41
Tugas : Kelompok Tanggal Penyerahan : 12 November 2009 Batas Penyerahan : 12 November 2009 Tugas Mata Kuliah : Etika Bisnis Ethics of Production Dosen : Prof. Dr. Ir. Aida Vitalaya Hubeis Oleh : AKHMAD FAUZI PANE P 056080053.30E DESI ARI SANTI P 056080093.30E GANJAR PUTRA PANGGALIH P 056080133.30E MASANI P 056080213.30E ONGKI WIRATNO P 056080263.30E PRITTA AMANDA P 056080293.30E ROSIDI P 056080333.30E

Tugas Etika Produksi

  • Upload
    sani

  • View
    1.678

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Etika Produksi

Tugas : Kelompok Tanggal Penyerahan : 12 November 2009

Batas Penyerahan : 12 November 2009

Tugas Mata Kuliah : Etika Bisnis

Ethics of Production

Dosen :

Prof. Dr. Ir. Aida Vitalaya Hubeis

Oleh :

AKHMAD FAUZI PANE P 056080053.30E

DESI ARI SANTI P 056080093.30E

GANJAR PUTRA PANGGALIH P 056080133.30E

MASANI P 056080213.30E

ONGKI WIRATNO P 056080263.30E

PRITTA AMANDA P 056080293.30E

ROSIDI P 056080333.30E

Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis

Institut Pertanian Bogor

2009

Page 2: Tugas Etika Produksi

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bicara etika bisnis berarti bicara tentang moral dan acuan berbisnis. Aspek

moral mencerminkan sesuatu yang normatif yakni adanya wilayah baik dan ada

pula wilayah buruk. Jadi kalau berbisnis jangan sampai sekalipun  ada yang

dirugikan atau disusahkan atau didzolimi. Sementara,  aspek acuan bermakna

adanya kesepakatan  komunitas bisnis bahwa etika  menjadi pedoman keseharian 

mereka. Jadi harus dihormati dan dipraktekkan, bukan sebagai slogan.

Dalam kenyataannya  mengapa masih saja ada penyimpangan etika dalam

berbisnis? Mengapa masih ada saja manipulasi mutu? Masih ingat beras oplosan,

daging gelonggongan, makanan berformalin dan boraks, dsb? Mengapa masih ada

komersialisasi di bidang pendidikan dan kesehatan? Mengapa masih banyak para

karyawan tidak memperoleh kesejahteraan yang wajar padahal bisnis perusahaan

tempat mereka bekerja terus berkembang? Mengapa masih banyak perusahaan

yang merusak lingkungan? Mengapa masih banyak pengusaha yang menghindari

pajak? Mengapa, mengapa dan mengapa…

Ada beberapa dugaan mengapa masih terjadinya praktek bisnis yang tidak

etik, antara lain:

(1) Pemahaman tentang etika yang kurang. Etika baru dipandang sebagai

”barang” pengetahuan, bukan simbol kesadaran. Karena itu tidak mustahil

ada pengusaha yang memandang etika tidak perlu memasuki wilayah bisnis.

Menurutnya biarlah etika itu urusan pribadi masing-masing.

(2) Ketidakpedulian terhadap etika bisnis. Dia memandang etika tidak jauh

dari nasib hukum. Hukum konon gampang dibeli. Apalagi etika yang relatif

tidak ada resikonya kalau dilanggar. Etika dianggap menghambat dalam

meraih pilihan-pilihan terbaik untuk meraih keuntungan dari bisnis.

(3) Sifat rakus yang meyebabkan terjadinya kedzoliman terhadap orang lain.

Tujuannya semata-mata mencari keuntungan besar. Sementara para

Page 3: Tugas Etika Produksi

karyawan tidak diperhatikan kebutuhan hidupnya. Di sisi lain, tuntutan

konsumen tentang  mutu dan harga diabaikan.

 (4) Lemahnya kontrol sosial. Kalau toh ada berbagai instansi pengawas

tentang usaha-usaha bersifat monopoli, tentang mutu produk makanan dan

obat-obatan, dan produk industri lainnya serta tentang perlindungan hak-hak

karyawan  namun upaya, hasil dan dampaknya kurang signifikan merubah

perilaku bisnis yang tidak etis. 

Perumusan Masalah

Bisnis kotor di dunia khususnya di Indonesia tidak gampang dihentikan.

Fenomena mark-up harga, manipulasi mutu produk, suap bisnis, pencucian uang,

penyelundupan, penebangan hutan secara liar, dsb sudah merupakan bagian hidup

dari sebagian pelaku bisnis. Di samping karena faktor lingkungan, agaknya bisnis

kotor sangat dipengaruhi oleh moral perilaku bisnis  yang langsung dan tidak

langsung terkait dengan bisnis. Dengan demikian  prioritas pendekatan

pengubahan seharusnya mulai dari unsur manusia. Mengapa? Karena secara fitrah

manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih. Hanya faktor lingkungan yang

menyebabkan manusia dapat berubah menjadi tak beretika.

Bisnis sebagai sistem kehidupan sosial masyarakat sangat terkait dengan

sistem kehidupan sosial dalam wujud etika. Dengan demikian, mustahil sebuah

bisnis akan mampu berjalan tanpa ada latar belakang etika. Jika tiap orang yang

terlibat langsung dalam bisnis, seperti produsen, pengusaha, penjual, manajer,

karyawan dan konsumen bertindak tanpa memiliki etika maka secara teoritis suatu

bisnis akan terhenti. 

Agama telah meletakkan fundamen tentang bagaimana secara normatif

berbisnis dilakukan dengan baik. Konsep ekonomi tidak berdiri sendiri, tetapi

sebagai bagian dari tata kehidupan berdasarkan agama. Sementara dalam Islam,

masalah bisnis yang diperkenankan adalah yang terkandung dalam tindakan

kemurahan hati, motif pengabdian, kejujuran, keadilan dan kesadaran akan Allah

(rasa takut dan takwa). Seorang Muslim -pelaku bisnis- diharuskan untuk

mempersenjatai diri dengan etika (nilai-nilai Islam).  

Page 4: Tugas Etika Produksi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Etika

Dalam banyak hal pembahasan mengenai etika tidak terlepas dari

pembahasan mengenai moral. Suseno (1987) mengungkapkan bahwa etika

merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan

pandangan-pandangan moral. Menurut Theodorus M. Tuanakotta (1997)

menyatakan bahwa etik merupakan sifat-sifat manusia yang ideal atau disiplin atas

diri sendiri diatas atau melebihi persyaratan atau kewajiban menurut Undang-

undang.

Sedangkan menurut S. Munawir (1987), etik merupakan suatu prinsip

moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa

yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat umum sebagai perbuatan terpuji

dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang. Etik yang disepakati

bersama oleh anggota suatu profesi disebut kode etik profesi.

Kode etik yang disepakati oleh anggota se-profesi akuntan disebut kode

etik akuntan. Kode etik akuntan dimaksudkan untuk membantu para anggotanya

dalam mencapai mutu pekerjaan yang sebaik-baiknya.

Menurut Madjid (1992) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999), etika

(etos) adalah sebanding dengan moral (mos) dimana keduanya merupakan filsafat

tentang adat kebiasaan (sitten). Site dalam perkataan Jerman menunjukkan arti

moda (mode) tingkah laku manusia. Oleh karenanya secara umum etika atau

moral adalah filsafat ilmu atau disiplin tentang tingkah laku manusia atau tindakan

manusia. Ward (1993) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999) mengungkapkan

bahwa etika tidak hanya perkataan benar atau salah, baik atau buruk, lebih jauh

etika merupakan suatu proses penentuan yang kompleks tentang apa yang harus

dilakukan seseorang dalam situasi tertentu, dimana proses itu meliputi

penyeimbangan pertimbangan sisi dalam dan luar yang disifati oleh kombinasi

unik dari pengalaman dan pembelajaran masing-masing individu.

Page 5: Tugas Etika Produksi

Pengertian Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan bagian dari etika sosial yang tumbuh dari etika

pada umumnya. Etika bisnis beroperasi pada tingkat individual, organisasi dan

sistem (Ludigdo dan Machfoedz, 1999).

Selain itu, etika bisnis juga dapat diartikan sebagai berikut:

1) Merupakan sistem nilai yang dijabarkan dari filosofi perusahaan, paradigma

bisnis dan business values yang dianut oleh perusahaan sebagai acuan untuk

berhubungan dengan lingkungan internal maupun eksternal

2) Mengatur hubungan antara perusahaan (di dalam pengertian ini adalah

perusahaan sebagai suatu entitas) dengan pelanggan, pemegang saham,

individu dalam perusahaan, petani plasma, pemasok, kreditur, komunitas

(publik), Pemerintah, auditor, media massa atau pesaing

3) Menjelaskan bagaimana perusahaan (sebagai suatu entitas) beretika, bersikap

dan bertindak dalam upaya menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan

seluruh stakeholder lainnya.

Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dari mempelajari

Etika Bisnis, yaitu:

1) Menanamkan atau meningkatkan kesadaran akan adanya dimensi etis dalam

bisnis. Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan

bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu.

Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa

etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan

perhatian serius.

2) Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis,

serta membantu pebisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral

yang tepat.

Dalam etika sebagai ilmu, bukan hal penting adanya norma-norma moral,

tidak kalah penting adalah alasan bagi berlakunya norma-norma itu. Melalui

studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental

rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.

Page 6: Tugas Etika Produksi

3) Membantu pebisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat

didalam profesinya (kelak).

Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu:

a. Sudut Pandang Ekonomis

Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya

interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan

konsumen, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan

antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh karena itu

menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak

bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan

berbagai pihak.

Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan

saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.

b. Sudut Pandang Moral

Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi

jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain.

Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh dilakukan juga. Kita harus

menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa

dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan

dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita

sendiri.

c. Sudut Pandang Hukum

Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan "Hukum",

Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari

ilmu hukum modern. Dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam

hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Seperti etika,

hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa

yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum

lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan

hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Bahkan

pada zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal: "Quid leges sine

Page 7: Tugas Etika Produksi

moribus" yang artinya "apa artinya undang-undang kalau tidak disertai

moralitas".

Dari sudut pandang moral, setidaknya ada 3 tolok ukur bahwa bisnis itu

baik, yaitu:

1. Hati Nurani

Suatu perbuatan adalah baik, bila dilakukan susuai dengan hati nuraninya,

dan perbuatan lain buruk bila dilakukan berlawanan dengan hati

nuraninya. Kalau kita mengambil keputusan moral berdasarkan hati

nurani, keputusan yang diambil "di hadapan Tuhan" dan kita sadar dengan

tindakan tersebut memenuhi kehendak Tuhan.

2. Kaidah Emas

Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah

mengukurnya dengan Kaidah Emas (positif), yang berbunyi: "Hendaklah

memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan"

Kenapa begitu? Tentunya kita menginginkan diperlakukan dengan baik.

Kalau begitu yang saya akan berperilaku dengan baik (dari sudut pandang

moral). Rumusan Kaidah Emas secara negatif: "Jangan perlakukan orang

lain, apa yang Anda sendiri tidak ingin akan dilakukan terhadap diri Anda"

Saya kurang konsisten dalam tingkah laku saya, bila saya melakukan

sesuatu terhadap orang lain, yang saya tidak mau akan dilakukan terhadap

diri saya. Kalau begitu, saya berperilaku dengan cara tidak baik (dari sudut

pandang moral).

3. Penilaian Umum

Cara ketiga dan barangkali paling ampuh untuk menentukan baik

buruknya suatu perbuatan atau perilaku adalah menyerahkan kepada

masyarakat umum untuk menilai. Cara ini bisa disebut juga audit sosial.

Sebagaimana melalui audit dalam arti biasa sehat tidaknya keadaan

finansial suatu perusahaan dipastikan, demikian juga kualitas etis suatu

perbuatan ditentukan oleh penilaian masyarakat umum.

Page 8: Tugas Etika Produksi

Etika Bisnis dalam Islam

Salah satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis.

Pengertian etika adalah a code or set of principles which people live (kaedah atau

seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia).

Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis

tentang nilai, norma atau moralitas. Dengan demikian, moral berbeda dengan

etika. Norma adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan buruk, sedangkan

etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan

buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan

kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk apa alasan pikirannya,

merupakan lapangan etika.

Dikotomi Moral dan Bisnis

Di zaman klasik bahkan juga di era modern, masalah etika bisnis dalam

dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Maka tidak aneh bila masih banyak

ekonom kontemporer yang menggemakan cara pandang ekonom klasik Adam

Smith. Mereka berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak mempunyai tanggung

jawab sosial dan bisnis terlepas dari “etika”. Dalam ungkapan Theodore Levitt,

tanggung jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka.

Di Indonesia paham klasik tersebut sempat berkembang secara subur di

Indonesia, sehingga mengakibatkan terpuruknya ekonomi Indonesia ke dalam

jurang kehancuran. Kolusi, korupsi, monopoli, penipuan, penimbunan barang,

pengrusakan lingkungan, penindasan tenaga kerja, perampokan bank oleh para

konglomerat, adalah persoalan-persoalan yang begitu telanjang didepan mata kita

baik yang terlihat dalam media massa maupun media elektronik.

Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya

oleh para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental kapitalisnya,

mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana ilmu

ekonomi? Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah

paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free).

Page 9: Tugas Etika Produksi

Memasukkan gatra nilai etis sosial dalam diskursus ilmu ekonomi, menurut

kalangan ekonom seperti di atas, akan mengakibatkan ilmu ekonomi menjadi

tidak ilmiah, karena hal ini mengganggu obyektivitasnya. Mereka masih

bersikukuh memegang jargon “mitos bisnis a moral” Di sisi lain, etika bisnis

hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip

ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.

Kebangkitan Etika Bisnis

Sebenarnya, pemikiran yang mengemukakan bahwa ilmu ekonomi bersifat

netral etika seperti di atas, akhir-akhir ini telah digugat oleh sebagian ekonom

Barat sendiri. Pandangan bahwa ilmu ekonomi bebas nilai, telah tertolak. Dalam

ilmu ekonomi harus melekat nuansa normatif dan tidak netral terhadap nilai-nilai

atau etika sosial. Ilmu ekonomi harus mengandung penentuan tujuan dan metode

untuk mencapai tujuan. Pemikiran ini banyak dilontarkan oleh Samuel Weston

(1994) yang merangkum pemikiran Boulding (1970), Mc Kenzie (1981) dan

Myrdal (1984).

Pada tahun 1990-an Paul Ormerof, seorang ekonom kritis Inggris

menerbitkan bukunya yang amat menghebohkan “The Death of Economics, Ilmu

Ekonomi sudah menemui ajalnya” (Ormerof,1994). Tidak sedikit pula pakar

ekonomi millenium telah menyadari makin tipisnya kesadaran moral dalam

kehidupan ekonomi dan bisnis modern. Amitas Etzioni menghasilkan karya

monumental dan menjadi best seller, The Moral dimension: Toward a New

Economics (1988). Berbagai buku etika bisnis dan dimensi moral dalam ilmu

ekonomi semakin banyak bermunculan.

Jadi, menjelang millenium ketiga dan memasuki abad 21, konsep etika

mulai memasuki wacana bisnis. Wacana bisnis bukan hanya dipengaruhi oleh

situasi ekonomis, melainkan oleh perubahan-perubahan sosial, ekonomi, politik,

teknologi, serta pergeseran-pergeseran sikap dan cara pandang para pelaku bisnis

atau ahli ekonomi. Keburukan-keburukan bisnis mulai dibongkar. Mulai dari

perkembangan pasar global, resesi yang mengakibatkan pemangkasan anggaran

PHK, enviromentalisme, tuntutan para karyawan yang makin melampaui sekedar

Page 10: Tugas Etika Produksi

kepuasan material, aktivisme para pemegang saham dalam perusahaan-perusahaan

go public atau trans nasional, kaedah-kaedah baru di bidang manajemen, seperti

Total Quality Management, rekayasa ulang dan benchmarking yang menghasilkan

pemipihan hirarki dan empowerment, semuanya telah meningkatkan kesadaran

orang tentang keniscayaan etika dalam aktivitas bisnis.

Contoh kecil kesadaran itu terlihat pada sikap para pakar ekonomi kapitalis

Barat -yang telah merasakan implikasi keburukan strategi spekulasi yang amat

riskan- mengusulkan untuk membuat kebijakan dalam memerangi spekulasi. Prof.

Lerner dalam buku “Economics of Control”, mengemukakan bahwa kejahatan

spekulasi yang agresif, paling baik bila dicegah dengan kontra spekulasi. Mereka

tampaknya belum berhasil menyelesaikan krisis tersebut, meskipun mereka

menanganinya dengan serius. Mungkin karena itulah Prof. Taussiq berusaha

memecahkan masalah ini dengan memperbaiki moral rakyat. Ia dengan lantang

berkomentar, “Obat paling mujarab, bagi kerusakan dunia bisnis adalah norma

moral yang baik untuk semua industri”.

Pandangan-pandangan di atas menunjukkan, bahwa di Barat telah muncul

kesadaran baru tentang pentingnya dimensi etika memasuki lapangan bisnis.

Perusahaan-perusahaan besar, model abad 21, kelihatannya juga mempunyai

kecenderungan baru untuk mengimplementasikan etika bisnis sebagai visi

masyarakat yang bertanggung-jawab secara sosial dan ekonomis. Realitas di atas,

dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh James Liebig, penulis

Merchants of Vision. Dalam penelitian itu, ia mewawancarai tokoh-tokoh bisnis di

14 negara. James Liebig menemukan enam perspektif, yang umum berlaku, sbb:

1) Bertindak sesuai etika,

2) Mempertinggi keadilan sosial,

3) Melindungi lingkungan,

4) Pemberdayaan kreatifitas manusia,

5) Menentukan visi dan tujuan bisnis yang bersifat sosial dan melibatkan para

karyawan dalam membangun dunia bisnis yang lebih baik, menghidupkan

sifat kasih sayang dan pelayanan yang baik dalam proses perusahaan,

6) Meninjau ulang pandangan klasik tentang paradigma ilmu ekonomi yang

bebas nilai. Perspektif di atas menunjukkan bahwa etika bisnis yang

Page 11: Tugas Etika Produksi

selama ini jadi cita-cita, kini benar-benar menjadi mudah diwujudkan

sebagai kenyataan.

Islam Sumber Nilai dan Etika

Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan

manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan

yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok

kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal

organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam

bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan

sosial.

Aktivitas bisnis merupakan bagian integral dari wacana ekonomi. Sistem

ekonomi Islam berangkat dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi

lain, seperti kapitalisme dan sosialisme, cendrung mengabaikan etika sehingga

aspek nilai tidak begitu tampak dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut.

Keringnya kedua sistem itu dari wacana moralitas, karena keduanya memang

tidak berangkat dari etika, tetapi dari kepentingan (interest). Kapitalisme

berangkat dari kepentingan individu sedangkan sosialisme berangkat dari

kepentingan kolektif. Namun, kini mulai muncul era baru etika bisnis di pusat-

pusat kapitalisme. Suatu perkembangan baru yang menggembirakan.

Al-Qur’an sangat banyak mendorong manusia untuk melakukan bisnis. (Qs.

62:10). Al-Qur’an memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang

harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4: 29) dan bebas dari

kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi transaksi

kredit (QS. 2: 282).

Rasulullah sendiri adalah seorang pedagang bereputasi international yang

mendasarkan bangunan bisnisnya kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Dengan

dasar itu Rasulullah membangun sistem ekonomi Islam yang tercerahkan. Prinsip-

prinsip bisnis yang ideal ternyata pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para

sahabatnya. Realitas ini menjadi bukti bagi banyak orang, bahwa tata ekonomi

yang berkeadilan, sebenarnya pernah terjadi, meski dalam lingkup nasional,

Page 12: Tugas Etika Produksi

negara Madinah. Nilai, spirit dan ajaran yang dibawa Rasulullah itu, berguna

untuk membangun tata ekonomi baru, yang akhirnya terwujud dalam tata ekonomi

dunia yang berkeadilan.

Syed Nawab Haidar Naqvi, dalam buku “Etika dan Ilmu Ekonomi: Suatu

Sistesis Islami”, memaparkan empat aksioma etika ekonomi, yaitu: tauhid,

keseimbangan (keadilan), kebebasan dan tanggung jawab.

Tauhid, merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas

manusia, termasuk kegiatan bisnis. Tauhid menyadarkan manusia sebagai

makhluk ilahiyah, sosok makhluk yang bertuhan. Dengan demikian, kegiatan

bisnis manusia tidak terlepas dari pengawasan Tuhan dan dalam rangka

melaksanakan titah Tuhan (QS. 62:10).

Keseimbangan dan keadilan, berarti bahwa perilaku bisnis harus

seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam

mengejar keuntungan ekonomi (QS.7:31). Kepemilikan individu yang tak

terbatas, sebagaimana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam Islam,

harta mempunyai fungsi sosial yang kental (QS. 51:19).

Kebebasan, berarti bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas,

punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi,

manusia bebas mengimplementasikan kaedah-kaedah Islam. Karena masalah

ekonomi, termasuk kepada aspek mu’amalah, bukan ibadah, maka berlaku

padanya kaedah umum, “Semua boleh kecuali yang dilarang”. Yang tidak boleh

dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam tataran ini kebebasan manusia

sesungguynya tidak mutlak, tetapi merupakan kebebasan yang bertanggung jawab

dan berkeadilan.

Pertanggungjawaban, berarti bahwa manusia sebagai pelaku bisnis,

mempunyai tanggung jawab moral kepada Tuhan atas perilaku bisnis. Harta

sebagai komoditi bisnis dalam Islam, adalah amanah Tuhan yang harus

dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.

Page 13: Tugas Etika Produksi

Panduan Nabi Muhammad dalam Bisnis

Rasululah SAW, sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika

bisnis, di antaranya ialah:

Pertama, bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam

doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan

bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas

bisnis.

Kedua, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku

bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-

banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam

Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang

lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis bukan

mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi

kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.

Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad SAW sangat

intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam

melakukan transaksi bisnis.

Keempat, ramah-tamah. Seorang palaku bisnis, harus bersikap ramah

dalam melakukan bisnis.

Kelima, tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar

orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.

Keenam, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang

membeli kepadanya.

Ketujuh, tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah menumpuk dan

menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya

suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh. Rasulullah

melarang keras perilaku bisnis semacam itu.

Kedelapan, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam

perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar

diutamakan.

Page 14: Tugas Etika Produksi

Kesembilan, Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada

Allah.

Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan.

Pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus

sesuai dengan kerja yang dilakuan.

Kesebelas, tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi

kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang

sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik

sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang

tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara

pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam

Islam.

Keduabelas, tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya

bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan

individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat

terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal,

seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras,

mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam

karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan

diperhatikan secara cermat.

Ketigabelas, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan

halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras,

ekstasi, dsb.

Keempatbelas, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan.

Kelimabelas, Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya.

Keenambelas, Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor)

belum mampu membayar.

Ketujuhbelas, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba.

Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.

Page 15: Tugas Etika Produksi

BAB III

CONTOH KASUS

Menafsir Ulang Etika Produksi Gudeg

Rabu, 18 Juni 2008 | 10:04 WIB

Oleh Aris Rudianto

Salah satu makanan tradisional khas Yogyakarta yang telah mengalami

transformasi kultural adalah gudeg. Makanan gudeg juga bisa ditemukan di kota

lain, tetapi gudeg mempunyai cita rasa yang khas dan berbeda dengan gudeg yang

ada di daerah lain.

Gudeg Yogyakarta punya rasa manis yang khas. Masakan gudeg ada dua macam,

yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Gudeg basah hanya satu kali dimasak dengan

direbus hingga habis airnya, gudeg kering minimal dua kali memasak hingga

benar-benar kering.

Gudeg sebagai kreativitas makanan ini memang cocok sebagai oleh-oleh, biasanya

yang jenis gudeg kering karena tidak mudah basi dan mampu bertahan hingga tiga

hari. Harganya pun variatif, mulai dari Rp 10.000 sampai Rp 50.000, tergantung

lauk yang dipilih dan jenis kemasannya. Bahkan, ada yang menawarkan paket

hemat Rp 5.000, dengan lauk tahu, tempe dan telur. Seperti kemasan gudeg-gudeg

di tempat lain, oleh-oleh khas Yogyakarta ini dapat dikemas menarik dengan

menggunakan besek (tempat dari anyaman bambu) atau kendil (guci dari tanah

liat yang dibakar).

Yang lebih unik, beberapa penjual gudeg ada yang dengan senang hati akan

memperlihatkan proses pembuatan gudegnya jika pengunjung menghendaki,

misalnya oleh penjual gudeg di daerah Wijilan. Kalau kita coba kembali mengulur

benang historis, kita akan mendapati fakta menarik bahwa gudeg tidak begitu saja

muncul dan kemudian menjadi trade mark daerah Yogyakarta, tetapi merupakan

proses transformasi budaya yang panjang.

Menyebut gudeg Yogyakarta otomatis ingatan kita akan tertuju pada sebuah

kampung yang terletak di sebelah timur Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.

Page 16: Tugas Etika Produksi

Dari kampung inilah, masakan khas yang berbahan dasar nangka mentah ini

menjadi populer hingga seantero dunia.

Tak heran wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta rasanya kurang lengkap jika

belum menyantap gudeg di tempat ini. Rasanya kita sangat perlu berterima kasih

pada pencetus pertama kali gudeg. Eksistensi gudeg yang telah mengakar kuat di

Yogyakarta ini kemudian menjadi krusial untuk dijaga stabilitas dan kualitasnya.

Akan tetapi, realitas sepertinya tak selalu menghargai jerih payah sejarah. Kalau

kita lebih teliti dalam mencermati perkembangan makanan ini, banyak sekali

kasus di mana penjual gudeg mengganti bahan bakunya dengan selain nangka

muda, tetapi misalnya sukun muda. Karena memang buah sukun mentah

mempunyai morfologi yang mirip dengan nangka mentah, tetapi dalam hal

kualitas rasa jelas dua buah ini tidak bisa bersifat subtitutif.

Penampilan setelah diolah pun akan berbeda. Lebih dari itu, pengolahan makanan

yang mayoritas masih secara manual membuat aspek kebersihan dan kesehatan

makanan kurang menjadi penetrasi oleh sebagian besar produsen gudeg.

Deteriorasi dalam produksi makanan seolah merupakan pemandangan wajib

dalam perjalanan produksi makanan kita. Ini merupakan strategi yang salah oleh

produsen ketika harga bahan baku melonjak naik. Jika fenomena yang masih

dalam skala kecil ini dibiarkan berlarut-larut, maka gudeg akan mengalami apa

yang dalam ilmu manajemen industri disebut sebagai masa kedewasaan atau

bahkan kemunduran, yaitu stabilitas preferensi konsumen akan goyah dan beralih

ke barang subtitusi.

Ekses riilnya gudeg akan bernasib sama dengan industri makanan lokal yang

cenderung mereduksi kualitas outletnya seiring dengan bertambah mahalnya harga

bahan baku. Implikasi jangka panjangnya, masyarakat akan mulai meninggalkan

gudeg sebagai ikon budaya hingga akhirnya tidak mempunyai nilai tambah seperti

makanan pada umumnya. Hal ini tidak hanya mengubah meski mungkin banyak

kalangan tidak menyadarinya rasa khas dan penampilan fisik gudeg, tetapi lebih

merupakan kecerobohan publik yang rentan berimplikasi pada terkontaminasinya

khazanah produk budaya dan tercerabutnya gudeg di hati pelanggannya.

Kecenderungan produsen mereduksi kualitas produknya seiring naiknya harga

bahan baku atau mutlak karena rakus ingin memperoleh pendapatan lebih banyak

Page 17: Tugas Etika Produksi

ini bisa dijadikan indikator betapa buruknya paradigma siklus perekonomian

masyarakat. Faktor-faktor yang sangat esensial dan prinsipil dalam koridor

produksi seperti perbaikan kinerja atau kualitas produk, penciptaan diversifikasi

produk, serta usaha mempertahankan segmen dan pangsa pasarnya tak lagi

mendapat perhatian serius di benak produsen.

Ekonomi jangka panjang

Pemerintah sebaiknya segera turun tangan dengan semakin gencar memberikan

penyuluhan dan komunikasi tentang etika produksi dan orientasi ekonomi jangka

panjang. Pemahamann prinsip QFD (quality function development) juga harus

ditanamkan sejak dini kepada masyarakat mengingat upaya pendampingan seperti

inilah yang akan menumbuhkan rasa afiliasi masyarakat terhadap upaya

dinamisasi ekonomi pemerintah. Konsep QFD dikembangkan untuk menjamin

produk yang memasuki tahap produksi benar-benar akan dapat memuaskan

kebutuhan pelanggan dengan jalan membentuk tingkat kualitas yang diperlukan

dan dengan kesesuaian yang maksimum pada setiap tahap pengembangan produk.

Produsen kita harus lebih berpandangan futuristik dan menerapkan teknologi tepat

guna dengan berpijakan pada prinsip agroindustri bahwa keseluruhan bahan baku

yang terlibat dalam transformasinya menjadi suatu produk adalah bisa

dimanfaatkan dan tidak ada yang dibuang sia-sia. Misalnya dalam kasus proses

pengolahan bahan baku gudeg, biasanya kulit nangka muda serta biji-biji nangka

yang agak matang sehingga kurang baik jika diikutkan sebagai bahan utama

gudeg, maka biji tersebut bisa digunakan sebagai bahan pembuatan roti atau bisa

juga diolah dalam pembuatan bio-etanol (renewable energy yang ramah

lingkungan).

Sementara kulit nangka bisa dikumpulkan untuk selanjutnya ditransformasikan

menjadi bahan pakan ternak. Jadi, masyarakat harus mulai memberdayakan sistem

produksi berkelanjutan (sustainability production system). Namun, dalam

kenyataannya, pemanfaatan seperti ini tentu saja tak akan semudah membalik

telapak tangan.

Page 18: Tugas Etika Produksi

Pemerintah perlu menjadi jembatan penghubung antara potensi seperti ini dengan

para pemilik agroindustri sehingga tercipta siklus ekonomi yang saling

menguntungkan. Selama ini pemerintah belum pernah mengatur regulasi yang

jelas terkait usaha menjaga eksistensi makanan tradisional ini. Khazanah-

khazanah budaya lokal harus terus diberdayakan untuk meningkatkan

perekonomian dan budaya masyarakat.

Aris Rudianto Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan Teknologi

Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Page 19: Tugas Etika Produksi

BAB IV

PEMBAHASAN

Etika bisnis tidak terbatas hanya mengetengahkan kaidah-kaidah berbisnis

yang baik (standar moral) dalam pengertian transaksi jual beli produk saja. Etika

juga menyangkut kaidah yang terkait dengan hubungan manajemen dan karyawan.

Apa karakteristik yang lebih rinci dari masalah deviasi etika bisnis seperti itu di

dalam perusahaan? Yang paling nyata terlihat adalah terjadinya konflik atasan dan

bawahan. Hal ini timbul antara lain akibat ketidakadilan dalam penilaian kinerja,

manajemen karir,  manajemen kompensasi dan sistem pengawasan serta

pengembangan SDM yang diskriminatif. Semakin diskriminatif perlakuan

manajemen terhadap karyawannya semakin jauh perusahaan menerapkan etika

bisnis yang sebenarnya. Pada gilirannya akan menggangu proses dan kinerja

bisnis perusahaan. Namun dalam prakteknya pembatasan sesuatu keputusan

manajemen itu etis atau tidak selalu menjadi konflik baru. Hal ini karena

lemahnya pemahaman tentang apa itu yang disebut etika bisnis, masalah etika,

dan lingkup serta pendekatan pemecahannya.

Wujud dari masalah etika bisnis dapat dicirikan oleh adanya faktor-faktor:

(1) berkaitan dengan hati nurani, standar moral atau nilai terdalam dari manusia,

(2) karena masalahnya  rumit, maka cenderung akan timbul perbedaan persepsi

tentang sesuatu yang buruk atau tidak buruk; membahagiakan atau

menjengkelkan,

(3) menghadapi pilihan yang serba salah, contoh kandungan formalin dalam

produk makanan; pilihannya kalau mau dapat untung maka biarkan saja tetapi

harus siap dengan citra buruk atau  menarik produk dari pasar namun bakal

merugi dan

(4) kemajemukan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan; misalnya apakah

perusahaan perlu menggunakan teknologi padat modal namun dilakukan PHK

atau padat karya tetapi proses produknya akan kurang efisien.

Bentuk akibat penyimpangan etika bisnis internal perusahaan antara lain

terjadinya ketegangan diametris hubungan atasan dengan bawahan. Seperti

diungkapkan di atas hal ini terjadi karena ketimpangan antara lain dalam  proses

Page 20: Tugas Etika Produksi

penilaian kinerja, standar penilaian dan perbedaan persepsi atasan-bawahan

tentang hasil penilaian kinerja. Selain itu ukuran atau standar tentang karir sering

tidak jelas. Dalam hal ini pihak manajemen memberlakukan tindakan yang tidak

adil. Mereka menetapkan nilai sikap, gaya hubungan kepada atasan dan loyalitas

kepada atasan yang tinggi lebih besar ketimbang nilai kinerja faktual

karyawannya. Kasus lainnya adalah diterapkannya model nepotisme dalam

penyeleksian karyawan baru. Pertimbangan-pertimbangan rasional diabaikan.

Termasuk dalam proses rekrutmen internal. Jelas saja mereka yang potensial

tersisihkan. Pada gilirannya akan terjadi kekecewaan karyawan yang unggul dan

kemudian keluar dari perusahaan.

Dari contoh-contoh di atas maka tampak pihak perusahaan lebih

mengutamakan kepentingan meraih keuntungan ketimbangan menciptakan

kepentingan karyawan secara adil. Untuk memperkecil terjadi penyimpangan

penerapan etika bisnis maka perusahaan perlu:

(a) mengenali respon orang terhadap suatu masalah ketika dihadapkan pada

sesuatu yang  dilematis dan ketidak-konsistenan dan

(b) melihat etika bisnis dari resiko yang dihadapi seseorang apakah dengan

keputusan personal ataukah keputusan sebagian besar orang lain ataukah

pertimbangan keputusan berbasis  kepentingan perusahaan yang lebih besar secara

keseluruhan.   

Ada etika ada pula estetika. Keduanya punya sisi perbedaan tipis. Etika

bicara tentang moral seseorang; apakah berperilaku salah atau benar; apakah baik

atau buruk. Sementara estetika bicara tentang keindahan akan sesuatu. Dari

Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas, disebutkan bahwa Estetika secara

sederhana adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk,

dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai

estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang

dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan

cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. Kalau begitu apakah istilah

estetika bisa pas untuk digunakan dalam fenomena bisnis?

Estetika juga bisa digunakan dalam konteks bisnis. Misalnya saja ketika

kalangan arsitek hendak membuat bangunan perkantoran bertingkat pasti

Page 21: Tugas Etika Produksi

dikaitkan dengan aspek-aspek untuk peruntukan apa; dan bagaimana dengan

situasi lingkungan, apakah mengganggu keindahan atau malah merusak

lingkungan. Yang pasti estetika suatu rancang bangun seharusnya didasarkan pada

strategi bisnis perusahaan dan pertimbangan lingkungan. Masih tergambar dalam 

ingatan kita ketika sebagian masyarakat menolak keberadaan landmark di

Perempatan Gumawang, Wiradesa, Pekalongan yang dinilai  berbahaya dan

mengurangi estetika penataan ruang. Apalagi, di sekitar tempat itu akan dibangun

objek wisata baru yaitu kampung batik.

Contoh lainnya yang dinilai relevan dengan penggunaan istilah estetika

adalah dalam penerapan gaya kepemimpinan. Disamping menggunakan etika dan

etiket atau tatacara pergaulan maka ada estetika. Disitu ada proses komunikasi

antara pemimpin atau manajer dengan para sub-ordinasinya. Ketika berinteraksi

maka akan betapa indahnya kalau manajer memperlakukan sub-ordinasinya

dengan cara-cara manusiawi. Betapa bahagianya seorang karyawan menerima

tegur sapa yang akrab dari atasannya; betapa indahnya suasana dialog ketika

seorang pemimpin mau mendengar dan merespon positif pendapat

subordinasinya; dan betapa agungnya seorang pemimpin mau mengakui

kesalahannya di hadapan rekan dan sub-ordinasinya.

Begitu juga ketika dunia bisnis semakin berkembang global maka

pergaulan bisnis internasional tak mungkin dihindari. Interaksi multibudaya

internasional sudah merupakan keharusan.Ketika itu terjadi maka muncullah

beragam budaya bahasa, budaya busana, budaya cara bicara, budaya makan,

budaya pengambilan keputusan, dsb. Misalnya ketika negosiasi atau resepsi

makan malam maka tampaklah ragam keindahan dalam berucap dan berbusana

dengan bahasa tubuh warna warni.Semuanya diupayakan serba indah dan penuh

pesona agar negosiasi dapat berjalan mulus.

Ketika perusahaan ingin menggapai keunggulan kompetetif maka salah

satu unsur yang ingin dicapainya adalah pengembangan loyalitas konsumen.

Untuk itu perusahaan harus mampu memberi produk bermutu dan layanan yang

terbaik kepada konsumen. Secara pengembangan nilai lalu dibangun suatu

jembatan emosional antara perusahaan dengan konsumen. Bentuknya adalah

tanggung jawab mutu dengan estetika tinggi, pelayanan ramah dan tepat waktu

Page 22: Tugas Etika Produksi

dan konsumen diperlakukan secara aman dan nyaman secara berkelanjutan. Pada

gilirannya konsumen akan selalu merindukan untuk kembali membeli produk

perusahaan tersebut.

Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil

memerlukan 3 hal pokok yaitu:

1. Produk yang baik

2. Managemen yang baik

3. Memiliki Etika

Selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk

masyarakat disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang

produksi, finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai

etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi

perusahaan tsb.

Bisnis merupakan suatu unsur mutlak perlu dalam masyarakat modern.

Tetapi kalau merupakan fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat

dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan

sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.

Mengapa bisnis harus berlaku etis, sebetulnya sama dengan bertanya

mengapa manusia pada umumnya harus berlaku etis. Bisnis disini hanya

merupakan suatu bidang khusus dari kondisi manusia yang umum. Jawabannya

yaitu:

Tuhan melalui agama/kepercayaan yang dianut, diharapkan setiap

pebisnis akan dibimbing oleh iman kepercayaannya, dan menjadi tugas

agama mengajak para pemeluknya untuk tetap berpegang pada motivasi

moral.

Kontrak Sosial, umat manusia seolah-olah pernah mengadakan kontrak

yang mewajibkan setiap anggotanya untuk berpegang pada norma-norma

moral, dan kontrak ini mengikat kita sebagai manusia, sehingga tidak ada

seorangpun yang bisa melepaskan diri daripadanya.

Keutamaan, menurut Plato dan Aristoteles, manusia harus melakukan

yang baik, justru karena hal itu baik. Yang baik mempunyai nilai intrinsik,

artinya, yang baik adalah baik karena dirinya sendiri. Keutamaan sebagai

Page 23: Tugas Etika Produksi

disposisi tetap untuk melakukan yang baik, adalah penyempurnaan

tertinggi dari kodrat manusia. Manusia yang berlaku etis adalah baik

begitu saja, baik secara menyeluruh, bukan menurut aspek tertentu saja.

Kode Etik Perusahaan

Kode Etik (Patrick Murphy) atau kadang-kadang disebut code of conduct

atau code of ethical conduct ini, menyangkut kebijakan etis perusahaan

berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul (mungkin pernah timbul dimasa

lalu), seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing dan pemasok,

menerima hadiah, sumbangan dan sebagainya.

Latar belakang pembuatan Kode Etik adalah sebagai cara ampuh untuk

melembagakan etika dalam struktur dan kegiatan perusahaan. Bila Perusahaan

memiliki Kode Etik sendiri, otomatis mempunyai beberapa kelebihan

dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memilikinya.

Manfaat Kode Etik Perusahaan:

1. Kode Etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika

telah dijadikan sebagai corporate culture. Hal ini terutama penting bagi

perusahaan besar yang karyawannya tidak semuanya saling mengenal satu

sama lainnya. Dengan adanya kode etik, secara intern semua karyawan terikat

dengan standar etis yang sama, sehingga akan mengambil kebijakan/keputusan

yang sama terhadap kasus sejenis yang timbul.

2. Kode Etik, dapat membantu menghilangkan grey area (kawasan kelabu)

dibidang etika (penerimaan komisi, penggunaan tenaga kerja anak, kewajiban

perusahaan dalam melindungi lingkungan hidup).

3. Kode Etik menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab

sosialnya.

4. Kode Etik, menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya,

kemungkinan untuk mengatur diri sendiri (self regulation).

Page 24: Tugas Etika Produksi

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian singkat di atas, antara etika (akhlak, moral), etiket (tatacara

pergaulan) dan estetika (keindahan) tak dapat dipisah-pisahkan. Ketiganya

menyatu. Dengan demikian ketika perusahaan dalam menyusun strategi bisnisnya

maka harus mulai ada kesatuan pemahaman tentang sisi visi, misi, tujuan dan

strateginya. Setiap strategi untuk memenangkan persaingan harus tergambarkan

pada kesatuan antara gagasan (moral dan tanggung jawab), bentuknya (estetika)

dan pendekatannya (tekniknya). 

Saran

Dengan demikian, tidak ada alasan untuk menolak etika dalam dunia

bisnis, bahkan kepatuhan kepada etika bisnis, sesungguhnya, bersifat kondusif

terhadap upaya meningkatkan keuntungan pengusaha atau pemilik modal.

Misalnya, para pengusaha sekarang, percaya bahwa kesenjangan gaji yang tidak

terlalu besar antara penerima gaji tertinggi dan terendah dan fasilitas-fasilitas yang

diterima oleh kedua kelompok karyawan ini, akan mendorong peningkatan kinerja

perusahaan secara menyeluruh. Karyawan yang dulu cendrung dianggap sebagai

sekrup dalam mesin besar perusahaan, kini diberdayakan. Perempuan yang selama

ini sering menjadi korban tuntutan efisiensi, sekarang mendapatkan perhatian

yang layak.

Perusahaan-perusahaan besar kinipun berlomba-lomba menampilkan citra

diri yang sadar lingkungan, bukan saja lingkungan fisik tetapi juga lingkungan

sosial dan budaya. Jika di sarang kapitalisme sendiri, (Amerika dan Eropa) telah

mulai berkembang trend baru bagi dunia bisnis, yaitu keniscayaan etika,

(meskipun mungkin belum sempurna), tentu kemunculannya lebih mungkin dan

lebih dapat subur di negeri kita yang dikenal agamis ini.

Page 25: Tugas Etika Produksi

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan, bahwa eksistensi etika dalam

wacana bisnis merupakan keharusan yang tak terbantahkan. Dalam situasi dunia

bisnis membutuhkan etika, Islam sejak lebih 14 abad yang lalu, telah menyerukan

urgensi etika bagi aktivitas bisnis.

Pemerintah sebaiknya segera turun tangan dengan semakin gencar

memberikan penyuluhan dan komunikasi tentang etika produksi dan orientasi

ekonomi jangka panjang. Pemahaman prinsip QFD (quality function development)

juga harus ditanamkan sejak dini kepada masyarakat mengingat upaya

pendampingan seperti inilah yang akan menumbuhkan rasa afiliasi masyarakat

terhadap upaya dinamisasi ekonomi pemerintah. Konsep QFD dikembangkan

untuk menjamin produk yang memasuki tahap produksi benar-benar akan dapat

memuaskan kebutuhan pelanggan dengan jalan membentuk tingkat kualitas yang

diperlukan dan dengan kesesuaian yang maksimum pada setiap tahap

pengembangan produk.

Produsen kita harus lebih berpandangan futuristik dan menerapkan

teknologi tepat guna dengan berpijakan pada prinsip agroindustri bahwa

keseluruhan bahan baku yang terlibat dalam transformasinya menjadi suatu

produk adalah bisa dimanfaatkan dan tidak ada yang dibuang sia-sia. Jadi,

masyarakat harus mulai memberdayakan sistem produksi berkelanjutan

(sustainability production system).

Pemerintah perlu menjadi jembatan penghubung antara potensi seperti ini

dengan para pemilik agroindustri sehingga tercipta siklus ekonomi yang saling

menguntungkan. Selama ini pemerintah belum pernah mengatur regulasi yang

jelas terkait usaha menjaga eksistensi makanan tradisional ini. Khazanah-

khazanah budaya lokal harus terus diberdayakan untuk meningkatkan

perekonomian dan budaya masyarakat.

Page 26: Tugas Etika Produksi

DAFTAR PUSTAKA

A. Sonny Keraf dan Robert Haryono Imam, Etika Bisnis : Membangun Citra

Bisnis Sebagai Profesi Luhur, (Yogyakarta; Kanisius, 1995)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/18/10042420/function.session-start

http://www.deshion.com/artikel/bisnis/129-etika-bisnis-dalam-islam.html

http://idotobing.blogspot.com/2009/04/pengantar-manajemen.html

http://ronawajah.wordpress.com/2007/08/09/bisnis-kotorkembali-ke-khitah/

http://ronawajah.wordpress.com/2007/10/06/beretika-bisnismudahkah/

http://ronawajah.wordpress.com/2007/12/26/penyimpangan-etika-bisnis-internal/

http://ronawajah.wordpress.com/2008/04/03/estetika-bisnis/

K.Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta : Kanisius, 2000)

Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Al-Kaustar, 2000)

Sondang P Siagian, Etika Bisnis, (Jakarta, Pustaka Binaman Pressindo, 19960)