Upload
vankhuong
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TINJAUAN SLANT SHEAR REPAIR MORTAR
DENGAN BAHAN TAMBAH POLYMER
(Slant Shear Observation of Repair Mortar Containing Polymer Additive)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh :
WIRASTO MUKTI NUGROHO
I 0106157
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
HALAMAN PERSETUJUAN
TINJAUAN SLANT SHEAR REPAIR MORTAR
DENGAN BAHAN TAMBAH POLYMER
(Observation of Slant Shear of Repair Mortar Using Polymer Additive)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
WIRASTO MUKTI NUGROHO
I 0106157
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan:
Dosen Pembimbing I
S A Kristiawan, ST, MSc, Ph.D.
NIP 19690501 199512 1 001
Dosen Pembimbing II
Ir. Sunarmasto, MT
NIP 19560717 198703 1 003
HALAMAN PENGESAHAN
TINJAUAN SLANT SHEAR REPAIR MORTAR
DENGAN BAHAN TAMBAH POLYMER
(Slant Shear Observation of Repair Mortar Containing Polymer Additive)
SKRIPSI
Disusun Oleh :
WIRASTO MUKTI NUGROHO
I 0106157
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari : Selasa, 29 Juni 2010
Susunan Tim Penguji :
1. S.A. Kristiawan, ST., MSc., Ph.D.
NIP. 19690501 199512 1 001 ( ..................................................... )
2. Ir. Sunarmasto, MT.
NIP. 19560717 198703 1 003 ( ..................................................... )
3. Achmad Basuki, ST., MT.
NIP. 19710901 199702 1 001 ( ..................................................... )
4. Ir. Supardi, MT.
NIP. 19550504 198003 1 003 ( ..................................................... )
Mengetahui, Disahkan,
a.n Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil
Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS
Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Bambang Santoso, MT
NIP. 19561112 198403 2 007 NIP. 19590823 198601 1 001
MOTTO
Setiap Awal Yang Sulit
Berakhir Dengan Keindahan
PERSEMBAHAN
ALLAH SWT
PAPA DAN MAMA YANG SELALU MENDUKUNG
MY BROTHER DAN SAUDARA-SAUDARAKU
MY LOVELY MUTHIA
PAK IWAN DAN PAK MASTO YANG SABAR MEMBIMBING
KELOMPOK polymer
SERTA TEMAN-TEMANKU SEMUANYA
ABSTRAK
WIRASTO MUKTI NUGROHO, 2010. TINJAUAN SLANT SHEAR
REPAIR MORTAR DENGAN BAHAN TAMBAH POLYMER. Skripsi Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Polymer sebagai bahan tambah dalam campuran repair mortar berinteraksi dengan
semen portland dan air. Dalam interaksi tersebut polymer memperlambat hidrasi
sehingga sangat berpengaruh pada proses kristalisasi selama pengerasan beton.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh
penambahan polymer pada repair mortar terhadap kuat lekat slant shear repair
mortar dengan variasi polymer 0%, 2%, 4% dan 6%, serta mengetahui seberapa
pengaruh penggunaan tekstur sambungan kasar terhadap nilai slant shear.
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan mengadakan suatu
percobaan di laboratorium secara langsung untuk mendapatkan suatu data atau
hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Dalam
percobaan ini akan dicari nilai kuat lekat shear slant repair mortar dengan
menggunakan benda uji balok 250 x 100 x 55 mm, serta mengetahui bagaimana
modus kegagalan yang terjadi pada pengujian slant shear.
Dari hasil analisis diperoleh bahwa penambahan kadar polymer dengan persentase
tertentu pada repair mortar mempengaruhi nilai slant shear, semakin besar kadar
polymer yang ditambahkan maka semakin kecil nilai slant shear-nya. Dari hasil
pengujian pada umur 7 hari didapatkan komposisi repair mortar yang
menghasikan nilai slant shear terbesar adalah PO 0% baik pada tekstur
sambungan halus maupun kasar. Dan pada pengujian umur 28 hari didapatkan
komposisi repair mortar yang menghasikan nilai slant shear terbesar adalah PO
0% baik pada tekstur sambungan halus maupun kasar. Dari hasil analisis juga
didapatkan bahwa penggunaan tekstur sambungan kasar pada pengujian slant
shear dapat meningkatkan nilai slant shear sebesar 35,6%. Pada pengujian ini
terdapat tiga jenis modus kegagalan yang terjadi yaitu, kegagalan yang terjadi
pada sambungan, kegagalan yang terjadi pada repair mortar, serta kegagalan yang
terjadi pada sambungan yang didahului oleh rusaknya repair mortar.
Kata kunci : polymer, slant shear, modus kegagalan, tekstur sambungan.
ABSTRACT
WIRASTO MUKTI NUGROHO, 2010. OBSERVATION OF SLANT
SHEAR REPAIR MORTAR USING POLYMER ADDITIVE. Thesis, Civil
Engineering Department Faculty of Engineering, University of Sebelas Maret
Surakarta.
Polymer as an additive in a mixture of repair mortar interacts with portland
cement and water. Polymer interaction slows the hydration so greatly affect the
crystallization process during hardening of concrete. The purpose of this study
was to determine the effect of polymer addition on adhesive strength of slant shear
repair mortar with variation of polymer 0%, 2%, 4% and 6%, and to know how
the effect of the rough texture to the value of slant shear.
The method used in this study is an direct experiment in the laboratory to obtain a
data or results that connect between the variables investigated. In this experiment
will be searched slant shear strength of repair mortar bonding using beam
specimens 250 x 100 x 55 mm, and to know how the failure mode that occurred in
slant shear test.
From the analysis shows that the addition of polymer content by a certain
percentage of the repair mortar affect the value of slant shear, more polymer is
added, the smaller value of its slant shear. From the test results at the age of 7
days of repair mortar composition which generate the greatest value of slant shear
is PO 0% on smooth or rough texture of the connection. And from the test results
at the age of 28 days the composition has the greatest value is PO 0% either
smooth or rough texture of the connection. From the analysis also indicate that
application of rough texture of the connection at the slant shear test can increase
the value of slant shear by 35,6%. In this test there are three types of failure mode
occurred ie, a failure that occurred on the connection, a failure that occurred in
repair mortars, and a failure in the connection which is preceded by the damage of
repair mortar.
Keywords : polymer, slant shear, mode failure, texture connection
PENGANTAR
Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penyusun dapat menyelesaikan penulisan laporan skripsi ini dengan baik. Skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka
banyak kendala yang sulit untuk dipecahkan hingga terselesaikannya penyusunan
laporan skripsi ini. Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Segenap pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Segenap pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
3. Yang terhormat Bapak SA Kristiawan, ST, MSc, (Eng), PhD selaku Dosen
Pembimbing I.
4. Yang terhormat Bapak Ir. Sunarmasto, MT selaku Dosen Pembimbing II.
5. Yang terhormat Bapak Ir. Delan Soeharto, MT selaku dosen pembimbing
akademis.
6. Yang terhormat Bapak Achmad Basuki, ST, MT dan Ir. Supardi, MT selaku
dosen penguji pada ujian skripsi.
7. Rekan rekan satu kelompok yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
8. Rekan-rekan angkatan 2006.
9. PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk.
Penyusun menyadari bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu penyusun mengharap saran dan kritik yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan laporan skripsi yang akan datang. Akhir kata semoga laporan
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan
mahasiswa pada khususnya.
Surakarta, Juni 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PESEMBAHAN ................................................ iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
PENGANTAR .................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR NOTASI ............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Batasan Masalah ....................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
1.5.1. Manfaat Teoritis ........................................................................................ 4
1.5.2. Manfaat Praktis ......................................................................................... 4
BAB 2. LANDASAN TEORI
2.1. Beton ......................................................................................................... 5
2.2. Mortar ........................................................................................................ 6
2.3. Polymer ...................................................................................................... 9
2.4. Kerusakan - Kerusakan Beton ................................................................... 10
2.5. Metode Perbaikan Beton............................................................................ 12
2.6. Metode Pacth Repair ................................................................................. 15
2.7. Material Repair ......................................................................................... 16
2.8. Polymer Modified Concrete ....................................................................... 17
2.8.1. Efek Polymer Terhadap Sifat Slant Shear Repair Mortar ........................ 18
2.8.2. Durabilitas Polymer dalam Campuran Repair Mortar.............................. 19
2.8.3. Efek Tekstur Permukaan Terhadap Sifat Slant Shear
Repair Mortar ............................................................................................ 19
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Umum ....................................................................................................... 20
3.2. Benda Uji ................................................................................................. 21
3.3. Macam – Macam Benda Uji .................................................................... 23
3.4. Alat dan Bahan Yang Digunakan ............................................................. 24
3.4.1. Alat – Alat Yang Digunakan ..................................................................... 24
3.4.2. Bahan – Bahan Yang Digunakan .............................................................. 25
3.5. Tahap dan Prosedur Penelitian .................................................................. 28
3.6. Pembuatan Benda Uji ................................................................................ 31
3.7. Prosedur Pengujian Slant Shear ................................................................ 32
BAB 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Slant Shear Repair Mortar ............................................. 34
4.2. Modus Kegagalan Slant Shear .................................................................. 41
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 43
5.2. Saran ......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 44
LAMPIRAN ......................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Beton merupakan bagian penting dari pekerjaan konstruksi bangunan. Pembuatan
beton mudah dilakukan dan bahan – bahan yang digunakan mudah didapatkan
serta relatif murah harganya seperti semen, air, agregat (halus maupun kasar).
Material beton merupakan material yang aman jika dikaitkan dengan bahaya
benturan / impak, api dan angin. Hal ini berkaitan dengan karakternya yang berat
dan kaku, tanpa diperlukan suatu perlakukan khusus, beton bahkan mempunyai
ketahanan terhadap temperatur yang sangat tinggi tanpa kehilangan kemampuan
integritas strukturnya. Selain itu, bangunan beton bertulang memiliki ketahanan
yang cukup tinggi terhadap bahaya angin. Dengan disain yang baik, beton juga
dapat memenuhi kriteria yang diharapkan untuk keperluan ketahanan terhadap
beban gempa.
Selain keunggulan – keunggulan yang dimiliki, beton juga memiliki kekurangan –
kekurangan antara lain, cracking, korosi, buckling, kelebihan beban, spalling
(lepasnya beton), bisa juga dikarenakan mix design yang tidak sesuai dengan
kebutuhan rencana, dan masih banyak lagi kerusakan – kerusakan yang dapat
terjadi pada beton.
Kerusakan – kerusakan beton tersebut salah satunya dapat diatasi dengan cara
penambalan (patching repair). Dalam proses penambalan (patching repair) perlu
diperhatikan apakah material repair dapat melekat dengan beton induknya dengan
baik atau tidak dan juga tidak mengurangi kuat tekan dari beton induk itu sendiri.
Dalam perkembangannya, bahan – bahan repair beton mudah dijumpai dan
didapat di pasaran. Namun bahan – bahan tersebut relatif mahal jika digunakan
dalam skala yang besar. Untuk itu perlu dikembangkan bahan repair beton dengan
harga yang relatif murah dengan bahan dasar mortar. Pembuatan dan penggunaan
mortar relatif lebih mudah dibandingkkan dengan beton sendiri, namun mortar
belum memenuhi sabagai material repair. Untuk itu mortar perlu ditambahkan
dengan material lainnya guna menambah kuat lekat sehingga geser dapat
diminimalisasikan. Salah satu material yang dapat digunakan adalah polymer.
Polymer merupakan bahan yang memiliki daya lekat yang cukup baik dan juga
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan bentuk dengan beton induknya.
Pembuatan campuran repair mortar dengan bahan tambah polymer tidaklah
mudah, dikarenakan polymer merupakan bahan yang relatif kental dan sulit untuk
dikerjakan. Repair mortar itu sendiri minimal memiliki kuat tekan yang sama
dengan beton induk, untuk itu perlu diperhatikan faktor air semen (FAS) sehingga
dalam pengerjaannya tidak sulit. Untuk mempermudah pengerjaan repair mortar,
maka perlu ditambahkan pengencer (superplastisizer) dan dikarenakan repair
mortar ini merupakan material yang harus digunakan secepatnya, maka perlu
ditambahkan pengeras atau accelerator untuk mempercepat waktu setting mortar.
Dalam penelitian ini, superplastisizer dan accelerator yang digunakan adalah
produk dari Sika.
Slant Shear adalah salah satu cara memperoleh nilai kuat lekat yang diperoleh
dengan cara memberikan kemiringan pada beton induk dan material repair (benda
uji) yang kemudian pada benda uji tersebut di berikan tekanan sehingga terjadi
pemisahan yang diakibatkan oleh adanya geser pada kedua material tersebut
(beton induk dan repair).
Dalam banyak kasus, kuat lekat yang baik antara repair material dengan beton
induk adalah salah satu syarat utama keberhasilan dari repair. Apabila kuat lekat
repair material tidak memenuhi syarat kuat lekat yang diijinkan maka akan terjadi
keruntuhan dari bahan repair.
Kekuatan lekat sangat tergantung pada adhesi pada permukaan, kuat geser,
aggregate interlock, dan faktor waktu. contohnya adhesi pada permukaan sangat
tergantung pada material pengikat, kepadatan material, kebersihan dan
kelembaban dari permukaan perbaikan, faktor umur, dan kekasaran permukaan.
Penelitian tentang pembuatan polymer mortar memang belum begitu berkembang
di Indonesia. Polymer merupakan bahan yang dapat ditambahkan dalam campuran
repair mortar, karena polymer mempunyai sifat deformable saat diaplikasikan di
lapangan. Selain itu dengan kelekatan yang cukup bagus, polymer dapat menyatu
dan menyesuaikan bentuk dengan beton induk yang akan di patch repair.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan latar belakang didapat rumusan masalah sebagai
berikut:
a. Bagaimana pengaruh penambahan polymer terhadap slant shear repair mortar
yang divariasikan tekstur sambungan yang halus dan kasar?
b. Bagaimana modus kegagalan yang terjadi pada pengujian slant shear repair
mortar?
1.3. Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan
sebagai berikut:
a) Reaksi kimia antara mortar dengan polymer tidak diperhitungkan.
b) Pengujian Slant Shear dilakukan pada umur 7 dan 28 hari terhitung dari hari
pertama pembuatan repair mortar dengan umur beton induk minimal 28 hari.
c) Tidak dilakukan perawatan (curing) pada benda uji.
d) Benda uji yang digunakan berupa balok berukuran 55mm x 100mm x 250mm.
1.4. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui pengaruh penambahan polymer terhadap slant shear repair
mortar yang divariasikan tekstur permukaan sambungan yang halus dan kasar.
b. Mengetahui modus kegagalan yang terjadi pada pengujian slant shear repair
mortar.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Memberikan manfaat berupa informasi tentang komposisi campuran yang
memiliki nilai kuat lekat yang baik serta informasi tentang pengaruh penggunaan
tekstur sambungan kasar terhadap nilai slant shear.
1.5.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi petunjuk praktis di lapangan mengenai
penggunaan polymer sebagai bahan tambah repair mortar yang digunakan sebagai
bahan perbaikan beton.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Beton
Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut
diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air dan agregat serta
kadang ditambah bahan tambahan yang bervariasi mulai dari bahan kimia, serat,
sampai bahan buangan non kimia pada perbandingan tertentu. Campuran tersebut
apabila dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan, maka akan mengeras seperti
batuan.
Dalam adukan beton air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen.
Pasta semen ini selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat halus
juga bersifat sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-
butiran agregat saling terekat dengan kuat dan terbentuklah suatu massa yang
kompak dan padat.
Struktur beton harus mampu menghadapi kondisi dimana dia direncanakan, tanpa
mengalami kerusakan (deteriorate) selama jangka waktu yang direncanakan.
Beton yang demikian disebut mempunyai ketahanan yang tinggi (durable).
Kurangnya ketahanan disebabkan oleh pengaruh luar seperti pengaruh fisik, kimia
maupun mekanis, misalnya pelapukan oleh cuaca, perubahan temperatur yang
drastis, abrasi, aksi elektrolis, serangan oleh cairan atau gas alami ataupun
industri. Besarnya kerusakan yang timbul sangat tergantung pada kualitas beton,
meskipun pada kondisi yang ekstrim beton yang terlindung dengan baik pun akan
mengalami kehancuran (Nugraha & Antoni, 2007 : 207).
Material perbaikan harus mempunyai sifat yang seragam dengan beton sekitarnya,
dalam hal kekuatan dan modulus elastisitas dan juga warna dan tekstur, untuk
beton terekspos (Nugraha & Antoni, 2007 : 227).
2.2. Mortar
Mortar merupakan bahan yang terbuat dari campuran antar semen dengan agregat
halus yang dicampur dengan air sebagai perekat. Sebagai bahan yang terbuat dari
cement based (pengikat), mortar mempunyai sifat mengembang dan menyusut.
Kerusakan yang sering terjadi pada mortar adalah retak. Hal ini disebabkan karena
berbagai macam faktor, seperti kualitas sumber daya manusia, pengaruh cuaca,
pengaruh elemen struktural bangunan dan komposisi mortar yang digunakan
dimana dapat mempengaruhi kualitas dan ketahanan mortar tersebut. Untuk
meningkatkan ketahanan dan kekuatan awal mortar dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya dengan menambahkan bahan tambah seperti
superplasticizer yang dapat mengurangi kadar air dan meningkatkan kekuatan
awal serta accelelator yang dapat mempercepat pengerasan.
Campuran mortar dengan penambahan bahan tambah akan diperoleh perubahan
sifat sifat tertentu dari mortar tersebut. Dalam penelitian ini digunakan polymer
sebagai bahan tambahnya untuk bahan repair. Adapun bahan penyusun mortar
sebagai berikut:
a. Semen Portland
Semen Portland ialah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips
sebagai bahan dasar pembentuk semen portland terdiri dari bahan-bahan yang
mengandung kapur, silika, alumina, dan oksida besi. Semen portland memiliki
sifat-sifat yang dapat meningkatkan kekuatan. Sifat yang paling penting dari
semen portland ini adalah mengeras melalui suatu reaksi kimia dengan air yang
disebut hidrasi, dimana hidrasi ini akan menghasilkan panas. Hidrasi ini
menghasilkan pengikatan yang terjadi pada permukaan butir Trikalsium Aluminat,
sehingga akan terjadi rekatan yang kuat antara agregat dalam campuran mortar.
b. Agregat Halus
Pasir dalam campuran mortar sangat menentukan kemudahan pengerjaan
(workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari mortar
yang dihasilkan. Pasir biasanya didapatkan dari alam dengan cara memompa dari
sungai atau melalui endapan. Pada beberapa daerah pasir didapatkan melalui
tambang pasir atau pecahan batu. Komposisi kimia pasir dan keadaan geologi
mempengaruhi kualitas pasir. Gradasi yang baik dari pasir juga memberikan efek
yang penting pada kelecakan dan ketahanan pada mortar. Pasir dengan butiran
yang sangat halus tidak praktis untuk kelecakannya, sehingga harus ditambahkan
semen untuk mengisi rongga diantara butiran yang halus tersebut untuk
mendapatkan kelecakan yang baik, sedangkan mortar yang menggunakan pasir
dengan butiran yang besar biasanya lemah karena rongga antar butiran cukup
lebar sehingga tegangan tidak dapat menyebar secara merata (Chandra dan
Yusuf, 2003).
Syarat-syarat agregat halus (pasir) sebagai bahan material pembuatan beton sesuai
dengan ASTM C 33 adalah:
1) Material dari bahan alami dengan kekasaran permukaan yang optimal
sehingga kuat tekan beton besar.
2) Butiran tajam, keras, kekal (durable) dan tidak bereaksi dengan material
beton lainnya.
3) Berat jenis agregat tinggi yang berarti agregat padat sehingga beton yang
dihasilkan padat dan awet.
4) Gradasi sesuai spesifikasi dan hindari gap graded aggregate karena akan
membutuhkan semen lebih banyak untuk mengisi rongga.
5) Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga dan jika
ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal 15% berat total
agregat.
6) Kadar lumpur agregat tidak lebih dari 5 % terhadap berat kering karena
akan berpengaruh pada kuat tekan beton.
c. Air
Air merupakan bahan dasar penyusun mortar yang paling penting. Air yang
digunakan dalam campuran mortar mempunyai fungsi sebagai peningkat
kelecakan dalam pembuatan mortar dan berperan penting dalam reaksi kimia yang
disebut juga reaksi hidrasi. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan
menyebabkan terjadinya pengikatan antara pasta semen dengan agregat,
sedangkan fungsi lain sebagai bahan pelumas antara butir-butir agregat agar
mudah dikerjakan dan dipadatkan. Jumlah air dalam pembuatan mortar harus
cukup supaya terjadi rekatan yang benar-benar kuat antara partikel di dalam
campuran mortar, tetapi jumlahnya tidak boleh berlebih karena akan
menimbulkan rongga-rongga pada mortar dan kekuatannya akan menurun. Secara
umum air yang dapat digunakan dalam campuran adukan mortar adalah air yang
apabila dipakai akan menghasilkan mortar dengan kekuatan lebih dari 90 % dari
mortar yang memakai air suling.
d. Bahan Tambah (Admixture)
Bahan tambah (admixture) ialah bahan selain unsur pokok mortar (air, semen, dan
agregat halus) yang ditambahkan kedalam campuran saat atau selama
pencampuran berlangsung. Penggunaan bahan tambah biasanya didasarkan pada
alasan yang tepat, diantaranya perbaikan kelecakan dan dapat menggunakan
penggunaan semen (Tjokrodimuljo, 2004). Tujuan penambahan admixture ini
adalah untuk mengubah satu atau lebih sifat-sifat mortar sewaktu masih dalam
keadaan segar atau setelah mengeras. Dalam penelitian ini digunakan
superplasticizer jenis Sikament NN dan accelerator jenis Sikaset.
Mengacu pada klasifikasi ASTM C494-92, superplasticizer termasuk dalam
golongan bahan tambah Type F : High Range Water Reducer atau
Superplasticizer (HRWR) yang memiliki sifat mengurangi jumlah air (water
reducer) tetapi masih diperoleh tingkat kemudahan pengerjaannya.
Superplasticizer mempunyai tingkat dosis yang dapat meningkatkan workability,
meningkatkan kuat desak, meningkatkan daya kedap air, meningkatkan nilai
slump, meningkatkan kepadatan dan kerapatan beton dan sebagainya.
Sebagai superplasticizer, Sikament NN mempunyai kemampuan untuk
mengurangi kebutuhan air sampai 20%, meningkatkan kekuatan tekan sampai
100% pada 16 jam pertama dan meningkat lagi 40% pada 28 hari, serta dapat
meningkatkan kelecakan pada campuran mortar. Bahan tambah ini lebih dapat
bercampur dan bereaksi dengan unsur pokok material yang lain di dalam adukan
mortar dikarenakan bentuknya yang berupa cairan. Dosis dapat dipakai 2 menit
setelah pencampuran sebesar 0,8% sampai 3% tergantung persyaratan yang
diinginkan, kelecakan, dan kekuatan. Dengan adanya penambahan Sikament NN,
diharapkan dapat menghasilkan mortar yang cair sehingga memiliki tingkat
pengerjaan yang tinggi dan memiliki mutu yang tinggi dengan faktor air semen
seminimal mungkin.
Accelerator adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat proses
ikatan dan pengerasan mortar. Bahan ini digunakan untuk mengurangi lamanya
waktu pengeringan dan mempercepat pencapaian kekuatan pada beton maupun
mortar. Sehingga beton maupun mortar dapat mencapai perkembangan kekuatan
awal yang lebih cepat.
2.3. Polymer
Retak pada beton dapat mempengaruhi ketahanan beton itu sendiri. Semakin kecil
dan sedikit retakan pada beton maka ketahanan beton akan meningkat.
Penambahan polymer pada repair material ini bertujuan untuk memperkuat dan
sekaligus mengikat repair mortar dengan beton pada lapisan overlay. Polymer
memberikan sifat yang flexible pada mortar sehingga material yang dihasilkan
setelah kering memiliki flexibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan material
yang terbentuk dari campuran semen biasa. Bahan polymer yang terkandung di
dalam campuran repair material diharapkan mampu memodifikasi kelemahan
komposit beton normal dengan repair mortar. Diharapkan polymer tersebut
mampu mengisi porositas, sehingga total porositas yang terbentuk dapat
berkurang. Dengan adanya penambahan polymer pada repair material, diharapkan
retakan yang mungkin timbul akan berkurang, sehingga selain kekuatan
meningkat, ketahanan komposit beton normal dengan repair material akan
meningkat pula (Andayani, 2007).
Polymer bisa ditambahkan pada semen dengan rasio polymer untuk tiap kilogram
semen dan hal ini ditetapkan sebagai rasio semen polymer. Rasio diartikan sebagai
rasio jumlah padat total pada polymer dengan jumlah semen dalam campuran
adukan atau repair mortar yang dimodifikasi.
2.4. Kerusakan – kerusakan Beton
a. Retak (Crack)
Retak pada beton biasanya dikarenakan proporsi campuran pada beton kurang
baik. Retak merupakan kerusakan paling ringan yang terjadi pada beton.
Keretakan dibedakan menjadi retak struktur dan non-struktur. Retak struktur
umumnya terjadi pada elemen struktur konstruksi bangunan, sedang retak non-
struktur terjadi dinding bata atau dinding non-beton lainnya. Pada retak non
struktur dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya proporsi campuran beton
kurang baik, umur bangunan, cuaca, efek panas yang berlebihan, reaksi kimia dan
susut. Sedangkan penyebab retak pada struktur sama dengan retak non struktur
tapi retak pada struktur juga terjadi karena gempa, kebakaran dan korosi pada
struktur beton.
b. Terlepasnya bagian beton (Spalling)
Spalling atau terlepasnya bagian beton merupakan jenis kerusakan beton yang
sering terjadi pada bangunan beton dan biasanya kurang diperhatikan dalam
pembuatan campurannya. Kerusakan ini terjadi karena campuran beton yang
kurang homogen dan juga faktor umur beton. Oleh karena itu metode perbaikan
pada kerusakan spalling, tergantung pada besar dan dalamnya spalling yang
terjadi.
c. Aus
Aus merupakan jenis kerusakan beton yang sering terjadi pada bangunan.
Kerusakan jenis ini biasanya kurang diperhatikan karena tingkat kerusakan yang
sulit diprediksi. Kerusakan ini juga disebabkan karena umur beton yang sudah
terlalu lama, kebakaran, reaksi kimia dan sebagainya.
d. Patah
Patah yang terjadi pada beton biasanya dikarenakan struktur beton yang tidak
mampu untuk menahan beban. Kerusakan ini bisa terjadi karena pada saat
pembuatan campuran beton (mix design) kurang diperhatikan proporsi yang
digunakan. Sebelum pembuatan campuran beton harus menghitung beben-beban
yang akan menimpa struktur beton tersebut agar patah pada beton tidak terjadi.
e. Keropos
Keropos merupakan jenis kerusakan yang disebabkan salah satunya karena umur
beton yang terlalu lama. Kerusakan ini biasanya kurang diperhatikan karena
kerusakan terjadi pada bagian bangunan yang sulit dijangkau. Misalnya pada
bagian bawah jembatan. Untuk itu agar tidak terjadi keropos dini karena reaksi
kimia atau yang lain maka perlu diperhatikan pada saat pembuatan bangunan.
f. Delaminasi
Beton mengelupas sampai kelihatan tulangannya disebut Delaminasi. Kerusakan
ini bisa terjadi pada konstruksi bangunan dikarenakan banyak sebab, diantaranya
kegagalan pada pembuatan campuran, reaksi kimia, kelebihan beban dan
sebagainya. Oleh karena itu perlu diperhitungkan agar kerusakan ini tidak terjadi
pada konstruksi bangunan.
Penyebab kerusakan – kerusakan pada beton
a. Pengaruh Mekanis
Beton dapat mengalami kerusakan karena adanya pengaruh mekanis, seperti :
pengikisan permukaan oleh air, ledakan, gempa bumi dan pembebanan yang
berlebihan. Kerusakan beton akibat pengaruh mekanis ini dapat bervariasi dari
kerusakan permukaan sampai hancur berkeping-keping.
b. Pengaruh fisik
Pengaruh fisik yang dapat menyebabkan kerusakan pada beton antara lain
pengaruh temperatur (panas hidrasi, kebakaran), susut dan rayap, pelesakan
yang tidak sama dari pondasi atau perletakan.
c. Pengaruh kimia
Pengaruh kimia yang bisa merusak beton antara lain serangan asam karena
semen portland dan semen campuran mempunyai ketahanan yang rendah
terhadap asam. Pengaruh lain adalah serangan sulfat yang mana hampir semua
sulfat dapat merusak pasta semen. Terjadinya korosi juga dapat menjadi
penyebab kerusakan pada beton.
2.5. Metode Perbaikan Beton
Pada umumnya pemilihan metode perbaikan beton didasari pada jenis
kerusakannya, luas kerusakan, lokasi kerusakan, lingkungan, kemampuan tenaga
kerja, serta batasan – batasan lainnya seperti waktu pelaksanaan maupun biaya
perbaikan.
Macam – macam metode perbaikan beton :
a. Grouting
Pekerjaan grouting sangat cocok untuk daerah perbaikan yang sulit. Metode
ini dapat dilakukan secara manual (gravitasi) atau menggunakan pompa. Pada
metode perbaikan ini yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang terpasang
harus benar-benar kedap, agar tidak ada kebocoran spesi yang mengakibatkan
terjadinya keropos dan harus kuat agar mampu menahan tekanan dari bahan
grouting. Tekanan injeksi grouting tidak boleh diambil lebih besar dari
kemampuan tarik ijin beton. Material yang dapat digunakan antara lain mortar
grouting, semen grouting dan chemical grouting.
b. Shot-crete (Beton Tembak)
Metode ini tidak memerlukan bekisting seperti halnya pengecoran pada
umumnya. Metode shotcrete ada dua sistem yaitu dry-mix dan wet-mix. Pada
sistem dry-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran
kering, dan akan tercampur dengan air di ujung selang. Mutu dari beton yang
ditembakkan sangat tergantung pada keahlian tenaga yang memegang selang
yang mengatur jumlah air. Sistem ini sangat mudah dalam perawatan mesin
shotcretenya, karena tidak pernah terjadi „blocking‟. Pada sistem wet-mix,
campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran basah, sehingga
mutu beton yang ditembakkan lebih seragam. Sistem ini memerlukan
perawatan mesin yang tinggi, apalagi bila sampai terjadi „blocking‟. Pada
metode shotcrete, umumnya digunakan additive untuk mempercepat
pengeringan (accelerator), dengan tujuan mempercepat pengerasan dan
mengurangi terjadinya banyaknya bahan yang terpantul dan jatuh (rebound).
c. Patching
Metode perbaikan ini adalah metode perbaikan manual, dengan melakukan
penempelan mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan yang harus
diperhatikan adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan, sehingga benar-
benar didapatkan hasil yang padat. Umumnya yang dipakai adalah monomer
mortar, polymer mortar dan epoxy mortar.
d. Grout Preplaced Aggregat (Beton Prepack)
Perbaikan prepacked concrete adalah mengupas beton, kemudian dibersihkan
dan diisi dengan beton segar, beton baru ini dibuat dengan cara mengisi ruang
kosong dengan agregat sampai penuh. Kemudian diinjeksi dengan mortar
yang sifat susutnya kecil dan mempunyai ikatan yang baik dengan beton
lama.
e. Coating
Perbaikan coating adalah melapisi permukaan beton dengan cara
mengoleskan atau menyemprotkan bahan yang bersifat plastik dan cair.
Lapisan ini digunakan untuk menyelimuti beton terhadap lingkungan yang
merusak beton.
f. Injeksi
Perbaikan injeksi adalah memasukkan bahan yang bersifat encer kedalam
celah atau retakan pada beton, kemudian diinjeksi dengan tekanan, sampai
terlihat pada lubang atau celah lain telah terisi atau mengalir keluar. Metode
injeksi ini merupakan metode yang digunakan untuk perbaikan beton yang
terjadi retak-retak ringan.
g. Overlay
Metode overlay ini merupakan metode perbaikan beton yang terjadi spalling
hampir keseluruhan pada permukaan beton. Oleh karena itu sebelum
dilakukannya metode ini perlu persiapan-persiapan permukaan yang akan
diperbaiki.
h. Jacketting
Perbaikan jacketing adalah melindungi beton terhadap kerusakan dengan
menggunakan bahan selubung, dapat berupa baja, karet, beton komposit.
Pekerjaan jacketing bisa dilaksanakan untuk permukaan beton yang
mengalami pelapukan atau disintegrasi.
2.6. Metode Patch Repair
Metode perbaikan ini adalah metode perbaikan manual, dengan melakukan
penempelan mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan yang harus diperhatikan
adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan. Sehingga benar-benar didapatkan
hasil yang padat. Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat perlu
dipersiapkan, dengan tujuan agar terjadi ikatan yang baik. Sehingga material
perbaikan atau perkuatan dengan beton lama menjadi satu kesatuan.
Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat harus merupakan
permukaan yang kuat dan padat, tidak ada keropos ataupun bagian lemah lainnya
(kecuali bila menggunakan metode injeksi untuk mengisi celah keropos), serta
harus bersih dari debu dan kotoran lainnya.
Persiapan-persiapan permukaan beton yang akan diperbaiki, yaitu :
a. Erosion ( pengikisan )
Erosion dilakukan untuk meratakan atau pengasaran permukaan beton.
Pengikisan dilakukan dengan menggunakan gerinda atau sejenisnya yang
dapat untuk melakukan pekerjaan tersebut.
b. Impact ( kejut )
Impact pada permukaan beton yang akan diperbaiki gunanya untuk
mendapatkan nilai kuat tarik dan kuat tekan beton yang lebih baik.
c. Pulverization ( menghancurkan permukaan beton )
Penghancuran ini dilakukan dengan cara menabrakan partikel kecil dengan
kecepatan yang tinggi ke permukaan beton.
d. Expansive pressure
Persiapan ini bisa dilakukan dengan dua cara yaitu steam dan water. Steam
dilakukan dengan temperatur sumber panas yang tinggi. Sedangkan cara water
dilakukan menggunakan water jetting yang bekerja dengan tekanan yang
tinggi sama dengan cara steam.
Permukaan yang sudah dipersiapkan, apakah harus dalam keadaan kering atau
harus dijenuhkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pelapisan berikutnya. Hal ini
sangat tergantung pada material yang digunakan. Untuk material berbahan dasar
semen atau polymer, permukaan beton harus dijenuhkan terlebih dahulu. Tetapi
bila material yang digunakan berbahan dasar epoxy, maka permukaan beton harus
dalam keadaan kering.
2.7. Material Repair
Pemilihan material repair biasanya dilakukan untuk mengetahui kinerja dari
material yang akan diaplikasikan agar sesuai dengan yang dibutuhkan dilapangan.
Adapun syarat-syarat sebagai material repair, yaitu :
syarat-syarat material patch repair, yaitu :
a. Daya lekat yang kuat.
Kelekatan antara material repair dengan beton yang akan diperbaiki harus
menyatu dengan baik sehingga menjadi satu kesatuan beton yang utuh.
b. Deformable pada beton.
Material repair harus menyesuaikan bentuk beton yang akan diperbaiki.
c. Tidak mengurangi kekuatan beton.
Material repair yang akan digunakan untuk memperbaiki beton mampu
menahan beban yang sama pada beton yang akan diperbaiki.
d. Tidak susut.
Material repair tidak terjadi susut agar beton yang akan diperbaiki tidak
kehilangan kekuatan sebagian.
Ada beberapa material patch repair yang dapat digunakan, antara lain :
a. Portland Cement Mortar.
b. Portland Cement Concrete.
c. Microsilica-Modified Portland Cement Conrete.
d. Polymer-Modified Portland Cement Conrete.
e. Polymer-Modified Portland Cement Mortar.
f. Magnesium Phosphate Cement Conrete.
g. Preplaced Aggregate Conrete.
h. Epoxy Mortar.
i. Methyl Methacrylate (MMA) Concrete.
j. Shotcrete.
Material beton yang akan digunakan harus diketahui respon pada saat kondisi
layan beton. Pemilihan material repair yang akan diperlukan harus mempunyai
hasil perbaikan yang tahan lama.
2.8. Polymer Modified
Polymer adalah jenis bahan tambahan baru yang dapat menghasilkan beton
dengan kuat tekan yang sangat tinggi. Beton dengan kuat tekan tinggi ini biasanya
diproduksi dengan menggunakan bahan polymer dengan cara memodifikasi sifat
beton dengan mengurangi air di lapangan, dijenuhkan dan dipancarkan pada
temperatur yang sangat tinggi di laboratorium.
Dalam penelitian ini, modifier polymer yang digunakan adalah resin bening
produk dari PT. Brataco. Resin apabila dicampurkan dengan hardener akan
membentuk epoxy resin. Epoxy resin merupakan komponen yang mempunyai
daya rekat yang sangat tinggi antara beton normal dengan repair material serta
memiliki sifat permeabilitas yang rendah. Namun sering kali epoxy tidak
kompatibel dengan beton normal, sehingga menghasilkan kegagalan di awal
perbaikan. Penggunaan agregat yang lebih besar dapat meningkatkan
kompatibilitas termal dengan beton dan mengurangi resiko debond.
Epoxy secara substansial meningkatkan kualitas mortar semen, seperti :
1. Lapisan tahan abrasi
2. Memiliki kekuatan awal tinggi
3. Kuat tekan, tarik dan lentur tinggi
4. Memiliki ketahanan kimia yang cukup baik
5. Tahan air
6. Dapat mengurangi terjadinya penyusutan
Modifikasi polymer dalam campuran repair material dapat meningkatkan
kekuatan tarik dan lentur pada komposit beton normal dengan mortar serta dapat
mengurangi sifat rapuh. Selain variabel yang mempengaruhi sifat-sifat adukan dan
beton biasa, sifat beton dan adukan yang baru dan hasil modifikasi polymer yang
diperkeras dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti jenis polymer, rasio
antara polymer dengan semen, rasio air dengan semen, kandungan air dengan
kondisi perawatan. Penambahan polymer pada repair material akan memperkuat
ikatan antara repair material dengan beton pada saat proses pelapisan atau
penambalan.
2.8.1. Efek Polymer Terhadap Sifat Slant Shear Repair Mortar
Polymer merupakan bahan yang memiliki daya lekat yang cukup baik dan juga
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan bentuk dengan beton induknya. Selain
itu dengan kelekatan yang cukup bagus, polymer dapat menyatu dan
menyesuaikan bentuk dengan beton induk yang akan di patch repair sehingga
geser dapat diminimalisasi.
2.8.2. Durabilitas Polymer dalam Campuran Repair Mortar
Ketahanan beton dikatakan baik apabila dapat bertahan lama dalam kondisi tertetu
tanpa mengalami kerusakan selama bertahun-tahun. Kondisi yang dapat
mengurangi daya tahan beton dapat disebabkan faktor dari luar dan dari dalam
beton itu sendiri. Faktor luar antara lain cuaca, perubahan suhu yang ekstrim, erosi
kembang dan susut akibat basah atau kering yang silih berganti dan pengaruh
bahan kimia. Faktor dari dalam yaitu akibat reaksi agregat dengan senyawa alkali.
2.8.3. Efek Tekstur Permukaan Terhadap Slant Shear Repair Mortar
Kekuatan lekat sangat tergantung pada adhesi pada permukaan, kuat geser,
aggregate interlock, dan faktor waktu. Faktor – faktor tersebut tergantung juga
oleh variabel lainnya. Misalnya adhesi pada permukaan tergantung pada material
pengikat, kepadatan material, kebersihan dan kelembaban dari permukaan
perbaikan, faktor umur, dan kekasaran permukaan. Dalam hal ini persiapan
permukaan berperan penting dan kuat lekat sensitif terhadap kekasaran permukaan
(Ramezanianpour, 2007).
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Umum
Metode penelitian adalah langkah-langkah atau cara-cara penelitian suatu
masalah, kasus, gejala, atau fenomena dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan
jawaban yang rasional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
eksperimental yaitu dengan mengadakan suatu percobaan secara langsung untuk
mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara variabel-variabel
yang diselidiki. Metode eksperimental dapat dilakukan di dalam maupun di luar
laboratorium.
Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan suatu pengujian terhadap kuat lekat
pada repair mortar berbahan tambah polymer. Dari hasil pengujian ini akan
dihasilkan data dan kemudian data tersebut diolah menggunakan cara statistik,
yaitu dengan urutan kegiatan dalam memperoleh data sampai data itu berguna
sebagai dasar pembuatan keputusan diantaranya melalui proses pengumpulan
data, pengolahan data, analisis data dan cara pengambilan keputusan secara umum
berdasarkan hasil penelitian.
3.2. Benda Uji
Benda uji yang akan digunakan pada penelitian ini berupa beton bentuk balok
dengan ukuran 55 mm x 100 mm x 250 mm (Gambar 3.1.).
Keterangan Gambar :
I = Repair Mortar
II = Beton Normal
Keterangan Gambar :
I = Repair Mortar
II = Beton Normal
(a) = Sketsa Benda Uji Dengan
Tekstur Permukaan Halus
(b) = Sketsa Benda Uji Dengan
Tekstur Permukaan Kasar
(a) (b)
Gambar 3.1. Benda Uji
Benda uji terdiri dari enam macam yaitu:
a. Benda uji yang berbentuk balok dengan ukuran 55 mm x 100 mm x 250 mm
(Gambar 3.1.). Tekstur permukaan sambungan halus dengan repair mortar
tanpa accelerator.
b. Benda uji yang berbentuk balok dengan ukuran 55 mm x 100 mm x 250 mm
(Gambar 3.1.). Tekstur permukaan sambungan bergerigi (kasar) dengan repair
mortar tanpa accelerator.
c. Benda uji yang berbentuk balok dengan ukuran 55 mm x 100 mm x 250 mm
(Gambar 3.1.). Tekstur permukaan sambungan halus, repair mortar dengan
variasi bahan tambah polymer sebesar 0 %, 2 %, 4 %, dan 6 %.
d. Benda uji yang berbentuk balok dengan ukuran 55 mm x 100 mm x 250 mm
(Gambar 3.1.). Tekstur permukaan sambungan bergerigi (kasar), repair
mortar dengan variasi bahan tambah polymer sebesar 0 %, 2 %, 4 %, dan 6 %.
e. Benda uji yang berbentuk balok dengan ukuran 55 mm x 100 mm x 250 mm
(Gambar 3.1.). Tekstur permukaan sambungan halus dengan repair mortar
pembanding dari Emaco Nanocrete R4 BASF.
f. Benda uji yang berbentuk balok dengan ukuran 55 mm x 100 mm x 250 mm
(Gambar 3.1.). Tekstur permukaan sambungan bergerigi (kasar) dengan repair
mortar pembanding dari Emaco Nanocrete R4 BASF.
3.3. Macam – Macam Benda Uji
Tabel 3.1. Proporsi Campuran Repair Mortar
Kode Benda
UJI Proporsi Campuran Jumlah Benda Uji
MB - H - 1 Perbandingan Semen : Pasir : 1 : 2 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) MB - H - 2 Superplastisizer 2% ; FAS 0,35
MB - H - 3 Tekstur Sambungan Halus
MB - K - 1 Perbandingan Semen : Pasir : 1 : 2 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) MB - K - 2 Superplastisizer 2% ; FAS 0,35
MB - K - 3 Tekstur Sambungan Kasar
PO - 0% - H - 1 Perbandingan Semen : Pasir : 1 : 2 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) PO - 0% - H - 2 Superplastisizer 2% ; Akselerator 5 % ; FAS 0,35
PO - 0% - H - 3 Tekstur Sambungan Halus
PO - 2% - H - 1 Perbandingan Semen : Pasir : 1 : 2 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) PO - 2% - H - 2 Superplastisizer 2% ; Akselerator 5 % ; FAS 0,35
PO - 2% - H - 3 Polymer 2% ; Tekstur Sambungan Halus
PO - 4% - H - 1 Perbandingan Semen : Pasir : 1 : 2 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) PO - 4% - H - 2 Superplastisizer 2% ; Akselerator 5 % ; FAS 0,35
PO - 4% - H - 3 Polymer 4% ; Tekstur Sambungan Halus
PO - 6% - H - 1 Perbandingan Semen : Pasir : 1 : 2 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) PO - 6% - H - 2 Superplastisizer 2% ; Akselerator 5 % ; FAS 0,35
PO - 6% - H - 3 Polymer 6% ; Tekstur Sambungan Halus
PO - 0% - K - 1 Perbandingan Semen : Pasir : 1 : 2 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) PO - 0% - K - 2 Superplastisizer 2% ; Akselerator 5 % ; FAS 0,35
PO - 0% - K - 3 Tekstur Sambungan Kasar
PO - 2% - K - 1 Perbandingan Semen : Pasir : 1 : 2 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) PO - 2% - K - 2 Superplastisizer 2% ; Akselerator 5 % ; FAS 0,35
PO - 2% - K - 3 Polymer 2% ; Tekstur Sambungan Kasar
PO - 4% - K - 1 Perbandingan Semen : Pasir : 1 : 2 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) PO - 4% - K - 2 Superplastisizer 2% ; Akselerator 5 % ; FAS 0,35
PO - 4% - K - 3 Polymer 4% ; Tekstur Sambungan Kasar
PO - 6% - K - 1 Perbandingan Semen : Pasir : 1 : 2 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) PO - 6% - K - 2 Superplastisizer 2% ; Akselerator 5 % ; FAS 0,35
PO - 6% - K - 3 Polymer 6% ; Tekstur Sambungan Kasar
NR4 - H - 1 Produk Nanocrete R4 BASF 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) NR4 - H - 2 Aturan Sesuai Kemasan
NR4 - H - 3 Tekstur Sambungan Halus
NR4 - K - 1 Produk Nanocrete R4 BASF 3 ( untuk pengujian 7 hari )
3 ( untuk pengujian 28 hari ) NR4 - K - 2 Aturan Sesuai Kemasan
NR4 - K - 3 Tekstur Sambungan Kasar
JUMLAH 72
3.4. Alat Dan Bahan Yang Digunakan
3.4.1. Alat – Alat Yang Digunakan
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan dan Struktur Konstruksi Teknik,
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta, sehingga
menggunakan alat-alat yang terdapat pada laboratorium tersebut.
a. Timbangan
1). Timbangan Digital.
2). Timbangan “Bascule” merk DSN Bola Dunia, dengan kapasitas 150 kg
dengan ketelitian 0,1 kg.
b. Ayakan dan mesin penggetar ayakan
Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk “Controls” Italy
dengan bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan
yang tersedia adalah 75 mm, 50 mm, 38.1 mm, 25 mm, 19 mm, 12.5 mm, 9.5
mm, 4.75 mm, 2.36 mm,1.18 mm, 0.85 mm, 0.30 mm, 0.15 dan pan.
c. Cetakan benda uji
Cetakan benda uji yang digunakan adalah cetakan balok yang terbuat dari
kayu dengan ukuran diameter 55 mm x 100 mm x 250 mm.
d. Alat bantu
1). Cetok semen, digunakan untuk memasukkan campuran repair mortar dan
beton normal kedalam cetakan.
2). Gelas ukur kapasitas 1000 ml, digunakan untuk menakar air yang akan
dipakai dalam campuran adukan.
3). Ember untuk tempat air dan sisa adukan.
e. Compression Testing Machine (CTM)
Compression Testing Machine (CTM) dengan kapasitas 2000 KN untuk
pengujian kuat tekan beton.
3.4.2. Bahan – Bahan Yang Digunakan
a. Semen
Hasil uji vicat menunjukkan bahwa Initial setting time (waktu pengikatan awal)
semen dengan faktor air semen 0,35 terjadi pada rentang waktu antara 75-90
menit. Hal ini memenuhi standar yang disyaratkan, yaitu antara 45-375 menit.
b. Agregat Halus (Fine Agregat)
Agregat Halus (fine agregat) merupakan agregat yang lolos ayakan 4,75 mm dan
tertahan di atas ayakan 0,15 mm. Sebelum penelitian berlangsung dilakukan uji
pendahuluan terhadap material yang digunakan. Hasil pengujian agregat halus:
a) Pengujian gradasi dilakukan untuk mengetahui distribusi ukuran agregat
halus. Apabila butir agregat mempunyai ukuran yang sama (seragam) maka
volume pori akan besar. Namun, bila ukuran butirnya bervariasi maka volume
pori akan kecil. Hal ini terjadi karena butir yang kecil akan mengisi pori
diantara butir yang besar, dengan kata lain mempunyai kemampatan tinggi.
Hasil uji gradasi menunjukkan bahwa modulus kehalusan pasir 2,448 telah
memenuhi standar ASTM C–33 yaitu modulus kehalusan pasir yang
memenuhi syarat sebesar 2,3-3,1.
b) Pengujian kandungan zat organik merupakan pengujian untuk mengamati
kandungan zat organik dalam agregat Hasil pengujian kandungan zat organik
menunjukkan bahwa zat organik yang terkandung dalam pasir cukup besar
yaitu sekitar 10-20%. Hal ini tidak memenuhi syarat karena kandungan zat
organik dalam pasir > 5 %, maka pasir harus dicuci terlebih dahulu.
c) Pengujian kandungan lumpur dalam pasir merupakan pengujian untuk
mengetahui kadar lumpur dalam agregat. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa pasir mengandung lumpur sebanyak 3 %, hal ini memenuhi syarat
karena menurut standar yang ditetapkan kandungan lumpur dalam pasir
maksimum adalah 5 %.
d) Pengujian specific grafity merupakan pengujian untuk mengetahui berat jenis
agregat tersebut. Nilai specific grafity untuk agregat normal antara 2,5–2,7.
Hasil pengujian specific gravity menunjukkan bahwa pasir mempunyai bulk
specific gravity SSD sebesar 2,63, telah memenuhi standar yang ditetapkan
oleh ASTM C.128-79.
b. Agregat Kasar (Coarse Agregat)
Pada penelitian ini menggunakan batu pecah berukuran 10 mm. Agregat kasar
adalah agregat dengan besar butir lebih dari 4,75 mm. Hasil pengujian agregat
kasar:
a) Pengujian gradasi dilakukan untuk menentukan distribusi ukuran butir dari
agregat kasar (split). Uji gradasi menunjukkan bahwa modulus halus kerikil
adalah 6,32. Hal ini telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh ASTM C.33-
84 yaitu 5-8.
b) Pengujian specific grafity merupakan pengujian untuk mengetahui berat jenis
agregat tersebut Hasil pengujian bulk specific gravity SSD kerikil sebesar
2,54, telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh ASTM C.127-81 yaitu bulk
specific gravity SSD agregat kasar antara 2.5-2.7.
c) Uji abrasi agregat kasar menunjukkan keausan kerikil yang digunakan dalam
penelitian ini sebesar 34,8 %, hal ini telah memenuhi syarat yang ditetapkan
yaitu keausan agregat kasar maksimum adalah 50 %.
d. Superplastisizer
Superplastizicer ditambahkan dalam campuran mortar atau beton dalam jumlah
tidak lebih dari 3% berat semen. Pemberian yang berlebihan selain tidak
ekonomis juga akan menyebabkan penundaan setting yang lama sehingga mortar
atau beton akan kehilangan kekuatan akhir. Superplastizicer yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sikament-NN yang berbentuk cairan sebanyak 2% dari
berat semen untuk repair materialnya. Penggunaanya sebanyak 2% dari berat
semen karena pada waktu trial, proporsi tersebut sudah dapat memenuhi
workability mortar atau mortar sudah sangat workable.
e. Accelerator
Accelerator atau pengeras adalah bahan tambahan yang dicampurkan pada adukan
mortar selama pengadukan dalam jumlah tertentu yang berfungsi untuk
mempercepat pengikatan dan pengerasan awal mortar, digunakan untuk
pengecoran yang berhubungan dengan air/efisiensi waktu pemakaian cetakan.
Accelerator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 5% dari berat air.
Kelebihan accelerator perlu dihindari karena dapat menyebabkan kesulitan
placement dan akan merusak sebab terjadi setting yang cepat, susut pengeringan
bertambah, korosi pada tulangan dan kekuatan pada umur lanjut dapat berkurang.
f. Polymer
Polymer yang digunakan adalah emulsi polymer dikenal sebagai jenis resin bening
produk dari PT. Brataco.
g. Emaco Nanocrete R4 BASF
Emaco Nanocrete R4 BASF merupakan produk mortar siap pakai yang
penggunaannya berdasarkan volume cetakan yang digunakan.
3.5. Tahap Dan Prosedur Penelitian
Sebagai penelitian ilmiah, penelitian ini dilaksanakan dalam sistematika dengan
urutan yang jelas dan teratur agar hasil yang didapat baik dan dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian ini dibagi
beberapa tahapan, yaitu :
a) Tahap I ( Tahap Persiapan )
Pada tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang dibutuhkan dipersiapkan
terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar.
b) Tahap II ( Uji Bahan )
Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat kasar, agregat halus, dan
semen. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan yang
akan digunakan. Selain itu juga untuk mengetahui apakah bahan penyusun
tersebut memenuhi persyaratan sebagai bahan yang baik atau tidak. Hasil dari
pengujian ini juga digunakan sebagai data perencanaan campuran repair
mortar.
c) Tahap III ( Mix Design )
Dalam tahap ini dilakukan perencanan pembuatan beton normal dengan FAS
0,51 dan mortar dengan acuan FAS yang diinginkan yaitu sebesar 0,35.
Setelah rancangan campuran beton normal dan mortar didapatkan,
selanjutnya dilakukan percobaan terhadap rancangan (trial mix design) agar
diketahui apakah rancangan yang telah dibuat bisa dikerjakan atau tidak. Jika
trial mix design berhasil, maka data mix design tersebut dapat digunakan
dalam perhitungan perencanaan pembuatan benda uji.
d) Tahap IV ( Tahap Pembuatan Benda Uji )
Pada tahap ini dilaksanakan pekerjaan sebagai berikut :
a. Penetapan campuran adukan betan normal dan repair material.
b. Pembuatan adukan beton normal dan repair mortar.
c. Pembuatan benda uji.
Pembuatan benda uji dilakukan dua kali pembuatan. Campuran yang pertama
adalah beton normal yang dicetak dengan kemiringan 30° pada cetakan bentuk
balok sampai berumur minimal 28 hari. Sedangkan campuran yang kedua
dapat dilihat pada tabel proporsi campuran benda uji yang dibuat diatas
campuran yang pertama pada satu cetakan diisi penuh.
e) Tahap V ( Tahap Pengujian )
Tahap ini dilakukan pengujian benda uji pada umur 7 dan 28 hari repair
mortar dengan uji kuat desak yang menggunakan CTM ( Compression Testing
Machine ). Pengujian dilakukan dengan uji kuat desak karena untuk
mengetahui seberapa kelekatan yang terjadi antara beton normal dengan
repair mortar.
f) Tahap VI ( Analisa Data )
Pada tahap ini data yang diperoleh dari hasil pengujian lalu dianalisis untuk
mengetahui pengaruh penambahan polymer tehadap kuat lekat serta
mengetahui pengaruh penggunaan tekstur sambungan kasar terhadap nilai kuat
lekat.
g) Tahap VI ( Kesimpulan )
Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan berdasarkan data yang telah dianalisis
yang berhubungan langsung dengan tujuan penelitian.
Untuk lebih jelasnya tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3.2 berikut ini :
Tahap I
Pembuatan Benda Uji
Persiapan
1. Semen
2. Air
3. Polymer
4. Pengeras
5. Superplasticizer
Agregat
halus Emaco
Nanocrete R4
BASF
Uji Bahan :
1. Kadar Lumpur
2. Kadar Organik
3. Specific Grafity
4. Gradasi
5. Berat Isi
Agregat
kasar
Uji Bahan :
1. Abrasi
2. Specific Grafity
3. Gradasi
4. Berat Isi
Rencana campuran dan mix
design
Tahap II
Tahap III
Gambar 3.2. Bagan Alir Tahap-Tahap Penelitian
3.6. Pembuatan Benda Uji
3.6.1. Pembuatan Beton Normal
Pembuatan campuran adukan beton normal dilakukan setelah menghitung
proporsi masing-masing bahan yang dipergunakan, kemudian mencampur dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengambil bahan-bahan pembentuk beton yaitu semen, kerikil dan pasir
dengan berat yang ditentukan sesuai rencana campuran.
b. Mencampur dan mengaduk semen, kerikil dan pasir sampai benar-benar
homogen.
c. Menambah air sedikit demi sedikit sesuai dengan jumlah faktor air semen
yang telah ditentukan serta terus mengaduk campuran tersebut sehingga
menjadi adukan beton segar yang homogen.
d. Memasukkan adukan ke dalam cetakan yang telah dipersiapkan dan
melakukan pemadatan. Pada penelitian ini, bahan untuk cetakan terbuat dari
papan kayu.
Pengujian benda uji dengan CTM
( Compression Testing Machine ) umur 7 dan 28
hari
Analisa data
Kesimpulan
Tahap IV
Tahap V
Tahap VI
e. Bekisting atau cetakan dapat dibuka apabila pengerasan sudah berlangsung
selama minimal setelah 24 jam.
3.6.2. Pembuatan Repair Mortar
Pembuatan campuran adukan repair mortar dilakukan setelah menghitung
proporsi masing-masing bahan yang dipergunakan, kemudian mencampur dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengambil bahan-bahan pembentuk repair mortar yaitu semen, pasir dan
bahan tambah lain dengan berat yang ditentukan sesuai rencana campuran.
b. Mencampur dan mengaduk semen, pasir sampai benar-benar homogen.
c. Mencampur air (sesuai dengan fas yang direncanakan) dengan
accelerator (5 % dari volume air) dan superplastisizer (2 % dari
berat semen) ke dalam adukan semen dan pasir sedikit demi sedikit
sambil mengaduk campuran tersebut hingga homogen.
d. Setelah homogen, menambahkan polymer ke dalam campuran
sesuai dengan variasi yang telah ditentukan.
d. Memasukkan adukan repair mortar ke dalam cetakan yang telah terisi
sebagian oleh beton normal sambil melakukan pemadatan.
e. Bekisting atau cetakan dapat dibuka apabila pengerasan sudah berlangsung
selama minimal setelah 24 jam.
3.7. Prosedur Pengujian Slant Shear
Pengujian slant shear repair mortar pada penelitian ini menggunakan benda uji
berbentuk balok dengan ukuran 55 x 100 x 250 mm yang telah berumur 7 dan 28
hari terhitung dari hari pertama pembuatan repair mortar dengan memberikan
tekanan hingga benda uji tersebut runtuh. Langkah-langkah pengujian dengan alat
uji kuat desak (compression testing machine) adalah sebagai berikut :
a. Mengukur dimensi benda uji.
b. Meletakkan benda uji pada compression testing machine.
c. Memutar jarum penunjuk tepat pada titik nol, kemudian menghidupkan mesin
desak.
d. Mengamati setiap perubahan / penambahan kuat desak pada jarum
pengukurnya.
e. Bila jarum sudah tidak bergerak lagi maka mesin dimatikan, dengan kata lain
benda uji sudah hancur.
f. Membaca dan mencatat angka pada jarum ukur yang merupakan besarnya
beban desak repair mortar.
g. Menghitung nilai slant shear repair mortar dengan rumus :
SinxCosA
PmakscrF .'
Dengan :
F'cr = Kuat lekat Shear Slant ( MPa)
Pmaks = Beban maksimum ( N )
A = Luas penampang ( mm2 )
α = Derajat kemiringan ( 30º )
Untuk lebih jelasnya tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3.2 berikut ini :
Gambar 3.2. Bagan Alir Tahap-Tahap Penelitian
Tahap I
Pembuatan Benda Uji
Persiapan
1. Semen
2. Air
3. Polymer
4. Pengeras
5. Superplasticizer
Agregat
halus
Emaco
Nanocrete R4
BASF
Pengujian benda uji dengan CTM
( Compression Testing Machine ) umur 7 dan 28 hari
Analisa data
Kesimpulan
Uji Bahan :
1. Kadar Lumpur
2. Kadar Organik
3. Specific Grafity
4. Gradasi
5. Berat Isi
Agregat
kasar
Uji Bahan :
1. Abrasi
2. Specific Grafity
3. Gradasi
4. Berat Isi
Rencana campuran dan mix design
Tahap II
Tahap III
Tahap IV
Tahap V
Tahap VI
BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Slant Shear Repair Mortar
Pada pengujian ini digunakan balok umur 7 hari dan 28 hari dengan ukuran 55 x
100 x 250 mm sebanyak 3 buah benda uji pada tiap campuran. Dari pengujian
Slant Shear yang dilakukan dengan alat Compression Testing Machine didapatkan
beban maksimum, yaitu pada saat repair mortar retak dan terjadi geser saat
menerima beban tersebut (Pmaks). Dari data tersebut kemudian diolah sehingga
didapatkan nilai kuat desak Slant Shear repair mortar )'( cf . Cara perhitungan
kuat lekat slant shear repair mortar adalah sebagai berikut :
Rumus perhitungan Slant Shear :
SinxCosA
PmakscrF .'
Dengan :
F'cr = Kuat lekat Slant Shear ( MPa)
Pmaks = Beban maksimum ( N )
A = Luas penampang ( mm2 )
α = Derajat kemiringan ( 30º )
Contoh perhitungan Slant Shear PO 0% - K – 1 umur 7 hari :
SinxCosA
PmakscrF .' 00 3030
55100
137500SinxCos
x MPa825,10
Hasil pengujian slant shear repair mortar selengkapnya disajikan dalam tabel
serta diagram kuat geser karena desak, sebagai berikut :
Tabel 4.1. Hasil Uji Kuat Lekat Slant Shear Repair Mortar Umur 7 hari
KODE BENDA UJI BEBAN P (N) A (mm2) F'cr (MPa)
F'cr Rata -
Rata (MPa)
MB - H - 1 3700 37000 5500 2,913
2,506 MB - H - 2 2200 22000 5500 1,732
MB - H - 3 3650 36500 5500 2,874
MB - K - 1 6200 62000 5500 4,881
4,671 MB - K - 2 6100 61000 5500 4,803
MB - K - 3 5500 55000 5500 4,330
PO 0% - H - 1 10850 108500 5500 8,542
7,443 PO 0% - H - 2 8450 84500 5500 6,653
PO 0% - H - 3 9060 90600 5500 7,133
PO 2% - H - 1 4550 45500 5500 3,582
3,307 PO 2% - H - 2 3900 39000 5500 3,070
PO 2% - H - 3 4150 41500 5500 3,267
PO 4% - H - 1 1550 15500 5500 1,220
1,050 PO 4% - H - 2 1150 11500 5500 0,905
PO 4% - H - 3 1300 13000 5500 1,023
PO 6% - H - 1 400 4000 5500 0,315
0,433 PO 6% - H - 2 700 7000 5500 0,551
PO 6% - H - 3 550 5500 5500 0,433
PO 0% - K - 1 13750 137500 5500 10,825
9,146 PO 0% - K - 2 10700 107000 5500 8,424
PO 0% - K - 3 10400 104000 5500 8,188
PO 2% - K - 1 5100 51000 5500 4,015
4,041 PO 2% - K - 2 5450 54500 5500 4,291
PO 2% - K - 3 4850 48500 5500 3,818
PO 4% - K - 1 1850 18500 5500 1,456
1,548 PO 4% - K - 2 1900 19000 5500 1,496
PO 4% - K - 3 2150 21500 5500 1,693
PO 6% - K - 1 750 7500 5500 0,590
0,499 PO 6% - K - 2 600 6000 5500 0,472
PO 6% - K - 3 550 5500 5500 0,433
EMACO NR4 - H -1 5100 51000 5500 4,015
4,055 EMACO NR4 - H -2 4900 49000 5500 3,858
EMACO NR4 - H -3 5450 54500 5500 4,291
EMACO NR4 - K -1 6700 67000 5500 5,275
5,170 EMACO NR4 - K -2 5600 56000 5500 4,409
EMACO NR4 - K -3 7400 74000 5500 5,826
Tabel 4.2. Hasil Uji Kuat Lekat Slant Shear Repair Mortar Umur 28 hari
KODE BENDA UJI BEBAN P (N) A (mm2) F'cr (MPa)
F'cr Rata -
Rata (MPa)
MB - H - 1 6700 67000 5500 5,275
5,616 MB - H - 2 7700 77000 5500 6,062
MB - H - 3 7000 70000 5500 5,511
MB - K - 1 10575 105750 5500 8,326
8,785 MB - K - 2 10050 100500 5500 7,912
MB - K - 3 12850 128500 5500 10,117
PO 0% - H - 1 11700 117000 5500 9,211
8,857 PO 0% - H - 2 10750 107500 5500 8,463
PO 0% - H - 3 11300 113000 5500 8,896
PO 2% - H - 1 8250 82500 5500 6,495
8,398 PO 2% - H - 2 12400 124000 5500 9,762
PO 2% - H - 3 11350 113500 5500 8,936
PO 4% - H - 1 5550 55500 5500 4,369
4,369 PO 4% - H - 2 5850 58500 5500 4,606
PO 4% - H - 3 5250 52500 5500 4,133
PO 6% - H - 1 3250 32500 5500 2,559
3,136 PO 6% - H - 2 3850 38500 5500 3,031
PO 6% - H - 3 4850 48500 5500 3,818
PO 0% - K - 1 12200 122000 5500 9,605
12,177 PO 0% - K - 2 17900 179000 5500 14,093
PO 0% - K - 3 16300 163000 5500 12,833
PO 2% - K - 1 12850 128500 5500 10,117
10,392 PO 2% - K - 2 14500 145000 5500 11,416
PO 2% - K - 3 12250 122500 5500 9,644
PO 4% - K - 1 10800 108000 5500 8,503
7,624 PO 4% - K - 2 7750 77500 5500 6,102
PO 4% - K - 3 10500 105000 5500 8,267
PO 6% - K - 1 6500 65000 5500 5,117
5,413 PO 6% - K - 2 6750 67500 5500 5,314
PO 6% - K - 3 7375 73750 5500 5,806
EMACO NR4 - H -1 10250 102500 5500 8,070
8,188 EMACO NR4 - H -2 11650 116500 5500 9,172
EMACO NR4 - H -3 9300 93000 5500 7,322
EMACO NR4 - K -1 12750 127500 5500 10,038
10,642 EMACO NR4 - K -2 12350 123500 5500 9,723
EMACO NR4 - K -3 15450 154500 5500 12,164
Dari Tabel 4.1. dan Tabel 4.2. diperoleh diagram yang menggambarkan
hubungan pengaruh masing-masing komposisi benda uji pada tekstur permukaan
benda uji yang halus dan yang kasar terhadap kuat lekat slant shear.
Gambar 4.1. Diagram Kuat Geser Karena Desak
Dari Gambar 4.1. diatas dapat dilihat bahwa komposisi campuran mortar pada
umur 7 hari maupun umur 28 hari yang menghasilkan kuat lekat terbesar adalah
PO 0% dan yang paling buruk adalah PO 6% sedangkan untuk material
pembanding Emaco Nanocrete menghasilkan nilai kuat lekat yang relatif sama
dengan PO 2%. Dari gambar diatas juga dapat dilihat bahwa penambahan polymer
pada umur awal relatif buruk, tetapi cenderung meningkat pesat seiring
berjalannya waktu. Dapat dilihat juga bahwa pengaruh perbedaan tekstur
permukaan sambungan juga sangat berpengaruh terhadap kuat geser. Nilai kuat
geser pada tekstur sambungan kasar relatif lebih besar dibandingkan dengan nilai
kuat geser pada tekstur sambungan yang halus.
0
2
4
6
8
10
12
14
MB PO 0% PO 2% PO 4% PO 6% EM
Ku
at
Ges
er R
ata
-Ra
ta (
MP
a)
Benda Uji
Diagram Kuat Geser Karena Desak
Geser Benda Uji Umur 7 Hari Tekstur Halus Geser Benda Uji Umur 7 Hari Tekstur Kasar
Geser Benda Uji Umur 28 Hari Tekstur Halus Geser Benda Uji Umur 28 Hari Tekstur Kasar
Gambar 4.2. Grafik Rasio Hubungan Kuat Lekat Repair Mortar Polymer
Bertekstur Halus
Gambar 4.3. Grafik Rasio Hubungan Kuat Lekat Repair Mortar Polymer
Bertekstur Kasar
1 1
0,444
0,442
0,141
0,169 0,0582
0,0546
y = -0.1559x + 0.8815 R² = 0.9017
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 1 2 3 4 5 6
Ra
sio
Ku
at
Lek
at
Po
lym
er /
PO
0%
% Polymer
Grafik Rasio Hubungan Kuat Lekat
Repair Mortar Polymer Bertekstur Halus
1 1
0,948
0,853
0,496
0,626
0,354
0,445
y = -0.1071x + 1.0366 R² = 0.9264
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
0 1 2 3 4 5 6
Ra
sio
Ku
at
Lek
at
Po
lym
er /
PO
0%
% Polymer
Grafik Rasio Hubungan Kuat Lekat
Repair Mortar Polymer Bertekstur Kasar
Dari Gambar 4.2. dan Gambar 4.3. dapat dilihat bahwa slant shear repair
mortar bertekstur sambungan halus maupun bertekstur sambungan kasar dengan
kadar polymer berbeda-beda mempengaruhi besarnya nilai kuat lekat geser yang
terjadi. Dari Gambar 4.2. di atas didapat persamaan regresi y=-0,155x + 0,881
yang dapat dipergunakan untuk mencari pengaruh penambahan kadar polymer
terhadap kuat lekat repair mortar bertekstur sambungan halus. Sedangkan dari
Gambar 4.3. di atas didapat persamaan regresi y=-0,107x + 1,036 yang dapat
dipergunakan untuk mencari pengaruh penambahan kadar polymer terhadap kuat
lekat repair mortar bertekstur sambungan kasar.
Dari garfik di atas dapat dilihat bahwa penambahan kadar polymer menyebabkan
penurunan nilai kuat lekat baik pada tekstur sambungan yang halus maupun yang
kasar. Penurunan nilai kuat lekat ini dapat disebabkan karena penambahan
polymer secara visual memiliki kelecakan yang tinggi sehingga proses hidrasi
semen yang lebih lama, serta penambahan polymer pada campuran cenderung
menggumpal. Penggumpalan ini mengakibatkan tidak homogennya campuran.
Gambar 4.4. Grafik Hubungan Kuat Lekat Slant Shear Bertekstur Halus
Dengan Kuat Lekat Slant Shear Bertekstur Kasar
Dari Gambar 4.4. diatas didapatkan persamaan regresi y=1,356x yang
menggambarkan pengaruh penggunaan tekstur kasar terhadap kuat lekat slant
shear dapat meningkatkan nilai kuat lekat sebesar 35,6% dibandingkan dengan
pengaruh penggunaan tekstur halus. Peningkatan nilai kuat lekat dapat disebabkan
karena penggunaan tekstur kasar meningkatkan interlock antara beton induk
dengan repair mortar, sehingga menghasilkan nilai lekat yang lebih tinggi
.
y = 1.3568x R² = 0.9365
0
2
4
6
8
10
12
14
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ku
at
Lek
at
Ra
ta-R
ata
Sla
nt
Sh
ear
Tek
stu
r K
asa
r (
MP
a)
Kuat Lekat Rata-Rata Slant Shear Tekstur Halus (MPa)
Grafik Hubungan Kuat Lekat Slant Shear
Tekstur Halus Dan Tekstur Kasar
MB
PO 0%
PO 2%
PO 4%
PO 6%
EMACO
4.2 Modus Kegagalan Slant Shear
Dari pengujian slant shear ini didapatkan modus-modus kerusakan yang terjadi
pada benda uji. Modus kerusakan yang terjadi antara lain, kegagalan yang terletak
pada sambungan, kegagalan yang terletak hanya pada repair materialnya, serta
kegagalan yang terletak pada sambungan yang didahului oleh rusaknya repair
material.
Gambar 4.5. Kerusakan Pengujian Slant Shear Repair Mortar
Pada Gambar 4.5. ( a ) diketahui bahwa modus kegagalan yang terjadi terletak
pada sambungan (interface failure) antara beton induk dan repair mortar, dapat
disebabkan karena mutu kuat lekat pada sambungan lebih rendah dibandingkan
dengan mutu benda uji. Pada Gambar 4.5. ( b ) modus kegagalan yang terjadi
hanya terjadi pada repair materialnya (mortar failure) dapat dikarenakan mutu
dari repair materialnya rendah dibandingkan mutu lekatan dan mutu beton.
Sedangkan pada Gambar 4.5. ( c ) modus kegagalan yang terjadi terletak pada
sambungan yang didahului oleh rusaknya repair material (mortar + interface
failure), hal ini menandakan bahwa mutu repair material dan mutu lekatan lebih
rendah dibandingkan mutu betonnya.
( a ). Interface Failure ( b ). Mortar Failure ( c ). Mortar + Interface Failure
Pada beton normal yang dipakai dalam penelitian ini nilai kuat tekannya
39,47MPa, sehingga dapat dicari nilai tegangan ijin geser beton dengan
perhitungan sebagai berikut :
6
'cfVc
Dengan :
Vc = Tegangan ijin geser beton (MPa)
f’c = Kuat tekan beton normal (MPa)
Cara perhitungan :
6
'cfVc
6
47,39Vc
Vc = 1,047 MPa
Tegangan ijin geser beton merupakan syarat nilai geser yang terjadi pada beton
normal. Selain itu kekuatan repair material yang dipakai untuk komponen geser,
nilainya minimal setara dengan beton normal. Karena semakin tinggi nilai kuat
lekatnya maka semakin tinggi kemampuan untuk menahan geser akibat beban.
Repair material yang dipakai dalam penelitian ini nilai lekatnya lebih besar dari
nilai geser yang diijinkan oleh beton normal. Sehingga repair material yang
digunakan memenuhi syarat yang diijinkan oleh beton normal.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari seluruh pengujian, analisis data, dan pembahasan yang dilakukan dalam
penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Penambahan kadar polymer menurunkan nilai kuat lekat slant shear. Pengaruh
penambahan polymer terhadap nilai kuat lekat slant shear dapat dinyatakan
dalam persamaan y = -0,155x + 0,881 yang dapat dipergunakan untuk mencari
pengaruh penambahan kadar polymer terhadap kuat lekat repair mortar
bertekstur sambungan halus dan persamaan y = -0,107x + 1,036 yang dapat
dipergunakan untuk mencari pengaruh penambahan kadar polymer terhadap
kuat lekat repair mortar bertekstur sambungan kasar.
2. Pengaruh penggunaan tekstur sambungan kasar dapat meningkatkan nilai kuat
lekat sebesar 35,6 % dibandingkan penggunaan tekstur sambungan halus.
3. modus kegagalan yang terjadi pada pengujian slant shear ini yaitu lepasnya
sambungan antara beton induk dan repair mortar, rusaknya repair mortar, dan
lepasnya sambungan yang didahului oleh rusaknya repair mortar.
5.2. Saran
Bedasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diberikan saran-saran yang
akan berguna pada masa mendatang. Saran-saran yang diberikan sebagai berikut :
1. Perlu penelitian lebih lanjut tentang penambahan kadar polymer dengan
variasi hari yang lebih lama untuk mengetahui karakteristik sifat polymer.
2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat diaplikasikan pada kasus perbaikan
secara langsung di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, Sri Wuri. 2007. Study Pemanfaatan Kopolymer Lateks Alam Styrene
Dalam Pembuatan Polymer Modified Concrete. Thesis, Fakultas Teknik,
Institut Teknologi Bandung.
Anonim. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI 1971 NI – 2).
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Direktorat Jenderal Cipta
Karya, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. Bandung.
Chandra, A., dan Yusuf, S. 2003. Penelitian Awal Mortar yang Menggunakan
Admixture Berupa Superplasticizer, Polypropylene Fiber and Styrenne
Butadienne Rubber. Skripsi, Universitas Kristen Petra Surabaya.
Dipohusodo, I. 1994. Struktur Beton Bertulang. Jakarta: Gramedia.
Lange, David A. 2003. Performance of Utilibond and Other Bonding Compounds
During The First Two Hours. Department of Civil Engineering University
of Illinois, USA.
Paul Nugraha dan Antoni, 2007, Teknologi Beton, Andi, Yogyakarta.
Ramezanianpour, A.A. 2007. Bond Characterization Between Concrete Substrate
and Repairing Materials. Journal of Technology & Education/ Vol. 1,
No. 2.
Rangaraju, P. R. And Pattnaik R. R. 2008. Evaluation of Rapid Set Patching
Materials for PCC Application. Department of Civil Engineering, College
of Engineering and Science, Clemson University, South Carolina USA.
Tjokrodimulyo, K. 1996. Teknologi Beton. Yogyakarta: Nafiri.