17
MEMAHAMI KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA MAKALAH Dibuat dalam rangka Perkuliahan Agama dari Bapak Adad Oleh : 1. Anggi Anggriani A 2. Siti Delis 3. Ian Jurusan S-1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ( STIKes ) Bina Putera Banjar 2012

Tugas Agama Asli

Embed Size (px)

DESCRIPTION

n

Citation preview

MEMAHAMI KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

MAKALAH

Dibuat dalam rangka Perkuliahan Agama dari Bapak Adad

Oleh :1. Anggi Anggriani A1. Siti Delis1. Ian

Jurusan S-1 Ilmu KeperawatanSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ( STIKes ) Bina Putera Banjar2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan rahmat-Nya sehingga memungkinkan penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Memehami Kerukunan antar Umat Beragama. Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Agama.Dari aspek penguasaan keilmuan maupun dari cara penyajiannya, penulis memiliki keterbatasan. Oleh karenanya, menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kriteria sempurna. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik dari yang berkenan membaca makalah ini.Selesainya makalah ini sangat didukung oleh berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Banjar, September 2012

Penulis

BAB IPENDAHULUAN1. Latar BelakangKehidupan ini selalu menunjukkan kondisi yang beragam. Keberagaman dalam kehidupan menunjukkan bahwa dunia dan kehidupan di dalamnya masih pada kondisi normal. Keberagaman dalam wadah kehidupan bak taman indah yang ditumbuhi beraneka macam tumbuhan dan bunga-bunga. Keberagaman menjadi indah apabila bisa tertata dengan baik sebagaimana juga keberagaman akan memperlihatkan keindahan yang eksotik jika bisa dihargai oleh setiap kelompok yang ada. Keberagaman atau pluralitas dalam dialektika kehidupan beragama tentu sedikit menumbuhkan fenomena yang menarik untuk diteropong lebih dekat lagi. Terdapat sejumlah persoalan yang perlu dicermati manakala agama bersinggugan dengan pluralitas sosial, dari mulai politik, adat, ekonomi serta fenomena yang relative paling sensitive manakala suatu agama menjumpai kelompok kepercayaan atau agama yang lain. Persoalan yang cukup rumit dalam konteks pergaulan agama-agama adalah pada persoalan cara bagaimana beragama atau berteologi di tengah-tengah adanya agama-agama yang lain.Islam sebagai agama juga tidak lepas dari konteks pluralitas yang tesuguhkan tersebut. Perjumpaannya dengan sejumlah kepercayaan yang muncul terutama dalam konteks ke-Indonesiaan Islam harus menunjukkan identitasnya sebagai agama yang rahmatan lilalamin. Agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian dan persaudaraan. Identitas tersebut berbanding lurus dengan makna harfiah Islam itu sendiri yang berarti selamat, damai, berserah diri yang kemudian bisa dimplikasikan dalam kehidupan konkret berupa penghargaan terhadap pluralitas serta keberadaan agama atau kepercayaan yang lain. Dengan demikian diharapkan Islam menjadi perekat dan pelopor pemersatu bangsa serta menghindari dari berbagai konflik-konflik SARA yang memungkinkan terjadnya disintegrasi kehidupan berbangsa.1. Rumusan masalahDalam makalah ini kami mengajukan rumusan masalah yaitu: memahami kerukunan antar umat beragama.1. Tujuan1. Memahami bahwa pada hakikatnya semua agama itu sama1. Menumbuhkan rasa toleransi antar umat beragama.1. Sistematika PenulisanBAB I PENDAHULUAN1. Latar belakang1. Rumusan Masalah1. Tujuan

BAB II PEMBAHASANBAB III PENUTUP1. Kesimpulan1. Saran

BAB IIISI/PEMBAHASAN1. Pengertian Agama Secara etimologi, kata agama berasal dari bahasa Sangsekerta, yang berasal dari akar kata gam artinya pergi. Kemudian akar kata gam tersebut mendapat awalan a dan akhiran a, maka terbentuklah kata agama artinya jalan. Maksudnya, jalan untuk mencapai kebahagiaan.Di samping itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa Sangsekerta yang akar katanya adalah a dan gama. A artinya tidak dan gama artinya kacau. Jadi, agama artinya tidak kacau atau teratur. Maksudnya, agama adalah peraturan yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan yang dihadapi dalam hidupnya, bahkan menjelang matinya.Kata religireligion dan religio, secara etimologi menurut Winkler Prins dalam Algemene Encyclopaediemungkin sekali berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata religere atau religare yang berarti terikat, maka dimaksudkan bahwa setiap orang yang ber-religi adalah orang yang senantiasa merasa terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Kalau dikatakan berasal dari kata religere yang berarti berhati-hati, maka dimaksudkan bahwa orang yang ber-religi itu adalah orang yang senantiasa bersikap hati-hati dengan sesuatu yang dianggap suci.Sedangkan secara terminologi, agama dan religi ialah suatu tata kepercayaan atas adanya yang Agung di luar manusia, dan suatu tata penyembahan kepada yang Agung tersebut, serta suatu tata kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan yang Agung, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam yang lain, sesuai dengan tata kepercayaan dan tata penyembahan tersebut.1. Agama merupakan rahmat Tuhan bagi semuaIslam berasal dari kata aslama, yuslimu, islm, yang mempunyai beberapa arti, yaitu : melepaskan diri dari segala penyakit lahir dan batin, menyelamatkan, masuk dalam keselamatan, kedamaian , keamanan dan kesejahteraan ketaatan dan kepatuhan, penyerahan diri dan ketundukan.Adapun menurut istilah, Islam ialah agama yang diwahyukan Allah kepada para Nabi dan rasul-Nya agar menjadii pedoman hidup bagi manusia, yang akan mendatangkan kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Inti daripada Islam itu adalah berserah diri, tunduk, patuh dan pasrah dengan sepenuh hati kepada kehendak Ilahi. Kehendak Ilahi yang wajib ditaati dengan sepenuh hati oleh manusia itu untuk kemaslahatan atau kebaikan manusia itu sendiri dan lingkungan hidupnya. Kehendak Allah telah disampaikan oleh malaikat Jibril kepada rasul-rasul-Nya. Rasul pun telah memberi penjelasan, petunjuk dengan contoh bagaimana memahami dan mengamalkannya.Islam berarti penyerahan diri atau kepasrahan diri sepenuhnya kepada Allah. Sikap inilah yang menjadi inti ajaran agama yang benar di sisi Allah. Karena itu semua agama yang benar disebut Islam. Dengan demikian seluruh nabi dan rasul yang diutus Allah SWT mengajarkan agama Islam. Dan agama semua nabi adalah sama dan satu, yaitu Islam. Syariah yang dibawa nabi-nabi itu tentu berbeda-beda sesuai dengan zaman dan tempat masing-masing.Hal tersebut dinyatakan Allah dalam Al-Quran, yang artinya :Katakanlah ( hai orang-orang mukmin ): Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya. ( QS Al-Baqarah [2] : 136 ) https://abdaz.wordpress.com/2010/01/14/islam-agama-untuk-semua-manusia/Berdasarkan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya semua agama memiliki tujuan yang sama (Tuhan).1. Kebersamaan dalan Pluralitas BeragamaPluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula:1. Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.1. Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini seringkali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.1. Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme yakni upaya untuk mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik antar agama-agama atau berbagai denomnasi dalam satu agama.1. Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama , yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.

Pluralisme menurut berbagai agamaDalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman(pluralitas). Namun anggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak diperkenankan, dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan yang 'kalian' (non-Islam) sembah. Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa melarang paham pluralisme dalam agama Islam. Dalam fatwa tersebut, pluralisme didefiniskan sebagai ""Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga".Namun demikian, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian disebarkan oleh kalangan Muslim itu sendiri. Solusi Islam terhadap adanya pluralisme agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya diin). Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada. Di Indonesia, salah satu kelompok Islam yang dianggap mendukung pluralisme agama adalah Jaringan Islam Liberal. Di halaman utama situsnya terulis: "Dengan nama Allah, Tuhan Pengasih, Tuhan Penyayang, Tuhan segala agama."

Dalam dunia Kristen, pluralisme agama pada beberapa dekade terakhir diprakarsai oleh John Hick . Dalam hal ini dia mengatakan bahwa menurut pandangan fenomenologis, terminologi pluralisme agama arti sederhananya ialah realitas bahwa sejarah agama-agama menunjukkan berbagai tradisi serta kemajemukan yang timbul dari cabang masing-masing agama. Dari sudut pandang filsafat, istilah ini menyoroti sebuah teori khusus mengenai hubungan antartradisi dengan berbagai klaim dan rival mereka. Istilah ini mengandung arti berupa teori bahwa agama-agama besar adalah pembentuk aneka ragam persepsi yang berbeda mengenai satu puncak hakikat yang misterius. Telah dimaklumi bersama bahwa kemajemukan merupakan salah satu ciri yang melekat dan tumbuh dalam kehidupan bangsa Indonesia. Salah satu bentuknya adalah kemajemukan (pluralitas) agama. Sebagaimana dalam bidang lainnya, pluralitas agama bisa menjadi modal pembangunan bangsa jika dikelola secara arif dan bijaksana. Akan tetapi jika terjadi kesalahan manajerial justru akan memicu konflik horizontal antar sesama umat beragama yang mengakibatkan perpecahan (disintegrasi) dan menjadi kendala besar dalam proses pembangunan bangsa dan negara.Tragedih Aceh, Ambon, Poso, Sampit dan lainnya sudah cukup memberi pelajaran bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, menjalin dan membina hubungan kerja sama dan persatuan antar pemeluk agama yang berbeda-beda sangat urgent, bahkan satu keniscayaan dalam rangka mewujudkan kehidupan bangsa yang sejahtera, damai dan adil.Hal ini harus disadari oleh segenap umat beragama sehingga upaya mewujudukan cita-cita bersama itu akan terasa mudah dan sukses karena muncul dari kerasadaran masyarakat sendiri.Dan, pemerintah juga diharapkan lebih proaktif dalam menyikapi setiap kemungkinan pihak-pihak tertentu memanfaatkan sintemen agama untuk kepentingan pribadi atau golongan. Ketidakharmonisan hubungan atau perang dingin antar pemeluk agama yang beranekaragam bila dicermati secara teliti terutama muncul dari sistem intern (komunitas) agama itu sendiri. Ada dua hal yang menyangkut watak alami keagamaan yang menjadi indikator asumsi ini.Pertama, sifat inklusiv keimanan. Setiap pemeluk agama menyakini bahwa agamanya merupakan jalan kebenaran dan pada waktu itu yang sama menolak kebenaran agama lain. Jika ia menyakini kebenaran agamanya sekaligus kebenaran agama lainnya, berarti keimanannya tidak sempurna. Begitu juga sebaliknya, pemeluk agama lain menyakini agamanya sendiri sebagai jalan kebenaran dan menolak keberaran agama lainnya.Agama menjadi benar dimata penganutnya, dan menjadi salah menurut agama lainnya (other religions). Dalam konteks ini, dapat dikatakan memimjan istilah Sayyed Hossein Nasragama relatively absolut atau sebaliknya, absolutly relative. Ini adalah watak alami yang ada pada setiap agama dan tidak bisa diubah.Kedua, sifat misioner agama. Agama sebagai kabar gembira selalu menuntut perluasan dan penyebaran kepada sebanyak mungkin orang, yaitu kepada mereka yang belum mengetahuinya tetapi bersedia menerimanya.Setiap pemeluk agama jelas menghendaki apa yang diyakininya sebagai keselamatan dan kebenaran dapat dan dinikmati oleh orang lain, bahkan ini menjadi tuntutan agama itu sendiri.Dengan demikian, agama-agama tidak pernah menjadi eksklusif dalam arti berusaha membatasi jumlah penganutnya, melainkan cenderung menjadi inklusif, yaitu membawa sebanyak mungkin orang kedalam lingkupnya untuk menikmati keselamatan yang dijanjikan agamanya.Jika demikian, apakah perpecahan dan pertikaian antar umat beragama menjadi keniscayaan ?. Masihkah ada jalan dan kesempatan untuk menjalin hubungan kerjasama dan persatuan antar umat beragama?Titik Temu agama-agama.Perbedaan antar agama yang beranekaragam itu bukan dalam arti sepenuhnya (totally). Secara gamlang, kita bisa melihat adanya ide dan gagasan yang sama. Gagasan-gagasan yang sama merupakan titik konvergensi antara agama-agama. Bila kita mengikuti klasifikasi agama berdasarkan sumbernya dalam wacana teologi, agama terbagi menjadi agama semit (wahyu) dan agama non-semit.Antara agama-agama semit tentu saja terdapat persamaan-persamaan karena sama-sama bersumber pada wahyu (Tuhan). Begitu pula antara agama semit dan non-semit akan dijumpai persamaan-persamaan khususnya yang menyangkut aspek moral dan akhlak sosial. Sebab ide, gagasan dan pikiran sebagai produk akal budi manusia yang luhur senantiasa sesuai dengan wahyu Tuhan. Dengan kata lain, ide, gagasan dan pemikiran manusia adalah sebagai backing dari wahyu, kalau tidak sebagai bagian dari agama itu sendiri.Persamaan antara agama-agama itu bahkan menyentuh ide atau gagasan yang prinsipil. Semua agama membawa pesan dasar yang sama, sikap pasrah, tunduk dan patuh kepada Tuhan Yang Maha Esa.Kepatuhan ini menjadi karakteristik pokok setiap agama. Agama mengajarkan para pemeluknya untuk menyerahkan jiwa, raga dan entitas hidup mereka untuk Tuhan semata. Tak bisa dipungkiri pula bahwa semua agama memiliki paradigma sosial yang berwujut keadilan sosial dan kesejahteraan manusia secara universal.Semangat emansipatoris dan transformatif menjadi corak dan karakternya. Dinamika pembebasan didalamnya tampak jelas sebagai jiwa dan kekuatannya. Para penganut agama meyakini dan sepakat bahwa agamanya membawa misi kesejahteraan (kemaslahatan) dan keselamatan (salvation) bagi umat manusia dan alam semesta.Agama juga menjadi komando perlawanan terhadap bentuk thagut (tirani), penindasan, diskriminasi dan kekerasan serta kesewenangan-wenangan atas nama apapun.Dalam wacana teologi inklusif, titik temu antar agama yang berbeda-beda ini kerapkali dijadikan kerangka acuan pemikiran untuk menjalin kerja sama dan persatuan umat beragama dalam mewujudkan cita-cita bersama dalam ikatan nation state, bahkan dunia secara global.Namun bagaimanapun, kerangka acuan pemikiran ini belum kokoh, karena argumentasi-argumentasi belum menyentuh hakikat diri manusia (kemanusiaan) sebagai mahlik (ciptaan) Tuhan. Sejumlah pertanyaan bernada kritis dan menggelitik sewajarnya akan muncul. Jika semua agama pada dasarnya sama, maka apa arti perbedaan-perbedaan yang tampak jelas itu ?. Jika semua agama pada hakikatnya benar, apa pula nilai ekspansi (dakwah, kristenisasi, dsb) agama itu ?Selama ini perbedaan agama telah minimbulkan permusuhan diantara para pemeluknya. Tidakkah kita bisa meninggalkan semua formalitas agama yang ada, untuk kemudian merumuskan satu pegangan bagai umat beragama demi tercapainya perdamaian umat manusia ? Kalaupun disatukan toh tidak akan mengubah atau merusak esensi agamaDasar-Dasar Inklusifisme AgamaBangunan persatuan umat beraga harus dilandaskan pada ekspresi hakikat diri manusia yang meliputi harga diri manusia (kemanusiaan) dan kebebasan manusia itu sendiri. Manusia adalah mahluk yang dimuliakan oleh Tuhan Sang Pencit Alam Semesta tanpa melihat perbedaan agama, etnis, suku, eras, warna kulit dan golongan tau apapun bentuk perbedaan lainnya.Kemuliaan ini merupakan jaminan bagi setiap individu dan komonitas agama (relegion Commonity) untuk mendapatkan kehormatan, perlindungan, perlakuan baik dan adil serta hak-hak asasi yang sama.Ini juga berarti manusia adalah setara (equal) dihadapan Tuhan sebagai hamba-hamba-Nya yang telah dimuliakan atas mahluk lain di alam semestas ini.Sebagai konsekuensi logisnya, antar sesama komonitas agama yang berbeda-beda harus saling mengakui dan memahami eksistensi komonitas agama lain secara baik dan adil.Disisi lain manusia adalah mahluk yang dianugerahi kebebasan. Kebebasan berfikir, berbuat, berperilaku dan menentukan pilihan apapun untuk dirinya. Kebebasan ini berdasarkan kemampuan yang Tuhan secara kodrat (fitrah) kepada manusia berupa sesuatu dari ruhnya (Dr. Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban 1992 : 430-431).Dengan potensi ini, maka manusia memiliki kesadaran penuh dan kemampuan untuk memilih dan memutuskan jalan yang lurus dan benar sesuai tuntutan dan petunjuk Tuhan. Dengan kata lain, manusia secara kodrati (fitrah) memiliki kemampuan memilih agama yang benar dan lurus.Kebebasan manusia harus diiringi dengan rasa tanggung jawab (responsibility). Setiap pilihan dan gerak-gerik manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan di kehidupan setelah mati nanti. Setiap individu akan diberi ganjaran baik atau buruk sesuai kadar ketaqwaannya.Disini perlu digarisbawahi bahwa pelaksanaan pertanggung jawaban itu bukan didunia, bukan pula menjadi tugas komonitas agama tertentu. Pertanggungjawaban itu diserahkan kepada Tuhan semata yang telah memberikan kebebasan itu. Tuhan yang akan menyelesaikan persoalan dan perselisihgan diantara umst beragama (manusia).Dan demikian, pemeluk agama manapun tidak perlu resah atau gusar karena penyimpangan (dalam pandangan mereka) yang dilakukan pemeluk agama lain.Semua itu hendaknya dikembalikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan Bijaksana. Sebagai watak keagamaan dan tuntutan agama itu sendiri, tiap pemeluk agama tidaklah menjadi masalah mengajak komonitas agama lain dengan catatan selama tidak melnggar nilai-nilai kemanusiaan dan makna kebebasan manusia.

BAB IIIPENUTUP1. KesimpulanPada hakekatnya semua agama itu benar, asalkan tidak melancong dari ajaran agama yang benar. Dan setip agama wajib saling menghargai satu sama lain pendapat mereka.Bangunan persatuan umat beraga harus dilandaskan pada ekspresi hakikat diri manusia yang meliputi harga diri manusia (kemanusiaan) dan kebebasan manusia itu sendiri. Manusia adalah mahluk yang dimuliakan oleh Tuhan Sang Pencit Alam Semesta tanpa melihat perbedaan agama, etnis, suku, eras, warna kulit dan golongan tau apapun bentuk perbedaan lainnya.1. Saran1.Saling menghargai antar umat beragama2. mendukung setiap langkah mereka asalkan dijalan yang benar