Trade Off Jangka Pendek antara Inflasi dan Penganggura

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas makalah DDIE

Citation preview

TRADE OFF JANGKA PENDEK ANTARA INFLASI DAN PENGANGGURAN

Oleh : Kelompok 10

Areza Pradityo, 1506730xxxHasna Mardhiana, 1506725xxxM. Yazid Ulwan, 1506685xxxRezy Alfitriani, 1506685xxx

KATA PENGANTARPuji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbungan baik materi maupun pemikirannya. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan penglaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agara menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan dan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Depok, 18 November 2015

Penyusun

DAFTAR ISIKata Pengantar ........................................................................................................................ 1Daftar isi................................................................................................................................... 2Bab I (Pendahaluan)................................................................................................................. 31.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 31.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 41.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 41.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................................ 4Bab 2 (Isi) ................................................................................................................................. 62.1 Pengertian Trade-off jangka pendek antara inflasi & pengangguran ........................... 62.2 Kurva Phillips ............................................................................................................... 72.3 Hubungan Permintaan & penawaran agregat, serta kurva Phillips .............................. 82.4 Pergeseran kurva Phillips (peranan harapan) ............................................................. 102.5 Kurva Phillips jangka panjang ................................................................................... 102.6 Kurva Phillips jangka pendek .................................................................................... 112.7 Pergeseran kurva Phillips (peranan guncangan penawaran) ...................................... 142.8 Biaya-biaya untuk menurunkan inflasi ....................................................................... 15Bab 3 (Studi Kasus) ................................................................................................................ 19Bab 4 (Penutup) ...................................................................................................................... 234.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 234.2 Saran ........................................................................................................................... 23Daftar Pusataka ...................................................................................................................... 24

BAB I

LATAR BELAKANGInflasi dan pengangguran merupakan dua indikator kinerja perekonomian yang dipantau secara ketat. Ketika para ahli statistik pemerintah mengeluarkan data tentang kedua variabel ini, para pembuat kebijakan ini tidak sabar untuk mendengar beritanya. Beberapa komentator telah menggabungkan tingkat inflasi dan tingkat pengangguran untuk memperoleh indeks kesengsaraan (misery index) yang bertujuan untuk mengukur kesehatan perekonomian. Bagaimanakah kedua ukuran kinerja perekonomian ini saling berhubungan satu dengan lainnya? Kita melihat bahwa tingkat pengangguran alamiah tergantung pada beregam ciri pasar tenaga kerja, seperti undang-undang upah minimum, kekuasaan pasar serikat pekerja, peranan upah efisiensi, serta kefektifan pencarian kerja. Sebaliknya, tingkat inflasi utamanya bergantung pada pertumbuhan jumlah uang yang beredar yang dikendalikan oleh bank sentral. Oleh karena itu, dalam jangka panjang, inflasi dan pengangguran biasanya bukanlah permasalahan yang saling berhubungan.Hal sebaliknya terjadi pada jangka pendek. Salah satu dari 10 prinsip ekonomi yang akan dibahas yaitu trade-off (pertukaran kepentingan) diantara pengangguran dan inflasi. Jika para pembuat kebijakan moneter dan fiskal meningkatkan permintaan agregat dan menaikkan perekonomian sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek, maka dapat memperkecil tingkat pengangguran untuk sementara waktu, namun hal itu akan disertai dengan tingkat inflasi yang lebih tinggi. Jika para pembuat kebijakan mengurangi permintaan agregat dan menurunkan perekonomian sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek, mereka dapat memperkecil tingkat inflasi, tetapi dengan resiko menaikkan pengangguran untuk sementara.

RUMUSAN MASALAH1. Apa itu trade-off jangka pendek antara inflasi dan pengangguran?2. Apa hubungan antara Kurva Phillips dengan inflasi dan pengangguran?3. Apa hubungan antara Kurva Phillips dengan permintaan & penawaran agregat?4. Apa pengaruh pergeseran dalam kura Phillips terhadap pengambilan kebijakan?5. Apa saja biaya yang dibutuhkan untuk menurunkan inflasi?

TUJUAN PENULISANTujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-dasar Ilmu Ekonomi 1 dalam bentuk presentasi dan hasil laporan berupa makalah.MANFAAT PENULISAN

BAB II

a. Pengertian Trade-off Antara Pengangguran dan Inflasi

Di dalam ekonomi, terdapat konsep kelangkaan (scarcity) yaitu bahwa keinginan manusia relatif tidak terbatas, sedangkan alat pemuas keinginan tersebut terbatas. Dengan kata lain alat pemenuhan keinginan tidak cukup untuk memenuhi semua keinginan yang tidak terbatas tersebut, sehingga untuk mendapatkan alat pemuas keinginan memerlukan pengorbanan yang lain.

Pengorbanan ini berarti kita merelakan sesuatu yang kita sukai untuk mendapatkan hal lain yang juga kita sukai. Merelakan tersebut berarti kita menukar (trade-off) satu hal untuk mendapatkan hal lain.Jadi, apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,Trade-Off itu bisa diartikan sebagai Pertukaran Kepentingan.

Jadi, dapat dikatakan bahwa trade-off antara pengangguran dan inflasi adalah suatu pertukaran kepentingan diantara masalah pengangguran dan juga inflasi. Dalam hal ini, salah satu dari masalah tersebut harus di korbankan.

b. Kurva PhillipsKurva Philips adalah kurva yang menunjukkan hubungan jangka pendek antara tingkat pengangguran dengan tingkat inflasi di sebuah negara. Menurut Kurva Philips, hubungan keduanya adalah berbanding negatif. Jadi apabila ingin menurunkan inflasi, di saat yang sama hal itu akan menyebabkan jumlah pengangguran bertambah. Sebaliknya, apabila ingin mengurangi pengangguran, di saat yang sama hal itu akan menyebabkan inflasi menjadi tinggi.

Secara khusus, kurva Phillips menawarkan pilihan hasil-hasil perekonomian yang mungkin terjadi kepada para pembuat kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Berikut merupakan gambar dari kurva Phillips.

Para pembuat kebijakan tentu akan menghadapi trade-off antara inflasi dan pengangguran, dan kurva Phillips menggambarkan trade-off tersebut. Dengan mengubah kebijakan moneter dan fiskal untuk memengaruhi permintaan agregat, para pembuat kebijakan dapat memilih titik yang mana pun dalam kurva Phillips. Titik A menawarkan pengangguran tinggi dan inflasi rendah. Titik B menawarkan pengangguran rendah tetapi inflasi tinggi.

c. Permintaan Agregat, Penawaran Agregat, dan Kurva PhillipsPenawaran agregat adalah (aggregate supply) adalah jumlah seluruh barang akhir dan jasa-jasa di dalam perekonomian yang dijual atau ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan (firms) pada berbagai tingkat harga. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa penawaran agregat itu pada dasarnya merupakan nilai total dari seluruh barang akhir dan jasa yang dihasilkan di dalam perekonomian.Permintaan agregatif adalah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa yang terjadi dalam suatu perekonomian, baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri. Dengan demikian kurva permintaan agregatif dapat digunakan untuk melihat hubungan antara tingkat harga dengan besarnya pendapatan nasional.Kenaikan permintaan agregat terhadap barang dan jasa dalam jangka pendek mengakibatkan hasil produksi barang dan jasa yang lebih besar dan tingkat harga yang lebih tinggi. Hasil produksi yang lebih besar berarti pengerjaan yang lebih tinggi sehingga tingkat pengangguran lebih rendah. Selain itu, berapa pun tingkat harga pada tahun sebelumnya, semakin tinggi tingkat harga pada tahun berjalan, semakin tinggi pula tingkat inflasi. Oleh karena itu, pergeseran pada permintaan agregat mendorong inflasi dan pengangguran kearah yang berlawanan pada jangka pendek hubungan yang digambarkan oleh kurva Phillips.

Figur di atas mengasumsikan tingkat harga sebesar 100 pada tahun 2000 dan memetakan hasil yang mungkin terjadi pada tahun 2001.Pada panel (a) figur 2 dapat kita lihat implikasinya terhadap hasil produksi dan tingkat harga pada tahun 2001. Jika permintaan agregat untuk barang dan jasa relatif rendah perekonomian mengalami kondisi seperti yang ditunjukkan titik A. Perekonomian menciptakan hasil produksi sebesar 7500 dengan tingkat harga 102. Sebaliknya, jika permintaan agregat relatif tinggi, perekonomian mengalami kondisi seperti yang ditunjukkan pada titik B. Hasil produksi adalah sebanyak 8000 dengan tingkat harga adalah 106. Oleh karena itu, permintaan agregat yang lebih tinggi menggerakkan perekonomian pada keseimbangan dengan hasil produksi lebih tinggi dan tingkat harga yang lebih tinggi.Pada panel (b) figur 2 kita dapat melihat makna kedua hasil yang terjadi ini pada pengangguran dan inflasi. Karena perusahaan-perusahaan membutuhkan lebih banyak pekerja ketika memproduksi hasil barang dan jasa yang lebih besar, pengangguran menjadi lebih rendah di titik B daripada di titik A. Dalam contoh ini, ketika hasil naik dari 7500 ke 8000 pengangguran jatuh dari 7% ke 4%. Selain itu, karena tingkat harga lebih tinggi pada titik B daripada titik A, tingkat inflasi (perubahan presentase pada tingkat harga pada tahun sebelumnya) juga lebih tinggi. Secara khusus, karena tingkat harga adalah 100 pada tahun 2000, titik A membawa tingkat inflasi sebesar 2%, sedangkan titik B membawa inflasi sebesar 6%. Dengan demikian, kita dapat membandingkan kedua hasil yang mungkin terjadi untuk perekonomian ini, baik disangkutpautkan dengan hasil produksi dan tingkat harga (dengan menggunakan model permintaan agregat dan penawaran agregat) maupun pengangguran dan inflasi (dengan menggunakan kurva Phillips).

Pergeseran dalam kurva PhillipsKurva phillips seperti yang dijelaskan diawal, menawarkan pilihan yang berisi tentang hasil-hasil yang mungkin dapat terjadi dari hubungan antara inflasi dan pengangguran kepada para pembuat kebijakan.Kurva Phillips Jangka PanjangPada tahun 1968, seorang ekonom dari amerika, Milton Friedman menerbitkan tulisan di American Economic Review.Friedman dan Phelps mendasarkan kesimpulan pada prinsip-prinsip klasik ekonomi makro. Dalam teorik klasik itu menunjukkan bahwa pertumbuhan penawaran uang menjadi faktor penentu utama inflasi. Namun, teori klasik juga yang menyatakan bahwa pertumbuhan moneter tidak memiliki dampak yang nyata, tapi pertumbuhan ini hanya sekadar mengubah semua harga dan penghasilan nominal secara proporsional. Secara khusus, pertumbuhan moneter tidak memiliki memengaruhi faktor-faktor yang menentukan tingkat pengangguran dalam suatu perekonomian, seperti kekuatan pasar serikat pekerja, peran upah efisiensi, atau proses pencarian kerja. Friedman dan Phelps menyimpulkan bahwa tidak ada alasan untuk berpikir bahwa tingkat inflasi pada jangka panjang, berhubungan dengan tingkat pengangguran.Berikut ini merupakan pendapat Friedman tentang apa yang dimaksud atau diharapkan bank sentral untuk dicapai pada jangka panjang.Kurva phillips jangka panjang vertikal menggambarkan bahwa pengangguran tidak bergantung pada pertumbuhan uang dan iflasi jangka panjang.Kurva phillips jangka panjang vertikal, secara esensi adalah sebuah ungkapan ide klasik dari netralitas moneter. FIGUR 3

Kurva phillips jangka panjang : Menurut Friedman, tidak ada gap antara inflasi dan pengangguran pada jangka panjang. Pertumbuhan jumlah uang yang beredar menentukan tingkat inflasi. Bagaimana pun tingkat inflasinya, tingkat pengangguran akan mengarah pada tingkat alamiahnya. Akibatnya kurva phillips jangka panjang berbentuk vertikal.

Pada figur 4, akan dijelaskan bahwa kurva phillips jangka panjang vertikal dan kurva penawaran agregat jangka panjang adalah dua sisi mata uang, artinya saling berkaitan dan bersangkutan antara keduanya. Dalam figur (gambar 4) kenaikan pada penawaran uang menggeser kurva permintaan agregeat ke kanan dari AD1 ke AD2. Sebagai hasil dari pergeseran ini, keseimbangan jangka panjang bergeser dari titik A ke B. Tingkat harga naik dari P1 ke P2, tetapi karena kurva penawaran agregat itu vertikal, maka hasil dari produksinya tetap sama.FIGUR 4

Bagaimana Kurva Phillips jangka panjang berhubungan dengan Model Permintaan dan Penawaran Agregat:Gambar (a) menunjukkan model permintaan dan penawaran agregat dengan kurva penawaran agregat vertikal. Ketika kebijakan moneter yang meluas menggeser kurva permintaan agregat ke kanan dari AD1 ke AD2, keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B, tingkat harga naik dari P1 ke P2, sedangkan hasil produksi tetap sama. Pada model (b), menunjukkan kurva phillips jangka panjang, yang vertikal pada tingkat pengangguran alamiah. Kebijakan moneter berperan menggeser dari inflasi yang lebih rendah (A) menuju inflasi yang lebih tinggi (B) tanpa mengubah tingkat pengangguran.

Kesimpulannya adalah, kurva penarawan agregat jangka panjang vertikal dan kurva phillips jangka panjang vertikal keduanya sama-sama membawa arti bahwa kebijakan moneter mempengaruhi variael nominal (tingkat harga dan tingkat inflasi), tetapi tidak mempengaruhi variabel riil (hasil produksi dan pengangguran). apapun kebijakan moneter yang diterapkan oleh bank sentral, tingkat produksi dan pengangguran pada jangka panjang berada pada tingkat alamiah.

Harapan dan Kurva Phillips Jangka PendekUntuk membantu dalam menjelaskan hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara inflasi dan pengangguran, Friedman dan Phelps memperkenalkan sebuah variabel baru kedalam analisisnya: inflasi yang diharapkan. Inflasi yang diharapkan mengukur berapa besar orang-orang mengharapkan keseluruhan tingkat harga mengalami perubahan. Tingkat harga yang diharapkan memengaruhi upah dan harga yang ditetapkan oleh orang-orang dan persepsi harga relatif yang mereka bentuk. Akibatnya, inflasi yang diharapkan adalah satu faktor yang menentukan posisi kurva penawaran agregat jangkapendek. Pada jangka pendek, bank sentral dapat menerima inflasi yang diharapkan (dan karenanya kurva penawaran agregat jangka pendek) sebagaimana yang telah ditentukan. Ketika jumlah uang yang ebredar berubah, kurva permintaan agregat bergeser, dan perekonomian bergerak di sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek yang ada. Pada jangka pendek, karenanya, perubahan moneter mengarah pada fluktuasi yang tidak terduga pada hasil produksi, harga, pengangguran dan inflasi. Dengan cara ini, Friedman dan Phelps menjelaskan kurva Phillips yang telah didokumentasikan oleh Phillips, Samuelson dan Solow.Kesanggupan bank sentral untuk menciptakan inflasi yang tidak diharapkan dengan meningkatkan jumlah uang yang beredar hanya dapat terjadi pada jaangka pendek. Pada jangka panjang, orang-orang mulai mengharapkan tingkat inflasi apapun yang akan dihasilkan oleh bank sentral. Karena upah, harga dan persepsi pada akhirnya akan menyesuaikan dengan tingkat inflasi pada permintaan agregat, seperti karena perubahan pada jumlah uang yang beredar, tidak memengaruhi hasil produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Oleh karena itu, Friedman dan Phelps menyimpulkan bahwa pengangguran akan kembali pada tingkat alamiahnya pada jangka panjang.Analisis Friedman dan Phelps dirangkum dalam persamaan berikut (yang secara esensi merupakan ungkapan lain dari persamaan penawaran agregat)Tingkat Pengangguran = Tingkat pengangguran alamiah (a) (inflasi aktual inflasi harapan)Persamaan diatas menghubungkan tingkat pengangguran denga tingkat pengangguran alamiah, inflasi aktual dan inflasi yang diharapkan. Pada jangka pendek, inflasi yang diharapkan sudah ditentukan besarnya. Sebagai akibatnya, inflasi aktual yang lebih tinggi dikaitkan dengan tingkat pengangguran yang lebih rendah. (seberapa banyak pengangguran menanggapi inflasi yang diharapkan ditentukan oleh ukuran a, angka yang pada gilirannya bergantung pada kemiringan kurva penawaran agregat jangka pendek). Namun pada jangka panjang, orang-orang mulai mengharapkan inflasi apapun yang dihasilkan oleh bank sentral. Dengan demikian, inflasi yang sebenarnya sama dengan inflasi harapan, dan pengangguran berada pada tingkat alamiahnya.Persamaan ini bermakna bahwa tidak ada kurva phillips jangka pendek yang stabil. Setiap kurva Phillips jangka pendek mencerminkan tingkat tertentu dari inflasi yang diharapkan. Ketika inflasi yang diharapkan berubah, kurva Phillips jangka pendek bergeser.

Bagaimana Inflasi Harapan Menggeser Kurva Phillips jangka pendek:FIGUR 5

Semakin tinggi tingkat inflasi harapan, semakin besar pula perbedaan jangka pendek antara inflasi dan pengangguran. Pada titik A, inflasi harapan dan inflasi yang riil keduanya sama-sama rendah dan pengangguran ada pada tingkat alamiahnya. Titik B menjelaskan pergeseran akibat adanya kebijakan (terutama bank sentral) yang membuat inflasi harapan tetap rendah namun inflasi sebenarnya tinggi. Pada jangka panjang (C), inflasi harapan dan sebenarnya sama-sama tinggi, dan tingkat pengangguran kembali pada tingkat alamiahnya.

PERGESERAN KURVA PHILLIPS : PERANAN GUNCANGAN PADA PENAWARANGuncangan penawaran adalah peristiwa yang secara langsung mempengaruhi biaya produksi suat perusahaan sehingga memengaruhi harga yang dibebankan oleh perusahaan tersebut. Peristiwa ini menggeser kurva penawaran agregat suatu perekonomian dan akibatnya, menggeser kurva phillips. Pergeseran pada penawaran agregat berkaitan dengan pergeseran yang serupa pada kurva phillips jangka pendek pada poin (b) gambar dibawah.

Panel (a) menunjukkan model permintaan agregat. Ketika kurva penawaran agregat bergeser ke kiri dari AS1 ke AS2, keseimbangan bergerak dari titik A ke titik B, hasil produksi jatuh dari Y1 ke Y2. Sedangkan tingkat harga naik dari P1 ke P2. Sedangkan pada panel (b) menunjukkan trade off jangka pendek antara inflasi dan pengangguran. Pergeseran yang merugikan pada penawaran agregat menggerakkan perekonomian dari titik dimana pengangguran lebih rendah dan inflasi lebih rendah (titik A) ke titik dimana pengangguran lebih tinggi dan inflasi lebih tinggi (titik B). Kurva phillips jangka pendek bergeser ke kanan dari PC1 ke PC2. Para pembuat kebijakan menghadapi kesulitan menghadapi trade off antara inflasi dan pengangguran.

Biaya Biaya Untuk Menurunkan Inflasi

Pada Oktober 1979, ketika OPEC memberikan guncangan penawaran yang merugikan perekonomian dunia yang kedua kalinya, Paul Volcker, selaku pemimpin The Fed memutuskan untuk menerapkan kebijakan disinflasi, yakni penurunan tingkat inflasi. Namun disinflasi jangka pendek memiliki biaya yang masih belum pasti.

Rasio PengorbananUntuk mengurangi tingkat inflasi, bank sentral harus menjalankan kebijakan moneter yang serba mengecil. Ketika bank sentral memperlambat laju pertumbuhan uang, bank sentral menurunkan biaya agregat. Penurunan perimantaan agregat, pada gilirannya, akan mengurangi jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh perusahaan, dan penurunan produksi ini mengarah pada pengurangan pekerjaan. Perekonomian yang terdapat pada gambar dimulai pada titik A dan bergerak di sepanjang kurva Phillips jangka pendek ke titik B, yang memiliki inflasi yang lebih rendah dan pengangguran yang lebih tinggi. Seiring berjalannya waktu, ketikra masyarakat mulai memahami bahwa harga tengah lnaik lebih lambat, inflasi yang diharapkan mengalami penurunan dan kurva Phillips jangka pendek bergeser ke bawah. Perekonomian bergerak dari titik B ke titik C. Inflasi menjadi lebih rendah dan pengangguran kembali ke tingkat alamiah.

Besarnya pengorbanan ini bergantung pada kemiringan kurva Phillips dan seberapa cepat harapan terhadap inflasi menyesuaikan diri dengan kebijakan moneter yang baru. Rasio pengorbanan adalah peresentase yang mengacu pada hasil produksi tahunan yang hilang selama proses penuruna inflasi sebesar satu poin presentase. Anggap jika inflasi adalah sebesar 10 persen per tahun, untuk mencapai inflasi sedang, 4 persen per tahun, artinya inflasi harus dikurangi 6 persen.

Harapan yang RasionalBank bank sentral merenungkan betapa besarnya biaya untuk mengurangi inflasi, sekelompok professor ekonomi ingin memimpin sebuah revolusi intelektual yang akan menantang kebijakan. Revolusi mereka didasarkan pada sebuah pendekatan baru pada teori dan kebijakan ekonomi yang disebut dengan harapan yang rasional. Dalam teori ini, orang orang secara optimal menggunakan semua informasi yang dimilki, termasuk informasi tentang kebijakan pemerintah, ketika memperkirakan masa depan.

Pendekatan baru ini memiliki implikasi mendalam untuk beberapa kebijakan beberapa bidang ekonomi makro, tetapi paling mendalam pada penerapannya pada tradeoff antara inflasi dengan pengangguran. Inflasi yang diharapkan adalah variable penting yang menjelaskan mengapa terjadi tradeoff antara inflasi dan pengangguran pada jangka pendek, tetap tidak pada jangka panjang. Seberapa cepat tradeoff jangka pendek ini hilang bergantung pada seberapa cepatnya ekspektasi masyarakat menyesuaikan diri. Ketika kebijakan perekonomian berubah, orang orang menyesuaikan harapan mereka terhadap inflasi menurut kebijakan itu. Penelitan terhadap inflasi dan pengangguran yang mencoba untuk memperkirakan rasio pengorbanan telah gagal mempertimbangkan dampak langsung dari kebijakan terhadap harapan, jadi rasio pengorbanan, menurut para ahli teori harapan rasional, bukan acuan yang tepat.

Disinflasi VolckerDisinflasi Volcker adalah sebuah kebijakan yang dibuat oleh Paul Volcker, selaku pemimpin dari the fed untuk menurunkan tingkat inflasi. Terjadi penurunan inflasi sebesar 10 persen pada tahun 1981 dan 1982, dan 4 persen pada tahun 1983 dan 1984 di Amerika Serikat. Penurunan inflasi ini benar benar berkat kebijakan moneter. Kebijakan fiscal pada saat ini berjalan ke arah yang berbeda. Kenaikan defisit anggaran memperluas permintaan agregat, yang cenderung menaikan inflasi. Pada gambar dapat dijelaskan bahwa disinflasi Volcker menyebabkan pengangguran yang tinggi.

Pada saat yang sama, produksi barang dan jasa sebagaimana diukur PDB riil berada di bawah tingkat biasanya. Disinflasi Volcker menyebabkan resesi terdalam di Amerika Serikat sejak Depresi Besar pada tahun 1930-an. Pola disinflasi ini mirip dengan pola yang diprediksikan pada gambar sebelumnya. Untuk membuat transisi dari inflasi tinggai menuju inflasi rendah, perekonomian harus mengalami periode pengangguran tinggi.

Era GreenspanSejak diisnflasi Volcker pada tahun 1980-an, perekonomian AS mengalami fluktuasi yang relative ringan terhadap inflasi dan pengangguran. Gambar dibawah menunjukan inflasi dan pengangguran dari tahun 1984 hingga 2001. Periode ini disebut era Greenspan, yang diambil dari nama Alan Greenspan selaku pengganti Paul Volcker . Periode ini dimulai dengan guncangan penawaran yang menguntungkan yang disebabkan jatuhnya harga minyak hampir setengahnya sehingga mengarah pada menurunnya inflasi dan pengangguran. Agar tidak mengulangi kesalahan kebijakan pada era 1960an, ketika pengangguran turun dan inflasi naik pada tahun 1989 dan 1990, The Fed menaikan suku bunga dan mengurangi permintaan agregat yang mengakibatkan resesi kecil pada tahun 1991 dan 1992. Pengangguran kemudian naik di atas seabgian besar estimasi tingkat alamiah dan inflasi turun sekali lagi.

Sejak itu, sampai akhir tahun 1990-an, perekonomian mengalami periode kemakmuran. Angka inflasi dan pengangguran turun mendekati nol menjelang akhir decade tersebut. Pengangguran juga menyimpang keaarah bawah, mengakibatkan para pengamat meyakini bahwa tingkat pengangguran alamiah telah turun.

STUDI KASUS KURVA PHILLIPS DI INDONESIAMasalah utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Pengangguran di Indonesia menjadi masalah yang terus menerus membengkak. Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, tingkat pengangguran di Indonesia pada umumnya di bawah 5 persen. Pada tahun 1998 tingkat pengangguran mulai di atas 5% hingga tahun 2014. Peningkatan angkatan kerja baru yang lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja yang tersedia terus menunjukkan jurang (gap) yang makin membesar. Kondisi tersebut semakin membesar setelah krisis ekonomi. Dengan adanya krisis ekonomi tidak saja jurang antara peningkatan angkatan kerja baru dengan penyediaan lapangan kerja yang rendah terus makin dalam, tetapi juga terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun terus semakin tinggi hingga tahun 2005 kemudian mulai menurun hingga tahun 2014 seperti terlihat pada Gambar 2 berikut.

Inflasi Indonesia dari tahun 1986 hingga 2014 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Inflasi tertinggi terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 77,63% dan inflasi terendah pada tahun 1999 sebesar 2,01%.

Tingkat inflasi yang tinggi merupakan indikasi awal memburuknya perekonomian suatu negara. Tingkat inflasi yang tinggi dapat mendorong bank sentral menaikkan tingkat suku bunga sehingga menyebabkan kontraksi atau pertumbuhan negatif di sektor riil. Lebih jauh lagi akan menyebabkan pengangguran yang makin meningkat. Dalam jangka pendek kenaikan inflasi menunjukkan pertumbuhan perekonomian namun dalam jangka panjang kenaikan inflasi yang tinggi dapat memberikan dampak buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga barang impor. Masyarakat terdorong untuk membeli barang impor dibandingkan barang domestik. Hal ini berakibat nilai ekspor cenderung turun dan nilai impor naik. Kurang bersaingnya harga produk domestik menyebabkan rendahnya permintaan produk dalam negeri. Produksi menjadi berkurang karena sejumlah pengusaha akan mengurangi produksi. Produksi berkurang menyebabkan sejumlah pekerja kehilagan pekerjaannya sehingga pengangguran meningkat. Bentuk kurva Phillips memiliki kemiringan menurun, yang menunjukkan hubungan negatif antara perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran, yaitu saat tingkat upah naik, pengangguran rendah, ataupun sebaliknya. Kurva Phillips membuktikan bahwa antara stabilitas harga dan kesempatan kerja yang tinggi tidak mungkin terjadi secara bersamaan, yang berarti bahwa jika ingin mencapai kesempatan kerja yang tinggi/tingkat pengangguran rendah, sebagai konsekuensinya harus bersedia menanggung beban inflasi yang tinggi. Adapun bentuk kurva Phillips Indonesia dengan adalah sebagai berikut.

Kurva Philips di atas menunjukkan bahwa di negara Indonesia hubungan antara tingkat inflasi dan pengangguran bukan lagi sebuah tradeoff melainkan berjalan searah, artinya inflasi yang tinggi juga diikuti dengan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amierrudin Saliem dengan data inflasi dan pengangguran Indonesia tahun 1976 hingga 2006 yang juga menunjukkan hubungan yang positif antara pengangguran dan inflasi. Inflasi sebagai bentuk kenaikan harga-harga di semua sektor, maka perusahaan-perusahaan akan mengambil kebijakan mengurangi biaya untuk memproduksi barang atau jasa dengan cara mengurangi pegawai atau tenaga kerja. Akibatnya, angka pengangguran yang tinggi tidak dapat dihindari dan berakibat perekonomian negara tersebut mengalami kemunduran. Oleh karena itu, inflasi sangat berkaitan erat dengan tingkat pengangguran.Adanya kenaikan harga-harga atau inflasi pada umumnya disebabkan karena adanya kenaikan biaya produksi misalnya naiknya Bahan Bakar Minyak (BBM), bukan karena kenaikan permintaan. Kenaikan harga BBM ini pada akhirnya akan meningkatkan harga akibat kelangkaan pasokan dan gangguan distribusi di berbagai daerah. Dengan alasan inilah maka hubungan antara perubahan tingkat pengangguran dengan inflasi di Indonesia menyimpang dari teori kurva phillips. Alasan lainnya adalah bahwa dalam kurva Phillips hanya terjadi dalam jangka pendek tetapi tidak dalam jangka panjang. Karena pada jangka pendek masih berlaku harga kaku sticky price sedangkan pada jangka panjang berlaku harga fleksibel. Dengan kata lain pengangguran akan kembali pada tingkat alamiahnya sehingga hubungan yang terjadi antara inflasi dan pengangguran akan positif.Perubahan tingkat pengangguran di Indonesia lebih tepat jika dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi. Sebab, pertumbuhan ekonomi merupakan akibat dari adanya peningkatan kapasitas produksi yang merupakan turunan dari peningkatan investasi. Dengan meningkatnya investasi pasti permintaan tenaga kerja akan bertambah, sehingga dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan adanya peningkatan investasi berpengaruh terhadap penurunan tingkat pengangguran. Tiga masalah utama dan mendasar dalam perekonomian Indonesia secara makro ekonomi adalah persoalan ketenagakerjaan atau pengangguran dan inflasi yang tinggi serta pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah dan belum berkualitas. Penanggulangan atau kebijakan pada dua masalah ini pun tidak dapat diprioritaskan mana yang akan diselesaikan terlebih dahulu, semuanya bergantung pada kondisi struktural perekonomian.Kurva Phillips tidak berlaku di Indonesia karena inflasi di Indonesia tidak disebabkan oleh permintaan agregat melainkan kenaikan harga, misalnya akibat kenaikan BBM. Selain itu kebanyakan perusahaan di Indonesia menerapkan padat modal bukan padat karya, sehingga pertumbuhan lapangan kerja lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja. Suatu perekonomian negara dikatakan baik jika pada suatu ketika tingkat inflasi dan pengangguran yang terjadi lebih rendah dibanding tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Tujuan utama dari kebijakan ekonomi makro adalah untuk memecahkan masalah inflasi sebagai penyebab terjadinya ketidakstabilan harga dan untuk memecahkan masalah pengangguran. Jadi kebijakan ekonomi makro harus dapat mencapai sasarannya, yaitu menciptakan stabilitas harga dan dalam waktu bersamaan menciptakan kesempatan kerja.Penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional sesuai pasal 27 ayat 2 UUD 1945 bahwa setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang artinya produktif dan remuneratif. Untuk itu diperlukan dua kebijakan yaitu kebijakan makro dan mikro. Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan penanganan pengangguran antara lain kebijakan moneter terkait uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya dalam setiap rapat-rapat kabinet harus lebih fokus pada masalah penanggulangan pengangguran. Kebijakan mikro (khusus) yang berkaitan erat dengan penanganan pengangguran antara lain: Pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia memiliki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal. Segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok.

KesimpulanDapat disimpulkan bahwa kurva Phillips menggambarkan pergerakan apabila ingin menurunkan inflasi, di saat yang sama hal itu akan menyebabkan jumlah pengangguran bertambah. Sebaliknya, apabila ingin mengurangi pengangguran, di saat yang sama hal itu akan menyebabkan inflasi menjadi tinggi. Pada intinya, akan selalu ada trade-off antara inflasi dan pengangguran yang sifatnya sementara, karena tidak ada trade-off yang permanen. Trade-off sementara tidak berasal dari inflasi itu sendiri, tetapi dari inflasi yang tidak diantisipasi, yang secara general berarti, dari tingkat inflasi yang naik. Keyakinan luas bahwa ada trade-off permanen adalah versi yang tidak wajar dari kebingungan antara tinggi dan naik yang kita ketahui dalam bentuk yang lebih sederhana. Tingkat inflasi yang naik dapat mengurangi pengangguran, sedangkan tingkat inflasi yang tinggi tidak akan mengurangi pengangguran.KRITIK DAN SARANDalam pembuatan makalah ini, penyusun masih banyak menemui kesulitan dalam pencarian data maupun analisis pokok bahasan. Oleh karenanya, hasil output makalah ini setidaknya menjadi cerminan penyusun untuk kemudian bisa membuat makalah yang lebih baik lagi.Dengan adanya makalah mengenai trade off jangka pendek antara inflasi dan pengangguran ini, kita dapat mengetahui bahwa para pengambil kebijakan terutama moneter harus mempraktekkan dengan baik kurva Phillips ini, namun di Indonesia hal ini tidak terjadi karena pada dasarnya kurva Phillips tidak cocok dengan kondisi perekonomian di Indonesia. Mengenai makalah yang kami buat, semoga dapat membantu untuk menjadi referensi bagi pembaca, sekian. Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

1. N. GregoryMankiw, Principles of Macroeconomics2. http://sakhowatilaqhnia.students.uii.ac.id/2014/06/26/tradeoff-jangka-pendek-antara-inflasi-dan-pengangguran/3. WEB : http://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/ (KURVA_PHILLIPS)_DI_INDONESIA20140821142142.pdf