Maranggi 0802005163 Pembimbing: dr. Dudut Rustyadi, Sp.F

Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

TINJAUAN PUSTAKA

VISUM ET REPERTUM

Oleh:Cokorda Agung Arbi Maranggi

0802005163

Pembimbing:dr. Dudut Rustyadi, Sp.F

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYADI BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

FK UNUD/RSUP SANGLAHJUNI 2012

Page 2: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-

Nya, penulisan Tinjauan Pustaka yang berjudul “Visum et Repertum” ini dapat

selesai tepat pada waktunya. Tugas tulisan ilmiah ini disusun untuk memenuhi

persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Madya (KKM) di

Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. dr. Dudut Rustyadi, Sp.F selaku Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP

Sanglah Denpasar sekaligus sebagai pembimbing dalam penulisan laporan

kasus ini.

2. dr. Ida Bagus Putu Alit, Sp.F, DFM selaku Kepala Bagian Ilmu Kedokteran

Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

3. dr. Kunthi Yulianti, Sp.KF selaku Koordinator Pendidikan Bagian Ilmu

Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah

Denpasar.

4. dr. Henky, Sp.F selaku dosen di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah yang telah banyak

memberikan ilmu.

5. Para pegawai dan staf di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah yang telah banyak membantu

dalam berbagai kegiatan dan aktivitas selama proses KKM.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ilmiah

ini, yang tidak bisa disebutkan semuanya.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan pada penyusunan

laporan kasus ini, sehingga bimbingan, saran, dan kritik yang membangun dan

bermanfaat sangat diharapkan. Atas perhatian pembaca, penulis ucapkan

terimakasih.

Denpasar, Juni 2012

Penulis

ii

Page 3: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 3

1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Visum et Repertum ................................................................ 4

2.2 Dasar Hukum Visum et Repertum ....................................................... 4

2.3 Fungsi dan Peran Visum et Repertum ................................................. 7

2.4 Jenis Visum et Repertum ..................................................................... 8

2.5 Struktur Visum et Repertum ................................................................ 14

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan ............................................................................................. 17

3.2 Saran ................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 4: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Ilmu Kedokteran Forensik, yang juga dikenal dengan nama Legal

Medicine adalah salah satu cabang spesialistik dari Ilmu Kedokteran, yang

mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum

serta keadilan. Dalam bentuknya yang masih sederhana, ilmu kedokteran forensik

telah dikenal sejak zaman Babilonia, yang mencatat ketentuan bahwa dokter saat

itu mempunyai kewajiban untuk memberi kesembuhan bagi para pasiennya

dengan ketentuan ganti rugi bila hal tersebut tidak tercapai. Anthitius, seorang

dokter pada zaman Romawi Kuno yang dalam suatu Forum – semacam institusi

pengadilan waktu itu – menyatakan bahwa dari 21 luka yang ditemukan pada

tubuh Julius Caesar, hanya satu luka yang menembus sela iga ke-2 sisi kiri depan

yang merupakan luka mematikan. Nama kedokteran forensik berasal dari kata

Forum tersebut.1

Di masyarakat, sering terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang

menyangkut tubuh dan nyawa manusia. Peristiwa tersebut tentu saja

mengakibatkan adanya korban, baik yang masih hidup maupun yang sudah

meninggal. Peristiwa yang sering menimbulkan korban misalnya kecelakaan lalu-

lintas, kecelakaan kerja, pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, bunuh diri,

bencana, maupun terorisme. Untuk pengusutan dan penyidikan, serta penyelesaian

masalah hukum tersebut di tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan

perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait untuk

menjelaskan dan membuktikan kebenaran peristiwa tersebut, salah satunya adalah

dokter spesialis forensik.

Dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik,

memberikan pengobatan, dan perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai

tugas membuat suatu surat keterangan medis yang bertujuan untuk membantu

penegakan hukum, baik untuk korban hidup maupun korban mati. Surat

keterangan medis tersebut adalah Visum et Repertum, yang dapat dijadikan

sebagai alat bukti dalam proses peradilan yang sering diminta oleh pihak penyidik

1

Page 5: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

(polisi) kepada dokter menyangkut perlukaan pada tubuh manusia. Jadi, pada satu

saat yang sama dokter dapat bertindak sebagai seorang klinisi yang bertugas

mengobati penyakit sekaligus sebagai seorang petugas forensik yang bertugas

membuat Visum et Repertum. Sedangkan pasien bertindak sebagai seorang yang

diobati sekaligus sebagai korban yang diperiksa dan hasilnya dijadikan alat bukti.2

Sebagai pasien, seseorang mempunyai hak dan kewajiban yang timbul

karena hubungan dokter-pasien (kontak terapeutik). Berbagai hak yang dimiliki

pasien, seperti hak atas informasi, hak menolak atau memilih jenis

pemeriksaan/terapi, hak atas rahasia kedokteran, dan lain-lain harus dipatuhi oleh

dokter. Namun sebagai korban, pada orang tersebut berlaku ketentuan-ketentuan

seperti yang diatur dalam hukum acara pidana. Orang tersebut tidak dapat begitu

saja menolak pemeriksaan forensik yang akan dilakukan terhadap dirinya.1

Dokter telah cukup tersita energinya dalam menangani begitu banyak

pasien di Rumah Sakit, khususnya bagian bedah dan kebidanan yang banyak

unsur kedaruratannya. Padahal permintaan keterangan (Visum et Repertum) yang

paling banyak justru menyangkut masalah bedah dan kebidanan sehingga sangat

dapat dimaklumi bila pembuatan keterangan untuk peradilan itu hanya seadanya

saja sesuai dengan segala keterbatasan yang ada pada dokter. Hal ini akan

mengakibatkan banyak hal-hal yang penting bagi pengungkapan perkara akan

luput dari perhatian dokter. Penelitian di Jakarta memperlihatkan bahwa hanya

15,4% dari Visum et Repertum perlukaan rumah sakit umum DKI Jakarta yang

berkualitas baik, dan sebuah penelitian di Pekanbaru menunjukkan bahwa 97,06%

yang berkualitas jelek dan tidak satu pun yang memenuhi kriteria Visum et

Repertum yang baik. Dari kedua penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa

bagian pemberitaan dan bagian kesimpulan merupakan bagian yang paling kurang

diperhatikan oleh dokter.2

Visum et Repertum tidak hanya memenuhi standar penulisan rekam medis,

tetapi juga harus memenuhi hal-hal yang disyaratkan dalam sistem peradilan.

Sebuah Visum et Repertum yang baik harus mampu membuat terang perkara

tindak pidana yang terjadi dengan melibatkan bukti-bukti forensik yang cukup.

2

Page 6: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Apa pengertian dan jenis-jenis Visum et Repertum?

2. Apakah dasar hukum dari Visum et Repertum?

3. Apakah fungsi dan peran Visum et Repertum?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dan jenis-jenis Visum et Repertum.

2. Untuk mengetahui dasar hukum dari Visum et Repertum.

3. Untuk mengetahui fungsi dan peran Visum et Repertum.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Dapat menambah pengetahuan penulis mengenai pembuatan Visum et

Repertum.

2. Dapat menambah informasi dan sebagai sumber referensi pembelajaran di

bidang ilmu kedokteran forensik.

3

Page 7: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Definisi Visum et Repertum

Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas

permintaan tertulis penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis

terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari

tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk

kepentingan peradilan.1-2 Rumusan yang jelas tentang pengertian Visum et

Repertum telah dikemukakan pada seminar forensik di Medan pada tahun 1981

yaitu laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atau

janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, yang memuat

pemberitaan tentang segala hal atau fakta yang dilihat dan ditemukan pada benda

bukti berupa tubuh manusia yang diperiksa dengan pengetahuan dan keterampilan

yang sebaik-baiknya dan pendapat mengenai apa yang ditemukan sepanjang

pemeriksaan tersebut.2

Istilah Visum et Repertum ini dapat ditemukan dalam Lembaran Negara

Tahun 1937 Nomor 350 Pasal 1 yang terjemahannya adalah Visum et Repertum

pada dokter yang dibuat, baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu

menyelesaikan pelajarannya di Negeri Belanda atau Indonesia, maupun atas

sumpah khusus seperti tercantum dalam Pasal 2, dan mempunyai daya bukti yang

sah dalam perkara pidana selama visa et reperta tersebut berisi keterangan

mengenai hal-hal yang diamati oleh dokter itu pada benda-benda yang diperiksa.3

2.2 Dasar Hukum Visum et Repertum

Dasar hukum Visum et Repertum adalah sebagai berikut:1,2,4,5

Pasal 133 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan:

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk

4

Page 8: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik

pembantu sebagaimana bunyi Pasal 7 (1) butir h dan Pasal 11 KUHAP. Penyidik

yang dimaksud adalah penyidik sesuai dengan Pasal 6 (1) butir a, yaitu penyidik

yang pejabat Polisi Negara RI. Penyidik tersebut adalah penyidik tunggal bagi

pidana umum, termasuk pidana yang berkaitan dengan kesehatan dan jiwa

manusia. Oleh karena Visum et Repertum adalah keterangan ahli mengenai pidana

yang berkaitan dengan kesehatan jiwa manusia, maka penyidik pegawai negeri

sipil tidak berwenang meminta Visum et Repertum, karena mereka hanya

mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar

hukumnya masing-masing (Pasal 7 (2) KUHAP). Sanksi hukum bila dokter

menolak permintaan penyidik adalah sanksi pidana:1,2

Pasal 216 KUHP:

Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan Visum et Repertum telah

diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 yang menyatakan penyidik

Polri berpangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada

wilayah kepolisian tertentu yang komandannya adalah seorang bintara (Sersan),

maka ia adalah penyidik karena jabatannya tersebut. Kepangkatan bagi penyidik

pembantu bintara serendah-rendahnya Sersan Dua. Untuk mengetahui apakah

suatu surat permintaan pemeriksaan telah ditandatangani oleh orang yang

berwenang, maka yang penting adalah bahwa si penanda tangan menandatangani

surat tersebut selaku penyidik.1

Wewenang penyidik meminta keterangan ahli ini diperkuat dengan

kewajiban dokter untuk memberikannya bila diminta, seperti yang tertuang dalam

Pasal 179 KUHAP sebagai berikut:1

5

Page 9: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Dari bunyi Staatsblad 350 Tahun 1937 terlihat bahwa:1

1. Nilai daya bukti Visum et Repertum dokter hanya sebatas mengenai hal yang

dilihat atau ditemukannya saja pada korban. Dalam hal demikian, dokter hanya

dianggap memberikan kesaksian (mata) saja.

2. Visum et Repertum hanya sah bila dibuat oleh dokter yang sudah mengucapkan

sumpah sewaktu mulai menjabat sebagai dokter, dengan lafal sumpah dokter

seperti yang tertera pada Staatsblad No. 97 Pasal 38 Tahun 1882. Lafal sumpah

dokter ini memang tepat bila digunakan sebagai landasan pijak pembuatan

Visum et Repertum.

Pasal-pasal KUHAP yang mengatur tentang produk dokter yang sepadan

dengan Visum et Repertum adalah Pasal 186 dan 187 (c), yang berbunyi:1

Pasal 186:

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Penjelasan Pasal 186 KUHAP:

Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh

penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan

dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.

Pasal 187:

(c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.

Berdasarkan penjelasan pada kedua pasal di atas, maka Visum et Repertum

dapat digolongkan sebagai alat bukti yang sah berupa keterangan ahli, surat, dan

petunjuk sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 184 KUHAP. Alat bukti yang sah

yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP adalah:1,3

a. Keterangan saksi

b. Keterangan ahli

c. Surat

d. Petunjuk

6

Page 10: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

e. Keterangan terdakwa

2.3 Fungsi dan Peran Visum et Repertum

Visum et Repertum dapat berperan dalam proses pembuktian suatu perkara

pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam

Pasal 184 KUHAP, Visum et Repertum merupakan alat bukti yang sah dalam

proses peradilan, yang berupa keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Dalam

penjelasan Pasal 133 KUHAP, dikatakan bahwa keterangan ahli yang diberikan

oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat

oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan. Hal ini diperjelas pada

Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam Keputusan Menteri Kehakiman RI No.

M.01.PW.07.03 Tahun 1982 yang menjelaskan bahwa keterangan yang dibuat

oleh dokter bukan ahli merupakan alat bukti petunjuk. Dengan demikian, semua

hasil Visum et Repertum yang dikeluarkan oleh dokter spesialis forensik maupun

dokter bukan spesialis forensik merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan

Pasal 184 KUHAP.

Di dalam Pasal 184 KUHAP, alat bukti yang sah tersebut berturut-turut

adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan

terdakwa. Beban pembuktian dari masing-masing alat bukti tersebut berbeda

sesuai dengan urutannya. Sebagai contoh, keterangan saksi harus lebih dipercaya

oleh hakim bila dibandingkan dengan keterangan terdakwa. Demikian halnya

dengan keterangan ahli yang diberikan oleh seorang dokter spesialis forensik

tentunya akan mempunyai beban pembuktian yang lebih besar bila dibandingkan

dengan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan spesialis forensik. Sehingga,

kedudukan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter spesialis forensik masih

lebih tinggi dibandingkan dengan Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter

bukan spesialis forensik.1,2

Visum et Repertum juga dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti

karena segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis telah diuraikan di dalam

bagian Pemberitaan. Karena barang bukti yang diperiksa tentu saja akan

mengalami perubahan alamiah, seperti misalnya luka yang telah sembuh, jenazah

yang mengalami pembusukan atau jenazah yang telah dikuburkan yang tidak

7

Page 11: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

mungkin dibawa ke persidangan, maka Visum et Repertum merupakan pengganti

barang bukti tersebut yang telah diperiksa secara ilmiah oleh dokter ahli.1,2

Apabila Visum et Repertum belum dapat menjernihkan suatu duduk

persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau

diajukannya bahan baru. Sesuai dengan Pasal 180 KUHAP, hakim tersebut dapat

meminta kemungkinan untuk dilakukan pemeriksaan atau penelitian ulang atas

barang bukti jika memang timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau

penasihat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.1,2

2.4 Jenis Visum et Repertum

Berdasarkan objek yang diperiksa, Visum et Repertum dibagi menjadi dua,

yaitu:1,6

1. Objek psikis

Visum et Repertum berupa objek psikis adalah Visum et Repertum

psikiatrikum. Visum et Repertum ini perlu dibuat karena adanya Pasal 44 (1)

KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana.”

Jadi, yang dapat dikenakan pasal ini tidak hanya orang yang menderita

penyakit jiwa (psikosis), tetapi juga orang dengan retardasi mental. Apabila

penyakit jiwa (psikosis) yang ditemukan, maka harus dibuktikan apakah

penyakit itu telah ada sewaktu tindak pidana tersebut dilakukan. Tentu saja,

jika semakin panjang jarak antara saat kejadian dengan saat pemeriksaan, maka

akan semakin sulit bagi dokter untuk menentukannya sehingga diperlukan

pemeriksaan lanjutan. Demikian pula jenis penyakit jiwa yang bersifat hilang-

timbul juga akan mempersulit pembuatan kesimpulan dokter.

Visum et Repertum psikiatrikum dibuat untuk tersangka atau terdakwa

pelaku tindak pidana, bukan bagi korban sebagaimana Visum et Repertum

lainnya. Selain itu, Visum et Repertum psikiatrikum menguraikan tentang segi

kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia. Oleh karena Visum et

Repertum psikiatrikum menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya

8

Page 12: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

seseorang atas tindak pidana yang dilakukannya, maka lebih baik pembuat

Visum et Repertum psikiatrikum ini adalah dokter spesialis psikiatri yang

bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.

2. Objek fisik, yang dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Visum et Repertum orang hidup

1) Visum et Repertum perlukaan atau keracunan

Tujuan pemeriksaan kedokteran forensik pada korban hidup adalah

untuk mengetahui penyebab luka atau sakit dan derajat parahnya luka

atau sakitnya tersebut. Terhadap setiap pasien, dokter harus membuat

catatan medis atas semua hasil pemeriksaan medisnya. Pada korban yang

diduga korban tindak pidana, pencatatan harus lengkap dan jelas

sehingga dapat digunakan untuk pembuatan Visum et Repertum. Catatan

medis yang tidak lengkap dapat mengakibatkan hilangnya sebagian

barang bukti di dalam bagian Pemberitaan Visum et Repertum.

Umumnya, korban dengan luka ringan datang ke dokter setelah

melapor ke penyidik atau pejabat kepolisian, sehingga mereka datang

dengan membawa serta surat permintaan Visum et Repertum. Sedangkan

para korban dengan luka sedang dan berat akan datang ke dokter atau

rumah sakit sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan

Visum et Repertum-nya akan datang terlambat. Keterlambatan surat

permintaan Visum et Repertum ini dapat diperkecil dengan diadakannya

kerja sama yang baik antara dokter atau institusi kesehatan dengan

penyidik atau instansi kepolisian.

Baik terhadap surat permintaan Visum et Repertum yang datang

bersamaan dengan korban maupun yang datang terlambat, tetap harus

dibuatkan Visum et Repertum. Visum et Repertum ini dibuat setelah

perawatan/pengobatan selesai, kecuali pada Visum et Repertum

sementara yang memerlukan pemeriksaan ulang pada korban bila surat

permintaan pemeriksaan datang terlambat.

Korban dengan luka ringan dapat merupakan hasil dari tindak

pidana penganiayaan ringan (Pasal 352 KUHP), korban dengan luka

9

Page 13: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

“sedang” dapat merupakan hasil dari tindak penganiayaan (Pasal 351 (1)

atau 353 (1) KUHP), dan korban dengan luka berat (Pasal 90 KUHP)

dapat merupakan hasil dari tindak pidana penganiayaan dengan luka

berat (Pasal 351 (2) atau 353 (2) KUHP) atau akibat penganiayaan berat

(Pasal 354 (1) atau 355 (1) KUHP). Perlu juga diingat bahwa luka-luka

tersebut dapat juga timbul akibat kecelakaan atau usaha bunuh diri.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 352 KUHP, penganiayaan

ringan adalah penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan. Umumnya, yang

dianggap hasil dari penganiayaan ringan adalah korban tanpa luka atau

dengan lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya atau tidak

menurunkan fungsi alat tubuh tertentu. Luka-luka tersebut dimasukkan

ke dalam kategori luka ringan atau luka derajat satu.

KUHP tidak menjelaskan pengertian penganiayaan, tetapi

yurisprudensi Hoge Raad tanggal 25 Juni 1894 menjelaskan bahwa

menganiaya adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

menimbulkan rasa sakit atau luka kepada orang lain, yang semata-mata

merupakan tujuan dari perbuatan tersebut. Bagi dokter, yang terpenting

adalah menentukan keadaan yang dimaksud dengan sakit atau luka. Oleh

karena batasan luka ringan sudah disebutkan di atas, maka semua

keadaan yang lebih berat dari luka ringan dimasukkan ke dalam batasan

sakit atau luka. Selajutnya dokter membaginya ke dalam kategori luka

sedang (luka derajat dua) atau luka berat (luka derajat tiga).

Pasal 90 KUHP memberikan batasan tentang luka berat, yaitu jatuh

sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama

sekali atau menimbulkan bahaya maut; menyebabkan seseorang terus-

menerus tidak mampu untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

pencaharian; menyebabkan kehilangan salah satu panca indera;

menimbulkan cacat berat (verminking); mengakibatkan terjadinya

keadaan lumpuh; terganggunya daya pikir selama empat minggu atau

lebih; serta terjadinya gugur atau matinya kandungan seorang

perempuan.

10

Page 14: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

Di dalam bagian Pemberitaan Visum et Repertum biasanya

disebutkan keadaan umum korban sewaktu datang, luka-luka atau cedera

atau penyakit yang ditemukan pada pemeriksaan fisik beserta uraian

tentang letak, jenis dan sifat luka serta ukurannya, pemeriksaan

penunjang, tindakan medis yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit

selama perawatan, dan keadaan akhir saat pengobatan/perawatan selesai.

Gejala atau keluhan yang dapat dibuktikan secara objektif dapat

dimasukkan ke dalam bagian Pemberitaan, misalnya sesak nafas, nyeri

tekan, nyeri lepas, nyeri sumbu, dan lain sebagainya. Sedangkan keluhan

subjektif yang tidak dapat dibuktikan tidak dimasukkan ke dalam Visum

et Repertum, misalnya keluhan sakit kepala, mual, dan lain sebagainya.

2) Visum et Repertum korban kejahatan susila

Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan Visum et

Repertum-nya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan

yang diancam hukuman oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana

oleh KUHP meliputi perzinahan, pemerkosaan, persetubuhan pada

wanita yang tidak berdaya, dan persetubuhan dengan wanita yang belum

cukup umur.

Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk

membuktikan adanya persetubuhan, adanya kekerasan (termasuk

pemberian racun atau obat untuk membuat orang menjadi tidak berdaya),

serta usia korban. Selain itu, dokter juga diharapkan memeriksa adanya

penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatri atau

kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter tidak

dibebani pembuktian adanya pemerkosaan karena istilah pemerkosaan

adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan.

Untuk dapat memeriksa korban wanita tersebut, selain adanya surat

permintaan Visum et Repertum, dokter sebaiknya juga mempersiapkan

korban atau orang tuanya bila ia masih belum cukup umur agar dapat

dilakukan pemeriksaan serta sebagai saksi atau pendamping perawat

11

Page 15: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

wanita, dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam ruang tertutup yang

tenang.

Pembuktian adanya persetubuhan dilakukan dengan pemeriksaan

fisik terhadap kemungkinan adanya deflorasi himen, laserasi vulva atau

vagina, serta adanya cairan mani dan sel sperma dalam vagina terutama

dalam forniks posterior.

Dalam bagian Kesimpulan Visum et Repertum korban kejahatan

susila diharapkan tercantum perkiraan tentang usia korban, ada atau

tidaknya tanda persetubuhan, dan bila mungkin menyebutkan kapan

perkiraan terjadinya dan ada atau tidaknya tanda kekerasan.

b. Visum et Repertum untuk orang mati (jenazah)

Visum et Repertum jenazah dibuat terhadap korban yang meninggal.

Tujuan pembuatan Visum et Repertum ini adalah untuk menentukan sebab,

cara, dan mekanisme kematian. Jenazah yang akan dimintakan Visum et

Repertum-nya harus diberi label yang memuat identitas mayat, di-lak

dengan diberi cap jabatan, yang dikaitkan pada ibu jari kaki atau bagian

tubuh lainnya. Pada surat permintaan Visum et Repertum-nya harus jelas

tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah hanya pemeriksaan luar

jenazah atau pemeriksaan bedah jenazah (autopsi) (Pasal 133 KUHAP).

1) Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar

Pemeriksaan luar jenazah adalah pemeriksaan berupa tindakan

tanpa merusak keutuhan jaringan jenazah. Pemeriksaan ini dilakukan

dengan teliti dan sistematik, serta kemudian dicatat secara rinci, mulai

dari bungkus atau tutup jenazah, pakaian, benda-benda di sekitar jenazah,

perhiasan, ciri-ciri umum identitas, tanda-tanda tanatologi, gigi geligi,

dan luka atau cedera atau kelainan yang ditemukan di seluruh bagian

luar.

Apabila penyidik hanya meminta pemeriksaan luar saja, maka

kesimpulan Visum et Repertum menyebutkan jenis luka atau kelainan

yang ditemukan dan jenis kekerasan penyebabnya, sedangkan sebab

matinya tidak dapat ditentukan karena tidak dilakukan pemeriksaan

12

Page 16: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

bedah jenazah. Bila dapat diperkirakan, lama mati sebelum pemeriksaan

(perkiraan waktu kematian) dapat dicantumkan dalam bagian

Kesimpulan.

2) Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan dalam

Bila juga disertakan pemeriksaan autopsi, maka penyidik wajib

memberi tahu kepada keluarga korban dan menerangkan maksud dan

tujuan pemeriksaan. Autopsi dilakukan jika keluarga korban tidak

keberatan, atau bila dalam dua hari tidak ada tanggapan apapun dari

keluarga korban (Pasal 134 KUHAP). Jenazah yang diperiksa dapat juga

berupa jenazah yang didapat dari penggalian kuburan (Pasal 135

KUHAP).

Pemeriksaan autopsi dilakukan menyeluruh dengan membuka

rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul. Selain itu juga

dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti pemeriksaan

histopatologi, toksikologi, serologi, dan lain sebagainya. Dari

pemeriksaan dapat disimpulkan sebab kematian korban, jenis luka atau

kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, dan perkiraan waktu kematian.

Berdasarkan kelengkapan isinya, Visum et Repertum dapat dibagi menjadi

dua, antara lain:

1. Visum et Repertum sementara

Pada korban hidup, Visum et Repertum ini dibuat untuk sementara waktu

karena korban memerlukan perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut sehingga

menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka belum dapat ditentukan dan

tidak dapat ditulis pada bagian Kesimpulan. Pada saat pemeriksaan pertama

kali, dokter sering tidak dapat menentukan apakah suatu perlukaan yang

sedang diperiksanya adalah luka derajat dua atau luka derajat tiga. Hal ini

diakibatkan oleh perkembangan derajat suatu perlukaan yang belum berhenti

sebelum pengobatan/perawatan selesai. Kadang-kadang ketidakpastian derajat

luka tersebut terjadi berkepanjangan sehingga pada saat penyidik

membutuhkan Visum et Repertum-nya, dokter hanya bisa memberikan Visum et

13

Page 17: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

Repertum sementara, dan Visum et Repertum yang lengkap baru bisa dibuat

setelah perawatan selesai dan derajat lukanya sudah dapat ditentukan.

Visum et Repertum sementara pada jenazah dibuat karena sebab kematian

belum dapat ditentukan karena masih menunggu hasil pemeriksaan penunjang

seperti histopatologi dan toksikologi.

Ada lima manfaat dibuatnya Visum et Repertum sementara, yaitu:

- Menentukan ada/tidaknya tindak pidana.

- Mengarahkan penyelidikan.

- Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara

terhadap terdakwa.

- Menentukan tuntutan jaksa.

- Medical record.

2. Visum et Repertum definitif

Visum et Repertum ini dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan

perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan

korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian Kesimpulan adalah luka

derajat satu.

2.5 Struktur Visum et Repertum

Unsur penting dalam Visum et Repertum yang diusulkan oleh banyak ahli

adalah sebagai berikut:1,2,5

1. Kata “Pro Justitia”

Kata tersebut harus dicantumkan di kiri atas sehingga Visum et Repertum

tidak perlu bermeterai.

2. Bagian Pendahuluan

Pendahuluan memuat identitas pemohon Visum et Repertum, tanggal dan

pukul diterimanya surat permohonan Visum et Repertum, identitas dokter yang

melakukan pemeriksaan, identitas subjek yang diperiksa (nama, jenis kelamin,

umur, bangsa, alamat, pekerjaan), kapan dilakukan pemeriksaan, dan tempat

dilakukan pemeriksaan.

14

Page 18: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

3. Bagian Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan)

Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati,

terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa.

Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada

yang tertinggal. Deskripsi lukanya mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya

(absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak

antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera,

karakteristik serta ukurannya. Rincian tersebut penting terutama pada pemeriksaan

korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali. Pada

pemeriksaan korban hidup, bagian pemberitaan terdiri dari:

a. “Pemeriksaan anamnesis atau wawancara” mengenai apa yang dikeluhkan dan

apa yang diriwayatkan yang menyangkut tentang penyakit yang diderita korban

sebagai hasil dari kekerasan/tindak pidana/diduga kekerasan.

b. “Hasil pemeriksaan” yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik

pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan

pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan

serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis).

c. “Tindakan dan perawatan berikut indikasinya” atau pada keadaan sebaliknya,

“alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya dilakukan.” Uraian

meliputi juga semua temuan pada saat dilakukan tindakan dan perawatan

tersebut. Hal tersebut perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman

tentang tepat/tidaknya penanganan dokter dan tepat/tidaknya kesimpulan yang

diambil.

d. “Keadaan akhir korban” terutama tentang gejala sisa dan cacat badan yang

merupakan hal penting untuk pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan

dengan jelas.

Pada bagian Pemberitaan memuat enam unsur, yaitu anamnesis, tanda

vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan

pengobatan/perawatan yang diberikan.

15

Page 19: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

4. Bagian Kesimpulan

Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat Visum et Repertum,

dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya Visum et Repertum tersebut.

Pada bagian ini harus memuat minimal dua unsur, yaitu jenis luka dan kekerasan

serta derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung

oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik

kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis dilakukan dengan penuh

hati-hati. Kesimpulan Visum et Repertum adalah pendapat dokter pembuatnya

yang bebas dan tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam

kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu

pengetahuan dan teknologi, standar profesi, dan ketentuan hukum yang berlaku.

Kesimpulan Visum et Repertum harus dapat menjembatani antara temuan ilmiah

dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan tidak

hanya resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi hasil

temuan dalam kerangka ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.

5. Bagian Penutup

Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat

dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan

mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan

serta dibubuhi tanda tangan dokter pembuat Visum et Repertum.

16

Page 20: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

BAB IIIPENUTUP

3.1 Simpulan

Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas

permintaan tertulis penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis

terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari

tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk

kepentingan peradilan. Dasar hukum Visum et Repertum telah diatur dalam Pasal

133, Pasal 179, Pasal 184, Pasal 186 dan 187 KUHAP, Pasal 216 KUHP, dan

Staatsblad 350 tahun 1937.

Jenis Visum et Repertum menurut objek yang diperiksa adalah:

1. Objek psikis, yaitu Visum et Repertum psikiatrikum.

2. Objek fisik, dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Visum et Repertum orang hidup:

1) Visum et Repertum perlukaan atau keracunan

2) Visum et Repertum korban kejahatan susila

b. Visum et Repertum orang mati (jenazah):

1) Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar

2) Visum et Repertum dengan pemeriksaan luar dan dalam

Jenis Visum et Repertum menurut kelengkapan isinya adalah:

1. Visum et Repertum sementara

2. Visum et Repertum definitif

3.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas, penulis dapat memberikan beberapa saran

sebagai berikut:

1. Bagi praktisi kesehatan diharapkan agar dapat mengupayakan prosedur

pembuatan Visum et Repertum yang baik karena Visum et Repertum merupakan

alat bukti yang sah dalam proses peradilan dan harus mampu membuat terang

suatu perkara tindak pidana dengan melibatkan bukti-bukti forensik yang

memiliki dampak yuridis luas dan dapat menentukan nasib seseorang.

17

Page 21: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

2. Bagi rumah sakit perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional (SPO)

tentang petatalaksanaan pengadaan Visum et Repertum karena Visum et

Repertum berguna bagi penyidik (polisi/polisi militer) maupun Penuntut

Umum (Jaksa) untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari

tuntutan hukum.

3. Bagi praktisi kesehatan dan rumah sakit diharapkan agar dapat mengupayakan

prosedur pembuatan Visum et Repertum yang baik dan memenuhi standar. Hal

ini dikarenakan pembuatan Visum et Repertum merupakan salah satu bentuk

pelayanan medikolegal di rumah sakit, di mana kualitas pelayanan Visum et

Repertum secara langsung akan mencerminkan kualitas pelayanan medikolegal

di rumah sakit tersebut.

18

Page 22: Tinjauan Pustaka - Visum Et Repertum

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A, Sidhi, Hertian S, Rizkiwijaya, Herkutanto, Atmadja DS, Budiningsih Y, Purnomo S. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

2. Afandi D. 2010. Visum et Repertum Perlukaan: Aspek Medikolegal dan Penentuan Derajat Luka. Maj Kedokt Indon, 60(4):188-95.

3. Pratama AB. 2008. Verifikasi Citra Sidik Jari Poin Minutiae dalam Visum et Repertum (VeR) Menggunakan K-Means Clustering. Jurnal Ilmu Komputer UB, Volume XX, Nomor XX.

4. Priambada BS. Peran Visum et Repertum dalam Pembuktian Perkara Tindak Pidana. Fakultas Hukum Universitas Surakarta.

5. Afandi D. 2008. Visum et Repertum pada Korban Hidup. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

6. Anonim. 2012. Visum et Repertum. http://id.wikipedia.org/wiki/Visum_et_repertum [diakses pada tanggal 12 Juni 2012]